BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/721/1/bab1.pdfhulu, babungo babuah...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uir.ac.id/721/1/bab1.pdfhulu, babungo babuah...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Minangkabau adalah suatu tempat di Indonesia dimana orang dapat
menjumpai masyarakat yang diatur menurut garis keturunan ibu, Mulai dari
lingkungan hidup yang kecil,dari keluarga,sampai kepada lingkungan hidup yang
paling atas yaitu sebuah “nagari” sehingga dapat dilihat bahwa “faktor turunan
darah menurut garis ibu”merupakan faktor yang mengatur organisasi
masyarakatnya, walaupun dalam lingkungan yang terakhir disebutkan yaitu nagari
kita masih menjumpai adanya faktor pengikat lain.1Kehidupan yang di atur
menurut tertib hukum ibu itulah yang disebut dalam istilah sehari-hari sebagai
kehidupan menurut adat.
Sistem kekelurgaan tersebut bersifat matrilineal, akan tetapi para pihak
lain, ia mempunyai sangkut paut dan di pengaruhi oleh hukum syarak( agama) hal
ini berpengaruh terhadap sebagian besar kehidupan masyarakat di suku
minangkabau,seperti ritual pernikahan dan kewarisan.
Hal ini sebagai implementasi dari pepatah minang “karantau madang di
hulu, babungo babuah balun, marantau bujang dahulu, di kampuang paguno
balu”. Kalau ia berhasil kecintaan dan tanggung jawawb kepada keluarga dan
kampung halaman sangat tinggi seperti ungkapatn adat “kaluak paku,kacang
balimbiang,tampuruang lenggang-lenggokkan,baok manurun kasaruaso,anak di
1 Chairul anwar, Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum Adat Minangkabau,Rieneka cipta,
Jakarta 1997 ,halaman 1
2
pangku,kamanakan di bimbiang,urang kampuang dipatenggangkan,ingek
kampuang jo agamo jaan binaso”.2 Karena di atas menyTinggung istilah “adat”
istilah ini biasanya digabungkan dengan istilah lain yaitu “hukum”,sehingga
terjemahan istilah baru yaitu “hukum adat “.Yang mana dimaksut hukum adat ini
adalah aturan-aturan hidup yang berupa aturan-aturan tidak tertulis yang hidup di
dalam kesadaran hukum dari rakyat yang memakainya.
Hukum adat yang tidak tertulis, hukum adat itu sifatnya dinamis sehingga
mudah menyesuaikan diri dengan perkembangan yang dibutuhkan zaman. Jadi
hukum adat memuat aturan-aturan yang tidak tertuliis didalam kitab-kitab
aturan,di dalam kitab-kitab hukum tidak dimuat dalam kodifikasi-
kodifikasi,melainkan hanya meliputi aturan-aturan yang hanya hidup didalam
kesadaran hukum dari rakyat yang memakainya,mereka bertindak serta berbuat
segala sesuatu menurut aturan-aturan yang hidup didalam kesadaran hukum
mereka,menurut aturan-aturan hukum adat, karena menurut kesadaran pendapat
mereka bertindak serta berbuat aturan- aturan adat itulah yang merupakan cara
yang sebaik-baiknya dilakukan agar timbul tata dan ketenteraman didalam
pergaulan hidup.3
Ada beberapa ciri-ciri dari system matrilineal di minangkabau yaitu
1) Keturunan dihitung dari garis keturunan ibu
2) Suku dibentuk dari suku keturunan ibu
3) Menikah dengan orang yang berbeda keturunan atau sukunya
(eksogami) bukan berasal dari suku yang sama
2 Latief, Etnis dan Adat Minangkabau Permasalahan dan Masa Depannya, Angkasa,
Bandung,2002 3 Elva Susanti,Peranan KAN dalam Penyelesaian Sengketa tanah harta pusaka tinggi., 2014
3
4) Kekuasaan dalam suku berada di tangan Bundo Kanduang
5) Pernikahan merupakan pernikahan yang bersifat Sumando
bertandang yaitu suami mengunjungi rumah istri atau suami
menetap dirumah istri
6) Hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada keponakannya
yaitu dari saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara
perempuannya.
Hukum waris minangkabau yang merupakan bahagian dari hukum adat
yang banyak seluk beluknya karena pada satu pihak hukum waris minangkabau
merupakan kelanjutan yang sesuai dengan tertib susunan menurut hukum ibu.
Akan tetapi pada pihak lain,ia mempunyai sangkut paut dan dipengaruhi oleh
hukum syarak (agama).sesuai dengan tertib susunan menurut hukum ibu, maka
ahli waris menurut hukum adat minangkabau dihitung dari garis keturunan
ibu.pengertian, ahli waris ini akan muncul apabila telah ada harta peninggalan
yang ditinggalkan seseorang yang telah meninggal dunia.4
Hukum waris di Minangkabau berbeda dengan Hukum Waris menurut
agama Islam, tetapi juga berbeda tentang apa yang diwarisi. Waris didalam Adat
Minangkabau adalah menurut keturunan ibu(matriachaat)sedangkan menurut
agama Islam adalah menurut keturunan bapak(patriachaat). Bedanya waris Adat
Minangkabau hanya tentang harta pusaka tinggi dan gelar pusaka yang turun-
temurun. Tetapi tentang harta pencarian si bapak(harta rendah), dalam hukum adat
juga turun kepada anak, seperti kata pepatah “ kaluak paku kacang
4 H.Idrus Hakimy Dt.Rajo penghulu,pokok-pokok pengetahuan adat minangkabau,
Bandung,1986,Halaman 127
4
balimbiang,anak di pangku kamanakan dibimbiang”. Anak dipangku dengan
harta pencarian, karena tanggung jawab dari seorang si bapak langsung kepada
Tuhan Allah swt, dan kemenakan di bimbiang dengan harta pusaka tinggi, karena
yang akan memangku kemenakan ini ada pula yang bertanggung jawab, yaitu
bapaknya pula. Harta pencarian dibagi menurut faraid, dan tidak boleh diambil
oleh kemenakan, kecuali telah diberikan oleh mamaknya dengan ridla.5
Dari pengertian diatas kenapa saya mengatakan Hukum waris Minangkabau
bereda dengan hukum waris agama Islam? Maksud disini bukanlah perbedaan
pengertian atau cara pembagian dari hukum warisan Minangkabau dengan hukum
warisan agama Islam, tetapi dari penjelasan di atas lebih menguatkan tetang garis
keturunannya, yang mana di dalam Minangkabau menurut garis keturunan ibu
(matriachaat) sedangkan menurut agama Islam menurut keturunan bapak/ayah
(patriachaat).
Hukum kewarisan merupakan bagian dalam hukum keluarga yang
memegang peranan yang sangat penting bahkan dalam menentukan bentuk hukum
yang berlaku dalam suatu masyarakat.Apabila terjadi suatu peristiwa hukum pada
seseorang maka peristiwa hukum ini akan menimbulkan hukum itu sendiri dalam
keluarga, yaitu bagaimana pengurusan dan kelanjutan kewajiban serta hak-hak
orang tersebut. pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak
5Waris disini dalamarti, waris menurut hukum adat di Minangkabau yaitu orang yang pantas
menerima waris keturunan menurut tali ibu (maatriachaat), artinya keturunan yang patut
menerima atau menggantikan gelar pusaka (soko) di dalam adat Minangkabau (gelar penghulu). H.
Idris Hakimy Dt.Rajo pehulu, pokok-pokok pengetahuan adat Minangkabau, Bandung,1986
,halaman 123
5
jarang menimbulkan perselisihan di antara anggota keluarga yang
berkepanjangan.
Secara naluri manusia sangat mencintai harta benda yang jarang
memotivasi seseorang untuk menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta
benda termasuk harta pewarisnya sendiri Pelaksanaan pembagian harta warisan
atau harta peninggalan berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang
lainnya, hal ini dikarenakan perbedaan adat dan kebiasaan yang di anut di masing-
masing daerah tersebut. 6
Dalam adat minangkabau terdapat beberapa macam harta di Minangkabau
diantaranya :7
a. Harta Pusaka Tinggi
Harta pusaka tinggi adalah harta yang sudah dimiliki oleh keluarga, dan
penggunaan harta ini secara turun temurun, dari generasi sebelumnya ke generasi
berikutnya.
b. Harta Bawaan
Harta bawaan adalah harta yang didapat oleh suami melalui usahanya
sendiri atau hibah dari orang tua ataupun keluarganya yang dibawa oleh suami
kerumah istri untuk menunjang kehidupan keluarganya.Penempatan ini muncul
karena kewajiban suami terhadap anak dan istrinya.8
6A.A Navis, Alam Takambang Jadi Guru, PT. Grafiti Pers, Jakarta, 1984, halaman 125
7 Wawancara dengan Bapak Wali Jorong Nagari Sungayang kecamatan Sungayang
8Ibid
6
c. Harta tetapan
Harta tepatan yaitu harta yang sudah ada dirumah istri sebelum
berlangsungnya perkawinan.
d. Harta bersama
Harta bersama adalah harta yang didapat suami istri selama masa
perkawinan.Harta ini di pisahkan dari harta bawaan yang di bawa suami pada saat
perkawinan dengan harta tepatan yang di dapat istri sebelum
perkawinan.Walaupun sumber kekayaan berasal dari kedua harta tersebut.Hasil
usaha suami di lingkungan istrinya dan dipergunakan dalam keluarganya inilah
yang disebut sebagai harta bersama.9
e. Harta pencaharian
Dalam masyarakat Adat Minangkabau dikenal dengan istilah harta pusaka
rendah (harta pencaharian) dan harta pusaka tinggi. Kedua harta ini tentu saja
mempunyai perbedaan yaitu perbedaan mengenai cara memperoleh nya dan cara
pembagaian kedua harta tersebut. Harta Pusaka Tinggi adalah harta pusaka yang
sudah dimiliki keluarga, hak penggunaannya secara turun temurun dari beberapa
generasi sebelumnyayang sudah kabur atau tidak dapat diketahui asalusulnya
hingga bagipenerima itu disebut harta tua oleh karenasudah begitu tua umurnya.
HartaPusaka Rendah adalah harta yang dipusakai seseorang atau kelompok, yang
dapat diketahui secara pasti asal usul harta itu.Ini dapat terjadi bila harta itu
diterimanya dari satu angkatan diatasnya seperti ayah atau mamaknya, begitu pula
9Ibid
7
dari dua tingkat dan seterusnya yang masih dapat dikenalnya. Dalam penelitian ini
penulis melakukan penelitian terhadap harta pencarian di masyarakat
Minangkabau khusunya di Kanagarian Sungayang Kecamatan Sungayang.
Harta pencarian tersebut dapat terdiri dari harta yang sifatnya dapat
dipindah-pindahkan seperti perhiasan, mobil, rumah,dan lain-lain. Merupakan
barang-barang tetap seperti sawah dan ladang. Meskipun cara pewarisan antara
hukum Adat Minangkabau yang berdasarkan garis keturunan ibu sangat bertolak
belakang dengan kewarisan islam yang pembagiannya berdasarkan garis
keturunan bapak atau patrilinieal.
Hukum yang berlaku dalam pewarisan harta pencarian pada masyarakat
Minangkabau, dapat dilihat dalam lingkungan pengadilan negri maupun
pengadilan agama. Pewaris harta pencarian dapat dilihat dari dua segi yaitu segi
siapa yang menerima harta warisan dan dari segi bagaimana cara kepemilikannya.
Pengaruh Hukum Islam sangat kental didalam bidang pewarisan
masyarakat Minangkabau yang tampak nyata. Meskipun cara pewarisan antara
hukum adat Minangkabau yang berdasarkan garis keturunan ibu sangat bertolak
belakang dengan kewarisan Islam yang pembagiannya garis keturunan bapak atau
patrilineal.10
Berdasarkan hasil pra penelitian yang telah penulis lakukan,banyak ditemui
hal yang sangat menarik untuk dibahas dalam tulisan ini. Dikatakan demikian,
karena dari apa yang tertulis didalam literatur-literatur yang pernah penulis baca
tentang adat Minangkabau, khususnya mengenai pewarisan harta pencarian ini,
10
ibid
8
pada kenyataannya terdapat berbagai kenyataan yang beragam. Keanekaragaman
yang dimaksud yaitu ada hal-hal yang sesuai dengan yang tertulis didalam
literatur, namun tidak sedikit pula hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang
tertulis didalam literatur tersebut.
Misalnya saja, di Minangkabau anak laki-laki berperan hanya sebagai
pengawas terhadap harta warisan yang ada, sesuai dengan sistim kekerabatan
masyarakat Minangkabau yang matrilineal, sehingga yang berhak mewaris adalah
anak perempuan.Namun pada kenyataannya saat ini di Minangkabau, khususnya
Kanagarian Sungayang Kecamatan Sungayang tempat penulis melakukan pra
penelitian, anak laki-laki sudah banyak yang menjadi ahli waris dari harta warisan
yang ada.11
Kanagarian Sungayang adalah suatu Nagari (desa) yang terletak
dikecamatan Sungayang Kab. Tanah Datar, Luhak Nan tuo. Terletak di antra
lembah-lembah pengunungan,di kaki gunung soda, nagari Sungayang ini
dikelilingi juga oleh sungai Tangah, Batang Selo dan Batang Kalano.
Dikenagarian Sungayang ini masyarakatnya menganut agama Islam dan hukum
adat di Kanagarian Sungayang ini masih sangat kental.Masyarakat di kanagarian
Sungayang ini didalam pembinaan masyarakat, memulainya dari akar
rumput.Mengawali langkah dari surau dan rumah tangga serta lingkungan
masyarakatnya.
Potensi masyarakat mestinya digerakakan optimal dan terpadu untuk
menghidupkan kata masyarakat beradat itu.Tujuan mulia yang hendak dicapai
11
Wawancara dengan Amir Dt. Saripaduko, ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Sungayang
Kecamatan Sungaayang Kabupaten Tanah Datar
9
adalah mencerdaskan ummat dengan menanamkan budi pekerti (akhlaq) yang
sesuai dengan bimbingan syariat islami.Sejalanlah dengan kaedah Adat berrsendi
syara’, syara’ bersendi kitabullah. Di Ranah Minang ini syara’ mengato adat
memakai.12
Dalam situasi seperti ini, yang menarik perhatian peneliti adalah di
Kenagarian Sungayang, yang mana merupakan salah satu tanah kelahiran peneliti.
Berdasarkan peneliti tertarik untuk menganalisis fakta tersebut dengan judul.
PELAKSANAAN PEMBAGIAN HARTA WARISAN TERHADAP ANAK
LAKI-LAKI BERDASARKAN HUKUM ADAT MINANGKABAU DI
NAGARI SUNGAYANG KECAMATAN SUNGAYANG.
A. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan pembagian harta warisan bagi anak laki-laki atas
harta pencarian dalam lingkungan adat minangkabau Di Nagari Sungayang
Kecamatan Sungayang?
2. Apakah kendala-kendala yang timbul dalam pelaksanaan pembagian warisan
atas harta pencarian dalam lingkungan adat Minangkabau di Nagari
Sungayang Kecamatan Sungayang?
B. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
12
https://blogminangkabau.wordpress.com/2009/01/04/pemahaman-adat-basandi-syarak-syarak-
basandi-kitabullah.
10
a) Untuk mengetahui pelaksanaan pembagian harta warisan bagi anak laki-
laki atas harta pencarian dalam lingkungan adat minangkabau dinagari
sungayang kecamatan sungayang
b) Untuk mengetahui Hambatan- hambatan apa yang timbul dalam
pelaksanaan pembagian warisan atas harta pencarian dalam lingkungan
adat Minangkabau di Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang
2. Manfaat penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
a) Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan tambahan wawasan dan
pengetahuan mengenai karakteristik waris dalam lingkungan adat
minangkabau,khususnya dalam harta pusaka pencarian (pusaka rendah).
b) Sebagai masukan bagi para pembaca khususnya serta dijadikan acuan bagi
masyarakat adat minangkabau.
c) Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin
mendalamkan atau memahami lebih lanjut mengenai praktek pewarisan
harta pusaka rendah (harta pencarian) di daerah minangkabau.
C. Tinjuan pustaka
1. Tinjauan pustaka tentang Minangkabau
Minangkabau adalah suatu lingkungan adat kira-kira terletak di provinsi
Sumatera barat. dikatakan kira-kira karena pengertian minangkabau tidaklah
persis sama dengan pengertian Sumatera Barat, karena kata minangkabau lebih
banyak mengandung makna geografis administrative. Terlalu langka sumber pra
sejarah yang bersifat otentik yang akan dapat menuntun kita untuk dapat
11
mengetahui asal-usul minangkabau, sungguhpun demikian, sekedarnya dapat juga
diketahui melalui literature tradisional yang disebut tambo dan dari pepatah petitih
yang senantiasa terpelihara secara turun temurun dari generasi kegenerasi secara
lisan.
Kebenaran isi tambo itu tidaklah seluruh terjamin, mengingat bahwa
penyampaiannya yang berlangsung secara lisan. Cerita dalam tambo inisetidaknya
akan dapat menuntun kita untuk mengenal perkembangan selanjutnya dari nennek
moyang suku bangsa Minangkabau.
Nenek moyang suku Minangkabau berasal dari pencampuran antara
bangsa melayu tua yang telah datang pada zaman neoliticum dengan bangsa
melayu muda yang menyusul kemudian pada zaman perunggu, kedua bangsa ini
adalah serumpun dengan bangsa astronesia. Minangkabau dengan kebudayaannya
telah ada sebelum datangnya Islam, bahkan sebelum Hindu dan Budha memasuki
Wilayah Nusantara.Sebelum pengaruh dari luar, kebudayaan Minangkabau telah
mencapai puncaknya yang terintegrasi dan kepribadian yang kokoh.13
kebudayaan luar yang datang tidak mudah memasukkan pengaruhnya.
Penerima kebudayaan dari luar berjalan secara selektif, sehingga budaya yang
bertentangan dengan falsafah adatnya tidak dapat bertahan di Minangkabau,letak
Minangkabau yang diapit oleh dua lautan, yaitu Samudera Hindia dengan Laut
Cina Selatan menyebabkannya menjadi sasaran kunjungan dari luar. Disamping
itu sifat yang terbuka dan mudah menyesuaikannya diri dengan lingkungan
13
Rasyid Manggis, Minangkabau, Sejarah Ringkas dan Adatnya, Sri Darma, Padang 1971,
Halaman 11
12
menempatkan pada posisi yang dapat menerima pengaruh kebudayaan dari luar
sejauh tidak bertentangan secaara prinsip dengan kebudayaan yang telah ada.
Nenek moyang orang Minangkabau telah memperlihatkan kearifannya
untuk memgantisipasi zaman yang akan berubah. Masyarakat minangkabau
memiliki empat tingkatan adat yaitu :
a) Adat yang sebenar adat ( adat yang sabana adat ).
Yang dimaksud dengan adat yang sebenarnya adat itu adalah kenyataan
yang berlaku dalam alam yang merupakan kodarat lahi atau sesuatu yang telah
dan terus berjalan sepanjang masa,seperti adat api membakar, adat ayam
berkokok,adat laut berombak, kalau diperhatikan hubungan antara sifat dengan
yang diberi sifat dalam setiap contoh yang disebutkan diatas,terlihat adanya
bentuk kelaziman hubungan, walaupun demikian masih dipergunakan kata adat
yang umumnya berarti kebiasaan dalam setiap hubungan tersebut.14
Hal ini menunjukan bahwa apa yang terjadi di alam ini tidak ada yang pasti
secara mutlak. Walaupun dalam pertimbangan akal terdapat kepastian, namun
tidaklah mustahil bahwa kebiasaan yang pasti itu suatu waktu tidak berlaku
menurut kehendak Allah. yang maksutnya Agama Islam di Minangkabau dan
berlakunya Islam sebagai peraturan bagi kehidupan umat, maka ajaran Islam yang
berdasarkan kepada wahyu Allah itu diakui sebagai suatu yang pasti sebagaimana
pastinya kenyataan yang berlaku dalam alam.
Dengan demikian ajaran Agama Islam dimasukan kedalam kelompok adat
yang sebenarnya adat. Kebiasaan yang berlaku atas dasar kodrat Ilahi yang
14
Nasrun, Dasar Filsafat Adat Minangkabau,Bulan Bintang, Jakarta 1971, Halaman 13
13
dinamakan adat yang yang sebenarnya adat itu dijadikan pedoman dalam
penyusunan tata cara dan peraturan yang dipakai sebagai pengartur kehiupan
manusia didunia.
b) Adat yang di Adatkan.
Adat yang di adatkan yaittu sesuatu yang di rancang dijalankan, serta
diteruskan oleh nenek moyang yang pertama menempati Minangkabau untuk
peraturan bagi kehidupan masyarakat dalam segala bidang. Orang Minangkabau
mengetahui secara turun temurun bahwa perumusan dari adat yang diadatkan itu
adalah dua orang tokoh adat yaitu datuk ketumanggungan dan datuk perpatih nan
sabatang, Sebagaimana terdapat dalam tambo dan buku-buku adat.15
Kedua tokoh tersebut merubuskan adat atas dasar pengalaman kehidupan
dan kemampuannya dalam belajar dari kenyataan.Yang dijadikan pedoman dasar
dari perumusan adat itu adalah kenyataan yang hidup dalam alam yang disebut
adat yang sebenarnya adat. Adat yang diadatlkan melingkupi seluruh segi
kehidupan,terutama segi kehidupan sosial, budaya dan hukum.
c) Adat yang teradat.
Adat yang teradat yaitu kebiasaan setempat yang dapat bertambah pada
suatu tempat dan dapat pula hilang menurut kepentingan.Kebiasaan yang menjadi
peraturan ini mulanya dirumuskan oleh ninik mamak pemangku adat dalam suatu
negeri untuk mewujudkan aturan pokok yang disebut adat yang di adatkan, yang
pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu
adat yang teradat ini dapat berbeda antara satu negeri dengan lain menurut
15
Ibid
14
keadaan, Waktu dan kebutuhan anggotanya.bila di perbandingkan antara adat
yang teradat dengan adat yang di adatkan, terlihat bedanya dari segi keumuman
berlakunya. Adat yang diadatkan bersifat umum memakainya pada seluruh negeri
yang terlingkup dalam suatu lingkaran adat yang dalam hal ini adalah seluruh
lingkaran Minangkabau.16
d) Adat istiadat.
Adat istiadat dalam pengertian khusus berarti kebiasaan yang sudah berlaku
dalam suatutempat yang berhubungan dengan tingkah laku dan
kesenangan.Kebiasaan ini merupakan ketentuan yang di biasakan oleh ninikl
mamak pemangku adat sebagai wadah penampung kesukaan orang banyak yang
tidak bertentangan dengan adat yang diadatkan serta tidak bertentangan pula
dengan akhlak yang mulia.Adat istiadat ini tidak berlaku secaara umum dan lebih
terbatas lingkungannya.Dalam pelaksanaannya kadang-kadang menjurus kepada
kebiasaan buruk menurut ukuran umum.Keempat macam adat yang disebutkan
diatas berbeda dalam kekuatannya.karena berbeda kekuatan sumber dan luas
pemakaiannya yang paling rendah adalah adat istiadat.
Adat dalam Minangkabau dapat menyesuaikan diri dengan suatu perubahan
yang terjadi. Namun ada bagian-bagian adat yang mengalami perubahan dan ada
pula yang sama sekali tidak mengalami perubahan. Adat yang sebenarnya adat,
yaitu ketentuan yang berlaku dalam alam kodrat Ilahi dan adat yang diadatkan
yang dirumuskan berdasarkan kepada addat sebenarnya adat itu, termasuk
16
Ibid., Halaman 14.
15
kepadaadat yang tidak mungkin mengalami perubahan, sebagaimana tidak
berubahnya kodrat ilahi dan wahyu Allah S.W.T.17
2. Pengertian hukum waris
Berbicara tentang hukum warisan,di Indonesia terdapat tiga hukum waris
yaitu menurut hukum adat,menurut kompilasi hukum islam,dan menurut KUHP
perdata (BW).
a. Hukum adat waris
Istilah waris didalam kelengkapan istilah hukum waris adat diambil alih
dari bahasa arab yang telah menjadi bahasa Indonesia.hukum waris adat tidak
semata-mata hanya akan menguraikan tentang waris dalam hubungannya dengan
ahli waris, tetapi lebih luas dari itu.
Hukum waris adat adalah hukum adat yang memuat garis-garis ketentuan
tentang system dan asas-asas hukum waris,tentang harta warisan itu dialihkan
penguasaan dan pemiliknya dari pewaris kepada ahli waris.hukum waris adat
sesungguhnya adalah hukum penerusan harta kekayaan dari suatu generasi kepada
keturunan.
b. Hukum waris menurut KHI.
Berdasarkan ketentuan kompilisasi hukum islam (KHI) buku II tentang
hukum kewarisan pasal 171 butir a,yang dimaksud dengan hukum kewarisan
adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
17
Ibid
16
peninggalan (tirkah) pewaris.menurut siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris
dan beberapa bagiannya masing-masing.18
Dari pengertian diatas, maka hukum waris menurut KHI mencangkup
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1) ketentuan yang mengatur siapa pewaris
2) ketentuan yang mengatur siapa ahli waris
3) ketentuan yang mengatur tentang harta peninggalan
4) ketentuam yang mengatur tentang akibat peralihan harta
peninggalan dari pewaris kepada ahli waris.
5) ketentuan yang mengatur tentang bagian masing-masing ahli waris.
c. Hukum waris menurut KUHPerdata
Dalam KHUperdata hukum waris diatur pada buku II, jumlah pasal yang
mengatur hukum waris sebanyak 300 pasal, yang dimulai dari pasal 830
KHUperdata sampai pasal 1130 KHUperdata.Dalam KHUPerdata tidak
ditemukan pengertian hukum waris tetapi yang ada hanya konsep-konsep tentang
pewarisan, orang yang berhak dan tidak berhaknya menerima warisan.
3. Ahli waris
Pengertian ahli waris disini adalah orang atau orang-orang yang berhak
meneruskan peranan dalam pengurusan harta pusaka.pengertian ini di dasarkan
pada asas kolektif dalam pemikiran dan pengolahan harta serta hubungan
seseorang pribadi dengan harta yang diusahakannya itu sebagai hak
18
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Bandung : Citra Aditya Bakti,2003, Halaman 7
17
pakai.Menurut Adat Minangkabau pemegang harta secara praktis adalah
perempuan karena ditangannya terpusat kekerabatan matrilineal.19
Dalam beberapa literature tradisional adat yaitu tambo di jelaskan bahwa
menurut asalnya warisan adalah untuk anak sebagai berlaku dalam kewarisan
bilateral atau parental.perubahan ke system matrilineal berlaku kemudian suatu
sebab tertentu.
Ahli waris atas harta pencarian seseorang yang tidak mempunyai anak dan
istri adalah ibunya. Kalau ibu sudah tidak ada,maka hak turun kepada saudaranya
yang perempuan dan untuk selanjutnya kepada keponakan yang semuanya berada
dirumah ibunya.
Sedangkan ahli waris terhadap harta pencarian terhadap harta pencarian
seseorang perempuan adalah kauamnya yang dalam hal ini tidak berbeda antara
yang punya anak dengan yang tidak mempunyai anak.Perbedaannnya hanya
antara yang dekat yang jauh.kalau sudah mempunyai anak, maka anaknya yang
paling dekat.
Seandainya belum mempunyai anak, maka yang paling dekat adalah
ibunya, kemudian saudaranya serta anak dari saudaranya. Adat Minangkabau
tidak mengakui kewarisan istri terhadap harta mendiang suaminya begitu pula
sebaliknya.Hal ini didasarkan kepada ketentuan bahwa harta tidak boleh beralih di
luar kaum, sedangkan suami atau istri berada diluar lingkungan kaum berdasarkan
perkawinan eksogami.Namum dalam perkembanganya, setelah Islam masuk ke
19
Ibid
18
Minangkabau barulah dikenal hak kewarisan janda atau duda, itu pun tertentu
pada harta pencarian.20
Sesuai dengan tertib susunan menurut hukum ibu, maka ahli waris menurut
hukum adat minangkabau hitung dari garis keturunan ibu.Sebagaimana juga
galibnya bahwa pengertian ahli waris ini barulah muncul apabila telah harta
peninggalan; jadi apabila telah ada salah seorang anggota kelurga yang
meninggal. Seperti juga umumnya telah diketahui bahwa harta peninggalan
dimianngkabau itu dapat berupa:
1) Harta pusaka tinggi dan atau
2) Harta pusaka rendah (harta pencarian).
Terhadap kedua macam harta inilah yang nantinya akan ditentukan siapa-
siapa ahli warisnya. Apabila kita menghadapi harta pusaka sudahlah terang bahwa
ahli warisnya ialah anggota-anggota keluarga dilihat dari garis keturunan ibu, jika
seseorang meninggal maka ahli warisnya adalah pertama-tama anak-anaknya
kemuian cucu-cucunya serta akhirnya keturunan selanjutnya dari mereka
ini.mereka ini disebut “warih nan dakek (ahli waris nan dekat) “. Apabila
seorang laki-laki yang meninggal maka waris nan dakeknya adalah dunsanak
kanduang yaitu saudara laki-laki atau perempuan dari laki-laki tersebut yang seibu
sebapak.
Pada masyarakat minangkabau, harta peninggalan dapat berupa harta
pusaka tinggi, dan atau harta pusaka rendah (harta pencarian). Hukum kewarisan
adalah hukum yang mengatur siapa-siapa saja orang yang bisa mewarisi dan orang
20
Bagindo Tanameh, Hukum Adat dan Adat Minangkabau, Pusaka Asli, Jakarta,Halaman 48
19
yang tidak bisa mewarisi,bagian-bagian yang diterima setiap ahli waris dan cara-
cara pembagian Warisan adalah ketetapan hukum.21
4. Pusaka Rendah
Semulanya harta pusaka rendah adalah harta pencarian.Harta pencarian
mungkin milik seorang laki-laki atau mungkin juga milik seorang perempuan.
Pada mulanya harta pencarian seseorang diwarisi oleh jurai atau setidak-tidaknya
kaum masing-masing akan tetapi dalam perkembangan berikutnya karena
hubungan seorang ayang dengan anaknya bertambah erat dan juga sebagai
pengaruh agama islam, maka seorang ayah dengan harta pencariannya dapat
membuatkan sebuah rumah untuk anak-anaknya atau menanami tanah pusaka
isterinya,dengan tanaman keras,misalnya kelapa,pohon durian,pohon cengkeh,dan
lain-lain.hal ini dimaksutkan untuk membekali isteri dan anak-anak manakala
ayang telah meninggal dunia.
Yang dimaksut dengan harta pencarian yaitu harta yang diperoleh karena
usaha pribadi,umpamanya dengan cara menggarap sawah atau ladang, berdagang,
atau dengan menjual jasa. Biasanya orang-orang muda dianjurkan pergi merantau
untuk mencari harta.Merantau itu ada kalanya antara jarak wartu habis panen dan
turun kesawah lagi, adakalanya beberapa musim, tetapi tidak jarang pula sampai
peranak-pinak. Semua harta benda yang dimilikinya dirantau merupakan harta
pencarian sebagai harta pencariannya, sebagai harta pencarian harta pencarian,hak
warisannya tidak jatuh kepada hukum adat sesuai dengan bunyi petitih “Dimano
21
Ibid
20
bumi di pijak disitu langit dijunjuang ( dimana bumi dipijak,disana langit di
junjung).22
Yang mana kita ketahui harta pencarian ini bukanlah salah satu produk
lembaga Adat Minangkabau. Istilah ini muncul setelah adanya system ekonomi
uang,dengan ciri perdagangan dan perburuhan telah jadi sumber hidup yang
penting,dan sistenm kekerabatan mulai beralih kepada system kekeluargaan;
ayah,ibu,dan anak. Supaya pencarian seseorang terhindar dari tuntutan hukum
adat yang komunal itu.orang laki-laki mulai mempunyai kekuasaan yang tinggi di
rumah tangganya.
Sekalian harta pencarian orang itu tidak termasuk kepada bilangan harta
pusaka, kecuali kalau asal dan modal pencariannya itu di ambil dari harta pusaka,
maka seperdua dari hasil harta pencarian tersebut wajib masuk bilangan
penambah besarnya harta pusaka tadi.
Sering juga terjadi bahwa kerabat kaum berusaha memperoleh hak warisan
“dari mamak turun kemanakan “ dengan berbagai dalih,antara lain bahwa
dimodali oleh kaum untuk menyekolahkannya atau memulai usaha dagangnya ada
kalanya perebutan harta warisan itu di ajukan kepada pengadilan negri.23
Harta pusaka rendah adalah segala harta hasil pencarian dari bapak bersama
ibu (orang tua kita) selama ikatan perkawinan yang telah diwariskan kepada anak
–anaknya.yang mana maksutnya bahwa harta pusaka rendah itu merupakan
22
Chairul Anwar,op cit ., Halaman 91 23
Ibid., halaman 92
21
warisan yang di terima dari orang tua sendiri,secara otomatis menjadi milik
pribadi yang bersangkutan.
Dengan demikian baik pengelolahan dan hasilnya merupakan tambahan
bagi harta pencarian yang bersangkutan,sebagai milik pribadi,maka dengan
sendirinya dapat di jual atau dihadiahkan kepada siapa saja yang diinginkan
pemiliknya.
Apabila harta pusaka rendah tersebut tidak dijual atau tidak dialihkan
pemiliknya secara sah kepada pihak lain,maka pada saat meninggal dunianya
pemilik sah harta pusaka rendah tersebut,otomatis menjadi harta susuk bagi
kaumnya,dan tidak dapat dijadikan harta pencarian yang dapat diwariskan
berdasarkan hukum faraid.
Seperti harta pusako juga, harta pencarian dapat terdiri dari harta yang
bersifatnya dapat dipindah-pindahkan (perhiasan,mobil,sepeda dan lain-lain) dan
yang merupakan barang-barang tetap (sawah,ladang,dan tebat ikan). Dalam
hubungan sangkut pautnya dengan harta pusako, harta pencarian juga mempunyai
fungsi yang penting.
Walaupun diatas dikatakan bahwa harta pusako itu harus berada di dalam
keadaan yang tetap,akan tetapi dalam praktek,apabila didesak oleh bermacam-
macam kebutuhan,bukanlah pula mustahil lama kelamaan jumlah harta pusako itu
akan berkurang, sedangkan menurut semestinya haruslah diusahakan harta pusako
tersebut bertambah, setidak-tidaknya kualitasnya serta kuantitasnya berada
didalam keadaan yang tetap.
22
Dapat dimengerti sekarang bahwa harta pencarian inilah intinya sesudah
beberapa keturunan turut menyumbangkan diri untuk menjaga agar harta pusako
tetap tidak habis Mengenai “harta pencarian” pada galibnya kepada siapa harta itu
diwariskan tergantung dari kemauan si meninggal semasa masih hidupnya.
Kebanyakan semasa mereka hidup harta pencarian itu telah dihibahkan kepada
anak-anaknya yang apabila siorang tua meninggal, anak-anaknya tersebutlah yang
menjadi ahli warisnya.terhadap hibah ini, kerap juga kelihatan,jika harta tersebut
banyak dan besar nilainya para kemanakan biasanya tidak tinggal diam.mereka
juga ingin memperoleh bagian dari harta tersebut, sehingga tidak jarang hal ini
menimbulkan perselisihan
Akan tetapi hal ini betul-betul terjadi, serta dapat diselesaikan secara
bijaksana, sering juga tampaknya, si anak yang menurut hibah ayahnya, dialih ahli
waris dari harta tersebut kemudian dengan mufakat memberikan juga kepada
kamanakan-kamanakan tadi bagian dari harta pencarian ayah tersebut.24
Gugatan dari kamanakan untuk menjadi ahli waris ini sering terlihat, jika si
suami tersebut seorang kaya yang kemudian meninggal dunia akan tetapi
mempunyai anak. Para kamanakan tentu akan menggugat bagian dari harta
pencarian, yang sekarang dipegang oleh istri mamaknya tersebut, yang apabila hal
ini tidak dapat di selesaikan engan mufakat, banyak juga yang harus diselesaikan
di pengadilan.25
24
A.A Navis, loc cit. 25
Chairul Anwar, op .cit, Halaman 90
23
5. Pewarisan harta pencarian
Harta pencarian yang didapatkan seseorang dipergunakan untuk
menambah harta pusaka yang telah ada.dengan demikian, harta pencarian
menggabung dengan harta pusaka bila yang mendapatkannya sudah tidak
ada.dengan menggabungkan dengan harta pusaka,dengan sendirinya diwarisi oleh
generasi ponakan.
Harta pencarian ini yang memperoleh dengan melalui pemberian atau
taruko. Harta pencarian ini bila pemiliknya meninggal dunia akan jatuh kepada
jurainya sebagai harta pusaka rendah.untuk harta pencarian ini sejak tahun 1952
ninik-mamak dan alim ulama telah sepakat agar harta warisan ini di wariskan
kepada anaknya. Perihal ini masih ada pendapat lain, yaitu bahwa harta pencarian
harus diwariskan paling banyak (sepertiga) dari harta pencarian untuk
kamanakan.26
Perubahan berlaku setelah kuatnya pengaruh hukum islam yang menuntut
tanggung jawab seseorang ayah terhadap anaknya, dengan adanya perubahan ini
maka harta pencarian ayah turun kepada anaknya, dalam penentuan harta
pencarian yang akan di turunkan kepada anak itu diperlukan pemikiran terutama
tentang kemurnian harta pencarian itu. Adakalanya harta pencarian itu milik kaum
namun adakalanya pula harta pencarian itu merupakan hasil usaha yang modalnya
dari harta kaum jadi tidak dapat dikatakan bahwa semuanya adalah harta
pencarian secara murni.Dalam keadaan demikian tidak mungkin seluruh harta
26
Nasrun, Op cit, Halaman 51
24
pencarian itu diwarisi oleh anak. Dalam bentuk yang kabur ini maka berlaku cara
pembagian menurut alur dan patut.
Tidaklah adil bila semua harta di ambil oleh anak. Bila harta pencarian
tercampur langsung dengan harta pusaka, maka masalahnya lebih rumit dibanding
dengan harta pencarian yang didalamnya hanya terdapat unsur harta kaum.
kerumitan itu disebabkan oleh karena hak ponakan pasti terdapat didalamnya,
hanya kabur dalam pemisahan harta pencarian dari harta kaum. oleh karena tidak
adanya kepastian tentang pemilikkan harta itu, sering timbul sengketa yang
berakhir dipengadilan antara anak dan ponakan. Ponakan menganggap harta itu
adalah harta pusaka kaum sedangkan si anak menganggap harta adalah harta
pencarian dari ayahnya.27
6. Faktor yang merupakan kendala dalam pelaksanaan pembagian warisan
atas harta pencarian salah satunya yaitu pada faktor Adat.
Islam telah lama masuk di lingkungan adat Minangkabau. Dalam
perkembangannya secara bertahap hukum islam telah banyak mengubah dan
menyempurnakan tata susunan adat lama. Islam telah memperkenalkan susunan
kekeluargaan baru dalam bentuk keluarga inti yang pada saat ini sudah dikenal
luas oleh masyarakat Minangkabau.Islam sudah mengubah tata adat menyangkut
harta pusaka dengan member arti khusus pada harta pencarian tersebut dari harta
pusaka.
Pengaruh adat masih terasa kuat dalam kehidupan nyata ialah pemikiran
dalam hal mendapatkan dan menggunakan harta.Pernyataan untuk mendapatkan
27
Nasrun, Loc.cit.
25
harta secara kolektif masih terlihat jelas dalam pemikiran dan menggunakan harta
pusaka.Sampai saat ini, asa matrilineal kolektif masih berlaku terhadap harta
pusaka.
Cara pengurusan harta pusaka yang berbentuk kolektif atau pemilikan
bersama atas harta warisan itu sangat mempengaruh terhadap harta
pencarian.Yang berubah hanya orang yang berhak menerima warisan dari harta
pencarian, namun pengurusan dan pembagian terhadap harta pencarian masih di
pengaruhi budaya kolektif sehingga hukum faraid tidak sepenuhnya
terlaksanakan.28
7. Harta pencarian ( Pemisahan harta pencarian dari harta pusaka )
Harta pusaka sebagai unsur pokok dalam organisasi keberabatan matrilineal
minangkabau menurut asalnya diperoleh oleh nenek moyang yang mula-mula
mendiami suatu tempat.Ditempat itu mereka mengolah hutan tinggi menjadi tanah
pertanian dan perumahan.di tempat itu pula mereka mendirikan tempat tinggal
untuk keluarganya.
Pengertian keluarga menurut system matrilineal, terbatas pada ibu dan
anak-anaknya.baik laki-laki atau perempuan, berikutnya kebawah bersama anak-
anak dari aanak perempuannya. Keseluruhannya berada dalam satu lingkungan
tempat tinggal dalam bentuk rumah gadang, harta yang di peroleh ibu itu
dipergunakan untuk kepentingan seluruh keluarga dalam rumuh itu dan menjadi
milik bersama bagi seluruh anggota tersebut.
28
http;// www.cimbuak.com
26
Terkaitnya harta pencarian dengan harta pusaka pada waktu itu adalah
karena seluruh harta pencarian itu berasal dari harta kaum. Dari segi penggunaan
tidak ada perbedaan antara harta yang didapat melalui pusaka dengan yang
dipergunakan untuk kepentingan anggota matrilinealnya.
Pada bentuknya yang pertama yaitu harta pusaka memang digunakann
untuk kepentingan keluarga matrilinealnya.Dalam bentuknya yang kedua yaitu
harta pencarian, karena modalnya dari harta pusaka, maka wajarlah digunakan
untuk kepentingan keluarga matrilinealnya itu. Ditinjau dari segi lain, adat tidak
memberati seseorang untuk membiayai anggota yang berada diluar lingkungan
rumah ibunya itu,termasuk anak istrinya. Oleh karena itu tidak ada yang
mendorong seseorang untuk membawa harta itu keluar dari lingkungan
kaumnya.29
Ada beberapa hal yang masih menyebabkan seseorang merasa belum perlu
untuk membawa harta hasil pencariannya keluar dari rumah ibunya, yang tersebut
erat kaitannya dengan system matirilineal itu sendiri yaitu pertama sikap dan rasa
keterikatan seseorang dalam lingkungan keluarga matrilinealnnya hal ini di
sebabkan oleh keberadaannya dilingkungan keluarga ibu dalam waktu yang lama.
Kedua sebagai pendatang ia hidup dilingkungan rumah istirinya dalam waktu
sedikit sekali karena sebagai besar waktunya sudah dipergunakan dirumah ibunya.
Bila seseorang laki-laki belum merasa perlu untuk membawa harta
pencariannya keluar lingkungannya maka tidak ada pula dorongan untuk
29
Hazairin, Hendak Kemana Hukum Islam, Tintamas, Jakarta, 1976, Halaman 14
27
memisahkan pencariannya dari harta pusaka karena keduanya di pergunakan
untuk keperluan yang sama yaitu untuk kehidupan keluaga dirumah ibunya.
Terpisahnya pengertian harta pencarian dari harta pusaka dapat di pastikan
berlaku semenjak Islam masuk di Minangkabau, hal ini dengan demikian
merupakan pengaruh langsung dari hukum Islam.Harta pusaka tidak dapat
dipergunakan untuk membiayai anak istri, maka untuk keperluan itu harus
dicarikan dari luar lingkungan harta pusaka, dengan demikian timbul dorongan
untuk menguluarkan hasil usahanya sendiri dari harta pusaka, yang sebelumnya
dua bentuk harta itu berbaur dalam bentuk harta kaum. Adanya pemisahan harta
pencarian itu merupakan titik awal dari pemilikkan perorangan dalam harta Di
Minangkabau. Ada beberapa fktor yang menyebabkan timbulnya pemilikkan
perorangan tersebut, diantaranya yang dianggap pokok adalah system ekonomi
modern yang menyebabkan seseorang beursaha diluar harta pusaka. Dalam
pemisahan harta pencarian harta pencarian itu, faktor kesadaran akan tanggung
jawab terhadap anak sebagai pengaruh ajaran islam lebih menentukan.30
Adanya pemisahan harta pencarian itu menyebabkan timbulnya pengakuan
akan adanya hak anak pada harta tersebut, tetapi sesampainya hasil pencarian itu
menjadi hak penuh bagi seseorang laki-laki yang mendapatkannya untuk
kemudian diwariskannya kepada anak-anaknya memerlukan waktu yang panjang.
Terpisahnya harta pencarian seseorang dari harta pusaka berlaku secara
beransur-ansur adanya kebebasan pribadi dalam menggunakan harta pencarian,
30
Ibid
28
besar sekali pengaruhnya atas si laki-laki untuk berusaha, karena ia meyakini apa
yang memperolehnya dari usahanya itu adalah untuk kepentingan keluarganya
sendiri. Segi kelemahan dari kebebasan pribadi dalam harta pencarian ialah tidak
terjaminanya kelestarian harta itu,karena bila seseorang bebas dalam
memanfaatkan harta yang diperolehnya,juga bebas untuk bertindak mengalihkan
harta tersebut.
Tetapi sungguhpun demikian kaum ibu, berdasarkan istimewaan yang kita
sebutkan,bukanlah berarti dapat bertindak semau-maunya terhadap harta pusaka
dan rumah itu. Kaum laki-laki seperti mamak (saudara laki-laki)
si ibu dalam kaum tersebut mempunyai hak pengawasan terhadap harta pusaka
itu. Apalagi tindakan keluar yang berhubungan dengan orang lain, seperti
menggadai, hanya dapat dilangsungkan dengan seizing mamak, begitupun pihak
mamak (laki-laki) yang berkepentingan untuk menggadai.31
Semua tindakan terhadap harta pusaka baik kedaalam maupun ke luar
haruslah berdasarkan mufakat dan kepentingan bersama, yaitu mufakat seluruh
anggota kaum laki-laki dan perempuan.Dalam hal ini pun ternyata berlakunya
sebuah dasar dari Adat Minangkabau, yaitu dasar perimbangan dalam
pertentangan.
Perjalanan Adat Minangkabau dalam masyarakatnya setelah kita
kemukakan tentang susunan dan seluk-beluk masyarakat dan Adat Minangkabau,
maka sekarang sampailah kita meninjau perjalanan adat itu dalam masyarakat
31
B.Schrieke, Indonesia Sosiological Studies , Sumur Bandung , Bandung, 1980, halaman 95
29
Minangkabau yang dasarnya tersebut : dari, oleh dan untuk bersama dalam setiap
pelaksanaan untuk mencapai tujuan yang baik. Salah satunya seperti “Adat
bercupak dan bergantang “. Yang mana kita ketahui adat bercupak dan
bergantang ini teruntuk bagi suatu penyelesaian sengketa dalam masyarakat, baik
penyelesaian sengketa harta pusaka maupun lain-lainnya. Cupak dan gantang
seperti telah kita terangkan adalah ukuran yang tidak boleh dilebihi, dikurangi
baik untuk kepentingan pribadi lebih-lebih untuk kepentingan orang lain, dan
haruslah dilaksanakan dengan seadil-adilnya dan sejujur-jujurnya.32
Walaupun diatas dikatakan bahwa harta pusako itu harus berada didalam
keadaan yang tetap, akan tetapi dalam praktek, apabila didesak oleh bermacam-
macam kebutuhan, bukanlah pula mustahil lama kelamaan jumlah harta pusako itu
akan berkurang,sedangkan menurut semestinya haruslah diusahakan harta pusako
tersebut bertambah, setidak-tidaknya kualitas serta kuantitasnya berada di dalam
keadaan yang tetap.
Dapat kita mengerti sekarang bahwa harta pencarian inilah nantinya
sesudah beberapa keturunan turut menyumbangkan diri untuk menjaga agar harta
pusako tetap tidak habis.harta pencarian yang diwarisi anak-anak mereka yang
kemudian oleh anak-anak ini diwariskan lagi kepada anak-anaknya akhirnya akan
merupakan pusako randah (pusaka rendah) yang lama kelamaan nantinya
menyumbangkan diri serta menjadi pusako tinggi (pusaka tinggi).33
32
Idrus Hakimy Dt.Rajo penghulu, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak diMinangkabau,
Remadja Karya, Bandung 1984, Halaman 162 33
Ibid., halaman 163
30
Didalam penjelasan ini terlihat D dan E adalah suami istri secara mudah
saja digambarkan disini bahwa semua harta pencarian jatuh kepada anak-anaknya,
yaitu masing-masing A,B, dan C mendapat 1/3 bagian. Dalam perkawinan
mereka ( C – F ) mereka juga mempunyai harta pencarian yang kemudian setelah
C dan F meninggal, harta pencarian mereka diwarisi masing-masing separo oleh
anak-anak mereka yaitu G dan H. 1/3 DE yang diwarisi CF dari orang tuanya
(DE) hak ganggam bauntuaknya dilanjutkan oleh G( wanita). Dengan demikian G
mempunyai 1/3 DE + ½ CF.G kemudian kawin dengan N. didalam perkawinan,
mereka juga mempunyai harta pencarian. Dalam phase ini bagi anak-anak GN
yaitu K,L,M harta pencarian (1/3 DE + ½ CF ) tadi telah merupakan pusaka
rendah ; yang lama kelamaan nantiknya setelah diwariskan kepada beberapa
keturunan akhirnya menyumbangkan diri serta telah dipandang sebagai pusaka
tinggi.34
D. KONSEP OPERASIONAL
Agar pembahasan dalam penelitian ini dapat lebih tajam dan bermakna
sesuai dengan apa yang diharapkan,penulis memberikan batasan penelitian yang
berkaitan dengan judul tulisan ini, yaitu pelaksanaan pembagian harta warisan
terhadap anak laki-laki berdasarkan hukum adat minangkabau dinagari sungayang
kecamatan sungayang.
34
Chairul Anwar, op.cit, Halaman 95
31
Praktek yang dilakukan pewarisan Harta pusaka rendah ( harta pencarian)
dapat terdiri dari harta yang sifatnya dapat dipindah-pindah adalah perhiasan,
mobil ,sepeda dan lain lainnya.
Nagari ( desa) adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki
batas-batas wilayah tertentu, dan berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan filosofi adat minangkabau ( Adat
Basandari syarak, syarak Basandi kitabullah ) dan atau berdasarkan asal usul dan
adat istiadat setempat dalam wilayah provinsi Sumatera Barat.
Masyarakat adat Kanagarian Sungayang adalah penduduk Kanagarian
Sungayang dan Sungayang adalah suatu Nagari (desa) yang terletak di Kecamatan
Sungayang Kab Tanah Datar,Luhak Nan tuo. Kata orang yang menceritakan, tidak
berapa lama kemudian Datuk Parpatih Nan Sabatang berlayar pula membawa
tujuh pasang suami isteri.Mereka sampai pada suatu tanah menanjung ke dalam
sungai. Karena tanah itu baik dan subur, mereka menetap di sana dan berladang
membuat taratak. Tempat itu beliau beri nama pangkal Bumi.35
Suku adalah himpunan beberapa kaum atau paying dalam system
kekerabatan yang berlaku dan tumbuh dalam masyarakat.
Minangkabau adalah daerah Administrasi Republik Indonesia yang
dinamakan Propinsi Sumatera Barat.
Tanah Datar adalah satu kabupaten yang berada di propinsi Sumatera Barat.
35
Ibrahim Dt. Sanggoeno Diradjo, Tambo Alam Minangkabau, Buku Alam
Minangkabau,Bukittinggi 2009, Halaman 29
32
E. Metode penelitian
1) Jenis dan sifat penelitian
Jenis penelitian ini termasuk kedalam jenis penelitian observasi (
observational research ) dan penelitian ini bersifat diskriptif analitik. Yang
dimaksut dengan observasi disini adalah sebuah proses yang dilakukan untuk
mengetahui sesuatu secara langsung dan mendalam. Biasanya observasi dilakukan
untuk mendalami suatu hal atau objek yang tidak disadari banyak orang. Juga
dapat di jabarkan sebagai suatu proses memahami, mencari tahu, dan mendalami
suatu objek atau peristiwa secara detail dengan cara terjun langsung dalam
peristiwa atau menekan pada objek.proses ini tergolong cukup efektif untuk
mengumpulkan data-data terkait seputar objek. Dalam penelitian ini penulis
melakukan penelitian terhadap harta pencarian dimasyarakat Minangkabau, yang
mana defenisi dari harta pencarian ini adalah Harta pencaharian itu adalah harta
atau tanah yang didapat seseorang karena usaha sendiri atau pencaharian suami-
istri sewaktu mereka masih hidup di dalam tali perkawinan misalnya menggarap
sawah, berdagang atau menjual jasa.36
2) Lokasi penelitian
Peneliti akan melakukan penelitian di Kenagarian Sungayang, Kecamatan
Sungayang, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.Alasannya peneliti ingin
meneliti di Kanagarian Sungayang ini adalah kanagarian ini mempunyai sejerah
yang unik dan cara pembagian harta pencarian di Kanagarian sungayang juga
mempunyai karakteristik.
36
Chairul anwar. Op.cit 3
33
3) Populasi dan sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek hukum yang memiliki karakteristik
tertentu yang ditetapkan untuk diteliti.37
Berdasarkan pengertian diatas maka yang
menjadi populasi dalam penelitian adalah keseluruhan masyarakat sungayang
yang menerima harta pencarian (harta pusaka rendah) tersebut.Sampel adalah
bagian dari populasi yang masih memiliki ciri-ciri utama dari populasi dan di
tetapkan untuk menjadi orang yang diwawancarai oleh peneliti.38
sampel dalam
penelitian ditetapkan dengan teknik purposive sampling.Penarikan sampel secara
purposive yaitu penentuan responden yang di dasarkan atas pertimbangan tujuan
tertentu dengan alasan responden adalah orang-orang yang berdasarkan
kewenangan dianggap dapat memberikan data dan informasi dalam hal ini adalah
ketua kerapatan Adat Nagari Sungayang Kecamatan Sungayang, Mamak kepala
waris dan orang-orang yang pernah membagi warisan.
Penulis dalam hal ini mewawancarai beberapa responden yang dapat
mendukung dalam penelitian ini.:
37
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum.Rineka Cipta,Jakarta 1983. Halaman 65 38
Ibid.Halam 67
34
Tabel 1:1 Populasi dan sampel
4) Data dan sumber data
a. Data primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh dari subjek penelitian
lapangan (responden) yaitu :hasil interview dengan penduduk yang telah
melaksanakan pewarisan harta pencarian terhadap ahli warisnya,
tokohmasyarakat, tokoh adat serta tokoh agama yang ada di Kanagarian
Sungayang.
b. Data sekunder
NO Populasi Responden Keterangan
1 Ketua kerapatan Adat
Nagari sungayang
1 orang Purposive sampling
2 Tokoh Adat 4 orang Purposive sampling
3 Individu yang pernah
menjadi subjek dalam
pembagian harta warisandi
Nagari Sungayang pada
tahun 2016
7 orang Purposive sampling
Jumlah 12 orang
35
Data sekunder adalah buku, literature jurnal dan pendapat ahli yang
berbicara tentang pewarisan terhadap anak laki-laki berdasarkan hukum adat
minangkabau yang di jadikan sebagai landasan teori dalam skripsi ini.
5) Alat pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
wawancara (interview) adalah suatu proses untuk memperoleh suatu keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan responden/orang yang diwawancarai, atau tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara. Dalam pengumpulan data ini yang
akan diwawancarai seperti ketua kerapatan Adat Nagari Sungayang, Tokoh Adat
(Wali jorong, Bundo kanduang,Pengulu, Wali Nagari Sungayang),Individu yang
pernah menjadi subjek dalam pembagian harta warisan di Nagari Sungayang
tahun 2016
6) Analisis data
Setelah data diperoleh dan dikumpulkan secara lengkap baik data primer
maupun sekunder, lalu data tersebut diolah secara lengkap dan diolah menurut
jenisnya berdasarkan masalah pokok. Setelah diuraikan dalam bentuk kalimat dan
disajikan poin perpoin dalam bentuk rangkaian kalimat kemudian dianalisis
dengan membandingkan teori yang berlaku didalam hukum Adat dengan
membandingkan pelaksanaan oleh masyarakat dengan yang diatur didalam hukum
adat,buku bacaan dan pendapat ahli.
36
7) Metode penarikan kesimpulan
Metode penarikan kesimpulan dalam penelitian ini menggunakan metode
deduktif yaitu metode penalaran yang berpangkal dari data-data yang bersifat
umum kemudian dianalisa untuk disimpulkan pada keadaan yang lebih khusus
dan konkret dari hasil penelitian yaitu praktek pewarisan harta pencarian ( harta
pusaka rendah) di Kanagarian Sungayang, Kecamatan Sungayang Kabupaten
Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat.