BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB...

27
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kardinah merupakan salah satu tokoh masyarakat Tegal yang telah berjasa dalam pengembangan masyarakat Tegal baik pemikiran maupun tindakan demi menyejahterakan masyarakat kota Tegal. Kardinah memiliki saudara kandung dalam julukannya Tiga saudara, yaitu Kartini, Kardinah, dan Roekmini. Mereka bertiga mempunyai persamaan cita-cita untuk bangsa Indonesia, yaitu menyejahterakan masyarakat Indonesia dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan pemerataan ekonomi. Setelah Kartini dan Roekmini dua saudaranya tersebut menikah, Kardinah memutuskan untuk meneruskan cita-cita Tiga saudara yang sudah mereka bangun sejak masa kanak-kanak dengan besar hati kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan rakyat Indonesia ( Daryono.2014 : 126). Beliau terlahir pada hari Selasa pahing, 30 Maulud 1311 atau 1 Maret 1881. Darah biru membuatnya menyandang gelar Raden Ajeng sebagaimana layaknya seorang putri bupati, yakni putri seorang bupati Jepara R. Arya Sosroningrat. Sejak kecil Kardinah mendapatkan pendidikan rakyat modern. Ia mendapatkan pendidikan ala Belanda. Kecerdasan dan kesempatan yang dimilikinya tersebut membuat kemampuan baca-tulis, termasuk juga bahasa Belanda sebagai salah satu ciri masyarakat elit yang dikuasai dengan baik (Daryono.2014:126) 1 Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kardinah merupakan salah satu tokoh masyarakat Tegal yang telah berjasa

dalam pengembangan masyarakat Tegal baik pemikiran maupun tindakan demi

menyejahterakan masyarakat kota Tegal. Kardinah memiliki saudara kandung

dalam julukannya Tiga saudara, yaitu Kartini, Kardinah, dan Roekmini. Mereka

bertiga mempunyai persamaan cita-cita untuk bangsa Indonesia, yaitu

menyejahterakan masyarakat Indonesia dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan

pemerataan ekonomi. Setelah Kartini dan Roekmini dua saudaranya tersebut

menikah, Kardinah memutuskan untuk meneruskan cita-cita Tiga saudara yang

sudah mereka bangun sejak masa kanak-kanak dengan besar hati kepada Tuhan

yang Maha Kuasa dan rakyat Indonesia ( Daryono.2014 : 126).

Beliau terlahir pada hari Selasa pahing, 30 Maulud 1311 atau 1 Maret

1881. Darah biru membuatnya menyandang gelar Raden Ajeng sebagaimana

layaknya seorang putri bupati, yakni putri seorang bupati Jepara R. Arya

Sosroningrat. Sejak kecil Kardinah mendapatkan pendidikan rakyat modern. Ia

mendapatkan pendidikan ala Belanda. Kecerdasan dan kesempatan yang

dimilikinya tersebut membuat kemampuan baca-tulis, termasuk juga bahasa

Belanda sebagai salah satu ciri masyarakat elit yang dikuasai dengan baik

(Daryono.2014:126)

1

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

22

Cita-citanya terwujud setelah Kardinah menikah dengan anak bupati Tegal

Ario Reksonegoro bernama R.M. Reksoharjono, tugas pertamanya adalah

mendampingi suaminya yang menjadi patih Pemalang selama 6 tahun dan

kemudian pulang ke Tegal sebagai bupati Tegal tanggal 16 Juni 1908.

Mewujudkan cita-citanya Tiga saudara tidaklah mudah bagi Kardinah karena

harus melewati proses rintangan yang rnenyakitkan terlebih dulu sebelum

menggapai cita-citanya, tetapi berkat keyakinannya serta keinginannya untuk

menyejahterakan masyarakat Tegal akhirnya Kardinah mampu mewujudkan cita-

citanya dengan peranannya dalam pembangunan RSUD Kardinah kota Tegal.

Sebagai bangsa yang merdeka dan sebagai penerus generasi muda wajib

menghargai tokoh masyarakat yang mempunyai peran penting dalam suatu

daerah, selain itu dapat mengambil nilai-nilai positif sehingga dapat dipraktikkan

dalam kehidupan sehari-hari, berbangsa, dan bernegara (Daryono.2015 : 116).

B. Rumusan Masalah

Masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Situasi Tegal pada tahun 1920-1927 dan profil RSUD Kardinah kota Tegal.

2. Riwayat hidup Raden Ajeng Kardinah.

3. Peran Raden Ajeng Kardinah dalam pendirian RSUD Kardinah kota Tegal.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Situasi Tegal pada tahun 1920-1927 dan profil RSUD Kardinah kota Tegal.

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

3

2. Riwayat hidup Raden Ajeng Kardinah.

3. Peran Raden Ajeng Kardinah dalam pendirian RSUD Kardinah kota Tegal.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan sebagai tambahan

referensi ilmu pengetahuan khususnya sejarah, serta dapat memperkaya wawasan

tokoh masyarakat Tegal, yaitu supaya generasi muda dapat menjunjung tinggi

nilai nasionalisme terhadap bangsanya.

2. Manfaat praktis.

Penelitian ini dapat dijadikan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat

Tegal, agar menghargai serta mengetahui peran Kardinah dalam menjaga serta

memelihara sebagai warisan sejarah Tegal.

E. Kajian Pustaka dan Penelitian Relevan

Dalam menyusun skripsi ini, penulis perlu melakukan tinjauan pustaka

untuk memastikan tidak ada karya ilmiah yang sama dalam penyusunan penulis

lakukan. Tinjauan pustaka yang penulis lakukan selama ini menggunakan

beberapa sumber jurnal, skripsi, dan buku untuk meninjau jika ada kesamaan

dalam melakukan penelitian ini.

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

4

yang populer dan senantiasa sangat menarik serta banyak dibutuhkan.

Dipandang dari teknik penulisan memang perlu diakui biografi menuntut keahlian

memakai bahasa dan retorik tertentu, pendekatan seni menulis. Di sini, sejarah

lebih merupakan seni dari pada ilmu. Untuk menokohkan seorang pelaku biografi

menjadi alat utama. Biografi yang ditulis secara baik sangat mampu

membangkitkan inspirasi kepada pembaca, dipandang dari sudut ini biografi

mempunyai fungsi penting dalam pendidikan untuk memahami dan mendalami

kepribadian seseorang dituntut pengetahuan latar belakang lingkungan sosio-

kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

dialami, watak-watak orang yang ada di sekitarnya (Kartodirdjo, 1992 : 210 ).

Biografi atau catatan tentang kehidupan seseorang itu meskipun sangat

mikro, menjadi bagian dalam mozaik sejarah yang lebih besar. Ada yang

berpendapat bahwa sejarah adalah penjumlahan dari biografi. Memang, dengan

biografi dapat dipahami para pelaku sejarah zaman yang menjadi latar belakang

biografi lingkungan sosial-politiknya, tetapi sebenarnya sebuah biografi tidak

perlu menulis tentang hal yang menentukan jalan sejarah, namun tidak menulis

seorang tokoh tentu mempunyai resiko tersendiri (Kartodirdjo, 1992 : 211).

Biografi kolektif (prosopography) adalah penelitian tentang sekelompok

orang yang mempunyai karakteristik latar belakang yang sama dengan

mempelajari kehidupan mereka. Latar belakang yang sama itu berarti zaman

(rentan waktu, abad, tahun), persamaan nasib, kedudukan ekonomi, persamaan

pekerjaan, persamaan pemikiran, dan peristiwa yang sama. Dalam serba

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

5

persamaan selain persamaan itu sendiri, pasti ditemukan juga perbedaan, kontras,

varian, bahkan pertentangan (Kartodirdjo, 1992 : 212).

Berbicara masalah biografi seorang tokoh, kehadirannya selalu menarik

untuk dikaji sebab yang menjadi kajian itu sendiri adalah manusia dengan

permasalahan yang dihadapinya, dengan demikian biografi dapat mendekatkan

diri pada gerak sejarah yang sebenarnya dan membuat lebih mengerti tentang

pergumulan hidup seseorang dengan zamannya yang dituntut oleh pandangan

hidupnya dan harapan masyarakat. Kebanyakan para penulis biografi yang ada

memilih dan menitikberatkan kajiannya pada tokoh terkenal, baik di barat maupun

di timur (Kartodirdjo, 2002: 212).

Untuk dapat memahami sebuah biografi, seorang penulis harus mampu

menempatkan diri pada subjek yang diteliti seakan-akan peneliti terlibat dalam

proses kejiwaan yang dialami tokohnya dan sekaligus berada di luar agar

mengetahui hal-hal yang tidak terjangkau indra dan kesadaran sang tokoh.

Biografi adalah mikro sejarah yang paling basis, dan sering disebut sebagai salah

satu genre dari sastra yang merupakan rekaman kejadian, dan situasi yang

mengikat kehidupan seorang tokoh (Abdullah, 1987: 5).

Biografi, sama halnya dengan sejarah kota, negara atau bangsa. Biografi

ditulis tidak oleh sejarawan, tetapi oleh pengarang dan jurnalis. Padahal, biografi

lebih marketable dari pada buku-buku sejarah biasa. Ladang yang subur ini belum

mendapat perhatian yang memadai dari sejarawan dan mahasiswa sejarah.

Mungkin, kesulitan mencari sumber wawancara untuk sebuah biografi

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

6

memerlukan kepercayaan yang tinggi dari narasumber yang tentu sukar diperoleh

dari mahasiswa dan sejarawan muda (Kuntowijoyo, 2003: 203).

Biografi atau catatatan tentang hidup seseorang itu meskipun sangat

mikro, menjadi bagian dalam mosaik sejarah yang lebih besar. Malah, ada

pendapat bahwa sejarah adalah penjelmaan dari beberapa biografi, dengan adanya

biografi dapat dipahami para pelaku sejarah, zaman yang menjadi latar belakang

biografi, dan lingkungan sosial-politiknya. Sebenarnya, sebuah biografi tidak

perlu menulis tentang hero yang menentukan jalan sejarah, cukup partisipan,

bahkan the unkenown. Namun, tidak menulis seorang tokoh tentu mempunyai

resiko tersendiri (Kuntowijoyo, 2003: 203-204).

Biografi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu biografi yang

komperhensif, biografi yang topikal, dan biografi yang diedisikan. Biografi yang

komperhensif adalah biografi yang panjang dan bersegi banyak. Biografi

komperhensif mempunyai tema penelitian lebih dari satu dan sifat dari isi

pembahasannya lebih umum. Apalagi isinya pendek dan sangat khusus sifatnya,

biografi tersebut disebut biografi topikal. Biografi topikal memuat satu kejadian

atau tema penelitian dan isinya khusus, sedangkan biografi yang diedisikan adalah

biografi yang disesuaikan oleh pihak lain (Kuntowijoyo, 2003 : 205).

Ada dua macam biografi, yaitu portrayal (portrait) dan scientific (ilmiah),

yang masing-masing mempunyai metodologi sendiri. Biografi disebut portrayal

bila hanya mencoba memahami. Biografi yang termasuk dalam katagori ini adalah

biografi politik, bisnis, olahraga, dan lain sebagainya, sedangkan dalam biografi

scientific orang berusaha menerangkan tokohnya berdasarkan analisis ilmiah.

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

7

Dalam hal ini penggunaan konsep dan teori dalam psychoanalysis menghasilkan

apa yang disebut psychohistory atau sejarah kejiwaan (Kuntowijoyo, 2003: 208).

Biografi dipandang mempunyai kelemahan pada teknik penulisan. Teknik

penulisan biografi membutuhkan kemahiran dalam pemakaian bahasa dan retorik

tertentu dalam seni menulis. Disamping itu, biografi juga mempunyai fungsi

penting dalam pendidikan apabila biografi yang ditulis dengan baik dan mampu

membangkitkan inspirasi kepada pembaca ( Kartodirdjo 1992: 76-77).

Dalam biografi harus memuat empat hal atau empat unsur, yaitu pertama

kepribadian tokoh. Masyarakat penganut teori Hero in History percaya bahwa

sejarah adalah kumpulan biografi. Mereka lebih menonjolkan kepribadian tokoh

yang menurut mereka, individu merupakan pendorong tranformasi sejarah. Unsur

yang kedua, kekuatan sosial yang mendukung memiliki pengaruh lebih besar dari

pada individu. Pengaruh dapat berupa kepercayaan atau kekaguman terhadap

seorang tokoh masyarakat. Unsur yang ketiga adalah sejarah zamannya, yaitu

lukisan zamannya menjadi seorang tokoh memiliki peranan penting bagi

kehidupan sosial pada masa itu. Seorang tokoh mempunyai kesan tersendiri bagi

masyarakat. Kesan tersebut timbul karena tokoh tersebut mampu melukiskan

keadaan atau situasi pada saat itu. Unsur yang keempat, keberuntungan dan

kesempatan yang datang tidak semua orang bisa dapatkan (Kuntowijoyo,2003:

206).

Indah Ahdiah (2013) dalam jurnalnya Peran-peran Perempuan Dalam

Masyarakat. Pada umumnya, masyarakat di Indonesia, pembagian kerja antara

lelaki dan perempuan menggambarkan peran perempuan. Basis awal dan

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

8

pembagian kerja menurut jenis kelamin ini tidak diragukan lagi terkait dengan

perbedaan peran lelaki dan perempuan dalam fungsi reproduksi. Dalam

masyarakat mempresentasikan peran yang ditampilkan oleh seorang perempuan.

Analisis peran perempuan dapat dilakukan dari perspektif posisi mereka dalam

berurusan dengan pekerjaan produktif tidak langsung (domestik) dan pekerjaan

produktif langsung (publik), yaitu sebagai peran tradisi menempatkan perempuan

dalam fungsi reproduksi (mengurus rumah tangga, melahirkan, dan mengasuh

anak, serta mengayomi suami) serta hidupnya 100% untuk keluarga. Pembagian

kerja sangat jelas, yaitu perempuan di rumah dan lelaki di luar rumah. Peran

transisi mempolakan peran tradisi lebih utama dari peran yang lain. Pembagian

tugas mengikuti aspirasi gender, tetapi eksistensi mempertahankan keharmonisan

dan urusan rumah tangga tetap tanggung jawab perempuan. Dwi peran

memposisikan perempuan dalam kehidupan dua dunia, yaitu menempatkan peran

domestik dan publik dalam posisi sama penting. Dukungan moral suami pemicu

ketegaran atau sebaliknya keengganan suami akan memicu keresahan atau bahkan

menimbulkan konflik terbuka atau terpendam (Ahdiah, 2013 : 4).

Peran egalitarian menyita waktu dan perhatian perempuan untuk kegiatan

di luar. Dukungan moral dan tingkat kepedulian lelaki sangat hakiki untuk

menghindari konflik kepentingan pemilahan dan pendistribusian peranan. Jika

tidak, yang terjadi adalah masing-masing akan saling berargumentasi untuk

mencari pembenaran atau menumbuhkan ketidaknyamanan suasana kehidupan

berkeluarga. Peran kontemporer adalah dampak pilihan perempuan untuk mandiri

dalam kesendirian. Jumlahnya belum banyak, tetapi benturan demi benturan dan

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

9

dominasi lelaki atas perempuan yang belum terlalu peduli pada kepentingan

perempuan mungkin akan meningkatkan populasinya (Ahdiah, 2013 : 4).

Elan vital gerakan perempuan dalam menjalankan perannya di tengah

masyarakat, sebagai contoh dalam perjuangan Indonesia mencapai kemerdekaan

bisa dilihat pada sosok Tjut Nyak Dien, Tjut Mutia, atau Martha Kristina Tiahahu,

dan dalam mengisi awal-awal kemerdekaan melalui pendidikan bagi perempuan

bisa dilihat pada sosok Nyai Ahmad Dahlan atau Rasuna Said. Kartini pahlawan

perempuan di Indonesia melakukan negosiasi politik feminitas dalam salah satu

cara perjuangannya. Dalam kultur tradisional, memasak, dikawinkan, dan dipingit

adalah kegiatan yang melekat pada diri perempuan. Kartini menggunakan peran

domestik sebagai strategi accommodating protest, memasak dalam konteks

Kartini bisa ditafsirkan sebagai upaya menyejajarkan egalitarianisme pribumi

dengan kolonial melalui ranah domestik tradisi perempuan. Kecanggihan Kartini

memasak aneka masakan lokal dan Eropa membuatnya dianggap berbudaya,

beradab, dan pada saat yang sama masih memelihara kelaziman sebagai ide-ide

progresifnya (Ahdiah, 2013 : 5).

Sudarta (2003) dalam jurnalnya berjudul Peranan Wanita Dalam

Pembangunan Berwawasan Gender menjelaskan, bahwa hak dan kewajiban yang

dijalankan oleh wanita pada status atau kedudukan tertentu dalam pembangunan,

baik pembangunan di bidang politik, ekonomi sosial budaya, maupun

pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan di dalam keluarga maupun di

masyarakat. Peranan wanita dalam pembangunan yang berwawasan gender,

berarti peranan wanita dalam pembangunan sesuai dengan konsep gender atau

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

10

peran gender mencakup peran produktif, peran reproduktif, dan peran sosial yang

sifatnya dinamis dalam arti, dapat berubah sesuai dengan perkembangan keadaan

dapat ditukarkan antara pria dengan wanita dan bisa berbeda lintas budaya

(Sudarta, 2003 : 8).

Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut

pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun

untuk diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran disektor publik.

Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatan

yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan

rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian, dan alat-alat

rumah tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif

ini disebut juga peran di sektor domestik. Peran sosial adalah peran yang

dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di dalam kegiatan sosial

kemasyarakatan, seperti gotong royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan

yang menyangkut kepentingan bersama (Sudarta, 2003 : 9 ).

Arbaningsih (2005) dalam bukunya Kartini dan Sisi Lain termuat kutipan surat

Kardinah, dalam Sitisoesman 1986:421 menyatakan:

„‟Kami adik-adik Kartini dengan sendirinya meneruskan perjuangan

mbakyu almarhumah, oleh sebab semangat ini sudah ada dalam darah kami.Kami

terutama kontinyu menghubungi kaum pemuda, seperti ayunda dahulu, untuk

menganjurkan supaya mereka berkumpul dan bersatu, supaya kuat untuk

memperjuangkan peningkatan kaum wanita dan bangsa.Sementara itu suasana

kebangkitan mulai di udara, seperti telah dikatakan oleh mbakyu. Dimana mana

sudah mulai ada percikan api pergerakan nasional. Kami berusaha menghidup-

hidupkan api itu sampai beberapa tahun kemudian timbul suatu gerakan yang

kemudian dinamakan gerakan nasional, mbakyu Kartini memang perintis segala

kemajuan nasional‟‟.

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

11

Dalam hal ini menunjukkan, bahwa peran perjuangan bangsa tidak hanya

pada laki-laki saja, tetapi perempuan juga ikut berjuang menyejahterakan

masyarakat Indonesia. Peran perempuan setelah Kartini wafat justru semakin

meningkat dengan juga di dorongnya organisasi-organisasi wanita, yang pertama

kali dipelopori organisasi Boedi Utomo semenjak itulah peran perempuan menjadi

tonggak sejarah pergerakan bangsa Indonesia.

Industri jasa (service industry) saat ini berkembang dengan sangat cepat.

Persaingan yang terjadi saat ini sangat kompetitif dalam bidang industry ini.

Pelayanan yang diberikan antara satu penyedia jasa (service provider) dengan

pemberi jasa lainnya sangat bervariatif yang sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan konsumennya. Salah satu industri jasa yang berkembang dengan sangat

cepat di Indonesia adalah industri jasa rumah sakit, baik rumah sakit milik

pemerintah maupun milik swasta, bahkan milik asing. Rumah sakit merupakan

bagian dan sistem pelayanan publik kesehatan yang harus memenuhi kriteria

availability, appropriateness, continuity sustainability, acceptability, affordable,

dan quality. Di dalam Undang-undang no. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,

menerangkan, bahwa institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Suryawati dkk., 2006 : 177).

Rumah sakit umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan

yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan

upaya pelayanan kesehatan secara berdaya guna mengutamakan penyembuhan

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

12

dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan peningkatan

pelaksanaan upaya rujukan untuk menyelenggarakan fungsinya, maka rurnah

sakit umum menyelenggarakan kegiatan, yakni (1) pelayanan medis, (2) asuhan

keperawatan, (3) pelayanan penunjang medis, (4) pelayanan kesehatan

kemasyarakatan dan rujukan pendidikan (Suryawati dkk., 2006 : 178).

Sedangkan menurut Undang-undang no.44 tahun 2009 tentang rumah

sakit. Fungsi rumah sakit, yaitu sebagai (1) penyelenggaraan pelayanan

pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah

sakit sesuai kebutuhan medis, (2) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian

pelayanan kesehatan, (3) penyelenggaraan penelitian dan pengembangan

teknologi bidang kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahan bidang

kesehatan (Suryawati dkk., 2006 : 179).

Di sinilah, perlu adanya penelitian tentang biografi tokoh lokal, dalam hal

ini R.A. Kardinah yang riwayat hidupnya cukup menarik untuk diteliti. Hal ini

paling tidak, karena ia seorang tokoh masyarakat yang mencetuskan berdirinya

Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tegal.

Di dalam penelitian skripsi ini digunakan beberapa buku yang dianggap

penting dan relevan dengan penelitian yang dilakukan untuk dijadikan tinjauan

pustaka. Buku yang berjudul surat-surat adik R.A. Kartini, buku ini merupakan

karya dari Fitris G.P. Jaquet yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh

Mia Bustam dengan editor Jaap Erkelens dan Saeno M. Abdi buku ini berisi dari

saudara- saudara Kartini yang ada di dalam buku ini disebut sebagai Lima

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

13

Saudara (Roekmini, Kardinah, Soematri, dan Sosro Kartono). Surat- surat itu

ditulis setelah Kartini meninggal tanggal 17 September 1904. Diantaranya ada 10

surat yang ditulis Kardinah yang ditulis mulai tanggal 15 juli 1911. Buku ini,

terutama dari ke sepuluh suratnya dapat dilihat bagaimana pemikiran dan

pengorbanannya Kardinah dalam memperjuangkan masyarakat Tegal, terutama

dalam hal pendidikan bagi kaum wanita.

Buku karya Sitisoermandari Soeroto yang berjudul Kartini Sebuah

Biografi, menjadi bahan perbandingan sumber yang didapat, termasuk keadaan

Kardinah masa kecil dan bagaimana pengaruh Kartini pada diri seorang Kardinah.

Buku karya Kardinah Reksonegoro yang berjudul Tiga Saudara yang

menjadi sumber data utama dikarenakan data tersebut berisikan autobiografi yang

ditulis oleh Subjek tokoh yang akan diteliti oleh penulis. Di dalam buku tersebut

menceritakan masa kecil Tiga Saudara Kartini, Roekmini, dan Kardinah dalam

memimpikan dan meneruskan cita-cita untuk perempuan bangsa Indonesia.

B. Penelitian yang relevan

Dalam penulisan skripsi penulis mendapati penelitian relevan yang ditulis

oleh Fatkhudin (2014) dalam skripsinya Kardinah Reksonegoro, Peranan, dan

Pemikirannya Dalam Pembangunan Masyarakat Tegal Tahun 1908-1945. Dalam

penulisan tersebut berisikan tentang garis perjuangan yang diturunkan Kartini,

yaitu model yang diterapkan oleh Kardinah dalam pengembangan masyarakat

kota Tegal dengan kepandaiannya dan kecerdasannya berbahasa Belanda, maka

Kardinah mendirikan sekolah kepandaian putri dengan menggunakan model

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

14

modern, agar masyarakat kota Tegal semakin maju dan berkembang. Cita-citanya

sama seperti kakaknya, salah satunya adalah mencerdaskan bangsa dengan

pendidikan karena menurut Kartini pendidikan merupakan tonggak kemajuan

bangsa. Dalam pengembangan kota Tegal, tentunya didedikasikan melalui

pemikirannya yang dipengaruhi oleh Kartini ketika masih hidup (Fatkhudin. 2014

: 49 ).

Yono Daryono (2014-2015), dalam artikelnya yang berjudul Kardinah Sisi

Kemanusian dari Tiga Serangkai. Dalam penulisan tersebut berisikan tentang

garis perjuangan Kardinah dibentuk oleh Kartini dengan pola kehidupan sehari-

hari dalam masyarakat Jawa, yaitu sisi kemanusiaan Tiga Serangkai tertanam

pada Kardinah dan Roekmini seorang adik yang senantiasa hormat kepada

kakanya, adik-adik Kartini mulai keluar dari adat feodal setelah menikah dan

mampu menata kembali cita-cita Tiga Serangkai, Kardinah adalah bentuk nyata

dari cita-cita Tiga Serangkai yang selama ini menjadi impiannya. Pemikiran

Kardinah juga banyak dipengaruhi Kartini, yaitu dengan pendidikan maka pola

pikir masyarakat tidak akan menjadi feodal. Yono Daryono beranggapan bahwa

perjuangan emansipasi wanita bukan hanya Kartini saja yang dikenal, tetapi

Kardinah juga sebagai tokoh emansipasi dalam menyejahterkan masyarakat Tegal,

yaitu dengan mendirikan sekolah kepandaian putri Wismo Pranawa dan rumah

sakit Kardinah. Persamaan nasib dan cita-cita menjadikan Kardinah tetap

berpegang teguh untuk mewujudkan cita-citanya sehingga muncul pergolakan

batin setelah Peristiwa Tiga Daerah menghilang dan kembali lagi setelah dicari

oleh Bu Sarjoe istri walikota Tegal tahun 1967-1979 (Daryono, 2014 : 116).

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

15

Penelitian yang terdahulu dijadikan sebagai sumber referensi dan

perbandingan data ketika penulis akan teliti. Penelitian yang akan penulis teliti

dalam penelitian ini memfokuskan pada subjek Kardinah sebagai perempuan

(perannan wanita) dan rurnah sakit sebagai objek peneliti sebagai hasil dari

perjuangannya dalam pembangunan menuju masyarakat modern di kota Tegal

dalam bidang kesehatan.

F. Kerangka Teoretis dan Pendekatan

1. Landasan Teori

Peranan merupakan aspek dinamis yang dimiliki oleh seseorang apabila

seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan status yang

dimilikinya, maka ia telah menjalankan peranannya. Peranan wanita seluruhnya

hanya dalam pekerjaan rumah tangga atau pemeliharaan kebutuhan hidup semua

anggota keluarga. Peran merupakan pola perikelakuan yang dikaitkan dengan

status atau kedudukan setiap manusia yang menjadi warga, suatu masyarakat

senantiasa mempunyai status atau kedudukan dan peranan masing-masing

(Soekanto, 2009 : 213).

Moser framework menganggap, bahwa kebanyakan masyarakat,

perempuan memiliki tiga peran, yakni mengurusi kegiatan-kegiatan produktif,

reproduktif dan pengaturan masyarakat, sedangkan laki-laki mengurusi kegiatan

produktif dan politik dalam masyarakat. Kerja reproduktif sangatlah penting bagi

kelangsungan hidup manusia dan pelestarian reproduktif angkatan kerja, tetapi hal

itu jarang dianggap sebagai pekerjaan yang benar-benar pekerjaan. Di masyarakat

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

16

miskin pekerjaan reproduktif adalah kerja kasar yang intensif dan menyita waktu.

Hal-hal tersebut hampir selalu menjadi kewajiban para perempuan dan anak-anak

perempuan melibatkan produksi barang dan jasa untuk dikonsumsi dan

diperdagangkan berupa hasil pertanian dan perikanan. Pekerjaan produktif

perempuan seringkali lebih tidak terlihat dan lebih tidak dihargai, jika

dibandingkan produktif laki-laki. Melibatkan pengorganisasian kegiatan-kegiatan

dan tugas-tugas sosial secara bersama dalam masyarakat dapat meningkatan

partisipasi dalam kelompok dan organisasi kegiatan politik, tetapi jenis pekerjaan

ini jarang dipertimbangkan atau dilihat dalam analisis ekonomi suatu masyarakat,

tetapi jenis pekerjaan ini melibatkan perkembangan spiritual dan budaya

masyarakat dalam kegiatan pengaturan penentu nasib masyarakat, baik perempuan

atau laki-laki (Soekanto,2009 :305).

Kegiatan-kegiatan yang ditangani oleh perempuan di tingkat masyarakat,

yaitu sebagai peluasan dari peran reproduktif mereka untuk menjamin

ketersediaan dan pelestarian sumber-sumber daya konsumsi kolektif seperti air,

perawatan kesehatan, dan pendidikan. Kegiatan yang ditangani oleh laki-laki pada

tingkat masyarakat, pengaturan pada tingkat politik formal yang seringkali berada

dalam suatu kerangka politik nasional. Pekerjaan ini biasanya dibayar, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Pekerjaan laki-laki terlihat lebih sedikit dalam

pekerjaan reproduktif dibandingkan perempuan yang mengerjakan hampir sernua

pekerjaan reproduktif dan banyak pekerjaan produktif (Soekanto,2009:306).

Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma

norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan,

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

17

lapisan dalam masyarakat, kekuasaan, interaksi sosial, dan lain sebagainya.

Menurut beberapa ahli sosologi, yaitu (1) William F.Ogburn, mengemukakan

bahwa ruang lingkup perubahan-perubahan sosial meliputi unsur-unsur

kebudayaan baik material maupun immaterial, (2) Kingsley mengemukakan

bahwa sosiologi sebagai perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur dan

fungsi masyarakat, (3) Selo Soemardjan, menurutnya adalah segala perubahan-

perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat

yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, dan

pola perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soekanto, 2009 :

301).

Pembangunan masyarakat merupakan proses perubahan menuju kondisi

yang dianggap lebih baik ditandai dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kesejahteraan akan meningkat apabila dapat diwujudkan hubungan yang serasi

antara needs dan resources. Proses perubahan terwujudnya hubungan yang serasi

antara needs dan resources tersebut lebih dimungkinkan melalui peningkatan

kapasitas masyarakat untuk membangun. Lebih lanjut keseluruhan proses tersebut

melibatkan interaksi, interelasi, dan interdependensi dari berbagai dimensi yang

terkandung dalam kehidupan masyarakat. Perkembangan atau pembangunan

masyarakat pada dasarnya proses perubahan semakin terciptanya hubungan yang

harmonis antara kebutuhan masyarakat dengan potensi sumber daya dan peluang.

Proses peningkatan kapasitas masyarakat untuk merespons berbagai persoalan

yang berkembang merupakan proses yangbersifat multidimensi (Soekanto, 2009 :

302).

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

18

2. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah pendekatan

psikologi dan pendekatan sosiologi. Pendekatan pesikologi digunakan untuk

menjelaskan atau memberi gambaran tentang bagaimana kehidupan Kardinah.

Psikologi juga memiliki pendekatan-pendekatan yang berbeda untuk melihat

perilaku manusia. Setiap pendekatan memandang manusia dengan cara berlainan,

berikut pendekatan psikologi yang digunakan dalam penelitian ini. Pendekatan

perilaku (behaviorisme) adalah pendekatan yang sangat bermanfaat untuk

menjelaskan persepsi interpersonal, konsep diri, eksperimen, sosialisasi, kontrol

sosial, serta ganjaran, dan hukuman. Perilaku manusia hanya berdasarkan perilaku

yang tampak dan dapat diukur. Perilaku manusia merupakan hasil dari proses

belajar. Manusia belajar dari lingkungannya dan dari hasil belajar itulah ia

berperilaku (Sugiyono, 2009 :23).

Pendekatan sosiologi digunakan dalam penelitian ini adalah untuk

menjelaskan tentang peran Kardinah perjuangan mendirikan RSUD kota Tegal

serta biografi riwayat hidupnya. Pendekatan sosiologi yang digunakan dalam

penelitian ini karena berdasarkan ilmu-ilmu sosial yang ada dalam masyarakat dan

ilmu sosiologi digunakan saat tokoh masyarakat ini berinteraksi dengan

masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses

sosial, termasuk di dalamnya perubahan-perubahan sosial. Definisi struktur sosial

adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok, yaitu kaidah-

kaidah sosial (norma-norma sosial), lembaga-lembaga sosial, kelompok-kelompok

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

19

serta lapisan-lapisan sosial. Proses sosial adalah pengaruh timbal balik antara

berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbal balik antara segi

kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik (Soekanto, 2009 : 2-3).

Obyek sosiologi adalah masyarakat. Masyarakat yang dilihat dari sudut

hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam

masyarakat. Pengertian masyarakat (society) adalah sejumlah orang yang hidup

bersama dalam waktu yang cukup lama, secara sadar merupakan kesatuan dan

membentuk sistem hidup bersama. Sistem hidup bersama ini kemudian

menimbulkan kebudayaan termasuk sistem hidup itu sendiri (Soekanto, 2009 :

15).

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti berusaha mengungkap sejarah riwayat hidup

Kardinah dan peranannya di kota Tegal. Guna membantu memperlancar proses

penelitian ini, peneliti membutuhkan suatu metode penelitian. Metode penelitian

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian historis atau

metode penelitian sejarah.

Metode sejarah adalah suatu cara seorang sejarahwan mendekati objek

penelitianya dengan langkah-langkah yang terstruktur sehingga akan

mempermudah dalam pemerolehan data sejarah. Dalam penelitian sejarah, data

berkedudukan sangat penting sebab tanpa data, sejarah tidak mungkin ditulis (no

data, no history). Data menjadi harga mati bagi para peneliti untuk

mengungkapkan suatu fenomena sejarah dari peristiwa-peristiwa yang telah

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

20

terjadi. Peristiwa akan meninggalkan jejak sejarah yang dapat diamati dari proses

pencarian dan peneman. Jika sebuah peristiwa telah kehilangan jejaknya, maka

sejarah sangat sulit untuk diteliti dan ditulis (Priyadi 2013: 111).

Adapun langkah-langkah dalam metode sejarah antara lain.

1. Heuristik (Pengumpulan Sumber).

Heuristik atau pengumpulan sumber adalah kegiatan atau usaha untuk

mencari dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah sebagai bahan yang akan

dikaji dalam penelitian baik itu berupa sumber benda, sumber tulisan, maupun

sumber lisan. Upaya peneliti untuk mendapatkan data yang aktual, yaitu melalui

dokumentasi dan wawancara atau interview. Pencarian data pada lembaga-

lembaga museum, kearsipan, atau perpustakaan akan lebih mudah karena sudah

ada penanganan dan penataan. Artifact-artifact di museum sudah dikatagorikan

berdasarkan zaman dan asal kebudayaan suku bangsa. Arsip-arsip di lembaga

kearsipan sudah ditata berdasarkan wilayah dan juga ada penerbitan bahan-bahan

arsip seperti yang sudah di lakukan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

Pencarian dan penemuan data sejarah yang tersimpan pada koleksi-koleksi

perorangan justru yang paling sulit karena tidak semua orang tidak mewarisi data

itu (Priyadi 2013: 112-113).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang

dipaparkan sebagai berikut. Sumber sejarah yang berupa sumber tertulis dapat

diperoleh dengan cara dokumentasi. Sumber tertulis yang ditemukan dalam

penelitian ini berupa tulisan otobiografi Kardinah yang di dapat dari tokoh

budayawan Tegal, yaitu Yono Daryono, ia adalah mantan staf dari Bu sarjoe

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

21

mantan istri walikota Tegal pada tahun 1967-1979. Bu sarjoe adalah seorang yang

peduli dengan keberadaan Kardinah pada saat itu, ketika Kardinah menghilang

setelah Peristiwa Tiga Daerah. Kedekatan Kardinah dengan Bu Sarjoe

menghasilkan sumber sejarah berupa kaset wawancara yang berisi tentang

Kardinah setelah Peristiwa Tiga Daerah, kaset tersebut yang menjadikan sumber

refrensi penulisan artikel yang berjudul Kardinah Sisi Kemanusiaan Dari Tiga

Serangkai yang di tulis Yono Daryono dan dijadikan sebagai penelitian relavan

penulis. Sumber data lainnya yang ditemukan adalah arsip bangunan RSUD

Kardinah Tegal (Kardinah Ziekenhuis) yang ditemukan penulis di arsip Jawa

tengah yang berupa nota-nota pembangunan berbahasa Belanda dan sumber

mengenai profil RSUD Kardinah kota Tegal didapat setelah penulis observasi

meminta data kepada direktur RSUD Kardinah kota Tegal serta dinas kesehatan

kota Tegal.

Selain sumber tertulis, peneliti juga mengumpulkan sumber lisan yang

didapatkan dengan serangkaian wawancara. Sejarawan harus mencari sebanyak-

banyaknya pelaku sejarah yang terlibat. Pencarian itu melibatkan seorang atau

beberapa pelaku yang mengetahui ada pelaku yang lain yang perlu diwawancarai.

Wawancara yang dilakukan sejarawan terhadap para pelaku tentu harus berkali-

kali. Wawancara pertama merupakan upaya penjajakan sejarawan dan perkenalan

dari sumber sejarah lisan. Sejarawan harus ulet dengan memancing-mancing

memori yang telah terlupakan sebagai akibat turunnya daya ingat. Cara tersebut

bertujuan untuk menelusuri lorong waktu ingatan individual dengan

memanfaatkan hasil wawancara dari pelaku lain yang juga mempunyai ingatan

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

22

individual. Jawaban wawancara yang tidak jelas, tidak rasional, bahkan keliru

jawabannya, maka sejarawan itu harus menanyakan kembali kepada pelaku

sehingga wawancara sejarawan dengan seorang pelaku mestinya bisa dilakukan

lebih dari tiga kali, bahkan lebih dari sepuluh kali. Wawancara berkali-kali akan

banyak mengungkap hal-hal yang disembunyikan atau dilupakan, atau yang

terlupakan. Pengetahuan yang fragmatis yang didukung ingatan-ingatan individual

akan menjadi pengetahuan kolektif, yang bersifat intersubjektif. Ingatan

individual cenderung subjektif karena didukung oleh perasaan pribadi bahwa

peristiwa tertentu sangat berkaitan dengan dirinya, dan bukan orang lain. Sumber

sejarah lisan yang menjadi sasaran sejarawan untuk menggali data memang

terbatas daya eksistensinya, sejarawan tidak boleh bersantai-santai dalam

memburu sejarah lisan (Priyadi, 2014 : 90-94)

Dalam hal melakukan wawancara, ada dua teknik yang dilakukan peneliti,

yaitu wawancara bebas dan wawancara terstruktur. Wawancara bebas dilakukan

secara spontan dan tanpa didasari oleh informan sehingga terkesan seperti

pembicaraan biasa, sedangkan wawancara terstruktur dilakukan dengan

mempersiapkan daftar pertanyaan terlebih dahulu. Dalam wawancara penulis

menggunakan alat bantu berupa alat tulis, buku catatan, dan alat rekam agar

memudahkan penulis dalam mengolah hasil wawancara tersebut. Dalam penelitian

ini informan yang peneliti wawancarai adalah direktur/kepala bagian umum

RSUD Kardinah, sejarawan/budayawan Tegal. Pemerintahan kota Tegal dan

masyarakat.

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

23

2. Verifikasi (Kritik Sumber)

Metode kritik sejarah adalah pengujian atau penilaian terhadap sumber

sejarah. Metode kritis sejarah terdiri atas dua langkah, yaitu kritik ekstern dan

kritik intern. Kritik ekstern adalah pengujian atas penilaian kepada hal-hal yang

tampak dari luar. Kritik ekstern bersikap pada tiga pertanyaan penting, yaitu

pertama, adakah sumber itu memang sumber yang dikehendaki, kedua, adakah

sumber itu asli atau turunan, dan yang ketiga, adakah sumber itu utuh atau telah

diubah-ubah, sedangkan kritik intern bertalian dengan penilaian intrinsik terhadap

sumber-sumber dan melakukan perbandingan dari berbagai kesaksian atau sumber

sejarah yang lain. Kritik intern yang menilai apakah sumber itu kredibilitas atau

tidak (Priyadi, 2015: 98-103).

Tujuan dari kegiatan ini adalah bahwa setelah peneliti berhasil

mengumpulkan sumber-sumber dalam penelitiannya, ia tidak akan menerima

begitu saja apa yang tercantum dan tertulis pada sumber-sumber itu. Langkah

selanjutnya, ia harus menyaring secara kritis, terutama terhadap sumber-sumber

pertama, agar terjaring fakta yang menjadi pilihannya. Langkah-langkah inilah

yang disebut kritik sumber, baik terhadap bahan mentah (ekstern) sumber maupun

terhadap substansi (isi) sumber (Sjamsuddin, 2007: 131 ).

Sumber tertulis dikritik dengan cara membandingkan sumber yang satu

dengan sumber yang lainnya yang sudah terkumpul, baik dari segi isi, bahasa

maupun segi fisiknya, sedangkan sumber lisan dikritik dengan cara

membandingkan informasi yang sudah dikumpulkan dari para informan, dan

kondisi fisik informan tersebut, apakah masih keturunan atau bukan. Sumber lisan

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

24

juga dapat diakui kreadibilitasnya apakah memenuhi syarat apabila sumber

disampaikan oleh saksi yang berantai dan dilaporkan oleh orang tersebut. Sumber

lisan mengandung kejadian yang diketahui umum dan telah menjadi kepercayaan

umum pada masa tertentu (Sjamsuddin, 2007: 133).

3. Interpretasi (Penafsiran).

Interpretasi adalah langkah metode sejarah yang harus didukung oleh

heuristik sebagai petunjuk kearah penelitian dan kritik. Tanpa dukungan mereka,

sejarawan akan melampaui jalan pintas yang menyesatkan dengan hanya

membandingkan interpretasi. Interpretasi yang disokong oleh heuristik dan kritik

akan menghasilkan historiografi yang benar-benar Indonesiasentrisme dengan

bekerja dari titik nol (Priyadi, 2013 : 107).

Penafsiran dalam metode sejarah menimbulkan subjektivitas sejarah yang

sangat sukar dihindari, karena ditafirkan oleh sejarawan (si subjek), sedangkan

yang objektif adalah faktanya. Penafsiran model sejarah tersebut dapat diterapkan

dalam ilmu antropologi, seni pertunjukan, studi agama, filologi, arkeologi, dan

ilmu sastra (Priyadi, 2011: 88-89).

Dalam menginterpretasikan fakta sejarah, sejarawan berusaha

mendeskripsikan secara detail fakta-fakta yang disebut analisis. Deskripsi ini

dilakukan agar fakta-fakta yang sudah diperoleh akan menampilkan jaringan antar

fakta sehingga fakta-fakta itu sangat bersinergi. Fakta yang satu akan menjelaskan

kedudukan fakta yang lain (Priyadi, 2013: 121).

Dalam penelitian ini, penulis akan meneliti fakta-fakta yang terdapat pada

sumber sejarah yang telah terkumpul dan sudah mengalami tahapan verifikasi

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

25

kemudian peneliti menafsirkan data tersebut. Penafsiran dilakukan sesuai dengan

teori dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini.

4. Historiografi (Penulisan Sejarah).

Jika sejarah lokal Indonesia bekerja aktif dalam meneliti sejarah di

masing-masing lokal, maka dapat dibayangkan, bahwa hasil penelitian akan

melimpah. Namun, apabila yang terjadi adalah sebaliknya, maka sejarah lokal

yang diharapkan memberi sumbangan berada pada posisi mandul merupakan

malapetaka bagi sejarah lokal itu sendiri, yang selanjutnya berimbas kepada SNI.

Sesungguhnya SNI mempunyai ketergantungan yang besar kepada sejarah lokal

yang sumbangannya bersifat wajib dan secara terus-menerus diharapkan dalam

pemerolehan data baru. Sejarah lokal pada level provinsi bisa menjebatani sejarah

lokal pada level kabupaten. Pada level kabupaten, seorang sejarawan dapat

bekerja untuk meneliti dan menulis sejarah mikro (micro-history). Sejarah mikro

kabupaten akan berinteraksi dengan sejarah mikro di tetangganya. Pertemuan

antarsejarah lokal tersebut akan menggambarkan sinergitas sehingga penulisan

sejarah lokal provinsi akan mudah diwujudkan (Priyadi, 2015 : 193-194)

Langkah terakhir atau puncak metode sejarah adalah penulisan sejarah

atau sering disebut historiografi. Ketika sejarawan memasuki tahap menulis, maka

ia akan mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan saja ketrampilan teknis

penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi yang terutama

penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya. Karena ia pada akhirnya harus

menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitannya atau penemuannya itu

dalam suatu penulisan utuh yang disebut historiografi. Keberartian (signifikansi)

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

26

semua fakta yang dijaring melalui metode kritik baru dapat dipahami

hubungannya satu sama lain setelah semuanya ditulis dalam suatu keutuhan bulat

historiografi (Sjamsuddin, 2007: 156).

Penulisan sejarah tidak semudah dalam penulisan ilmiah lainnya, tidak

cukup dengan menghadirkan informasi dan argumentasi. Penulis sejarah,

walaupun terikat pula oleh aturan-aturan logika dan bukti-bukti empirik, tidak

boleh dilupakan, bahwa ia adalah juga karya sastra yang menuntut kejelasan,

keteguhan, dan gaya bahasa, aksentuasi serta nada retorika tertentu. Apabila

sejarawan mampu menampilkan kejelasan, keteguhan, serta kerapian dalam

ekpresi penulisan, ia akan mampu mencapai apa yang menjadi dambaan setiap

sejarawan, yaitu memadukan kesejarawan dan kesastrawanan, antara keahlian,

dan ekpresi bahasa (Daliman, 2012: 99).

Dalam penulisan ini, peneliti lebih memperhatikan aspek-aspek kronologi

peristiwa. Aspek ini sangat penting karena arah penelitian ini adalah penelitian

sejarah, sehingga proses peristiwa akan dijabarkan dalam beberapa bab berikutnya

yang terkait satu sama lain agar mudah dipahami.

H. Sistematika Penyajian

Penyusunan yang dilakukan dalam sebuah penelitian secara ilmiah harus

sesuai dengan sistematika penulisan yang telah ditentukan. Tujuan dari

sistematika penulisan ini adalah agar penelitian yang dilakukan dan hasil yang

diperoleh dapat lebih sistematis dan terinci dengan baik.

Bab 1 Pendahuluan

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1355/2/WISNU ALAM DARMAWAN BAB I.pdf · kultural tokoh itu dibesarkan, proses pendidikan formal, dan informal yang

27

Bab satu pendahuluan, bab ini terdiri dan latar belakang masalah yang

berisi latar belakang atau alasan mengapa peneliti mengambil penelitian ini,

rumusan masalah yang berisi mengenai poin-poin apa saja yang akan diteliti oleh

peneliti, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, penelitian relevan,

kajian teori, dan bagaimana metode penelitian yang penulis sajikan dalam

penelitian ini.

Bab II Pembahasan profil RSUD

Berisi tentang situasi kota Tegal tahun 1920-1927 dan Profil RSUD

Kardinah.

Bab III Riwayat Hidup

Berisi tentang kehidupan kardinah semasa kecil bersama Tiga Saudara

dan dinamika kehidupan Kardinah setelah menikah.

Bab IV Peran Kardinah dalam pendirian RSUD Kardinah Tegal.

Kardinah sebagai penggagas dan pemberi modal awal dan latar belakang

pemikiran Kardinah sebelum mendirikan rumah sakit Kardinah Tegal.

Bab V Penutup

Bab lima berisi tentang simpulan dan saran.

Raden Ajeng Kardinah..., Wisnu Alam Darmawan, FKIP UMP, 2016