BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangrepository.ump.ac.id/4402/3/Ratri Dewi Septiani BAB I.pdf ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangrepository.ump.ac.id/4402/3/Ratri Dewi Septiani BAB I.pdf ·...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Gangguan jiwa adalah respon maladaptive dari lingkungan internal dan
eksternal, dibuktikan melalui pikiran, perasaan dan perilaku yang tidak sesuai
dengan norma local atau budaya setempat dan mengganggu fungsi sosial,
pekerjaan dan atau fisik (Townsend, 2005). Pengertian ini menjelaskan
penderita dengan gangguan jiwa akan menunjukan perilaku yang tidak sesuai
dengan norma masyarakat dimana perilaku tersebut mengganggu fungsi
sosialnya.
Masalah kesehatan terutama gangguan jiwa insidennya masih cukup
tinggi. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995
menyebutkan 1% penduduk dunia akan mengidap skizofrenia. Jumlah tiap
tahun makin bertambah dan akan berdampak bagi keluarga dan masyarakat
(Kaplan &Saddock, 2005).
WHO atau World Health Organization (2002) menyebutkan bahwa
prevalensi masalah kesehatan jiwa saat ini cukup tinggi, 25% dari penduduk
dunia pernah menderita masalah kesehatan jiwa, 1% diantaranya adalah
gangguan jiwa berat. Potensi seseorang mudah terserang gangguan jiwa
memang tinggi, setiap saat 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, saraf, maupun perilaku (Hawari, 2007).
1
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
2
Skizofrenia merupakan penyakit neurologis yang mempengaruhi
persepsi klien, cara berpikir, bahasa, emosi, dan perilaku sosialnya. Perubahan
atau pergantian semua sensasi akan secara khusus mencolok pada tahap awal
skizofrenia. Orang tersebut akan merasakan sensasi-sensasi yang berlebihan,
sebagai mana halnya jika penyaringan alamiah di otak tidak lagi bekerja. Bagi
banyak orang, perubahan persepsi ini berkembang menjadi full-blown
hallucination (ledakan halusinasi) (Wiramihardja, 2007). Menurut Yosep
(2011) diperkirakan lebih dari 90% penderita dengan skizofrenia mengalami
halusinasi.
Halusinasi adalah persepsi yang salah atau palsu tetapi tidak ada
rangsang yang menimbulkannya (tidak ada objeknya) (Baihaqi, Sunardi,
Akhlan, Heryati, 2007). Kira-kira 70% halusinasi yang dialami oleh penderita
gangguan jiwa adalah halusinasi denga/suara, 20% halusinasi penglihatan, dan
10% adalah halusinasi penghidu, pengecap, perabaan, senestetik, dan
kinestetik (Purba, Wahyuni, Daulay, Nasution, 2012). Jadi meskipun bentuk
halusinasi bervariasi tetapi sebagian besar halusinasi yang terjadi adalah
halusinasi pendengaran.
Halusinasi termasuk dalam penyakit yang statusnya sama dengan
penyakit lain yang bisa diobati dan disembuhkan. Pada banyak kasus,
penderita halusinasi secara medis dinyatakan sembuh dan dikembalikan
kepada keluarganya, tetapi kebanyakan dalam beberapa bulan mengalami
kekambuhan (Anonim, 2012).
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
3
Kekambuhan kembali penderita gangguan jiwa termasuk halusinasi
sebagian besar disebabkan oleh kurangnya perhatian dari lingkungan dan
bahkan keluarga sendiri sehingga berakibat pada lambatnya proses
penyembuhan (Eniarti, 2012). Keluarga merupakan lingkungan sosial yang
sangat dekat hubungannya dengan seseorang (Notosoedirdjo & Latipun,
2011). Keluarga menempati hal vital dalam penanganan penderita halusinasi
di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah system pendukung terdekat dan
24 jam bersama-sama dengan penderita. Keluarga sangat menentukan apakah
penderita akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung penderita
secara konsisten akan membuat penderita mampu mempertahankan program
pengobatan secara optimal. Namun demikian jika keluarga tidak mampu
merawat penderita, penderita akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi
akan sulit. Untuk itu keluarga perlu mengetahui cara merawat penderita
halusinasi di rumah (Purba, Wahyuni, Daulay, Nasution, 2012).
Keluarga merupakan unit paling dekat dengan penderita, dan
merupakan “perawat utama” bagi penderita. Keluarga berperan dalam
menentukan cara atau perawatan yang diperlukan penderita di rumah.
Keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia jika tidak diteruskan di
rumah yang kemudian mengakibatkan penderita harus dirawat kembali
(kambuh). Peran serta keluarga sejak awal perawatan di rumah sakit akan
meningkatkan kemampuan keluarga merawat penderita di rumah sehingga
kemungkinan kambuh dapat dicegah. Dari penelitian yang dilakukan oleh Tri
(2012) dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
4
Kekambuhan Penderita Halusinasi Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa
Prof. HB Sa’anin Padang Tahun 2012” menunjukkan bahwa salah satu faktor
penyebab terjadinya kekambuhan penderita gangguan jiwa adalah kurangnya
dukungan dan peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota
keluarga yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah
karena keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah.
Keluarga jarang mengikuti proses keperawatan penderita karena jarang
mengunjungi penderita di rumah sakit, dan tim kesehatan di rumah sakit juga
jarang melibatkan keluarga (Anna K, 2007).
Penanganan gangguan jiwa harus dilakukan secara komprehensif
melalui multi-pendekatan, khususnya pendekatan keluarga dan pendekatan
petugas kesehatan secara langsung dengan penderita, seperti bina suasana,
pemberdayaan penderita gangguan jiwa dan pendampingan penderita
gangguan jiwa agar mendapatkan pelayanan kesehatan yang terus-menerus.
Penanggulangan masalah gangguan jiwa terkendala karena adanya kesulitan
dalam mendiagnosis gangguan jiwa. Hal ini berpengaruh dalam sistem
pencatatan dan pelaporan, padahal informasi seperti ini sangat penting untuk
mengetahui keparahan kasus gangguan jiwa.
Dukungan keluarga tentunya tidak lepas dari respon terhadap penyakit
yang dideritanya oleh orang yang mereka cintai. Tingkat keberhasilan
penderita yang rendah dalam menghadapi sakitnya menyebabkan setiap
anggota keluarga akan dihadapkan kepada kemampuan dan konsekuensi
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
5
dalam merespon semua stressor yang terjadi karena keluarga merupakan salah
satu sumber sistem pendukung penderita (Nursalam, 2007).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh penderita yang mengalami
halusinasi adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana penderita mengalami
panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini
penderita dapat melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain
(homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang
ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat (Hawari, 2009).
Menurut Nurdiana(2007), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa
keluarga berperan penting dalam menentukan cara atau asuhan keperawatan
yang diperlukan oleh penderita dirumah untuk mengontrol gangguan jiwa,
sehingga akan menurunkan angka kekambuhan. Hasil penelitian tersebut
dipertegas oleh penelitan lain yang dilakukan oleh Dinosetro (2008),
menyatakan bahwa keluarga memiliki fungsi strategis dalam menurunkan
angka kekambuhan, meningkatkan kemandirian dan taraf hidupnya serta
penderita dapat beradaptasi kembali pada masyarakat dan kehidupan
sosialnya.
Jumlah penderita halusinasi terkait dengan tingginya stress yang
muncul di daerah perkotaan. Dari hasil survey di rumah sakit di Indonesia, ada
0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami gangguan jiwa, 70% adalah halusinasi
(Hawari, 2009).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Desa
Karangsari Cilacap didapati bahwa jumlah klien gangguan jiwa di Desa
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
6
tersebut berjumlah 20 orang. Terdapat penderita yang mengalami gangguan
jiwa paling lama yaitu sekitar 35 tahun.
Menurut penelitian Riza dkk (2012) ditemukan salah satu faktor
penyebab rendahnya pengetahuan keluarga tentang perawatan penderita
halusinasi pendengaran karena sebagian besar keluarga tidak mampu
menyerap informasi kesehatan yang diberikan oleh pelayanan kesehatan atau
informasi yang tersedia seperti media cetak maupun elektronik. Hasil
penelitian menunjukkan ada 66,7% keluarga yang memiliki pengetahuan
rendah dalam merawat penderita halusinasi, dan perilaku keluarga
menunjukkan 66,7% berperilaku negatif dalam merawat penderita halusinasi.
Sementara menurut penelitian Yusnipah (2012), 55,7% keluarga
memiliki pengetahuan yang tinggi dalam merawat penderita halusinasi.
Keluarga mengetahui tentang halusinasi, tanda dan gejala serta bagaimana
merawat penderita saat mengalami halusinasi di rumah. Namun mayoritas
keluarga (65,4%) tidak mengetahui tentang efek samping obat bagi penderita.
Berdasarkan fenomena yang terjadi di Desa Karangsari Cilacap
mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan
Kemampuan Keluarga Dalam Perawatan Terhadap Kekambuhan Klien
Gangguan Jiwa Halusinasi Di Desa Karangsari Cilacap”.
B. Rumusan Masalah
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan sensori
persepsi. Penderita yang mengalami halusinasi biasanya merasakan sensori
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
7
palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghidu (Direja,
2011).
Menurut Kelliat (2011) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
kekambuhan gangguan jiwa halusinasi yaitu:
1. Faktor klien
Secara umum bahwa klien yang minum obat secara tidak teratur
mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Hasil penelitian menunjukkan
25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah sakit jiwa tidak memakan
obat secara teratur (Appleton,1996). Klien sukar memengikuti aturan
minum obat karena adanya gangguan realitas ketidakmampuan mengambil
keputusan. Dirumah sakit perawat bertanggung jawab dalam pemberian
atau pemantauan pemberian obat, dirumah tugas perawat digantikan oleh
keluarga.
2. Faktor penanggung jawab klien (care manager)
Setelah klien pulang kerumah maka penanggung jawab kasus
mempunyai kesempatan lebih banyak untuk bertemu dengan klien,
sehingga dapat mengidentifikasi gejala dini dan segera mengambil
tindakan.
3. Faktor dokter
Minum obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun
pemakaian obat neuroleptik yang lama dapat menibulkan efek samping
yang dapat menggangu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
8
terkontrol. Pemberian resep diharapkan tetap waspada mengidentifikasi
dosis terapeutik yang dapat mencegah kekambuhan dan efek samping.
4. Faktor keluarga
Ekspresi emosi yang tinggi dari keluarga diperkirakan
menyebabkan kekambuhan yang tinggi pada klien. Hal lain adalah klien
mudah dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan maupun yang
menyedihkan. Keluarga mempunyai tanggung jawab yang penting dalam
proses perawatan dirumah sakit jiwa, setelah klien pulang kerumah,
sebaiknya klien melakukan perawatan lanjutan pada puskesmas di
wilayahnya yang mempunyai program integrasi kesehatan jiwa. Keluarga
membantu proses adaptasi klien di dalam keluarga dan masyarakat serta
membuat jadwal setelah perawatan. Kualitas dan efektifitas perilaku
keluarga akan membantu proses pemulihan kesehatan klien sehingga
status klien meningkat.
Menurut penelitian Nurdiana (2007) ditemukan bahwa salah satu
faktor penyebab terjadinya kekambuhan penderita halusinasi adalah
kurangnya peran serta keluarga dalam perawatan terhadap anggota keluarga
yang menderita penyakit tersebut. Salah satu penyebabnya adalah karena
keluarga yang tidak tahu cara menangani perilaku penderita di rumah.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang muncul dalam
penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan kemampuan keluarga dalam
perawatan terhadap kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi Di Desa
Karangsari Cilacap?”.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
9
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam perawatan terhadap
kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi Di Desa Karangsari Cilacap.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik keluarga dalam perawatan klien
gangguan jiwa halusinasi Di Desa Karangsari Cilacap.
b. Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam perawatan klien
gangguan jiwa halusinasi Di Desa Karangsari Cilacap.
c. Untuk mengetahui kekambuhan kliengangguan jiwa halusinasi Di
Desa Karangsari Cilacap.
d. Untuk mengetahui hubungan kemampuan keluarga dalam perawatan
terhadap kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi Di Desa
Karangsari Cilacap.
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Manfaat penelitian secara teoritis adalah mengembangkan ilmu
keperawatan jiwa dalam perawatan klien gangguan jiwa dengan yang
mengalami kekambuhan gangguan jiwa halusinasi agar dapat
dikembangkan sebagai dasar penelitian ilmu keperawatan jiwa.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
10
2. Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai wacana baru atau
pengalaman belajar dan meningkatkan pengetahuan tentang hubungan
kemampuan keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa terhadap
kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah keilmuan
keperawatan jiwa tentang hubungan kemampuan keluarga dalam
perawatan terhadap kekambuhan halusinasi. Selanjutnya penelitian ini
juga dapat di jadikan tambahan referensi bagi tenaga pendidik dalam
menyampaikan materi.
c. Bagi Tenaga Kesehatan
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
meningkatkan pelayanan kesehatan secara aplikatif dalam
perawatan klien gangguan jiwa terhadap kekambuhan klien
gangguan jiwa halusinasi.
2. Sebagai bahan masukan agar perawat memberikan asuhan
keperawatan secara komperhensif sehingga pelayanan yang di
berikan akan meningkatkan kualitas hidup pada klien.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
11
d. Bagi Keluarga
Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
meningkatkan perawatan secara aplikatif dalam perawatan terhadap
kekambuhan klien gangguan jiwa halusinasi.
E. Penelitian Terkait
1. Arif, dkk (2015) melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Peran
Keluarga Dengan Kekambuhan Penderita Skizofrenia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Cawas 1 Klaten”. Tujuan yang penelitian diatas yaitu untuk
mengetahui hubungan peran keluarga dengan kekambuhan penderita
skizofrenia di Wilayah kerja Puskesmas Cawas 1 Klaten. Metode
penelitian ini adalah Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif
dengan rancangan penelitian deskriptif korelasional yaitu mencari
hubungan antar variable. Hasil dari penelitian di atas yaitu 16 responden
(46%) berperan rendah dan 14 responden (40%) berperan cukup serta 5
responden (14%) berperan tinggi dilihat dari kekambuhan penderita
skizofrenia yang tergolong kekambuhan jarang 13 penderita (37%) dan
tergolong kekambuhan sering 22 penderita (63%).
Persaman penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti yaitu sama-sama meneliti tentang kekambuhan penderita
gangguan jiwa halusinasi.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
12
Perbedaan penelitian di atas menggunakan variabel peran keluarga.
Jika penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu menggunakan
variabel kemampuan keluarga.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Tri (2012) dengan judul “Hubungan
Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kekambuhan Penderita Halusinasi
Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Sa’anin Padang Tahun
2012”. Tujuan yang penelitian diatas yaitu untuk mengetahui hubungan
dukungan keluarga dengan tingkat kekambuhan penderita halusinasi di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Prof. HB Sa’anin Padang Tahun
2012. Desain penelitian ini yaitu deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional, pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling.
Hasil dari penelitian di atas yaitu Hasil analisa univariat menunjukkan
lebih banyak (51,1%) responden memiliki dukungan keluarga yang
kurang, dan lebih dari separoh (59,2%) memiliki tingkat kekambuhan
yang tinggi, dan hasil analisa chi-square dengan derajat kemaknaan p<0,05
menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara dukungan keluarga
dengan tingkat kekambuhan penderita halusinasi di ruang rawat inap
Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Sa`anin Padang.
Persaman penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti yaitu sama-sama meneliti tentang halusinasi.
Perbedaan penelitian di atas menggunakan variabel dukungan
keluarga dan tempat penelitian di Rumah Sakit Jiwa Prof. HB.Sa`anin
Padang. Jika penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
13
menggunakan variabel kemampuan keluarga dan tempat penelitian di Desa
karangsari Cilacap.
3. Kristina (2013) melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat
Pengetahuan Keluarga Tentang Perawatan Halusinasi Dengan Tingkat
Kekambuhan Penderita Halusinasi Di RSDJ Surakarta”. Tujuan yang
penelitian diatas yaitu untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan
penderita halusinasi di RSDJ Surakarta. Desain penelitian ini yaitu cross
sectional, pengambilan sampel dilakukan secara cursecutive sampling.
Hasil penelitian di atas yaitu uji chi-square menunjukkan signifikan yaitu
sebesar 47,001 (p= 0,000 < 0,05). Artinya ada hubungan antara tingkat
pengetahuan keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat
kekambuhan penderita halusinasi di RSJD Surakarta. Nilai koefisien
kontigensi sebesar 0,581 berada pada antara 0,40-0,59 (hubungan cukup
kuat) hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara tingkat pengetahuan
keluarga tentang perawatan halusinasi dengan tingkat kekambuhan
penderita halusinasi di RSJD Surakarta pada kategori hubungan cukup
kuat.
Persaman penelitian di atas dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti yaitu sama-sama meneliti tentang halusinasi.
Perbedaan penelitian di atas menggunakan tempat penelitian di
RSDJ Surakarta. Jika penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu
menggunakan tempat penelitian di Desa karangsari Cilacap.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
14
4. Retno Twistiandayani,dkk. Melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Terapi Tought Stopping Terhadap Kemampuan Mengontrol Halusinasi
Pada Pasien Skizofrenia”. Desain yang digunakan ”Quasi experimental
pre-post test with control group”. Penetapan sampel dengan purposive
sampling sebanyak 30 pasien rawat jalan di Poli Jiwa RS Kabupaten
Gresik. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel independen: terapi
thought stopping dan variabel dependen: kemampuan pasien dalam
mengontrol halusinasi. Pengumpulan data dengan menggunakan lembar
observasi dan wawancara terstruktur. Analisa data dengan menggunakan
Wilcoxon Sign Rank Test dengan p=0,000 dan taraf signifikansi level
0,05, sehingga H0 ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti bahwa terdapat
pengaruh terapi thought stopping terhadap kemampuan mengontrol
halusinasi pada pasien schizofrenia di Poli Jiwa RS Kabupaten Gresik.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat di simpulkan bahwa terapi
thought stopping mampu meningkatkan kemampuan mengontrol
halusinasi pada pasien skizofrenia. Perawat di Poli Jiwa sebaiknya
membuat implementasi asuhan keperawatan pasien halusinasi serta
mempunyai alat ukur untuk menilai keberhasilan dari kegiatan yang
dilakukan sehingga dapat diketahui kemampuan pasien dalam mengontrol
halusinasi.
Persamaan dalam penelitian ini sama-sama melakukan penelitian
tentang halusinasi.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
15
Perbedaan:Dalam penelitian retno menggunakan penelitian kuasi
experimen. Sampel yang digunakan menggunakan purpose sampling.
Analisa data menggunakan wilcoxon sign rank. sedangkan penelitian saya
menggunakan penelitian korelasi. Sampel yang digunakan dalam
penelitian saya menggunakan total sampling. Analisa data menggunakan
uji kolmogorov-smirnov.
5. Ersida,dkk. (2015) melakukan penelitian dengan judul “Home Visit
Perawat dan Kemandirian Keluarga dalam Perawatan Halusinasi pada
Pasien Schizophrenia”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan
home visit dengan perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia di
Puskesmas Dewantara dan Nisam Kabupaten Aceh Utara. Penelitian
kuantitatif survey analitik dengan menggunakan desain cross-sectional ini
dilakukan sejak tanggal 20 Agustus sampai dengan 20 November 2015
pada 108 orang anggota keluarga pasien sebagai sampel yang
dikumpulkan melalui wawancara dan observasi. Hasil penelitian
didapatkan 66.7% kegiatan home visit perawat aktif dan 66.7% perawatan
halusinasi dilakukan secara mandiri. Terdapat hubungan antara home visit
perawat yang aktif dengan kemandirian keluarga dalam perawatan
halusinasi pada pasien Schizophrenia (p=0.000). Terdapat hubungan
antara kegiatan client engagement yang aktif dengan kemandirian keluarga
dalam perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia (p=0.000).
Disarankan kepada keluarga agar dapat memanfaatkan kegiatan home visit
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017
16
sebagai sarana belajar dan memperoleh informasi, serta konsultasi terkait
perawatan halusinasi pada pasien Schizophrenia.
Persamaan dalam penelitian ini sama- sama melakukan penelitian tentang
halusinasi. Sampel yang digunakan sama- sama menggunakan total
sampling.
Perbedaan dalam penelitian Ersida menggunakan penelitian kuantitatif
survey analitik, dengan menggunakan desain crossectional dan analisa data
menggunakan uji chi square. Dalam penelitian saya menggunakan
penelitian korelasi. Analisa data menggunakan kolmogrov-smirnov.
Hubungan Kemampuan Kelurga..., Ratri Dewi Septiani , Fakultas Ilmu Kesehatan , UMP ,2017