BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.uir.ac.id/420/1/bab1.pdftutur untuk...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalahrepository.uir.ac.id/420/1/bab1.pdftutur untuk...
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
1.1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah alat ucap manusia yang digunakan dalam berkomunikasi dan
berinteraksi. Bahasa juga sebagai alat utama dalam melaksanakan suatu kegiatan
antara manusia di masyarakat. Chaer (2011:1) menyatakan “Bahasa adalah suatu
sistem lambang berupa bunyi, bersifat artitrer, digunakan oleh suatu masyarakat
tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri. Sebagai
sebuah sistem, maka bahasa terbentuk oleh suatu aturan, digunakan oleh suatu
aturan, kaidah, atau pola-pola tertentu, baik dalam bidang tata bunyi, tata bentuk
kata, maupun tata kalimat. Bila aturan, kaidah, atau pola ini dilanggar, maka
komunikasi dapat terganggu”.
Bahasa sebagai cermin pikiran, budaya, jiwa, dan roh suatu bangsa. Selain
itu, bahasa juga berperan besar dalam suatu bangsa. Sejarah membuktikan bahwa
bangsa yang besar terbangun oleh bangsa yang menghargai bahasa sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahasa sangat diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari yaitu untuk mengukapkan sesuatu yang kita pikirkan, dapat
pulak belajar sesuatu dari orang lain, dan sekaligus menjadi suatu identitas bagi
setiap warga negara.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Negara Republik Indonesia yang
disebutkan pada Undang-Undang Dasar 1945 pasal 36 bahasa Indonesia kini
menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia.
Phaosan (2551:18) menyatakan,
Bahasa Indonesia/Melayu menjadi bahasa persatuan seluruh bangsa yang
berbeza suku bangsa dan bahasa dengan semangat sumpah pemuda pada
tahun 28 Oktober 1928. Dengan menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa rasmi Negara dapat menyatukan rakyat Indonesia yang memiliki
perbagai bahasa dialek yang berbeza antara satu wilayah dengan wilayah
yang sangat luas dan jauh.
Thailand merupakan salah satu negara yang mempunyai rakyat yang
mayoritasnya beragama Budha dan manoritasnya beragama Islam. Masyarakat
Islam di Thailand kebanyakan berlokasi di tiga provinsi selatan Thailand, yaitu
provinsi Patani, Yala, dan Narathiwat yang di panggil dengan sebutan “orang
Melayu”. Mereka melestarikan adat istiadat Melayu, tradisi Melayu, budaya
Melayu, dan salah satu dialek adadi selatan Thaiand adalah bahasa Melayu Patani.
Phaosan, (2551:36) menyatakan “ Bahasa Melayu di negara Thai secara umumnya
menjadi bahasa minority kerana hanya beberapa tempat yang masih menggunakan
bahasa Melayu. Ada beberapa wilayahdi sekitar Bangkok yang masih
menggunakan bahasa Melayu dalam berkomonikasi sesama mereka seperti di
Ayutaya, Minburi, Tha‟it, Klongneng, Tambon Bangpo dan Klounglung
Pathomthani (Hasan, 1992:637). Manakala di Selatan Thai khususnya di lima
wilayah sempadan Thai, bahasa Melayu menjadi bahasa majority (Worawit,
2002:28).”
Phaosan (2551:36) menyatakan,
Kawasan yang menggunakan bahasa Melayu di Negara Thai bermula dari
kawasan tengah sehingga di selatan Tahiland dan juga di sempadan
Malaysia. Penutur bahasa Melayu terdapat di beberapa wilayah di Negara
Thailand seperti berikut (1) wilayah Patani, Yala, dan Narathiwat.
Dikawasan ini bahasa Melayu menjadi bahasa majority, (2) wilayah
Songkhla bahasa Melayu digunakan di daerah Thepha, Sabayoi, Nathawi,
Chena, Sadau, dan Ranood.
Pateda (1987:81) menyatakan “Jumlah kata yang dimiliki oleh setiap bahasa
disebut perbendaharaan kata atau khazanah kata atau kosakata bahasa yang
bersangkutan”. Tentunya setiap perjalanan kata tersebut akan mengalami
perubahan bentuk maupun perubahan makna. Terdapat juga kosakata dasar yang
hilang atau tidak dipakai lagi oleh masyarakat itu. Keraf (1991:123) menyatakan
“Kosakata dasar ini merupakan kata-kata yang sangat intim dalam kehidupan
manusia, dan sekaligus merupakan unsur-unsur yang menentukan mati hidupnya
suatu bahasa”.
Berdasarkan observasi penulis terdapat mengenai ada perhubungan antara
kosakata dasar bahasa Indonesi dengan bahasa Melayu Patani (selatan Thailand)
yaitu terdapat hubungan persaman, kemiripan dan perbedaan. Contoh
persamaannya [tahu] „pengetahuan‟ dalam bahasa Indonesia dan [tahu]
„pengetahuan‟ dalam bahasa Melayu Patani. Selanjutnya, contoh kemiripannya
[oraɳ] „orang‟ dalam bahasa Indonesia dan [oʁe] „orang‟ dalam bahasa Melayu
Patani dan contoh perbedaan kosakata dasar bahasa Indonesia dengan bahasa
Melayu Patani [sayUr] „sayur‟ dalam bahasa Indonesia dan [ulea] „sayur‟ dalam
bahasa Melayu Patani.
Berdasarkan fenomena kosakata di atas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul “Perbandingan Kosakata Dasar Bahasa Indonesia dengan
Bahasa Melayu Patani (selatan Thailand)”. Penulis melihat pada bahasa Indonesia
dan bahasa Melayu Patani banyak terdapat persamaan, kemiripan, dan perbedaan.
Penelitian mengenai kosakata di daerah lain sudah pernah diteliti, pertama
oleh Sulasteri Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Universitas Islam Riau tahun 2012, yang berjudul “Perbandingan Kosakata Dasar
Bahasa Indonesia dengan Kosakata Dasar Bahasa Melayu Riau Dialek
Bangansiapiapi Kecamatan Bangko Kabupten Rokan Hilir”. Masalah yang diteliti
oleh penulis tentang (1) semua kaya yang terdapat suatu bahasa, (2) kata-kata
yang disukai atau kata-kata yang dipakai oleh sekolongan orang dari lingkungan
yang sama, (3) kata yang dipakai suatu bidang ilmu pengetahuan, (4) daftar
sejumlah kata atau frasa suatu bahasa yang disusun secara alfabetis disertai
batasan keteranganya Adiwimarta (1978:7). Teori yang digunakan pada penelitian
ini adalah teori Keraf, 1991 Alwi, dkk., 2010 Mahsun, 2013 Kridalaksana, 2007
Ramlan, 2009 Chaer, 2007 Sugiyono, 2013 Sumarsono, 2007.
Hasil dalam penelitian ini bahwa perbandingan kosakata dasar bahasa
Indonesia dengan kosakata dasar bahasa Melayu Riau Dialek Bagansiapiapi
Kecematan Bangko Kabupaten Rokan Hilir terdapat persamaan dan perbedaan
karena kedua bahasa itu berasal dari satu rumpun bahasa yang sama yaitu
keluarga Melayu Polinesia. Persamaan penelitiannya sama-sama meneliti tentang
kosakata sedangkan perbedaannya terletak pada wilayah yang diteliti yaitu penulis
meneliti Bahasa Melayu di Patani (selatan Thailand) sedangkan penelitian
terdahulu meneliti Bahasa Melayu di Bangansiapiapi Kecamatan Bangko
Kabupten Rokan Hilir.
Kedua, penelitian yang serupa pada wilayah yang berbeda pernah dilakukan
oleh Martha Dewi, Mahasiswa Program Studi Pendidikan dan Sastra Bahasa
Indonesia, Universitas Islam Riau tahun 2014, yang berjudul “Perbandingan
Bahasa Melayu Riau Dialek Desa Sei. Ungar Kecematan Kundur dengan Bahasa
Melayu Riau Dialek Desa Batu Limau Kecematan Ungar Kabupaten Karimun
Provinsi Kepulauan Riau”. Masalah yang diteliti adalah (1) apakah persamaan
bentuk kosakata bahasa Melayu Riau Dialek Desa Sei. Ungar Kecematan Kundur
dengan Bahasa Melayu Riau Dialek Desa Batu Limau Kecematan Ungar
Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau, (2) apakah kemiripan Melayu Riau
Dialek Desa Sei. Ungar Kecematan Kundur dengan Bahasa Melayu Riau Dialek
Desa Batu Limau Kecematan Ungar Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan
Riau, (3) apakah perbedaan Melayu Riau Dialek Desa Sei. Ungar Kecematan
Kundur dengan Bahasa Melayu Riau Dialek Desa Batu Limau Kecematan Ungar
Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau. Teori yang digunakan adalah
Keraf, 1991 Chaer, 2007 dan lain-lain. Persamaan adalah di dalam proposal
penulis berkaitan Kosakata yang dibandingkan dengan suatu daerah.
Hasil penelitian ini bahwa perbandengan bahasa Melayu Riau dialek Desa
Sei Ungar Kecematan Kundur dengan bahasa melayu Riau dialek Desa Batu
Limau Kecematan Ungar Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau memiliki
165 persamaan, 30 kemiripan, dan 55 perbedaan antara bahasa melayu Riau dialek
Desa Sei Ungar Kecematan Kundur dengan bahasa Melayu Riau dialek Desa Batu
Limau Kecematan Ungar Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau.
Perbedaannya adalah penulis meneliti dua daerah yaitu Kosakata Dialek Desa Sei
Ungar dengan Melayu Riau Batu Limau sedangkan yang ditulis oleh penulis satu
daerah saja yaitu bahasa Melayu Patani (selatan Thailand).
Ketiga, penelitian yang serupa pada wilayah yang berbeda pernah dilakukan
oleh Siti Maiyah Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Universitas Islam Riau tahun 2016, yang berjudul “Perbandingan
Kosakata Dasar Bahasa Indonesia dengan Kosakata Dasar Bahasa Mandailing
Dialek Desa Batang Kumu Kecematan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu
Provensi Riau”. Masalah yang diteliti oleh penulis tentang (1) bagaimana
persamaan kosakata dasar bahasa Indonesia dengan kosakata dasar bahasa
Mandailing Dialek Desa Batang Kumu Kecematan Tambusai Kabupaten Rokan
Hulu Provensi Riau? (2) bagaimana kemiripan kosakata dasar bahasa Indonesia
dengan kosakata dasar bahasa Mandailing Dialek Desa Batang Kumu Kecematan
Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provensi Riau? (3) bagaimana perbedaan
bahasa Indonesia dengan kosakata dasar bahasa Mandailing Dialek Desa Batang
Kumu Kecematan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provensi Riau? Teori yang
digunakan pada penelitian ini adalah teori Keraf, 1991 Alwi, dkk., 2010 Mahsun,
2013 Dongoran, dkk., 1997 Kridalaksana, 2007 Ramlan, 2009 Sugiyono, 2013
Sumarsono, 2007.
Hasil dalam penelitian ini bahwa perbandingan dalam kosakata dasar bahasa
Indonesia dengan kosakata dasar bahasa Mandailing dialek Desa Batang Kumu
Kecematan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu memiliki 37 persamaan, 35
kemiripan, dan 128 perbedaan antara bahasa Indonesia dengan bahasa Mandailing
dialek Desa Batang Kumu. Persamaan penelitiannya sama-sama meneliti tentang
kosakata sedangkan perbedaannya terletak pada wilayah yang diteliti yaitu penulis
meneliti di Patani (selatan Thailand) sedangkan penelitian terdahulu meneliti di
Desa Batang Kumu Kecematan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu Provensi Riau.
Keempat, Rahmawati Dyah, dkk jurnal Sastra Indonesi dengan judul
“Pengusaan Kosakata Bahasa Indonesia pada Anak Usia Prasekolah”, jurnal
Sastra Indonesia (online). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penguasaan
kosakata bahasa Indonesia pada anak usia prasekolah yang meliputi kuantitas
ragam kosakata, kelas kata, dan ruang lingkup kosakata. Metode yang digunakan
adalah metode penelitian deskriptif kualitatif.
Hasil penelitian ini antaranya adalah kuantitas ragam kosakata bahasa
Indonesia pada setiap anak berbeda antara satu dengan yang lain, nomina adalah
kelas kata yang paling banyak dikuasai anak, dan ruang lingkup kosakata anak
sebagian besar masih berada pada tataran benda, aktivitas, keadaan, dan hal-hal
lain yang bersifat konkret.
Kelima, Wulan Ratna, jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan 2010
judul “Peranan Inteligensi, Penguasaan Kosakata, Sikap, dan Minat Terhadap
Kemampuan Membaca” jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan (online).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran inteligensi, penguasaan kosaka,
sikap terhadap membaca, dan minat membaca terhadap kemampuan membaca
siswa kelas 4 sekolah dasar, berusia 9-10 tahun. Subjek penelitian adalah siswa
yang tidak terganggu penglihatan dan pendengarannya serta tidak mengalami
retardasi mental. Alat pengumpul data adalah CFIT Skala-2 untuk mengukur
inteligensi, Tes Kosakata untuk mengukur penguasaan kosakata, Skala Sikap
Terhadap Membaca untuk mengukur kemampuan membaca, Skala Minat
Membaca untuk mengukur minat membaca, dan Tes Membaca untuk mengukur
kemampuan membaca. Subjek penelitian adalah 377 murid dari 16 SDN di kota
Yogyakarta, terdiri dari 180 laki-laki dan 197 perempuan.
Hasil analisis regresi dengan empat prediktor, menunjukkan keempat
prediktor secara bersama-sama berperan terhadap kemampuan membaca (R=
0,592, F = 50,154 dengan P < 0,05) dan sumbangan sebesar 35 % (penguasaan
kosakata 29 %, inteligensi 5,4 %, sikap terhadap membaca 0,6, dan minat
membaca 0 %).
Keenam, Pramesti Utama dewi, jurnal Puitikal 2015 dengan judul
“Peningkatan Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia dalam Keterampilan
Membaca melalui Teka-Teki Silang: Sebuah Penelitian Tindakan di Kelas VI
Sekolah Dasar Negeri Surakarta 2, Kecematan Suranenggala, Kabupaten Cirebon,
Jawa Barat”, jurnal Puitika (online), volume 11 no. 1. Penelitian yang berjudul
“Peningkatan Penguasaan Kosakata Bahasa Indonesia dalam Keterampilan
Membaca melalui Teka-Teki Silang: Sebuah Penelitian Tindakan di Kelas VI
Sekolah Dasar Negeri Surakarta 2, Kecematan Suranenggala, Kabupaten
Cirebon, Jawa Barat” adalah suatu penelitian tindakan yang bertujuan untuk
mengetahui proses peningkatan penguasaan kosakata bahasa Indonesia dalam
keterampilan membaca siswa di kelas VI SDN Surakarta 2, Cirabon, melalui teka-
teki silang.
Penelitian ini dilakukan pada tiga puluh enam siswa yang dilakukan pada
tahun ajaran 2009-2010. Metode penelitian yang digunakan adalah tindak kelas
atau Action Research dengan analisis data analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif.
Penelitian ini terdiri atas dua siklus. Setiap siklus dilakukan dalam tiga
pertemuan. Hasil penelitian selama dua siklus memperlihatkan adanya
peningkatan nilai rata-rata penguasaan kosakata bahasa Indonesia melalui teka-
teki silang.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teori Keraf
(1991) Morris Swades yang mengusulkan sekitar 200 kosakata dasar yang
dikemukakan oleh Swades tersebut meliputi kosakata verba, kosakata dasar
nomina, kosakata dasar pronominal, kosakata dasar numeralia, kosakata dasar
adjektiva, kosakata dasar adverbial, dan kosakata dasar tugas.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara pratis
maupun teoretis. Manfaat praktis penelitian ini adalah menambah pengetahuan
dan wawasan untuk lebih mengenal dan memahami masalah perbandingan
kosakata dasar bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu Patani. Sebagai masukan
maupun informasi bagi lembaga pendidikan, lembaga pembinaan, dan
pengembangan bahasa. Manfaat teoretisnya adalah penelitian ini dapat
memperkaya disiplin ilmu yang barkaitan dengan linguistik komparatif terapan
dan dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman untuk pengajaran bahasa
Indonesia dan sebagai pedoman landasan untuk penelitian lebih lanjut.
1.1.2 Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah persamaan kosakata dasar bahasa Indonesia dengan bahasa
Melayu Patani (selatan Thailand)?
2. Bagaimanakah kemiripan kosakata dasar bahasa Indonesia dengan bahasa
Melayu Patani (selatan Thailand)?
3. Bagaimanakah perbedaan kosakata dasar bahasa Indonesia dengan bahasa
Melayu Patani (selatan Thailand)?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan masalah Penelitian maka, tujuan Penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis persamaan kosakata
dasar bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu Patani (selatan Thailand).
2. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalilsis kemiripan kosakata
dasar bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu Patani (selatan Thailand).
3. Untuk mengetahui, mendeskripsikan dan menganalisis berbedaan kosakata
dasar bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu Patani (selatan Thailand).
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
1.3.1 Ruang Lingkup
Penelitian yang berjudul “Perbandingan Kosakata Bahasa Indonesia dengan
Bahasa Melayu Patani (selatan Thailand)” ini termasuk ke dalam bidang ilmu
linguistik yang disebut leksikologi, aspek perbandingan kosakata bahasa yang
mencakup pada persamaan, kemiripan dan perbedaan. Kridalaksana (2007:51)
berpendapat, ada tiga belas kelas kata dalam bahasa Indonesia di antaranya: (1)
verba, (2) adjektifa, (3) nomina, (4) pronominal, (5) numeralia, (6) adverbial, (7)
introgativa, (8) demonstrative, (9) artikula, (10) preposisi, (11) konjungsi, (12)
kategri fatisi, dan (13) interjeksi.
1.3.2 Pembatasan Masalah
Berdasar ruang lingkup di atas, maka penulis tidak membatasi kajian ini
pada poin persamaan, kemiripan, dan perbedaan kosakata antara bahasa Indonesia
dengan kosakata bahasa melayu Petani (selatan Thailand). Namun, penulis
membatasi kajian ini pada kelas kata yaitu (1) verba, (2) adjektifa, (3) nomina, (4)
pronomina, (5) numeralia, (6) adverbial, dan (7) kata tugas.
1.3.3 Penjelasan Istilah
Penelitian perlu menjelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam
penelitian ini agar pembaca dapat memahami orientasi penelitian ini.
1.3.3.1 Perbandingan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
membandingkan antara kosakata yang terdapat antara bahasa Indonesia
dengan bahasa Melayu Patani (selatan Thailand).
1.3.3.2 Kata dasar ialah kata yang dapat berdiri sendiri dalam kalimat tanpa
memerlukan imbuhan (afiks). Usman, dkk (1979:93)
1.3.3.3 Persamaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kesamaan dalam
bentuk dan makna. Tiap bahasa memiliki bentuk-bentuk tertentu yang di
kaitan dengan maknanya yang khas untuk memudahkan referensi. Keraf
(1991:33)
1.3.3.4Kemiripan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemiripan
fonem-fonem tertentu atau kemiripan fonetis yang terdapat antara dua
bahasa tersebut dan fonetisnya harus cukup serupa sehingga dapat
dianggap sebagai alofon (alofon berdasarkan posisi). Keraf (1991:129)
1.3.3.5 Perbedaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perbedaan dari
fonem maupun fonetis dari pasangan kata yang dibandingkan.
1.3.3.6 Basaha Indonesia adalah suatu lambang alat ucapan yang digunakan oleh
kesatuan Indonesia supaya dapat memahami bersama.
1.3.3.7 Bahasa Melayu Patani adalah suatu bahasa yang dituturkan oleh sebuah
masyarakat di bagian selatan Thailand.
1.4 Anggapan Dasar dan Teori
1.4.1 Anggapan Dasar
Berdasarkan pengamatan dan pengalaman penulis di Indonesia khususnya di
Provinsi Riau (Universitas Islam Riau) dan Patani (selatan Thailand), maka
anggapan dasar yang penulis kemukakan antara kosakata dasar bahasa Indonesia
dengan bahasa Melayu Patani (selatan Thailand) terdapat persamaan, kemiripan,
dan perbedaan kosakata dasar bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu Patani
(selatan Thailand).
1.4.2 Teori
Penulis dalam melakukan penelitian yang berjudul perbandingan kosakata
bahasa Indonesia dan bahasa Melayu Patani (selatan Thailand) penulis
menggunakan beberapa teori atau pendapat para ahli yang relevan dengan judul
penelitian ini, penulis menggunakan teori Keraf (1991), Alwi, dkk. (2003),
Mahsun (2013), Sumarsono (2007), Kridalaksana (2007), Tarigan (2009),
Putrayasa (2010), Ramlan (2009) serta teori para ahli yang mendukung judul
penelitian ini. Teori ini bermanfaat untuk penelitian perbandingan kosakata dasau
bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu Patani.
1.4.2.1 Kesamaan Bentuk
Kesamaan bentuk kata yaitu kesamaan secara keseluruhan antara bahasa-
bahasa kerabat termasuk ke dalam satu keluarga bahasa (language family).
Bentuk-bentuk kata yang sama antara perbagai bahasa dengan makna yang sama,
diperkuat lagi dengan kesamaan-kesamaan unsur tata bahasa, akan mendorong
kita mengambil kesimpulan bahwa bahasa-bahasa tersebut harus diturunkan dari
suatu bahasa proto yang sama. Cukup mudah untuk menentukan korespondensi
atau kepadanan fonemis yang memperlihatkan persamaan sistem bunyi (Keraf,
1991:34).
Sumarsono (2007:18) menjelaskan deretan suatu bunyi itu melambangkan
suatu makna bergabungan padakesepakatan atau konvensi anggota masyarakat
pemakaianya. Kata-kata yang sama dalam sebuah pasangan yang ditetapkan
sebagai bahasa kerabat, sedangkan yang berbeda ditetapkan sebagai kata non
kerabat. Pasangan kata yang identic adalah pasangan kata yang semua fonem-
fonemnya sama persis dan tidak terdapat perbedaan sedikit pun, baik dari segi
fonemis maupun fonetis. Kridalaksana (2008 : 62) menyatakan “fonemis berbeda
dari segi fonologi suatu bahasa tentang bunyi-bunyi yang berbeda karena mampu
menyatakan kontras makna, misalnya /b/ dan /p/ dalam kata bak dan pak”.
Contoh kesamaan bentuk kata
Bahasa Tebu
Melayu
Jawa
Bali
Tǝbu
tǝbu
tǝbu
(Keraf, 1991 : 37)
1.4.2.2 Kemiripan Bentuk Kata
Pengelompokan bahasa berdasarkan kemiripan bentuk atau makna kata,
biasanya diwujudkan pertama dalam hubungan bunyi antara bahasa yang terdapat
dalam bahasa yang mirip itu. Kemiripan bentuk kata yang dimaksud adalah
adanya kemiripan fonem-fonem tertentu atau fonemik yang terdapat di antara dua
bahasa tersebut.
Keraf. (1991:129) menyatakan,
Bila tidak dapat dibuktikan bahwa sebuah pasangan kata dalam kedua
bahasa itu mengandung korespondensi fonemis, tetapi pasangan kata itu
ternyata mengandung kemiripan secara fonetis dalam posisi artikulatoris
yang sama, maka pasangan itu dapat dianggap sebagai kata kerabat
(bandingkan dengan macam-macam perubahan fonetis dan morfomis dalam
bahasa). Yang dimaksud dengan mirip secara fonetis adalah bahwa ciri-ciri
fonetisnya harus cukup serupa sehingga dapat dianggap sebagai alofon.
Contoh kemiripan bentuk kata
Bahasa Beras
Bali
Dayak
Melayu
Batak
bahas
b∂has
b∂ras
boras
(Keraf, 1991:37)
1.4.2.3 Perbedaan Bentuk Kata
Kata yang berbeda keseluruhan fonemnya ditetapkan sebagai kata yang
non kerabat, atau tidak berasal dari bahasa protonya. Perbedaan bentuk kata
terjadi apabila tidak dapat dibuktikan bahwa sebuah pasangan kata dalam kedua
bahasa itu mengandung korespondensi fonemis dan fonetis. Perbedaan morfologis
Bugis tǝbu
yaitu perubahan kata secara keseluruhan fonem-fonem dari pasangan kata yang
diperbandingkan, yang berkembang menjadi bahasa-bahasa yang baru dalam satu
keluarga bahasa (language family). “Perbedaan juga terjadi karena status
kekuasaan yang bersumber kepada politik ini menimbulkan kelompok penguasa
dan kelompok yang dikuasai atau kelompok rakyat jelata”. (Sumarsono, 2007:25)
Contoh perbedaan bentuk kata
Bahasa padi
Nias
Makasar
Malagasi
Magalog
faghe
pare
wary
palay
(Keraf, 1991:37)
1.4.2.4 Kosakata Dasar
Tarigan (2009:188) menyatakan “Kosakata dasar adalah kata-kata yang
merupakan perbendaharaan dasar suatu bahasa; kata-kata yang tidak mudah
berubah atau sedikit sekali kemungkinannya diambil dari bahasa lai, karena dapat
dapat dikatakan bahwa setiap bahasa memilikinya.
Lingustik bandingan historis adalah suatu cabang ilmu yang
membicarakan tentang persamaan, kemiripan, dan perbedaan bentuk dan makna
bahasa kerabat sebagai akibat perkembangan sejarah yang sama atau
perkembangan dari bahasa proto yang sama. Bahasa-bahasa yang mempunyai
hubungan yang sama atau berasal dari bahasa proto yang sama kemudian
berkembang menjadi bahasa yang baru (Keraf, 1991:36).
Alwi, dkk. (2003:36) menyatakan,
Dalam bahasa Indonesia kita memiliki empat kategori utama: (1) verba
atau kata kerja, (2) nomina atau kata benda, (3) adjektiva atau kata sifat,
dan (4) adverbial atau kata keterangan. Di samping itu, ada satu kelompak
lain yang dinamakan kata tugas yang terdiri atas beberapa subkelompak
yang lebih kecil, misalnya perposisi (atau kata depan), konjungsi (atau
kata sambung), dan partikel.
Berikut ini penulis paparkan dua ratus kosakata dasar yang dikemukakan oleh
Swadesh dalam Keraf (1991:140-142).
Daftar 1
1. abu 2. air
3. akar 4. aku
5. alir (me) 6. anak
7. angin 8. anjing
9. apa 10. api
11. apung 12. asap
13. awan 14. bagaimana
15. baik 16. bakar
17. balik 18. banyak
19. bapak 20. baring
21. baru 22. basah
23. batu 24. beberapa
25. beiah (me) 26. benar
27. benih 28. bengkak
29. berenang 30. berjalan
31. berat 32. beri
33. besar 34. bilamana
35. binatang 36. bintang
37. buah 38. bulan
39. bulu 40. bunga
41. bunuh 42. buru (ber)
43. buruk 44. burung
45. busuk 46. cacing
47. cium 48. cuci
49. daging 50. dan
51. danau 52. darah
53. datang 54. daun
55. debu 56. dekat
57. dengan 58. dengar
59. di dalam 60. di, pada
61. di mana 62. dingin
63. diri (ber) 64. di sini
65. di situ 66. dorong
67. dua 68. duduk
69. ekor 70. empat
71. engkau 72. gali
73. garam 74. garuk
75. gemuk 76. gigi
77. gigit 78. gosok
79. gunung 80. hantam
81. hapus 82. hati
83. hidung 84. hidup
85. hijau 86. hisap
87. hitam 88. hitung
89. hujan 90. hutan
91. ia 92. ibu
93. ikan 94. ikat
95. isteri 96. ini
97. itu 98. jahit
99. jalan 100. jantung
101. jatuh 102. jauh
103. kabut 104. kaki
105. kalau 106. kami, kita
107. kamu 108. kanan
109. karena 110. kata (ber)
111. kecil 112. kelahi (ber)
113. kepala 114. kering
115. kiri 116. kotor
117. kuku 118. kulit
119. kuning 120. kutu
121. lain 122. langit
123. laut 124. lebar
125. leher 126. lelaki
127. lempar 128. licin
129. lidah 130. lihat
131. lima 132. ludah
133. lurus 134. lutut
135. main 136. makan
137. malam 138. mata
139. matahari 140. mati
141. merah 142. mereka
143. minum 144. mulut
145. muntah 146. nama
147. napas 148. nyanyi
149. orang 150. panas
151. panjang 152. pasir
153. pegang 154. pendek
155. peras 156. perempuan
157. perut 158. piker
159. pohon 160. potong
161. punggung 162. pusar
163. putih 164. rambut
165. rumput 166. satu
167. sayap 168. sedikit
169. siang 170. siapa
171. sempit 172. semua
173. suami 174. sungai
175. tajam 176. tahu
177. tahun 178. takut
179. tali 180. tanah
181. tangan 182. tarik
183. tebal 184. telinga
185. telur 186. terbang
187. tertawa 188. tetek
189. tidak 190. tidur
191. tiga 192. tikam
193. tipis 194. tiup
195. tongkat 196. tua
197. tulang 198. tumpul
199. ular 200. usus
Berdasarkan dua ratus kosakata dasar yang terlampir di atas, maka penulis
membedakan kosakata dasar menjadi kelas kata sebagai berikut.
1. Kosakata dasar verba
Alwi, dkk. (2003:87) menyatakan “Ciri-ciri verba dapat diketahui dengan
mengamati (1) perilaku semantik, (2) perilaku sentaksis, (3) bentuk
morfologinya”. Contoh : Pencuri itu lari. Berdasarkan dari pernyataan tersebut
ditemukan empat puluh kosakata dasar verba berdasarkan teori Swadesh di
antaranya: (1) alir, (2) apung, (3) bakar, (4) balik, (5) baring, (6) belah, (7)
berenang, (8) berjalan, (9) beri, (10) bunuh, (11) buru, (12) cium, (13) cuci, (14)
datang, (15) dengar, (16) dorong, (17) duduk, (18) gali, (19) garuk, (20) gigit, (21)
gosok, (22) hantam, (23) hapus,(24) hidup, (25) hisap, (26) hitung, (27) ikat, (28)
jahit, (29) jatuh, (30) kelahi, (31) lempar, (32) lihat, (33) main, (34) makan, (35)
mati, (36) minum, (37) muntah, (38) nyanyi, (39) pegang, (40) peras, (41) pikir,
(42) potong, (43) tahu, (44) tarik, (45) terbang, (46) tertawa, (47) tidur, (48)
tikam, dan (49) tiup.
2. Kosakata dasar pronomina
Alwi, dkk. (2003:249) menyatakan “Pronomina adalah kata yang dipakai
untuk mengacu kepada nomina lain”. Nomina perawat dapat diacu dengan
pronominal dia atau ia. Bentuknya pada meja itu kaki tiga, mengacu kepada
meja”. Berdasarkan pernyataan tersebut ditemukan empat belas kosakata dasar
pronimina berdasarkan terori Swadesh di antaranya: (1) aku, (2) apa, (3)
bagaimana, (4) engkau, (5) ia, (7) ibu, (8) itu, (9) kita, (10) kamu, (11) mereka,
dan (12) siapa.
3. Kosakata dasar nomina
Alwi, dkk. (2003:213) menyatakan,
Nomina yang sering juga disebut kata benda, dapat dilihat dari tiga segi,
yaitu segi semantik, segi sintaksis, dan segi bentuk. Dari segi semantik
kita dapat mengatakan bahwa monina adalah kata yang mengacu pada
manusia, binatang, benda, dan konsep atau pengertian. Dengan demikian
kata seperti guru, meja, kucing, dan kebangsaan adalah nomina.
Contoh : kata pekerjaan
Ayah mencarikan saya pekerjaan
Berdasarkan pernyataan tersebut ditemukan delapan puluh satu kosakata
dasar nomina berdasarkan terori Swadeh di antaranya: (1) abu, (2) air, (3) akar,
(4) anak, (5) angina, (6) anjing, (7) api, (8) asap, (9) awan, (10) bapak, (11) batu,
(12) benih, (13) binatang, (14) bintang, (15) buah, (16) bulan, (17) bulu, (18)
bunga, (19) burung, (20) cacing, (21) daging, (22) danau, (23) darah, (24) daun,
(25) debu, (26) diri, (27) ekor, (28) garam, (29) gigi, (30) gunung, (31) hati, (32)
hidung, (33) hujan, (34) hutan, (35) ikan, (36) isteri, (37) jalan (38) jantung, (39)
jabut, (40) kaki, (41) kanan, (42) kata, (43) kepala, (44) kiri, (45) kuku, (46) kulit,
(47) kutu, (48) langit, (49) laut, (50) leher, (51) lelaki, (52) lidah, (53) ludah, (54)
lutut, (55) malam, (56) mata, (57) matahari, (58) mulut, (59) nama, (60) napas,
(61) orang, (62) pasir, (63) perempuan, (64) perut, (65) pohon, (66) punggung,
(67) pusar, (68) rambut, (69) rumput, (70) sayap, (71) suami, (72) sungai, (73)
tahun, (74) tali, (75) tanah, (76) tangan, (77) telinga, (78) telur, (79) tetek, (80)
tongkat, (81) tulang, (82) ular, dan (83) usus.
4. kosakata dasar numeralia
Alwi, dkk. (2003:275) menyatakan “Numeralia atau kata bilangan adalah
kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya maujud (orang, binatang, atau
barang) dan konsep”. Selanjutnya, selanjutnya, Putrayasa (2008:53) menyatakan,
“Numeralia adalah kategori kata yang (1) dapat mendampingi nomina dalam
konstruksi sintaktis, (2) mempunyai potensi untuk mendampingi numeralia lain,
dan (3) tidak dapat bergabung dengan tidak atau sangat. Numeralia mewakili
bilangan yang terdapat dalam alam di luar bahasa.
Contoh:
(1) Dua tambah dua sama dengan empat.
(2) Gunung Semeru lebih dari 1000 kaki tingginya.
Berdasarkan pernyataan tersebut ditemukan delapan kosakata numeralia
berdasarkan terori Swadesh di antaranya: (1) banyak, (2) beberapa, (3) dua, (4)
empat, (5) lima, (6) satu, (7) semua, dan (8) tiga.
5. Kosakata dasar adjektiva
Alwi, dkk. (2003:171) menyatakan “Adjektiva adalah kata yang
memberikan keterangan yang lebih khusus tentang sesuatu yang dinyatakan oleh
nomina dan kalimat”. Berdasarkan teori Swadesh di antaranya: (1) baik, (2)
baru, (3) basah, (4) benar, (5) berat, (6) besar, (7) beruk, (8) busuk, (9) dekat,
(10) dingin, (11) gemuk, (12) hijau, (13) hitam, (14) jauh, (15) kecil, (16) kering,
(17) kotor, (18) kuning, (19) lebar, (20) licin, (21) lurus, (22) merah, (23) panas,
(24) panjang, (25) pendek, (26) putih, (27) sedikit, (28) sempit, (29) tajam, (30)
takut, (31) tebal, (32) tipis, (33) tua, dan (34) tumpul.
6. Kosakata dasar adverbia
Alwi, dkk. (2003:197) menyatakan “Adverbia adalah kata yang
menjelaskan verba, adjektiva, atau adverbial lain”. Maka dari pernyataan tersebut
ditemukan tujuh kosakata dasar adverbial berdasarkan teori Swadesh di antaranya:
(1) bengkak, (2) di dalam, (3) di mana, (4) di sini, (5) di situ, (6) lain, (7) siang,
(8) tidak.
7. Kata Tugas
Alwi, dkk. (2003:287) menyatakan:
Arti suatu kata tugas ditentukan bukan oleh kata itu secara lepas,
melainkan dengan kaitannya dengan kata lain frasa atau kalimat. Kata
tugas seperti dan atau ke baru akan mempunyai arti apabila dirangkai
dengan kata lain untuk menjadi, misalnya, ayah dan ibu dan ke pasar.
Ciri lain dari kata tugas adakah bahwa hamper semuanya tidak dapat
menjadi dasar untuk membentuk kata lain.
Alwi, dkk. (2003:26) menyatakan “Bunyi bahasa yang minimal yang
membedakan bentuk dan makna kata dinamakan fonem”. Berdasarkan teori
Swadesh maka ditemukan enam kata tugas diantaranya: (1) bilamana, (2) dan, (3)
dengan, (4) kalau, (5) karena, (6) pada.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori kosakata dasar Morris
Swades dari 200 kosakata yang meliputi atas tujuh golongan kelas kata yaitu: (1)
Kata tugas, (2) nomina, (3) pronominal, (4) nemeralia, (5) adjektiva, (6)adverbial,
dan (7) kata tugas. Teori ini digunakan karena 200 kosakata dasar oleh Morris
Swades ini dianggap universal artinya kosakata ini bisa terdapat pada bahasa di
dunia.
1.5 Penentuan Sumber Data
1.5.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2008:80) “Populasi adalah wilayah generasi yang terdiri
atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karaktiristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian dalam kesimpulannya”.
Berdasarkan pendapat Sugiyono Populasi penelitian ini adalah keseluruhan
kosakata dasar bahasa Indonesia dan bahasa Melayu Patani (selatan Thailand).
Papolasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian penelitian dalam suatu ruang
lingkup dan waktu yang ditentukan Zuriah, (2009:116).
1.5.2 Sampel Penelitian
Putra (20014:34) menyatakan “Sampel adalah bagian dari pada populasi
atau wakil populasi atau yang mewakili dari populasi, yang diambil dan dikolektif
baik secara acak, struktur maupun dengan cara-cara kolektif ilmiah lainya”. Jadi,
sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 200 kosakata bahasa
Indonesia menurut Morris Swades. Untuk memperoleh data itu, maka penelitian
menerapkan dua ratus kosakata dasar bahasa Indonesia sebagai penelitian.
1.5.3 Informan
Untuk mengetahui persamaan, kemiripan, dan perbedaan dua ratus kosakata
dasar bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu Patani, penulis menulis
menetapkan dua orang informan yang layak dijadikan sebagai narasumber.
Sebagai sumber informasi dan sekaligus bahasa digunakan itu mewakili bahasa
kelompok penutur di daerah pengamatannya masing-masing, maka pemilihan
seseorang untuk dijadikan informan sebaiknya harus memenuhi beberapa
persyaratan.
Mahsun (2013:141) menyatakan syarat-syarat informan sebagai berikut.
1. Berjenis kelamin pria atau wanita;
2. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun);
3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu
serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;
4. Berpendidikan maksimal tamatan pendidikan dasar (SD-SLTP);
5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan
harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya;
6. Perkerjaannya bertani atau buruh;
7. Memiliki kebanggaan terhadap isoleknya;
8. Dapat berbahasa Indonesia;
9. Sehat jasmani dan rohani.
Sehat jasmani dan rohani di sini adalah tidak cacat berbahasa dan
memiliki pendengaran yang tajam untuk menangkap pertanyaan–
pertanyaan dengan tepat; sedangkan sehat rohani maksudnya tidak
gila atau pikun.
TABEL 01 DATA INFORMAN DARI PATANI (SELATAN THAILAND)
NO NAMA JENIS KELAMIN USIA PEKERJAAN
1. Mustapa Laki-laki 59 Perkebunan
2. Suraya Perempuan 32 Ibu rumah tangga
1.6 Metodologi Penelitian
1.6.1 Pendekatan Penelitian
Penelitian tentang Perbandingan Kosakata Dasar Bahasa Indonesia dengan
Bahasa Melayu Patani (selatan Thailand) menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif. Menurut Putra (2014:32) “Kualitatif adalah rancangan penelitian yang
dalam menganalisisnya selalu menjelaskan dan menguraikan dengan rinci data
yang diperoleh dari sampel, informan, dan objek penelitian melaui kalimat-
kalimat klausa-klausa suatu bahasa”.
1.6.2 Jenis Penelitian
Penelitian yang berjudul Perbandingan Kosakata Dasar Bahasa Indonesia
dengan Bahasa Melayu Patani (selatan Thailand) termasuk ke dalam jenis
penelitian bersifat lapangan. Sumarta (2013:12) menyatakan “Penelitian lapangan
atau Fied Research: penelitian yang dilakukan di lapangan atau medan tertentu.
Hal ini disebabkan oleh penulis mendapatkan data di lapangan yaitu di Patani
(selatan Thailand).
1.6.3 Metode Penelitian
Metode yang penulis gunakan dalam mengumpulkan data ini
menggunakan dua jenis metode yaitu metode deskriptif dan metode komparatif.
Metode deskriptif digunakan untuk mencatat mendeskripsikan kosakata pada saat
data bahasa itu dipergunakan tanpa membandingkan data bahasa pada masa
sebelumnya. Menurut Suryabrata (2012:75) menjelaskan penelitian deskripsi
adalah penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi)
mengenai situasi-situasi kejadian-kejadian. Selanjutnya, Mahsun (2013:212)
menyatakan metode komparatif yaitu penentuan hubungan kekerabatan bahasa
dan rekonstruksi bahasa purba yang menurunkan bahasa-bahasa yang berkerabat.
Jadi, Metode Komparatif digunakan untuk membandingkan agar kemiripan-
kemiripan dan perbedaan-perbedaan antara masing-masing dapat terlihat.
1.7 Teknik Penegumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan
diteliti. Dalam mengumpulkan data penulis menggunakan beberapa teknik sebagai
berikut:
1.7.1 Teknik Observasi
Menurut Mardalis (2014:63) menyatakan “Observasi atau pengamatan
digunakan dalam rangka mengumpulkan data suatu penelitian, merupakan hasil
perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya sesuatu
rangsangan tertentu yang diinginkan, atau suatu studi yang disengaja dan
sistematis tentang keadaan/fenomina sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan
mengamati dan mencatat.
Observasi awal dilakukan di Patani (selatan Thailand) yaitu sebelum
pengambilan data pada tanggal 10 Agustus 2017 sekitar jam 13.30 WIB. Pada
observasi ini langkah yang dilakukan ialah pertama, meneliti langsung ke
lapangan. Kedua, mencari dan bertanya pada salah satu staf desa Lalok, Patani
(selatan Thailand) tentang siapa saja orang Patani yang tepat untuk dijadikan
narasumber penelitian ini. Ketiga, setelah memperoleh informasi, dilakukan
penyeleksian siapa yang layak dijadikan sebagai informan sumber data sesuai
kriteria.
1.7.2 Teknik Wawancara
Teknik ini merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan komunikasi dengan informan yang menjadi sumber data. Menurut
Arifin (2009:157) menyatakan wawancara adalah salah satu bentuk alat evaluasi
jenis non-tes yang melakukan melalui percakapan dan tanya jawab, baik langsung
maupun tidak langsung dengan peserta didik.
Hari pertama, penelitian bahasa Melayu Patani (selatan Thailand) yang
berkaitan dengan 200 kosakata dasar dari Swadesh pada tanggal 15 Agustus 2017
wawancara dilakukan jam 10.15 WIB saat itu informan sedang menyangkul
dibelakang rumahnya, yaitu informan bapak Mustapa yang merupakan penduduk
asli di desa Lalok, Patani (selatan Thailand). Pada tanggal 16 Agustus 2017
wawancara dilakukan di Patani (selatan Thailand) sekitar jam 13.30 WIB yaitu
ibu Suraya yang merupakan penduduk asli di Lalok, Patani (selatan Thailand)
ketika itu informan sedang santai di dalam rumahnya.
1.7.3 Teknik Rekaman
Teknik Rekaman ini digunakan untuk merekam data yang berupa ujaran-
ujaran kosakata dari informan tentang kosakata dasar bahasa Melayu Patani
(selatan Thailand). Mahsun (2013:132) menyatakan status teknik ini bersifat
melengkapi kegiatan penyediaan data dan teknik catat. Maksudnya, apa yang
dicatat itu dapat dicek kembali dengan rekaman yang dihasilkan.
Teknik rekaman di lakukan bersama dengan pelaksanaan wawancara,
setelah wawancara dilakukan sesuai dengan tahap dan langkahnya, kemudia
dilanjutkan dengan langsung merekam informan tentang pengucapan bunyi dua
ratus kosakata bahasa Melayu Patani (selatan Thailand).
1.7.4 Teknik Catat
Taknik catat penulis gunakan ketika penulis sedang melakukan teknik
rekeman setelah itu penulis mencatat tuturan-tuturan informan tentang
pengucapan bunyi dua ratus kosakata dan ini dilakukan untuk memudahkan
memilih datayang diperlukan agar data dapat dekelompokkan sesuai dengan
kriteria. Mahsun (2013:131) menyatakan “Selanjutnya, apa yang dilihat itu harus
dicatat. Karena meskipun ada hasil rekaman, namun hasil rekaman dalam bentuk
pita rekaman tidak akan pernah memberikan gambaran ihwal yang berkaitan
dengan fonetik artikulatoris”.
1.8 Teknik Analisis Data
Penelitian yang berjudul Perbandingan Kosakata Dasar Bahasa Indonesia
dengan Bahasa Melayu Patani (selatan Thailand). Pada penelitian ini penulis
menganalisis data yang telah diperolah maka dikumpulkan melalui beberapa tahap
berikut ini. Pertama, memindahkan dari bahasa lisan ke bahasa tulisan. Kedua,
diidentifikasi kemudia klasifikasi berdasarkan kelas kata. Ketiga,
mengklasifikasikan dan menganalisis kosakata sesuai dengan masalah dan teori.
Keempat, menyimpulkan hasil analisis data.