BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566...

129
1| Page BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah adanya upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjadi tanggungjawab nasional sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 merupakan salah satu cita-cita kemerdekaan untuk meningkatkan sumber daya manusia sehingga mampu mencapai kesejahteraan bagi segenap rakyat Indonesia. Tujuan bernegara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa juga merupakan konsepsi budaya yang menuntut kesadaran harga diri, harkat, dan martabat, kemandirian, tahan uji, pintar dan jujur, berkemampuan kreatif, produktif, dan emansipatif. Pada konteks bernegara, pemikiran para pendiri Republik sudah menembus masa, mendahului lahirnya paham-paham pembangunan progresif yang menempatkan manusia sebagai subjek luhur: bahwa pembangunan adalah pembangunan manusia seutuhnya. Sebagai Hamba Allah SWT Tuhan yang Maha Esa, manusia memerlukan pemenuhan kebutuhan spiritual, berkomunikasi atau berdialog dengan Tuhan yang menciptakannya. Lebih dari itu, manusia juga memerlukan keindahan dan estetika. Manusia juga memerlukan penguasaan keterampilan tertentu agar mereka bisa berkarya, baik untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain. Semua kebutuhan itu harus dapat dipenuhi secara seimbang. Tidak boleh sebagian saja dipenuhi dengan meninggalkan kebutuhan yang lain. Manusia tidak cukup hanya sekedar cerdas dan terampil, tetapi dangkal spiritualitasnya. Begitu pula sebaliknya, tidak cukup seseorang memiliki kedalaman spiritual, tetapi tidak memiliki kecerdasan dan keterampilan atau keahlian tertentu. Jadi manusia seutuhnya senyawa dengan prinsip dasar pembentukan identitas dan karakter umat terbaik ( khaira ummah): sebagaimana tertuang dalam QS. Ali Imran: 10. Instrumen yang paling mendasar untuk membangun manusia seutuhnya adalah memastikan setiap warga negara memperoleh hak terhadap pendidikan. Pendidikan yang selama ini mengedepankan ranah kognisi (pengetahuan) belaka harus diubah melalui penyeimbangan pengetahuan dengan sikap dan keterampilan serta akhlak yang mulia. Keseimbangan (tawazun) antara spiritual dengan material, keseimbangan dunia dengan akhirat, keseimbangan mental dengan akhlakul karimah, keseimbangan pengetahuan dengan hati (qalbu), keseimbangan pengetahuan dengan skill (keterampilan), sehingga terjadi perpaduan dan harmonisasi antara sains (ilmu pengetahuan) dengan agama, tidak seperti konsep barat yang memisahkan sains dengan nilai-nilai agama.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

1 | P a g e

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah adanya upayamencerdaskan kehidupan bangsa yang menjadi tanggungjawab nasionalsebagaimana tertuang dalam UUD 1945 merupakan salah satu cita-citakemerdekaan untuk meningkatkan sumber daya manusia sehinggamampu mencapai kesejahteraan bagi segenap rakyat Indonesia.

Tujuan bernegara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa jugamerupakan konsepsi budaya yang menuntut kesadaran harga diri,harkat, dan martabat, kemandirian, tahan uji, pintar dan jujur,berkemampuan kreatif, produktif, dan emansipatif. Pada konteksbernegara, pemikiran para pendiri Republik sudah menembus masa,mendahului lahirnya paham-paham pembangunan progresif yangmenempatkan manusia sebagai subjek luhur: bahwa pembangunanadalah pembangunan manusia seutuhnya.

Sebagai Hamba Allah SWT Tuhan yang Maha Esa, manusiamemerlukan pemenuhan kebutuhan spiritual, berkomunikasi atauberdialog dengan Tuhan yang menciptakannya. Lebih dari itu, manusiajuga memerlukan keindahan dan estetika. Manusia juga memerlukanpenguasaan keterampilan tertentu agar mereka bisa berkarya, baik untukmemenuhi kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain. Semuakebutuhan itu harus dapat dipenuhi secara seimbang. Tidak bolehsebagian saja dipenuhi dengan meninggalkan kebutuhan yang lain.Manusia tidak cukup hanya sekedar cerdas dan terampil, tetapi dangkalspiritualitasnya. Begitu pula sebaliknya, tidak cukup seseorang memilikikedalaman spiritual, tetapi tidak memiliki kecerdasan dan keterampilanatau keahlian tertentu. Jadi manusia seutuhnya senyawa dengan prinsipdasar pembentukan identitas dan karakter umat terbaik (khaira ummah):sebagaimana tertuang dalam QS. Ali Imran: 10.

Instrumen yang paling mendasar untuk membangun manusiaseutuhnya adalah memastikan setiap warga negara memperoleh hakterhadap pendidikan. Pendidikan yang selama ini mengedepankan ranahkognisi (pengetahuan) belaka harus diubah melalui penyeimbanganpengetahuan dengan sikap dan keterampilan serta akhlak yang mulia.Keseimbangan (tawazun) antara spiritual dengan material, keseimbangandunia dengan akhirat, keseimbangan mental dengan akhlakul karimah,keseimbangan pengetahuan dengan hati (qalbu), keseimbanganpengetahuan dengan skill (keterampilan), sehingga terjadi perpaduan danharmonisasi antara sains (ilmu pengetahuan) dengan agama, tidak sepertikonsep barat yang memisahkan sains dengan nilai-nilai agama.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

2 | P a g e

Hal ini bertujun agar pendidikan mampu melahirkan generasi yangcerdas dan bermoral, memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi denganberiman dan bertaqwa kepada Allah SWT sebagai salah satu tujuanpendidikan nasional kita. Konsep tentang pendidikan karakter denganmengedepankan moralitas dalam penyelenggaraan pendidikan adalahpendidikan karakter yang berbasis pada tradisi lokal dan lokalitas ajaranagama, mampu memberikan pelajaran hidup yang berguna bagi prosesperkembangan kedewasaan seseorang melalui proses pendidikan.

Fakta empirik berbagai lembaga pendidikan seperti pesantrenmerupakan subkultur (sistem nilai) yang memberikan muatan nilaispiritual dan moral pada setiap perilaku masyarakat dalam berbagaikegiatan: pendidikan, budaya, ekonomi, sosial, kenegaraan, dan lain-lain.Pada perkembangannya pesantren merupakan khazanah peradaban diIndonesia yang telah ada sejak zaman Kapitayan, sebelum hadirnyaagama-agama besar seperti Hindu, Budha dan Islam. Pertemuan denganagama besar tersebut pesantren mengalami perubahan bentuk dan isisesuai dengan karakter masing-masing agama, tetapi misi dan risalahnyatidak pernah berubah, yaitu memberikan muatan nilai spiritual dan moralpada setiap perilaku masyarakat sehari-hari, baik dalam kegiatan sosial,ekonomi maupun kenegaraan.

Agama dalam kesepakatan luhur bangsa Indonesia merupakanfondasi negara dalam menata keteraturan sosial sehingga dalampersidangan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 6tanggal 19 Agustus menempatkan agama dalam urusan pengajaran danpendidikan. Kehadiran negara pada urusan keagamaan, harusmemperoleh legalitas, baik untuk membimbing, memfasilitasi maupunmengevaluasi, agar bertindak benar, dan terhindar dari kesalahan-kesalahan substantif serta administratif.

Begitu juga para pengelola, agar mereka mengarahkan pesertadidiknya untuk menjadi warga negara yang mencintai tanah air,mencintai negaranya, berkomitmen terhadap persatuan dan kesatuanbangsa dalam bingkai NKRI, dan mengikuti Pancasila sebagai falsafahhidup berbangsa dan bernegara. Pada akhirnya, lembaga pendidikankeagamaan dan pesantren membekali peserta didik untuk menjadi warganegara yang produktif, dan bisa menjadi bagian dari kemajuan bangsadan negara dengan identitas keagamaan yang inklusif.

Pesantren dan Pendidikan Keagamaan sebagai satuan pendidikanyang diikuti oleh peserta didik (warga negara), berkewajibanmengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan dalamrangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia dalamkehidupan berbangsa dan bernegara.

Sementara itu, sebagai sub sistem pendidikan nasional lembagapendidikan keagamaan berhak mendapatkan perlakuan yangproporsional, adil, dan setara, baik di aspek perluasan akses, aspekpeningkatan mutu, dan daya saing, maupun aspek manajemen dan tatakelola, yang secara konstitusional dijamin oleh Pasal 31 ayat (4) UUD NRI

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

3 | P a g e

1945, bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dari APBD untuk memenuhipenyelenggaraan pendidikan nasional. Sehingga penyebutan 20%anggaran pendidikan harus dialokasikan secara merata kepada semuakomponen subsistem pendidikan, baik pada jenjang dan jenis pendidikanyang berbeda, dalam keseluruhan sistem pendidikan nasional, yang didalamnya ada Pendidikan Pesantren dan Madrasah.

APBN dan APBD 20% harus menempatkan pendidikan sebagaikultur investasi jangka panjang termasuk pendidikan agama di dalamnyaPesantren dan Madrasah. Kenyataan empirik muncul tidak setaranyapengalokasian APBN ataupun APBD untuk Pesantren dan Madrasah.Secara implementatif masih terjadi ketimpangan terhadap Pesantren danMadrasah dalam hal pengalokasian anggaran.

Disparitas anggaran yang cukup tinggi antara lembaga pendidikanyang formal dengan lembaga pendidikan informal, tentunya berdampakdalam peningkatan mutu antara lembaga pendidikan yang sejenis,khususnya berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Faktaketimpangan penganggaran ini menimpa pada Pesantren dan Madrasah dimana kondisi operasional lembaga pendidikan keagamaan diusahakanoleh masyarakat secara keseluruhan karena tidak mempunyai DIPA ataudana operasional yang jelas. Selain itu, pengajuan permohonanpembangunan Pesantren dan Madrasah terkendala oleh terbatasnyaanggaran di Kementerian Agama dan tidak didukung oleh PemerintahDaerah karena dianggap sebagai urusan yang bersifat vertikal.

Penggambaran fakta disparitas anggaran tersebut dapatdicontohkan pada lembaga pendidikan Pesantren dan Madrasah.Umumnya Pesantren dan Madrasah yang didirikan masyarakat dalamkondisi terbatas dalam berbagai hal. Sebagian masyarakat yang lebihdipentingkan adalah simbol yang disandangnya, yakni bernama Pesantrendan Madrasah. Adapun isi pendidikan maupun hasil yang sebenarnyakurang memperoleh pertimbangan dan perhatian saksama. Kesadaransimbolik, berupa identitas yang disandang, oleh sementara masyarakatternyata dikalahkan oleh ukuran-ukuran lainnya yang ditetapkan olehpemerintah sekalipun. Pada umumnya satu-satunya penyangga finansialkehidupan Pesantren dan Madrasah adalah wali murid sendiri.

Sekalipun Pesantren dan Madrasah yang kebanyakan berada dibawah yayasan, tidak berarti bahwa yayasan tersebut mampu mencukupiseluruh kebutuhan Pesantren dan Madrasah. Pendanaan yang bersumberdari masyarakat, sesungguhnya tidak mencukupi, baik yang dibayar awalmasuk atau bulanan. Besarnya dana yang dipungut dari wali murid itu,umumnya juga tidak besar, apalagi Pesantren dan Madrasah yangberlokasi di daerah masyarakat miskin, amat kecil. Akibatnya, dana yangdapat dikumpulkan oleh Pesantren dan Madrasah juga kecil. Kecilnyadana pendukung ini otomatis akan berpengaruh pada kecilnyakemungkinan madrasah memberikan insentif pada guru dan jugapenyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kualitas serta mutupendidikan madrasah.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

4 | P a g e

Dalam upaya memberikan perhatian itu, pemerintah perlumembentuk aturan jelas dan baku sebagai payung hukum dalampelaksanaannya. Disinilah posisi urgensitas kehadiran RancanganPeraturan Daerah tentang Pesantren dan Madrasah ini dirumuskan.Harapannya, pemerintah daerah memiliki aturan hukum di dalammemberikan perhatian dan mengayomi pendidikan Pesantren danMadrasah. Adapun landasan hukum yang dijadikan pijakan selama inibelum menyentuh secara konkrit pada ranah pendidikan Pesantren danMadrasah secara spesifik.

Setidaknya ada dua Undang-Undang yang dapat dijadikan acuandalam konteks ini, yaitu UU Nomor 20 tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional, dan UU Nomor 12 tahun 2012 tentang PendidikanTinggi. Dari dua UU tersebut belum terlihat jelas secara spesifikpengaturan tentang pendidikan keagamaan. Undang-Undang No. 20tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional hanya membahastentang pendidikan secara formal. Ini menyisakan persoalan di manaPesantren dan Madrasah yang notabene berada pada wilayah informalbelum tersentuh. Sementara Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019tentang Pesantren baru disahkan oleh Pemerintah bersama DPR, yangsampai saat ini belum ada peraturan pelaksanaannya yang bersifatkhusus dan konkrit tentang Pesantren dan Madrasah.

Beberapa peraturan yag menjadi dasar hukum dan legalitas yangsudah bisa dianggap menyentuh persoalan pendidikan Pesantren danMadrasah, tetapi secara hirarkis masih lemah, karena hanya diatur padatingkatan Peraturan Menteri atau bahkan masih Keputusan Direktur. Halini bisa dilihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentangPendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Dalam PeraturanPemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama danPendidikan Keagamaan mengatur tentang bagaimana urgensi pendidikankeagamaan bagi peningkatan generasi umat di Indonesia. Persoalannya,bagaimana eksistensi dari Pesantren dan Madrasah sebagai wadah danpelaksana pendidikan keagamaan belum tersentuh.

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 dijelaskanbahwa pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yangmempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yangmenuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/ataumenjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya. Hanyasaja, peraturan pemerintah ini belum mengatur bagaimana keberadaanlembaganya sebagai sesuatu yang niscaya dalam menjalankan pendidikankeagamaan.

Selain itu, ada juga Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015tentang Hari Santri, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, Peraturan MenteriNomor 18 Tahun 2015 tentang Satuan Pendidikan Muadalah pada pondokpesantren, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 71 Tahun2015 tentang Ma‘had Aly, Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan IslamNomor 5877 Tahun 2014 tentang Pedoman Izin Operasional Pondok

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

5 | P a g e

Pesantren, Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5839Tahun 2014 tentang Pedoman Pendirian Pendidikan Diniyah Formal.Semua peraturan tersebut merupakan regulasi yang hanya mengaturtentang pendidikan dalam agama Islam.

Oleh karena itu, setelah melalui pembahasan yang panjang,akhirnya RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan disahkan menjadidan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren sebagailandasan dan paying hukum eksistensi bagi lembaga-lembaga pendidikanpesantren dan madrasah di Indonesia.

Rencana pembangunan jangka panjang daerah Nusa TenggaraBarat sebagaimana tertuang dalam dokumen RPJPD Provinsi NusaTenggara Barat Tahun 2005-2025 memiliki visi pembangunan adalah“Terwujudnya Masyarakat Nusa Tenggara Barat Yang Beriman, Maju danSejahtera” dengan 5 (lima) misi yaitu:

1. Mewujudkan masyarakat beriman, bermoral, berbudaya, danberkesadaran hukum, yaitu terwujudnya masyarakat yang tangguhmenjunjung tinggi nilai nilai agama, budaya dan hukum dalamkeseharian hidup dan kehidupannya serta bertanggungjawabsecara arif bijaksana dan taat azas.

2. Mewujudkan masyarakat sejahtera, yaitu pemenuhan hajat hidupmasyarakat mencakup kebutuhan sandang, pangan dan papan,pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja, keamanan dankeselamatan diri dan lingkungannya serta pemenuhan aktualisasieksistensi didan keperibadian.

3. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan, yaituterwujudnya peningkatan hasil dan manfaat pembangunan yangditujukan bagi kesejahteraan seluruh masyarakat dalam tatananhubungan kemitraan pemerintah dan masyarakat yangberkeadilan, dalam kerangka supremasi hukum, penghormatan,dan penegakan hak hak azasi manusia.

4. Mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah, yaituterwujudnya kemampuan dinamis mengembangkan diri danprofesionalisme masyarakat membangun kesejahteraan fisik danmental dalam tatanan hubungan harmonis yang didukungkelestarian dan keberlanjutan pengelolaan sumber daya alam danlingkungan hidup serta berkembangnya kearifan lokal, sebagaidaya mampu keunggulan relatif terhadap wilayah lain.

5. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan, yaitu pengelolaan danpemanfaatan sumber daya alam, lingkungan hidup, dan sumberdaya buatan bagi keberhasilan pembangunan kesejahteraangenerasi masa kini dengan memperhitungkan secara cermat danbertanggung jawab bagi kelangsungan hidup dan kehidupangenerasi mendatang.

Atas dasar itu, maka muncul usulan dibentuknya RancanganPeraturan Daerah yang mengatur tentang Pendidikan Pesantren danMadrasah di berbagai daerah, salah satunya di Provinsi Nusa TenggaraBarat (NTB), karena NTB merupakan salah satu daerah yang merupakan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

6 | P a g e

satu lumbung pondok pesantren dan madrasah di Indonesia, khususnyadi Pulau Lombok dengan semboyan daerah seribu masjid.

Kehadiran pemerintah dan Pemerintah Daerah pada urusanpendidikan pesantren dan madrasah harus memperoleh legalitas, baikuntuk membimbing, memfasilitasi maupun mengevaluasi, agar bertindakbenar, dan terhindar dari kesalahan-kesalahan substantif sertaadministratif dalam pelaksanaan pendidikan pesantren dan madrasahsesuai dengan kaidah Islam, Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 sertaperaturan perundang-undangan yang berlaku.

Begitu juga dengan para pengelola pondok pesantren danmadrasah, agar mereka mengarahkan peserta didiknya untuk menjadiwarga negara yang patriot, mencintai negaranya, berkomitmen terhadappersatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI, dan mengikutiPancasila sebagai falsafah hidup berbangsa dan bernegara dengan tidakmeninggalkan nilai-nilai agama serta budaya (kearifan lokal) yang telahtumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat sebagai basispengembangan keilmuannya, sehingga menjadi terpadu dan harmonidalam satu kesatuan yang utuh.

Pada akhirnya, Pendidikan Pesantren dan Madrasah dapatmembekali peserta didik untuk menjadi warga negara yang beriman danbertaqwa, berakhlak mulia, memiliki pengetahuan yang paripurna,produktif, dan inovatif serta mampu menjawab tantangan zaman yangdapat menjadi bagian dari kemajuan daerah Provinsi NTB dalam rangkakemajuan bangsa dan Negara serta dengan identitas keagamaan yangkuat dan kokoh dalam menghadapi dinamika dan perubahan tantanganzaman yang semakin kompleks dewasa ini. Oleh karena itu, makapenyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentangPendidikan Pesantren dan Madrasah ini sangat penting sebagai landasandan acuan dalam pembuatan Rancangan Peraturan Daerah tentangPendidikan Pesantren dan Madrasah di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

B. Identifikasi Masalah

1). Permasalahan Regulasi

a. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikannasional hanya membahas tentang pendidikan secara formal. Inimenyisakan persoalan di mana lembaga pendidikan keagamaan yangnotabene berada pada wilayah informal belum tersentuh. Kedudukanlembaga pendidikan keagamaan dan pesantren dalam UU SisdiknasNo. 20 Tahun 2003 Pasal 30 ayat (4). Dalam ayat tersebut dijelaskanbahwa pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah,pesantren,….dan bentuk lain yang sejenis. Kalau merujuk pada Pasal26 UU Sisdiknas tersebut Pesantren kategori Pendidikan Non Formal.Dasar yuridis keberadaan pesantren salaf tidak ditemukan dalam UUSisdiknas.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

7 | P a g e

b. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren sampaisaat ini belum ada peraturan pelaksanaannya yang jelas sebagaiacuan dan dasar bagi pemerintah daerah dalam melaksanakanketentuan yang ada dalam Undang-Undang Pesantren.

c. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusatdan Daerah. Pada bagian ketiga dalam UU itu diatur mengenai DanaAlokasi Umum yang pada pasal 27 ayat (1), misalnya, disebutkansecara jelas bahwa “Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26 persen (dua puluh enam persen) dari PendapatanDalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. Angka 26 persendari APBN untuk dibagi ke Pemda jelas ini mengurangi secarasignifikan atas pembiayaan pendidikan terutama yang bersifatsentralistik. Patokan prosentase ini berimplikasi atas semakinbesarnya anggaran untuk Pemda, di satu sisi, dan semakinmengecilnya bagi Kementerian/Lembaga di Pemerintahan Pusat di sisilain. Pemda yang telah mendapatkan alokasi 26 persen itu baru darialokasi DAU. Belum lagi, Pemda dengan sendirinya mendapatkanalokasi 20 persen dari anggaran pendidikan dari PAD (PendapatanAsli Daerah)-nya, sehingga Pemda mendapatkan alokasi anggaranpendidikan setidaknya 46 persen. Lebih dari itu, Pemda mendapatkananggaran dari alokasi pendidikan dari DBH (Dana Bagi Hasil) DAK(Dana Alokasi Khusus) dan dana-dana lainnya. Alokasi anggaran yangditempatkan di Pemda ini lagi-lagi diperuntukkan bagi layananpendidikan sekolah (TK, SD, SMP, SMA, dan SMK), bukan untuklayanan pendidikan keagamaan seperti pendidikan pesantren danmadrasah. Pemda dapat memberikan afirmasi kepada layananpendidikan keagamaan, jika telah ditopang dengan Peraturan.

d. UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen mensyaratkankenaikan tunjangan mengukur Profesionalitas guru dan dosen yangsudah mendapatkan sertifikat profesi. Bahwa Guru wajib memilikikualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmanidan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuanpendidikan nasional. Sertifikat profesi seakan-akan hanya bersifatformalitas belaka, tidak menyentuh substansinya. Oleh sebab itu,kriteria atau ukuran yang digunakan sebagai syarat gurumendapatkan sertifikat profesi belum aplikable jika diterapkan bagiguru/ustadz yang mengajar di lembaga pendidikan pesantren danmadrasah. Disamping itu pada tataran operasional mengenai guruagama‘ yang ditempatkan di berbagai sekolah dibawah naungankemendikbud, namun dari segi tunjangan dan pembinaan tetapdalam naungan kementerian agama.

e. Adapun Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 Tahun 2007 Pasal 14menyebutkan “Pesantren dapat menyelenggarakan 1 (satu) atauberbagai satuan dan/atau program pendidikan pada jalur formal,nonformal, dan informal‘.

f. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 4 Tahun 2015tentang Penyelenggaran Pendidikan sebagaimana diubah denganPeraturan Daerah Nomor tidak secara khusus dan tidak mengatursecara spesifik tentang Pendidikan pesantren dan madrasah yangmerupakan salah salah satu system pendidikan yang telah eksis dan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

8 | P a g e

melahirkan banyak ulama dan tokoh penting di Nusa Tenggara Barat,bahkan telah berkontribusi penting dalam pembangunan daerah.

2). Permasalahan Pendanaan

Lembaga pendidikan keagamaan dan Pesantren sebagai satuanpendidikan yang diikuti oleh peserta didik (warga Negara), berkewajibanmengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan dalamrangka meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlaq mulia dalamkehidupan berbangsa dan bernegara. Sementara itu, sebagai sub sistempendidikan nasional lembaga pendidikan keagamaan berhakmendapatkan perlakuan yang proporsional, adil, dan setara, baik di aspekperluasan akses, aspek peningkatan mutu, dan daya saing, maupunaspek manajemen dan tata kelola, yang secara konstitusional dijamin olehPasal 31 ayat (4) UUD NRI 1945, bahwa Negara memprioritaskananggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta dariAPBD untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional.

Sehingga penyebutan 20% anggaran pendidikan harus dialokasikansecara merata kepada semua komponen subsistem pendidikan, baik padajenjang dan jenis pendidikan yang berbeda, dalam keseluruhan sistempendidikan nasional, yang di dalamnya ada lembaga pendidikankeagamaan. APBN 20% harus menempatkan pendidikan sebagai kulturinvestasi jangka panjang termasuk pendidikan agama di dalamnyaLembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren. Kenyataan empirikmuncul tidak setaranya pengalokasian APBN ataupun APBD untukpondok pesantren. Disparitas anggaran yang cukup tinggi antara lembagapendidikan umum dan pondok pesantren, berdampak dalam peningkatanmutu antara lembaga pendidikan yang sejenis, khususnya berkaitandengan penyediaan sarana dan prasarana.

Fakta ketimpangan penganggaran ini menimpa pada lembagapendidikan keagamaan di mana kondisi operasional lembaga pendidikankeagamaan diusahakan oleh masyarakat secara keseluruhan karena tidakmempunyai DIPA atau dana operasional yang jelas. Selain itu, pengajuanpermohonan pembangunan lembaga pendidikan keagamaan terkendalaoleh terbatasnya anggaran di Kementerian Agama dan tidak didukungoleh Pemda karena dianggap sebagai urusan yang bersifat vertikal.

3). Permasalahan Manajerial

Dalam perkembangannya lembaga pendidikan keagamaan danpesantren yang memiliki unit layanan sekolah dan madrasah senantiasamelakukan inovasi dan juga transformasi baik dari isi (materi) yangdiajarkan maupun dari metode serta managemennya dalam rangkamenciptakan pendidikan yang lebih berkualitas sebagai tuntutanperubahan zaman. Perubahan-perubahan tersebut telah banyakmenciptakan kemajuan baik dalam lembaga pendidikan keagamaan danpesantren. Namun berdasarkan beberapa referensi dan juga realitas dilapangan nampaknya masih banyak juga terdapat problematika yang

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

9 | P a g e

dihadapi oleh lembaga-lembaga tersebut, baik problem dalam input,proses, output dan manajemen.

Berdasarkan observasi awal bahwa lembaga pendidikan berbasismasyarakat terutama madrasah dan pesantren secara umum dalamaspek manejerial masih membutuhkan dukungan untuk ditingkatkan.Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian yaitu fasilitasi untukpengelolaan sumber daya organisasi pesantren yaitu: SDM (kyai, ustadz,pembina, pengelola, santri), sarana/prasarana: masjid, ruang kelas,pondok, sanitasi (terutama wc dan kamar mandi serta ruang tidur), aksesinformasi, kurikulum dan kesetaraan ijazah dan serta akses melanjutkanpendidikan. Beberapa variable tersebut antara lain yang membutuhkanpengelolaan manajemen profesional guna mewujudkan pesantren yangberkualitas.

Pengalaman oleh pengasuh madrasah diniyah yang mayoritasdidirikan oleh masyarakat, untuk sementara yang lebih dipentingkanadalah symbol yang disandangnya, yakni bernama madrasah. Perkara isipendidikan maupun hasil yang sebenarnya kurang memperolehpertimbangan dan perhatian seksama. Kesadaran simbolik, berupaidentitas yang disandang, oleh sementara masyarakat ternyatadikalahkan oleh ukuran-ukuran lainnya yang ditetapkan oleh pemerintahsekalipun.

Pada umumnya satu-satunya penyangga financial kehidupanmadrasah adalah wali murid sendiri. Sekalipun madrasah berada dibawah yayasan, tidak berarti bahwa yayasan tersebut mampu mencukupiseluruh kebutuhan madrasah dan pesantrennya. Pendanaan yangbersumber dari masyarakat, sesungguhnya tidak mencukupi, baik yangdibayar awal masuk atau bulanan.

Besarnya dana yang dipungut dari wali murid itu, umumnya jugatidak besar, apalagi madrasah yang berlokasi di daerah masyarakatmiskin, amat kecil. Akibatnya, dana yang dapat dikumpulkan olehmadrasah juga kecil. Kecilnya dana pendukung ini otomatis akanberpengaruh pada kecilnya kemungkinan pesantren dan madrasahmemberikan insentif pada guru dan juga penyediaan sarana danprasarana pendidikan dan kualitas serta mutu pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang dapatdiidentifikasi untuk kebutuhan penyusunan Naskah Akademik ini, yaitu:1. Bagaimana perkembangan Pendidikan Pesantren dan Madrasah?.2. Bagaimana pengaturan perundang-undangan yang terkait dengan

pendidikan Pesantren dan Madrasah?.3. Apakah yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,

sosiologis, dan yuridis dari pembentukan Peraturan Daerah tentangPendidikan Pesantren dan Madrasah di Provinsi NTB?

4. Apasaja yang menjadi sasaran, jangkauan, arah pengaturan, danmateri muatan yang perlu diatur dalam Peraturan Daerah tentangPendidikan Pesantren dan Madrasah di Provinsi NTB?

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

10 | P a g e

C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik

Sesuai dengan identifikasi masalah yang dikemukakan di atas,tujuan penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan DaerahProvinsi Nusa Tenggara Barat tentang Pendidikan Madrasah danPesantren adalah sebagai berikut:1. Menjelaskan perkembangan pendidikan Pesantren dan Madrasah;2. Menjelaskan urgensi pembentukan Peraturan Daerah tentang

pendidikan Pesantren dan Madrasah dalam menjawab kebutuhanzaman;

3. Menjelaskan kondisi peraturan perundang-undangan yang terkaitdengan pendidikan Pesantren dan Madrasah;

4. Merumuskan landasan filosofis, sosiologis, yuridis, pembentukanRancangan Peraturan Daerah tentang pendidikan Pesantren danMadrasah;

5. Merumuskan sasaran, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, arahpengaturan, dan materi muatan dalam Rancangan Peraturan Daerahtentang pendidikan Pesantren dan Madrasah.

Kegunaan Naskah Akademik ini diharapkan dapat digunakansebagai bahan bagi penyusunan draf Rancangan Peraturan Daerahtentang Pendidikan Pesantren dan Madrasah di Provinsi NTB.

D. Metode

Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerahtentang Pendidikan Pesantren dan Madrasah dilakukan melalui studikepustakaan/literatur dengan menelaah berbagai data sekunder sepertibuku, jurnal, hasil penelitian, peraturan perundang-undangan terkait,baik di tingkat undang-undang maupun peraturan pelaksanaannya danberbagai dokumen hukum terkait lainnya.

Guna melengkapi studi kepustakaan dan literatur serta studidokumen, dilakukan pula diskusi kelompok terfokus (focus groupdiscussion) dan wawancara dengan berbagai pihak berkepentingan ataustakeholders terkait penyelenggaraan pendidikan Pesantren danMadrasah di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

1. Tipe Penelitian

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yuridis normatif,yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder ataubahan pustaka, yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Sifat deskriptif ditujukanuntuk menggambarkan kebijakan, pengaturan lembaga pendidikankeagamaan dan pesantren serta kondisinya sampai saat ini, kemudiandilakukan preskripsi menurut kaidah ilmu hukum dalam rangkamembangun kesimpulan secara deskriptif.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

11 | P a g e

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pendekatan tersebut melakukan pengkajianperaturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pendidikanmadrasah dan pesantren, dan pendekatan konseptuan (conceptualapproach) dengan mengkanji konsep-konsep dan pendapat para ahliterkait dengan pendidikan pesantren dan madrasah. Di samping itupenelitian ini juga menggunakan pendekatan empiris untuk menunjangpenelitian secara normatif, dengan melakukan observasi, dan wawancaralangsung dengan pihak terkait.

3. Jenis dan Alat Pengumpul Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka. Data sekunder terdiri dari:a. Bahan Primer

Bahan primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yangdigunakan dalam penelitian ini, antara lain: UUD NRI 1945, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi,Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, KeputusanPresiden Nomor 22 tahun 2015 tentang Hari Santri, Peraturan PemerintahNomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan PendidikanKeagamaan, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor 13tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam, Peraturan MenteriAgama Nomor 18 tahun 2015 tentang Satuan Pendidikan Muadalah padaPondok Pesantren, Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia nomor71 tahun 2015 tentang Ma‘had Aly, Keputusan Direktur JenderalPendidikan Islam Nomor 5877 tahun 2014 tentang Pedoman IzinOperasional Pondok Pesantren, dan Keputusan Direktur JenderalPendidikan Islam Nomor 5839 tahun 2014 tentang Pedoman PendirianPendidikan Diniyah Formal.

b. Bahan SekunderBahan sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum primer. Dalam penelitian ini, antara lain literaturmengenai pendidikan keagamaan pesantren dan madrasah.

c. Bahan TersierBahan tersier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan primer dan sekunder, antara lain KamusBahasa Indonesia, dan lain-lain.

Data sekunder yang meliputi bahan primer, bahan sekunder danbahan tersier tersebut diperoleh melalui studi kepustakaan.

Kemudian selanjutnya dengan menggunakan data primer melaluiobservasi, wawancara dan focus grup discussion dengan pihak terkaityang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

12 | P a g e

4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian disajikan secara deskriptifanalitis. Maksudnya, fakta-fakta yang ada dideskripsikan kemudiandianalisis berdasarkan hukum positif maupun teori-teori yang ada.Analisis deskriptif tertuju pada pemecahan masalah dan pelaksanaanmetode deskriptif ini tidak terbatas hanya sampai pada tahappengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis daninterpretasi hukum tentang arti data itu sendiri. Selanjutnya sebagai carauntuk menarik kesimpulan dari data-data yang terkumpul dipergunakanmetode analisis kualitatif yang dilakukan dengan menginterpretasikanmenguraikan, menjabarkan dan menyusun secara sistematis logis sesuaidengan tujuan penelitian melalui metode preskripsi untuk kemudiandiambil kesimpulan secara deduktif.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

13 | P a g e

BAB IIKAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Tinjauan Tentang Pendidikan Keagamaan

1). Tentang Pendidikan

Pengertian pendidikan meliputi segala aspek. (Dari segi etimologiatau bahasa, kata pendidikan berasal kata ‘didik’ yang mendapat awalanpe dan akhiran an, sehingga pengertian pendidikan adalah sistem caramendidik atau memberikan pengajaran dan peranan yang baik dalamakhlak dan kecerdasan berpikir.

Kemudian ditinjau dari segi terminologi, banyak batasan danpandangan yang dikemukakan para ahli untuk merumuskan pengertianpendidikan, namun belum juga menemukan formulasi yang tepat danmencakup semua aspek, walaupun begitu pendidikan berjalan terustanpa menantikan keseragaman dalam arti pendidikan itu sendiri.Diantaranya ada yang mengemukakan pengertian pendidikan sebagaiberikut:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untukmewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agarpeserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untukmemiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yangdiperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sesuaidengan Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1).

Kata pendidikan berasal dari kata didik yang berarti menjaga, danmeningkatkan (Webster's Third Dictionary), yang dapatdidefinisikan sebagai berikut:1. Mengembangkan dan memberikan bantuan untuk berbagai

tingkat pertumbuhan atau mengembangkan pengetahuan,kebijaksanaan, kualitas jiwa, kesehatan fisik dan kompetensi;

2. Memberikan pelatihan formal dan praktek yang di supervise;3. Menyediakan informasi;4. Meningkatkan dan memperbaiki.

Beasarkan pengertian di atas, pendidikan merupakan sistem untukmeningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan.Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yangtidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan danpeningkatan kualitasnya. Pendidikan dibutuhkan untuk menyiapkananak manusia demi menunjang perannya di masa datang. Upayapendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa memiliki hubungan yangsignifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa mendatang.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

14 | P a g e

Dengan demikian, pendidikan merupakan sarana terbaik untukmenciptakan suatu generasi baru pemuda-pemudi yang tidak akankehilangan ikatan dengan tradisi mereka sendiri tapi juga sekaligus tidakmenjadi bodoh secara intelektual atau terbelakang dalam pendidikanmereka atau tidak menyadari adanya perkembangan-perkembangan disetiap cabang pengetahuan manusia.

Definisi ini agaknya yang banyak dipakai di Indonesia mengacupada pendapat Miramba tentang pendidikan adalah bimbingan ataupimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmanidan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.4Secara garis besar, pendidikan mempunyai fungsi sosial dan individual.Fungsi sosialnya adalah untuk membantu setiap individu menjadianggota masyarakat yang lebih efektif dengan memberikan pengalamankolektif masa lampau dan kini. Fungsi individualnya adalah untukmemungkinkan seorang menempuh hidup yang lebih memuaskan danlebih produktif dengan menyiapkannya untuk menghadapi masa depan.Proses pendidikan dapat berlangsung secara formal seperti yang terjadi diberbagai lembaga pendidikan. Ia juga berlangsung secara informal lewatberbagai kontak dengan media komunikasi seperti buku, surat kabar,majalah, TV, radio dan sebagainya atau non formal seperti interaksipeserta didik dengan masyarakat sekitar.

Menurut Al-Ghazali tujuan akhir dari pendidikan itu adalahtercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada pendeketan dirikepada Allah serta kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiandunia dan akhirat. Muhammad Athiya Al-Abrasyi berpendapat bahwapendidikan Islam (At-Tarbbiyah al-Islamiah) mempersiapkan manusiasupaya hidup dengan sempurna dan bahagia mencintai tanah air, tegapjasmaninya, sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannyahalus perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baikdengan lisan maupun tulisan.

Pendidikan Islam pada umumnya dipahami sebagai suatu cirikhas, yaitu jenis pendidikan yang berlatar belakang keagamaan. Dapatjuga di ilustrasikan bahwa pendidikan yang mampu membentuk―manusia yang unggul secara intelektual, kaya dalam amal, dantanggungjawab dalam moral. Lapangan pendidikan Islam identik denganruang lingkup pendidikan islam yaitu bukan sekedar peroses pengajaran(face to face), tapi mencakup segala usaha penanaman (internalisasi) nilai-nilai Islam kedalam diri subyek didik. Dari berbagai definisi pendidikanIslam yang dikemukakan nampak sekali persoalan usaha membimbingkearah pembentukan keperibadian, dalam arti akhlak menjadi perhatianutama, di samping kearah perkembangan diri.

Dalam upaya meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia,mengejar ketertinggalan di segala aspek kehidupan dan menyesuaikandengan perubahan global serta perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi maka diterbitkan undang-undang Nomor 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mencantumkan perubahanmendasar antara lain adalah demokratisasi dan desentralisasi

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

15 | P a g e

pendidikan, peran serta masyarakat, tantangan globalisasi, kesetaraandan keseimbangan, jalur pendidikan, dan peserta didik.

2. Lembaga Pendidikan

Secara garis besar lembaga pendidikan merupakan suatu tempatdimana terjadi transfer nilai-nilai positif dari satu pihak ke pihak lainnya.Kata lembaga dalam Kamus Bahasa Indonesia Modern adalah asal mula,bakal, bentuk asli, badan keilmuan. Dalam bahasa Inggris lembaga dalampengertian fisik disebut intitute, sarana (organisasi) untuk mencapaitujuan tertentu, sedangkan lembaga dalam pengertian non fisik atauabstrak adalah institution, suatu sistem norma untuk memenuhikebutuhan. Dalam arti sederhana, pendidikan sering diartikan sebagaiusaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilaidi dalam masyarakat dan kebudayaan.

Selanjutnya, pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankanoleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa danmencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam artimental. Jadi, yang dimaksud dengan Lembaga Pendidikan adalahlembaga atau tempat berlangsungnya proses pendidikan yang dilakukandengan tujuan untuk mengubah tingkah laku individu ke arah yang lebihbaik melalui interaksi dengan lingkungan sekitar. Dalam memberikanpengaruh terhadap perkembangan anak, lingkungan ada yang sengajadiadakan ada yang tidak usaha sadar dari orang dewasa yang normatifdisebut pendidikan. Sedang yang lain disebut pengaruh. Lingkungan yangdengan sengaja diciptakan untuk mempengaruhi anak ada tiga, yaitu:lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.Ketiga lingkungan ini disebut lembaga pendidikan.

Sebagai sistem sosial, lembaga pendidikan harus memiliki fungsidan peran dalam perubahan masyarakat menuju ke arah perbaikandalam segala lini. Dalam hal ini lembaga pendidikan memiliki duakarakter secara umum. Pertama, melaksanakan peranan fungsi danharapan untuk mencapai tujuan dari sebuah sistem. Kedua, mengenaliindividu yang berbeda-beda dalam peserta didik yang memilikikepribadian dan disposisi kebutuhan.

3. Pendidikan Berbasis Masyarakat (Community BasedEducation)

Demokrasi dalam bidang pendidikan merupakan suatu keharusan,agar dapat melahirkan manusia-manusia yang berwatak demokratis.Reformasi pendidikan melalui demokrasi pendidikan, menurut dapatdilakukan dalam tiga aspek pendidikan, yaitu regulatori, profesionalitas,dan manajemen. Aspek regulatori dititikberatkan pada reformasikurikulum yang berkaitan dengan pe-rumusan tujuan pendidikan,penerapan kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum),pergeseran paradigma kerja guru dari responsibility ke arahaccountability dan pelaksanaan evaluasi dengan esei dan porto folio.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

16 | P a g e

Aspek profesionalitas ditujukan untuk mengembalikan hak-hak danwewenang kepada guru dalam melaksanakan tugas kependidikannya.Aspek ini dapat ditempuh melalui pengembangan kesadaran hak-hakpolitik guru dan pemberian kesempatan kepada guru untukmengembangkan dirinya. Sedangkan aspek manajemen pendidikanditujukan untuk mengubah pusat-pusat pengambilan dan kendalipendidikan. Reformasi aspek manajemen ini dapat dilakukan dengan duacara. Pertama, memberikan kesempatan yang lebih luas kepada lembagapendidikan untuk mengambil keputusan berkaitan dengan pendidikan.

Bentuk kebijakan ini adalah menumbuhkan manajemen berbasissekolah (school-based management). Kedua, memberikan kesempatanyang luas kepada warga masyarakat untuk berpartisipasi dalampenyelenggaraan pendidikan. Kebijakan ini dapat diwujudkan dalambentuk pendidikan berbasis masyarakat (community-based education).

Dikalangan masyarakat Muslim Indonesia, partisipasi masyarakatdalam rangka pendidikan berbasis masyarakat telah dilaksanakan lebihlama lagi, yaitu setua sejarah perkembangan Islam di bumi Nusantara.Hampir seluruh lembaga pendidikan Islam di Indonesia, mulai darirangkang, dayah, meunasah (Aceh), surau (Minangkabau), pesantren(Jawa), bustanul atfal, diniyah dan sekolah-sekolah Islam lainnyadidirikan dan dikembangkan oleh masyarakat Muslim. Lembaga-lembagaini hanya sekedar contoh bagaimana konsep pendidikan berbasismasyarakat diterapkan oleh masyarakat Indonesia dalam lintasansejarah.

Pesantren merupakan contoh kepemilikan masyarakat secarapenuh (full ownership) mulai dari masalah input, proses dan outputpendidikan, hingga masalah pendanaan. Sebuah model yang dapatdijadikan contoh bagi pendidikan berbasis masyarakat adalah lembagapesantren yang memiliki kurikulum sendiri, mengusahakan pendanaansendiri dan melayani kebutuhan masyarakatnya sendiri. Di dalamlembaga pesantren, masyarakat bukan hanya sekedar mendukung(support), terlibat (involvement) atau menjadi mitra (partnership), tapimasyarakat sepenuhnya adalah menjadi pemilik pesantren.

4. Pendidikan Keagamaan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945Pasal 31 ayat (3) berbunyi: “Pemerintah mengusahakan danmenyelenggarakan satu Sistem Pendidikan Nasional yang meningkatkankeimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”.

Atas dasar amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional padaPasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untukberkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berimandan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahan Esa, berakhlak mulia, sehat,berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

17 | P a g e

demokratis serta bertanggung jawab. Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasionalditegaskan bahwa strategi pertama dalam melaksanakan pembaruanSistem Pendidikan Nasional adalah pelaksanaan pendidikan agama danakhlak mulia, termasuk didalamnya adalah penghapusan diskriminasiantara pendidikan yang dikelola pemerintah dan pendidikan yang dikelolamasyarakat, serta pembedaan antara pendidikan keagamaan danpendidikan umum

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional pada Pasal 37 ayat (1) mewajibkanPendidikan Agama bersama dengan pendidikan kewarganegaraan danbahasa dimuat dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi.Pendidikan agama pada jenis pendidikan umum, kejuruan, akademik,profesi, vokasi, dan khusus disebut “Pendidikan Agama”. Penyebutanpendidikan agama ini dimaksudkan agar agama dapat dibelajarkan secaralebih luas dari sekedar mata pelajaran/kuliah agama. Terlebih lagipenyebutan kurikulum wajib tersebut dibarengkan dengan kewajibanmemuat pendidikan kewarganegaraan dan Bahasa.

Hal ini mengandung pengertian bahwa pendidikan agama disiniadalah pendidikan agama yang berwawasan kebangsaan dan kebudayaan.Dalam tataran konkrit kurikulumnya, sekurang-kurangnya berbentukmata pelajaran/mata kuliah Pendidikan Agama untuk menghindarikemungkinan peniadaan pendidikan agama di suatu satuan pendidikandengan alasan telah dibelajarkan secara terintegrasi. Ketentuan tersebutterutama pada penyelenggaraan pendidikan formal dan pendidikankesetaraan. Pasal 12 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiappeserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkanpendidikan agama sesuai agama yang dianutnya dan diajar oleh pendidikyang seagama. Ketentuan ini setidaknya mempunyai 3 (tiga) tujuan, yaitu:

1) Untuk menjaga keutuhan dan kemurnian ajaran agama,2) Dengan adanya guru agama yang seagama dan memenuhi syarat

kelayakan mengajar akan dapat menjaga kerukunan hidupberagama bagi peserta didik yang berbeda agama tapi belajar padasatuan pendidikan yang sama,

3) Pendidikan agama yang diajarkan oleh pendidik yang seagamamenunjukan profesionalitas dalam penyelenggaraan prosespembelajaran pendidikan agama.

Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Agama dan PendidikanKeagamaan merupakan kesepakatan bersama pihak-pihak yang mewakiliumat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. Masing-masing telah memvalidasi rumusan norma hukum secara optimal sesuaikarakteristik agama masing-masing. Kondisi tersebut mengindikasikanbahwa warga Indonesia merasa butuh dengan adanya pendidikan agama.

Pendidikan Agama akan memberikan motivasi hidup dankehidupan serta merupakan alat pengembangan dan pengendalian diriyang amat penting. Oleh karena itu, agama perlu diketahui, dipahami,

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

18 | P a g e

diyakini, dan diamalkan oleh manusia Indonesia agar dapat menjadidasar kepribadian sehingga dapat menjadi manusia yang utuh.

Dengan Pendidikan keagamaan diharapkan lahir peserta didik yangdapat menjalankan peranan dan sekaligus penguasaan pengetahuantentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama danmengamalkan ajaran agamanya.

Pengertian Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan itusendiri mengacu pada Peraturan Pemerintah RI No. 55 Tahun 2007tentang pendidikan agama dan Keagamaan disebutkan pada Bab IKetentuan Umum Pasal 1, dijelaskan bahwa: Pendidikan agama adalah“pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap,kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaranagamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui matapelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan”.Sedang Pendidikan keagamaan adalah “pendidikan yang mempersiapkanpeserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntutpenguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahliilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya”.

5. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Keagamaan

Dalam PP. No. 55 tahun 2007 Pasal 2 ayat (1) dan (2) menjelaskanbahwa pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yangberiman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlakmulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan interdan antarumat beragama. Sedangkan tujuan pendidikan agama untukberkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami,menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikanpenguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didikmenjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Pendidikankeagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahamidan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahliilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamisdalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa,dan berakhlak mulia.

Dari tujuan dan fungsi pendidikan agama dan keagamaan maknapendidikan mampu dipahami, tidak sampai tereduksi atau distorsimenjadi sekadar pengajaran. Padahal, Pembukaan UUD 1945 bagian darikonstitusi kita yang dianggap paling bertuah daripada batang tubuhnyasendiri disebutkan poin utama pendidikan kita adalah “....untukmencerdaskan kehidupan bangsa”. Ini jelas mengandaikan adanyatransformasi nilai-nilai yang positif yang melampaui dari peran yangdimainkan sekolah.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

19 | P a g e

Menurut Azyumardi Azra, perbedaan antara pendidikan danpengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukankesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dankeahlian. Dengan proses semacam ini, suatu negara-bangsa (nation state)dapat mewariskan nilai-nilai keagamaan, kebudayaan, pemikiran dankeahlian kepada generasi mudanya, sehingga benar-benar siapmenyongsong kehidupan. Totalitas pendidikan, dalam konteks ini,meliputi semua jenis pendidikan: informal, formal, dan non-formal.Ketidakberdayaan sistem pendidikan kita secara umum terletak padapenyempitan makna pendidikan sekadar menjadi pengajaran yang kentalnuansa formalnya.

Dengan demikian, kurikulum, silabus dan materi ajar yangterangkum dalam tujuan instruksional khusus dan umum menjadipenting untuk dicermati mengingat sistem pendidikan agama telahdikonstruksi dalam bentuk yang formal. Ada tiga persyaratan pokokpembentukan kurikulum yang ideal:

1) Bersifat universal agar bisa berinteraksi dengan peradabansejagad,

2) Bersifat developmental dan efektif karena harusmemperhitungkan tugas perkembangan manusia dari segikebutuhan dan minat,

3) Mempunyai relevansi dengan budaya yang sesuai dengandomain di mana ia beroperasi.

Bila kurikulum pendidikan agama tidak sesuai dengan realitassuatu generasi Indonesia yang plural, baik dari latar belakang agama,etnik, ras maupun budaya, maka dikhawatirkan akan makin menebalkansikap ekslusivistik peserta didik dalam melihat pemeluk agama lain. Salahsatu sistem pendidikan yang diberikan dalam rangka meningkatkanperwujudan kebudayaan manusia yang dinamis khususnya pada siswadengan latar belakang agama (Islam) adalah sistem pendidikan padasiswa dengan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, di manaPendidikan Agama merupakan upaya sadar dan terencana dalammenyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati,hingga mengimani ajaran agama Islam dibarengi dengan tuntutan untukmenghormati penganut agama lain dalam hubunganya dengan kerukunanantar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.

6. Pendidikan Keagamaan Islam

Menurut Zakiyah Dradjat, pendidikan agama Islam merupakansuatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agarsenantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh lalumenghayati tujuan yang pada akhirnya dapat mengamalkan sertamenjadikan Islam sebagai panduan hidupnya. Di Indonesia lembagapendidikan Islam tertua dan telah banyak banyak berperan dalamkehidupan mencerdaskan bangsa, sejarah menunjukkan bahwa lembagaini selalu ekses dan konsisten menunaikan fungsinya sebagai pusatpengajaran ilmu agama islam (tafaqguh fiddin) adalah pesantren danmadrasah diniyah.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

20 | P a g e

Pengertian MadrasahDalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Madrasah merujuk

pada pengertian Sekolah atau perguruan yang biasanya berdasarkanagama Islam. Berasal dari Bahasa Arab “madrasah” yang merupakanbentuk kata ―keterangan tempat (zharaf makan) dari akar kata ―darasa-yadrusu-dirasatan―. Dari kata ―darasa juga bisa diturunkan kata―midras yang mempunyai arti ―buku yang dipelajari atau ―tempatbelajar; kata al-midras juga diartikan sebagai rumah untuk mempelajarikitab Taurat‘.

Jadi kata ―madrasah diartikan sebagai ―tempat belajar parapelajar, atau ―tempat untuk memberikan pelajaran.18 Kata ―madrasahjuga ditemukan dalam bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata yangsama yaitu ―darasa”, yang berarti ―membaca dan belajar atau ―tempatduduk untuk belajar. Dari kedua bahasa di atas, kata ―madrasahmerujuk pada arti yang sama, yaitu ―tempat belajar. Jika diterjemahkanke dalam bahasa Indonesia, kata ―madrasah memiliki arti ―sekolahkendati pada mulanya kata ―sekolah itu sendiri bukan berasal daribahasa Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu school atauscola.19

Pengertian madrasah bisa merujuk pada proses belajar-mengajarnya yang secara formal tidak berbeda dengan sekolah padaumumnya, meski dengan konotasi yang lebih spesifik sebagai sebuahsekolah umum yang berciri khas Islam yang dalam Bahasa SKB tigamenteri disebutkan sebagai lembaga pendidikan yang menjadikan matapelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang diberikansekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum.

Dalam prakteknya memang ada madrasah yang di sampingmengajarkan ilmu-ilmu keagamaan (al-„ulum al-diniyyah), jugamengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selainitu ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyyah. Kenyataan bahwakata ―madrasah berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih memahami―madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni ―tempat untukbelajar agama atau ―tempat untuk memberikan pelajaran agama dankeagamaan. Berangkat dari realitas di lapangan dapat kita sampaikan tigabentuk madrasah yang bermula dari uraian di atas: Madrasah Diniyahdisingkat Madin, Madrasah SKB tiga Menteri dan Madrasah PondokPesantren.

Sejarah MadrasahSejarah penanaman kesadaran pentingnya pendidikan sudah

dimulai sejak hadirnya Nabi Muhammad SAW. Perintah pertama yangditujukan kepada Nabi, yaitu ―iqra‖ merupakan tonggak utamaperadaban yang ingin disampaikan Allah melalui Nabi kepada umatnya.M. Quraish Shihab, dalam bukunya Wawasan Alqur‘an menyatakan,Iqra'yang berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu,

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

21 | P a g e

bacalah alam, bacalah tanda-tanda zaman, sejarah, diri sendiri, yangtertulis dan tidak tertulis, itu mencakup segala sesuatu yang dapatdijangkaunya. Demikian terpadu dalam perintah ini segala macam carayang dapat ditempuh manusia untuk meningkatkan kemampuannya.

Pengulangan perintah membaca dalam wahyu pertama inimengisyaratkan bahwa mengulang-ulangi bacaan Bismi Rabbika (demikarena Allah) akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baruwalaupun yang dibaca itu-itu juga. Berulang-ulang "membaca" alam raya,membuka tabir rahasianya dan memperluas wawasan serta menambahkesejahteraan lahir. Itulah pesan yang dikandung dalam Iqra' waRabbukal akram (Bacalah dan Tuhanmulah yang paling Pemurah). Ataskemurahan-Nyalah kesejahteraan demi kesejahteraan tercapai.

Perintah membaca merupakan sesuatu yang paling berharga yangpernah dan dapat diberikan kepada umat manusia. "Membaca" dalamaneka maknanya adalah syarat pertama dan utama pengembangan ilmudan teknologi, serta syarat utama membangun peradaban. Semuaperadaban yang berhasil bertahan lama, justru dimulai dari satu kitab(bacaan). Peradaban Yunani di mulai dengan Iliad karya Homer pada abadke-9 sebelum Masehi. Ia berakhir dengan hadirnya Kitab Perjanjian Baru.Peradaban Eropa dimulai dengan karya Newton (1641-1727) dan berakhirdengan filsafat Hegel (1770-1831). Peradaban Islam lahir dengankehadiran Al-Quran. Dengan memahami subtansi perintah wahyupertama ini, maka Nabi Muhammad dapat dikatakan sebagai pengajaratau pendidik muslim pertama yang berjuang membangkitkan kesadaranmanusia terhadap pentingnya pengembangan bidang keilmuan ataupendidikan.

Pendidikan pada masa Nabi dapat dibedakan menjadi dua periode;pertama periode Makkah dan periode Madinah. Pada periode pertama,yakni sejak nabi diutus sebagai rasul hingga hijrah ke Madinah kuranglebih sejak tahun 611-622 M atau selama 12 tahun 5 bulan 21 hari.Sistem pendidikan lebih bertumpu kepada nabi, bahkan tidak ada yangmempunyai kewenangan untuk memberikan atau menentukan materikurikulum pendidikan selain nabi. Nabi melakuakan pendidikan secarasembunyi-sembunyi terutama terhadap keluarganya. Dan metode yangdigunakan nabi dalam pembelajarannya adalah pidato dan ceramah ditempat-tempat yang ramai dikunjungi orang. Sedangkan materipengajaran yang diberikan hanya berkisar pada ayat-ayat alquransejumlah 93 surat dan petunjuk-petunjuknya hadits.

Pada periode di Madinah, tahun 622—632M/1-11 H, usahapendidikan nabi yang pertama adalah membangun institusi masjid.Melalui pendidikan masjid ini, nabi memberikan pengajaran danpendidikan islam. Beliau memperkuat persatuan di antara kaummuslimin antar penduduk anshar dan muhajirin. pada periode ini, ayat-ayat yang diterima sebanyak 22 surat, sepertiga dari isi Alquran.Institusionalisasi pendidikan Nabi ini kemudian dikembangkan ketikaKhalifah Umar bin Khattab, secara khusus, mengirimkan ‗petugaskhusus‘ ke berbagai wilayah Islam untuk menjadi nara sumber (guru)

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

22 | P a g e

bagi masyarakat Islam di wilayah-wilayah tersebut. Para petugas khusus‘ini biasanya bermukim di masjid dan mengajarkan tentang Islam kepadamasyarakat melalui halaqah-halaqah dan majlis khusus untukmenpelajari agama dan terbuka untuk umum.

Pada perkembangan selanjutnya, materi yang diperbincangkanpada halaqah-halaqah ini tidak hanya terbatas pada pengkajian agama(Islam), namun juga mengkaji disiplin dan persoalan lain sesuai denganapa yang diperlukan masyarakat. Selain itu, diajarkan pula disiplin-disiplin yang menjadi pendukung kajian agama Islam. Dalam hal iniantara lain kajian tentang bahasa dan sastra Arab, baik nahwu, shorofmaupun balagah. Selain terjadi pengembangan materi, terdapat pulaperkembangan di bidang sarana dan prasarana pendidikan‘, yakni adanyaupaya untuk membuat tempat khusus di (samping) masjid yangdigunakan untuk melakukan kajian-kajian tersebut. Tempat khusus inikemudian dikenal sebagai Maktab. Maktab inilah yang dapat dikatakansebagai cikal bakal institusi pendidikan Islam.

Akar sejarah pertumbuhan madrasah dalam dunia Islam melewatitiga tahap, yaitu: (1) Tahap Masjid, (2) Tahap Masjid Khan, dan (3) TahapMadrasah. Tahap masjid berlangsung terutama pada abad ke delapan dansembilan. Masjid yang dimaksud dalam konteks ini adalah masjid yangselain digunakan sebagai tempat shalat berjama‘ahjuga digunakansebagai majlis taklim (pendidikan). Tahap kedua adalah lembaga masjidKhan, yaitu masjid yang dilengkapi dengan bangunan Khan (asrama ataupondokan yang masih bergandengan dengan masjid). Berbeda denganmasjid biasa, masjid Khan menyediakan tempat penginapan yang cukuprepresentatif bagi para pelajar yang datang dari berbagai kota. Tahap inimencapai perkembangan yang sangat pesat pada abad ke-10. Sedangkantahap ketiga adalah madrasah yang khusus diperuntukkan bagi lembagapendidikan. Pada tahap madrasah yang pada umumnya terdiri dan ruangbelajar, ruang pondokan, dan masjid, telah berhasil mengintegrasikankelembagaan masjid biasa (tahap pertama) dengan masjid Khan (tahapkedua).

Para sejarawan pendidikan Islam mengungkapkan fenomenamadrasah di dunia Islam telah muncul sekitar abad ke-4/5 H (10/11 M),seperti munculnya madrasah-madrasah di Naisaphur Iran (± 400 H) danMadrasah Nidzamiyah di Baghdad (457 H). Sejarawan pendidikan Islamseperti Munirudin Ahmed, George Makdisi, Ahmad Syalabi, dan MichaelStanton berpendapat bahwa madrasah yang pertama kali muncul adalahmadrasah Nidzamiyah yang didirikan Wazir Nidzam al-Mulk sekitar tahun457 H/1064 M. Madrasah ini berkembang di berbagai kota di wilayahkekuasaan Islamdan banyak menghasilkan ulama dan sarjana yangtersebar di negeri-negeri Islam. Salah satu gurunya adalah Imam al-Ghazali. Namun demikian, institusi-institusi sebelum madrasah itu tetapdipakai sesuai dengan sifat tradisionalnya, sekalipun jumlah danpeminatnya sedikit.

Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasahmerupakan pengembangan dari sistem pengajaran dan pendidikan yang

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

23 | P a g e

yang pada awalnya berlangsung di masjid-masjid. Madrasah merupakanhasil evolusi dari masjid sebagai lembaga pendidikan dan khan sebagaiasramanya. Institusi pendidikan ketika itu perlu mengalami perubahansesuai dengan perkembangan ilmu dan kebutuhan masyarakat. Zuhairinimengemukakan alasan-alasan berdirinya madrasah di luar masjid yaitu: Halaqah-halaqah (kelompok belajar) yang diselenggarakan di

masjid sering mengganggu terutama terhadap orang yang akanberibadah.

Berkembangnya ilmu pengetahuan melahirkan halaqah-halaqahbanyak yang tidak tertampung di masjid.

Usaha mempertahankan dan mengembangkan aliran keagamaandari pembesar agama.

Ketakutan akan tidak dapat mewariskan harta kepada anak-anaknya. Dengan demikian, mereka membuat wakaf pribadi yangdikelola oleh keluarga.

Ketika bangsa Turki mulai berpengaruh dalm pemerintahan baniAbbasyiyah dan dalam rangka mempertahankan status quo,mereka berusaha menarik hati dengan berusaha memperhatikanpendidikan dan pengajaran guru-guru digaji dan diberi fasilitasyang layak.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat diketahui pendirianmadrasah bukan hanya didasari pada kepentingan pengembanganpendidikan, akan tetapi juga didasari oleh kepentingan politik. Sehinggatidak mengherankan jika pemerintah terlibat di dalam pengelolaannya.Implikasi yang ditimbulkan adalah materi pelajaran yang diberikancenderung mengarah kepada satu aliran saja yaitu yang dianut olehpemerintahan pada waktu itu. Yang lebih penting lagi, karena pemilihanmateri pelajaran memiliki kaitan dengan tujuan-tujuan politis atautujuan-tujuan sektarian, maka penyampaiannyapun cenderung tertutupdan bersifat indoktrinasi.

Di sisi lain pengaruh yang muncul dari adanya campur tanganpemerintah, sejarah madrasah segera tersebar dengan luas. Banyaksaudagar, ulama dan yang lainnya juga mendirikan madrsah denganstandar dan model yang relatif sama. Dengan itu, madrasah bukan hanyatersebar pada daerah timur, melainkan idenya juga terawetkan sehinggamadrasah tetap eksis pada era modern.

Selain faktor tersebut, madrasah dapat diterima luas karenapembelajarannya sesuai dengan kecenderungan masyarakat pada waktuitu. Madrasah dianggap mewakili harapan masyarakat. Hal itu dapatditinjau dari sudut pandang sosial keagamaan maupun ekonomi. Secarasosial keagamaan, pertama, materi pokok yang diajarkan madrasah padawaktu itu ialah fiqih yang mana hal ini merupakan kebutuhan pokokdalam melaksanakan ibadah sehari-hari. Kedua, ajaran yang diberikandalam madrasah ialah ajaran sunni yang merupakan ajaran yang banyakdianut oleh kaum muslimin sepanjang sejarahnya. Ketiga, pengajar dimadrasah adalah para ulama. Ulama sebagai pemegang ilmu syari‘ahbertanggung jawab untuk menjadikan syari‘ah dapat diterima.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

24 | P a g e

Di samping itu, ulama mempunyai kedudukan khusus baik dimasyarakat maupun pemerintahan. Secara ekonomi, madrasah adalahlembaga yang menjanjikan kerja. Terutama bagi orang yang alim fiqihnya,karena mereka dibutuhkan oleh masyarakat pada waktu itu. Dengandemikian kedudukan faqih menjadi lebih sejahtera. Madrasah terusmeluas dan berkembang sejalan dengan perkembangan zaman berikutragam perubahan yang dan implikasikannya.

Kedudukan MadrasahKemunculan madrasah dipandang menjadi salah satu indikator

penting bagi perkembangan positif kemajuan prestasi budaya umat Islam,mengingat realitas pendidikan, sebagaimana terlihat pada fenomenamadrasah yang sedemikian maju saat itu, adalah cerminan darikeunggulan capaian keilmuan, intelektual dan kultural. oleh karenanyatimbul kebanggaan terhadap madrasah, karena lembaga ini mempunyaicitra “inklusif” dalam penilaian masyarakat. Karena dalam catatansejarah, madarasah pernah menjadi lembaga pendidikan par excellence didunia Islam.

Ada dua faktor yang menginspirasi pertumbuhan madrasah diIndonesia. Pertama adalah respons pesantren terhadap kebijakanpemerintah Hindia Belanda yang melakukan diskriminasi dalam halmendapatkan kesempatan pendidikan yang seluas-luasnya bagi rakyatIndonesia. Kedua, merupakan respon dan pengaruh masuknya gerakanpembaharuan islam di Indonesia yang dipengaruhi secara kuat olehpemikiran dan tokoh-tokoh pembaharu Timur Tengah pada akhir abad19, khususnya oleh Jamal al-Din al-Afghani dan Muhammad Abduh.Kedua faktor ini bersinergi sebagai manifestasi semangat nasionalismemelawan penjajah yang diwujudkan dalam bentuk penguatan basisgerakan sosial,ekonomi,budaya dan politik, dan tentunya dalampembaharuan pendidikan islam.

Dalam kajian politik pendidikan disebutkan bahwa dunia politikdan dunia pendidikan adalah dua entitas yang memang berbeda tetapitidak dapat dipisahkan. Keduanya terkait satu sama lain. Relasi antarakeduanya dapatmengambil bentuk yang bermacam-macam sesuai dengankonteks sosial, ekonomi, dan politik yang menyertainya. Denganmemahami berbagai literatur yang ada, karakteristik relasi antara duadunia‘ berbeda ini adalah sebagai berikut:

Pertama, sistem dan lembaga pendidikan adalah sarana bagipencapaian tujuan ideologis, filosofis, dan politis kekuasaan politik(negara). Bentuk relasi ini sangat umum dan terjadi di berbagainegara sejak zaman dahulu. Dalam sejarah Islam misalnya relasisemacam ini terjadi setidak-tidaknya pada dua kasus, yakni kasusMadrasah Nizamiyah yang dijadikan sarana oleh wazir DinasitiSeljuk (Nizamul Mulk) untuk mempertahankan ortodoksi mazhabAhlussunnah wal jama‘ah (Sunni) yang dianut negara, dan kasusKhalifah al-Ma‘mun yang memolitisasi majelis munazarah diistananya untuk menyebarkan paham Mu‘tazilah yang dianutnya.Bahkan al-Makmun melakukan inkusisi terhadap para ulama dan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

25 | P a g e

pendidik untuk menguji akidah yang mereka anut sertamenghukum mereka yang tidak sejalan dengan akidah Mu‘tazilah.

Kedua, lembaga pendidikan adalah alat untukmempertahankan kekuasaan. Ini misalnya terjadi pada masakolonialisme Belanda di Indonesia. Lembaga-lembaga pendidikanyang didirikan oleh pemerinth kolonial tidak hanya dimaksudkansebagai implementasi politik etis (balas budi), tetapi jugamenghasilkan alumni pendidikan bangsa pribumi yang loyalterhadap pemerintah kolonial dan karenanya Belanda berharaptetap dapat melanggengkaan kekuasaannya di bumi Indonesia.Akan tetapi yang terjadi kemudian justru sebaliknya. Keterdidikanyang diperoleh justru menyadarkan pribumi tentang realitaspenderitaan yang dihadapi bangsaterjajah dan bertekadmenggalang kekuatan untuk memperoleh kemerdekaan.

Ketiga, pendidikan adalah sarana penting untuk mencapaitujuan pembangunan yang diprogramkan oleh sebuahpemerintahan. Di Indonesia, misalnya, tujuan pembangunannasional tidak hanya diupayakan melalui pembangunan di bidangekonomi, politik, dan militer, melainkan juga melalui pembangunandi bidang pendidikan. Pendidikan di Indonesia, misalnya,mengalami peningkatan dalam alokasi anggaran yakni meningkatmenjadi 20 %. Ketentuan ini bahkan dicantumkan dalam UUD1945 pasca amandemen.

Keempat, pemerintah adalah pihak yang paling berwenangmenentukan sistem pendidikan yang berlaku di sebuah negara,menetapkan tujuan pendidikan nasional, menentukan seluruhkebijakan yang terkait dengan pendidikan (standar, kurikulum,jenjang, jalur, dan jenis pendidikan, pembiayaan/anggaran),administrasi, manajemen, sistem, dan sebagainya). Bagaimanabentuk sistem pendidikan nasional yang digunakan dan ke manaarah pendidikan akan dibawa sangat tergantung kepada formatkebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kebijakan kurikulumyang terlalu sering mengalami perubahan, misalnya, akanmengakibatkan kegamangan dan ketidakpastian bagi pelaksanapendidikan di tingkat daerah dalam aplikasinya, apalagi dikaitkandengan keharusan meningkatkan mutu dan daya saing pendidikansecara nasional.

Kelima, paradigma politik yang dianut pemerintah berpengaruhsecara signifikan terhadap paradigma dan kebijakan pendidikan.Munculnya perubahan paradigma politik sejak 1999 di Indonesiadari sentralisasi ke desentralisasi(yang ditandai dengan lahirnyaUU tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusatdan Daerah) berdampak luas terhadap pendidikan. Karenapendidikan merupakan aspek kehidupan bangsa yang jugadiotonomikan, maka muncul paradigma dan format kebijakandalam bingkai ―otonomi pendidikan‖. Ini pada gilirannyamelahirkan banyak konsep baru dalam penyelenggaraan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

26 | P a g e

pendidikan seperti konsep Manajemen Berbasis Sekolah, muatanlokal, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pembagiankewenangan pengelolaan jenjang, jalur, dan jenis pendidikanantara pusat dan daerah, dan termasuk pembiayaan pendidikanyang juga menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dankabupaten/kota.

Keenam, keberhasilan pendidikan meningkatkan akses danmobilitas vertikal warga negara dalam birokrasi politik danmobilitas horizontal mereka sebagai elit sosial. Pada tahun 1980-an, misalnya, di Indonesia terjadi apa yang disebut ―boomingsarjana‖ dari kalangan santri atau kaum terdidik Muslim yang padagilirannya membuka akses bagi mereka untuk masuk ke lapiskedua birokrasi pemerintahan Orde Baru. Sebagian kemudianmenegaskan ketokohan mereka sebagai cendekiawan, ilmuan,akademisi, dan peneliti. Sebagian lagi berkiprah di tengahmasyarakat sebagai agen-agen civil society.

Dengan memahami enam karakteristik relasi dunia politik dandunia pendidikan di atas, maka tujuan pendirian madrasah selain untukmentransmisikan nilai-nilai Islam sesuai dengan perkembangan dankebutuhan modernisasi pendidikan, juga sekaligus sebagai jawaban ataurespon dalam menghadapi kolonialisme yang salah satunya mengambilbentuk westernisasi dunia pendidikan yang menyingkirkan semangatkeagamaan rakyat Indonesia. Maka bergeraklah organisasi dan gerakanIslam di Indonesia seperti Nahdlatul ulama, Muhammadiyah, Jam‘iatKhaer, dan lain-lain mendirikan madrasah-madrasah di berbagai daerah.

Adapun madrasah-madrasah yang berdiri di sekitar awal abad ke20 antara lain: Madrasah Mamba'ul 'Ulum Surakarta (1906), MadrasahAdabiyah (1909), Madrasah Diniyah Zaenuddin Labai (1915) di SumateraBarat, Madrasah Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Timur, MadrasahMuhammadiyah di Yogyakarta, Madrasah Tasywiq Thullab di JawaTengah, Madrasah Persatuan Umat Islam di, Jawa Barat, MadrasahJam'iyat Kheir di Jakarta, Madrasah Amiriah Islamiyah di Sulawesi danmadrasah Assulthoniyyah di Kalimantan. Modernisasi lembagapendidikan Islam tradisional juga dilakukan oleh pesantren Tebu Irengpada tahun 1916 mendirikan ―madrasah Salafiyah”. Pesantren RejosoJombang mendirikan sebuah madrasah tahun 1927.

Sementara itu Pondok Modern Gontor yang berdiri tahun 1926memasukan mata pelajaran umum kekurikulumnya, yaitu pelajaranBahasa Inggris dan bahasa Arab, dan kegiatan ekstra kurikuler berupaolah raga, kesenian, dan sebagainya. Organisasi-organisasi Islam lainyang bergerak dalam bidang pendidikan mendirikan madrasah dansekolah dengan nama, jenis, dan jenjang yang bermacam-macam,misalnya Mathlaul Anwar di Menes (Banten) mendirikan madrasahIbtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah dan Diniyah. Persatuan Umat Islam (PUI)pada tahun 1927 mendirikan madrasah Diniyah, Tsanawiyah, danmadrasah pertanian. Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) pada tahun1928 mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah, Awaliyah, Tsanawiyah,

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

27 | P a g e

dan Kuliyah Syari‘ah. Sedangkan NU pada tahun 1926 juga mendirikanmadrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Mu‘alimin Wustha dan Mu‘alimin Ulya. DiTapanuli, Medan, al-Washliyah (1930) menyelenggarakan madrasahTajhiziyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Qismul‘ali, dan Tahassus. Selain ituada juga madrasah yang menggunakan nama formal Islam (KuliahMuallimin Islamiyah) didirikan oleh Mahmud Yunus di Padang (1913) danIslamic College didirikan oleh pesantren Muslim Indonesia (Permi) tahun1931.

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tahun 1945,kebutuhan akan tenaga terdidik dan terampil untuk menanganiadministrasi pemerintahan sangat mendesak. Untuk itu pemerintahmemperluas pendidikan model Barat yang dikenal dengan sekolah umum,sedangkan umat Islam santri berkeinginan untuk mempermodernlembaga pendidikan mereka dengan mendirikan madrasah. Madrasahmenganut sistem pendidikan formal (dengan kurikulum nasional,pemberian pelajaran dan ujian yang terjadwal, bangku dan papan tulisseperti umumnya sekolah model Barat).

Penambahan mata pelajaran umum di madrasah ini tidak berjalanseketika, melainkan terjadi secara berangsur-angsur. Pada awalnya,kurikulum madrasah masih 100% berisi pelajaran agama, tetapi sudahmengadopsi sistem pendidikan modern seperti bangku, papan tulis,ulangan, ujian. Penambahan Pengetahuan umum mulai diberlakukansetelah keluarnya Peraturan Menteri Agama Nomor 1/1946, tanggal 19Desember 1946. Dalam peraturan tersebut dijelaskan agarmadrasah jugamengajarkan pengetahuan umum sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlahjam pelajaran yang digelar. Pengetahuan umum dimaksud meliputi;bahasa Indonesia, membaca dan menulis huruf Latin, berhitung (untuktingkat dasar). Ditambah dengan ilmu bumi, sejarah, kesehatan tumbuh-tumbuhan dan alam (untuk tingkat lanjutan). Pada tanggal 5 April 1950,pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 4/1950 (Jo Undang-Undang Nomor 12/1954) tentang Dasar-Dasar Pendidikan danPengajaran di Sekolah.

Dalam undang-undang ini, tujuan pendidikan nasional diarahkanuntuk ―Membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yangdemokratis serta bersusila serta bertanggungjawab tentang kesejahteraanmasyarakat dan tanah air‖ (Pasal 3). Dalam UU ini, belum nampak adanyaperhatian serius pemerintah dalam membina mental spiritual dankeagamaan melalui proses pendidikan. Keberadaan madrasah tidakdisinggung secara khusus, (hanya pada pasal 10 (ayat 2) tentangKewajiban Belajar, yang berbunyi : ―Belajar di sekolah agama yang telahmendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhikewajiban belajar‖).

Jadi Pendidikan madrasah dan pesantren tidak dimasukan sebagaibagian dari sistem pendidikan nasional dan merupakan sistem terpisah dibawah Kementerian Agama. Alasan pemisahan ini menurut Pemerintah(Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) adalah bahwa pada saat itupendidikan madrasahdan pesantren lebih didominasi oleh muatan-

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

28 | P a g e

muatan agama, menggunakan kurikulum yang belum terstandar saat itu,memiliki struktur yang tidak seragam dan pengelolaannya tidak beradadibawah wewenang Pemerintah. Peserta didik madrasah atau pesantrentidak dapat pindah ke sekolah negeri. Orangtua yang ingin mendidikanaknya dalam ilmu agama dan ilmu umum terpaksa harusmenyekolahkan anaknya di dua tempat, sekolah umum dan madrasah.Sikap pemerintah yang diskriminatif ini diperkuat lagi dengan keluarnyaKeputusan Presiden No. 34 tahun 1972 dan Instruksi Presiden No. 15Tahun 1974. Pada saat itu, penduduk beragama Islam menolak kebijakanini karena pendidikan madrasah dan pesantren telah ada sejak zamanpenjajahan. Mendapatkan reaksi masyarakat yang cukup keras tersebut.

SKB Tiga MenteriPemerintah akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan Bersama

(SKB) tiga menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaandan Menteri Dalam Negeri) pada tanggal 24 Maret 1975 Nomor 6/1975dan Nomor 037/U/1975 tentang Peningkatan Mutu Pendidikan padaMadrasah. SKB ini mengakui keberadaan madrasah dan relevansinyadalam sistem pendidikan nasional serta menetapkan bahwa lulusanmadrasah dianggap setara dengan lulusan sekolah umum, dan lulusanmadrasah dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum yang lebihtinggi, dan siswa madrasah boleh pindah ke sekolah umum yang samajenjangnya, pun demikian pula sebaliknya. Dalam SKB disebutkan adatiga tingkatan madrasah dengan komposisi kurikulum 70 persen matapelajaran umum dan 30 persen mata pelajaran agama, yaitu MadrasahIbtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA)yang setara dengan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama(SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Keputusan ini jugamemungkinkan murid madrasah untuk pindah ke sekolah negeri.Integrasi penuh dari pendidikan madrasah ke dalam sistem pendidikannasional telah selesai dengan UU Nomor 2/1989 tentang SistemPendidikan Nasional di mana tujuh mata pelajaran Islam menjadi bagianresmi dari kurikulum madrasah. Sejumlah petunjuk operasionaldikeluarkan setelah undang-undang ini disahkan.

Integrasi pendidikan madrasah ke dalam sistem pendidikannasional ini dioperasionalkan dalam sejumlah Peraturan Pemerintah yangdikeluarkan antara tahun 1990 dan 1993 dan keputusan MenteriPendidikan Nasional dan Menteri Agama. UU No. 20/2003 menetapkanintegrasi madrasah dalam sistem pendidikan nasional di eradesentralisasi.

Madrasah dalam UU Nomor 20/2003

Kehadiran UU Sisdiknas Nomor 20/2003 semakin memperkuatposisi madrasah sebagaimana telah dirintas dalam UU Sisdiknas Nomor2/1989. Di antara indikatornya adalah penyebutan secara eksplisitmadrasah yang selalu bersanding dengan penyebutan sekolah, yang halini tak ditemukan dalam undang-undang sebelumnya. Beberapa pasalberikut akan menunjukkan hal dimaksud:

Pasal 17 ayat 2 : Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar(SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

29 | P a g e

sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan MadrasahTsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.

Pasal 18 ayat 3 : Pendidikan menengah berbentuk SekolahMenengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah MenengahKejuruan (SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuklain yang sederajat.

Di samping itu, undang-undang pendidikan yang baru jugamengakomodasi pendirian madrasah ―baru‖ yang dalam undang-undangsebelumnya tidak dikenal, yaitu Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).Keberadaan MAK ini menunjukkan kesungguhan pemerintah untuk―benar-benar‖ menyetarakan madrasah dan sekolah. Dengan demikian,jika di sekolah menengah ada SMK, maka di madrasahpun sama, adaMAK. Kesungguhan tersebut masih harus diuji dalam realisasi dilapangan karena sampai saat ini—setelah 4 tahun undang-undangnyadisahkan—Madrasah Aliyah Kejuruan masih belum kelihatan.

Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK)

Sejak SKB 3 Menteri 1975 dikeluarkan dan diteruskan dengan SKB2 Menteri tahun 1984, sebenarnya secara formal madrasah sudahmenjadi sekolah umum yang menjadikan pendidikan agama sebagai cirikelembagaannya. Ada dilema bagi madrasah sejak saat itu. Satu sisikuantitas dan kualitas materi pengetahuan umum bagi siswa madrasahmengalami peningkatan, tapi di sisi lain penguasaan murid terhadap ilmuagama menjadi serba tanggung. Penguasaan siswa terhadap ilmu-ilmukeislaman, seperti Fiqih, hadis, Bahasa Arab, dan lain-lain kurang begitumendalam.

Menyadari akan hal tersebut, pemerintah berusaha mengadakanterobosan-terobosan untuk mengembalikan fungsi madrasah sebagaitempat mencetak para pemimpin agama. Usaha yang dilakukan tersebutkemudian terealisasi dengan didirikannya Madrasah Aliyah yang bersifatkhusus yang kemudian dikenal dengan MAPK (Madrasah Aliyah ProgramKhusus). Kelahiran MAPK ini didasari Keputusan Menteri Agama No. 73tahun 1987, pada masa Munawir Sjadzali, MA menjabat menteri diDepartemen Agama. Pusat Penelitian dan Pengembangan PendidikanAgama Badan Litbang Agama Depag bekerjasama dengan Dirjen BinbagaIslam melakukan studi kelayakan terhadap madrasah-madrasah yang adadi Indonesia. Dari penelitian tersebut pada tahap awal (1987-198)ditunjuklah lima Madrasah Aliyah Negeri sebagai pelaksana programMAPK, yaitu: MAN Padang Panjang Sumatera Barat, MAN Ciamis JawaBarat, MAN Yogyakarta, MAN Ujung Pandang, dan MAN Jember JawaTimur. Tahap berikutnya, tahun 1990/1991, ditunjuk lagi 5 MAN sebagaipenyelenggara yaitu; MAN Banda Aceh, MAN Lampung, MAN Solo, MANBanjarmasin, dan MAN Mataram.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

30 | P a g e

7. Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah

Bagian Kesatu PendirianPendirian Pendidikan Madrasah di selenggarakan oleh pemerintah

(ditetapkan oleh menteri) atau masyarakat (dilakukan oleh kepala kantorwilayah atas nama menteri dalam bentuk pemberian ijin opersional yangdiberikan berdasarkan pada kelayakan pendirian yang meliputi aspekkebutuhan masyarakat) Pendirian madrasah yang diselenggarakan olehmasyarakat wajib memenuhi persyaratan administratif, persyaratanteknis,dan persyaratan kelayakan pendirian madrasah. Petunjuk TeknisPendirian Madrasah yang diselenggarakan oleh Masyarakat ini diperlukanuntuk memberikan pengaturan lebih detail tentang ketentuan,persyaratan, dan prosedur pendirian madrasah yang diatur setingkatPeraturan Menteri Agama.

Adapun kebijakan dan peraturan tentang persyaratan dan prosedurpendirian madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat perlu diatursecara lebih baik dengan menekankan pada aspek kualitas pemenuhanStandar Pelayanan Minimal. Dalam konteks ini, petunjuk teknis yangmemuat persyaratan, prosedur, dan dokumen standar terkaitpermohonan izin pendirian madrasah yang diselenggarakan olehmasyarakat ini diperlukan sebagai pedoman bagi para pemangkukepentingan pendidikan madrasah dalam rangka mewujudkan madrasahyang lebih baik.

Bagian KeduaPersyaratan Madrasah juga menselaraskan dengan tujuan

pendidikan nasional yang menjadi agenda dan prioritas pemerintah dalamupaya membangun Indonesia yang "sejahtera, demokratis, danberkeadilan" sesuai dengan visi RPJPN 2005-2025 yang memfokuskanpada program pembangunan SDM bangsa Indonesia dalam bidangpengembangan kemampuan ilmu dan teknologi dalam mencapai targetpembangunan nasional. Hal ini sejalan dengan komitmen global melaluiUNESCO dalam upaya peningkatan pemerataan akses pendidikan yangbermutu melalui program "Pendidikan untuk Semua" (Education for All).

Dalam upaya meningkatkan akses pendidikan madrasah yangbermutu, maka perlu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Atasdasar pemikiran tersebut, kebijakan dan peraturan tentang persyaratandan prosedur pendirian madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakatperlu diatur secara lebih baik dengan mengedepankan pada aspekkualitas pemenuhan SPM. Pendidikan madrasah diselenggarakan olehmasyarakat harus memenuhi persyaratan administrasi: a. berbadanhukum, b. struktur organisasi, AD/ART dan pengurus c. Rekomendasikemenag d. Memiliki kesanggupan membiayai minamal 1 tahun kedepan.

Bagian Ketiga Penamaan MadrasahDi Indonesia, penamaan lembaga pendidikan pada umumnya

merupakan pinjaman dari bahasa Barat, seperti Universitas dariUniversity, sekolah dari school, akademi dari academi, dan lain-lain. Akantetapi, tidak demikian halnya dengan madrasah. Penerjemahan kata

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

31 | P a g e

madrasah ke dalam bahasa Indonesia dengan mengaitkan pada bahasaBarat dianggap tidak tepat.

Di Indonesia, madrasah tetap dipakai dengan kata aslinya"madrasah", kendatipun pengertiannya tidak lagi persis dengan apa yangdipahami pada masa klasik, yaitu lembaga pendidikan tinggi, karenabergeser menjadi lembaga pendidikan tingkat dasar sampai menengahMadrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, madrasah Aliyah. Pergeseranmakna dari lembaga pendidikan tinggi menjadi lembaga pendidikantingkat dasar dan menengah itu, tidak saja terjadi di Indonesia, tetapijuga di Timur Tengah sendiri.

Bagian Keempat Bentuk dan Jenjang PendidikanPengertian Penyelenggara Pendidikan Madrasah adalah kegiatan

pelaksana komponen sistem pendidikan pada bentuk pendidikanmadrasah agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai tujuanpendidikan nasional Madrasah adalah pendidikan formal dalam binaankementerian agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dankejuruan dengan kekhasan agama Islam yang mencakup RA, MI, MTs,MA, dan MAK .Jenjang dan Bentuk Pendidikan Madrasah. PendidikanAnak Usia dini (bentuknya RA). Pendidikan Dasar (bentuknya MI danMTs), Pendidikan Menengan (bentuknya MA dan MAK).

Bagian Kelima Peserta DidikPelayanan siswa, mulai dari peneriman siswa baru,

pengembangan/pembinaan/ pembimbingan, penempatan untukmelanjutkan madrasah atau untuk memasuki dunia kerja, hingga sampaipada pengurusan alumni, sebenarnya dari dahulu memang sudah didesentralisasikan. Karena itu, yang diperlukan adalah peningkatanintensitas dan ekstensitasnya.

Bagian Keenam KurikulumUntuk menciptakan pendidikan yang berkualitas, maka seluruh

komponen-komponen pendidikan mestilah berkualitas. Diantarakomponen yang sangat penting untuk menuju pendidikan yangberkualitas itu adalah adanya kurikulum madrasah yang dibuat olehmadrasah sebagai sebuah pedoman dan arah dalam menciptakan prosespendidikan yang berkualitas. Kurikulum menurut akar katanya (curri danculum) diterjemahkan para ahli sebagai jalan yang mesti dilalui,

Kurikulum adalah gambaran umum (miniature) dari prosespendidikan yang akan dilalui, 3) tanpa ada kurikulum mustahil terciptahasil pembelajaran yang berkualitas. Dengan demikian setiap lembagapendidikan mesti membuat kurikulum sebagai sebuah jembatanpenyeberangan menuju hasil pendidikan yang berkualitas. Selama inikurikulum Madrasah dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah kurikulumstandar yang berlaku secara nasional, sementara kondisi madrasah padaumumnya sangat beragam maka dalam implementasinya, madrasahdapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi)kurikulum tersebut, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yangberlaku secara nasional. Madrasah dibolehkan memperdalam kurikulum,

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

32 | P a g e

artinya, apa yang diajarkan boleh dipertajam dengan aplikasi yangbervariasi.

Madrasah juga dibolehkan memperkaya apa yang diajarkan,artinya apa yang diajarkan boleh diperluas dari yang harus, danseharusnya, dan yang dapat diajarkan. Demikian juga, madrasahdibolehkan memodifikasi kurikulum, artinya apa yang diajarkan bolehdikembangkan agar lebih kontekstual dan selaras dengan karakteristikpeserta didik. Selain itu, madrasah juga diberi kebebasan untukmengembangkan kurikulum muatan lokal.

Bagian Ketujuh Guru:Guru madrasah harus memiliki kualifikasi umum, kualifikasi

akademis dan kompetensi sesuai ketentuan yang berlaku Guru madrasahyang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat oleh penyelenggaramadrasah Guru madrasah yang diangkat oleh pemerintah dapatditugaskan di Madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Bagian KedelapanTenaga Kependidikan meliputi: Pempinan madrasah Tenaga

perpustakaan Tenaga Laboratorium Tenaga Administrasi TenagaBimbingan dan konseling Tenaga Kebersihan Tenaga keamanan. Perananmadrasah dalam proses pembelajaran antara lain: 1) memberikankecerdasan pikiran dan memberi pengetahuan, 2) memberikanspesialisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran, 3) memberikanpendidikan dan pengajaran yang lebih efisien kepada masyarakat, 4)membantu perkembangan individu menjadi makhluk social, 5) menjaganilai budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikankebudayaan tadi, dan 6) melatih untuk dapat berdiri sendiri danbertanggung jawab sebelum ke masyarakat.Proses belajar merupakankegiatan utama madrasah.

Madrasah diberi kebebasan memilih strategi, metode dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengankarakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumberdayayang tersedia di madrasah. Secara umum, strategi/metode/teknikpembelajaran dan pengajaran yang berpusat pada siwa (student centered)lebih mampu memberdayakan pembelajaran yang menekankan padakeaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru.

Oleh karena itu kepala madrasah perlu menerapkan cara-carabelajar siswa aktif seperti active learning, cooperative learning, danquantum learning perlu diterapkan. Reformasi dalam pengelolaanpendidikan mengarah kepada terciptanya kondisi yang desentralistis baikpada tatanan birokrasi maupun pengelolaan madrasah. Reformasi ini,terwujudkan dalam bentuk kewenangan luas di tingkat Kab/Kota,madrasah dalam mengelola berbagai sumber, termasuk di dalamnyaketenaganaan. Kepala Madrasah perlu melakukan pengelolaanketenagaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanan, rekrutmen,pengembangan, hadiah dan sangsi (reward and punishment), hubungankerja, sampai evaluasi kinerja tenaga kerja madrasah (guru, tenaga

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

33 | P a g e

administrasi, laporan, dsb) dapat dilakukan oleh madrasah kecuali yangmenyangkut pengupahan/imbalan jasa dan rekrutmen guru, yang sampaisaat ini masih ditangani oleh birokrasi diatasnya.

Bagian Kesembilan Sarana dan PrasaranaPengelolaan fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh madrasah,

mulai dari pengadan, pemeliharaan dan perbaikan, hingga sampaipengembangan. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolah yangpaling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian,maupun kemutakhirannya, terutama fasilitas yang sangat erat kaitannyasecara langsung dengan proses belajar mengajar.

Bagian Kesepuluh PengelolaanPada dasarnya sekolah umum yang pada umumnya berstatus

negeri dan dengan statusnya itu seluruh pembiayaan, ketenagaan, semuakebutuhan fasilitas tercukupi oleh pemerintah dibandingkan denganprestasi madrasah yang pada umumnya berstatus swasta dan tidakmemperoleh fasilitas sebagaimana yang diterima oleh sekolah umum padaumumnya. Minimnya fasilitas yang diberikan pada madrasah jikadibandingkan dengan sekolah umum, membuat kepala sekolah perlumelakukan strategi dan usaha pengelolaan yang dapat memenuhikebutuhannya. Pengelolaan Pengelolaan madrasah yang diselenggarakanoleh masyarakat dilakukan oleh lembaga / organisasi penyelenggarapendidikan yang berbadan hukum Pembinaan pengelola madrasah yangdiselenggarakan oleh pemerintah dan oleh masyarakat dilakukan olehmenteri. Kepala madrasah adalah penanggung jawab pengelolaanpendidikan di madrasah.

Bagian Kesebelas Kelompok Kerja MadrasahKelompok Kerja Madrasah (KKM) Forum kepala madrasah yang

ditetapkan oleh kepala kantor Kementerian Agama yang bertujuan untukmengembangkan mutu madrasah dikabupaten/kota Peran KKM 1.Meningkat profesionalitas kepala madrasah 2. mengsinergikan danmengkordinasikan program peningkatan mutu madrasah.

Bagian Keduabelas Akreditasi MadrasahAkreditasi merupakan salah satu program atau kebijakan yang

digunakan sebagai strategi penjaminan dan pengendalian mutupendidikan nasional. Akreditasi juga merupakan sebuah "mantra" baruyang digunakan sebagai salah satu instrumen penilaian kelayakan satuanpendidikan dalam menyelenggarakan pendidikan dengan mengacu pada 8(delapan) SNP, yaitu (i) standar isi, (ii) standar kompetensi lulusan, (iii)standar proses, (iv) standar pendidik dan tenaga kependidikan, (v) standarsarana dan prasarana, (vi) standar pengelolaan, (vii) standar penilaian,dan (viii) standar pembiayaan.

Bagian Ketigabelas Perencanaan dan KurikulumMadrasah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan

sesuai dengan kebutuhannya (school-based plan). Kebutuhan yangdimaksud misalnya, kebutuhan untuk meningkatkan mutu madrasah.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

34 | P a g e

Menurut Nahwawi sebagaimana yang dikutip Ahmad Sabri rencana yangperlu disusun oleh oleh madrasah dalam konteks pendidikan meliputi: Perumusan tujuan yang hendak dicapai; Penentuan bidang/fungsi unit sebagai bagian yang akan

melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan; Menetapkan jangka waktu yang diperlukan; Menetapkan metode atau cara penyampaian tujuan; Menetapkan alat-alat yang dapat dipergunakan untuk

meningkatkan efisiensi pencapaian tujuan; Merumuskan rencana evaluasi atau penilaian untuk mengukur

tingkat pencapaian tujuan; dan menetapkan jumlah dan sumber dana yang diperlukan.

Bagian Keempatbelas Penilaian Hasil BelajarSecara internal evaluasi dilakukan oleh warga madrasah untuk

memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering disebutevaluasi diri. Evaluasi diri harus jujur dan transparan agar benar-benardapat mengungkap informasi yang sebenarnya. Kepala Madrasah harusmelakukan analisis kebutuhan mutu dan berdasarkan hasil analisiskebutuhan mutu inilah kemudian Kepala Madrasah membuat rencanapeningkatan mutu. Selain itu madrasah juga diberi wewenang untukmelakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal.Evaluasi pembelajaran diarahkan pada komponen sistem pembelajaranyang mencakup prilaku awal anak didik, kemampuan guru, kurikulumdan administratif.

Bagian Kelimabelas IjazahIjazah surat tanda tamat belajar adalah sebuah surat yang

menyetakan seseorang telah menyelesaikan mulai PAUD,TK/RA/MI/MTs,MA dan lembaga pendidikan setara merupakan buktitertulis bahwa seseorang telah menyelesaikan pendidikannya dandianggap memahami ilmu-ilmu yang diajarkan.

Bagian Keenambelas Pengembangan.Pengembangan madrasah antara lain: ketersediaan tenaga

pendidikan yang professional, kelengkapan sarana dan prasarana, perluditangani dengan sistem manajemen profesional yang modern, transparandan demokratis, dan adanya kurikulum yang sesuai dengan kebutuhanmasyarakat dan tantangan dunia modern. Selain itu madrasah juga perlumemberikan perhatian untuk senantiasa meningkatkan kualitas,mengembangkan inovasi dan kreatifitas, membangun jaringan kerjasama(networking), dan memahami karakteristik pelaksanaan otonomi daerah.

Pada ahirnya, pengembangan Madrasah akan sangat ditentukanoleh keberhasilan peserta didik (output dan outcome) yang memilikiprestasi yang membanggakan. Dalam konteks keberhasilan madrasah,maka keberhasilan tersebut tidak saja diukur dari nilai akademik yangtinggi (NEM), tetapi juga harus dilihat dari perilaku yang Islami (akhlaqulkarimah). Ditambah teori tulang ikan tentang madrasah bahwa untukmenuju madrasah ideal di butuhkan beberapa tinjauan elemen, antara

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

35 | P a g e

lain: Tenaga Profesional (dedikasi, jujur, tekun, disiplin, ulet, hiduplayak). Menghimpun potensi Masyarakat (kolaboratif sesuai dengankebutuhan riil masyarakat) menuju sekolah berbasis masyarakat.Prospektif (menjanjikan).

Bagian Ketujuhbelas PembiayaanPembiayaan Pembiayaan Madrasah bersumber Pemerintah

Pemerintah daerah Penyelenggara madrasah Masyarakat dan atauSumber lain yang sah. pembiayaan Pembiayaan madrasah terdiri dari: Biaya investasi (sarpras, pengembangan SDM dan modal kerja

tetap); Biaya operasional (gaji, bahan peralatan habis pakai, biaya operasi

tak langsung); Biaya Personal (biaya yang harus dikeluarkan oleh peserta didik

utk dapat mengikuti proses pembelajaran secara teratur danberkelanjutan). Madrasah berhak menerima bantuan biaya operasidari pemerintah sesuai aturan perundangna yang berlaku.

Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian/penggunaan uangsudah sepantasnya dilakukan oleh Kepala Madrasah secara transparandan bertanggungjawab. Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwamadrasahlah yang paling memahami kebutuhannya sehinggadesentralisasi pengalokasian/penggunaan uang sudah seharusnyadilimpahkan ke madrasah. Madrasah juga harus diberi kebebasan untukmelakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan, sehinggasumber keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah.

8. Kondisi Umum Pendidikan di Provinsi NTB dari IndeksPembangunan Manusia (IPM)

IPM merupakan indeks yang mengukur pencapaian keseluruhanperkembangan pembangunan non fisik suatu daerah dalam jangkapanjang yang direpresentasikan oleh tiga dimensi, yakni umur panjangdan sehat, pengetahuan, dan kualitas hidup yang layak. Untuk melihatkemajuan pembangunan manusia, terdapat dua aspek yang perludiperhatikan yaitu kecepatan dan status pencapaiannya. IPM digunakanuntuk mengklasifikasi apakah sebuah negara tergolong negara maju,negara berkembang atau negara terbelakang dan juga digunakan untukmengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitashidup. Pengukuran IPM memberikan manfaat diantaranya adalah: 1)merupakan 46 indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalamupaya membangun kualitas hidup manusia; 2) menentukan peringkatatau level pembangunan suatu wilayah/negara; dan 3) digunakan sebagaisalah satu dasar penentuan Dana Alokasi Umum (DAU).

Sejak tahun 2013 hingga tahun 2016, IPM NTB bertahan padaposisi 30 nasional dari 34 provinsi. Namun IPM Provinsi NTB terusmeningkat, pada tahun 2013 IPM Provinsi NTB 63,79 dan pada tahun2016 mengalami peningkatan menjadi 65,81. Tahun 2017, NTB berhasilkeluar dari posisi tersebut, naik peringkat ke posisi 29 nasional berada di

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

36 | P a g e

atas Kalimantan Barat, NTT, Sulawesi Barat, Papua Barat dan Papua.Meskipun naik satu tingkat, mengalahkan Sulawesi Barat dan Gorontalountuk laju pertumbuhan IPMnya, NTB tercatat sebagai provinsi denganpertumbuhan IPM tercepat ketiga nasional, setelah Papua dan PapuaBarat.

IPM NTB meningkat dari 65,81 pada tahun 2016 menjadi 66,58tahun 2017. Meski begitu, IPM NTB masih berada pada kategori IPMsedang, dengan laju pertumbuhan mencapai 1,17 persen. Jikadibandingkan dengan IPM Nasional, level IPM Provinsi NTB memangmasih berada di bawah Nasional. namun jika dilihat dari rata-ratapertumbuhan IPM, NTB termasuk yang paling progresif selama periodetahun 2010 – 2017 dengan rata-rata pertumbuhan 1,22 persen per tahunatau berada di urutan ketiga tercepat secara nasional, sehingga NTB jugamenjadi salah satu provinsi yang berstatus top movers atau percepatanIPM yang sangat baik.

Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah provinsi dengan pertumbuhanIPM tertinggi dengan 5,72% atau meningkat sebesar 3.60 poin, diikutioleh Provinsi Jawa Timur dengan 5,29% atau meningkat 3.53 poin danperingkat ketiga diikuti oleh Provinsi Lampung dengan pertumbuhan5.21% dengan peningkatan 3.38 poin.

Nilai IPM Provinsi NTB menempati peringkat ke-29 nasional, IPMProvinsi NTB lebih tinggi dari Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat,Provinsi NTT, Provinsi Sulawesi Barat dan Provinsi Kalimantan Barat. Halini merupakan salah satu permasalahan yang harus mendapatkanperhatian serius, meskipun secara pertumbuhan menunjukan kondisiyang sangat baik. Seluruh komponen pembentuk IPM mengalamipeningkatan di tahun 2017, sebagai berikut:

1. Angka Harapan Hidup (AHH) meningkat menjadi 65,55 tahun padatahun 2017, meningkat 0,07 tahun (0,84 bulan) dibandingkantahun 2016 sebesar 65,48 tahun.

2. Harapan Lama Sekolah (HLS) meningkat menjadi selama 13,46tahun di tahun 2017, dengan penambahan sebanyak 0,3 tahundibandingkan pada 2016 yaitu sebesar 13,16 tahun.

3. Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Penduduk usia 25 tahun ke atasmenempuh pendidikan selama 6,90 tahun (setara kelas VII SLTP)di tahun 2017, meningkat 0,11 tahun dibandingkan tahun 2016selama 6,79 tahun.

4. Pengeluaran per kapita masyarakat yang disesuaikan telahmencapai Rp.9.877.000 pada tahun 2017, meningkat sebesarRp.302.000 dibandingkan tahun 2016 sebesar Rp.9.575.000. a.Harapan Lama Sekolah (Tahun) b. Rata-Rata Lama Sekolah(Tahun).

9. Data Kuantitatif Madrasah

Jumlah MadrasahUntuk mengetahui jumlah lembaga madrasah di Indonesia saat ini

berikut disajikan Jumlah dan Persentasi Madrasah berdasarkan jenis

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

37 | P a g e

lembaga. Berdasarkan data, bahwa sebagian besar lembaga madrasahberstatus swasta. Data Emis dari Kementerian Agama 2015 jugamenungkapkan, bila dilihat secara keseluruhan mulai dari jenjang RA,MI, MTs, dan MA maka sebaran madrasah terbanyak di Provinsi JawaTimur yang mencapai 19.137 lembaga. Kemudian disusul di ProvinsiJawa Barat sebanyak 13.938 lembaga. Berikutnya Provinsi Jawa Tengah10.727 lembaga, Sumatera Utara 4.110 lembaga, Banten 3.656 lembaga,NTB 2.590 lembaga, Sulawesi Selatan 2.463 lembaga, dan Lampung 2.308lembaga.

Berikut ini jumlah madrasah per jenjang berdasarkan Kabupaten diProvinsi NTB Tahun 2020:

Jumlah Pondok Pesantren di Provinsi NTBNo Kabupaten Peantren Satuan

PendidikanPenyelenggaraSatuan Pend.

Mukim TidakMukim

1 LombokBarat

98 4 94 21.577 13.693

2 LombokTengah

230 1 229 56.566 24.894

3 LombokTimur

188 1 187 39.730 59.077

4 Sumbawa 15 1 14 2.805 9395 Dompu 48 4 44 5.146 3.6446 Bima 41 1 40 3.483 5,0907 Sumbawa

Barat8 0 8 975 619

8 LombokUtara

22 1 21 3.566 2.394

9 KotaMataram

20 0 20 14.341 10.694

10 Kota Bima 14 0 14 2.561 1.917

Jumlah Madrasah Aliyah Negeri di Provinsi NTBNO

NAMA LAMA NAMA BARU ALAMAT KONTAK

1 MAN Gerung MAN LombokBarat

Jl. Imam Bonjol No. 36,Gerung Utara, Gerung,Kab. Lombok Barat83363

(0370) 6861935

2 MAN 1 Praya MAN 1LombokTengah

Jl. Pejanggik No. 5,Praya Tengah, Kab.Lombok Tengah 83518

www.man1lomboktengah.sch.id(0370) 654154

3 MAN 2 Praya MAN 2LombokTengah

Desa Jelantik JalanRaya Praya - Mataram,Lombok Tengah, 83561

(0370) 6604755

4 MAN Sengkol MAN 3LombokTengah

Jl. Anyar Desa Sengkol,Pujut, Lombok Tengah

(0370) 6610333

5 MAN Selong MAN 1 Jl. Hasanuddin No. 02 (0376) 2921481

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

38 | P a g e

Lombok Timur Selong, Lombok Timur6 MAN

WanasabaMAN 2Lombok Timur

Beririjarak, Wanasaba,Lombok Timur

087863336095

7 MAN ICLombok Timur

MAN ICLombok Timur

Jl. Soekarno HattaSuangi Sakra, LombokTimur

www.maniclotim.sch.id 44

8 MAN 1Sumbawa

MAN 1Sumbawa

Jl. Kepiting GangSantino 33, Sumbawa

(0371) [email protected]

9 MAN 2Sumbawa

MAN 2Sumbawa

Jl. Pendidikan No. I/5Moyo Hilir, Sumbawa

(0370) [email protected]

10

MAN 3Sumbawa

MAN 3Sumbawa

Jl. Merdeka Empang,Sumbawa

(0371) [email protected]

11

MAN Kandai II MAN Dompu Jl. Imam Bonjol No. 40,Woja, Dompu

(0373) 21546

12

MAN 3 Bima MAN 1 Bima Jl. Kesehatan No. 02,Bolo, Bima

(0374) [email protected]

13

MAN Sape MAN 2 Bima Jl. Soekarno HattaBugis, Sape, Bima

-

14

MAN Taliwang MANSumbawaBarat

Jl. Ponpes No. 28Taliwang, SumbawaBarat

0819-1590-5220

15

MAN 1Mataram

MAN 1Mataram

Jl. Pendidikan No. 31Mataram

(0370) 621364

16

MAN 2Mataram

MAN 2Mataram

Jl. Pendidikan No. 25Mataram

man2mataram.sch.id (0370) [email protected]

17

MAN 1 KotaBima

MAN 1 KotaBima

Jl. Seruni No. 06 Saleko,Bima

(0374) [email protected]

18

MAN 2 KotaBima

MAN 2 KotaBima

Jl. Wolter Monginsidi No.2, Bima

www.man2bima.sch.id (0374) [email protected]

Jumlah dan Nama Madrasah Negeri di lingkungan Kantor WilayahKementerian Agama Provinsi NTB diuraikan sebagai berikut:1. Kantor Kementerian Agama Kota Mataram

a. MIN Puniab. MIN Karang Kemong Cakra Baratc. MTsN 1 Mataramd. MTsN 2 Matarame. MTsN 3 Mataramf. MAN 1 Mataramg. MAN 2 Mataram

2. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lombok Barata. MIN Duman

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

39 | P a g e

b. MIN Seselac. MTsN Model Kuripand. MAN Gerung

3. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lombok Tengaha. MIN Sanggengb. MIN Jelantikc. MIN Tanak Beakd. MIN Lenenge. MTsN Model Prayaf. MTsN Jonggatg. MTsN Kuteh. MTsN Kelebuhi. MTsN Janapriaj. MAN 1 Prayak. MAN 2 Prayal. MAN Sengkol

4. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lombok Timura. MIN Gunung Rajakb. MTsN Model Selongc. MTsN Masbagikd. MTsN Wanasabae. MAN Selongf. MAN Wanasaba

5. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sumbawaa. MIN Moyo Hilirb. MIN Empangc. MIN Bagelokad. MIN Sejarie. MTsN Sumbawaf. MTsN Alasg. MTsN Empang

6. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kabupaten Sumbawa Barata. MIN Lamungab. MTsN Taliwangc. MAN Taliwang

7. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Dompua. MIN Dompub. MTsN Kandai II Dompuc. MTsN Pajod. MAN Kandai II

8. Kantor Kementerian Agama Kabupaten Bimaa. MIN Paradob. MIN Samilic. MIN Sila Bolod. MIN Sumi Ratoe. MIN Ngalif. MIN Radeg. MIN Rabah. Min Nunggii. MTsN Wawoj. MTsN Karumbu

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

40 | P a g e

k. MTsN Sapel. MAN Sapem. MAN 3 Bima

9. Kantor Kementerian Agama Kota Bimaa. MIN Tolobalib. MTsN 1 Kota Bimac. MTsN Raba Kota Bimad. MAN 1 Kota Bimae. MAN 2 Kota Bima

B. Jati Diri Pesantren

1). Subkultur Pesantren

Kemajuan dan dinamisasi Islam dapat dimulai dari pesantren yangmemiliki kekuatan, kematangan dan watak progresif untuk selalu majusekaligus selektif mempertahankan nilai-nilai moralitas didalamnya.Kondisi tersebut merupakan bentuk dari sikap hati-hati kalanganpesantren dalam merespon perkembangan dan dinamika perubahanzaman. Pesantren sebagai subkultur dalam pandangan Gus Dur, berawalketika Islam melembaga dalam institusi pendidikan yang dapatmengakulturasi budaya lokal dan kemudian melahirkan ekses budayayang berorientasi pada transformasi cultural. Pesantren tidak hanyaberkutat pada persoalan ajaran moral (moral value‟s), namun berkaitandengan penjagaan keseimbangan transformasi sosial budayakemasyarakatan.

Tantangan yang dihadapi pesantren tidak hanya datang dariinternal umat Islam,akan tetapi yang terberat adalah menghadapitentangan eksternal, berupa arus global yang melahirkan berbagaikonsekuensi yakni salah satunya berupa daya saing. Untuk menghadapiragam tantangan tersebut, pesantren harus melakukan pembenahan danmenjadi filter bagi dampak globalisasi dengan tetap berpegang padajatidiri pesantren sebagai lembaga tafaqqah fi al-din.

Kendati sebagai lembaga tafaqqah fi al-din pesantren dituntutuntuk melakukan terobosan metodologi, sehingga kesan dariketertinggalan dan segala keterbatasan dapat diatasi. Pesantrendiharapkan dapat mencai solusi yang tepat, sistimatis dan berjangkauanluas kedepan untuk mencapai keseimbangan antara kecenderungannormatif kaum muslim dan kebebasan berfikir semua warga masyarakat.Beberapa terobosan ini mendesak untuk segera dilakukan agarpendidikan Islam (Pesantren) dapat berperan dalam proses dinamisasidan transformasi masyarakat dengan tetap mendasarkan pada aspekaspek budaya setempat yang telah menjadi warisan dan tradisi pemikiranmasa lampau (turats qadim) dan tidak serampangan mengadopsi konsepbudaya Barat.Budaya keilmuan pesantren yang menyandarkan padakitab kuning harus tetap dipertahankan dengan juga harus mampu

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

41 | P a g e

menjadi sumber inspirasi untuk merespon modernitas yang terusberkembang.

Prasyarat demikian niscaya untuk dilakukan agar umat Islam tidaktercerabut dari akar kesejarahannya atau tidak kehilangan konsepbudaya masa lampaunya dan tetap memiliki kearifan dalam melihatproses modernisasi pendidikan sebagai proses historis yang utuh, bukansepotong-potong.

Dalam konteks ini pendidikan merupakan sarana strategis untukmeningkatkan kualitas suatu bangsa, karenannya kemajuan suatubangsa dapat diukur dari kemajuan pendidikannya. Kemajuan beberapanegara di dunia ini tidak terlepas dari kemajuan yang di mulai daripendidikannya, pernyataan tersebut juga diyakini oleh bangsa ini. Namunpada kenyataannya, sistem pendidikan Indonesia belum menunjukkankeberhasilan yang diharapkan. Untuk memamjukan bangsa melalui jalurpendidikan harus dilestarikan pendidikan berbasis masyarakat(community based education) sebagaimana dilakukan pesantrenmerupakan pola yang tepat, hanya saja, negara belum memberi perhatiankhusus terhadap lulusan pesantren.

Dinamika pesantren memiliki identitas sendiri, yang dalam istilahGus Dur sebagai subkultur yang mendasarkan pada unsure pokoknya,yakni pola kepmpinan,literature kitab kuning terpelihara dan sistemdidalmnya. Demikian juga semua mata pelajaran yang dipelajari dipesantren bersifat aplikatif (diamalkan sehari-hari). Keberhasilanpesantren dalam melahirkan para pemimpin dan ulama berkualitas tinggidisebabkan karena sistem pendidikan dikembangkan diodalmnyamerupakan bimbingan pribadi yang menerapkan penguasaan kualitatif,bukan kuantitatif an sich.

Tujuan pendidikan pesantren tidak semata-mata untukmemperkaya pikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untukmeningkatkan moral, melatih dan memupuk semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusaan, mengajarkan sikap dan tingkah lakuyang jujur dan bermoral, serta menyiapkan para muris diajar etika agamadiatas etika yang lain. Tujuan pendidikan pesantren bukan sematamengejar kepentingan duniawi, tetapi menanamkan kepada peserta didikbahwa belajar itu merupakan kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan.

Keunikan sistem pendidikan pesantren yang berbasis pada kearifanbudaya masyarakat menjadikan pesantren tetap mampu survive di tenaghsistem pendidikan modern. Dalam konteks community based education,pesantren merupakan model archaic dari sistem pendidikan tradisonalyang dikelola oleh masyarakat secara otonom. Kondisi ini telah menarikperhatian berbagai kalangan untuk melakukan kajian mendalamterhadap sistem pendidikan pesantren. Bahkan beberap praktisipendidikan di Indonesia menyitesakan sistem pendidikan pesantrendengan sistem pendidikan modern untuk menghadirkan wacanapendidikan laternatif. Hal ini dilakukan karena mereka memandang

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

42 | P a g e

adanya beberapa kelebihan-kelebihan pesantren dibanding denganpendidikan modern:1. Sistem pengasramaan (pemondokan) yang memungkinkan Kyai

(pendidik) melakukan tuntunan dan pengawasan kepada santrisecara langsung.

2. Hubungan personal (keakraban) yang terbangun antara santri danKyai memungkinkan proses pendidikan kondusif bagi pemerolehanpendidikan.

3. Kemampuan pesantren mencetak lulusan mandiri.4. Kesederhanaan pola hidup di pesantren.5. Biaya pendidikan yang terjangkau.6. Pesantren mengembangkan tradisi baru tanpa mencerabut akar

kesejarahan dimasa lampau.

Oleh karena itu, menurut Ma‘shum, fungsi pesantren semulamencakup tiga aspek yaitu fungsi religious (diniyah), fungsi sosial(ijtim’iyyah) dan fungsi edukasi (tarbiyah). Ketiga fungsi ini masihberlangsung hingga sekarang. Fungsi lain adalah sebagai lembagapembinaan moral dan cultural. Wahid Zeini menegaskan bahwadisamping lembaga pendidikan, pesantren juga sebagai lembagapembinaan moral dan cultural, baik dikalangan para santri maupundengan masyarakat. Kedudukan membrikan isyarat bahwapenyelenggaraan keadilan sosial melalui pesantren lebih banyakmenggunakan pendekatan kultural. Dengan demikian membuatPesantren selalu menjadi Serbuan bagi orang tua untuk menitipkananaknya untuk dididik dan dikembangkan melalui pesantren sehinggamampu menjadi manusia yang lebih baik sebagaimana yang diharapkan.Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan pesantren merupakan salahsatu sistem pendidikan tertua, namun selalu berinovasi sesuai dengankbutuhan zaman tanpa harus menunggalkan ciri khas pesantren yangsesungguhnya.

Pengertian Santri menurut Rais ‘Aam Pengurus Besar NahdlatulUlama (PBNU), KH Ma‘ruf Amin menjelaskan bahwa santri itu tidak hanyaorang yang berada di pondok pesantren dan bisa mengaji kitab. Namun,santri adalah orang-orang yang ikut kiai dan setuju dengan pemikiranserta turut dalam perjuangan kaum santri. Santri merupakan orangmeneladani para kiai. Santri adalah orang-orang yang ikut kiai, apakahdia belajar di pesantren atau tidak, tapi ikut kegiatan kiai, manut padakiai, itu dianggap sebagai santri walaupun dia tidak bisa baca kitab, tapidia mengikuti perjuangan para santri. Ketua Umum PBNU KH Said AqilSiroj menyatakan bahwa santri adalah umat yang menerima ajaran-ajaran Islam dari para kiai. Para kiai itu belajar Islam dari guru-gurunyayang terhubung sampai Rasulullah SAW. Selain berakhlakul karimah,santri juga menjunjung tinggi budaya. Bahkan, menjadikan budayatersebut sebagai infrastruktur agama (dilansir NU Online, pada Minggu(22/10 2017).

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

43 | P a g e

2). Fungsi Pondok Pesantren Sebagai Lembaga DakwahDiniyah

Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepadajalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dankebahagiaan manusia di duia dan akhirat. Dalam Islam posisi dakwahsangatlah penting karena dakwah merupakan kegiatan yang berpesansecara langsung dalam pembentukan persepsi umat tentang berbagai nilaikehidupan. Menurut Quraish Shihab dakwah dalah seruan atau ajakankepada keinsyarafan atau usaha mengubah situasi kepada situasi yanglebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.Esensi dakwah adalah bagaimana dakwah mampu memberi perubahanterhadap orang lain ke dalam ridha Allah Swt. Dengan indikatormenjalankan segala perintah Allah dan meninggalkan segala apa yangdilarang Allah SWT. Dakwah mengadung pengertian sebagai suatukegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkahlaku dansebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usahamempengaruhi oranglain baik secara individual maupun secara kelompokagar timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap,penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesanyang disampiakan kepadanya tanpa unsur pemaksaan.

Sebagaimana kita ketahui bahwa semenjak berdirinya pesantrenadalahmerupakanpusat penyebaran agama Islam baik dalammasalahaqidah atau syari‘ah di Indonesia.Fungsi pesantren sebagai penyiaranagama (lembaga dakwah) terlihat dari elemen pokok pesantren itu sendiriyakni masjid pesantren, yang dalam operasionalnya juga berfungsisebagai masjid umum, yaitu sebagai tempat belajar agama dan ibadahmasyarakat umum.Masjid pesantren sering dipakai untuikmenyelenggarakan majlis ta‘lim (pengajian) diskusi-diskusi keagamaandan sebagainya oleh masyarakat umum. Dalam hal ini masyarakatsekaligus menjadi jamaah untuk menimba ilmu-ilmu agama dalam setiapkegiatannya mengikuti kegiatan yang diselenggarakan masjidpesantren,ini membuktikan bahwa keberadaan pesantren secara tidak langsungmembawa perbuatan positif terhadap masyarakat, sebab dari kegiatanyang diselenggarakan pesantren baik itu shalat jamaah.Pengajian dabnsebagainya, menjadikan masyarakat dapat mengenal secara lebih dekatajaran-ajaran agama (Islam) untuk selanjutnya mereka pegang danamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

3). Pesantren sebagai potensi Pemberdayaan Masyarakat

Pesantren muncul sebagai sebuah komunitas kehidupanyangmemiliki kemampuan untuk terlibat dalam aktivitas-aktivitas kreatifyang menggunakan pendidikan alternatif yang menggabungkanpendidikan dan pengajaran dengan pembangunan komunitas. Wacanatentang fungsi sosial pesantren diperlukan dengan menimbang ulangperanan dan dinamika pesantren dalam masyarakat indonesia modern,dimana dinamika modernitas mempengaruhi keberadaan pesantren

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

44 | P a g e

secara fundamental sehingga mengakibatkan munculnya problemidentitas kultural pesantren.

Problem ini dapat dianggap sebagai konsekuensi dan implikasi logisketika berhubungan dengan modernitas yang memiliki keharusan yangmempengaruhi secara khusus fungsi sosial dan budaya yang didasariatas kewajiban keagamaan. Akibatnya, modernitas memberi tantangansecara langsung terhadap asumsi tradisional dari dunia pesantren. Sudahsaatnya untuk memikirkan kembali misi otentik dan peranannyaditengah-tengah masyarakat Indonesia. Modernitas sendiri membawaperubahan-perubahan dalam banyak aspek kehidupan, khususnyainstitusi agama seperti pesantren itu sendiri.

Wacana tentang perubahan budaya dan juga perubahan sosialtelah memberi pengaruh semua aspek kehidupan termasuk orientasipendidikan, pendekatan etika-etika sosial, dan sistem nilai pesantren.Pandangan bahwa perubahan sosio-kultural merupakan sebuah prosespembelajaran, kemudian pendidikan agama, khususnya yangdirepresentasikan oleh pesantren, dapat mengambil peran dalamperanan-peranan sosio-kultural.

Atas dasar nilai-nilai keagamaan yang otentik, pesantren tidakhanya melakukan adaptasi internal atas visinya namun jugamempengaruhi perubahan-perubahan sendiri atas nama kehormatanmanusia dan penyembahan kepada Tuhan. Dari sini, eksistensi pesantrendiharapkan dapat menjadi sumber pencerahan kultural bagi masyarakatsekitarnya. motivasi-motivasi agama dari pesantren ini dieksplorasi dalambentuk-bentuk fungsi sosial dan kultural dan konsep sosial. Dengan katalain, praktek-praktek sosial yang ideal terhadap pesantren dianggapsebagai konsekuensi dan hasil dari doktrin dan motif agama Islam.Aktivitas sosial pesantren secara prinsipil bermotifkan keagamaan.Mereka berusaha untuk menjaga pengaruh peranan pesantren dalamkedua aspek sosio-religius dan sosio-kultural. Kedua motif sosial danreligius ini berhubungan dengan etika-etika sosial.

Jarang pondok pesantren yang dapat berkembang dalam waktuyang sangat singkat dan langsung berskala besar, karena setiap tahapandipahami sebagai membutuhkan penjiwaan. Kebesaran pesantren akanterwujud bersamaan dengan meningkatnya kapasitas pengola pesantrendan jangkauan programnya di masyarakat. Karakteristik inilah yangdapat dipakai untuk watak pesantren sebagai lembaga pemberdayaanmasyarakat. Dalam melakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat itupesantren benar-benar mandiri dan lebih selektif pada lembagapenyandang dana dari luar masyarakatnya sendiri.

Inovasi teknis terjadi di banyak masyarakat pesantren, tetapiinovasi sosialnya tidaklah begitu memenuhi harapan. Pengalaman itumenjadi latar belakang kritik atas wacana pengembangan masyarakat dipesantren. Jenis pengembangan masyarakat yang lebih menjadikanmasyarakat pesantren sebagai pasar bagi produk asing menjadi sorotantajam. Konsep pengembangan masyarakat pun diganti dengan

Page 45: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

45 | P a g e

pemberdayaan masyarakat. Dalam konsep ini termuat pendekatan yanglebih memampukan masyarakat, yaitu yang dapat memperbaiki tatausaha, tata kelola dan tata guna sumber daya yang ada masyarakatpesantren.

Sebagai lembaga sosial, pesantren menampung anak dari segalalapisan masyarakat muslim tanpa membedak-bedakan tingkat sosialekonomi orang tuanya. Biaya hidup di pesantren relatif lebih mudahdaripada di luar pesantren, sebab biasanya para santrimencukupikebutuhan hidup sehari-hari dengan jalan patungan ataumasak bersama, bahkan ada diantara mereka yang gratis, terutama bagianak-anak yang kurang mampu atau yatim piatu. Beberapa di antaracalon santri sengaja datang ke pesantren untuk mengabdikan dirinyapada kyai dan pesantren, juga banyak dari para orang tua mengirimkananaknya ke pesantren untuk diasuh, sebab mereka percaya tidakmungkin kyai akan menyesatkannya, bahkan sebaliknya dengan berkahkyai anak akan menjadi orang baik nantinya.

Di samping itu juga banyak anak–anak nakalyang memilikiperilaku menyimpang dikirimkan ke pesantren oleh orang tuanya denganharapan anak tersebut akan sembuh dari kenakalannya. Sebagai lembagasosial, pesantren ditandai dengan adanya kesibukan akan kedatanganpara tamu dari masyarakat, kedatangan mereka adalah untukbersilaturohim, berkonsultasi, minta nasihat doa berobat, dan mintaijazah yaitu semacam jimat untuk menangkal gangguan. Mereka datangdengan membawa berbagai macam masalah kehidupan sepertimenjodohkan anak, kelahiran, sekolah, mencari kerja, mengurusrumahtangga, kematian, warisan, karir, jabatan, maupun masalah yangberkaitan dengan pembangunan masyarakat dan pelayanan kepentinganumum.Dari fungsi sosial itu pesantren nampak sebagai sumber solusi,dan acuan dinamis masyarakat.juga sebagai lembaga inspirato(penggerak) bagi kemajuan pembangunan masyarakat.

4). Pesantren sebagai Lembaga Pendidikan

Ditinjau dari segi historisnya, pesantren merupakan bentuklembaga pribumi tertua di Indonesia. Pesantren sudah dikenal jauhsebelum Indonesia merdeka, bahkan sejak Islam masuk ke Indonesia,pesantren terus berkembang sesuai dengan perkembangan duniapendidikan pada umumnya. Ada dua pendapat mengenai awal berdirinyapondok pesantren diIndonesia. Pendapat pertama menyebutkan bahwapondok pesantren berakar pada tradisi Islam sendiri dan pendapat keduamenyatakan bahwa sistem pendidikan model pesantren adalah asliIndonesia. Pada mulanya pondok pesantren didirikan oleh pada penyebarIslam, sehingga kehadiran pesantren diyakini mengiringi dakwah Islam diIndonesia.

Akar historis keberadaan pesantren di Indonesia dapat dilacak jauhke belakang, yaitu pada masa-masa awal datangnya Islam di bumiNusantara ini dan tidak diragukan lagi pesantren intens terlibat dalamproses Islamisasi tersebut. Sementara proses islamisasi itu, pesantren

Page 46: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

46 | P a g e

dengan canggihnya telah melakukan akomodasi dan transformasi sosio-kultural terhadap pola kehidupan masyarakat setempat. T.S Eliotmengungkapkan: Masa kini dan masa lampau akan muncul di masadepan, dan masa depan terdapat di masa lampau. Ungkapan inisetidaknya dapat disinggungkan pada pendidikan Islam yang secarahistoris berkembang di masyarakat Islam dalam bentuk dualisme sistemyang saling berhubungan: tradisional (klasik) dan sekuler (modern).

Bertrand Russel pernah mengatakan, "Sejauh pendidikandipengaruhi oleh agama, maka pendidikan dipengaruhi oleh agamainstitusional yang memiliki arti politik yang besar". Karena itu, pendidikanagama yang dilakukan pesantren memiliki peran politik yang besar dalammengembangkan teologi multikultural. Meminjam filosofi pendidikan yangtelah diformulasikan Paulo Freire, bahwa pendidikan untuk pembebasanbukanlah untuk penguasaan (dominasi). Pendidikan harus menjadiproses pemerdekaan, bukan penjinakan sosia-budaya (social and culturaldomestication). Pendidikan bertujuan menggarap realitas manusia dankarena itu, secara metodologis bertumpu pada prinsip-prinsip aksi danrefleksi total, yakni prinsip bertindak untuk merubah kenyataan yangmenindas dan pada sisi silmultan lainnya secara terus-menerusmenumbuhkan kesadaran akan realitas dan hasrat untuk merubahkenyataan yang menindas.

Dalam konteks inilah, pendidikan pesantren sebagai mediapembebasan umat dihadapkan pada tantangan bagaimanamengembangkan teologi multikultural sehingga di dalam masyarakatpesantren akan tumbuh pemahaman yang inklusif untuk harmonisasiagama-agama, budaya dan etnik di tengah kehidupan masyarakat.Tertananmnya kesadaran multikultural dan pluralitas kepadamasyarakat, akan menghasilkan corak paradigma beragama yang haniefdan toleran. Ini semua harus dikerjakan pada level bagaimana membawapendidikan pesantren ke dalam paradigma yang toleran dan humanis.Sistem pendidikan pesantren memang menunjukkan sifat dan bentukyang lain dari pola pendidikan nasional. Sebagai lembaga pendidikan,pesantren memiliki unsur utama yang berbasiskan pada subyek manusiayakni kiai dan santri.

Hubungan relasional antara keduanya inilah melahirkan suatubentuk-bentuk komunikasi edukatif dalam proses pembelajaran dipesantren Kiai adalah seorang pengajar pendidik, pengelola, guru (ustadz)sekaligus pemangku pesantren, dan santri sebagai siswa yang belajarkepada sang kiai untuk mendapatkan ilmu. Pada tingkat tertentu,khususnya pesantren salaf masih nampak jelas dalam memposisikansantri sebagai obyek didik yang dapat dibentuk sedemikian rupa. Jikadipandang dari sudut kurikulumnya, apa yang dipelajarinya dalampesantren sebagai lembaga pendidikan, dapat dikelompokkan menjadi tigabidang yaitu, pertama, bidang teknis seperti ilmu falaq, ilmu fiqh, ilmutafsir, ilmu musthalah hadits, Kedua, bidang hafalan seperti pelajaran al-Qur‟an, ilmu bahasa Arab.Ketiga, bidang ilmu yang bersifat membangunemosi keagamaan, seperti aqidah, tasawuf dan akhlak. Potensi pengembangan masyarakat dan potensi pendidikan merupakan potensi yang sangat

Page 47: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

47 | P a g e

besar pengaruhnya teradap keberhasilan pesantren dalam bidang sosial.Ungkapan diatas sesuai dengan Firman Allah SWT. Dalam Al-Qur‟ansurat Ar-Ra‟du ayat 11.

Sistem pendidikan di pesantren mengadopsi nilai-nilai yangberkembang di masyarakat. Beberapa aspek penunjang kehidupanpesantren dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:1. Warga pesantren Yang termasuk dalam warga pesantren adalah kyai

(ajengan, nun, atau bendara) yang menjadi pengasuh, para guru(ustadz, bentuk ganda asatidz) dan para santri. Kepengurusanpesantren adakalanya berbentuk sederhana. Dimana kyai memegangpimpinan mutlak dalam segala hal. Sedangkan kepemimpnanya ituseringkali diwakilkan kepada seorang ustadz senior selaku lurahpondok. Seorang kyai dan para pembantunya, merupakan hirarkikekuasaan satu-satunya yang secara eksplisit diakui di dalampesantren. Demikian besar kekuasaan seorang kyai atas santrinya,sehingga seorang santri untuk seumur hidupnya akan senantiasamerasa terikat dengan kyainya, minimal sebagai sumber inspirasi dansebagai penunjang moril dalam kehidupanya.Adapun kedudukan ustadz memiliki dua fungsi pokok : sebagailatihan penumbuhan kemampuanya untuk menjadi kyai dikemudianhari, dan sebagai pembantu kyai dalam mendidik para santri. Danyang dimaksud dengan santri adalah siswa yang tinggal di pesantren,guna menyerahkan diri. Ini merupakan persyaratan mutlak untukmemungkinkan dirinya menjadi anak didik kyai sepenuhnya.

2. Warga masyarakat luar:Sedangkan yang dimaksud masyarakat luar adalah sebuah kelompokmasyarakat yang dinamai “golongan santri” (dikenal juga dengansebutan “masyarakat kaum”, sedangkan daerah tempat tinggalmereka biasa disebut ‘kauman”). Golongan masyarakat kauman inilahyang ikut memelihara pesantren dengan memberikan dukunganmeteril dan menyediakan calon santri yang akan belajar di pesantren.Selain golongan masyarakat kauman, pesantren juga berhasilmenciptakan “santri kota”. Yaitu santri yang pada umumnya tinggaldi kota dan jarang melakukan hubungan secara langsung denganpesantren, akan tetapi mereka menggunakan ajaran yang merekadapatkan dari pesantren dalam kehidupan sosial mereka, sepertimasalah bagi hasil pekerjaan (qirad) yang khusus antara pemilikmodal dan fihak yang melaksanakan pemutaran modal (dimanabagian yang diserahkan kepada fihak kedua harus dianggap upahbukan laba). Sedangkan tata nilai kehidupan yang ada dalampesantren bersifat aplikatif, dalam arti harus diterjemahkan dalamperbuatan dan amalan sehari-hari, sudah tentu segi kemampuan parasantri untuk mengaplikasikan pelajaran yang diterimanya, menjadiperhatian pokok kyai.

Pesantren terlibat dalm proses penciptaan tata nilai yang memilikidua unsur utama: yaitu peniruan dan pengekangan. Unsur pertama,yaitu peniruan, adalah usaha yang dilaksanakan terus-menerus secarasadar untuk memindahkan pola kehidupan para sahabat Nabi SAW dan

Page 48: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

48 | P a g e

para ulama salaf ke dalam praktek kehidupan di pesantren. Tercermindalam hal berikut; ketaatan beribadat ritual secara maksimal, penerimaanatas kondisi materil yang relative serba kurang, kesadaran kelompok yangtinggi. Unsur kedua, pengekangan, memiliki perwujudan utama dalamdisiplin social yang ketat di pesantren.

Kesetiaan tunggal kepada pesantren adalah dasar pokok disipllinini, sedangkan pengucilan yang dijatuhkan atas pembangkangnyamerupakan konsekwensi mekanisme pengekangan yang dipergunakan.Disamping topangan moril dari seorang kyai bagi kehidupan pribadinya.Kreteria yang biasanya digunakan untuk mengukur kesetiaan seorangsantri kepada pesantren adalah kesungguhanya dalam melaksanakanpola kehidupan yang tertera dalam literature fiqh dan tasawuf. Salah satubentuk penerapan kreteria ini adalah sebuah sebutan “ahli maksiat” bagisemua santri yang melanggar dan dikucilkan.

Kehidupan di pesantren yang diwarnai oleh aserisme yangdikombinir dengan kesediaan melakukan segenap perintah kyai gunamemperoleh berkah kyai, sudah barang tentu memberikan bekas yangmendalam pada jiwa seorang santri, dan bekas inilah yang pada gilianyananti akan membebtuk sikap hidupnya sendiri. Sikap hidup bentukanpesantren ini, apabila dibawakan kedalam kehidupan masyarakat luar,sudah barang tentu pula akan menjadi pilihan ideal bagi sikap hiduprawan yang serba tak menentu yang merupakan ciri utama kondisi serbatransisionil dalam masyarakat dewasa ini. Di sinilah letak daya tarik yangbesar dari pesanten sehingga para orang tua masih cukup banyak yangbersedia mengirimkan putera-puterinya untuk belajar di pesantren.motifini dapat dijumpai umpanya, pada orang tua yang menyantrikan anaknyauntuk waktu terbatas saja di pesantren, untuk mendapatkan pengalamanpsikologis yang dianggap sangat diperlukan oleh sang anak. Sangatmenarik, sebagaimana digambarkan, yaitu usaha beberapa pesantrenuntuk mengembangkan “sekolah umum” seperti SMP dan SMA dalamlingkunganya, dengan pengetahuan agama tidak lagi merupakan profesiutama para santrinya.

Sedangkan pengaruh utama yang dimiliki pesantren ataskehidupan masyarakat terletak pada hubungan perorangan yangmenembus segala hambatan yang diakibatkan oleh pebedaan strata yangada di masyarakat. Hubungan ini merupakan jalur timbal-balik yangmemiliki dua tugas : mengatur bimbingan spiritual dari fihak pesantrenkepada masyarakat dalam soal-soal perdata agama (perkawinan, warisdan lain-lain), dan soal ibadat ritual, dan pemeliharaan materil-finansiloleh masyarakat atas pesantren (dalam bentuk pengumpulan dana, danlain-lain). Bagi anggota masyarakat luar, kehidupan pesantrenmerupakan gambaran ideal yang tidak mungkin dapat direalisir dalamkehidupanya: dengan demikian pesantren adalah tempat yang dapatmemberikan kekuatan spiritual kepadanya dalam saat-saat tertentu.

Problem dasar pesantren sebagai subkultur dapat diidentifikasi dandiformulasi secara internal dan eksternal. Secara internal, iamenunjukkan sejauh mana pesantren harus menjaga otonomi, identitas,

Page 49: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

49 | P a g e

dan spirit tradisionalismenya dalam berhubungan dengan pengaruh-pengaruh dunia modern. Hal ini termasuk jenis fungsi dan peranan apasaja yang harus diseleksi dan dikembangkan. Kemudian, diuji bagaimanapesantren dapat menjaga sumber-sumber spiritual yang ada danmenggunakannya bagi pengembangan pesantren itu sendiri dankomunitas sekitarnya.

Secara eksternal, tulisan ini juga menunjukkan bagaimanapesantren mampu mengantisipasi peranan-peranan sosio-kultural dalamkonteks dunia modern di masa depan. Dalam memahami wataktradisionalisme pesantren, tentunya persoalan ini harus dikembalikanpada proporsinya yang pas. Sebab, watak tradisional yang inherent ditubuh pesantren seringkali masih disalahpahami, dan ditempatkan bukanpada proporsinya yang tepat. Tradisionalisme yang melekat danterbangun lama di kalangan pesantren, sejak awal minimal ditampilkanoleh dua wajah yang berbeda. Bentuk tradisionalisme ini merupakan satusistem ajaran yang berakar dari perkawinan konspiratif antara teologiskolastisisme As'ariyah dan Maturidiyah dengan ajaran-ajaran tasawuf(mistisisme Islam) yang telah lama mewarnai corak ke-Islam-an diIndonesia. Selaras dengan pemahaman ini, terminologi yang akarnyaditemukan dari kata 'adat (bahasa Arab) ini, merupakan praktekkeagamaan lokal yang diwariskan umat Islam Indonesia generasi pertama.

Di sini Islam berbaur dengan sistem adat dan kebiasaan lokal,sehingga melahirkan watak ke-Islaman yang khas Indonesia. Sementaratradisional dalam pengertian lainnya, bisa dilihat dari sisi metodologipengajaran (pendidikan) yang diterapkan dunia pesantren. Penyebutantradisional dalam konteks praktek pengajaran di pesantren, didasarkanpada sistem pengajarannya yang monologis, bukannya dialogis-emansipatoris, yaitu sistem doktrinasi sang Kiyai kepada santrinya danmetodologi pengajarannya masih bersifat klasik, seperti sistembandongan, pasaran, sorogan dan sejenisnya.

Lepas dari persoalan itu, karakter tradisional yang melekat dalamdunia pesantren (sesungguhnya) tidak selamanya buruk. Asumsi inisebetulnya relevan dengan prinsip ushul fiqh, "al-Muhafadhah 'ala al-Qodimi as-Shalih wa al-Akhdu bi al-Jadid al-Ashlah" memelihara tradisiyang baik, dan mengambil sesuatu yang baru modernitas yang lebih baik).Artinya, tradisionalisme dalam konteks didaktik-metodik yang telah lamaditerapkan di pesantren, tidak perlu ditinggalkan begitu saja, hanya sajaperlu disinergikan dengan modernitas. Hal ini dilakukan karenamasyarakat secara praktis-pragmatis semakin membutuhkan adanyapenguasaan sains dan tekhnologi.

Oleh Karena itu, mensinergikan tradisionalisme pesantren denganmodernitas dalam konteks praktek pengajaran, merupakan pilihansejarah yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab, jika tidak demikian,eksistensi pesantren akan semakin sulit bertahan di tengah era informasidan pentas globalisasi yang kian kompetitif. Di antara problem yangsering dijumpai dalam praktek pendidikan di pesantren, terutama yangmasih bercorak salaf, adalah persoalan efektivitas metodologi pengajaran.

Page 50: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

50 | P a g e

Di sinilah perlunya dilakukan penyelarasan tradisi dan modernitas ditengah dunia pesantren. Dalam hal ini, memang diperlukan adanyapembaharuan di pesantren, terutama mengenai metodologipengajarannya, namun pembaharuan ini tidak harus meninggalkanpraktek pengajaran lama (tradisional), karena memang di sinilah karakterkhas dan indegenousitas pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam diIndonesia.

Sebagai lembaga pendidikan pesantren ikut bertanggung jawabterhadap proses pencerdasan kehidupan bangsa secara integral.Sedangkan secara khusus pesantren bertanggung jawab terhadapkelangsungan tardisi keagamaan dalam kehidupan masyarakat. Dalamkaitannya dengan dua hal tersebut pesantren memilih model tersendiriyang dirasa mendukungsecara penuh tujuan dan hakekat pendidikanmanusia itu sendiri, yaitu membentuk manusia mukmin sejati yangmemiliki kualitas moral dan intelektual secara seimbang.

Untuk mewujudkan hal tersebut pesantren menyelenggarakanpendidikan formal (madrasah, sekolah umum, dan perguruan tinggi),danpendidikan formal yang secara khusus mengajarkan agama yangsangat kuat dipengaruhi oleh pikiran ulama‘ fiqih, hadits, tafsir, tauhid,dan tasawwuf, bahasa Arab (nahwu, sharaf, balaqhod dan tajwid), mantikdan akhlaq. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren ikut bertanggungjawab terhadap proses pencerdasan bangsa secara keseluruhan,sedangkan secara khusus pesantren bertanggung jawab atas tradisikeagamaan (Islam) dalam arti yang seluas-luasnya. Dari titik pandang ini,pesantren memilih model tersendiriyang dirasa mendukung secara penuhtujuan dan hakekat pendidikan manusia itu sendiri, yaitu membentukmanusia mukmin sejati yang memiliki kualitas moral dan intelektual.

C. Kedudukan Pesantren

Dikatakan oleh Martin van Bruinessen, bahwa salah satu tradisiagung di Indonesia adalah tradisi pengajaran agama Islam seperti yangmuncul di pesantren Jawa dan lembaga-lembaga serupa di luar Jawaserta semenanjung Malaya. Alasan pokok munculnya pesantren iniadalah untuk mentransmisikan Islam tradisional sebagaimana yangterdapat dalam kitab-kitab klasik yang ditulis berabad-abad yang lalu.Kitab-kitab ini di Indonesia dikenal sebagai kitab kuning.

Sebagai lembaga pendidikan yang berbasis agama, pesantren padamulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyebaranagama Islam. Namun, dalam perkembangannya lembaga ini semakinmemperlebar wilayah garapannya yang tidak selalu mengakselerasikanmobilitas vertikal, tetapi juga mobilitas horizontal. Pesantren kini tidaklagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan saja, tetapi jugakurikulum yang menyentuh persoalan kekinian dalam masyarakat.Dengan demikian, pesantren tidak lagi didakwa semata-mata sebagailembaga keagamaan murni, tetapi juga menjadi lembaga sosial yang

Page 51: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

51 | P a g e

hidup dan terus merespon persoalan masyarakat sekitar. Di sisi yang lain,blantika perkembangan pesantren belakangan ini ditandai denganmunculnya generasi baru pesantren. Generasi baru ini tetap mewarisitradisi keilmuan pesantren sebelumnya, juga berhasil meng-creat tradisiyang sama sekali baru sekaligus berhasil mensinergikannya denganperkembangan keilmuan mutakhir.

Dalam bingkai perudangan undangan Pesantren terdapat sebelummasa reformasi bergulir, ketika pemerintah masih menerapkan kurikulumtahun 1994, pendidikan agama ditempatkan di seluruh jenjangpendidikan, menjadi mata pelajaran wajib sejak SD sampai PerguruanTinggi. Dari sudut pendidikan agama, kurikulum tahun 1994 hanyalahpenyempurnaan dan perubahan-perubahan yang tidak mempengaruhijumlah jam pelajaran dan karakter pendidikan keagamaan siswa,sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Sampai pada masa orde barutumbang di tahun 1998, pendidikan di Indonesia masih menggunakan UUPendidikan tahun 1989 dan kurikulum 1994;

Pada masa reformasi ini telah terjadi perubahan dari sistempemerintahan yang bercorak sentralistik menuju desentralistik. Hal iniditandai dengan UU RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.Pada Pasal 7 ayat (1) UU RI No. 22 Tahun 1999 menyatakan bahwaagama merupakan salah satu urusan yang tidak diselenggarakan olehpemerintah daerah. Di sisi lain, pendidikan, menurut pasal 11 ayat (2) UURI No. 22 Tahun 1999 merupakan urusan wajib yang menjadikewenangan pemerintah daerah.

Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, pesantrentelah mendapatkan beberapa kemudahan. Melalui SKB Dua MenteriNomor 1/U/KB/2000 dan Nomor MA/86/2000 para santri di pesantrensalafiyah yang berusia 7-15 tahun yang mengikuti pendidikan DiniyahAwaliyah (tingkat dasar) dan Diniyah Wustho (tingkat lanjutan pertama),yang tidak sedang menempuh pendidikan pada SD/MI dan SLTP/MTsatau bukan pula tamatan keduanya, dapat diakui memiliki kemampuanyang setara dan kesempatan yang sama untuk melanjutkan belajar kejenjang pendidikan yang lebih tinggi, bila pesantren tersebut menambahbeberapa mata pelajaran umum minimal 3 mata pelajaran, yakni BahasaIndonesia, Matematika dan IPA. STTB atau Ijazah yang dikeluarkan olehpesantren penyelenggara program ini diakui oleh pemerintah setaradengan STTB SD/MI atau SLTP/MTs dan dapat dipergunakan untukmelanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi dengan syarat-syaratyang akan diatur oleh departemen terkait.Namun tidak semua pesantrensalafiyah mengikuti ketentuan SKB Dua Menteri di atas, sebagian merekamemilih tetap mempertahankan tradisinya. Sikap tidak mengikuti inidapat disebabkan karena ketidaktahuan pihak pesantren itu sendiri, ataubisa juga karena kekhawatiran mereka akan hilangnya identitas salafyang telah dipertahankan selama ini;

Masa kini terkait dengan pendidikan pesantren tercantum dalamPasal 30 ayat (4). Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa pendidikankeagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja

Page 52: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

52 | P a g e

samanera, dan bentuk lain yang sejenis.masuknya intervensi pemerintahterhadap kurikulum pesantren. Dengan demikian, sebenarnya pesantrendan madrasah diniyah sebagai sumber pendidikan dan pecerdasanmasyarakat Indonesia, yang sudah berurat berakar sejak sebelumkemerdekaan ternyata baru mendapatkan pengakuan secara yuridis padaera reformasi ini. Pengakuan tersebut sangaat jelas tertuang dalam UUNo. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam undang-undang ini diakui kehadiran pendidikan keagamaan sebagai salah satujenis pendidikan di samping pendidikan lainnya.Lebih lanjut, berikut iniposisi pendidikan agama dalam UU Sisdiknas Tahun 2003. Sejak UUSPNNo. 20 tahun 2003 Madrasa sudah berubah tidak lagi dikategorikansebagai pendidikan keagamaan karena telah menjadi pendidikan umum(berciri agama), dan selama ini tidak lagi dipersoalkan legalitasijazahnya.Undang-Undang Sisdiknas sadar dan sengaja mendifinisikanpendidikan agama yang harus di lakukan di luar madrasah yangterpinggirkan kini harus ditegakkan kembali.

Hal ini karena semenjak madrasah berstatus pendidikanumum,tujuan madrasah dinilai semakin jauh dari cikal bakalkelahirannya, yahni untuk pembelajaran ilmu agama ataumempersiapkan ahli agama;

Peran dan keberadaan pondok pesantren sebagai salah satulembaga pendidikan asli Indonesia memang harus tetap dilestarikan dandiperhatikan perkembangannya, karena kehadiran pondok pesantren ditengah-tengah masyarakat adalah selain untuk memberdayakanmasyarakat juga sebagai wadah untuk menyiapkan kader-kader Ulamayang mampu menguasai dan memahami Al-Qur‘an dan al hadis secarabaik dan benar dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Menurut KH. Abdurahman Wahid bahwa tradisi keilmuanpesantren tidak bisa dilepaskan dari pergulatan intelektual yang terjadipada sepanjang sejarah berkembang dan meluasnya Islam. Pondokpesantren, sekolah dan madrasah adalah instansi yang mempunyaitujuan sama namun berbeda dalam pengelolaannya dan masing-masingmempunyai ciri khas. Ditengah-tengah perbedaan dan kesamaan darilembaga pendidikan yang ada, tidak sedikit terjadi persaingan diantaralembaga pendidikan yang ada.

D. Penyelenggaraan Pendidikan Pesantren

1. Pendirian dan Persyaratan Pesantren

Menurut Nurcholish Madjid, tujuan pembinaan santri pada pondokpesantren adalah ―membentuk manusia yang memiliki kesadaran tinggibahwa ajaran Islam merupakan nilai-nlai yang bersifat menyeluruh.Selain itu produk pesantren diharapkan memiliki kemampuan tinggiuntuk mengadakan respons terhadap tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu pesantren. Pada

Page 53: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

53 | P a g e

prinsipnya tujuan khusus pesantren ialah mencetak insane kamil yangbisa memposisikan dirinya sebagai hamba Allah dankhalifatullah/mandataris Allah di muka bumi ini, supaya bisa membawarahmat lil alamiin. Allah SWT berfirman dalam kitab sucinya mengenaitujuan hidup dan tugas manusia dimuka bumi: “..Ingatlah ketikaTuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya akau hendakmenjadikan seorang khalifah di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30).

Dari kedua ayat di atas dapat kita pahami bahwa tujuan hidup dantugas manusia di muka bumi adalah menjadi hamba Allah/Abdullah danmenjadi wakil Allah. Dengan demikian tujuan pendidikan pesantrenselaras dengan apa yang difirmankan oleh Allah SWT.

Bagi peserta didik yang masuk ke pesantren pada umumnya tidakada persyaratan khusus untuk memasuki pondok pesantren, terlebih jikamemasuki pondok pesantren salaf, cukup mereka yang memilikikeinginan dari berbagai usia untuk belajar di pesantren salaf dapatmemasuki pesantren dengan seizin kyai nya. Berbeda dengan memasukipesantren khalaf atau modern, para santri yang ingin memasukipesantren modern harus menyesuaikan dengan jenjang yang diinginkan,misal jika mereka yang ingin masuk sekolah madrasah tsanawiyah makasantri harus sudah lulus madrasah ibtidaiyah, begitu juga mereka yangingin masuk madrasah Aliyah harus sudah lulus madrasah tsanawiyah.

2. Penamaan Pesantren

Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang parasiswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yanglebih dikenal dengan sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempatmenginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang jugamenyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatankeagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untukdapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturanyang berlaku.

Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satupengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempatbelajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggalsederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok mungkinberasal dari bahasa arab „funduq‘ yang berarti asrama atau hotel. Di Jawatermasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok danpesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkangatau meunasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau. Pesantren jugadapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama,umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkanilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yangditulis dalam bahasa arab oleh ulama abad pertengahan, dan parasantrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut.

Page 54: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

54 | P a g e

3. Bentuk dan Jenjang Pendidikan

Pada tahun 1979, Menteri Agama mengeluarkan peraturan No. 3tahun 1979 yang mengungkapkan bentuk pondok pesantren: Pondok pesantren tipe A, yaitu pondok pesantren di mana para

santri belajar dan bertempat tinggal di asrama lingkungan pondokpesantren dengan pengajarannya yang berlangsung secaratradisional (wetonan atau sorongan).

Pondok pesantren tipe B, yaitu pondok pesantren yangmenyelenggarakan pengajaran secara klasikal (madrasy) danpengajaran oleh kyai bersifat aplikasi dan diberikan pada waktu-waktu tertentu. Para santri tinggal di asrama lingkungan pondokpesantren.

Pondok pesantren tipe C, yaitu pondok pesantren yang hanyamerupakan asrama, sedangkan para santrinya belajar di luar(madrasah atau sekolah umum) dan kyai hanya merupakanpengawas dan pembina mental para santri tersebut.

Pondok pesantren tipe D, yaitu pondok pesantren yangmenyelenggarakan sistem pondok pesantren dan sekaligus sistemsekolah dan madrasah.

Bentuk pondok pesantren seperti yang diungkapkan di atas

merupakan upaya pemerintah dalam memberikan batasan ataupemahaman yang lebih mengarah kepada bentuk pondok pesantren.Walaupun demikian, sesungguhnya perkembangan pondok pesantrentidak terbatas pada empat bentuk tadi, namun dapat lebih beragambanyaknya. Bahkan dari tipe yang samapun terdapat perbedaan tertentuyang menjadikan satu sama lain tidak sama.

Dari berbagai tingkatan konsistensi dengan sistem lama danketerpengaruhan oleh sistem modern, secara garis besar pondokpesantren dapat dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu:Pondok Pesantren Salafiyah

Salaf artinya ―lama‖, ‖dahulu‖, atau ―tradisional. Pondok pesantrensalafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakanpembelajaran dengan pendekatan tradisional, sebagaimana yangberlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran agama Islamdilakukan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi padakitab-kitab klasik, berbahasa Arab.

Pondok Pesantren Khalafiyah (Ashriyah)Khalaf artinya ―kemudian’ atau ―belakangan‖, sedangkan ―ashri”artinya ―sekarang’ atau ―modern’. Pondok pesantren khalafiyahadalah pondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatanpendidikan dengan pendekatan modern, melalui satuan pendidikanformal, baik madrasah (MI, MTs, MA atau MAK), maupun sekolah (SD,SMP, SMA dan SMK) atau nama lainnya.

Pondok Pesantren Pondok pesantren salafiyah dan khalafiyahsebagaimana penjelasan di atas. Sebagian besar yang ada sekarangadalah pondok pesantren yang berada di antara rentangan duapengertian di atas. Sebagian besar pondok pesantren yang mengaku

Page 55: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

55 | P a g e

dan menamakan diri pesantren salafiyah, pada umumnya jugamenyelenggarakan pendidikan secara klasikal dan berjenjang.

Pesantren penyelenggara Pendidikan Mu‘adalahIstilah mu‘adalah atau pengakuan tentang persamaan dan

kesederajatan pendidikan dan alumni pesantren yang meraih ―ijazah‖―lokal’ dengan ijazah yang dikeluarkan oleh lembaga setingkatnya diluar. Implikasi dari kebijakan ―mu‘adalah‖ yang ditetapkan pemerintahdalam negeri atau lembaga pendidikan tinggi di luar negeri terhadapijazah dan lulusan (tentu lebih kepada pengakuan terhadapkemampuan, karakter, kompetensi keilmuan dan prestasi alumni ditengah-tengah masyarakat bangsa dan karir serta profesi dalamberbagai bidang) yaitu terbukanya aksesbagi alumni untukmelanjutkan studi di berbagai perguruan tinggi, dalam dan luar negerisesuai dengan opsi minat dan bakat masing masing. Mu‘adalahmemang suatu bukti pengakuan langsung pihak eksternal terhadapeksistensi pondok pesantren, walaupun reward seperti itu bukan jadiobsesi para pendiri pengasuh dan pimpinan pondok yang lazim disebutkyai. Mengapa demikian, karena prinsip pendidikan pesantren tidakmenggiring santri berorientasi mencari ijazah, gelar, titel atau atributakademik lainnya.

Sedangkan menurut Zamakhsyari Dhofier pesantren terbagi duayaitu: Pesantren salaf adalah lembaga pesantren yang mempertahankan

pengajaran kitab-kitab Islam klasik (salaf) sebagai inti pendidikan.Sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untukmemudahkan sistem sorongan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaranpengetahuan umum.

Pesantren khalaf adalah lembaga pesantren yang memasukkanpelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan,atau pesantren yang menyelenggarakan tipe-tipe sekolah umumseperti SMP, SMA, dan bahkan perguruan tinggi dalamlingkungannya.

Untuk melihat pergeseran bentuk pondok pesantren pada zamandahulu hingga sekarang, dapat diklafikasikan dari tiga tipologi pondokpesantren yang pernah berkembang, yaitu: Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran

agama Islam, yang pada umumnya pendidikan dan pengajarantersebut diberikan dengan cara non klasikal (sistem bandungandan sorongan), dimana seorang kyai mengajar santri-santriberdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab olehulama-ulama besar sejak abad pertengahan, sedangkan para santribiasanya tinggal dalam pondok atau asrama dalam pesantrentersebut.

Pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islamyang pada dasarnya sama dengan pondok pesantren tersebut diatas, tetapi para santrinya tidak disediakan pondokan di komplekpesantren, namun tinggal tersebar di sekitar penjuru desasekeliling pesantren tersebut (santri kalong) dimana cara dan

Page 56: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

56 | P a g e

metode pendidikan dan pengajaran agama Islam diberikan dengansistem weton, yaitu para santri dating berduyun-duyun padawaktu-waktu tertentu.

Pondok pesantren dewasa ini merupakan lembaga gabungan antarasistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan danpengajaran agama Islam dengan sistem bandungan, soronganataupun wetonan, dengan para santri disediakan pondokanataupun merupakan santri kalong yang dalam istilah pendidikanpondok pesantren modern memenuhi kriteria pendidikannonformal serta menyelenggarakan juga pendidikan formalberbentuk madrasah dan bahkan sekolah umum dalam berbagaibentuk tingkatan dan aneka kejuruan menurut kebutuhanmasyarakat masing-masing.

Hal yang penting untuk diingat adalah bahwa pondok pesantrenmemiliki program pendidikan yang disusun sendiri (mandiri) di manaprogram ini mengandung proses pendidikan formal, non formal maupuninformal yang berlangsung sepanjang hari dalam satu pengkondisian diasrama. Sehingga dari sini dapat dipahami bahwa pondok pesantrensecara institusi atau kelembagaan dikembangkan untuk mengefektifkandampaknya, pondok pesantren bukan saja sebagai tempat belajarmelainkan merupakan proses hidup itu sendiri, pembentukan watak danpengembangan sumber daya.

Perubahan dan perkembangan sistem pendidikan pondokpesantren dipengaruhi beberapa faktor selain tuntutan zaman, seperti;tuntutan kesiapan pondok pesantren mengimbangi lembaga pendidikanlain yang dianggap siap pakai. Di samping itu ada hal lain yangmenyebabkan sistem pondok pesantren mengalami pergeseran, seperti;modernisasi sistem pendidikan, faktor penjajahan dan sebagainya.Kendatipun terdapat pergeseran dan perubahan, sistem yangdikembangkan pondok pesantren, subtansinya tidak mengalamiperubahan. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaanmasih tetap dipertahankan, sementara beberapa pondok pesantrenberjalan dengan segala tradisi yang mewarisinya, secara turun temuruntanpa variasi.

Secara umum, setidaknya sudah ada beberapa karakteristik danjenjang pendidikan pondok pesantren yang memiliki pendidikan diniyahdi bumi nusantara ini. Pertama, pondok pesantren dengan PendidikanDiniyah Takmiliyah (suplemen) yang berada di tengah masyarakat dantidak berada dalam lingkaran pengaruh pondok pesantren. Pendidikandiniyah jenis ini betul-betul merupakan kreasi dan swadaya masyarakat,yang diperuntukkan bagi anak-anak yang menginginkan pengetahuanagama di luar jalur sekolah formal. Kedua, pondok pesantren denganpendidikan diniyah yang berada dalam lingkaran pesantren tersebut, danbahkan menjadi urat nadi kegiatan pondok pesantren. Ketiga, pendidikankeagamaan yang diselenggarakan pondok pesantren sebagai pelengkap(komplemen) pada pendidikan formal di pagi hari. Keempat, pondokpesantren dengan pendidikan diniyah yang diselenggarakan di luar

Page 57: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

57 | P a g e

pondok pesantren tapi diselenggarakan secara formal di pagi hari,sebagaimana layaknya sekolah formal.

4. Peserta Didik

Peserta didik di pondok pesantren biasa disebut santri menurutKamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti (1) orang yg mendalamiagama Islam; (2) orang yang beribadat dengan sungguh-sungguh (orangyg saleh); (3) Orang yang mendalami pengajiannya dalam agama islamdengan berguru ketempat yang jauh seperti pesantren dan lainsebagainya.

Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorangkyai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agamakepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang,santri inilah yang menjadi peserta didik. Santri merupakan sebutan bagipara siswa yang belajar mendalami agama di pesantren. Biasanya parasantri ini tinggal di pondok atau asrama pesantren yang telah disediakan,namun ada pula santri yang tidak tinggal di tempat yang telah disediakantersebut yang biasa disebut dengan santri kalong.

Menurut Zamakhsyari Dhofier, santri yaitu murid-murid yangtinggal di dalam pesantren untuk mengikuti pelajaran kitab-kitab kuningatau kitab-kitab Islam klasik yang pada umumnya terdiri dari duakelompok santri yaitu: - Santri mukim yaitu santri atau murid-muridyang berasal dari jauh yang tinggal atau menetap di lingkunganpesantren. Santri kalong yaitu santri yang berasal dari desa-desa sekitarpesantren yang mereka tidak menetap di lingkungan kompleks pesantrentetapi setelah mengikuti pelajaran mereka pulang. Dalam menjalanikehidupan di pesantren, pada umumnya mereka mengurus sendirikeperluan sehari-hari dan mereka mendapat fasilitas yang sama antarasantri yang satu dengan lainnya. Santri diwajibkan menaati peraturanyang ditetapkan di dalam pesantren tersebut dan apabila ada pelanggaranakan dikenakan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. lalutimbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di sampingrumah kyai.

Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimanamembangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimanamengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti olehsantri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dansederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yangmereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai. Semakin banyak jumlahsantri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santriselanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut,sehingga menjadi terkenal ke mana-mana, contohnya seperti padapondok-pondok yang timbul pada zaman walisongo.

Page 58: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

58 | P a g e

5. Guru dan Tenaga Kependidikan

Pada umumnya pesantren memiliki lima elemen dasar yangmerupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainyaitu: Pondok sebagai asrama bagi para santri, berkumpul dan belajar

dibawah bimbingan kyai. Kata pondok disusun dengan katapesantren menjadi pondok pesantren yang merupakan bentuklembaga pendidikan keislaman yang khas di Indonesia.

Masjid. Masjid merupakan unsur yang sangat penting dalampesantren,karena di masjid inilah merupakan sentral pelaksanaanpendidikan di bawah asuhan kyai;

Pengajaran kitab kuning yang diajarkan di Pesantren padaumumnya dapat dikelompokkan menjadi delapan yaitu: Nahwu,Sahraf, fiqih ushul fiqh, hadist tafsir tauhid tasawuf dan cabangyang lain seperti tarikh, balaghah dan sebagainya;

Santri, yaitu para siswa yang mendalami ilmu-ilmu agama dipesantren baik tinggal di pondok maupun pulang setelah selesaiwaktu belajar. Dalam bahasa lain ada santri mukim ialah santriyang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pondokpesantren, dan santri kalong ialah santri yang berasal dari daerahsekitar pesantren biasanya mereka tidak menetap dalamPesantren;

Kyai, ulama, ustadz, insiyak, ajeungan merupakan julukan untukseseorang yang dihormati karena keilmuan dan suri tauladannya.

Pendidik merupakan komponen paling menentukan dalam sistempendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral,pertama, dan utama. Pendidik memegang peran utama dalampembangunan pendidikan. Pendidik merupakan pemegang perananutama dalam proses belajar mengajar. Kualitas para pendidik dapatdiketahui dari tingkat profesionalisme mereka dalam merealisasikansegala sesuatu yang berkaitan dengan tugas mengajar para peserta didik.Jadi sebuah lembaga pendidikan pesantren harus mampunyai limaelemen diatas, yaitu masjid sebagai pusat kegiatan, pondok/asramasantri sebagai tempat santri yang mukim, pengajian kitab kuning, santridan kyai, elemen ini yang menggerakkan pesantren.

Karakteristik pendidikan pondok pesantren merupakan lembagapenddidikan yang unik dan sulit didefinisikan secara sempurna, akantetapi kita bisa mengidentfikasi ciri-citi pendidikan pesantren yaitu: Adanya hubungan yang akrab antara santri dengan kyainya. Kyai

sangat memperhatikan santrinya; Kepatuhan santri kepada kyai. Para santri menganggap bahwa

menentang kyai, selain tidak sopan juga dilarang agama; Hidup hemat dan sederhana benar-benar diwujdukan dalam

lingkungan pesantren; Kemandirian amat terasa di Pesantren. Para santri mencuci

pakaian sendiri, membersihkan kamar tidurnya sendiri danmemasak sendiri;

Page 59: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

59 | P a g e

Jiwa tolong menolong dan suasana persaudaraan sangat mewarnaipergaulan pesantren.

Disiplin sangat dianjurkan untuk menjaga disiplin ini pesantrenmemberikan sanksi –sanksi edukatif.

Ciri-ciri diatas biasanya masih dipertahankan oleh pesantren-pesantren salaf, karena hal itu merupakan cirri khas dari sebuahpesantren yang sangat menjunjung tinggi kekeluargaan dan keikhlasanakan tetapi tetap dalam koridor etika-etika pesantren. Sedangkan dalampesantren modern ciri khas di atas mulai sudah terkikis sedikit demisedikit.

6. Kurikulum

Menurut penemuan Soedjoko Prasodjo, dalam buku ―integrasiSekolah ke Dalam Sistem Pendidikan pesantren‖, pondok pesantrenmempunyai lima pola, dari yang sederhana sampai yang paling maju.Lima pola tersebut ialah: Pesantren yang teridiri atas masjid dan rumah kyai; Pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai, pondok tempat

tinggal santri; Pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai, pondok tempat

tinggal santri dan madrasah; Pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai, pondok tempat

tinggal santri, madrasah dan tempat tinggal latihan keterampilan; Pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai, pondok tempat

tinggal, santri madrasah, tempat tinggal latihan keterampilan,sekolah agama atau umum dan perguruan tinggi agama atauumum

Jadi semua pesantren secara umum memiliki bangunan fisik yangterdiri dari masjid, asrama santri, pengajuan kitab klasik dan rumah kyai,elemen-elemen ini menjadi ciri khas setiap pesantren sekaligus kita bisamenilai seperti apakah pola pesantren yang dikembangkan oleh lembagapendidikan tersebut. Penggolongan pesantren menjadi beberapa poladiatas hanya dilihat dari segi fisiknya, akan tetapi jika kita melihat secarakeselamatan atau sevara garis besar, lembaga pesantren dapatdikatagorikan kedalam dua bentuk besar yaitu:

Pondok pesantren salafiyahSalaf artinya lama, dahulu, atau, tradisional. Pondok pesantren

salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pembelajarandengan pendekatan tradisional, sebagaimana berlangsung sejak awalpertumbuhan. Pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam dilakukan secaraindividual atau kelompok dengan konsentrasi pada satuan waktu, tetapiberdasarkan tamatnya kitab yang dipelajri. Dengan selesainya kitab yangkesukarnnya lebih tinggi. Demikian seterusnya. Pendekatan ini sejalandengan prinsip pendidikan modern yang dikenal sistem belajar tuntas.Dengan cara ini, santri lebih intensif mempelajari suatu cabang ilmu.

Pola pendidikan pesantren kholaf (ashriyah)

Page 60: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

60 | P a g e

Khalaf artinya ―kemudian‖ atau ―belakang, sedangkan ashriartinya ―sekarang atau ―modern. Pondok pesantren kholafiyah adalahpondok pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan denganpendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal, baik madrasah(SD,MTs,MA atau MAK), maupun sekolah (SD,SMP,SMU dan SMK) ataunama lainnya, tetapi dengan pendekatan klasikal. Pembelajaran danberkesinambungan, dengan satuan program didasarkan pada satuanwaktu seperti catur wulan, semester, tahun/kelas, dan seterusnya. Padapondok pesantren khalafiyah, ―pondok lebih banyak berfungsi sebagaiasrama yang memberikan lindungan kondusif untuk pendidikan agama.Kurikulum dan Metode pembelajaran pesantren. Pesantren dalam artisebagai lembaga pendidikan non formal yang hanya mempelajari ilmu-ilmu agama yang bersumber pada kitab-kitab kuning atau kitab-kitabklasik, materi kurikulumnya mencakup ilmu tauhid. Tafsir, ilmu tafsir,hadist, ilmu hadist, ilmu fiqih, ilmu tasawufi, lmu akhlaq, bahasa arabyang mencakup nahwu, sharaf, balaghah, badi‘ bayan, mantiq dan tajwid.

Penggunaan besar kecilnya kitab kuning disesuaikan dengantingkat kemamopuan pemahaman santri. Biasanya bagi santri yang barumasuk pesantren masih tingkat awal, maka kitab yang dipergunakanadalah kitab kecil yang bahasa dan bahasannya lebih mudah danselanjutnya diteruskan dengan kitab-kitab lebih besar dan lebih sukar.Sedangkan metode atau model dan bentuk pembelajaran yang digunakansecara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, di manaketiganya mempunyai cirri khas tersendiri, yaitu Sorogan. Kata sorogan berasal dari bahsa jawa yang berasrti

―sodoran atau disodorkan. Maksudnya suatu sistem belajar secaraindividual di mana seorang santri berhadapan dengan seorangguru, terjadi interkasi saling mengenal diantara keduanya. Seorangkyai mengahdapi santri satu persatu bergantian. Pelaksanaanya,santri yang banyak datang bersama, kemduian mereka antrimenunggu giliran masing-masingan.

Bandungan, Methode ini sering disebut dengan halaqah, dimanadalam pengajian, kitab yang dibaca dengan halaqah, dimana dalampengajian, kitab yang dibaca oleh kyai hanya satu, sedangkan parasantrinya membawa kitab yang sama,lalu santri mendengarkandan menyimak bacaan kyai.

Weton, Istilah weton berasal dari bahasa Jawa yang diartikanberkala atau berwaktu. Pengajian weton tidak merupakanpengajian rutin harian, misalnya pada setia selesai shalat jum‘atdan selainnya.

Apa yang dibaca kyai tidak bisa dipastikan, terkadang dengan kitabbiasanya dipastkkan dan dibaca secara berurutan, tetapi kadang-kadangguru hanya memetik sana sini saja, peserta pengajian weton tidak harusmembawa kitab. Selain yang tiga diatas ada lagi metode-metode yangditerapkan dalam pesantren seperti, musyawarah/bahtsul masa‘il. Metodeini merupakan metode pembelajaran yang mirip dengan metode diskusi.Beberapa santri membentuk halaqah yang dipimpin langsung olehkyai/ustadz untuk mengkaji suatu persolan yang telah ditentukansebelumnya. Juga ada metode hafalan (muhafazhah), demontrasi/praktek

Page 61: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

61 | P a g e

ubudiyah, muhawarah, mudzakarah, majelis ta‘lim. Bagi pesantrenkhalaf/modern kurikulum maupun metode diatas biasanya sudah banyakdimodifikasi, dinovasi dan penambahan metode-metode pengajaran yanglain.

Pimpinan-pimpinan pesantren yang tergabung dalam rabithatMa‘ahid telah mempraktekkan metode-metode yang sangatberagam,bahkan mereka sudah menetapkan dalam muktamar ke 1 pada1959 yang meliputi metode tanya jawab, diskusi, imla‘, muthala‘ah,proyek, dialog, karya wisata, hafalan/verbalisme, sosiodrama,widyawisata (studi banding/tour), problem solving, pemberian situasi,pembiasaan, dramtisasi (percontohan tingkah laku), reinforcement(penguatan), stimulus respon dan sistem modul.

Dari penjelasan diatas kita dapat mengambil keseimpulan bahwamodel pendidikan pesantren secara global dibagi menajdi dua kategoriyaitu pendidikan pesantren salaf dan modern dengan ciri-ciri yangdisebutkan diatas baik secara fisik/perangkat kasar maupun perangkatlunak,

Metode Sorogan, berasal dan kata sorog (bahasa Jawa), yangberarti menyodorkan, sebab setiap santni menyodorkan kitabnyadihadapan kyai atau pembantunya (asisten kyai). Sistem sorogan mitermasuk belajar secara individual, dimana seorang santri berhadapandengan seorang guru, dan terjadi interaksi saling mengenal diantarakeduanya. Sistem sorogan mi terbukti sangat efektif sebagai taraf pertamaseorang murid yang bercita-cita menjadi seorang aiim. Sistem mimemungkinkan seorang guru mengawasi, meniiai dan membimbingsecara maksimal kemampuan seorang santri dalam menguasai materipelajaran.

Kurikulum di pondok pesantren tidaklah terlalu kaku dan rigid,karena di pesantren biasanya lebih lentur dan memiliki kurikulum sendiriuntuk mencapai target pengajaran, dimana masing masing pondokberbeda beda, melalui kurikulum pondok pesantren yang bersangkutan,masyarakat bisa mengetahui apakah pengetahuan, sikap, dan nilai sertaketerampilan yang dibutuhkannya relevan atau tidak dengan kurikulumsuatu pondok.

7. Sarana dan Prasarana

Keadaan pondok pada masa kolonial sangat berbeda dengankeberadaan pondok sekarang. Hurgronje menggambarkan keadaanpondok pada masa kolonial (dalam bukunya Imron Arifin, KepemimpinanKyai) yaitu: ―Pondok terdiri dari sebuah gedung berbentuk persegi,biasanya dibangun dari bambu, tetapi di desa-desa yang agak makmurtiangnya terdiri dari kayu dan batangnya juga terbuat dari kayu. Tanggapondok dihubungkan ke sumur oleh sederet batu-batu titian, sehinggasantri yang kebanyakan tidak bersepatu itu dapat mencuci kakinyasebelum naik ke pondoknya.

Page 62: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

62 | P a g e

Pondok yang sederhana hanya terdiri dari ruangan yang besar yangdidiami bersama. Terdapat juga pondok yang agaknya sempurna di manadidapati sebuah gang (lorong) yang dihubungkan oleh pintu-pintu. Disebelah kiri kanan gang terdapat kamar kecil-kecil dengan pintunya yangsempit, sehingga sewaktu memasuki kamar itu orang-orang terpaksaharus membungkuk, jendelanya kecil-kecil dan memakai terali. Perabot didalamnya sangat sederhana. Di depan jendela yang kecil itu terdapat tikarpandan atau rotan dan sebuah meja pendek dari bambu atau dari kayu,di atasnya terletak beberapa buah kitab. Ada juga prasarana yang palingsentral dan penting adalah masjid. Mesjid merupakan elemen yang takdapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yangpaling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik ibadahlima waktu, khotbah dan salat Jumat dan pengajaran kitab-kitab Islamklasik. Sebagaimana pula Zamakhsyari Dhofier berpendapat bahwa:―Kedudukan masjid sebagai sebagai pusat pendidikan dalam tradisipesantren merupakan manifestasi universalisme dari sistem pendidikanIslam tradisional. Dengan kata lain kesinambungan sistem pendidikanIslam yang berpusat di masjid sejak masjid Quba‘ didirikan di dekatMadinah pada masa Nabi Muhammad SAW tetap terpancar dalam sistempesantren. Sejak zaman Nabi SAW, masjid telah menjadi pusatpendidikan Islam.

Lembaga-lembaga pesantren di Jawa memelihara terus tradisitersebut, bahkan pada zaman sekarang di daerah umat Islam begituterpengaruh oleh kehidupan Barat, masih ditemui beberapa ulamadengan penuh pengabdian mengajar kepada para santri di masjid-masjidserta memberi wejangan dan anjuran kepada murid-muridnya. Di Jawabiasanya seorang Kyai yang mengembangkan sebuah pesantren pertama-tama dengan mendirikan masjid di dekat rumahnya. Langkah ini punbiasanya diambil atas perintah Kyainya yang telah menilai bahwa iasanggup memimpin sebuah pesantren. Selanjutnya Kyai tersebut akanmengajar murid-muridnya (para santri) di masjid, sehingga masjidmerupakan elemen yang sangat penting dari pesantren. Dewasa inikeberadaan pondok pesantren sudah mengalami perkembangansedemikian rupa sehingga komponen-komponen yang dimaksudkanmakin lama makin bertambah dan dilengkapi sarana dan prasarananya.

Dalam sejarah pertumbuhannya, pondok pesantren telahmengalami beberapa fase perkembangan, termasuk dibukanya pondokkhusus perempuan. Dengan perkembangan tersebut, terdapat pondokperempuan dan pondok laki-laki. Sehingga pesantren yang tergolongbesar dapat menerima santri laki-laki dan santri perempuan, denganmemilahkan pondok-pondok berdasarkan jenis kelamin dengan peraturanyang ketat.

Sejak tumbuhnya pesantren, pengajaran kitab-kitab klasikdiberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantrenyaitu mendidik calon-calon ulama yang setia terhadap paham Islamtradisional. Karena itu kitab-kitab Islam klasik merupakan bagian integraldari nilai dan paham pesantren yang tidak dapat dipisah-pisahkan.Penyebutan kitab-kitab Islam klasik di dunia pesantren lebih populer

Page 63: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

63 | P a g e

dengan sebutan ―kitab kuning‖, tetapi asal usul istilah ini belumdiketahui secara pasti. Mungkin penyebutan istilah tersebut gunamembatasi dengan tahun karangan atau disebabkan warna kertas darikitab tersebut berwarna kuning, tetapi argumentasi ini kurang tepatsebab pada saat ini kitab-kitab Islam klasik sudah banyak dicetak dengankertas putih.

Pengajaran kitab-kitab Islam klasik oleh pengasuh pondok (Kyai)atau ustaz biasanya dengan menggunakan sistem sorogan, wetonan, danbandongan. Adapun kitab-kitab Islam klasik yang diajarkan di pesantrenmenurut Zamakhsyari Dhofier dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok,yaitu: (1) Nahwu (syntax) dan Sharaf (morfologi), (2) Fiqih (hukum), (3)Ushul Fiqh (yurispundensi), (4) Hadits, (5) Tafsir, (6) Tauhid (theologi), (7)Tasawuf dan Etika, (8) Cabang-cabang lain seperti Tarikh (sejarah) danBalaghah.

Kitab-kitab Islam klasik adalah kepustakaan dan pegangan paraKyai di pesantren. Keberadaannya tidaklah dapat dipisahkan dengan Kyaidi pesantren. Kitab-kitab Islam klasik merupakan modifikasi nilai-nilaiajaran Islam, sedangkan Kyai merupakan personifikasi dari nilai-nilai itu.Di sisi lain keharusan Kyai di samping tumbuh disebabkan kekuatan-kekuatan mistik yang juga karena kemampuannya menguasai kitab-kitabIslam klasik.

Sehubungan dengan hal ini, Moh. Hasyim Munif mengatakanbahwa: Ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab kuning tetapmerupakan pedoman hidup dan kehidupan yang sah dan relevan. Sahartinya ajaran itu diyakini bersumber pada kitab Allah Al-Qur‘an dansunnah Rasulullah (Al-Hadits), dan relevan artinya ajaran-ajaran itumasih tetap cocok dan berguna kini atau nanti.

Dengan demikian, pengajaran kitab-kitab Islam klasik merupakanhal utama di pesantren guna mencetak alumnus yang menguasaipengetahuan tentang Islam bahkan diharapkan di antaranya dapatmenjadi Kyai.

Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya,lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulumengakselerasikan mobilitas vertikal (dengan penjejalan materi-materikeagamaan), tetapi juga mobilitas horisontal (kesadaran sosial).

Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasiskeagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapijuga kurikulum yang menyentuh persoalan kikinian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwasemata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya)menjadi lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marutpersoalan masyarakat di sekitarnya.

Page 64: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

64 | P a g e

Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yangmerupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesiadimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistempendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelumkedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama beruratakar di negeri ini, pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangatbesar terhadap perjalanan sejarah bangsa.

Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan parasantrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantrenmodern membebani dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jikadibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis,pesantren modern jauh lebih murah. Organisasi massa (ormas) Islamyang paling banyak memiliki pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU).Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak pesantren adalah Al-Washliyah dan Hidayatullah.

8. Pengelolaan

Jika kita melihat lebih jauh terkait pondok pesantren setidaknyaada beberapa hal terkait pengelolaan yang dapat kita lihat, misalkurangnya dukungan yang simultan dan berkelanjutan dari KementerianAgama terhadap keberadaan Pondok Pesantren, maka penerapan—bahkan penyusunan—kurikulum di pondok pesantren ini banyakbermunculan dan bervariasi. Jika diidentifikasi, setidaknya ada beberapahal; belum ada kurikulum yang tertulis. Mereka tidak mempunyai

panduan dalam penerapan kurikulum tersebut. Namun tujuanutama dari penyelenggaraan pondok pesantren ini adalahmemberikan bekal kepada murid untuk bisa membaca Kitab SuciAl-Quran dengan baik dan benar.

kurikulum dipahami hanya sebatas buku-buku yang dipergunakandan dijadikan acuan belajar. Penjabaran-penjabaran semisal targetpencapaian, standar kompetensi, atau pembagian tema-tema setiappertemuan tidak menjadi hal yang penting.

pendekatan kurikulum yang dipergunakan adalah menamatkanbuku secara berurutan dan berjenjang. Seorang ustadz akanmengganti buku pegangannya dengan kitab yang lebih tinggi'status'nya jika telah menamatkannya. Mereka menyebutnya"untuk tabarukan" (mengambil berkah) dari buku yangdipelajarinya.

ketaktersedianya SDM yang tangguh. Para pengelola pondokpesantren terutama yang jauh dari pondok pesantren banyakdikelola oleh perorangan atau kyai yang dibantu oleh beberapaustadz setempat yang menjadi asistennya dalam mengajar bacatulis huruf al-Quran atau kitab kuning. Atau alumni perguruantinggi agama yang sedang mengabdi. Sehingga untukmengembangkan pondok pesantren dan menyusun kurikulum,masih perlu pendampingan dari pemerintah dan masyarakatlainnya yang memiliki kompetensi dalam hal pondok pesantren.

Page 65: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

65 | P a g e

9. Ijazah dan penilaian hasil belajar di Pondok Pesantren

Di pesantren yang hanya mengajarkan ilmu agama Islam sajaumumnya disebut pesantren salaf. Pola tradisional yang diterapkan dalampesantren salaf adalah para santri bekerja untuk kyai mereka - bisadengan mencangkul sawah, mengurusi empang (kolam ikan), dan lainsebagainya - dan sebagai balasannya mereka diajari ilmu agama oleh kyaimereka tersebut. Sebagian besar pesantren salaf menyediakan asramasebagai tempat tinggal para santrinya dengan membebankan biaya yangrendah atau bahkan tanpa biaya sama sekali. Para santri, pada umumnyabelajar di Pondok pesantren dan tidak terlalu memikirkan ijazah. Namunada pula santri yang waktu siang pergi ke sekolah umum untuk belajarilmu formal, biasanya dari sekolah formal inilah santri salaf memperolehijazah.

Ada pula pesantren yang mengajarkan pendidikan umum, di manapersentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islamdaripada ilmu umum (matematika, fisika, dan lainnya). Ini sering disebutdengan istilah pondok pesantren modern, dan umumnya tetapmenekankan nilai-nilai dari kesederhanaan, keikhlasan, kemandirian,dan pengendalian diri. Pada pesantren dengan materi ajar campuranantara pendidikan ilmu formal dan ilmu agama Islam, para santri belajarseperti di sekolah umum atau madrasah. Pesantren campuran untuktingkat SMP kadang-kadang juga dikenal dengan nama MadrasahTsanawiyah, sedangkan untuk tingkat SMA dengan nama MadrasahAliyah. Pada pesantren jenis ini para santri setelah lulus akanmemperoleh ijazah dari pemerintah karena para santri tersebut sekolahformal.

10.Pembiayaan

Selama ini pesantren banyaknya dibiayai oleh dana swadayamasyarakat, pesantren survive bersama masyarakat sekitar, kadangkadang kyai beserta santrinya dapat membangun kehidupan ekonomipesantren secara mandiri misal dengan pertanian dan bercocok tanam, inibiasanya banyak terjadi pada pesantren salaf. Sedangkan pada pesantrenmodern biasanya berasal dari swadaya masyarakat missal melalui―masharifu syahriyah‖ atau uang bulanan santri, atau juga dapat berasaldari dana zakat, infaq shadaqah atau dana social keagamaan lainnya.

Dalam hal pembiayaan menjadi hal yang sangat dilematis,pembiayaan pendidikan di pesantren terbentur peraturan perundang-undangan, bahwa urusan agama menjadi salah satu urusan yangtersentralisir jadi hanya pemerintah pusatlah yang boleh memberikanpembiayaan bagi pesantren atau pendidikan keagamaan.

Urusan pemerintahan berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014tentang Pemerintahan Daerah terdiri dari jurusan pemerintahan absolut,urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Pasal10 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan

Page 66: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

66 | P a g e

Pasal (1) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalamPasal 9 ayat (2) meliputi: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c.keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama.

Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yangsepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Dalammenyelenggarakan urusan pemerintahan absolut, Pemerintah Pusat dapatmelaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada InstansiVertikal yang ada di Daerah atau gubernur sebagai wakil PemerintahPusat berdasarkan asas Dekonsentrasi. Urusan pemerintahan absolutmeliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter danfiskal nasional; dan Agama.

Maka dalam hal ini urusan agama menjadi urusan pemerintahpusat, maka konsekwensinya adalah pendidikan agama dan keagamaanpun menjadi urusan absolut pemerintah pusat termasuk dalam halpembiayaan kecuali pemerintah pusat melimpahkan wewenangnyakepada pemerintah daerah. Maka Pemerintah daerah jika mengacu padaPasal 10 di atas tidak dapat membiayai urusan keagamaan dengan APBDnya termasuk pesantren. Namun sesungguhnya ada celah jika pesantrenitu masuk dalam urusan pendidikan, tidak masuk urusan agama. Makapesantren dapat dibiayai dengan APBD. Karena pendidikan menjadiurusan yang terdesentralisir atau juga menjadi urusan Pemerintahdaerah.

Karenanya dalam hal pembiayaan pesantren memang perlumembangun kerjasama dengan pemerintah-pemerintah lokal baik tingkatprovinsi maupun kabupaten. Hal ini terkait dengan pengalokasiananggaran pendidikan. Beberapa wilayah sangat memperhatikankeberadaan pendidikan keagamaan termasuk didalamnya pondokpesantren. Kerjasama dengan pemerintah lokal ini diharapkan—minimal—bisa membantu dalam hal pendanaan dan pemenuhan saranaprasarana serta kegiatan pembelajaran.

Namun betapa sulitnya merealisasikan langkah-langkah tersebutketika itu tidak menjadi sebuah kebijakan Pemerintah, karena memangsampai saat ini belum adanya Regulasi yang dapat dijadikan payunghukum untuk keberpihakan anggaran terhadap Pondok Pesantren sepertiyang didapatkan lembaga pendidikan yang sejajar di bawah KementerianPendidikan dan Kebudayaan RI. Dalam konteks segala permasalahanyang dialami oleh Pondok pesantren, baik dari sisi legalitas formal, SDMpendidik, sarana dan prasarana yang sangat terbatas, maka perlu adakeperpihakan dari semua pihak untuk pondok Pesantren.

E. Pendidikan Madrasah

Lahirnya madrasah ini adalah lanjutan dari system di duniapesantren gaya lama, yang dimodifikasikan menurut modelpenyelenggaraan sekolah umum dengan sistem klasikal. Di samping

Page 67: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

67 | P a g e

memberikan pengetahuan agama, diberikan juga pengetahuan umumsebagai pelengkap. Inilah cirri madrasah pada mula berdirinya diIndonesia sekitar akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Sesuai denganfalsafah Negara Indonesia, make dasar pendidikan madrasah adalahajaran agama Islam, falsafah Negara Pancasila dan UUD 1945.

Lembaga pendidikan Islam yang bernama Madrasah Diniyahadalah Lembaga pendidikan yang mungkin lebih disebut sebagaipendidikan non formal, yang menjadi lembaga pendidikan pendukung danmenjadi pendidikan alternatif. Biasanya jam pelajaran mengambil waktusore hari, mulai bakda ashar hingga maghrib. Atau, memulai bakda isya‘hingga sekitar jam sembilan malam. Lembaga pendidikan Islam ini tidakterlalu perhatian pada hal yang bersifat formal, tetapi lebihmengedepankan pada isi atau substansi pendidikan.

Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanyamengajarkan ilmu–ilmu agama (diniyah). Madrasah ini dimaksudkansebagai lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yangbelajar di sekolah umum. Pada tahun 1910 didirikan sekolah agama(madrasah school) yang dalam perkembangannya berubah menjadimadrasah diniyah (diniyah school). Dan nama madrasah Diniyah inilahyang kemudian berkembang dan terkenal. Madrasah Diniyah lahir dariketidak puasan sebagian tokoh terhadap sistem pendidikan Pesantren,sehingga mereka mencoba untuk membuat lembaga pendidikan yangsedikit lain dengan Pesantren.

Melalui organisasi sosial kemasyarakatan mereka mulai mendirikanlembaga pendidikan misalnya organisasi Muhammadiyah, PersatuanMuslim Indonesia (Permi), Diniyah, Thawalib, Pendidikan Islam Indonesia(PII), dan sejumlah sekolah-sekolah yang tidak berafiliasi kepadaorganisasi apapun. Setelah itu Madrasah Diniyah berkembang hampir diseluruh kepulauan nusantara, baik merupakan bagian dari pesantrenmaupun surau, ataupun berdiri di luarnya. Pada tahun 1918 diYogyakarta berdiri Madrasah Muhammadiyah (kweekschoolMuhammadiyah) yang kemudian menjadi Madrasah MualliminMuhammadiyah, sebagai realisasi dari cita – cita pembaharuanpendidikan Islam yang dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan.

Di kemudian hari lembaga-lembaga pendidikan keagamaan itulahyang menjadi cikal bakal dari madrasah-madrasah formal yang beradapada jalur sekolah sekarang. Kementerian Agama mengakui bahwasetelah Indonesia merdeka sebagian besar sekolah agama berpolamadrasah diniyahlah yang berkembang menjadi madrasah-madrasahformal. Dengan perubahan tersebut berubah pula statuskelembagaannya, dari jalur ―luar sekolah‖ yang dikelola penuh olehmasyarakat menjadi ―sekolah‖ di bawah pembinaan Departemen Agama.Meskipun demikian tercatat masih banyak pula madrasah diniyah yangmempertahankan ciri khasnya yang semula, meskipun dengan statussebagai pendidikan keagamaan luar sekolah. Pada masa yang lebihkemudian, mengacu pada Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun1964, tumbuh pula madrasah-madrasah diniyah tipe baru, sebagai

Page 68: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

68 | P a g e

pendidikan tambahan berjenjang bagi murid-murid sekolah umum.Madrasah diniyah itu diatur mengikuti tingkat-tingkat pendidikan sekolahumum.

Pendidikan diniyah adalah model atau sistem pembelajaran yangtumbuh dan berkembang berbasis nilai, karakter, dan budaya. Diantarakeutamaannya adalah transformasi ilmu pengetahuan yang bersifatsubstansif dan egalitarian. Sistem pendidikan di pondok pesantrenterbukti telah melahirkan format keilmuan yang multi dimensi yaitu ilmupengetahuan agama, membangun kesadaran sosial dan karakter manusiasebagai hamba Allah SWT.

Madrasah ini terbagi Kepada tiga jenjang pendidikan: Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) adalah Madrasah Diniyah

Awaliyah setingkat SD/MI untuk siswa – siswa Sekolah Dasar (4tahun). Lembaga Pendidikan Madrasah Diniyah Awaliyah padaumumnya merupakan pendidikan berbasis masyarakat yangbertujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepadaanak didik / santri yang berusia dini untuk dapat mengembangkankehidupannya sebagai muslim yang beriman, bertaqwa danberamal saleh serta berakhlak mulia dan menjadi warga negarayang berkepribadian, sehat jasmani dan rohaninya dalam menatakehidupan masa depan. Jumlah jam belajar 18 jam pelajaranseminggu.

Madrasah Diniyah Wustho untuk siswa – siswa Sekolah LanjutanTingkat Pertama. Yaitu satuan pendidikan keagamaan jalur luarsekolah yang menyelenggarkan pendidikan agama Islam tingkatmenengah pertama sebagai pengembangan yang diperoleh padamadrasah diniyah awaliyah dengan masa belajar 3 tahun, danjumlah jam belajar 18 jam pelajaran seminggu.

Madrasah Diniyah Ulya untuk siswa – siswi Sekolah Lanjutan Atas,yaitu satuan pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yangmenyelenggarkan pendidikan agama Islam tingkat menengah atassebagai pengembangan yang diperoleh pada madrasah diniyahwustha dengan masa belajar 2 tahun, dan jumlah jam belajar 18jam pelajaran seminggu.Ciri – ciri Madrasah Diniyah adalah:

Madrasah Diniyah merupakan pelengkap dari pendidikan formal. Madrasah Diniyah merupakan spesifikasi sesuai dengan

kebutuhan dan tidak memerlukan syarat yang ketat serta dapatdiselenggarakan dimana saja.

Madrasah Diniyah tidak dibagi atas jenjang atau kelas-kelas secaraketat.

Madrasah Diniyah dalam materinya bersifat praktis dan khusus. Madrasah Diniyah waktunya relatif singkat, dan warga didiknya

tidak harus sama. Madrasah Diniyah mempunyai metode pengajaran yang bermacam-

macam.

Page 69: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

69 | P a g e

1). Kurikulum Madrasah Diniyah

Berdasarkan Undang-Undang Pendidikan dan Peraturanpemerintah No. 73 Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari systempendidikan nasional yang diselenggarakan pada jalur pendidikan luarsekolah untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama.Madarsah Diniyah termasuk kelompok pendidikan keagamaan jalur luarsekolah yang dilembagakan dan bertujuan untuk mempersiapkan pesertadidik menguasai pengetahuan agama Islam, yang dibina oleh MenteriAgama.

Oleh karena itu, Menteri Agama dan Direktorat JenderalPembinaan Kelembagaan Agama Islam menetapkan Kurikulum MadrasahDiniyah dalam rangka membantu masyarakat mencapai tujuanpendidikan yang terarah, sistematis dan terstruktur. Meskipun demikian,masyarakat tetap memiliki keleluasaan untuk mengembangkan isipendidikan, pendekatan dan muatan kurikulum sesuai dengankebutuhan dan lingkungan madrasah.

Madrasah diniyah non formal bertujuan: Melayani warga belajar dapat tumbuh dan berkembangn sedini

mungkin dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabatdan mutu kehidupanya.

Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilandan sikap mental yang diperluakan untuk mengembangkan diri,bekerja mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat dan /ataujenjang yang lebih tinggi.

Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapatdipenuhi dalam jalur pendidikan sekolah.

Untuk menumbuh kembangkan ciri madrasah sebagai satuan

pendidikan yang bernapaskan Islam, maka tujuan madrasah diniyahdilengkapi dengan ―memberikan bekal kemampuan dasar danketerampilan dibidang agama Islam untuk mengembangkankehidupannya sebagai pribadi muslim, anggota masyarakat dan wargaNegara.

Dalam program pengajaran ada beberapa bidang studi yangdiajarkan madrasah diniyah meliputi:1. Al-Qur‘an Hadits2. Aqidah Akhlak3. Fiqih4. Sejarah Kebudayaan Islam5. Bahasa Arab6. Praktek Ibadah.

Dalam pelajaran Qur‘an-Hadits santri diarahkan kepadapemahaman dan penghayatan santri tentang isi yang terkandung dalamqur‘an dan hadits. Mata pelajaran aqidah akhlak berfungsi untukmemberikan pengetahuan dan bimbingan kepada santri agar meneladanikepribadian nabi Muhammad SAW, sebagai Rasul dan hamba Allah,

Page 70: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

70 | P a g e

meyakini dan menjadikan Rukun Iman sebagai pedoman berhubungandengan Tuhannya, sesama manusia dengan alam sekitar, Mata pelajaranFiqih diarahkan untuk mendorong, membimbing, mengembangkan danmembina santri untuk mengetahui memahami dan menghayati syariatIslam.

Sejarah Kebudayaan Islam merupakan mata pelajaran yangdiharapkan dapat memperkaya pengalaman santri dengan keteladanandari Nabi Muhammad SAW dan sahabat dan tokoh Islam. Bahasa Arabsangat penting untuk penunjang pemahaman santri terhadap ajaranagama Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan Islam dan hubunganantar bangsa degan pendekatan komunikatif. Dan praktek ibadahbertujuan melaksanakan ibadah dan syariat agama Islam. KurikulumMadrasah Diniyah pada dasarnya bersifat fleksibel dan akomodatif.

Oleh karena itu, pengembangannya dapat dilakukan olehKementerian Agama Pusat, Wilayah/Propinsi dan Kabupaten/Kotamadyaatau oleh pengelola kegiatan pendidikan sendiri. Prinsip pokok untukmengembangkan tersebut ialah tidak menyalahi aturan perundang-undangan yang berlaku tentang pendidikan secara umum, peraturanpemerintah, keputusan Menteri Agama dan kebijakan lainnya yangberkaitan dengan penyelenggaraan madrasah diniyah.

2). Dasar Yuridis Madrasah Diniyah

Berdasarkan Undang-undang Pendidikan dan PeraturanPemerintah. Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari pendidikannasional untuk memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama.Madrasah Diniyah termasuk ke dalam pendidikan yang dilembagakan danbertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam penguasaanterhadap pengetahuan agama Islam. Secara operasional ketentuanmadrasah diniyah diatur dalam Keputusan Menteri Agama No.1 Tahun2001 setelah lahirnya Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Pondokpesantren yang khusus melayani pondok pesantren dan madrasahdiniyah. Keberadaan madrasah diniyah dipertegas lagi dengandisahkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan terutamapasal 21 ayat (1) sampai (3) menyebutkan bahwa: Pendidikan Diniyah nonformal diselenggarakan dalam bentuk

pengajian kitab, majelis taklim, Pendidikan Al Qur‘an, DiniyahTaklimiyah atau bentuk yang sejenis

Pendidikan Diniyah nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat berbentuk satuan pendidikan.

Pendidikan dniyah nonformal yang berkembang menjadi satuanpendidikan wajib mendapatkan izin dari kantor Departemen AgamaKabupaten / Kota setelah memenuhi ketentuan tentangpersyaratan pendirian satuan pendidikan.

Page 71: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

71 | P a g e

3). Model Pendidikan Madrasah Diniyah.

Peran vital Madrasah Diniyah bagi masyrakat haruslah tetap dijagasampai kapanpun, hal tersebut dapat diperoleh jika model pendidikannyadapat diterima oleh masyarakat. Salah satu solusinya adalah denganmengintergasikan Madrasah Diniyah ini kedalam lembaga pendidikanpesantren atau lembaga pendidikan formal seperti MIN, MTs, dan MA. Adabanyak langkah yang bisa ditempuh untuk mewujudkan modelpendidikan Madrasah Diniyah yang ideal antara lain: Integralisasi pendidikan Madrasah Diniyah dengan sistem

pendidikan formal pondok pesantren. Penerapan manageman pendidikan secara baik dan benar. Sistem pembelajaran dilaksanakan harus dengan mengacu pada

kurikulum. Melengkapi Madrasah Diniyah dengan media pendidikan yang

sesuai.

4). Madrasah Diniyah sebagai Pendidikan Formal

Sebagaimana terdapat dalam PP. No. 55 tahun 2007 Pasal 15,bahwa madrasah diniyah atau Pendidikan diniyah formalmenyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaranagama Islam pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.

Dalam pasal selanjutnya pasal 16 ayat ( 1 ) dan ( 2 ) dijelaskanbahwa pendidikan diniyah dasar menyelenggarakan pendidikan dasarsederajat MI/SD yang terdiri atas 6 (enam) tingkat dan pendidikandiniyah menengah pertama sederajat MTs/SMP yang terdiri atas 3 (tiga)tingkat. Sedangkan untuk pendidikan diniyah tingkat menengahmenyelenggarakan pendidikan diniyah menengah atas sederajat MA/SMAyang terdiri atas 3 (tiga) tingkat.

Mengenai syarat-syarat menjadi peserta didik atau siswa dalammadrasah diniyah, telah di atur dalam PP. No. 55 tahun 2007 Pasal (1),(2), (3), dan (4) bahwa untuk dapat diterima sebagai peserta didikpendidikan diniyah dasar, seseorang harus berusia sekurang-kurangnya7 (tujuh) tahun.akan tetapi dalam hal daya tampung satuan pendidikanmasih tersedia maka seseorang yang berusia 6 (enam) tahun dapatditerima sebagai peserta didik pendidikan diniyah dasar. Kemudian untukdapat diterima sebagai peserta didik pendidikan diniyah menengahpertama, seseorang harus berijazah pendidikan diniyah dasar atau yangsederajat. Dan untuk dapat diterima sebagai peserta didik pendidikandiniyah menengah atas, seseorang harus berijazah pendidikan diniyahmenengah pertama atau yang sederajat.

Mengenai kurikulum madrasah diniyah sendiri, dalam PP No. 55tahun 2007 Pasal 18 ayat (1) dan (2) dijelaskan bahwa madrasah diniyahdasar atau pendidikan diniyah dasar formal harus wajib memasukkan

Page 72: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

72 | P a g e

muatan pendidikan kewarganegaraan (PKN), bahasa Indonesia (BI),matematika, dan ilmu pengetahuan alam (IPA) dalam rangka pelaksanaanprogram wajib belajar. Sedangkan Kurikulum pendidikan diniyah untuktingkat menengah formal harus wajib memasukkan muatan pendidikankewarganegaraan (PKN), bahasa Indonesia (BI), matematika, ilmupengetahuan alam (IPA), serta seni dan budaya (SB).

Sebagaimana lembaga pendidikan formal pada umumnya, dalammadrasah diniyah atau pendidikan diniyah di akhir pendidikan jugadilakukan sebuah ujian yang bersifat nasional atau ujian yang dilakukanseluruh indonesia. Ujian nasional pendidikan diniyah dasar danmenengah diselenggarakan untuk menentukan standar pencapaiankompetensi peserta didik atas ilmu-ilmu yang bersumber dari ajaranIslam. Mengenai ketentuan lebih lanjut tentang ujian nasional pendidikandiniyah dan standar kompetensinya ditetapkan dengan peraturan MenteriAgama dengan berpedoman kepada Standar Nasional Pendidikan.

Pada PP. No. 55 tahun 2007 pasal 20 ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ), dan ( 4 ) jugadijelaskan bahwa pendidikan diniyah pada jenjang pendidikan tinggidapat menyelenggarakan program akademik, vokasi, dan profesiberbentuk universitas, institut, atau sekolah tinggi. Kemudian Kerangkadasar dan struktur kurikulum pendidikan untuk setiap program studipada perguruan tinggi keagamaan Islam selain menekankan pembelajaranilmu agama, wajib memasukkan pendidikan kewarganegaraan danbahasa Indonesia. Mata kuliah dalam kurikulum program studi memilikibeban belajar yang dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks).Pendidikan diniyah jenjang pendidikan tinggi diselenggarakan sesuaidengan Standar Nasional Pendidikan.

5). Madrasah Diniyah Nonformal

Pendidikan Nonformal adalah jalur pendidikan diluarpendidikanformal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur danberjenjang. Pendidikan diniyah nonformal, dijelaskan secara detail padaUndang-Undang Pendidikan Agama Dan Pendidikan Keagamaan Nomor55 Tahun 2007. Pendidikan diniyah nonformal diselenggarakan dalambentuk pengajian kitab, Majelis Taklim, Pendidikan Al Qur‘an, DiniyahTakmiliyah, atau bentuk lain yang sejenis. Pendidikan diniyah nonformaldapat berbentuk satuan pendidikan. Pendidikan diniyah nonformal yangberkembang menjadi satuan pendidikan wajib mendapatkan izin darikantor Departemen Agama Kabupaten/Kota setelah memenuhi ketentuantentang persyara tan pendirian satuan pendidikan.

6). Madrasah Diniyah Informal

Madrasah diniyah informal telah dilakukan sejak awal Islamdiperkenalkan.Mereka yang berpengetahuan mendalam tentang Alquranmemimpin kelompok-kelompok diskusi, membaca surah-surah Alqurandan menjelaskan makna yang terkandung di dalam Alquran. Dengan

Page 73: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

73 | P a g e

demikian, pendidikan secara informal berlangsung dalam bentuk diskusitentang kandungan Alquran.

Perkembangan kini pendidikan informal lebih dekat denganpengertian pendidikan yang dibangun dalam keluarga, melalui mediamassa, acara keagamaan, pertunjukan seni, hiburan, kampanye,partisipasi dalam organisasi, da lain-lain. Pendidikan informaldiorganisasi secara fleksibel, tidak terdapat penjenjangan kronologis,tidak mengenal adanya ijazah, waktu belajar sepanjang hayat, dan lebihmerupakan hasil pengalaman individual mandiri dan pendidikannya tidakterjadi di dalam medan interaksi belajar mengajar.

Hasil pendidikan informal dapat diakui dengan pendidikan formaldan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standarnasional pendidikan. Contoh pendidikan informal pendidikan agama, budipekerti, etika sopan santun, moral, sosialisasi Ciri cirri pendidikaninformal: pendidikan dikeloal manajemen fleksibel, guru dan orang tua,serta pendidikan berlangsung terus-menerus tanpa mengenal tempat danwaktu.

Madrasah Diniyah Takmiliyah ialah suatu sutu pendidikankeagamaan Islam nonformal yang menyelenggarakan pendidikan Islamsebagai pelengkap bagi siswa pendidikan umum. Untuk tingkat dasar(diniah takmiliya awaliyah) dengan masa belajar 6 tahun. Untukmenengah atas (diniah takmiliyah wustha) masa belajar tiga tahun, untukmenengah atas (diniyah ulya) masa belajar selama tiga tahun denganjumlah jam belajar minimal 18 jam pelajaran dalam seminggu. MenurutAmin Haidar perubahan nomenklatur dari madrasah diniyah menjadidiniyah takmiliyah berdasarkan pertimbangan bahwa kegiatan madrasahdiniyah merupakan pendidikan tambahan sebagai penyempurna bagisiswa sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), dan sekolahmenengah atas (SMA) yang hanya mendapat pendidikan agama Islam duajam pelajaran dalam satu minggu, oleh karena itu sesuai dengan artinyamaka kegiatan tersebut yang tepat adalah diniyah takmiliah.

Madrasah Diniyah (MD) atau pada saat ini disebut MadrasahDiniyah Takmiliah (MDT) adalah lembaga pendidikan Islam yang dikenalsejak lama bersamaan dengan masa penyiaran Islam di Nusantara.Pengajaran dan pendidikan Islam timbul secara alamiah melalui prosesakulturasi yang berjalan secara halus, perlahan sesuai kebutuhanmasyarakat sekitar. Pada masa penjajahan hampir semu desa yangpenduduknya beragama Islam, terdapat Madrasah Diniah (DiniyahTakmiliah), dengan nama dan bentuk berbeda beda antara satu daerahdengan daerah lainnya, seperti pengajian, surau, rangkang, sekolahagama dan lain lain.

Mata pelajaran agama juga berbeda beda yang yang padaumumnya meliputi aqidah, ibadah, akhlak, membaca Al Qur‘an danbahasa Arab. Namun walaupun demikian keberadaan MDT ini masihterkesan kurang mendapat perhatian khusus baik dari kalangan

Page 74: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

74 | P a g e

masyarakat maupun pemerintah. padahal jika melihat perkembanganspiritualitas generasi saat ini sudah semakin memprihatinkan.

Oleh sebab itu sudah menjadi suatu keniscayaan kalau keberadaanmadrasah takmiliyah ini mendapat perhatian lebih baik dari masyarakatmaupun pemerintah. Maka Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat (3)setelah mengalami perubahan keempat kalinya yang berbunyi―Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistempendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan sertaakhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diaturdengan undang undang.

Mencerdaskan kehidupan bangsa memang adalah asumsimendasar diadakannya sebuah proses pendidikan, sebab kehidupanbangsa yang cerdaslah yang akan mengantarkan bangsa ini menjadibangsa yang jaya dalam tapak waktu yang berkesinambungan. Namuntidak dapat kita pungkiri bahwa kecerdasan yang paling tepat dan yangpaling dibutuhkan dalam asumsi di atas adalah kecerdasan yangmengarah pada kecerdasan spiritualitas, sebab kecerdasan spiritual inilahyang sangat menentukan baik dan tidaknya suatu bangsa. Karena apabilakecerdasan spiritualitas ini tidak dimiliki oleh penerus bangsa ini sudahdapat dipastikan kelangsungan bangsa ini akan cenderung mengalamikerancuan yang berkesinambungan.

Untuk menunjang proses peningkatan kecerdasan spiritualitastersebut tidak cukup kalau hanya mengacu pada pendidikan formalseperti SD, SMP, MTs, dan sebagainya. Dimana di dalmnya hanyaterdapat sedikit waktu untuk berbagi nilai nilai spiritualitas tersebut. Jadisudah barang tentu menjadi keniscayaan pentingnya pengembangansistem Madrasah Diniyah Takmiliyah (MDT) sebagai alternatif yangdominan untuk melengkapi pelajaran keagamaan dalam lembaga formaltersebut yang terkesan memiliki waktu sedikit dalam proses peningkatankeimanan, katakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskankehidupan bangsa ini.

Tujuan Pendidikan Madrasah Diniyah adalah untuk:a. Memberikan bekal kemampuan dasar kepada warga belajar untuk

mengembangkan kehidupan sebagai;b. Warga muslim yang beriman, bertaqwa dan beramal saleh serta

berakhlak mulia;c. Warga Negara Indonesia yang berkepribadian, percayapada diri

sendiri,serta sehat jasmani dan rohani;d. Membina warga belajar agar memiliki pengalaman, pengetahuan,

keterampilan beribadah dan sikap terpuji yang berguna bagipengembangan pribadinya;

e. Mempersiapkan warga belajar untuk dapat mengikuti pendidikanagama Islam pada Diniyah Takmiliyah Wustha.Diniyah Takmiliyah Awaliyah mempunyai fungsi:

a. Menyelenggarakan pendidikan agama Islam yang meliputi Al-Qur‘an-Hadits, Tajwid, Aqidah-Akhlak, Fiqih Ibadah, SejarahKebudayaan Islam, Bahasa Arab dan Praktek Ibadah;

Page 75: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

75 | P a g e

b. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tambahan pendidikanagama Islam terutama bagi siswa yang belajar di SekolahDasar/SD/pendidikan sederajat;

c. Memberikan bimbingan dalam pelaksanaan pengalaman ajaranIslam;

d. Membina hubungan kerja sama dengan orang tua warga belajardan masyarakat;

e. Melaksanakan tata usaha dan rumah tangga pendidikansertaperpustakaan.

7). Perbedaan Pesantren dan Lembaga Lainnya

Pesantren adalah sebagai sebuah institusi pendidikan yangmemiliki karakter khas, pesantren memiliki peran yang sangat sentralyang tidak hanya sebagai kawah candradimuka bagi penuntut ilmu-ilmukeagamaan, pengembangan dan pengendali sistem moral masyarakat,tetapi juga mampu mengambil peran sebagai agen transformasisosial. Halini dapat dibuktikan bahwa pesantren sejak awal munculnya merupakanlembaga kultural yang berfungsi menyebarkan dakwah agama, lokomotifgerakan perlawanan penjajah dan sekaligus berperan sebagai penggeraktransformasi sosial-politik bangsa Indonesia pasca-revolusi. Ke-khasaninilah yang membedakan pesantren dengan institusi sejenis pesantren diluar agama Islam.Sebagai lokomotif utama gerakan perlawanan penjajah,pesantren menjadi basis-basis sekaligus benteng perlawanan ketikacolonial penjajah, khususnya Belanda meluluhlantakkan kota-kota danpusat-pusat pemerintahan.

Data sejarah menunjukkan, hampir semua perlawanan terhadappenjajah usai ditangkapnya Pangeran Diponegoro (1830 M) dimotori olehpara punggawa prajuritnya yang menjadikan pesantren sebagai basisperlawanannya. Ada Kiai Abdus Salam bersama pasukannya yangmenggeser perlawanannyadari Tegalrejo ke arah timur, yaituTambakberas Jombang. Ada Pangeran Rojoyo yang melanjutkanperlawanan penjajah di Kota Batu. Ada RM. Imam Soedjono, SenopatiPangeran Diponegoro yang menjadikan Padepokan Djoego KesambenBlitar sebagai basis perlawanannya. Ada Kiai Umar, ulama kepercayaanPangeran Diponegoro yang memusatkan perlawanannya di Semarangyang kemudian dilanjutkan oleh putranya yaitu Kiai Saleh Darat. Begitujuga dengan Kiai Hasan Basyari, ajudan Pangeran Diponegoromelanjutkan perlawanannya di Yogyakarta yang kelak diteruskan olehcucunya yaitu KH. Moenawir Pendiri pesantren Krapyak Yogyakartasampai dengan daerah Purwakarta Jawa Barat oleh salah satu pasukanDiponegoro yang bernama Syekh Baing Yusuf yang kemudian salah satumuridnya Syekh Nawawi al Bantani menjadi tokoh penting dalam jaringanulama berikutnya. Semua peran perlawanan terhadap penjajah di atastidak banyak ditemui di lembaga sejenis pesantren di luar Islam.

Dibandingkan dengan sistem pendidikan sejenis di luar Islam,sistem di pondok pesantren memang mempunyai beberapa keunikan,baik itu menyangkut orientasi kependidikannya, modelkepemimpinannya, menejemen kelembagaannya maupun literatur buku

Page 76: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

76 | P a g e

yang dipeliharanya dalam kurun waktu yang cukup lama. Apabilaprinsip-prinsip pendidikan yang tersurat dalam UU Nomor 2 Tahun 1989tentang Sistem Pendidikan Nasional lebih kelihatan anthropocentric, makaprinsip pendidikan di pesantren lebih dilihat theocentric.

Orientasi pendidikan pesanren (tradisonal) memusat pada sikap ―taqarrub” (mendekatkan diri kepada Allah dengan ketundukan danketaatan beribadah serta melaksanakan doktrin –doktrin agama secaraketat) dan sikap ―tahassun ― (melaksanakan amal-amal soleh, baikkesalehan individual maupun kesolehan sosial, dan perilaku yang etisdan bermanfaat). Karenanya tipikal dari pesantren adalah kesederhanaandan keikhlasannya sebagai mana terlihat pada fisik bangunan, metodekajian dan perangkat belajar serta hubungan yang khas antara kiai dansantri yang layaknya orang tua dan anak dengan segalakesederhanannya. Dengan tipikalnya ini, banyak pesantren yang tidakmemungut bayaran pada santrinya dan terkadang santri ikut berdagangdan bertani bersama untuk memenuhi kebutuhan hidup dan biayalainnya. Dan karena lokasinya menyatu dengan masyarakat, makaterciptalah harmoni antara satu dengan lainnya sehingga menjadikanpesantren sebagai unsur yang lekat dalam struktur sosial masyarakat.

F. Kebijakan Anggaran Penyelenggaraan Pesantren danMadrasah

Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional, terkait dengan Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantrentercantum pada Pasal 30 ayat (4) Pendidikan keagamaan berbentukpendidikan diniyah, pesantren.

Dengan demikian kebijakan penganggaran di Jawa Timur, respondari sebagian pemerintah daerah (Diknas) hanya sebatas yang tertulisdalam undang-undang tersebut yaitu Satuan Pendidikan DiniyahTamiliyah dan sebagian lagi menganggap bahwa Satuan Pendidikan Al-Quran adalah bagian dari Satuan Pendidikan Diniyah Takmiliyah.Sedangkan kebijakan anggaran pada pesantren mengacu pada MoUantara Menteri Agama RI dengan kementerian lain, seperti dinas koperasi,kemaritiman dan lain-lain.

Selanjutnya berkaitan dengan Kebijakan Anggaran PemerintahDaerah terkait Tunjangan Sertifikasi Guru, bahwa sesuai Peraturanpemerintah RI nomor 41 tahun 2009 tentang tunjangan profesi guru dandosen, tunjangan khusus guru dan dosen, serta tunjangan kehoratanprofessor, TIDAK MENENTUKAN Kementerian/lembaga/institusi manayang bertanggungjawab terhadap pembayaran tunjangan profesi bagiguru agama pada sekolah.

Ketentuan tentang Kementerian/lembaga/institusi mana yangbertanggungjawab terhadap pembayaran tunjangan profesi bagi guruagama pada sekolah baru disebutkan dalam peraturan Menteri Keuangan

Page 77: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

77 | P a g e

Nomor 164/PMK.05/2010 tentang tata cara pembayaran tunjanganprofesi guru dan dosen, tunjangan khusus guru dan dosen, sertatunjangan kehormatan professor BAB IV ALOKASI DANA Pasal 6:

Ayat (1) Tunjangan profesi bagi guru Pegawai Negeri SipilDaerah yang bertugas pada satuan pendidikan yangdiselenggarakan oleh pemerintah daerah kecuali untuk gurupendidikan agama dialokasikan dalam anggaran KementerianPendidikan nasional dan/atau anggaran pemerintah daerah sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ayat (2) Tunjangan profesi bagi guru pendidikan agamasebagaimana dimaksud ayat (1) dialokasikan dalam anggaranKementerian Agama.

Berdasarkan ketentuan pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan MenteriKeuangan Nomor 164/PMK.05/2010 tersebut belum menjelaskanbagaimana dengan guru agama yang berstatus BUKAN PNS?

Kejelasan tentang Kementerian/lembaga/institusi yang berwenangmemberikan tunjangan profesi bagi guru pendidikan agama yangberstatus BUKAN PNS dapat dilihat dalam Keputusan Menteri AgamaNomor 73 tahun 2011.

Berdasarkan keputusan Menteri Agama Nomor 73 tahun 2011tentang pedoman pelaksanaan pembayaran tunjangan profesi danbantuan tunjangan profesi guru/pengawas dalam binaan KementerianAgama dalam LAMPIRAN angka Romawi II. KRITERIA DAN PERSYARATANhuruf A. kriteria Penerima, bahwa kriteria penerima meliputi:1. Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memangku jabatan fungsional

a. Pengawas pendidikan agamab. Pengawas rumpun (pengawas RA dan madrasah)c. Guru pada RA dan madrasahd. Guru agama pada sekolahe. Guru pada sattuan pendidikan formal lainnya dalam binaan

Kementerian Agama2. Guru bukan Pegawai Negeri Sipil (GBPNS) yang meliputi:

a. Guru pada RA dan madrasahb. Guru agama pada sekolahc. Guru pada satuan pendidikan formal lainnya dalam binaan

Kementerian AgamaSelanjutnya pada angka Romawi V. SUMBER DANA dinyatakan:

1. Sumber dana untuk pembayaran tunjangan profesi danbantuan tunjangan profesi guru/pengawas bagi guru PNSyang satuan administrasi pangkalnya madrasah negeri,dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)madrasah negeri yang bersangkutan.

2. Sumber dana untuk pembayaran tunjangan profesi danbantuan tunjangan pofesi guru/pengawas selainsebagaimanan dimaksud (guru PNS yang satuanadministrasi pangkalnya madrasah negeri) dibebenakankepada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kantor

Page 78: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

78 | P a g e

Kementerian Agama kabupaten/kota dan Kantor WilayahKementerian Agama Provinsi.

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwakementerian/lembaga/institusi yang diberikan wewenang untukpembayaran profesi guru pendidikan agama baik negeri maupun swastaadalah Kementerian Agama dalam hal ini melalui Daftar IsianPelaksanaan Anggaran (DIPA) Kantor Kementerian Agamakabupaten/kota dan Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi. Meskidemikian jika dikaji secara mendalam masih terjadi permasalahn hukum,antara lain:

Pertama, ketentuan tentang penganggaran (DIPA) tunjangan profesibagi Guru PAI bukan perintah yang tertulis dalam peraturan pemerintahRI Nomor 41 tahun 2009 selaku hukum yang mengatur tentangtunjangan profesi guru dan dosen, tunjangan khusus guru dan dosen,serta tunjangan kehormatan professor.

Kedua, ketentuan mengenai penganggaran (DIPA) tunjangan profesibagi guru PAI Bukan PNS dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2) PeraturanMenteri Keuangan Nomor 164/PMK.05/2010 masih bersifat multitafsirdan dalam batas batas tertentu, Kementerian Pendidikan Nasionaldan/atau Pemerintah Daerah pun memiliki kewenangan dan/ataukewajiban untuk menganggarkan, jadi tidak semata mata KementerianAgama.

Ketiga, penganggaran (DIPA) tunjangan profesi bagi guru PAI bukanPNS oleh Kementerian Agama bersifat alternatif dan/atau inisiatif karenaketidakjelasan dari ketentuan Peraturan Menteri Keuangan nomor164/PMK.05/2010. Hal ini semata mata karena tafsir…bahwa karenaguru PAI PNS TPP nya dianggarkan oleh Kementerian Agama, makaanggaran TPP guru PAI Bukan PNS pun dilakukan oleh KementerianAgama.

Sebagaimana ketentuan regulasi, tunjangan sertifikasi guru PAIdibebankan pada anggaran (DIPA) Kementerian Agama sehingga segalasesuatu berkaitan dengan tunjangan sertifikasi guru PAI menjaditanggungjawab Kementerian Agama. Solusinya merujuk ketentuan umumbahwa leading sector pendidikan terletak pada Kementerian Pendidikandan/atau pemerintah daerah. Maka selayaknya pemerintah daerah punmenganggarkan hal hal terkait dengan tunjangan sertifikasi guru PAI.Dua hal yang perlu dianggarkan seharusnya: pertama, tunjangan profesiguru PAI Buka PNS, sebagaimana ketentuan yang masih summir dalamperaturan Menteri Keuangan nomor 164/PMK.05/2010 maupunKeputusan Menteri Agama nomor 73 tahun 2011. Kedua, tunjangantambahan penghasilan (tamsil) bagi guru PAI yang diangkat oleh Pemdadan guru PAI Bukan PNS yang belum tersertifikasi.

Page 79: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

79 | P a g e

G. Kesenjangan Tenaga Pendidik, Sarana danPrasarana pada Pesantren dan Madrasah.

Pendidikan keagamaan pada pondok pesantren dapat dilakukanupaya untuk mengatasi kesenjangan yang dilakukan secara mandiri,yaitu melalui badan usaha yang dimiliki pesantren maupun sumber lainyang saholeh lembaga pendidikan keagamaan Islam. Dapat jugamenerima dari donator-donatur yang peduli pada pendidikan keagamaanIslam.

Dalam lembaga pendidikan keagamaan pada kristen, sudah adaupaya yang dilakukan untuk mengatasi kesenjangan tenaga pendidikmelalui himbauan dan pembinaan agar melakukan peningkatankualifikasi, sarana dan prasarana pada pendidikan keagamaan belummemadai. Dalam lembaga pendidikan keagamaan Katholik, upaya yangdilakukan untuk mengatasi kesenjangan tenaga pendidik, saranaprasarana pada Pendidikan Keagamaan adalah, bagi yayasan mengangkattenaga pendidik dan mengupayakan pengadaan sarana prasarana sesuaikemampuan.

Ditjen Bimas Katholik dalam tugasnnya memberi pelayanan kepadamasyarakat sesuai anggaran yang tersedia memberi bantuan saranaprasarana yang dibutuhkan secara prioritas dan member bantuan GuruTidak Tetap pada Lembaga Pendidikan Agama Katolik.

Dalam lembaga pendidikan keagamaan Hindu, upaya yangdilakukan untuk mengatasi kesenjangan tenaga pendidik, saranaprasarana pada Pendidikan Keagamaan adalah, bagi yayasan mengangkattenaga pendidik dan mengupayakan pengadaan sranaprasarana sesuaikemampuan. Bimas Hindu dalam tugasnnya meberi pelayanan kepadamasyarakat sesuai anggaran yang tersedia memberi bantuan saranaprasarana yang dibutuhkan secara prioritas dan memberi bantuan GuruTidak Tetap pada Pasraman.

Dalam lembaga pendidikan keagamaan Buddha, upaya yangdilakukan untuk mengatasi kesenjangan tenaga pendidik, saranaprasarana pada Pendidikan Keagamaan adalah, bagi yayasan mengangkattenaga pendidik dan mengupayakan pengadaan sarana prasarana sesuaikemampuan. Bimas Buddha dalam tugasnnya memberi pelayanan kepadamasyarakat sesuai anggaran yang tersedia memberi bantuan saranaprasarana yang dibutuhkan secara prioritas dan memberi bantuan GuruTidak Tetap pada Lembaga Pendidikan Agama Buddha.

Dalam lembaga pendidikan keagamaan Khonghucu, upaya yangdilakukan untuk mengatasi kesenjangan tenaga pendidik, sarana danprasarana pada pendidikan keagamaan adalah dengan membinapemuda/umat Khonghucu sebagai tenaga pendidik sukarela danmengandalkan dana swadaya MAKIN dalam pengadaan sarana danprasarana.

Page 80: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

80 | P a g e

H. Perlunya Peraturan Daerah yang khusus yangMengatur mengenai Pesantren dan Madrasah

Kebijakan Pemda dalam memajukan pengelolaan lembagapesantren dan pendidikan keagamaan lainnya hanya sebatas pada acaraseremonial dan event-event tertentu seperti perayaan – perayaan maupunpada pelatihan life skill, seperti pelatihan-pelatihan (life skill) yang dibinamelalui kementerian lain yang membidanginya, itupun tidak sepenuhnya.Sedangkan yang berkaitan komponen utama pendidikan keagamaanIslam yang harus difasilitasi sebagaimana 8 komponen standar nasionalpendidikan. Seperti ketenagaan (pengawas, ustadz/ustadza, BadanAkreditasi Pendidikan Keagamaan, sarana proses pembelajaran, dll).Untuk lembaga pendidikan agama Kristen, Katholik, Hindu, Budha danKonghucu belum ada sama sekali baik itu dalam bentuk regulasi/Perdamaupun bantuan melalui APBD.

Agar pendidikan keagamaan dapat mencapai fungsi dan tujuannyaPP 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Kegamaansampai saat ini belum diimplementasikan dengan sepenuhnya. SebaiknyaPP 55/2007 ditingkatkan untuk semakin memberdayakan Pesantren danPendidikan Keagamaan yang sudah ada semakin ditingkatkan kualitasnyadengan memberi bantuan tenaga pendidik yang professional dan memberbantuan operasional serta sarana prasarana yang menunjang tercapainyatujuan pendidikan.

Perlu atau tidaknya Peraturan Daerah bergantung padakebutuhan, yang dipentingkan bagaimana memberdayakan LembagaPendidikan Keagamaan dan Pesantren yang sudah ada semakinditingkatkan kualitasnya dengan memberi bantuan tenaga pendidik yangprofesional dan memberi bantuan operasional serta sarana prasaranayang menunjang tercapainya tujuan pendidikan. Akan tetapi, UUPesantren dan Pendidikan Keagamaan menjadi diperlukan untukmelindungi dan memperkuat penyelenggaraan Pesantren dan PendidikanKeagamaan itu sendiri.

Pengaturan mengenai Tenaga Kependidikan dan siswa karenaPendidikan Keagamaan berbeda dengan Pendidikan Umum. Muatan yangdiatur dalam Rancangan Peraturan Daerah perlu diperjelas tentang statuspenyelenggaraan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan, isi kurikulum,jumlah dan kualifikasi pendidik.

Muatan mengenai upaya peningkatan sarana prasarana yangmemungkinkan terselengaranya pembelajaran, sumber pembiayaan,sistem evaluasi serta manajemen dan proses pendidikan. Selain ituperlunya muatan kurikulum sebagai standar sesuai kelompok usia,perkembangan kognitif, motorik, dan emosional siswa yang dipergunakan.

Page 81: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

81 | P a g e

I. Kajian terhadap Permasalahan dan Praktek Empirik

Pendidikan Pesantren dan Madrasah sampai saat ini memangmasih eksis, akan tetapi tentu tidak dapat dipungkiri bahwa lembagapendidikan keagamaan dan pesantren masih memiliki berbagai persoalan.Persoalan yang dihadapi oleh lembaga pendidikan keagamaan danpesantren dapat dikategorikan menjadi dua, yakni problem internalmaupun eksternal.

1. Problematika Internal

a. PengelolaanPengelolaan pesantren dan pendidikan keagamaan lain sudah ada

yang dikelola secara baik, dengan manajemen yang modern. Akan tetapimasih banyak pesantren dan pendidikan keagamaan yang belum dikelolasecara baik. Pengelolaan yang belum baik ini bisa disebabkan olehbeberapa hal, yakni: disharmoni antara yayasan dan pimpinan lembagapendidikan keagamaan dan pesantren, SDM yang kurang memadai,fasilitas pendukung yang belum representatif, dana, dsb. Apalagi padalembaga pendidikan diniyah, masih banyak dikelola oleh tenaga-tenagayang kurang, bahkan tidak professional sama sekali, bahkan hanyadikelola secara sederhana saja. Bahkan memang terjadi dualismepengelolaan lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren, maksunyaadalah bahwa ada lembaga pendidikan keagamaan dan pesantrenberinduk ke dinas pendidikan dan ada yang di bawah kementerianagama.

b. Kurikulum dan Proses PembelajaranKurukulum dan proses pembelajaran pesantren dan pendidikan

keagamaan sangat beragam sekali, sesuai dengan jenis dan corak masing-masing. Akan tetapi yang perlu dicermati adalah beban kurikulum padalembaga pendidikan keagamaan dan pesantren yang sangat banyak,mulai dari kurikulum pondok, kurikulum kementerian agama, dankurikulum dinas pendidikan. Pemakaian kurikulum ini dilakukanpesantren dan pendidikan keagamaan adalah untuk mengakomodirtuntutan masyarakat serta untuk menjaga eksistensinya. Akan tetapi,tentu ini berakibat pada proses pembelajaran yang diikuti oleh pesertadidik sangat banyak sekali.

Banyak kasus bahwa pesantren dan pendidikan keagamaan yangmelakukan proses pembelajaran mengacu kepada kurikulum dinaspendidikan. Hal ini dapat di lihat dari lembaga pendidikan keagamaandan pesantren, khususnya beberapa pondok pesantren, akan tetapikurikulumnya mengacu kepada kurikulum dinas pendidikan. Induknyayang mengayominya tetap pondok pesantren, akan tetapi secarakurikulum mengacu ke Dinas Pendidikan.

Page 82: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

82 | P a g e

c. Pendidik dan Tenaga Kependidikan1) Kompetensi Guru dan Tenaga Kependidikan

Kompetensi guru dan tenaga kependidikan pada beberapapesantren dan pendidikan keagamaan sudah mulai baik, terutama padapesantren dan pendidikan keagamaan yang sudah bonafit. Akan tetapi,pada pesantren dan pendidikan keagamaan yang belum bonafit, masihbanyak ditemukan rendahnya kompetensi guru dan tenaga kependidikan,bahkan masih banyak yang di bawah standar pendidik dan tenagakependidikan, baik dari segi pendidikan, profesionalisme, dan sebagainya.2) Sertifikasi Guru

Guru pada pesantren dan pendidikan keagamaan masih banyakyang belum disertifikasi. Bagi pesantren dan pendidikan keagamaan yangdikelola secara swadaya oleh masyarakat sangat membutukan tenagapendidik professional. Dengan disertifikasinya guru-guru pada pesantrendan pendidikan keagamaan, di samping dapat meningkatkankesejahteraan guru, tentu sangat berdampak pada peningkatan mutu dankualitas lembaga pesantren dan pendidikan keagamaan.3) Pemerataan Guru

Akhir-akhir ada kebijakan bahwa guru-guru PNS yang mengajar dipesantren dan pendidikan keagamaan, harus memiliki jam mengajar disekolah-sekolah negeri (MIN/MTsN/MAN). Hal ini tentu sangatberdampak pada lembaga pesantren dan pendidikan keagamaan. Selamaini pesantren dan pendidikan keagamaan sangat terbantu dengan guru-guru PNS yang diperbantukan pada lembaga pesantren dan pendidikankeagamaan. Kebijakan ini dapat juga berakibat terhadap mutu dankualitas lembaga pendidikan, terutama pada pesantren dan pendidikankeagamaan yang belum mandiri.4) Gaji Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Salah satu yang menyebabkan mutu dan kualitas pesantren danpendidikan keagamaan adalah rendahnya gaji pendidik dan tenagakependidika. Masih rendahnya imbalan yang diterima oleh pendidik dantenaga kependidikan mempnegaruhi semangat dan profesionalismependidik dan tenaga kependidikan. Bahkan masih ada pendidik dantenaga pendidikan yang memperoleh gaji di bawah UMR, tentu ini sangatberdampak pada etos kerja dari pendidik dan tenaga kependidikan.d. Siswa

Problem yang sering dihadapi oleh pesantren dan pendidikankeagamaan adalah masalah siswa. Permasalahan ini dapat dari rendahkemampuan input siswa yang masuk ke lembaga pendidikan keagamaandan pesantren, terutama pada lembaga pesantren dan pendidikankeagamaan yang belum berkembang, atau lembaga pesantren danpendidikan keagamaan yang hidup seadanya (belum bonafit). Latarbelakang ekonomi dari siswa yang pada umumnya berlatar belakang darikalangan masyarakt ekonomi rendah, tentu ini menjadi problemmendasar bagi lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren dalampeningkatan mutu dan kualitas pembelajaran dan lulusannya.

e. Sarana dan Prasarana1) Lokal

Permasalahan pesantren dan pendidikan keagamaan yang perluperhatian serius adalah sarana prasarana lokal. Permasalahannya, baik

Page 83: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

83 | P a g e

dari ketersediaan lokal yang representatif untuk belajar, jumlah lokal,perawatan lokal, serta media yang dibutuhkan belajar yang harus adadalam lokal.2) Asrama

Beberapa lembaga pesantren dan pendidikan keagamaan sudahmendapatkan program bantuan Rusunawa, akan tetapi masih banyakpesantren dan pendidikan keagamaan yang belum memiliki saranaprasarana asrama yang memadai, baik gedung, tempat tidur dan kasur,MCK, dsb. Animo masyarakat yang memasukkan anaknya ke pesantrendan pendidikan keagamaan yang besar, tidak bisa terakomodir, karenaminimnya sarana dan prasarana asrama.3) Perpustakaan

Perpustakaan sebagai pusat/jantungnya ilmu pengetahuan padalembaga pendidikan keagamaan dan pesantren masih belum memadai,baik dari segi gedung maupun referensi dan sarana yang memadai.4) Informasi dan Teknologi

Informasi dan teknologi pada lembaga pesantren dan pendidikankeagamaan masih sangat membutuhkan perhatian dan keseriusan dalampeningkatan mutu dan kualitas lembaga pendidikan keagamaan danpesantren. Saat ini masih banyak ditemukan lembaga pesantren danpendidikan keagamaan yang di dukung oleh IT yang memadai, bahkantidak memiliki sarana IT sama sekali.5) Laboratorium

Laboratorium yang lengkap dan memadai untuk mendukungproses dan kualitas pembelajaran masih sangat sederhana, bahkan tidakmempunyai laboratorium sama sekali, yang ada hanya menjadikan lokalbelajar untuk melakukan berbagai praktek dengan alat yang seadanya.Oleh karena itu, Pesantren dan pendidikan keagamaan perlu dilengkapidengan laboratorium dengan sarana dan alat yang memadai, sehinggamampu menghasilkan lulusan yang kompeten.6) Lokasi

Lokasi pesantren dan pendidikan keagamaan masih ditemukanberbagai permasalahan. Permasalahan mendasar adalah luas tanahpesantren dan pendidikan keagamaan yang masih belum memadai,karena belum memiliki tanah yang luas, bahkan banyak yang tidakmemiliki lokasi yang memadai untuk melakukan kegiatan olah raga,berkebun, peternakan, dan sebagainya.

Permasalahan lain adalah lokasi yang kurang strategis, minimnyaakses transportasi, sehingga mengurangi animo masyarakat untukmemasukkan anaknya lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren.Lokasi yang masih bersifat sewa, sehingga kurang memberikankenyamanan dan kepastian masa depan dalam penyelenggaraanpendidikan.7) Sarana Ibadah

Beberapa pesantren masih memiliki permasalahan dari segi saranaibadah, baik ketersediaan sarana ibadah (masjid), maupun saranapendukung untuk melakukan ibadah secara baik, seperti tempat wudhu’,wc, termasuk luas sarana ibadah yang representatif.

Page 84: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

84 | P a g e

2. Problematika Eksternal

a. MasyarakatProblematika pesantren dan pendidikan keagamaan yang berasal

dari masyarakat, dapat di lihat dari: pertama, pilihan masyarakatterhadap lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren yang menjadipilihan kedua setelah lembaga pendidikan lain, walaupun diakui bahwasebahagian masyarakat sudah menjadikan pesantren dan pendidikankeagamaan menjadi pilihan utama, akan tetapi masih ada sebahagianmasyarakat yang menjadikan lembaga pendidikan keagamaan danpesantren menjadi pilihan kedua. Kedua, Masyarakat masih menganggapbahwa biaya pendidikan pada lembaga pendidikan keagamaan danpesantren masih termasuk mahal, terutama bagi kalangan masyarakattertentu. Ketiga, Kepedulian masyarakat terhadap pesantren danpendidikan keagamaan yang belum tinggi, sehingga mempengaruhieksistensi dan penyelenggaraan pendidikan pada pesantren danpendidikan keagamaan.

b. Perhatian PemerintahPerhatian pemerintah akhir-akhir ini sudah sangat dirasakan oleh

lembaga pesantren dan pendidikan keagamaan, akan tetapi tentu perluada peningkatan dalam memperbaiki mutu dan kualitas lembagapendidikan keagamaan dan pesantren. Otonomi daerah, di satu sisimemberikan peluang kepada pemerintah daerah untuk meningkatkanmutu dan kualitas pendidikannya, akan tetapi pada daerah-daerahtertentu yang PAD-nya rendah ini menjadi problem. Lembaga-lembagapesantren dan pendidikan keagamaan, bisa dikatakan sangat minimmendapat perhatian dan keseriusan yang pemerintah daerah, baik daribantuan dana, sarana prasarana, dsb. Oleh karena itu, memang perluada regulasi khusus yang dapat memberikan peluang kepada pemerintahdaerah untuk memberikan perhatian dan keseriusan dalam peningkatanlulusan dari lembaga pesantren dan pendidikan keagamaan lainnya.

c. Kerja SamaPeningkatan mutu dan kualitas lembaga pesantren dan pendidikan

keagamaan, tidak dapat tidak harus didukung oleh jaringan dankerjasama dengan berbagai pihak. Saat ini disadari bahwa beberapalembaga pesantren dan pendidikan keagamaan masih sangat minimdengan kegiatan membangun jaringan dan kerjasama, baik akademikmaupun non akademik untuk meningkatkan mutu lulusannya. Minimnyajaringan dan kerjasama ini tentu sangat tergantung oleh SDM danpendanaan yang memadai.

d. Lembaga Pendidikan lain (SMP/SMA yang bercorak pesantren)Problem yang muncul akhir-akhir ini bagi lembaga pesantren dan

pendidikan keagamaan adalah munculnya lembaga-lembaga pendidikanyang dikelola lembaga Dinas Pendidikan Dasar dan Menengah, terutamasetingkat SMA yang mengambil pola lembaga pendidikan keagamaan danpesantren, baik dalam bentuk siswanya di asrama, pemisahan lokal laki-laki dan perempuan, program tahfiz, dan sebagainya.

Page 85: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

85 | P a g e

Program ini kenapa menjadi problem bagi lembaga pendidikankeagamaan dan pesantren adalah karena secara pengelolaan dikelola olehpemerintah, dengan SDM, sarana prasarana dan fasilitas yang memadai,bahkan siswanya dikasih beasiswa penuh oleh pemerintah daerah. Lamakelamaan akan terus terjadi kesenjangan antara lembaga yang dikelolaoleh lembaga pemerintah dengan lembaga pendidikan keagamaan danpesantren. Di samping itu, tentu ini juga menjadi ancaman serius bagilembaga pendidikan keagamaan dan pesantren ke depan. Apabila lembagapendidikan keagamaan dan pesantren tidak memiliki SDM, Sarana danprasarana, serta beasiswa yang tidak ada, tentu dapat menurunkan mutudan kualitas lembaga pesantren dan pendidikan keagamaan itu sendiri.

e. Bantuan DanaPesantren dan pendidikan keagamaan masih mengalami kesulitan

dalam mendapatkan bantuan dana dari pihak luar. Lembaga pesantrendan pendidikan keagamaan lebih banyak tergantung dari dana yangdiperoleh dari peserta didik. Hal ini tentu mengakibatkan perkembanganpesantren dan pendidikan keagamaan lambat. Walaupun beberapalembaga pesantren dan pendidikan keagamaan sudah mendapatkanbantuan dari berbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat atau lembagadonator, akan tetapi ini masih belum memadai sekali, terutama bagilembaga pesantren dan pendidikan keagamaan yang tidak memilikijaringan dan SDM untuk mencari sumber-sumber pendanaan.

Uraian di atas menggambarkan bahwa lembaga pesantren danpendidikan keagamaan masih memiliki problem yang memerlukanperhatian serius, baik dari segi internal maupun eksternal. Oleh karenaitu, untuk tetap eksisnya pesantren dan pendidikan keagamaan padamasa yang akan datang diperlukan kebijakan-kebijakan pemerintah danregulasi-regulasi yang mampu mendorong mutu dan kualitas lembagapesantren dan madrasah dalam bentuk Peraturan Daerah.

Page 86: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

86 | P a g e

BAB IIIEVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

A. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

Pendidikan nasional dalam Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 diartikan sebagai pendidikan berdasarkanPancasila yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasionalIndonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Sementarasistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikanyang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikannasional. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945menjamin kebutuhan dasar untuk mendapatkan pendidikan dalammeningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, sebagaimana diaturdalam Pasal 28C UUD 1945 NRI yang berbunyi:

(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhankebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan danmemperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, senidan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demikesejahteraan umat manusia.‘‘

(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalammemperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangunmasyarakat, bangsa, dan negaranya.Dalam UUD NRI 1945 Pasal 28E disebutkan bahwa:

(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurutagamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilihpekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal diwilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, danmengeluarkan pendapat.

Lembaga Pendidikan Keagamaan yang menjadi kebutuhan dasarwarga negara ini, juga ditegaskan kembali dalam Pasal 29 UUD NRI 1945yang menyatakan bahwa “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang MahaEsa”.

Oleh karenanya, Lembaga Pendidikan Keagamaan dan pesantrenselain menjadi kebutuhan setiap warga negara yang harus diperhatikanoleh negara, juga memiliki akar historis yang berakar pada nilai-nilaiagama. Dalam pasal 31 UUD NRI 1945 ditegaskan pentingnya pendidikanyang berbasis pada nilai-nilai keagamaan, yang berbunyi:

(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan

pemerintah wajib membiayainya.(3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem

pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan

Page 87: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

87 | P a g e

serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupanbangsa, yang diatur dengan undang-undang.

(4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurangkurangnyadua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negaraserta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untukmemenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi denganmenjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan

(6) bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umatmanusia.

Dalam kaitannya dengan pentingnya pendidikan ini, UUD NRI 1945telah mengakomodir anggaran pendidikan sebesar sekurang-kurangnya20% dari APBN dan APBD Pasal 31 ayat (4) yang berbunyi “Negaramemprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluhpersen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaranpendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhanpenyelenggaraan pendidikan nasional”.

Ketentuan ini telah dikuatkan dengan putusan MahkamahKonstitusi Nomor: 013/PUU-VI/2008, Pemerintah harus menyediakananggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN danAPBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.Alokasi anggaran diharapkan dapat memenuhi kebutuhan yang terkaitdengan peningkatan kualitas pendidikan.

Alokasi anggaran pendidikan yang diamanahkan UUD NRI 1945dimandatkan pada Kementerian yang mempunyai fungsi pendidikanantara lain Kemendikbud, Kemenristekdikti, Kemenag, dan kementerianlain yang mempunyai fungsi pendidikan. Anggaran 20% yang merupakanamanah UUD NRI 1945 diharapkan dapat mendorong penyelenggaraanpendidikan nasional yang merupakan bukti keseriusan Pemerintah dalamdunia pendidikan khususnya penyelenggaraan dan pengelolaanPendidikan Madrasah.

B. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional

Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional Pasal 4, yang berbunyi:

(1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilanserta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasimanusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukanbangsa.

(2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemikdengan sistem terbuka dan multimakna.

(3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaandan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjanghayat.

Page 88: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

88 | P a g e

(4) Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan,membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas pesertadidik dalam proses pembelajaran.

(5) Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budayamembaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.

(6) Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semuakomponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraandan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Dalam UU ini, penyelenggaraan pendidikan wajib memegangbeberapa prinsip, yakni pendidikan diselenggarakan secara demokratisdan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hakasasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsadengan satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka. Undang-Undang No. 20 tahun 2003 telah memberi peluang yang sama kepadamadrasah dan pesantren yang bukan sekolah umum berciri khas Islamuntuk mendapat pengakuan, penghargaan dan tidak didiskrimanasi dimata negara. Kesempatan ini akan membuka peluang kebhinekaanlembaga pendidikan keagamaan, namun dalam posisi status diakuisebagai bagian dari system pendidikan nasional. Dengan demikian tidakdiperlukan lagi aktifitas ujian ekstranei, ujian persamaan dan sejenisnyabagi madrasah yang bukan sekolah umum untuk mengikuti kurikulumsekolah.

Kehadiran UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem pendidikanNasional semakin memperkuat posisi madrasah yang belum terakomodirdalam UU Nomor 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas. Di antara indikatornyaadalah penegasan status Pendidikan Madrasah selain pendidikan umumdan penyebutan secara eksplisit madrasah yang selalu bersanding denganpenyebutan sekolah, yang hal ini tak ditemukan dalam undang-undangsebelumnya. Beberapa pasal berikut akan menunjukkan hal dimaksud:

(1) Pada pasal 15 tentang jenis pendidikan, jenis pendidikanmencakup pendidikan umum , kejuruan akademik, profesi, vokasi,keagamaan dan khusus;

(2) Pada pasal 17 ayat (2). Tentang pendidikan dasar, pendidikandasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI)atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan Madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yangsedarajat;

(3) Pasal 18 ayat (3). Tentang pendidikan menengah. Pendidikanmenengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasahaliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasahaliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas mencantumkannomenklatur pendidikan madrasah pada posisi yang lebih maju sebagaiperangkat hukum untuk menjamin keberlangsungan Madrasah sebagaialternatif lembaga pendidikan untuk meraih prestasi melalui jalurpendidikan formal sekaligus untuk beribadah.

Page 89: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

89 | P a g e

Namun demikian, pengakuan status pendidikan madrasah dalamUU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas belum menjawab masalahpengembangan Madrasah sebagai salah satu pilar pendidikan nasional.Masih terdapat beberapa masalah, seperti: aspek pengelolaan danpenyelenggaraan pendidikan madrasah, aspek regulasi yang belummengayomi pendidikan madrasah, aspek jaminan anggaran yangmenjamin keberlangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikanmadrasah,Kenyataan empiris muncul tidak setaranya pengalokasianAPBN ataupun APBD untuk Pendidikan Madrasah, Menurut ACDP alokasirasio perbandingan alokasi anggaran pendidikan yang dikelolaKemendikbud dan Kemenag adalah 80:20.

Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikannasional hanya membahas tentang pendidikan secara formal. Inimenyisakan persoalan di mana lembaga pendidikan keagamaan yangnotabene berada pada wilayah informal belum tersentuh. Kedudukanlembaga pendidikan keagamaan dan pesantren dalam UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Pasal 30 ayat (4). Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwapendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren,pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis. Kalaumerujuk pada Pasal 26 UU Sisdiknas tersebut Pesantren kategoriPendidikan Non Formal. Dasar yuridis keberadaan pesantren salaf tidakditemukan dalam UU Sisdinas. Adapun Peraturan Pemerintah (PP) No.55Tahun 2007 Pasal 14 menyebutkan “Pesantren dapat menyelenggarakan 1(satu) atau berbagai satuan dan/atau program pendidikan pada jalurformal, nonformal, dan informal‘.

Untuk itu diperlukan payung hukum setingkat undang-undangyang mencakup pengaturan lebih khusus tentang pendidikan madrasahdalam system pendidikan nasional (Lex Specialis derogate lex generalis),sehingga didapat sebuah pengaturan yang utuh menyeluruh ataskeberadaan pendidikan madrasah.

C. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentangPesantren

Dalam Ketentuan pertimbangan adanya Undang-Undang Nomor 18Tahun 2019 diuraikan bahwa setiap orang bebas memeluk agama danberibadat menurut agamanya serta memilih pendidikan dan pengajarandalam satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanandan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan keidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bahwa dalam upaya untuk meningkatkan keimanan danketakwaan serta akhlak mulia, pesantren yang tumbuh dan berkembangdi masyarakat dengan kekhasannya telah berkontribusi penting dalammewujudkan Islam yang rahmatan lil'alamin dengan melahirkan insanberiman yang berkarakter, cinta tanah air dan berkemajuan, serta

Page 90: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

90 | P a g e

terbukti memiliki peran nyata baik dalam pergerakan dan perjuanganmeraih kemerdekaan maupun pembangunan nasional dalam kerangkaNegara Kesatuan Republik Indonesia.

Bahwa untuk menjamin penyelenggaraan pesantren dalam fungsipendidikan, fungsi dakwah, dan fungsi pemberdayaan masyarakat,diperlukan pengaturan untuk memberikan rekognisi, afirmasi, danfasilitasi berdasarkan tradisi dan kekhasannya.

Kemudian dalam Pasal 1 diuraikan bahwa Pendidikan Pesantrenadalah pendidikan yang diselenggarakan oleh Pesantren dan berada dilingkungan Pesantren dengan mengembangkan kurikulum sesuai dengankekhasan Pesantren dengan berbasis kitab kuning atau dirasah islamiahdengan pola pendidikan muallimin. Dalam Pasal 2 tentangPenyelenggaraan Pesantren berasaskan:a. Ketuhanan Yang Maha Esa;b. kebangsaan;c. kemandirian;d. keberdayaane. kemaslahatan;f. multikultural;g. profesionalitas;h. akuntabilitas;i. keberlanjutan; danj. kepastian hukum

Tujuan Penyelenggaraan Pesantren tertuang dalam Pasal 3,Pesantren diselenggarakan dengan tujuan:

a. membentuk individu yang unggul di berbagai bidang yangmemahami dan mengamalkan nilai ajaran agamanya danf ataumenjadi ahli ilmu agama yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia,berilmu, mandiri, tolong-menolong, seimbang, dan moderat;

b. membentuk pemahaman agama dan keberagamaan yang moderatdan cinta tanah air serta membentuk perilaku yang mendorongterciptanya kerukunan hidup beragama; dan

c. meningkatkan kualitas hidup masyarakat yang berdaya dalammemenuhi kebutuhan pendidikan warga negara dan kesejahteraansosial masyarakat.

selanjutnya dalam Pasal 4, diuraikan ruang lingkup fungsiPesantren meliputi:a. pendidikan;b. dakwah; danc. pemberdayaan masyarakat

Kemudian Jenis Pesantren diatur dalam Pasal 5 yakni:(1) Pesantren terdiri atas:

a.Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentukpengkajian Kitab Kuning;

b.Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentukDirasah Islamiah dengan Pola Pendidikan Muallimin; atau

Page 91: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

91 | P a g e

c. Pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuklainnya yang terintegrasi dengan pendidikan umum.

(2) Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhiunsur paling sedikit:

a. Kiai;b. Santri yang bermukim di Pesantren;c. pondok atau asrama;d. masjid atau musala; dane. kajian Kitab Kuning atau Dirasah Islamiah dengan Pola

Pendidikan Muallimin.Pesantren melaksanakan fungsi pendidikan sebagai bagian dari

penyelenggaraan pendidikan nasional diatur dalam Pasal 15. KemudianPasal 16 mengatur bahwa;

(1) Pesantren menyelenggarakan fungsi pendidikan berdasarkankekhasan, tradisi, dan kurikulum pendidikan masing-masingPesantren.

(2) Fungsi Pendidikan Pesantren sebagaimana dimaksud pada ayat(1) ditujukan untuk membentuk Santri yang unggul dalammengisi kemerdekaan Indonesia dan mampu menghadapiperkembangan zaman.

Dalam Pasal 17 diatur bahwa:(1) Pesantren menyelenggarakan pendidikan formal dan/atau

nonformal.(2) Pendidikan formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi Pendidikan Pesantren jenjang pendidikan dasar,menengah, dan tinggi.

(3) Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada jalurpendidikan formal jenjang pendidikan dasar sebagaimanadimaksud pada ayal {2) berbentuk:a. satuan Pendidikan Muadalah ula ataub. Pendidikan Diniyah Formal ula; dan/atauc. satuan Pendidikan Muadalah wustha ataud. Pendidikan Diniyah Formal wustha.

(4) Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada jalurpendidikan formal jenjang pendidikanmenengah sebagaimanadimaksud pada ayat (2) berbentuk satuan PendidikanMuadalah ulya atau Pendidikan Diniyah Formal ulya.

(5) Jenjang Pendidikan Muadalah dapat diselenggarakan dalamwaktu 6 (enam) tahun atau lebih dengan menggabungkanpenyelenggaraan satuan Pendidikan Muadalah wustha dansatuan Pendidikan Muadalah ulya secara berkesinambungan

(6) Pendidikan Pesantren yang diselenggarakan pada jalurpendidikan formal jenjang pendidikan tinggi sebagaimanadimaksud pada ayat (21 berbentuk Mahad Aly.

(7) Pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)berbentuk pengkajian Kitab Kuning.

Terkait Pendanaan Pesantren diatur dalam Pasal 48, sebagai berikut:(1) Sumber pendanaan penyelenggaraan Pesantren berasal dari

masyarakat.

Page 92: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

92 | P a g e

(2) Pemerintah Pusat membantu pendanaan penyelenggaraanPesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja negarasesuai dengankemampuan keuangan negara dan ketentuanperaturan perundang-undangan.

(3) Pemerintah Daerah membantu pendanaan penyelenggaraanPesantren melalui anggaran pendapatan dan belanja daerahsesuai dengan kewenangannya dan ketentuan peraturanperundang-undangan.

(4) Sumber pendanaan penyelenggaraan Pesantren dapat berasaldari sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian dalam Pasal 49 diuraikan bahwa Pemerintah menyediakan danmengelola dana abadi Pesantren yang bersumber dan merupakan bagiandari dana abadi pendidikan. Ketentuan mengenai dana abadi Pesantrentersebut selanjutnya diatur dengan Peraturan Presiden.

D. Undang Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Gurudan Dosen

UU ini diundangkan untukmenegaskan fungsi, peran, dankedudukan yang sangat strategis dalam penyelenggaraan pendidikan yangbermutu yang diamanahkan dalam system pendidikan nasional. Sejalandengan fungsi tersebut, kedudukan guru dan dosen sebagai tenagaprofesional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasionaldan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yakni berkembangnyapotensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwakepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis danbertanggung jawab. UU ini sebagai ikhtiar meningkatkan harkat danmartabat guru dan dosen melalui pemberian penghargaan (sertifikasi),pembinaan dan pengembangan profesi guru dan dosen, perlindunganhukum, perlindungan profesi, serta perlindungan keselamatan dankesehatan kerja.

Meskipun tujuan dari lahirnya UU ini begitu mulia, tetapi tidaklahluput dari beberapa permasalahan dan kendala. Terutama ketentuanguru profesional adalah guru yang mendapatkan sertifikat daripemerintah, dan berhak mendapatkan tunjangan profesi. Sementaraguru-guru yang belum mendapatkan sertifikat, seolah-olah dianggapsebagai guru yang belum profesional. Padahal yang namanya guru,mendapat tunjangan profesi atau tidak, tetaplah harus bekerja secaraprofesional. Hal tersebut kemudian mengakibatkan terjadinya iri antarguru yang sudah sertifikasi dan yang belum, sehingga bisa menjadihambatan guru dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini juga menjadipermasalahan dalam pengelolaan dan penyelenggaran pendidikanmadrasah dibandingkan dengan sekolah umum, karena keterbatasanregulasi dan anggaran yang menjadi tonggak pengelolaan danpenyelenggaraan pendidikan madrasah.

Page 93: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

93 | P a g e

E. Undang Undang Nomor 23 tahun 2014 tentangPemerintah Daerah

UU ini diundangkan untuk mengatur hubungan antara pemerintahpusat dengan pemerintah daerah berdasarkan Pasal 1 Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa NegaraIndonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensilogis sebagai Negara kesatuan adalah dibentuknya pemerintah NegaraIndonesia sebagai pemerintah nasional untuk pertama kalinya dankemudian pemerintah nasional tersebutlah yang kemudian membentukDaerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. KemudianPasal 18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Pemerintahan Daerahberwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahanmenurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan diberikan otonomiyang seluas-luasnya.

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkanuntuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melaluipeningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi,Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing denganmemperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaandan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistemNegara Kesatuan Republik Indonesia.

Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yangmempunyai otonomi berwenang mengatur dan mengurus Daerahnyasesuai aspirasi dan kepentingan masyarakatnya sepanjang tidakbertentangan dengan tatanan hukum nasional dan kepentingan umum.Dalam rangka memberikan ruang yang lebih luas kepada Daerah untukmengatur dan mengurus kehidupan warganya maka Pemerintah Pusatdalam membentuk kebijakan harus memperhatikan kearifan lokal dansebaliknya Daerah ketika membentuk kebijakan Daerah baik dalambentuk Perda maupun kebijakan lainnya hendaknya juga memperhatikankepentingan nasional. Dengan demikian akan tercipta keseimbanganantara kepentingan nasional yang sinergis dan tetap memperhatikankondisi, kekhasan, dan kearifan lokal dalam penyelenggaraanpemerintahan secara keseluruhan.

UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakanbahwa untuk Pemerintahan yang absolut sebagaimana diatur pada Pasal9 ayat (2) meliputi: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,moneter dan fiscal nasional dan agama, kemudian pada penjelasan Pasal10 huruf f bidang agama bait kedua menyatakan Daerah dapatmemberikan hibah untuk peneyelenggaraan kegiatan kegiatankeagamaan, sebagai upaya keikutsertaan Daerah dalammenumbuhkembangkan kehidupan beragama,misalnya penyelenggaraanMTQ, pengembangan bidang pendidikan keagamaan, dan sebagaimannya.

Page 94: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

94 | P a g e

Demikian halnya konkurensi pembagian tugas Pusat dan Daerah padaaspek manajemen pendidikan tidak mencantumkan nomenklaturpendidikan Islam apalagi Pendidikan Madrasah.

Dengan diundangkannya UU tentang Pemerintah Daerah, Letakpermasalahan dalam pengelolaan dan penyelenggaran pendidikanmadrasah adalah terkait persepsi pemahaman Otonomisasi Tentangpembagian kewenangan antara Pusat dan Daerah. Kekuasaan daerahyang lepas dari kerangka kebijakan Pusat dimana kebijakan Pusatmenempatkan Kementerian Agama dengan pertimbangan sejarah danBudaya bersama dan bersinergi dengan Kementrian Pendidikan danKebudayaan menangani pelaksanaan wajib belajar Pendidkan Dasar danMenengah bagi Warga Negara hanya karena perbedaan struktur dalamUU Pemerintah daerah mengamanahkan tidak ada Otonomisasi dalamKementrian Agama maka banyak Pemerintah Daerah yang menolak untukbersinergi dalam mengelola pendidkan dasar yang diwajibkan bagiWarganegara hanya karena lembaga Pendidikan dimaksud dalamnaungan Kementerian Agama. Anggaran Pendidikan dalam APBN maupunAPBD minimal 20 % merupakan satu konsekuensi logis untukmemfasilitasi adanya kewajiban belajar bagi Warganegara. MemberikanSarana dan Prasarana dalam proses belajar mengajar sesuai standarminimal Pendidikan Dasar, tanpa diskriminasi apakah Warganegara yangterkena kewajiban belajar Pendidikan Dasar dan Menengah itu memilihpada sekolah umum ataupun sekolah agama.

Keberadaan UU tentang pemerintah daerah mengakibatkanpersepsi yang berbeda bagi Daerah dalam memperhatikan danmenjalankan kebijakan mengenai pembiayaan pendidikan lembagakeagamaan, memunculkan persoalan apakah madrasah dan pendidikankeagamaan lainnya yang berada di bawah Departemen Agama termasukyang diotonomikan atau tidak atau dengan istilah lain, apakahpendidikan di bawah Departemen Agama menjadi bagian dari sistempendidikan nasional atau bagian dari sistem agama untuk itu perluadanya regulasi khusus yang bisa menjawab permasalahan pengelolalaandan penyelenggaraan pendidikan madrasah yang menjadi bagian darisystem pendidikan nasional yang tidak termarjinalkan.

F. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan antara Pusat dan Daerah.

Pada bagian ketiga dalam UU itu diatur mengenai Dana AlokasiUmum yang pada pasal 27 ayat (1), misalnya,disebutkan secara jelasbahwa ―Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26persen (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yangditetapkan dalam APBN‖. Angka 26 persen dari APBN untuk dibagi kePemda jelas ini mengurangi secara signifikan atas pembiayaan pendidikanterutama yang bersifat sentralistik. Patokan prosentase ini berimplikasiatas semakin besarnya anggaran untuk Pemda, di satu sisi, dan semakin

Page 95: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

95 | P a g e

mengecilnya bagi Kementerian/Lembaga di Pemerintahan Pusat di sisilain.

Pemda yang telah mendapatkan alokasi 26 persen itu baru darialokasi DAU. Belum lagi, Pemda dengan sendirinya mendapatkan alokasi20 persen dari anggaran pendidikan dari PAD (Pendapatan Asli Daerah)-nya, sehingga Pemda mendapatkan alokasi anggaran pendidikansetidaknya 46 persen. Lebih dari itu, Pemda mendapatkan anggaran darialokasi pendidikan dari DBH (Dana Bagi Hasil) DAK (Dana AlokasiKhusus) dan dana-dana lainnya.

Alokasi anggaran yang ditempatkan di Pemda ini lagi-lagidiperuntukkan bagi layanan pendidikan sekolah (TK, SD, SMP, SMA, danSMK), bukan untuk layanan pendidikan keagamaan apalagi untukmadrasah dan pondok pesantren. Pemda dapat memberikan afirmasikepada layanan pendidikan keagamaan, jika telah ditopang denganPeraturan Daerah atau regulasi-regulasi yang dibuat atas dasar politicalwill pimpinan daerahnya. Itu pun dengan berbagai catatan, yakni jikatidak dihalangi dengan sejumlah regulasi atau aturan dari KementerianDalam Negeri dan Badan Pemeriksa Keuangan atau inspektorat terkaityang melarang Pemda untuk membantu layanan pendidikan yang bersifatsentralistik.

G. UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan HukumPendidikan

Yang mengemuka dalam melalui Undang-Undang No.9 Tahun 2009tentang Badan Hukum Pendidikan, antara lain prinsip Nirlab. BHP ,pemerintah sudah membuat suatu bentuk baru khusus untuk institusiyang menyelenggarakan pendidikan formal, menjadi satu bentuk/wadahyaitu Badan Hukum Pendidikan (BHP). Jadi sejak tanggal 16 Januari2009 sesuai pasal 10 UU No. 9/2009 tersebut, masyarakat ataupunpemerintah baik pusat maupun daerah yang akan mendirikan satuanpendidikan formal, tidak boleh lagi membentuk Yayasan, Perkumpulan,PT, atau CV sebagai wadahnya, melainkan harus berbentuk BHP.

BHP adalah Badan hukum yang menyelenggarakan pendidikanformal, yaitu jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang, yangmeliputi pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.Atau dengan kata lain, kalau ada yang hendak membuat usaha yangmenyelenggarakan sekolah-sekolah formal yang berjenjang, baik itu TK,SD, SMP, SMU/SMK/madrasah, sekolah tinggi maupun Universitas, sejaktanggal 16 Januari 2009 tidak boleh lagi dinaungi oleh Yayasan,perkumpulan ataupun badan hukum lainnya, melainkan BHP.

Hal yang menarik disini adalah mengenai pengelolaan dana BHP.Pengelolaan dana BHP harus dilakukan secara mandiri oleh BHP yangbersangkutan, dengan didasarkan pada prinsip nirlaba (pasal 4 ayat 1juncto pasal 38 ayat 3), yaitu prinsip kegiatan yang tujuan utamanya

Page 96: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

96 | P a g e

tidak mencari laba, sehingga seluruh sisa hasil usaha dari kegiatan BHPharus ditanamkan kembali ke dalam BHP tersebut untuk meningkatkankapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan. Demikian pula adalarangan yang diatur dalam Pasal 39, yang menyatakan bahwa KekayaanBHP berupa uang, barang atau bentuk lain yang dapat dinilai denganuang, Dilarang untuk dialihkan kepemilikannya secara langsung atautidak langsung kepada siapapun, kecuali untuk memenuhi kewajibanyang timbul sebagai konsekuensi pelaksanaan:a. Kepentingan peserta didik dalam proses pembelajaran;b. Pelaksanaan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada

masyarakat dalam hal BHP memiliki satuan pendidikan tinggi;c. Peningkatan pelayanan pendidikan;d. Penggunaan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Sanksi bila prinsip nirlaba dan pengalihan kekayaan BHP tersebutdilanggar (sesuai pasal 63) adalah: Pidana Penjara paling lama 5 tahundan dapat ditambah dengan denda paling banyak Rp. 500.000.000,– (limaratus juta rupiah).

Klausula ini memiliki dua efek yang ekstrim, yaitu: 1)meningkatnya kualitas pendidikan di Indonesia, karena segala upayayang dihasilkan oleh BHP akan difokuskan hanya untuk peningkatansatuan pendidikannya. 2) satu sisi ada efek yang sebaliknya, yaitu:pengusaha yang hendak menanamkan modalnya ke dalam bisnispendidikan yang awalnya diniatkan untuk mencari keuntungan, makabisnis pendidikan sudah bukan merupakan hal yang menarik untuk diolah, karena harus menerapkan prinsip nirlaba. Dengan demikianlembaga pendidikan keagamaan yang menyelenggarakan pendidikanformal harus menyesuaikan dengan pertauran perundang-udangan yangada.

H. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2004 tentangYayasan

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yangdipisah dan diperuntukan untuk mencapai tujuan tertentu di bidangsosial, keagamaan dan kemanusian. Badan hukum Yayasan, telahdiperbaharui dengan Undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentangYayasan dan kemudian diperbahui lagi dengan Undang- undang No. 21Tahun 2004. Aktivitas Yayasan meliputi antara lain: dalam kegiatansosial: pendidikan formal, non formal, panti asuhan, klinik, dll. Dalambentuk kegiatan keagamaan meliputi: pendirian sarana ibadah, pendirianpondok pesantren, melaksanakan syi‘ar agama, studi banding, dll. Padatataran riil berbagai lembaga pendidikan keagamaan dan pesantrenmengacu kepada ragam badan hukum. Contoh Pesantren bernaung padaudang-udang yayasan, kemudian pesantren yang memiliki layanansatuan pendidikan maka menjalankan izin operasionalnya mengacu padaundang-uNdang Hukum Pendidikan.

Page 97: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

97 | P a g e

I. PP Nomor 55 tahun 2007 tentang PendidikanAgama dan Pendidikan Keagamaan

Legalitas yang dijadikan pijakan selama ini hanya PeraturanPemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agama danPendidikan Keagamaan, dimana dalam Pasal 1 disebutkan sebagaiberikut:1. Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan

dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didikdalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang,dan jenis pendidikan.

2. Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkanpeserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntutpenguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadiahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.

3. Pendidikan diniyah adalah pendidikan keagamaan Islam yangdiselenggarakan pada semua jalur dan jenjang pendidikan.

4. Pesantren atau pondok pesantren adalah lembaga pendidikankeagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakanpendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikanlainnya.

5. Tempat pendidikan agama adalah ruangan yang digunakan untukmelaksanakan pendidikan agama.

6. Rumah ibadah adalah bangunan yang secara khusus dibangun untukkeperluan tempat beribadah warga satuan pendidikan yangbersangkutan dan/atau masyarakat umum.

Peraturan Pemerintah tentang pendidikan agama dan pendidikankeagamaan ini dilihat belum sepenuhnya mampu menyentuh realitaskebutuhan umat beragama dalam ranah pendidikan keagamaan, sebabperaturan tersebut belum konkrit membicarakan tentang bagaimanabentuk perhatian pemerintah terhadap lembaga pendidikan keagamaandan pesantren. Di samping itu, regulasi ini hadir dalam bentuk peraturanpemerintah yang secara hirarki perundang-undangan masih jauhdibawah undang-undang. Oleh sebab itu, yang diinginkan disini adalahregulasi tentang lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren yangdiatur dalam undang-undang, sehingga semua hal yang berkaitan dengankebutuhan pendidikan keagamaan dan pesantren lebih bisa tercoverdengan baik.

J. PP Nomor 17 Tahun 2010 sebagaimana dengan PPNomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan danPenyelenggaran Pendidikan

PP ini diundangkan untuk memaksimalkan terselenggarakannyasistem pendidikan nasional dan melaksanakan amanat Undang-UndangNomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang

Page 98: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

98 | P a g e

berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 mengatur terkait :1. pengelolaan pendidikan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi,

pemerintah kabupaten/kota, penyelenggara pendidikan yangdidirikan masyarakat, dan satuan pendidikan;

2. penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar danmenengah, pendidikan tinggi, pendidikan nonformal, pendidikan jarakjauh, pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus, pendidikanbertaraf internasional dan pendidikan berbasis keunggulan lokal,pendidikan oleh perwakilan negara asing dan kerjasama lembagapendidikan asing dengan lembaga pendidikan Indonesia;

3. penyetaraan pendidikan informal;2. kewajiban peserta didik;3. pendidik dan tenaga kependidikan;4. pendirian satuan pendidikan;5. peran serta masyarakat;6. pengawasan; dan7. sanksi.

Dalam PP ini juga mencantumkan nomenklatur madrasah sebagaibentuk satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yangmenyelenggarakan pendidikan umum/kejuruan dengan kekhasan agamaIslam pada jenjang pendidikan (SMP/MTS, SMA/MA, SMK/MAK). DalamPP ini juga diatur Status penyelenggaran dan pengelolaan madrasahsejajar dengan sekolah (pendidikan umum), namun dalam PP ini belumdiatur pengelolaan dan penyelenggaran pendidikan madrasah yangmempunyai kekhasan islam dan kesetaraan madrasah dengan sekolahumum dan belum adanya pengaturan yang menjawab permasalahanpengelolaan dan penyelenggaran madrasah dari aspek regulasi,penganggaran, sarana dan prasarana yang setara dengan sekolah(pendidikan umum).

K. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005tentang Standar Pendidikan Nasional

PP ini diundangkan dalam rangka mewujudkan visi danmenjalankan misi pendidikan nasional, yang memerlukan suatu acuandasar (benchmark) oleh setiap penyelenggara dan satuan pendidikan,antara lain meliputi kriteria dan kriteria minimal berbagai aspek yangterkait dengan penyelenggaraan pendidikan.

Dalam kaitan ini, kriteria dan kriteria penyelenggaraan pendidikandijadikan pedoman untuk mewujudkan:

1. pendidikan yang berisi muatan yang seimbang dan holistik;2. proses pembelajaran yang demokratis, mendidik, memotivasi,

mendorong kreativitas, dan dialogis;3. hasil pendidikan yang bermutu dan terukur;4. berkembangnya profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan;

Page 99: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

99 | P a g e

5. tersedianya sarana dan prasarana belajar yang memungkinkanberkembangnya potensi peserta didik secara optimal;

6. berkembangnya pengelolaan pendidikan yang memberdayakansatuan pendidikan; dan

7. terlaksananya evaluasi, akreditasi dan sertifikasi yang berorientasipada peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Acuandasar tersebut di atas mempakan standar nasional pendidikanyang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dansatuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalammemberikan layanan pendidikan yang bermutu.

Selain itu, Standar Nasional Pendidikan juga dimaksudkan sebagaiperangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitaspublik dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Standarnasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponenpendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikanuntuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengankarakteristik dan kekhasan programnya. Standar nasional pendidikantinggi diatur seminimal mungkin untuk memberikan keleluasaan kepadamasing-masing satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi dalammengembangkan mutu layanan pendidikannya sesuai dengan programstudi dan keahlian kerangka otonomi perguruan tinggi.

Demikian juga standar nasional pendidikan untuk jalur pendidikannonformal hanya mengatur hal-hal pokok dengan maksud memberikankeleluasaan kepada masing-masing satuan pendidikan pada jalurpendidikan nonformal yang memiliki karakteristik tidak terstruktur untukmengembangkan programnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat.Penyelenggaraan pendidikan jalur informal yang sepenuhnya menjadikewenangan keluarga dan masyarakat didorong dan diberikankeleluasaan dalam mengembangkan program pendidikannya sesuaidengan kebutuhan keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, standarnasional pendidikan pada jalur pendidikan informal hanya mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pengakuan kompetensi peserta didik saja.

Madrasah sudah mengusahakan pengelolaan dan penyelenggaransystem pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yangmemuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yangmemungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untukmengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristikdan kekhasan madrasah yang berkhasanahkan pendidikan Islam, namundalam pelaksanaan pengelolaan dan penyelenggaran madrasah masihterkendala beberapa masalah yang belum dinaungi sebuah peraturanperundang undangan yang mendukung pengelolaan dan penyelengaraanmadrasah yang minimal setara dengan sekolah (pendidikan umum)

Page 100: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

100 | P a g e

L. Peraturan Menteri Agama No 90 Tahun 2013sebagaimana dengan Peraturan Menteri Agama No. 60Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan PendidikanMadrasah

Dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) RI No. 90 Tahun 2013tentang Penyelenggaraan Pendidikan Madrasah, pengertian madrasahselalu terdapat pernyataan pendidikan umum dengan kekhasan agamaIslam baik di tingkat Madrasah Ibtidaiyyah (MI), Madrasah Tsnawiyah(MTs), Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).

Dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) ini, disebutkan bahwamadrasah adalah satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agamayang menyelenggarakan pendidikan umum dan kejuruan dengankekhasan agama Islam yang mencakup Madrasah Ibtidaiyyah, MadrasahTsnawiyah, Madrasah Aliyah dan Madrasah Aliyah Kejuruan. Adapaunterkait dengan Madrasah Aliyah disebutkan sebagai berikut: MadrasahAliyah, yang selanjutnya disingkat MA adalah satuan pendidikan formaldalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umumdengan kekhasan agama Islam pada jenjang pendidikan menengahsebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat, diakuisama atau setara Sekolah Menengah Pertama atau MTs.

Berdasarkan kutipan Peraturan Menteri Agama (PMA) RI No. 90Tahun 2013 di atas, dipahami bahwa madrasah adalah lembagapendidikan formal yang di samping menyelenggarakan pendidikan umum,juga harus menunjukkan karakteristiknya yang Islami karena basisreligius madrasah adalah agama Islam, bukan Hindu, Budha, Konghucuataupun agama-agama lainnya.

Peraturan Menteri Agama (PMA) RI No. 90 Tahun 2013 tentangpengelolaan dan penyelenggaraan madrasah merupakan ikhtiarPemerintah dalam mengatur pengelolaan dan penyelenggaraan madrasahsesuai dengan system pendidikan nasional dan standar pendidikannasional yang memenuhi kriteria minimal tentang komponen pendidikanyang memungkinkan setiap jenjang untuk mengembangkan pendidikansecara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan madrasah yangberkhasanahkan pendidikan Islam dan setara dengan sekolah umum.

Keberadaan Peraturan Menteri Agama (PMA) RI No. 90 Tahun 2013yang mengatur penyelenggaraan pendidikan madrasah dalam bagian kecildari pendidikan Islam di Kementerian Agama, belum menjadi satuanpendidikan otonom yang dapat menjawab permasalahan madrasahselama ini. Beberapa masalah yang dihadapi madrasah adalahpengelolaan yang bersifat lintas sektoral dan persoalan ketiadaan regulasiyang dapat membuat madrasah setara dengan sekolah umum dalamsistem pendidikan nasional.

Selain peraturan diatas, ada beberapa peraturan lain yang menjadibahan landasan dari Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah

Page 101: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

101 | P a g e

tentang Pendidikan Pesantren dan Madrasah yang belum dimasukkanyaitu:1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan sebagaimana telah diubah dengan PeratuaranPemerintah nomor 32 tahun 2013 tentang Perubahan PeraturanPemerintah nomor 19 tahun 2005

2. Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang PendanaanPendidikan

3. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan danPenyelenggaraan Pendidikan sebagaimana telah diubah denganPeraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2010 tentang Perubahan atasPP Nomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan PenyelenggaraanPendidikan

4. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 tahun 2014tentang Pendidikan Keagamaan Islam

5. Peraturan Menteri Agama Nomor 18 tahun 2015 tentang SatuanPendidikan Muadalah pada Pondok Pesantren

6. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 71 tahun 2015tentang Ma‘had Aly

7. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5877 tahun2014 tentang Pedoman Izin Operasional Pondok Pesantren

8. Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5839 tahun2014 tentang Pedoman Pendirian Pendidikan Diniyah Formal

Dalam mengatur tentang bagaimana urgensi lembaga pendidikankeagamaan dan pesantren bagi generasi umat agama di Indonesia.Persoalannya, bagaimana eksistensi dari lembaga pendidikan keagamaansebagai wadah dan pelaksana pendidikan keagamaan belum tersentuh. Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 dijelaskan bahwapendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkanpeserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntutpenguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahliilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya. Hanya saja, peraturanpemerintah ini belum mengatur bagaimana keberadaan lembaganyasebagai sesuatu yang niscaya dalam menjalankan pendidikan keagamaan.

Ada juga keputusan presiden nomor 22 tahun 2015 tentang harisantri, peraturan menteri agama RI nomor 13 tahun 2014 tentangpendidikan keagamaan Islam, peraturan menteri nomor 18 tahun 2015tentang satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren, peraturanmenteri agama RI nomo 71 tahun 2015 tentang ma‘had aly, keputusandirektur jenderal pendidikan Islam Nomor 5877 tahun 2014 tentangpedoman izin operasional pondok pesantren, keputusan direktur jenderalpendidikan Islam Nomor 5839 tahun 2014 tentang pedoman pendirianpendidikan diniyah formal. Semua peraturan tersebut merupakan regulasiyang hanya mengatur tentang pendidikan dalam agama Islam. RUULembaga Pendidikan Keagamaan ini diproyeksikan sebagai landasanhukum bagi lembaga-lembaga pendidikan keagamaan seluruh agamayang ada di Indonesia.

Page 102: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

102 | P a g e

M. Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 4 Tahun 2015sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Nomor7Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan

Dalam bagian pertimbangan Peraturan Daerah No 4 Tahun 2015diuraikan bahwa pendidikan harus mampu membekali peserta didik agartangguh menghadapi perubahan lokal, nasional dan global, makapendidikan harus dilakukan secara terencana, terarah danberkesinambungan untuk mewujudkan pemerataan, peningkatan mutudan relevansi pendidikan serta efisien dalam pengelolaan penyelenggaraanpendidikan.

Kemudian dalam Pasal 1 diuraikan bahwa Pendidikan adalahusaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar danproses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkanpotensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendaalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia sertaketerampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.Lembaga Penyelenggara Pendidikan adalah organisasi dan/atau badanhukum yang mendapat izin untuk menyelenggarakan satuan pendidikanformal, non formal maupun informal.

Pasal 2, mengatur Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakanberdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dengan asas:a. mutu;b. transparansi;c. akuntabilitas;d. keadilan; dane. partisipatif.

Selanjutnya dalam Pasal 3 diuraikan bahwa: Pendidikan diDaerah dimaksudkan untuk mempercepat tercapaiya tujuan PendidikanNasional dalam mengembangkan potensi peserta didik agar menjadimanusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak, bermartabat, beradab,sehat, cerdas, kreatif, demokratis, dan bertanggungjawab. Tujuanpendidikan di daerah diatur dalam Pasal 4 yakni: Pendidikan di Daerahbertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional yang berbasispada nilai-nilai, potensi, dan keunggulan daerah.

Pasal 5, mengatur Penyelenggaraan pendidikan berfungsi untuk:a. menumbuhkembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik;b. mengembangkan kemampuan intelektual, emosional, spiritual,

kepekaan sosial dan kecakapan-kecakapan vokasional khusus lainnyasesuai dengan permasalahan dan potensi peserta didik;

c. membentuk watak dan kepribadian peserta didik yang terpuji; dand. mentransformasi nilai-nilai kearifan yang bersumber dari budaya

bangsa.

Page 103: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

103 | P a g e

Pendekatan Pendidikan, diatur dalam Pasal 7 yakni:(2) Penyelenggaraan Pendidikan menggunakan pendekatan mutu,

religius, budaya dan partisipatif.(3) Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di Daerah berdasarkan

Sistem Pendidikan Nasional dengan menjunjung tinggi nilai-nilailuhur budaya.

(4) Nilai-nilai luhur budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalahnilai-nilai yang berasal dari agama, Pancasila, UUD Negara RI Tahun1945 dan budaya.

Selanjutnya dalam Pasal 13 diatur:(1) Penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan untuk mewujudkan

pendidikan yang bermutu, religius, dan berbudaya.(2) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilaksanakan pada :a. pendidikan formal;b. pendidikan nonformal;c. pendidikan informal; danb. pendidikan bagi anak usia dini.

Pada Bagian Ketiga, yang berkaitan dengan Religius diatur dalam Pasal 17yakni:(1) Penyelenggaraan pendidikan mencerminkan ciri religiusitas sebagai

berikut:a. keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;b. budaya sekolah yang dapat membentuk sikap dan perilaku sesuai

nilai-nilai dan norma agama; danc. budaya yang guyup, aman, damai, harmonis dan sejahtera

berdasarkan keragaman.(2) Dalam penyelenggaraan pendidikan yang mencerminkan ciri

religiusitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat harusberkomitmen untuk mendukung upaya mewujudkan lingkunganpendidikan yang religius.

(3) Setiap Satuan Pendidikan menerapkan perilaku religius yangmeliputi:a. kegiatan iman dan taqwa (imtaq) setiap hari Jum’at sebelum jam

pelajaran dimulai;b. pakaian seragam yang mencerminkan religiusitas, dan pakaian

khusus keagamaan yang diberlakukan pada kegiatansebagaimana dimaksud pada ayat (1);

c. mempersyaratkan kemampuan baca dan tulis Al-Qur’an bagilulusan satuan pendidikan dasar dan menengah yang beragamaIslam dan peserta didik nonmuslim menyesuaikan.

(4) Pemerintah Daerah dapat memfasilitasi penyediaan tempat ibadah disatuan pendidikan untuk mendukung perilaku religius denganmemperhatikan rasio peserta didik.

(5) Dalam ketentuan lebih lanjut dilakukan koordinasi dengan lembagakeagamaan seperti MUI, PGI, KWI, PPHDI, WALUBI, juga MATAKINuntuk mendorong terwujudnya religiusitas dalam dunia pendidikan.

Page 104: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

104 | P a g e

(6) Pendidikan yang mencerminkan religiusitas diselenggarakan olehsatuan pendidikan melalui mata pelajaran pendidikan agama dankegiatan keagamaan lainnya.

Terkait Sarana Dan Prasarana Pendidikan diatur dalam Pasal 26 yakni:(1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kota menjamin

ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan jenjang pendidikanpendidikan dasar dan menengah sesuai kewenangannya.

(2) Pemerintah Provinsi mendukung ketercukupan sarana dan prasaranapendidikan di sekolah/madrasah yang diselenggarakan olehmasyarakat.

(3) Sarana dan prasarana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat (2) diadakan dan dirawat sesuai kualifikasi mutu denganmemperhatikan kemampuan satuan pendidikan.

Khusus berkaitan dengan aspek Pembiayaan diatur dalamketentuan Pasal 38 yakni:(1) Penyelenggaraan pendidikan dibiayai dengan dana yang bersumber

dari:a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi;c. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota;d. Masyarakat Penyelenggara Pendidikan;e. Sumber lain yang tidak mengikat.

(2) Pendanaan pendidikan yang bersumber dari APBD Provinsi dan APBDKabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b danhuruf c dianggarkan setiap tahunnya paling sedikit 20% (dua puluhpersen) dari jumlah APBD.

(3) Kemudian dalam Pasal 39 diatur bahwa Pemerintah Daerah danPemerintah Kabupaten/Kota wajib mengalokasikan dana pendidikanuntuk:a. biaya operasional dan personal yang tidak dibayai oleh dana

APBN;b. pelaksanaan program wajib belajar 12 (dua belas) tahun;c. bantuan khusus untuk peserta didik dari keluarga tidak mampu;d. bantuan khusus kepada satuan pendidikan yang terkena bencana

dan/atau di daerah tertinggal;e. bantuan khusus untuk penyelenggaraan pendidikan

(sekolah/madrasah) swasta.

Page 105: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

105 | P a g e

BAB IVLANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yangmenggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkanpandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang berisi falsafah bangsaIndonesia yang bersumber dari Pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun1945). Dalam pembukaan UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwaPemerintah Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia danseluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraanumum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakanketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dankeadilan sosial.

Selanjutnya, dalam batang tubuh UUD NRI Tahun 1945 khususnyaPasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhakmendapat pendidikan. Pendidikan tersebut diharapkan dapatmeningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang diharapkan dalamPemukaan UUD NRI Tahun 1945 tersebut. Berdasarkan hal tersebut,seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsasebagai salah satu tujuan negara Indonesia, baik dalam pendidikan jalurformal, nonformal, maupun informal pada setiap jenjang dan jenispendidikan. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannyakarena pendidikan merupakan usaha agar manusia dapatmengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/ataucara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat.

Hadirnya lembaga pesantren dan pendidikan keagamaan menjadihal yang tidak bisa dihindari agar proses pendidikan itu berjalan lancar.Semua lembaga pendidikan tanpa terkecuali memiliki peran pentingdalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Secara filosofis, khususterhadap lembaga pendidikan keagamaan didasarkan pada sila pertamadari falsafah bangsa (Pancasila) khususnya sila pertama yaitu “KetuhananYang Maha Esa”. Hal ini dapat diartikan bahwa bangsa Indonesiamemiliki kepercayaan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dansalah satu upaya merealisasikan hal tersebut maka diperlukanpendidikan keagamaan, yang secara tidak langsung meniscayakan adanyalembaga yang melaksanakan pendidikan keagamaan tersebut. Hadirnyalembaga pesantren dan pendidikan keagamaan merupakan wadahterlaksananya pendidikan keagamaan sehingga diharapkan moralitasumat terjaga dengan baik di tengah perkembangan peradaban dunia.

Selain itu, kebebasan untuk memeluk dan menjalankan ibadahagamanya masing-masing merupakan hak asasi yang dijamin

Page 106: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

106 | P a g e

pelaksanaannya dalam UUD NRI Tahun 1945 khususnya dalam Pasal 29yang menyatakan bahwa ―Negara berdasar atas Ketuhanan Yang MahaEsa dan negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untukmemeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurutagamanya dan kepercayaannya itu. Hak asasi tersebut merupakancerminan dari kewajiban negara untuk melindungi segenap bangsaIndonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukankesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUDNRI Tahun 1945.

Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjaditanggungjawab nasional sebagaimana tertuang dalam UUD 1945merupakan salah satu cita-cita kemerdekaan untuk meningkatkansumber daya manusia sehingga mampu mencapai kesejahteraan bagisegenap rakyat Indonesia.1 Mencerdaskan kehidupan bangsa jugamerupakan konsepsi budaya yang menuntut kesadaran harga diri,harkat, dan martabat, kemandirian, tahan uji, pintar dan jujur,berkemampuan kreatif, produktif, dan emansipatif. Pada konteksbernegara, pemikiran para pendiri Republik sudah menembus masa,mendahului lahirnya paham-paham pembangunan progresif yangmenempatkan manusia sebagai subjek luhur: bahwa pembangunanadalah pembangunan manusia seutuhnya.

Manusia memerlukan pemenuhan kebutuhan spiritual,berkomunikasi atau berdialog dengan dzat Yang Maha Kuasa. Lebih dariitu, manusia juga memerlukan keindahan dan estetika. Manusia jugamemerlukan penguasaan keterampilan tertentu agar mereka bisaberkarya, baik untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri maupunorang lain. Semua kebutuhan itu harus dapat dipenuhi secara seimbang.Tidak boleh sebagian saja dipenuhi dengan meninggalkan kebutuhanyang lain. Manusia tidak cukup hanya sekedar cerdas dan terampil, tetapidangkal spiritualitasnya. Begitu pula sebaliknya, tidak cukup seseorangmemiliki kedalaman spiritual, tetapi tidak memiliki kecerdasan danketerampilan atau keahlian tertentu. Jadi manusia seutuhnya senyawadengan prinsip dasar pembentukan identitas dan karakter umat terbaik(mabadi‟ khaira ummah): QS. Ali Imran: 110.

Instrumen yang paling mendasar untuk membangun manusiaseutuhnya adalah memastikan setiap warga negara memperoleh hakterhadap pendidikan. Pendidikan yang selama ini mengedepankan ranahkognisi (pengetahuan) belaka harus diubah melalui penyeimbanganpengetahuan dengan sikap dan keterampilan. Hal ini bertujun agarpendidikan mampu melahirkan generasi yang cerdas dan bermoral.Konsep tentang pendidikan karakter dengan mengedepankan moralitasdalam penyelenggaraan pendidikan adalah pendidikan karakter yangberbasis pada tradisi lokal dan lokalitas ajaran agama, mampumemberikan pelajaran hidup yang berguna bagi proses perkembangankedewasaan seseorang melalui proses pendidikan.

Fakta empirik berbagai lembaga pendidikan seperti pesantrenmerupakan subkultur (sistem nilai) yang memberikan muatan nilai

Page 107: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

107 | P a g e

spiritual dan moral pada setiap perilaku masyarakat dalam berbagaikegiatan: pendidikan, budaya, ekonomi, sosial, kenegaraan, dll. Padaperkembangannya pesantren merupakan khazanah peradaban diIndonesia yang telah ada sejak zaman Kapitayan, sebelum hadirnyaagama-agama besar seperti Hindu, Budha dan Islam. Pertemuan denganagama besar tersebut pesantren mengalami perubahan bentuk dan isisesuai dengan karakter masing-masing agama, tetapi misi dan risalahnyatidak pernah berubah, yaitu memberikan muatan nilai spiritual dan moralpada setiap perilaku masyarakat sehari-hari, baik dalam kegiatan sosial,ekonomi maupun kenegaraan.

Agama dalam kesepakatan luhur bangsa Indonesia merupakanfondasi negara dalam menata keteraturan sosial sehingga dalampersidangan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) padatanggal 19 Agustus menempatkan agama dalam urusan pengajaran danpendidikan. Kehadiran negara pada urusan keagamaan, harusmemperoleh legalitas, baik untuk membimbing, memfasilitasi maupunmengevaluasi, agar bertindak benar, dan terhindar dari kesalahan-kesalahan substantif serta administratif. Begitu juga para pengelola, agarmereka mengarahkan peserta didiknya untuk menjadi warga negara yangmencintai tanah air, mencintai negaranya, berkomitmen terhadappersatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI, dan mengikutiPancasila sebagai falsafah hidup berbangsa dan bernegara. Padaakhirnya, lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren membekalipeserta didik untuk menjadi warga negara yang produktif, dan bisamenjadi bagian dari kemajuan bangsa dan negara dengan identitaskeagamaan yang inklusif.

B. Landasan Sosiologis

Aspek sosiologis yakni realitas penyelenggaraan lembagapendidikan keagamaan dan pesantren mendapat respon yang baik darimasyarakat. Indikasi yang dapat dilihat dalam realitas masyarakat kitaadalah setiap penyelenggaraan pendidikan terdapat pendidikan agamadan pendidikan keagamaan. Sebagai bangsa yang mayoritas pendudukmuslim pesantren juga sepanjang masa mendapat animo masyarakat luasyang cukup signifikan, sebagaimana data kuantitatif perkembangan kiniyaitu:

No Nomenklatur Lembaga Pendidik Peserta1 Madrasah Diniyah

Takmiliyah76.566 443.842 6.000.062

2 Pendidikan Alquran 134.860 134.860 7.356.8303 Pondok Pesantren 28.961 322.328 4.028.660Sumber Kemenag

Aspek sosiologis yakni realitas penyelenggaraan lembagapendidikan keagamaan dan pesantren mendapat respon yang baik darimasyarakat. Indikasi yang dapat dilihat dalam realitas masyarakat kita

Page 108: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

108 | P a g e

adalah setiap penyelenggaraan pendidikan terdapat pendidikan agamadan pendidikan keagamaan. Sebagai bangsa yang mayoritas pendudukmuslim pesantren juga sepanjang masa mendapat animo masyarakat luasyang cukup signifikan.

Sejak tahun 60-an banyak santri dari Malaysia, Singapura belajaragama di Pesantren kemudian mengembangkan Islam di negara masing-masing dengan cita rasa nusantara. Semangat negara negara dalambelajar agama negara-negara justru melihat originalitas pengajaranpesantren. Sementara yang terjadi sekarang dibawah naungan undang-undang sisdiknas pesantren tereduksi sebagai Lembaga Pendidikan sajayang di tuntut mampu memenuhi standart pelayanan pendidikan. Olehkarena itu dibutuhkan formulasi bagaimana pesantren sebagai subkulturyang memiliki tradisi dan kekhasan sistem pendidikan dengan ragamlayanan yang ada, bisa setara, diakui status formal ijazahnya. Dengandemikian dapat terjaga antara tradisi akademik dan nilai-nilaikepesantrenan yang konsekeuensinya membutuhkan nilai fiskal.Mengingat selama ini fakta ketimpangan penganggaran ini menimpa padalembaga pendidikan keagamaan di mana kondisi operasional lembagapendidikan keagamaan diusahakan oleh masyarakat secara keseluruhankarena tidak mempunyai DIPA atau dana operasional yang jelas. Selainitu, pengajuan permohonan pembangunan lembaga pendidikankeagamaan terkendala oleh terbatasnya anggaran di Kementerian Agamadan tidak didukung oleh Pemda karena dianggap sebagai urusan yangbersifat vertikal.

Kebutuhan terhadap undang-undang lembaga pendidikanpesantren dan madrasah semakin mendesak ketika dihadapkan padakondisi realitas masyarakat Indonesia dalam menghadapi dinamikaperkembangan peradaban global seperti sekarang. Perkembanganteknologi yang begitu cepat harus disertai dengan pemahamankeagamaan yang bagus agar moralitas umat terjaga dengan baik.Pemahaman keagamaan masyarakat Indonesia sekarang harus diakuimasih rendah. Ini menjadi rentan disaat desakan perkembanganperadaban dunia.

Media paling utama dalam menanamkan komitmen keagamaan dankebangsaan yaitu dengan basik nilai-nilai keagamaan dan pesantren.Pesantren sudah lama dikenal sebagai institusi pendidikan keagamaanyang sangat unik dan indigenius; khas Indonesia yang telah berusiaratusan tahun dan masih eksis sampai hari ini, karakter otentikpesantren dari zaman awal berdirinya telah menampilkan wajahnya yangtoleran dan damai, di setiap pelosok-pelosok pedesaan Jawa, Sumatera,dan Kalimantan, termasuk di Nusa Tenggara Barat banyak ditemukanperformance pesantren yang berhasil melakukan dialog dengan budayamasyarakat setempat.

Keramahan wajah pesantren dibentuk oleh karakter pesantren itusendiri, yaitu:

(1).Tawassuth yang berarti tidak memihak atau moderasi,(2).Tawazun, menjaga keseimbangan dan harmoni,

Page 109: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

109 | P a g e

(3) tasammuh, toleransi.(4).Tasyawwur, musyawarah,(5) Adil, bersikap adil dalam beraksi ataupun bereaksi.

Kelima karakter inilah yang sejak dahulu kala membentuk santridalam menjalani kehidupan riil di masyarakat dalam berbangsa danbernegara, sehingga kini kalau kita berbicara tentang solusi terhadapmasalah terorisme dan radikalisme saya kira memang harus kita kembalikepada strategi pesantren, karena pesantrenlah yang memperkenalkancara pertama untuk melindungi bangsa ini dari berbagai macam pahamdari luar yang kini mulai menggerogoti bangsa.

Masyarakat semakin menyadari bahwa tanpa bekal pendidikanyang memadai, anak-anak akan kalah dalam memasuki lapanganpekerjaan. Semakin meningkatnya ketersediaan tenaga terdidik akanterjadi pengurangan tenaga kerja yang akibatnya menjadi pengangguran.Secara kultural masyarakat muslim masih memandang pendidikan itutak jauh dari intelektual dan keahlian, padahal penanaman nilai nilaiagama sangatlah penting bagi anak-anak untuk menjadi penerus bangsabukan hanya pintar intelektualnya, namun secara budi pekertinya punjuga baik. Hasil penelitian Badan Litbang Agama dan Diklat KeagamaanDepartemen Agama RI, 2003 terdapat hubungan yang tidak signifikanantara pelaksanaan pendidikan keagamaan dengan kasus-kasuskekerasan, narkoba, tawuran pelajar, maka penting secara konsistenpendidikan keagamaan diterapkan guna pembentukan budi pekerti,akhlakul karimah.

Pada kerangka sosiologis, urgensi Rancangan Peraturan Daerahtentang Pendidikan Pesantren dan Madrasah di NTB, KeberadaanPeraturan Daerah tentang Pendidikan Pesantren dan Madrasah di NTBharus segera direalisasikan agar daerah bisa lebih optimal dalammemperhatikan dan ikut meningkatkan kualitas lembaga-lembagapendidikan pesantren dan madrasah yang terlaksana oleh masyarakat.

C. Landasan Yuridis

Aspek yuridis mengenai upaya mencerdaskan kehidupan bangsamerupakan amanat UUD 1945. Secara tegas konstitusi menjaminkehadiran negara hadir untuk memfasilitasi penyelenggaraan pendidikanmelalui pembiayaan yang sudah diamanatkan sebagaimana bunyi Pasal31 ayat (1) “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan,‘ ayat (2)Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintahwajib membiayainya‘, ayat (3) Pemerintah mengusahakan danmenyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkankeimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskankehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang, ayat (4) ‘negaramemprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluhpersen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaranpendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan

Page 110: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

110 | P a g e

penyelenggaraan pendidikan nasional,‟ ayat (5) ‘Pemerintah memajukanilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agamadan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraanumat manusia.

Pada perkembangannya kini persoalan pendidikan diatur dalamUndang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional. Kemudian secara khusus tentang tesantren diatur dalamUndang-Undang Nomor 18 Tahun 2019. Kemudian pada PeraturanPemerintah No.55 Tahun 2007 mencantumkan tentang pengertian“pendidikan agama” adalah pendidikan yang memberikan pengetahuandan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didikdalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, danjenis pendidikan. Sedang pengertian pendidikan keagamaan adalahpendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankanperanan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agamadan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.

Adapun pengertian pesantren Pesantren/dayah/surau atausebutan lain sesuai wilayah masing-masing adalah lembaga pendidikanberbasis masyarakat dengan tujuan menanamkan keimanan danketakwaan kepada Allah SWT, akhlak mulia, serta tradisi pesantrenuntuk mengembangkan kemampuan, pengetahuan, dan keterampilanpeserta didik menjadi ahli ilmu agama Islam (mutafaqqih fiddin).

Sebagaimana termaktub dalam undang–undang Sisdiknasmenyebutkan perlunya penyelenggaraan pendidikan dengan melestarikankeanekaragaman penyelenggaraan pendidikan dimasyarakat, akan tetapiberada dalam satu payung. Sistem pendidikan nasional adalahkeseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpaduuntuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Sementara PendidikanMadrasah dan Pesantren yang tercantum dalam UU Sisdiknas terdapatpada beberapa Pasal yaitu:a. Pasal 17 ayat (2): Pendidikan Dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD)

dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat sertaSekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs)atau bentuk lain yang sederajat;

b. Pasal 18 ayat 3: Pendidikan menengah berbentuk Sekolah MenengahAtas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan(SMK), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yangsederajat;

c. Pasal 30 Ayat 4: Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikandiniyah, pesantren, pasraman, pabhaja, samanera dan bentuk lainyang sejenis.

Pada tataran yuridis inilah antara lain yang melatarbelakangirancangan undang-undang “Lembaga Pendidikan Keagamaan danPesantren‘?. Fakta empiric menyebutkan bahwa keberadaan pendidikankeagamaan dalam ragam bentuk pendidikan diniyah (dikenal juga dengansebutan Madrasah), pesantren, pasraman, pabhaja, samanera patut

Page 111: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

111 | P a g e

mendapat apresiasi karena telah berkontribusi dalam pembentukankarakter building dan peradaban bangsa.

Kemudian dicantumkan frasa “dan” dari segi lingustik merupakankonjungsi koordinatif yaitu menghubungkan dua klausa atau lebih yangmempunyai status sederajat. Hanya saja pesantren memiliki keunggulantersendiri baik dari karakteristik maupun dari segi jumlahnya.

Di sinilah posisi urgensitas dari aspek yuridis kehadiran peraturanyang mengatur Pendidikan Pesantren dan Marasah. Harapannya, negaramemiliki kekuatan hukum di dalam memberikan perhatian danmengayomi pendidikan pesantren dan madrasah yang selama ini menjadisubsistem pendidikan nasional. Landasan hukum yang dijadikan pijakanselama ini belum menyentuh secara konkrit pada ranah lembagapendidikan pesantren dan madrasah secara spesifik. Dengan demikian,permasalahan yang dirumuskan dalam Naskah Akademis ini bagaimanaRancangan Peraturan Daerah tentang Pendidikan Pesantren danMadrasah menjadi Peraturan Daerah yang mencakup pengaturan lebihkhusus tentang dalam sistem pendidikan pesantren dan madrasah diNTB.

Jika ditelisik secara struktur perundang-undangan sesungguhnyaterkait pendidikan sudah tercantum dalam konstitusi Pasal 31 UUD 1945,yang mana pada ayat (4) berbunyi negara memprioritaskan anggaranpendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaranpendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan danbelanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikannasional. Namun pada tataran realisasi telah terjadi ketimpangandistribusi anggaran antara pendidikan umum dan pendidikan diniyahyang 94% memang dikelola masyarakat.

Alokasi anggaran fungsi pendidikan Islam yang ada di KementerianAgama dalam kurun waktu 2014-2016 rata-rata sebesar 11 persen atauRp 44,5 triliun dari dari total anggaran pendidikan sebagaimana mandatkonstitusi sebesar 20% yaitu Rp 403,1 triliun. Jika dilihat lebih jauh,maka anggaran peningkatan akses, mutu, dan relevansi madrasah dalamkurun waktu yang sama hanya mencapai 4 persen yaitu sebesar Rp 15,5triliun. Demikian halnya ketika pemerintahan daerah tidak semuamemberi perhatian terhadap pendidikan keagamaan termasuk dalam halini pendidikan Madrasah dan Pesantren alasannya karena tiadanyapayung hukum. Telah terjadi tafsir yang berbeda atas UU No. UU No. 23tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah: ”… Agama merupakan salahsatu aspek yang menjadi kewenangan pemerintah pusat (tidakdiotonomikan) sehingga menimbulkan tafsir bahwa untuk kebijakanbersifat vertikal sebagaimana diatur pada Pasal 9 ayat (2) meliputi: politikluar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasionaldan agama.

Kemudian pada penjelasan Pasal 10 huruf f bidang agama baitkedua menyatakan, “Daerah dapat memberikan hibah untukpenyelenggarakan kegiatan kegiatan keagamaan, sebagai upaya

Page 112: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

112 | P a g e

keikutsertaan Daerah dalam menumbuhkembangkan kehidupanberagama,misalnya penyelenggaraan MTQ, pengembangan bidangpendidikan keagamaan, dan sebagaimannya”. Kata ‘dapat‘ berpotensimelahirkan tafsir dan praktek yang begitu lentur. PenyelenggaraPemerintahan memiliki kebebasan untuk menerapkannya atau tidak,sifatnya pilihan. Bahkan temuan beberapa penelitian, perhatian terhadappendidikan keagamaan gencar dilakukan jika ada kepentingan politiklokal.

UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasionalmencantumkan nomenklatur Madrasah pada posisi yang lebih majusebagai perangkat hukum untuk menjamin keberlangsungan Madrasahsebagai alternatif lembaga pendidikan untuk meraih prestasi melalui jalurpendidikan formal sekaligus untuk beribadah. Namun demikian UUsisdiknas masih menyisakan permasalahan dalam menyikapi keberadaanMadrasah dan Pesantren. Permasalahan status diantara Pesantren,Madrasah dan Sekolah Umum tampaknya dipicu oleh sistem pendidikannasional yang terlalu lamban mengakui ijazah Pesantren yang tidakmengikuti program pendidikan nasional. Terbengkalainya agenda-agendakepesantrenan sering bermula dari keinginan untuk menggabungkansistem pendidikan nasional dengan sistem pendidikan pesantren.Pesantren yang begitu padat aktivitas kepesantrenan mau tidak mauharus memikirkan nasib para santri setelah lulus dari pesantren tersebut,sementara ijazah pesantren pada umumnya belum semua diakui untukmelanjutkan ke jenajang Perguruan Tinggi di Indonesia. Hal ini tentumemaksa pengelola pesantren untuk tetap mengikuti agenda KementerianPendidikan dan Kementerian Agama sebagaimana tercantum dalamPeraturan Pemerintah No.17 Tahun 2010 tentang pengelolaan danpenyelenggaraan Pendidikan sebagai turunan UU No. 20 tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional yang hanya dua kali menyebutkannama Pesantren. Sedangkan frasa Pendidikan Diniyah hanya satu pasaltercantum dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Pada tataranpraktis dijumpai pula ketimpangan perhatian antara guru umum danguru agama di Sekolah umum. Dari segi penguatan kapasitas tercoverdari kemendikbud akan tetapi dari segi tunjangan masih dibawahnaungan Kementerian Agama.

UU No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yangmendifinisikan guru yaitu memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuanuntuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, sehingga terjadiketimpangan perhatian negara terhadap guru yang mengajar di Madrasahdan Pesantren. Sertifikat profesi seakan-akan hanya bersifat formalitasbelaka, belum secara menyeluruh menyentuh substansinya. Meskipunsertifikasi sudah menjadi instrument mengukur kompetensi SDM namundemikian tidak bisa digeneralisir antara guru yang mengabdi dipendidikan umum dan pendidikan diniyah. Karenanya kriteria yangdigunakan sebagai syarat guru mendapatkan sertifikat profesi perluditinjau kembali. RUU ini juga berkaiatan dengan UU Nomor 33 Tahun2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat danPemerintah Daerah pada tataran parktis juga mengalami kendala

Page 113: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

113 | P a g e

ketimpangan memperlakukan guru guru Pegawai Negeri Sipil Daerah danGuru Pendidikan Agama Islam.

UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasionalpasal 11 ayat (1), dan Pasal 30, menyatakan bahwa “pemerintah danpemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, sertamenjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap wargaNegara tanpa diskriminasi”.

Pasal 30(1). Pendidikan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok

masyarakat dan pemeluk agama, sesuai dengan peraturanperundang-undangan.

(2). Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didikmenjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkannilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

(3). Pendidikan keagamaan dapat diselenggarkan pada jalur pendidikanformal, nonformal, dan informal.

(4). Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren,pasraman, pabbajja, samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

PP 55 tahun 2007 tentang Pendidikan agama dan Pendidikankeagamaan Pasal 8 dan Pasal 9 ayat (2):Pasal 8(1) Pendidikan keagamaan berfungsi mempesiapkan peserta didik

manjeadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkannilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.

(2) Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didikyang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanyadan/atau menjadi ahli imu agam ayng berwawasan luas, kritis,kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupanbangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia.

Pasal 9 ayat (2) berbunyi: ―Pendidikan keagamaan diselenggarakanpada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Permen 13 tahun 2014 tentang pendidikan keagamaan Islam pasal52 ayat (1) berbunyi: ―Pendidikan diniyah informal sebagaimanadimaksud dalam Pasal 20 huruf c diselenggarakan oleh masyarakat dalamrangka meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam.

Dari UU yang ada, baik UUD NRI 1945 ataupun UU Sisdiknasbelum secara spesifik mengatur tentang persoalan Lembaga PendidikanKeagamaan dan Pesantren. Di dalamnya hanya mengatur tentangpendidikan secara umum. Padahal lembaga pendidikan keagamaan, yangsecara historis muncul lebih awal yaitu sejak Indonesia belum merdeka dimana jumlahnya juga sangat banyak, membutuhkan perhatian khususdari pemerintah.

Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama sertakeputusan direktur jenderal substansinya perlu dinaikkan menjadi

Page 114: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

114 | P a g e

undang-undang, sebab materi muatan dalam peraturan perundang-undangan tersebut lemah dan belum mengatur keberadaan lembagapendidikan keagamaan dan pesantren secara komprehensif. Regulasiyang diinginkan disini adalah sesuatu yang berwujud undang-undang,bukan peraturan pemerintah atau peraturan menteri apalagi keputusandirjen.

Tidak ada yang salah dengan peraturan-peraturan yang adatersebut, hanya jika berdasarkan pada hirarki perundang-undangan diIndonesia posisi demikian kurang kuat untuk diimplementasikan dalamkehidupan berbangsa dan bernegara dalam jangka panjang.

Munculnya Keputusan Presiden nomor 22 tahun 2015 tentang HariSantri beberapa waktu lalu hanya menjadi ritualitas peringatankontribusi pesantren dan kaum santri dalam upaya kemerdekaanIndonesia. Ia sama sekali tidak bicara tentang bagaimana meningkatkanperhatian pemerintah pada lembaga pendidikan keagamaan danpesantren sebagai alat perekat kesatuan Negara Republik Indonesia.Keputusan presiden tentang hari santri telah ditanda tangani olehpresiden Joko Widodo dan ditetapkan tanggal 22 Oktober sebagai harisantri nasional walaupun setiap tanggal tersebut tidak dijadikan harilibur. Hal ini didasarkan atas peran ulama dan santri dalammemperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia dalammempertahankan Negara kesatuan republik Indonesia. Selain itu,lahirnya Keppres 22 tahun 2015 ini juga merujuk pada fakta empirik yangdikenal dengan seruan Resolusi Jihad pada tanggal 22 Oktober 1945dengan mewajibkan setiap muslim untuk membela tanah air danmempertahankan kemerdekaan Negara kesatuan republik Indonesia.

Page 115: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

115 | P a g e

BAB VJANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP

MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH

A. Sasaran

Sasaran yang ingin diwujudkan dengan penyusunan Raperda iniyaitu untuk penguatan sekaligus penataan terhadap penyelenggaraanPendidikan Pesantren dan Madrasah melalui Peraturan Daerah ProvinsiNTB secara komprehensif sebagai produk legislasi yang sangatdibutuhkan sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan PendidikanPesantren dan Madrasah di Provinsi NTB.

B. Jangkauan dan Arah Pengaturan

1) Jangkauan dan Arah pengaturan Rancangan Peraturan Daerah iniyaitu untuk menyempurnakan penyelenggaraan dan pengelolaanPendidikan Pesantren dan Madrasah sebagai institusi yang samakedudukannya atau sejajar dengan lembaga pendidikan umumsehingga mampu meningkatkan kualitasnya dan dapat tertatasecara baik. Untuk mencapai kondisi tersebut maka diaturmengenai sistem dan mekanisme penyelenggaraan pendidikanpesantren dan madrasah yang mencakup pendidikan yangdiselenggarakan pondok pesantren dan madrasah di Provinsi NTBbaik formal, maupun informal, serta pengaturan penyelenggaraanpesantren secara komprehensif yang didukung oleh peranan darisetiap stakeholder yang terkait baik pengelola atau penyelenggaranpendidikan keagaamaan, pemerintah, dan masyarakat.

2) Lembaga, badan, atau istilah-istilah sejenis lainnya yang bergerakdi ranah pendidikan Pesantren dan Madrasah di Indonesia dalamrangka ikut mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai denganamanat Pancasila, UUD NRI 1945 dan Peraturan Perundang-undangan.

3) Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat maupunkabupaten/kota yang merupakan pihak yang berkewajibanmemberikan dukungan penuh terhadap lembaga pendidikanpesantren dan madrasah.

4) Pengelola lembaga, badan, atau yang sejenis lainnya sebagai pihakyang menjalankan, mengatur, dan bersentuhan langsung dalamperjalanan lembaga pendidikan pesantren dan madrasah.

5) Peran serta masyarakat terhadap lembaga pendidikan pesantrendan madrasah dalam rangka menjaga dan membina danmengarahkan fungsi pendidikan pesantren dan madrasah di tengahtuntutan perubahan masyarakat.

Page 116: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

116 | P a g e

Adapun arah pengaturan Rancangan Perda ini meliputi:1. Mengatur pengelolaan pendidikan pesantren dan madrasah ke

arah yang lebih berkualitas baik dari aspek pendanaan, saranamaupun prasarana, dan pengembangan pendidikan pesantrendan madrasah.

2. Mengatur peran pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten Kotayang ada di Provinsi NTB serta pihak atau lembaga terkait untuklebih memperhatikan dan memberikan dukungan pembiayaandalam upaya peningkatan kualitas lembaga pendidikan pesantrendan madrasah.

3. Mengatur pengelola lembaga pendidikan pesantren dan madrasahuntuk selalu menjaga kualitas pengajaran dalam prosestransformasi keilmuan keagamaan kepada peserta didik, sehinggatercipta generasi yang memiliki pemahaman keagamaanmendalam sesuai dengan amanat Pancasila, UUD NRI 1945 danPeraturan Perundang-undangan serta ajaran Islam.

C. Ruang Lingkup Materi Muatan

1. Ketentuan Umum

Dalam ketentuan umum, diuraikan istilah yang digunakan atauyang seiring disebut di dalam batang tubuh Peraturan Daerah serta batasdefinisi dari istilah tersebut. Definisi istilah ini dimaksudkan untukmemberikan batasan makna bagi istilah yang digunakan dalamRancangan Peraturan Daerah tentang Pendidikan Pesantren danMadrasah. Istilah-istilah yang dimaksud tersebut seperti pendidikankeagamaan, pendidikan diniyah, pondok pesantren, asrama, dan lain-lain.Istilah tersebut perlu dipertegas di awal agar tidak menimbulkanmultimakna.

Berikut penjabaran dari masing-masing istilah:a. Pendidikan Keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan

peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntutpenguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadiahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.

b. Lembaga Pendidikan Keagamaan adalah institusi yang dijadikantempat untuk melaksanakan pendidikan keagamaan.

c. Pendidikan Diniyah adalah Pendidikan Keagamaan Islam yangdiselenggarakan pada semua jalur dan jenjang pendidikan.

d. Pondok Pesantren yang selanjutnya disebut Pesantren adalah lembagaPendidikan Keagamaan Islam berbasis masyarakat yangmenyelenggarakan Pendidikan Diniyah atau secara terpadu denganjenis pendidikan lainnya.

e. Madrasah adalah….

Selain istilah juga ditentukan fungsi dan tujuan lembagapendidikan pesantren dan madrasah. Pendidikan pesantren danmadrasah berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota

Page 117: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

117 | P a g e

masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaranagamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Sedangkan tujuanPendidikan pesantren dan madrasah untuk membentuk peserta didikyang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/ataumenjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif,dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yangberiman, bertakwa, dan berakhlak mulia.

2. Materi Pokok yang Diatur

Dalam Rancangan Peraturan Daerah ini mengatur tentangPenyelenggaran Pendidikan Pesantren dan Madrasah yangdiselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.Pesantren dan Madrasah menyelenggarakan pendidikan ilmu yangbersumber dari ajaran agama yang memadukan ilmu agama dan ilmuumum/keterampilan.

Selanjutnya Rancangan Peraturan Daerah ini mengatur pesertadidik pada pendidikan keagamaan jenjang dasar dan yang terakreditasiberhak pindah ke tingkat yang setara di Sekolah Dasar, MadrasahIbtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama, Madrasah Tsanawiyah, SekolahMenengah Atas, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan,Madrasah Aliyah Kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat setelahmemenuhi persyaratan.

Hasil Pendidikan Keagamaan nonformal dan/atau informal dapatdihargai sederajat dengan hasil pendidikan formalkeagamaan/umum/kejuruan setelah lulus ujian yang diselenggarakanoleh satuan pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk oleh Pemerintahdan/atau Pemerintah Daerah. Begitu pula diatur bahwa peserta didikPendidikan Keagamaan formal, nonformal, dan informal yang memperolehijazah sederajat pendidikan formal umum/kejuruan dapat melanjutkan kejenjang berikutnya pada Pendidikan Keagamaan atau jenis pendidikanyang lainnya

Selanjutnya mengatur tentang peran pemerintah daerah dalammembantu pendanaan, penyediaan fasilitas penunjang sarana danprasarana, peningkatan kompetensi dan teknis lainnya dalampengembangan pendidikan pesantren dan madrasah di Provinsi NTB.

a). Penyelenggaraan

Penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan Islam, pada jalurpendidikan formal, nonformal, dan informal. Pemerintah Daerahbertanggungjawab terhadap penyelenggaraan Pendidikan Pesantren danMadrasah. Penyelengaraan Pendidikan Pesantren dan Madrasah dapatberbentuk satuan atau program pendidikan yang dapat didirikan olehPemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat setelah memenuhipersyaratan tertentu.

Page 118: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

118 | P a g e

Syarat pendirian satuan Pendidikan Keagamaan Pesantren danMadrasah terdiri atas isi pendidikan/kurikulum, jumlah dan kualifikasipendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana yangmemungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran, sumberpembiayaan untuk kelangsungan program pendidikan paling sedikituntuk 1 (satu) tahun pendidikan/akademik berikutnya, sistem evaluasi,serta manajemen dan proses pendidikan. Disamping itu, khusus bagiPendidikan Keagamaan tertentu berlaku juga persyaratan lain. Padaumumnya, pendirian Pendidikan Keagamaan oleh masyarakat harusberbentuk badan hukum dan wajib memperoleh izin dari Menteri ataupejabat yang ditunjuk.

Penyelenggaraan Pendidikan Pesantren dan Madrasah jalurnonformal yang tidak berbentuk satuan pendidikan merupakan programpendidikan yang wajib mendaftarkan diri kepada Kantor KementerianAgama kabupaten/kota. Terhadap Pendidikan Pesantren dan Madrasahyang telah terdaftar diberikan tanda daftar oleh Kantor KementerianAgama kabupaten/kota. Dalam penyelenggaraan Pendidikan Keagamaan,Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannyamelindungi kemandirian dan kekhasan penyelenggaraan PendidikanPesantren dan Madrasah. Jaminan terhadap kemandirian dan kekhasandimaksud tentunya tidak bertentangan dengan tujuan pendidikannasional.

Untuk penjaminan dan pengendalian mutu penyelenggaraanPendidikan Pesantren dan Madrasah, Pemerintah berwenang melakukanakreditasi sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan yang sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akreditasi atasPendidikan Pesantren dan Madrasah dilaksanakan setelah memperolehpertimbangan dari Menteri Agama sebagai penanggungjawabpenyelenggaraan pendidikan keagamaan di Indonesia.

b). Pembinaan

Dalam Rancangan Peraturan Daerah ini diatur bahwa pembinaanatas penyelenggaraan Pendidikan Pesantren dan Madrasah dilakukan olehPemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya. Pembinaandilakukan dalam rangka peningkatan manajemen mutu pendidikan yangdilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik. Selainitu pembinaan juga dilakukan dalam rangka mengamalkan ilmu agama,pembentukan akhlak, meneguhkan Islam rahmatan lil‟alamiin, yangberdasarkan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.

Dalam rangka pembinaan tersebut Pemerintah dan PemerintahDaerah sesuai kewenangannya berhak mengarahkan, membimbing,membantu, dan membina penyelenggaraan lembaga Pendidikan Pesantrendan Madrasah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.Pemerintah dan Pemerintah Daerah juga berkewajiban memberikanlayanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya lembagaPendidikan Pesantren dan Madrasah tanpa diskriminasi.

Page 119: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

119 | P a g e

c). Pendanaan

Pada bagian pendanaan, dalam Rancangan Peraturan Daerah inidiatur bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannyaberkewajiban mengalokasikan pendanaan dalam penyelenggaraanPendidikan Pesantren dan Madrasah tanpa diskriminasi. Alokasipendanaan tersebut merupakan prioritas anggaran kebutuhanpenyelenggaraan pendidikan nasional dari anggaran pendapatan danbelanja daerah.

Selain pendanaan yang bersumber dari belanja daerah, pendanaanPendidikan Pesantren dan Madrasah juga bersumber dari PemerintahPusat, penyelenggara, masyarakat, dan sumber lain yang sah. Pendanaanpenyelenggaraan Pendidikan Pesantren dan Madrasah dikelola secaraefektif, efisien, transparan, dan akuntabel sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.

d). Kerja Sama

Dalam Rancangan Peraturan Daerah ini diatur bahwa PendidikanPesantren dan Madrasah dapat melakukan kerjasama dengan lembagapendidikan yang bersifat nasional dan/atau Internasional. Kerjasamaantara lain dilakukan dalam bentuk pertukaran peserta didik,perlombaan, sistem pendidikan, kurikulum, bantuan pendanaan, danpelatihan dan peningkatan kapasitas. Kerja sama tersebut dilaksanakansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

e). Peran Serta Masyarakat

Rancangan Peraturan Daerah ini mengatur bahwa masyarakatdapat berperan serta dalam penyelenggaraan Pendidikan Pesantren danMadrasah dengan tujuan dalam rangka pengembangan PendidikanPesantren dan Madrasah. Peran serta tersebut dapat berupa:a. melaporkan apabila mengetahui terjadinya penyimpangan dalam

penyelenggaraan Pendidikan Pesantren dan Madrasah;b. memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam

penyelenggaraan Pendidikan Pesantren dan Madrasah;c. memberikan beasiswa dan/atau bantuan kepada Lembaga Pendidikan

Pesantren dan Madrasah;d. mengawasi mutu dan standar Pendidikan Pesantren dan Madrasah;

dane. mendukung setiap kegiatan yang dilaksanakan Lembaga Pendidikan

Pesantren dan Madrasah.

Peran serta masyarakat dapat dilakukan baik secara perorangan,kelompok, badan, dan/atau organisasi kemasyarakatan. Selain itu jugadapat dilakukan melalui komite atau forum wali murid/santri satuanPendidikan Pesantren dan Madrasah.

Page 120: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

120 | P a g e

C. Ketentuan Penutup

Sebagai konsekuensi dari diundangkannya Rancangan PeraturanDaerah ini nantinya maka diatur bahwa pada saat berlakunya PeraturanDaerah ini semua peraturan daerah yang berkaitan denganpenyelenggaraan Pendidikan Pesantren dan Madrasah dinyatakan tetapberlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum dikeluarkan peraturanpelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Daerah ini.

Begitu pula semua peraturan daerah yang merupakan peraturanpelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang Pesantren danMadrasah yang ada pada saat diberlakukan Peraturan Daerah ini masihtetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah iniatau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan PeraturanDaerah ini.

Page 121: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

121 | P a g e

BAB VIPENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, diperoleh beberapasimpulan sebagai berikut:1. Keberadaan pendidikan pesantren dan madrasah merupakan sistem

pendidikan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalamsegala aspek kehidupan. Lembaga Pendidikan Pesantren danMadrasah sangat penting dan strategis dalam perannya memberikankontribusi bagi kehidupan berbangsa, bernegara, pemerintah daerahdan ummat. Pendidikan Pesantren dan Madrasah bertujuan untukterbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yangberwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, danberakhlak mulia. Pelaksanaan pendidikan pesantren dan madrasahsudah ada di Indonesia termasuk di Nusa Tenggara Barat jauhsebelum Indonesia merdeka. Dalam praktiknya, penyelenggaraanPesantren dan Madrasah mengalami permasalahan diantaranya yaitupermasalahan regulasi, dukungan pembiayaan, aspek manajerial,sarana dan prasarana, kesamaan kurikulum yang digunakan, sertapersoalan kesamaan mutu penyelenggaraan. Minimnya pengalokasianpembiayaan yang bersumber dari APBN maupun APBD menyebabkanterjadi ketimpangan terhadap lembaga pendidikan Pesantren danMadrasah dalam hal pemberian bantuan yang tergantung padakebijakan yang diambil Pemerintah Daerah. Selama ini pembiayaanpesantren dan madrasah mengandalkan dana yang bersumber darisiswa dan wali murid.

2. Kondisi peraturan perundang-undangan saat ini yang berkaitandengan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pendidikan Pesantrendan Madrasah sebagaimana dalam evaluasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan PendidikanPesantren dan Madrasah ditemukan beberapa permasalahan normasubstantif peraturan perundang-undangan yang belum mengaturpendidikan Pesantren dan Madrasah secara komprehensif sehinggadalam implementasinya menimbulkan hambatan dan permasalahan,peraturan pelaksanaan dari UU Pesantren sampai saat ini belumbanyak dibuat oleh pemerintah sehingga perlu adanya PeraturanDaerah tentang Pendidikan Pesantren dan Madrasah di NusaTenggara Barat.

3. Landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis Rancangan PeraturanDaerah tentang Pendidikan Pesantren dan Madrasah.a. Landasan filosofis, Untuk merealisasikan sila pertama yaitu

bangsa Indonesia yang memiliki kepercayaan dan ketaqwaankepada Tuhan Yang Maha Esa dan Pembukaan UUD NRI 1945dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka diperlukan

Page 122: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

122 | P a g e

pendidikan agama sehingga meniscayakan adanya lembagapendidikan Pesantren dan Madrasah yang berkualitas.

b. Landasan sosiologis, Perlunya penguatan institusi lembagapendidikan Pesantren dan Madrasah melalui perbaikanpenyelenggaraan dan pengelolaan Pendidikan Pesantren danMadrasah dengan didukung sumber pendanaan yang memadaiserta sarana dan prasarana yang berkwalitas.

c. Landasan yuridis, beberapa ketentuan dalam peraturanperundang-undangan yang ada belum mengakomodir apa yangdiperlukan bagi penyelenggaraan pendidikan Pesantren danMadrasah sehingga tidak sesuai lagi dengan perkembanganhukum dan dinamika masyarakat terutama stakeholder yangterlibat dalam penyelenggaraan pendidikan Pesantren danMadrasah di Nusa Tenggara Barat.

4. Materi muatan dari Rancangan Peraturan Daerah tentang PendidikanPesantren dan Madrasah, mencakup lingkup pengaturanpenyelenggaraan Pendidikan Pesantren dan Madrasah, pembinaan,pendanaan, kerja sama, penyamaan kurikulum, peningkatan mutudan peran serta masyarakat.

5. Peraturan Perundang-undangan tentang pendidikan pesantren danmadrasah yang ada cukup menjadi dasar pelaksanaan pendidikanpesantren dan madrasah, namun masih ada beberapa hal yang belumdiatur secara komprehensif dan masih ada yang perlu diatur lebihlanjut. Sehingga perlu adanya pembenahan agar pendidikanPesantren dan Madrasah di NTB dapat meningkatkan mutu dankwalitasnya sebagai pengemban tugas pemberdayaan danpencerdasan kehidupan masyarakat dan ummat khususnya di NusaTenggara Barat. Oleh karena itu, perlu kiranya Pemerintah Daerahmempertimbangkan untuk membuat peraturan yang mengaturPendidikan Pesantren dan Madrasah di NTB melalui PeraturanDaerah.

B. Saran/Rekomendasi

1. Kondisi pendidikan Pesantren dan Madrasah yang ada selama iniberjalan belum maksimal karena lebih banyak atas dasarkeikhlasan dan pengorbanan masyarakat secara mandiri. Olehkarena itu, sepatutnya daerah memberikan perhatian dansekaligus dukungan alokasi dana dan sarana prasarana untukpengembangan lembaga pendidikan Pesantren dan Madrasah diNTB.

2. Pendidikan pesantren dan madrasah harus mampu meningkatkankualitasnya dalam upaya transformasi ilmu keagamaan kepadagenerasi ummat dan bangsa pada masa kini dan masa yang akandatang.

3. Pemerintah daerah perlu lebih aktif berperan serta terhadappengembangan Lembaga Pendidikan Pesantren dan Madrasah.

Page 123: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

123 | P a g e

4. Perlu adanya pengaturan tentang Pendidikan Pesantren danMadrasah dalam suatu Peraturan Daerah untuk penguatankedudukannya dalam sistem pendidikan nasional danmengakomodir kebutuhan penyelenggaraan dan tata kelolalembaga pesantren dan madrasah yang berdaya saing.

5. Dengan adanya Peraturan Daerah yang mengatur tentangPendidikan Pesantren dan Madrasah secara komprehensifdiharapkan adanya peningkatan penyelenggaraan pendidikanpesantren dan madrasah yang berkualitas dan sesuai standarnasional pendidikan.

Page 124: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

124 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku/Jurnal/Makalah

A.Khoirul Anam (ed) 2011, Kekhasan Pendidikan Islam, Jakarta: DitjenPendis Kemenag Republik Indonesia.

Abd Rachman. 2003. Sketsa Perbandingan Pendidikan di Negara-NegaraIslam dan Barat, Yogyakarta: Gama Media.

Abdul Aziz bin Fathi As-Sayid Nada, 2007, Ensiklopedia Adab Islam,Jakarta: Pustaka Imam.

Abdul Kodir, 2015. Sejarah Pendidkan Islam Darsi Masa Rasulullah hinggaReformasi di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia.

Abdurrahman Wahid, 2001. Menggerakan Tradisi: Esai-Esai Pesantren.Yogyakrta: LKiS.

Agus Sulistiyo Hadi&Moh,Mizan Habibi, 2014. Sejarah Pendidikan IslamMasa Khulafaurrosyidin dan Rekonstruksinya Dalam PendidikanIslam di Indonesia. Makalah.

Ahmad Miramba, 1989, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: al-Ma‘arif.

Ahmad Zaini, KH.Abdul Wahid Hasyim, 2006. Pembaru Pendidikan Islam.Jakarta: Pesantren Tebuireng.

Ahmadi, Abu & Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta,2002

Ainur Rofiq, Upaya Mencapai Kesetaraan Penyelenggaraan PendidikanDiniyah Dan Pesantren Dari Perspektif Politik Anggaran, makalah,disampaikan dalam diskusi publik di jakarta, tanggal, 8 Juni2017

Amin Haedari, dkk, 2004, Masa Depan Pesantren, Jakarta: IRD Press.

Asshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 1998

Azyumardi Azra, 1999. Konteks Berteologi di Indonesia, Jakarta:Paramadina.

---------------------, Pendidikan Islam; 1999.Tradisi dan Modernisasi MenujuMillenium Baru, Jakarta: Logos.

Badruzzaman, 2011, Artikel Responden Masyarakat Terhadap MadrasahTerakreditasi.

Biografi KH.Muhammad Ilyas, 2009. Dari Pesantren Untuk Bangsa,Jakarta, Yay. Saifuddin Zuhri.

Data Education Management Information System (Emis): 2016

Dian Nafi‘, M. Dkk. 2007, Praktis Pembelajaran Pesantren.: Yogyakarta:Institute for Training and Development.

Page 125: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

125 | P a g e

Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat PendidikanKeagamaan dan Pondok Pesantren, 2003. Proyek PeningkatanPendidikan Luar Sekolah pada Pondok Pesantren, PolaPengembangan Pondok Pesantren, Jakarta: Departemen Agama RI.

Direktorat Pendidikan Madrasah Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI.2015. Peneguhan Posisi & Kewenangan Kementerian Agama DalamPendidikan Madrasah, Jakarta: Direktorat Pendidikan MadrasahDirektorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama.

Ditjen Pendis, Sejarah pendidikan Islam, artikel diakses darihttps/www.kemenag.go.id

Ditjen PUU Kemenkumham, RI, 2016.UU No.20 tahun 2003 tentang SistemPendidikan Nasional, (diakses darihttp://ditjenpp.kemenkumham.go.id.

Fathiyah Hasan Sulaiman, 1986. Konsep Pendidikan Pendidikan Al-Ghazali Jakarta: P3M.

Hanun Asrohah, 2004. Pelembagaan Pesantren, Asal-Usul DanPerkembangan Pesantren Di Jawa, Jakarta: Departemen AgamaRI.

Hasbullah,1996, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT.RemajaGrafindo Persada.

-------------, 2001. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Imam Syaukani (ed.), 2009.Manajemen Pelayanan Haji di Indonesia,Jakarta: Kementerian Agama RI Badan Litbang dan DiklatPuslitbang Kehidupan Keagamaan.

Jan S. Aritonang, 2004, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam diIndonesia, e-book, diakses dari http//www.google.co.id.

Joko Winarno, 2016, Hubungan Ilmu Pengetahuan dengan Moral (Agama),makalah diakses dari http://www.kompasiana.com

Karel, A.Sttenbrink, 1994. Pesantren Madrasah Sekolah, Jakarta: LP3ES.

Karsidjo Djojosuwarno, life of umar the geat, terjemahan (Bandung 1981).

Kementerian Agama RI, 2015, Kekhasana Pendidikan Islam, Jakarta:Kementerian Agama RI.

Khazanah, Pendidikan Agama Amanah Konstitusi, (Artikel diakses darihttp://www.republika.co.id) diakses tgl. 12-5-2016

Kholid Fathoni, 2005. Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional(Paradigma Baru), Jakarta: Depag.

Ki Hajar Dewantara, 1962. Pendidikan Dan Kebudayaan, Yogyakarta:Majelis Luhur Taman Siswa.

Langgulung, Hasan, ―Kata Pengantar‖, dalam Mastuhu, MemberdayakanSistem Pendidikan Islam, Jakarta, Logos, 1999

Page 126: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

126 | P a g e

M. Kholid Fathoni,2005, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional:Jakarta Paradigma Baru,: Depag.

M. Sulthon dan Moh. Khusnuridhlo, 2006. Manajemen Pondok PesantrenDalam Perspektif Global, Yogyakarta: LB, Pressindo.

Mahmud Yunus, 1992.Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Mutiara.

Malik Fadjar, 1998. Visi Pembaruan Pendidikan Islam, Jakarta: LP3NI.

Masykur H. Mansyur, 2012. Kebijakan Pemerintah Tentang PendidikanIslam, Majalah Solusi Unsika.

Mehdi Nakosteen, 2009.Kontribusi Islam atas Dunia Intelektual Barat:Deskripsi Analisis Abad Keemasan Islam, Edisi Indonesia,Surabaya: Risalah Gusti.

Miramba, Ahmad, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, al-Ma‘arif, 1989

Modul Orientasi Pembekalan Calon PNS, Basic Kompetensi Guru, Jakarta,Departemen Agama Republik Indonesia, 2004

Mohammad Kosim, Jurnal Tadris, Op.Cit, hlm. 43-57 UIn Walisongo 2006

Mortimer J. Adler, 1962. In Defence of the philosophy of Education:inphilosophies of Education, forty first Yearbook, Part, Chichago:Univercity of Chicago Perss.

Mujamil Qomar, 2009. Pesantren Dari Transformasi Metodolgi MenujuDemokrastisasi Institusi, Jakart: Erlangga.

Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta, Bumi Aksara,

Nurcholish Madjid, 1997. Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan,Jakarta: Paramadina.

Osman Bakar, 2008. Tawhid And Science: Islamic Perspective On Relegionand Scinece, Bandung: Pustaka Hidayah.

Putuhena, M. Shaleh, Historiografi Haji Indonesia, Yogyakarta, LKiS, 2007

Sagala, Syaiful, Konsep Dan Makna Pembelajaran, Bandung, Alfabeta,2006

Sekretariat Jenderal MPR RI, 2014. Undang-Undang Dasar NegeraRepublik Indonesia Tahun 1945, Jakarta: Setjen MPR RI.

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, GhaliaIndonesia, 1983

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif,Suatu Tinjauan Singkat: Jakarta; Raja Grafindo Persada,

Srijanti, A. Rahman HI, Purwanto S K, 2008, Etika Berwarga negara EdisiII, Jakarta, Salemba Empat.

Suparla Parsudi, Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi, Jakarta,PT Raja Grafindo Persada, 1995

Suwedi, 2004, Sejaran dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Page 127: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

127 | P a g e

Syamsudduha, Jurnal eL-Tarbawi, Vol.VIII, No. 1, 2015, hal. 100

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung, PT.Remaja Rosda Karya, 2005

Tim dosen PAI, Bunga Rampai Penelitian dalam Pendidikan Agama Islam,Yogyakarta, Deepublish, 2016

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ke-3, (Jakarta, BalaiPustaka, 2007)

Undang-Undang Republik Indonesia dan Perubahannya, Penabur Ilmu,2004

Valerine, 2009, Modul Metode Penelitian Hukum, Jakarta: FHUI.

W.J.S. Poerwadarminto, 1984, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta;PN Balai Pustaka.

Wahyudi, 2016. Pesantren dan Madrasah Dalam Politik Pendidikan diIndonesia (Makalah, 2011) diakases dari https/www.google.comtgl.11 Mei 2016

Zainal Aqib, 2015. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam, Jakarta:PT.Sarana Tutorial.

Zuhairini, dkk, 2013. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Naskah Akademik,Rancangan Undang-Undang Pesantren dan Keagamaan.

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem PendidikanNasional.

UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat danDaerah.

Undang-Undang No. 21 Tahun 2004 tentang Yayasan

Undang Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

Undang Undang No.23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah danPerubahannya.

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren

Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007 tentang Pendidikan Agamadan Pendidikan Keagamaan.

Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan danPenyelenggaran Pendidikan

Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar PendidikanNasional.

Page 128: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

128 | P a g e

Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang PerubahanPeraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005.

Peraturan Pemerintah Nomor 48 tahun 2008 tentang PendanaanPendidikan.

Peraturan Pemerintah Nomor 66 tahun 2010 tentang Perubahan atas PPNomor 17 tahun 2010 tentang Pengelolaan dan PenyelenggaraanPendidikan.

Peraturan Menteri Agama Nomor 90 tahun 2013 yang dirubah denganPeraturan Menteri Agama Nomor 60 tahun 2015 tentangPengelolaan dan Penyelenggaraan Madrasah.

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014tentang Pendidikan Keagamaan Islam.

Peraturan Menteri Nomor 18 Tahun 2015 tentang Satuan PendidikanMuadalah pada Pondok Pesantren.

Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2015tentang Ma‘had Aly.

Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5877 tahun 2014tentang Pedoman Izin Operasional Pondok Pesantren.

Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5839 tahun 2014tentang Pedoman Pendirian Pendidikan Diniyah Formal.

Peraturan Daerah Provinsi NTB No 4 Tahun 2015 TentangPenyelenggaraan Pendidikan.

Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 1 Tahun 2019 Tentang RencanaPembangunan Jangka Menengah Provinsi Nusa Tenggara Barat2019-2023.

Page 129: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang (Bab I...98 4 94 21.577 13.693 2 Lombok Tengah 230 1 229 56.566 24.894 3 Lombok Timur 188 1 187 39.730 59.077 4 Sumbawa 15 1 14 2.805 939 5 Dompu

129 | P a g e

LAMPIRAN :

RANCANGANPERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

TENTANGPENDIDIKAN PESANTREN DAN MADRASAH