BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · A. Latar Belakang Tanah mempunyai fungsi sangat penting bagi...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang · A. Latar Belakang Tanah mempunyai fungsi sangat penting bagi...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia. Hal ini
disebabkan karena sebagian besar kehidupan manusia bergantung pada tanah.
Dapat dikatakan bahwa setiap saat manusia berhubungan dengan tanah.
Manusia dimanaupun berada di muka bumi ini memerlukan tanah antara lain
sebagai tempat bercocok tanam, tanah menghasilkan hasil bumi yang
diperlukan untuk kelangsungan kehidupan manusia, mendirikan rumah/tempat
tinggal, membangun gedung, tempat industri, sarana transportasi dan lain
sebagainya yang tidak dapat dilepaskan dari fungsi dan kegunaan dari tanah.
Seperti kita ketahui, bumi, air, dan ruang angkasa demikian pula segala
kekayaan alam yang terkandung didalamnya merupakan karunia dari Tuhan
Yang Maha Esa bagi seluruh rakyat Indonesia dan oleh karena itu sudah
seharusnya pemanfaatan fungsi bumi, air dan ruang angkasa beserta segala
apa yang terkandung didalamnya ditujukan untuk mencapai sebesar-besarnya
kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Di Indonesia sebagai salah satu negara yang berkembang, penggerak
roda perekonomian dipegang langsung oleh pemerintah sebagai central point
yang bertujuan untuk terlaksananya efektifitas dan efisiensi demi mengimbangi
keadaan dan kebutuhan masyarakat Indonesia. Selain itu pemerintah
mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakatnya
melalui sektor perekonomian. Salah satu tindakan pemerintah Indonesia selaku
penggerak perekonomian negara adalah dengan cara menyediakan kebutuhan
masyarakatnya.
Penyelenggaraan tugas dan tanggung jawab pemerintah tersebut
merupakan cita-cita bangsa Indonesia yaitu terciptanya suatu masyarakat adil
dan makmur yang merata baik secara materiil maupun spirituil yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Untuk mewujudkan hal tersebut diatas, maka pemerintah
melakukan pembangunan di segala bidang, terutama pengembangan sistem
pembangunan nasional yang mengutamakan rakyat banyak secara adil dan
merata. Salah satu bidang pembangunan yang perlu dikembangkan adalah
bidang perekonomian.
Dalam pembangunan hukum di sektor perekonomian Indonesia diatur
dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang
termaktub dalam Pasal 33 ayat (3) bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dalam mewujudkan pembangunan di bidang ekonomi, pemerintah telah
memberikan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan pemerintah adalah
mengesahkan Undang-undang 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria yang lazim disingkat dengan UUPA.
UUPA memuat dasar-dasar pokok di bidang Agraria yang merupakan
landasan bagi usaha pembaharuan hukum agraria dan diharapkan dapat
memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat dalam memanfaatkan
fungsi bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya untuk kesejahteraan bersama secara adil.1
Dalam Pasal 2 UUPA dijelaskan isi dan maksud dari hak menguasai dari
Negara yang bersumber Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 adalah sebagai berikut:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan
pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air dan ruang angkasa.
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
Tujuan pembentukan UUPA adalah meletakkan dasar-dasar hak untuk
memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat
seluruhnya dasar-dasar untuk memberikan jaminan kepastian hukum mengenai
hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya, karena itulah Negara selaku Badan
Penguasa dapat mengatur adanya bermacam-macam hak atas tanah.
Mengingat besar dan pentingnya peranan hak-hak atas tanah dalam
kehidupan masyarakat, maka agar tanah mempunyai status hukum yang pasti
diperlukan adanya landasan hukum yang pasti. Oleh karena itu dalam
pemberian jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan:
1. Tersedianya perangkat hukum tertulis yang lengkap dan jelas serta
dilaksanakan konsisten.
2. Penyelenggaraan pendaftaran yang efektif.2
1 Bachtiar Efendi, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, (Bandung:Alumni,1993), hlm. 34
Berdasarkan Pasal 19 UUPA dinyatakan bahwa untuk menciptakan
kepastian hukum pertanahan, pemerintah menyelenggarakan pendaftaran.
Untuk melaksanakan perintah dari Pasal 19 UUPA maka dikeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menggantikan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Menurut ketentuan Pasal 1 ayat
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
yang dimaksud dengan pendaftaran tanah adalah:3
“Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik, dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.”
Pendaftaran hak atas tanah yang pelaksanaannya didasarkan pada PP
Nomor 24 Tahun 2007, mempunyai tujuan yaitu:
1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak
lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapatr membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yang bersangkutan;
2. Untuk menyediakan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan,
termasuk pemerintah, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan;
2 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia-Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta : Djambatan, 2008), hlm. 69 3 Ibid, hlm. 474.
Di Indonesia terdapat berbagai macam jenis hak atas tanah seperti yang
diatur dalam Pasal 16 ayat (1) UUPA antara lain:
1. Hak milik;
2. Hak guna usaha;
3. Hak guna bangunan;
4. Hak Pakai;
5. Hak Sewa;
6. Hak membuka tanah;
7. Hak memungut hasil Hutan;
8. Hak-hak lain yang termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan
ditetapkan dengan undang-undang serta hak yang sifatnya sementara
sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53.
Dengan diberikannya beberapa macam hak atas tanah baik kepada
perorangan atau badan hukum, disamping adanya wewenang untuk mengelola
tanah tersebut sesuai dengan hak yang dipegangnya dan sepanjang tidak
bertentangan dengan pembatasan yang berlaku untuk itu, maka juga kepada
pemegang hak tersebut dibebankan kewajiban untuk mendaftarkan hak atas
tanahnya dalam rangka menuju kepastian hukum.
Adapun kepastian hukum yang dimaksud adalah meliputi :
1. Kepastian hukum mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak atas tanah tersebut. Kepastian hukum ini berkenaan dengan siapa pemegang hak atas tanah tersebut dan dengan memberikan kepastian hukum mengenai subyek hak atas tanah.
2. Kepastian mengenai letak tanah, batas-batas tanah, panjang dan lebar tanah serta memberikan kepastian hukum mengenai luas tanah tersebut. Kepastian
berkenaan dengan letak, batas-batas, panjang dan lebar tanah serta luas tanah ini disebut dengan kepastian mengenai obyek hak atas tanah.4
Oleh karena itu dalam Pasal 19 UUPA mengharuskan kepada masyarakat
untuk mengadakan pendaftaran tanah yang diselenggarakan oleh pemerintah di
seluruh wilayah Indonesia.
Sedangkan fungsi pokok dari pendaftaran tanah ialah untuk memperoleh
alat pembuktian yang kuat tentang sahnya perbuatan hukum mengenai tanah,
dan memberi kepastian hukum kepada para pemegang hak atas tanah.5
Pendaftaran tanah atau pendaftaran hak-hak atas tanah tersebut akan
membawa akibat diberikannya surat tanda bukti hak atas tanah yang disebut
sertifikat tanah.
Pendaftaran tanah merupakan kewajiban dari pemerintah untuk
memberikan kepastian hukum terutama bagi pemegang hak atas tanah diseluruh
wilayah Indonesia. Hal ini sesuai amanat yang terdapat dalam Pasal 19 UUPA
dan PP No.24/1997. Pengaturan pada sistem pendaftaran hak atas tanah
terdapat asas-asas bahwa pendaftaran tanah harus dilakukan berdasarkan rasa
aman, asas terjangkau, asas sederhana, dan asas mutakhir.6
Dalam hal pendaftaran tanah, terdapat kewajiban pendaftaran tanah yang
diselenggarakan oleh pemerintah, meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah,
2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut,
4 Bachtiar effendi, Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan Pelaksananya, (Bandung :
alumni, 1993), hlm.20-21 5 Ana Silviana, Teori dan Praktek Pendaftaran Tanah, (Semarang : Universitas Diponegoro, 2010),
hlm. 21-22 6 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftaranya, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hlm.
112
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat.
Sertipikat sebagai alat bukti yang kuat mengandung arti bahwa, sepanjang
tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data yang tercantum didalamnya harus
diterima sebagai data yang benar. Dengan diterbitkannya sertipikat hak atas
tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan
hukum.
Sertipikat tanah yang diberikan itu akan memberikan arti dan peranan
penting bagi pemegang hak yang bersangkutan yang dapat berfungsi sebagai
alat bukti hak atas tanah. Pemilik tanah dengan alat bukti yang kuat dan dengan
status yang jelas akan dijamin kepastian hukum dan perlindungan hukumnya,
sehingga akan lebih mudah untuk membuktikan bahwa tanah tersebut adalah
miliknya.
Peraturan pelaksanaan pendaftaran tanah diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, sebagai
penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Untuk
melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut,
pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997.
Bila dilihat dari bunyi Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah bahwa pendaftaran tanah meliputi kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.
Menurut Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
tentang Pendaftaran Tanah, menyebutkan bahwa hibah harus dilakukan dengan
akta yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang
berwenang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya PPAT wajib menyampaikan akta PPAT dan dokumen-
dokumen lain yang diperlukan untuk keperluan pendaftaran peralihan hak yang
bersangkutan kepada Kantor Pertanahan, selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari
kerja sejak ditanda tanganinya akta yang bersangkutan.
Terselenggaranya pendaftran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administrasi di bidang pertanahan. Untuk mewujudkan tertib administrasi pertanahan, setiap bidang tanah dan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas bidang tanah dan hak milik atas satuan rumah susun wajib didaftar.7
Peralihan hak atas tanah dilakukan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT). Jika tanah itu sudah bersertipikat, maka pencatatan atas nama penerima
hibah dapat segera dilakukan di Kantor Pertanahan. Apabila tanahnya belum
bersertipikat, maka penyelesaian sertipikat dilaksanakan terlebih dahulu. Setelah
keluar sertipikat barulah dilaksanakan pencantuman nama penerima hibah
didalamnya. Namun banyak masyarakat yang belum mengetahui secara luas
bagaimanakah pelaksanaan peralihan hak atas tanah yang diperoleh karena
hibah dan bagaimana pula kekuatan hukum dari hak atas tanah yang diperoleh
dengan cara hibah setelah pemberi hibah meninggal dunia.
Dalam masyarakat kita banyak masih yang belum mengetahui proses dan
tatacara hibah yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam kenyataannya
masih terjadi dalam masyarakat, khususnya di Kecamatan Mranggen, Kabupaten
Demak, banyak masyarakat yang masih awam tentang tata cara hibah yang
dalam pelaksanaannya masih banyak yang menggunakan cara lama dengan
melakukan ikrar hibah hanya di depan Kepala Desa, sehingga sering timbul
7 Widhi Handoko, Sistem Birokrasi Pendaftaran Tanah dan Politik Hukum Pertanahan Tinjauan Socio
Legal, (Semarang:Universitas Diponegoro, 2011), hlm.8
persoalan di belakang hari. Apalagi setelah pemberi hibah meninggal dunia,
biasanya ahli waris dari penghibah tersebut akan menuntut kembali apa yang
sudah dihibahkan oleh orang tuanya, karena pada prinsipnya hibah harus
diketahui dan disetujui oleh para ahli waris lainnya dan biasanya orang tuanya
pada saat menghibahkan tanah tersebut tanpa persetujuan dari anak-anaknya
ataupun dari ahli warisnya, padahal dalam PP 24 Tahun 1997 sudah diatur tata
cara hibah dengan dibuat akta oleh PPAT dan didaftarkan dikantor Pertanahan.
Salah satu permasalahan yang timbul dalam kasus di pengadilan yaitu
pembatalan/penarikan tanah yang telah diberikan oleh pemberi hibah.
Pembatalan atau penarikan hibah tanah tersebut dapat dilihat dalam gugatan
perdata dengan nomor perkara : 14/Pdt.G/2008/PN.Dmk. Dalam perkara tersebut
penerima dan orang yang menguasai tanah sengketa menjadi tergugat dan turut
tergugat dalam gugatan perdata ini yang berkaitan dengan pembatalan hibah
oleh pemberi hibah kepada penerima hibah.
Gugatan perdata ini bertujuan untuk membatalkan hibah tanah yang
menurut tergugat telah dihibahkan kepada dirinya oleh pemberi hibah dengan
dasar testamen No.150 tanggal 28 Januari 1977 dibuat dihadapan Moeljani, SH
Notaris di Semarang dan testamen tersebut dijadikan dasar pembuatan akta
hibah No. 4/H.B/1979 tertanggal 6 Pebruari 1979 yang dibuat dihadapan
Marjana, PPAT kecamatan Mranggen. Padahal testamen tersebut telah dihapus
dan ditarik kembali oleh pemberi dengan membuat/menerbitkan testamen No.27
tertanggal 19 Pebruari 1998 yang isinya mengangkat sebagai ahli waris tunggal
yaitu keponakanya, kemudian dihapus dan ditarik lagi dengan testamen No.5
tertanggal 4 Agustus 2000 yang isinya adalah mencabut testamen No.27
tertanggal 19 Pebruari 1998, maka harta menjadi ke asal pemiliknya/Pemberi
hibah, dan karena pemberi hibah telah meninggal dunia,maka harta warisan
tersebut demi hukum harus kembali kepada ahli waris almarhum.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis berkeinginan menyusun
tesis dengan judul “PELAKSANAAN PENDAFTARAN PERALIHAN HAK ATAS
TANAH YANG DIPEROLEH KARENA HIBAH MENURUT PP 24 TAHUN 1997 DI
KECAMATAN MRANGGEN, KABUPATEN DEMAK”.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikemukakan oleh penulis adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan hibah atas tanah menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 di Kecamatan Mranggen, Kabupaten
Demak?
2. Bagaimanakah akibat hukum pembatalan akta hibah berdasarkan Putusan
Pengadilan terhadap tanah yang sudah dibalik nama atas nama penerima
hibah?
C. Pembatasan Masalah.
Pembatasan masalah dalam penelitian ini hanya dibatasi dalam hal tempat
objek penelitian yakni hanya tiga desa dari 19 desa yang ada di Kecamatan
Mranggen. Desa-desa tersebut adalah Desa Mranggen, Desa Bandungrejo dan
Desa Brumbung.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan hibah atas tanah menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, khususnya di Kecamatan Mranggen,
Kabupaten Demak.
2. Untuk mengetahui akibat-akibat hukum pembatalan akta hibah berdasarkan
Putusan Pengadilan terhadap tanah yang telah disertifikatkan atas nama
penerima hibah.
E. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian termasuk penelitian karya ilmiah akan sangat
berguna apabila yang dihasilkan dalam penelitian tersebut dapat memberikan
manfaat bagi orang lain maupun instansi dimana penelitian tersebut dilakukan.
Fungsi penelitian adalah mencarikan penjelasan dan jawaban terhadap
permasalahan serta memberikan alternatif bagi kemungkinan yang dapat
digunakan untuk pemecahan masalah.8
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan wacana guna
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pengembangan ilmu
hukum yang berkaitan dengan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang
diperoleh karena hibah khususnya, guna lebih memajukan dan
mengefektifkan penyelesaian segala masalah yang berkenaan dengan hal
tersebut.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti dan
hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pada Kantor
Pertanahan Kabupaten Demak pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya tentang pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah yang
diperoleh karena Hibah.
8 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2010 ), hlm. 1
Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah.
PP 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah
Pasal 19 UUPA
F. Kerangka Pemikiran
1. Kerangka Konseptual
Kerangka konsep merupakan bagan alur pemikiran penulis mengenai
alur konsep penulisan mengenai perlindungan hukum untuk mendapatkan
sertipikat Hibah di Kantor Pertanahan, dengan bagan sebagai berikut:
Pelaksanaan Hibah dihadapan PPAT dan Pendaftaran di Kantor
Pertanahan Kabupaten/Kota Hibah kepada anak Hibah kepada orang lain
Perlindungan Hukum Kendala-kendala dan cara
mengatasi persoalan hibah
Pendaftaran hibah di kantor Pertanahan
Kedudukan Hukum dan alat bukti penerima hibah
2. Kerangka Teori
a. Peralihan hak atas tanah
Pemindahan hak berbeda dengan peralihan hak atas atas tanah.
Peralihan hak atas meliputi perbuatan hukum yang disengaja dan tidak
disengaja, meliputi perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah, tanah
dipindahkan secara sengaja kepada pihak lain, mapun pewarisan hak atas
tanah (tanah beralih dengan tidak sengaja/karena hukum) kepada ahli
waris.
Bentuk pemindahan hak bisa :
a. Jual Beli b. Tukar menukar c. Hibah d. Pemberian menurut adat e. Pemasukan dalam perusahaan atau imbreng f. Hibah wasiat atau legat 9
Perbuatan-perbuatan tersebut diatas, dilakukan pada waktu
pemegang hak masih hidup dan merupakan perbuatan hokum
pemindahan hak yang bersifat tunai, kecuali hibah wasiat. Artinya bahwa
dengan dilakukannya perbuatan hukum tersebut, hak atas tanah yang
bersangkutan berpindah kepada pihak lain. Perbuatan hukum tersebut di
atas dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta tanah (PPAT) yang
bertugas membuat aktanya. Akta yang ditandatangani oleh para pihak
menunjukkan secara nyata atau riil perbuatan hukum tersebut.
Hibah tanah merupakan suatu pemberian yang bersifat sukarela tanpa
ada kontraprestasi dari penerima pemberian, dan pemberian itu
dilangsungkan pada sat pemberi masih hidup (inilah yang
9 Boedi Harsono, Op.cit, hlm. 262
membedakannya dengan wasiat, yang mana wasiat diberikan sesudah si
pewasiat meninggal dunia).10
Pasal 1666 KUHPerdata menyatakan bahwa hibah adalah suatu
perjanjian dengan di mana penghibah diwaktu hidupnya, dengan cuma-
cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu
barang guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.
Penghibahan ini digolongkan pada apa yang dinamakan perjanjian
cuma-cuma yaitu suatu perjanjian yang memberikan keuntungan bagi
salah satu pihak.11
Penghibahan hanyalah mengenai barang-barang yang sudah ada. Jika
ia barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari, maka sekedar
mengenai itu hibahnya adalah batal.
Setelah lahirnya PP nomor 24 tahun 1997 bahwa hibah harus
dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. Selain itu dalam
pembuatan akta hibah perlu diperhatikan obyek yang akan dihibahkan,
Pejabat Pembuat Akta Tanah hanya membuat akta hibah yang objeknya
tanah bukan benda- benda lain. Bila objeknya benda bergerak menurut
KUHPerdata akta hibah dibuat dihadapan Notaris.
Dalam hukum Islam, kata hibah berasal dari istilah bahasa arab yang
secara etimologis berarti melewatkan atau menyalurkan, dengan
demikian berarti telah disalurkan dari tangan oang yang member kepada
tangan orang yang diberi.12 Dasar Hukum Pemberian hibah terdapat
10 Chairuman Pasaribu & Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam (Jakarta : Sinar
Grafika, 1993), hlm. 114 11 Achmad Busro, Hukum Perikatan Berdasarkan Buku III KUHPerdata (Semarang : Pohon Cahaya,
2011) hlm. 93. 12 Chairuman Pasaribu & Suhrawardi K. Lubis, Op.cit, hl. 113.
dalam Al-Quran Surat al baqarah (2) ayat 177, Surat Ali Imron ayat 38,
Pasal 210 sampai 214 Kompilasi Hukum Islam.
Adapun yang dimaksud dengan pemberian disini berwujud benda,
sedangkan yang dimaksud dengan benda itu adalah sesuatu yang
bermanfaat bagi manusia(dalam hal ini tentunya dapat berbentuk benda
berwujud seperti rumah, tanah, dan dapat berbentuk benda tidak
berwujud sepert hak cipta,hak paten dan lain-lain).
Pada dasarnya setiap orang dapat menghibahkan (barang milik)
sebagai penghibah kepada siapa saja yang ia kehendaki ketika
penghibah dalam keadaan sehat wal afiat. Hibah dilakukan oleh
penghibah tanpa pertukaran apapun dari penerima hibah. Hibah
dilakukan secara sukarela demi kepentingan seseorang atau demi
kemaslahatan ummat. 13
Untuk pelaksanaan pemberian hibah harus ada harta atau barang
yang dhibahkan, dapat terdiri atas barang-barang ang bergerak maupun
benda-benda yang tidak bergerak. Dalam hukum perdata Islam
menyebutkan syarat-syarat hibah antara lain:
a. Barang itu nilainya jelas
b. Barang itu ada waktu terjadi hibah
c. Barang itu berharga menurut ajaran islam (karena bangkai, khomer
,darah tidak sah untuk dihibahkan).
d. Barang tersebut dapat diserahterimakan.
e. Barang itu dimiliki oleh si pemberi hibah.
13 Sudarsono, Hukum Waris Dan Sistem Bilateral ( Jakarta : Rineka Cipta, 1994 ), hlm. 103
Hibah itu harus dilaporkan/diucapkan (shighat/akad), dengan ijab
(penawaran pemberian) dan kabul suatu pernyataan penerimaan. 14
Adapun yang menjadi rukun hibah menurut sulaiman Rasyid adalah:
a. Ada orang yang memberi (penghibah);
b. Ada orang yang menerima pemberian(penerima hiabah);
c. Adanya ijab dan qobul;
d. Adanya barang/benda yang diberikan(benda yang dihibahkan).15
Hibah pada dasarnya adalah pemberian yang tidak ada kaitanya
dengan warisan,kecuali kalau ternyata hibah itu akan mempengauruhi
kepentingan dan hak-hak ahli Waris. Dalam hal demikian perlu ada
batasan maksimal hibah yaitu tidak melebihi sepertiga harta seseorang.
Hibah dapat dilaksanakan secara lesan dihadapan dua orang saksi yang
memenuhi syarat.
Penghibahan menurut hukum adat merupakan cara bagi orang tua
(si penghibah) untuk memberikan harta miliknya secara langsung kepada
anak-anaknya. Hak ini merupakan penyimpangan dari hukum waris yang
berlaku di daerah tersebut.
Penghibahan sebidang tanah kepada seorang anak merupakan
suatu transaksi tanah, tetapi bukan merupakan transaksi jual, maka
penghibahan tanah harus dilakukan dengan bantuan kepala persekutuan
supaya menjadi sah serta terang.
Dalam masyarakat hukum adat, hibah ini dilakukan seaktu anak-
anaknya sudah menikah dan dipisahkan dengan membuatkan rumah,
memberikan pekarangan untuk pertanian. 14 M. Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan Kewarisan Menurut
Kitab Undang-undang Hukum Perdata ( Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hlm. 148 15 Chairuman Pasaribu & Suhrawardi K. Lubis, Op.cit, hlm.115
Pada seluruh lingkungan hukum adat di Indonesia, diakui bahwa
proses pewarisan harta seorang pewaris dapat mulai dilaksanakan sejak
pewaris masih hidup. Praktik semacam ini terdapat pula di Jawa Barat. Di
daerah Kabupaten Bandung, meskipun secara umum pembagian harta
warisan dilakukan setelah pewaris meningal, tidak jarang terjadi
pembagian tersebut dilaksanakan jauh sebelum pewaris meninggal.
Penyerahan harta warisan kepada ahli waris atau seseorang.
G. Metode Penelitian
Ilmu tersusun atas fakta dan teori, dengan sarana fakta dan teori, ilmu
membuka peluang untuk memahami makna suatu gejala yang teramati dan
pada giliranya kepahaman dapat memberikan peluang untuk menyelesaikan
suatu persoalan. Ilmu menjadi rujukan penelitian membentuk wawasan
intelektual yang menjadi salah satu unsur metode penelitian.
Ilmu pengetahuan tidak bertanya apakah penelitian menghasilkan
sesuatu yang indah, bagus, layak, atau baik dalam arti etis. Tujuannya adalah
untuk mencari, menunjukkan, atau membuktikan adanya hubungan antara fakta
dan teori.16
Metode ialah suatu kerangka kerja untuk melakukan suatu tindakan atas
suatu kerangka berfikir menyusun gagasan, yang beraturan, berarah dan
berkonteks, yang patut (relevant) dengan maksud dan tujuan. Secara ringkas
metode ialah suatu sistem berbuat.17
Penelitian sebagai sarana pokok dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mengungkapkan kebenaran secara sistimatis,
metodologis dan konsisten, karena melalui proses penelitian tersebut diadakan
16 S. Nasution, Metode Research (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2009), hlm. 5 17 Komarudin, Metode Penulisan Skripsi dan Thesis (Bandung : Citra Grafika, 1974), hlm. 27-29
analisis dan konstruktif terhadap data yang telah dikumpulkan dan diperoleh.18
1. Metode Pendekatan
Berdasarkan perumusan masalah dan “tujuan penelitian, maka metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris, maksudnya data yang diperoleh dengan berpedoman pada segi-segi yuridis, juga berpedoman pada segi-segi empiris yang dipergunakan sebagai alat bantu. Empiris merupakan lawan rasionalisme. Menurut aliaran ini pengetahuan harus diperoleh dari pengalaman-pengalaman yang ada dilapangan dan aliran ini juga berpendapat bahwa ketidakaturan dalam ilmu pengetahuan disebabkan karena manusia terlalu mendasarkan pada ketentuan berfikir dan mengabaikan alam pengalaman yang sebenarnya dapat memberikan pengetahuan yang besar.19
Menurut Ronny Hanitijo Soemitro, Penelitian Hukum dapat dibedakan
menjadi :
1. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal, yaitu
penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder.
2. Penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis, yaitu
penelitian hukum yang mempergunakan data primer.
Menurut Soerjono Soekanto, Yuridis empiris adalah suatu pendekatan
yang dilakukan untuk menganalisa tentang sejauh manakah suatu
peraturan/perundang-undangan atau hukum yang sedang berlaku secara
efektif. 20
Pendekatan yuridis empiris tersebut digunakan untuk menganalisis secara
kualitatif tentang kepastian hukum.
2. Spesifikasi Penelitian
Pada umumnya suatu penelitian sosial, termasuk penelitian hukum
18 Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:
Rajawah Press, 1985), hlm. 1 19 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri ( Jakarta:Ghalia Indonesia,
1990), hlm. 39 20 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga (Jakarta : UI-Pres, 1986), hlm.
51
ditinjau dari segi sifat, suatu penelitian dapat di bagi tiga yaitu:21
a. Penelitian Eksploratoris.
Penelitian Eksploratoris adalah penelitian penjelajahan, mencari
keterangan penjelasan data mengenai hal-hal yang belum diketahui.
Penelitian ini dilakukan apabila pengetahuan tentang segala gejala yang
akan diselidiki masih kurang sama sekali atau bahkan tidak ada. Kadang-
kadang penelitian semacam itu disebut feasibility study yang bermaksud
untuk memperoleh data awal.
b. penelitian Deskriptif.
Penelitian Deskriptif adalah penelitian yang bertujuan menuliskan
tentang segala sesuatu hal di daerah tertentu. Dimaksudkan untuk
memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau
gejala-gejala lainnya, maksudnya agar dapat membantu didalam
memperkuat teori-teori lama. Biasanya dalam penelitian ini, peneliti sudah
mempunyai atau mendapatkan gambaran yang berupa data awal tentang
permasalahan yang diteliti.
c. Penelitian Eksplanatoris.
Penelitian Eksplanatoris adalah penelitian yang menerangkan,
memperkuat atau menguji dan bahkan menolak suatu teori-teori atau
hipotesa-hipotesa serta terhadap hasil penelitian yang ada.
Spesifikasi penelitian dalam penulisan tesis ini berupa penelitian
deskriptif analitis. Deskriptif dalam arti bahwa dalam penelitian ini penulis
bermaksud untuk menggambarkan dan melaporkan secara rinci, sistematis
dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan
21 Ibid. hlm. 9-10.
penyelesaian sengketa hibah tanah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri
Demak Nomor : 14/Pdt.G/2008/PN.Dmk, kemudian akan dianalisa mengenai
penerapan atau pelaksanaan peraturan perundang-undangan serta
ketentuan-ketentuan mengenai penyelesaian sengketa hibah tanah
berdasarkan putusan tersebut.
3. Objek dan Subjek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah pelaksanaan hibah dan masalah
penyelesaian sengketa tanah hibah berdasarkan putusan Pengadilan Negeri
Demak Nomor : 14/Pdt.G/2008/PN.Dmk. Untuk melengkapi analisis penelitian
maka dilakukan juga wawancara dengan narasumber, adapun subjek dalam
penelitian ini sebagai informan adalah :
a. Kepala Pengadilan Negeri Demak;
b. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Demak;
c. Kepala Seksi SKP Kantor Pertanahan Kabupaten Demak;
d. Kepala Desa;
e. Para pihak yang bersengketa.
4. Sumber dan Jenis Data
Secara umum Jenis data yang diperlukan dalam suatu penelitian hukum
terarah pada penelitian data primer dan data sekunder. Penelitian ini
menggunakan jenis sumber data sekunder yang didukung dengan data primer,
yaitu data yang mendukung keterangan atau menunjang kelengkapan data
sekunder yang diperoleh dari penelitian dilapangan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan hal yang sangat erat hubungannya
dengan sumber data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh
data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisa sesuai dengan yang
diharapkan.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan
jenis data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari penelitian
lapangan di beberapa desa di Kecamatan Mranggen sedang data sekunder
adalah data yang diperoleh melalui kepustakaan dengan menelaah buku-buku
literatur, undang-undang, brosur-brosur, atau tulisan yang ada kaitannya
dengan masalah yang diteliti. Data yang digunakan data sekunder yang
memiliki kekuatan mengikat kedalam dan dibedakan dalam :
a. Bahan-bahan hukum primer, meliputi :
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat. Bahan-
bahan hukum mengikat yang digunakan adalah :
1) Peraturan perundang-undangan, yaitu :
a) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok
Agraria
b) Kitab Undang-undang Hukum Perdata
2) Peraturan Pemerintah, meliputi :
a) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah.
b) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional;
3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2006 tentang organisasi dan Tata Kerja Kantor
Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.
4) Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 37 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan
Penyelesaian Permasalahan Pertanahan;
b. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang ada
hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu
menganalisa dan memahami bahan hukum primer, meliputi :
1) Buku-buku yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini.
2) Makalah dan Artikel yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan
masalah hibah maupun peralihannya.
Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan primer yaitu
bahan-bahan hukum yang mengikat bahan sekunder yaitu bahan hukum
sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer dan bahan hukum tertier yakni bahan yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.22
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipergunakan untuk menarik kesimpulan hasil
penelitian digunakan metode analisis normatif kualitatif. Normatif berarti
penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma
hukum positif. Sedangkan kualitatif dimaksudkan analisa data yang bertitik
tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi yang didapat dari
responden dan data-data tersebut merupakan uraian-uraian data yang
dihimpun dalam kalimat terstruktur dan kemudian dihubungkan secara
22 Ibid. hlm. 92