BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum -...

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia telah menunjukkan banyak kemajuan, terutama bagi warga masyarakat yang kurang beruntung, yang lebih dikenal dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), termasuk di dalamnya adalah Orang Dengan Kecacatan (ODK) atau Penyandang Disabilitas. Disabilitas adalah ketidakmampuan melaksanakan suatu aktivitas/kegiatan tertentu sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi impairment (kehilangan atau ketidakmampuan) yang berhubungan dengan usia dan masyarakat (Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial | 2009). Dahulu istilah disabilitas dikenal dengan sebutan penyandang cacat. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) tidak lagi menggunakan istilah penyandang cacat, diganti dengan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama, dimana ketika ia berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menyulitkannya untuk berpartisipasi penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesamaan hak. Pemerintah sendiri telah menetapkan isu disabilitas sebagai salah satu masalah prioritas yang perlu ditangani. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) 2015 - 2019 dimana Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial telah menetapkan 3 prioritas yaitu : 1) Ketelantaran 2) Kecacatan3) Ketunaan Sosial. Penyandang disabilitas atau Orang Dengan Kecacatan adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan dengan berbagai hambatan. Hambatan tersebut dapat menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya. Isu strategis dalam percepatan penurunan kemiskinan dan peningkatan pemerataan pada periode 2015-2019 adalah: (i) pertumbuhan ekonomi yang inklusif terutama bagi masyarakat kurang mampu dan rentan, (ii) peningkatan penyelenggaraan perlindungan sosial yang komprehensif bagi penduduk rentan dan pekerja informal, (iii) perluasan dan peningkatan pelayanan dasar untuk masyarakat kurang mampu

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Kondisi Umum -...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Kondisi Umum

Pembangunan kesejahteraan sosial di Indonesia telah menunjukkan banyak

kemajuan, terutama bagi warga masyarakat yang kurang beruntung, yang lebih

dikenal dengan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), termasuk di

dalamnya adalah Orang Dengan Kecacatan (ODK) atau Penyandang Disabilitas.

Disabilitas adalah ketidakmampuan melaksanakan suatu aktivitas/kegiatan tertentu

sebagaimana layaknya orang normal yang disebabkan oleh kondisi impairment

(kehilangan atau ketidakmampuan) yang berhubungan dengan usia dan masyarakat

(Glosarium Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial | 2009). Dahulu istilah disabilitas

dikenal dengan sebutan penyandang cacat. Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons

with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) tidak lagi

menggunakan istilah penyandang cacat, diganti dengan penyandang disabilitas.

Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental,

intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama, dimana ketika ia berhadapan

dengan berbagai hambatan, hal ini dapat menyulitkannya untuk berpartisipasi

penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan kesamaan hak.

Pemerintah sendiri telah menetapkan isu disabilitas sebagai salah satu masalah

prioritas yang perlu ditangani. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 2

Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Menengah Nasional (RPJMN) 2015 -

2019 dimana Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial telah menetapkan 3 prioritas

yaitu : 1) Ketelantaran 2) Kecacatan3) Ketunaan Sosial. Penyandang disabilitas atau

Orang Dengan Kecacatan adalah mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental,

intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama dimana ketika berhadapan

dengan berbagai hambatan. Hambatan tersebut dapat menghalangi partisipasi

penuh dan efektif mereka dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang

lainnya.

Isu strategis dalam percepatan penurunan kemiskinan dan peningkatan pemerataan

pada periode 2015-2019 adalah: (i) pertumbuhan ekonomi yang inklusif terutama

bagi masyarakat kurang mampu dan rentan, (ii) peningkatan penyelenggaraan

perlindungan sosial yang komprehensif bagi penduduk rentan dan pekerja informal,

(iii) perluasan dan peningkatan pelayanan dasar untuk masyarakat kurang mampu

2

dan rentan, dan (iv) pengembangan penghidupan berkelanjutan (RPJMN 2015-

2019).

Berkaitan dengan kondisi permasalahan penyandang disabilitas, yang tidak hanya

menyangkut permasalahan individu tetapi juga berkaitan dengan masalah sosial.

Cara penanganannya pun telah mengalami pergeseran paradigma dari pendekatan

belas kasihan (charity based approach), ke arah yang lebih mengedepankan

pendekatan yang mengutamakan pemenuhan hak-hak orang dengan kecacatan

(right based approach). Pergeseran paradigma tersebut juga menjadi landasan

Pemerintah Indonesia untuk menandatangani Convention on the Rights of Persons

with Disabilities / CRPD (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) pada

tanggal 30 Maret 2007 di New York yang diwakili oleh Menteri Sosial Republik

Indonesia. Penandatanganan tersebut menunjukan kesungguhan Pemerintah

Indonesia untuk menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak

orang dengan kecacatan, yang pada akhirnya diharapkan dapat memenuhi

kesejahteraan para orang dengan kecacatan. Ratifikasi yang telah dilakukan

Pemerintah Indonesia dimaksudkan untuk memajukan, melindungi, dan menjamin

kesetaraan hak dan kesamaan kesempatan, kebebasan yang mendasar bagi semua

orang dengan kecacatan. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa setiap orang

dengan kecacatan harus bebas dari penyiksaan, perlakuan yang salah, tidak

manusiawi, semena-mena, eksploitasi, dan merendahkan martabat manusia.

Menurut data Susenas (2012), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia adalah

6.008.640 orang. Berdasarkan data Susenas (2012), diketahui bahwa penduduk

Indonesia yang menyandang disabilitas sebesar 2,45%. Jumlah peyandang

disabilitas ini cenderung meningkat dengan berbagai sebab, diantaranya kecacatan

yang dikarenakan kesalahan proses persalinan, atau kecacatan yang diakibatkan

keracunan pencemaran lingkungan yang mengakibatkan kecacatan mulai dalam

janin maupun manusia dewasa yang menjadi korban bencana, kecelakaan lalulintas,

kecelakaan kerja, konflik sosial, atau perlakuan salah.

Data jumlah dan sebaran penyandang Disabilitas berdasarkan Susenas dapat

dilihat gambar berikut :

3

Penanganan permasalahan penyandang disabilitas telah mengalami pergeseran dari

paradigma pelayanan dan rehabilitasi menuju pendekatan berbasis hak dimana

penanganan penyandang disabilitas diarahkan pada pemeliharaan dan penyiapan

kondisi lingkungan fisik yang dapat mendukung perluasan aksesibilitas pelayanan

terhadap penyandang disabilitas. Pergeseran paradigma ini telah menjadi landasan

bagi komitmen Pemerintah Indonesia melalui penandatanganan Konvensi Hak

Orang Dengan Kecacatan Resolusi PBB Nomor 106/61 tahun 2006 oleh Menteri

Sosial RI dan ditindak lanjuti dengan UU. No. 19 / 2011, tentang pengesahan

ratifikasi konvensi hak-hak penyandang disabilitas

Pendekatan berbasis hak dengan menggunakan metode dan teknik pekerjaan sosial

dilaksanakan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas yang

memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara. Pendekatan ini

berhubungan langsung dengan harkat dan martabat manusia yang tidak bisa

dinegosiasikan dan menempatkan negara (pemerintah, pemerintah daerah, serta

masyarakat) sebagai pemangku kepentingan yang menyelenggarakan upaya

kesejahteraan sosial dalam upaya-upaya perlindungan dan pemenuhan hak

penyandang disabilitas.

Pembangunan kesejahteraan sosial bagi Penyandang Disabilitas saat ini diarahkan

pada upaya rehabilitasi dan perlindungan sosial, dimana secara teknis dilaksanakan

oleh Direktorat Rehabilitasi Sosial penyandang disabilitas Kementerian Sosial

Republik Indonesia. Sebagai panduan bagi kebijakan, program dan kegiatan dalam

melaksanakan rehabilitasi dan perlindungan sosial, diperlukan Rencana Strategis

lima tahun ke depan, yaitu tahun 2015-2019 untuk mengurangi dampak sosial di

masa yang akan datang bila tidak ditangani dengan cepat, tepat, dan akurat. Rencana

strategis bagi suatu organisasi dapat membantu dalam melakukan evaluasi secara

berkala untuk proses pencapaian tujuan. Rencana strategis lima tahun ke depan

tidak terlepas dari hasil kerja yang telah dicapai selama lima tahun sebelumnya.

Dalam kurun waktu tahun 2010 – 2015 Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan

Kecacatan Kementerian Sosial Republik Indonesia, telah melaksanakan berbagai

program dan kegiatan pelayanan rehabillitasi sosial bagi penyandang Disabilitas,

yang antara lain meliputi:

1. Rehabilitasi Sosial Berbasis Institusi

Direktorat RSODK membawahi 20 Unit Pelaksana Teknik (UPT) yang melayani

Penyandang Disabilitas netra, rungu wicara, tubuh dan eks penyakit kronis,

4

mental retardasi, mental eks psikotik. Selain itu, terdapat 22 panti yang dikelola

pemerintah daerah dan 321 panti yang diselenggarakan oleh masyarakat.

2. Rehabilitasi Sosial Berbasis Non-Institusi

a. Unit Pelayanan Sosial Keliling (UPSK) yang berada di seluruh wilayah

Indonesia (33 propinsi), merupakan sarana pelayanan bergerak yang

kegiatannya diarahkan untuk menjangkau lokasi Orang Dengan Kecacatan

atau PMKS lain sampai ke tingkat desa.

b. Loka Bina Karya (LBK), ditujukan agar Orang Dengan Kecacatan

mendapatkan akses dan rehabilitasi sosial dan perlindungan dengan

menitikberatkan pada bimbingan keterampilan. Jumlah LBK yang masih

berfungsi saat ini adalah 204, dari sebelumnya 321, dimana pada saat

otonomi daerah pengelolaannya diserahkan pada pemerintah

kabupaten/kota. Sebanyak 104 beralih fungsi, dan 13 sama sekali tidak

berfungsi.

3. Rehabilitasi Berbasis Keluarga/Masyarakat (RBM), ditujukan untuk

memobilisasi masyarakat dalam memberikan bantuan dan dukungan bagi Orang

Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas dan keluarganya dengan

memanfaatkan potensi sumber kesejahteraan sosial setempat. Kegiatan

utamanya adalah melakukan deteksi dini terhadap kecacatan.

4. Bantuan Sosial bagi Organisasi Sosial Kecacatan, ditujukan untuk meningkatkan

partisipasi masyarakat dan memperluas jangkauan rehabilitasi dan

perlindungan sosial Orang Dengan Kecacatan.

5. Bantuan tanggap darurat terhadap Orang Dengan Kecacatan / Penyandang

Disabilitas Korban Bencana dan perlakuan yang salah, ditujukan untuk Orang

Dengan Kecacatan yang mengalami keterlantaran, diskriminasi, eksploitasi,

tindak kekerasan, korban bencana, maupun orang yang mengalami kecacatan

sebagai akibat dari bencana.

6. Pemberian Bantuan bagi Penyandang Disabilitas berat bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan dasar Orang Dengan Kecacatan Berat sehingga taraf

kesejahteraan sosialnya terpelihara. Jumlah Orang Dengan Kecacatan Berat

adalah 163.232 orang. Program tersebut diluncurkan mulai tahun 2006 ini

sampai tahun 2009 telah memberikan bantuan kepada 17.000 Penyandang

Cacat / disabilitas Berat.

7. Pelaksanaan sosialisasi Rencana Aksi Nasional (RAN) Orang Dengan Kecacatan /

Penyandang Disabilitas di 34 propinsi di Indonesia,

8. Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) pelaksana rehabilitasi sosial

Orang Dengan Kecacatan / bagi Penyandang Disabilitas.

9. Kampanye Sosial dalam rangka memperingati Hari Internasional Penyandang

Cacat (Hipenca), dilaksanakan pada setiap Bulan Desember.

10. Pengembangan Model berupa Uji Coba Refungsionalisasi Loka Bina Karya (LBK)

di dua provinsi, yaitu di Jawa Barat dan Sumatera Selatan.

11. Koordinasi lintas sektor dan diseminasi program Direktorat Rehabilitasi Sosial

Orang Dengan Kecacatan.

5

12. Bimbingan Teknis, Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan di 33 propinsi.

13. Pengembalian panti daerah yaitu Panti Sosial Orang Dengan Kecacatan Tubuh

(PSBD) Bahagia di Sumatera Utara ke pemerintah pusat pada tahun 2008 untuk

menjadi UPT Kementerian Sosial.

14. Konferensi mengenai Orang Dengan Kecacatan / penyandang disabilitas baik di

dalam dan luar negeri (antara lain di Swedia, Vietnam, Thailand, China, dan

Australia).

B. Potensi dan Permasalahan

1. Potensi

Berdasarkan hasil analisis, Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan

Kecacatan (Direktorat Rehabilitasi Sosial ODK) memiliki potensi dalam

melaksanakan pembangunan kesejahteraan sosial, yang diamanatkan oleh

RPJMN dan untuk mewujudkan visi dan melaksanakan misi Kementerian Sosial.

Potensi tersebut dijabarkan sebagai berikut:

a. Sumber Daya Manusia Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan

Kecacatan

Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan pada tahun 2015

memiliki sejumlah 45 orang pegawai yang siap melaksanakan kegiatan.

Mereka terdiri dari 8,89% golongan II; 60% golongan III dan 31,11%

golongan IV. Latar belakang pendidikan mereka adalah SLTA, Diploma III,

Diploma IV/S1 dan Magister/S2. Selain itu, jumlah tersebut ditambah dengan

1.247 orang SDM yang bertugas di 20 Unit Pelaksana Teknis (UPT) di seluruh

Indonesia. Mereka terdiri dari 5,37 % pegawai golongan I; 22,61 % golongan

II; 65,35 % golongan III; 6,66 % golongan IV. Sementara latar belakang

pendidikan mereka adalah 4,89 % SD; 4,73 % SMP; 35,20 % SLTA; 0,40 %

D2; 9,30 % D3; 6,98 % D4; 32,64 % S1; 5,85 % S2.

b. Pilar Partisipan Usaha Kesejahteraan Sosial

Keberadaan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang antara lain

terdiri dari Karang Taruna, Organisasi Sosial Kecacatan, Pekerja Sosial

Masyarakat (PSM), Satuan Bhakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos), dan Tenaga

Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK), Tim Reaksi Cepat (TRC),

Pendamping Jaminan Sosial Orang Dengan Kecacatan Berat, dan Kader

Rehabilitasi Sosial Berbasis Masyarakat (RBM), secara fungsional telah

banyak memberikan dukungan terhadap proses rehabilitasi dan

perlindungan sosial kepada Orang Dengan Kecacatan / penyandang

disabilitas.

c. Sarana dan Prasarana Rehabilitasi Sosial

6

Selain SDM, sarana dan prasarana mempunyai peranan yang sangat penting.

Sarana dan prasarana Rehabilitasi Sosial di lingkungan Direktorat

Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan itu berupa balai dan panti

rehabilitasi sosial. Semua sarana dan prasarana pembangunan kesejahteraan

sosial harus memiliki standar minimum yang ditetapkan.

Tabel 1 Jumlah Panti Sosial Orang Dengan Kecacatan / penyandang

disabilitas di Lingkungan Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan

Kecacatan Kementerian Sosial

No Jenis Kecacatan Nama Panti/UPT Jumlah

1 ODK Netra Panti Sosial Bina Netra, Balai Penerbitan Braille

Indonesia 5

2 ODK Rungu Wicara Panti Sosial Bina Rungu Wicara 3

3 ODK Tubuh

Panti Sosial Bina Daksa, Balai Besar Rehabilitasi

Sosial Bina Daksa, Balai Besar Rehabilitasi

Vokasional Bina Daksa

5

4 ODK Grahita Panti Sosial Bina Grahita & Balai Besar

Rehabilitasi Sosial Bina Grahita 3

5 ODK Eks Psikotik Panti Sosial Bina Laras 3

6 ODK Bekas Penderita

Penyakit Kronis Panti Sosial Bina Lara Kronis 1

Jumlah 20

Sumber : Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan 2015

Seluruh balai dan panti pelayanan dan rehabilitasi sosial Orang Dengan

Kecacatan dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang memadai untuk

memfasilitasi penyelenggaraan rehabilitasi sosial serta keterampilan seperti

asrama, aula, ruang bimbingan, poliklinik, ruang latihan keterampilan, dan

sebagainya.

d. Legislasi

Dalam menjalankan programnya, Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang

Dengan Kecacatan memiliki landasan peraturan perundang-undangan, yaitu:

1) UU No. 4 / 1997 tentang Penyandang Cacat;

2) UU No. 11 /2009 tentang Kesejahteraan Sosial;

3) UU No. 19/ 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang

Disabilitas

4) Peraturan Pemerintah No. 43/1998 tentang Upaya Peningkatan

Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat;

5) Keputusan Presiden No. 83 Tahun 1999, Tentang Lembaga Koordinasi

dan Pengendalian Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat;

7

6) Resolusi UN ESCAP No. 58/4 Tahun 2002 Asian and Pacific Decade of

Persons With Disability (Dekade II se Asia Pasific tentang Penyandang

Cacat)

7) Rencana Aksi Nasional Pemberdayaan Penyandang Cacat ( 2004 – 2013);

8) Regulasi lain yang relevan baik di tingkat pusat maupun daerah.

Peraturan perundang-undangan tersebut diperkuat dengan dukungan

kebijakan lain, seperti Inpres No. 1 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas

Pembangunan Nasional Tahun 2010 dan Inpres No. 3 tentang Program

Pembangunan Yang Berkeadilan.

Peraturan perundang-undangan tersebut mengatur dan menjamin agar

program rehabilitasi dan perlindungan sosial bagi Orang Dengan Kecacatan

diselenggarakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan.

e. Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha

Pembangunan kesejahteraan sosial tidak hanya menjadi tanggung jawab

pemerintah, khususnya Kementerian Sosial, namun juga tanggung jawab

masyarakat dan dunia usaha. Partisipasi dunia usaha dilakukan melalui

program Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu mengimplementasikan

tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat melalui kegiatan dan

pelayanan kesejahteraan sosial. Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan

Kecacatan telah memberikan kepercayaan kepada dunia usaha dan

melakukan kerja sama untuk turut mendukung upaya pelayanan dan

rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas, antara

lain dengan bentuk penempatan Orang Dengan Kecacatan dalam program

pemagangan atau penempatan kerja.

f. Komitmen, Dukungan, dan Kerja Sama Internasional

Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan ikut serta menjadi

bagian upaya menghimpun kekuatan bersama untuk memberikan kontribusi

di bidang kecacatan di tingkat internasional, antara lain diwujudkan dalam

bentuk : keikutsertaan dalam berbagai pertemuan tingkat menteri berkaitan

dengan pendayagunaan penyandang; menghadiri undangan dan kunjungan

kerja ke negara lain (Jerman, Jepang, Thailand, Korea, Australia, dan lain-

lain), kerja sama dengan lembaga-lembaga internasional (seperti JICA,

Handicaped International, NLR, World Bank, APCD) dan sebagainya.

Pertukaran informasi dan pengalaman megenai bidang disabilitas dengan

organisasi disabilitas internasional, seperti : Asia - Australia Mental Health

(AAMH), dan MIND Australia, serta peningkatan kemampuan petugas

disabilitas dengan Flinders University dan Melbourne.

2. Permasalahan

8

Berdasarkan kenyataan dan hasil analisis, masih banyak permasalahan yang

dihadapi oleh Penyandang Disabilitas di Indonesia, yang tidak saja menyangkut

kecacatan itu sendiri namun juga mempengaruhi berbagai aspek. Kecacatan

diartikan sebagai hilang/terganggunya fungsi fisik atau kondisi abnormal fungsi

struktur anatomi, psikologi, maupun fisiologi seseorang. Kecacatan telah

menyebabkan seseorang mengalami keterbatasan atau gangguan terhadap

fungsi sosialnya sehingga mempengaruhi keleluasaan aktivitas fisik,

kepercayaan, dan harga diri dalam berhubungan dengan orang lain ataupun

dengan lingkungan. Kondisi seperti ini menyebabkan Orang Dengan Kecacatan /

Penyandang Disabilitas kurang mendapat kesempatan bergaul, bersekolah,

bekerja dan bahkan kadang-kadang menimbulkan perlakuan diskriminatif dari

mereka yang tidak cacat.

Sisi lain dari kecacatan adalah pandangan sebagian orang yang menganggap

kecacatan sebagai kutukan, sehingga mereka perlu disembunyikan oleh

keluarganya. Perlakuan seperti ini menyebabkan hak Orang Dengan Kecacatan /

Penyandang Disabilitas untuk berkembang dan berkreasi tidak dapat terpenuhi.

Masalah kecacatan seringkali menjadi semakin berat karena disertai dengan

masalah kemiskinan, ketelantaran, dan keterasingan.

Jumlah Orang Dengan Kecacatan di Indonesia berdasarkan data dari Pusdatin

Kesejahteraan Sosial Tahun 2009 adalah sebanyak 1.541.942 orang, yang

meliputi cacat fisik, mental, dan cacat ganda. Namun demikian, jumlah yang

sebenarnya jauh lebih besar dari data yang ada. Hal ini karena keluarga dan

masyarakat yang mempunyai anggota keluarga yang mengalami kecacatan

sering kali menyembunyikannya sehingga Orang Dengan Kecacatan tidak dapat

tersentuh rehabilitasi dan perlindungan sosial.

Permasalahan mendasar yang dihadapi dalam penyelenggaraan rehabilitasi

sosial bagi Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas adalah:

a. Isu tentang kecacatan belum menjadi isu nasional, sehingga cakupan atau

jangkauan program Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan /

Penyandang Disabilitas belum meluas sampai ke seluruh wilayah Indonesia.

b. Sarana dan prasarana yang aksesibel bagi Orang Dengan Kecacatan /

Penyandang Disabilitas masih sangat terbatas.

c. Aspek kelembagaan, anggaran yang tersedia dan kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM) pelaksana masih terbatas, sehingga penyelenggaraan

Rehabilitasi dan Perlindungan Sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang

Disabilitas belum optimal.

d. Peran pemerintah masih dominan dalam program penyelenggaraan

Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas

sehingga mengurangi esensi dari upaya pemberdayaan sosial.

9

e. Implementasi peraturan perundang-undangan berkaitan dengan Orang

Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas belum maksimal.

f. Komitmen pemerintah daerah dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial

masih rendah.

g. Peran masyarakat melalui organisasi nirlaba dan dunia usaha dalam

Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas belum

dapat didayagunakan secara optimal.

Selain permasalahan tersebut di atas, di dalam pelaksanaan program selama

kurun waktu 2005-2009, terdapat beberapa persoalan yang dihadapi Direktrorat

Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan yang juga bisa menjadi faktor

penghambat pencapaian kinerja pada masa yang akan mendatang jika tidak

diberi perhatian. Permasalahan tersebut adalah konstelasi faktor internal

(khususnya yang berkaitan dengan sumber daya manusia, dana, sarana dan

prasarana), dan faktor eksternal (keluarga, masyarakat serta nilai-nilai sosial

yang beragam), serta terbatasnya ketersediaan dalam pencapaian kinerja

penyelenggaraan kesejahteraan sosial.

Meskipun sudah banyak kemajuan yang telah dicapai dalam pelaksanaan

rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas, masih

banyak tantangan yang harus dihadapi. Selain disebabkan karena permasalahan

kecacatan yang semakin kompleks, juga masih banyak permasalahan yang belum

sepenuhnya terselesaikan sejalan dengan dinamika sosial ekonomi masyarakat.

Untuk itu, penanganan masalah Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas

melalui rehabilitasi dan perlindungan sosial perlu terus dilanjutkan secara

berkesinambungan dan ditingkatkan agar apa yang telah dicapai dapat terus

ditingkatkan dan jangkauan pelayanan dapat diperluas. Hal ini sesuai dengan

Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial yang

mengamanatkan agar pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat

menyelenggarakan kesejahteraan sosial bagi warga masyarakat yang kurang

beruntung dan rentan, dan melakukan penanggulangan kemiskinan.

Perkembangan pembangunan kesejahteraan sosial saat ini diwarnai oleh adanya

perubahan paradigma pembangunan nasional, yang bergeser dari sentralistik ke

arah desentralistik. Hal ini merupakan penjabaran dari kebijakan pemerintah

untuk memberikan peran dan posisi yang lebih besar kepada masyarakat

sebagai pelaku dan pelaksana utama pembangunan. Melalui kebijakan otonomi

daerah, pemerintah memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada

daerah, khususnya daerah kabupaten/kota untuk menyelenggarakan

pembangunan dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kenyataan menunjukkan

bahwa pemberian otonomi tersebut tidak sepenuhnya berjalan mulus, karena

masih sering ditemukan adanya ekses negatif yang mengakibatkan terjadinya

hambatan dalam pelaksanaan pembangunan di bidang kesejahteraan sosial.

10

Perubahan ini hendaknya disikapi secara arif, bijaksana, dan diarahkan pada

terwujudnya pemahaman dan komitmen pelaku pembangunan kesejahteraan

sosial di setiap daerah kabupaten dan kota.

Sehubungan dengan hal itu, kiranya perlu dikembangkan sistem rehabilitasi

yang lebih memberikan keleluasaan dan kesempatan yang luas kepada keluarga

dan masyarakat, khususnya yang berada di sekitar Orang Dengan Kecacatan/

Penyandang Disabilitas untuk turut mengembangkan program-program bagi

kesejahteraan Orang Dengan Kecacatan. Selain itu perluasan sistem rehabilitasi

sosial dari, oleh, dan untuk masyarakat dapat dilaksanakan lebih optimal, karena

masyarakat melihat, merasakan dan terlibat langsung dengan berbagai upaya

rehablitasi dan perlindungan sosial yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

permasalahan serta sumber daya yang ada di masyarakat itu sendiri. Hal ini

untuk mempercepat capaian jangkauan kepada Orang Dengan Kecacatan /

Penyandang Disabilitas yang sampai saat ini belum memadai.

Upaya mengangkat derajat kesejahteraan sosial dapat dipandang sebagai bagian

dari investasi sosial yang ditujukan untuk meningkatkan dan mengembangkan

kualitas SDM bangsa Indonesia, sehingga mampu menjalankan tugas-tugas

kehidupannya secara mandiri sesuai dengan nilai-nilai yang layak bagi

kemanusiaan.

Terkait dengan masalah disabilitas, Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan

Kecacatan menghadapi tantangan eksternal yang mencakup perubahan

lingkungan global, regional, dan nasional. Dalam lingkungan global, Direktorat

Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan menyadari bangsa-bangsa di dunia

sedang mengalami perubahan yang dinamis atas penguasaan ilmu pengetahuan

dan teknologi dalam segenap aspek kehidupan. Nilai-nilai kehidupan yang

bersifat tradisional bergeser kepada nilai-nilai kehidupan modern yang disertai

munculnya dampak negatif berupa kesenjangan sosial diantara bangsa-bangsa

yang memerlukan perhatian lebih serius. Perkembangan global lainnya adalah

munculnya kecenderungan yang menyatukan bangsa-bangsa ke dalam suatu

kesatuan berdasarkan kepentingan dan kesepahaman seperti meningkatnya

kesadaran akan demokratisasi dan desentralisasi, HAM, lingkungan hidup,

gender, civil society, serta komitmen terhadap penanggulangan kemiskinan dan

berbagai masalah sosial lainnya, termasuk masalah disabilitas.

Komitmen bersama dan kerjasama yang harmonis antara pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat sangat diperlukan, dalam upaya menggalang

kekuatan untuk menyelenggarakan rehabilitasi dan perlindungan sosial yang

terencana, terintegrasi dan terpadu bagi Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang

Disabilitas. Rencana Strategis tahun 2015 – 2019 disusun untuk menjadi

pedoman/panduan dalam mewujudkan cita-cita yang luhur yaitu kesejahteraan

sosial bagi Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas di Indonesia.

11

BAB II

VISI, MISI, DAN TUJUAN

DIREKTORAT REHABILITASI SOSIAL ORANG DENGAN KECACATAN

A. Visi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan

Visi yang ingin dicapai adalah:

Terwujudnya Rehabilitasi Sosial bagi Penyandang Disbilitas Berbasiskan

Pemenuhan Hak Asasi Manusia.

Visi ini mengandung arti bahwa rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan /

penyandang disabilitas telah, sedang, dan akan dilakukan oleh pemerintah dan

masyarakat ditujukan untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak orang dengan

kecacatan.

Kondisi ini merupakan tujuan ideal dan sekaligus upaya agar masyarakat dapat

terbebas dari masalah-masalah sosial, menghindari terjadinya kesenjangan yang

tinggi di bidang kesejahteraan sosial dengan negara-negara di kawasan Asia

Tenggara dan Asia, serta sebagai pencerminan negara yang berketuhanan, aman,

makmur, dan berkeadilan sosial.

Secara konstitusional, visi ini merupakan jawaban atas amanat Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial serta komitmen untuk melaksanakan

kesepakatan tujuan-tujuan pembangunan milenium (Millenium Development Goals)

2015. Oleh karena itu, setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk

memperoleh taraf kesejahteraan sosial dan kualitas hidup yang sebaik-baiknya.

Dalam hal ini pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk dapat memfasilitasi,

mendukung, dan membawa masyarakat khususnya Orang Dengan Kecacatan pada

kondisi sejahtera yang dicita-citakan.

B. Misi

Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan mengemban dan

melaksanakan tugas sesuai dengan visi yang telah ditetapkan agar tujuan organisasi

dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Agar pelaksanaan tugas dan fungsi dapat

mencapai hasil yang optimal sesuai dengan visi yang telah ditetapkan, maka

ditetapkan misi sebagai berikut:

1. Mewujudkan rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan yang berkeadilan,

2. Profesionalisme rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan,

12

3. Mewujudkan keselarasan peraturan perundangan dan kebijakan teknis terhadap

rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan.

C. Tujuan

Tujuan Rehabilitasi Sosial yang ingin dicapai Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang

Dengan Kecacatan tahun 2015-2019 adalah:

1. Menyelaraskan peraturan perundangan dan kebijakan terhadap rehabilitasi

sosial Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas.

2. Mewujudkan rehabilitasi sosial Penyandang Orang Dengan Kecacatan/

Penyandang Disabilitas yang berkeadilan,

3. Meningkatkan kualitas rehabilitasi sosial terhadap Orang Dengan Kecacatan/

Penyandang Disabilitas yang terpadu dan terintegrasi melalui institusi dan

masyarakat

D. Sasaran Strategis

Tujuan yang akan dicapai Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan,

ditetapkan ke dalam empat sasaran Strategis sebagai berikut :

1. Meningkatnya keselarasan peraturan perundang-undangan dan kebijakan

teknis terhadap rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas.

2. Meningkatnya rehabilitasi dan perlindungan sosial penyandang disabilitas.

3. Meningkatnya kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) bidang rehabilitasi sosial

penyandang Disabilitas

4. Meningkatnya rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas berbasis institusi

masyarakat.

Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan melalui berbagai

kegiatan dan program rehabillitasi sosial terus berupaya meningkatkan kualitas

kehidupan dan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan, mendorong dan

mempercepat pemenuhan hak-hak orang dengan kecacatan dalam berbagai aspek

kehidupan dalam rangka memberikan kesetaraan hak dan kesamaan kesempatan

bagi orang dengan kecacatan yang berkoordinasi dengan instansi teknis terkait. Hal

tersebut sebagai upaya pemerintah Indonesia mewujudkan masyarakat yang

inklusif dan bebas hambatan semua pihak sejalan dengan Undang-Undang Nomor

19 Tahun 2011 tentang Pemenuhan Hak-Hak Orang dengan kecacatan.

13

E. Indikator Kinerja Utama

Untuk mencapai sasaran strategis yang telah disebutkan di atas, ditetapkan

indikator kinerja sebagai berikut :

1. Sasaran Strategis 1 :

a. Jumlah kebijakan teknis yang diselaraskan terkait pemenuhan hak-hak

penyandang disabilitas

b. Jumlah kebijakan teknis yang diselaraskan terkait rehabilitasi sosial

penyandang disabilitas

2. Sasaran Strategis 2 :

Jumlah penyandang disabilitas yang berhasil dilindungi, direhabilitasi, dan

mandiri, baik di dalam dan di luar panti

3. Sasaran Strategis 3 :

Jumlah SDM yang meningkat kapasitasnya (kompetensi / kemampuan ) untuk

merehabilitasi dan melindungi penyandang disabilitas.

4. Sasaran Strategis 4 :

Jumlah lembaga rehabilitasi sosial penyandang disabilitas yang meningkat

kualitas pelayanannya.

No. TUJUAN

SASARAN STRATEGIS

2015 INDIKATOR KINERJA

TARGET Keterangan

2015 2016 2017 2018 2019

F. 1

1

Menyelaraskan peraturan perundangan dan kebijakan terhadap rehabilitasi sosial Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas.

Meningkatnya keselarasan peraturan perundang-undangan dan kebijakan teknis terhadap rehabilitasi sosial bagi penyandang disabilitas.

Jumlah kebijakan teknis yang diselaraskan yang diselaraskan terkait rehabilitasi sosial penyandang disabilitas dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas

27 buku 1 rekomendasi

24 buku

26 buku

19 buku

13 buku

G. Mewujudkan rehabilitasi sosial Penyandang Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas yang berkeadilan,

Meningkatnya rehabilitasi dan perlindungan sosial penyandang disabilitas.

Jumlah penyandang disabilitas yang berhasil dilindungi, direhabilitasi, dan mandiri, baik di dalam dan di luar panti

52. 333 PD

53.440 PD

54.040 PD 56.040 PD 57.940 PD

Dicapai melalui kegt. Pusat, UPT, dan Dekon

H. Meningkatkan kualitas rehabilitasi sosial terhadap Orang Dengan Kecacatan/ Penyandang Disabilitas yang terpadu dan terintegrasi melalui institusi dan masyarakat

Meningkatnya kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) bidang rehabilitasi sosial penyandang Disabilitas

Jumlah SDM yang meningkat kapasitasnya (kompetensi / kemampuan ) untuk merehabilitasi dan melindungi penyandang disabilitas.

1.565 SDM

695 SDM

840 SDM

1.004 SDM

900 SDM

Kegiataan Pusat dan UPT ODK

Meningkatnya rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas berbasis institusi masyarakat.

Jumlah lembaga rehabilitasi sosial penyandang disabilitas yang meningkat kualitas pelayanannya.

20 lbg 36 lbg (pusat : 28)

40 lbg (pusat : 31)

44 lbg 30 lbg Kegiatan Pusat dan dekon

14

BAB III

ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

DIREKTORAT REHABILITASI SOSIAL ORANG DENGAN KECACATAN

A. Arah Kebijakan

1. Arah Kebijakan

a. Mendukung penataan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan

termasuk peraturan daerah yang berkenaan dengan penyelenggaraan

rehabilitasi sosial Penyandang Disabilitas.

b. Meningkatkan kualitas hidup dan akses seluas-luasnya bagi orang dengan

kecacatan / Penyandang Disabilitas, khususnya orang dengan kecacatan

yang memerlukan rehabilitasi sosial.

c. Menata kembali kelembagaan dan peningkatan profesionalisme rehabilitasi

sosial orang dengan kecacatan yang berbasis pekerjaan sosial, baik yang

dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.

d. Memantapkan kualitas dan akuntabilitas manajemen rehabilitasi sosial orang

dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas, mencakup aspek perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan, penyediaan data dan

koordinasi atau keterpaduan.

e. Meningkatkan prakarsa dan peran aktif masyarakat termasuk masyarakat

mampu, dunia usaha, perguruan tinggi, dan Orsos/LSM dalam

penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan / Penyandang

Disabilitas secara terpadu dan berkelanjutan.

f. Menciptakan iklim yang dapat memperkuat ketahanan sosial masyarakat dan

mengembangkan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan tanggung jawab

sosial untuk berpartisipasi dalam mencegah masalah sosial orang dengan

kecacatan serta mendukung rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan /

Penyandang Disabilitas.

g. Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan

rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yang terkoordinasi dengan

kebijakan pemerintah.

15

h. Mengoptimalkan penyediaan data dan pengembangan indikator yang dapat

digunakan untuk mengukur capaian rehabilitasi sosial orang dengan

kecacatan / Penyandang Disabilitas.

i. Mengembangkan advokasi dan pendampingan sosial di dalam pengelolaan

program rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.

B. Strategi:

1. Kampanye sosial, mengandung makna memberikan pemahaman, sosialisasi,

penyadaran, dan kepedulian terhadap pelaku rehabilitasi sosial orang dengan

kecacatan / Penyandang Disabilitas dalam upaya penyelenggaraan rehabilitasi

sosial

2. Kemitraan sosial, mengandung makna adanya kerja sama, kepedulian,

kesetaraan, kebersamaan,dan jaringan kerja yang menumbuh kembangkan

kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra

3. Partisipasi sosial, mengandung makna adanya prakarsa dan peranan dari

penerima pelayanan dan lingkungan sosialnya dalam pengambilan keputusan

serta melakukan pilihan terbaik untuk peningkatan kesejahteraan sosialnya.

4. Advokasi dan pendampingan sosial, mengandung arti adanya upaya memberikan

perlindungan, pembelaan, dan asistensi terhadap hak-hak dasar orang dengan

kecacatan / Penyandang Disabilitas.

5. Penyediaan aksesibilitas fisik dan non fisik bagi orang dengan kecacatan /

Penyandang Disabilitas dimaksudkan guna mempermudah mobilitas dan akses

terhadap pelayanan-pelayanan dasar.

C. Tugas Pokok Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan

1. Tugas

Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan mempunyai tugas

melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi

di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.

2. Fungsi

Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan menyelenggarakan

fungsi :

a. Perumusan kebijakan di bidang rehabiliasi sosial dengan kecacatan tubuh

dan bekas penyakit kronis, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan netra

dan rungu wicara, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental,

16

kelembagaan dan advokasi sosial, serta bantuan dan pemeliharaan taraf

kesejahteraan sosial;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan

tubuh dan bekas penyakit kronis, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan

netra da rungu wicara, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental,

kelembagaan dan advokasi sosial, serta bantuan dan pemeliharaan taraf

kesejahteraan sosial

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang rehabilitasi

sosial orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas tubuh dan bekas

penyakit kronis, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan netra da rungu

wicara, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental, kelembagaan dan

advokasi sosial, serta bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial;

d. Pemberian bimbingan teknis di bidang rehabilitasi sosial orang dengan

kecacatan tubuh dan bekas penyakit kronis, rehabilitasi sosial orang dengan

kecacatan netra da rungu wicara, rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan /

Penyandang Disabilitas mental, kelembagaan dan advokasi sosial, serta

bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial;

e. Evaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang rehabilitasi sosial orang dengan

kecacatan / Penyandang Disabilitas tubuh dan bekas penyakit kronis, netra

rungu wicara, rehabilitasi mental, kelembagaan dan advokasi sosial, serta

bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial;

f. Pelaksanaan urusan tata usaha, perencanaan program dan anggaran,

kepegawaian, dan rumah tangga direktorat.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi

Sosial Orang dengan kecacatan memiliki stuktur yang terdiri dari :

a. Sub Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan Tubuh dan

Bekas Penderita Penyakit Kronis, mempunyai tugas melaksanakan

penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma,

standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis, dan

evaluasi di bidang rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan/ Penyandang

Disabilitas tubuh dan bekas penderita penyakit kronis,

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Subdirektorat dan

Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Tubuh dan Bekas Penderita

Penyakit Kronis menyelenggarakan fungsi:

1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang

dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita penyakit kronis dalam dan

luar panti;

2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang

dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita penyakit kronis dalam dan

luar panti;

17

3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan tubuh dan penderita penyakit

kronis dalam dan luar panti;

4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang rehabilitasi sosial

orang dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita penyakit kronis

dalam dan luar panti

5) Penyiapan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial

orang dengan kecacatan tubuh dan bekas penderita penyakit kronis

dalam dan luar panti.

Subdirektorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tubuh dan

Bekas Penderita Penyakit Kronis terdiri dari :

1) Seksi Rehabilitasi Sosial Dalam Panti; dan

2) Seksi Rehabilitasi Sosial Luar Panti.

b. Sub Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Netra dan

Rungu Wicara, mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan

pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria,

serta pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang rehabilitasi sosial

orang dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Subdirektorat

Rehabilitasi Orang Dengan Kecacatan Netra dan Rungu Wicara

menyelenggarakan fungsi:

1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang

dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara;

2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang

dengan Netra dan Rungu Wicara;

3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara;

4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang rehabilitasi sosial orang

dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara, dan

5) Penyiapan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial

orang dengan kecacatan Netra dan Rungu Wicara.

Subdirektorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Netra dan

Rungu Wicara terdiri dari :

1) Seksi Rehabilitasi Sosial Dalam Panti; dan

2) Seksi Rehabilitasi Sosial Luar Panti

c. Sub Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan Mental,

mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan

18

kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta

pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang rehabilitasi sosial orang

dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas mental.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Subdirektorat

Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan Mental menyelenggarakan fungsi:

1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang

dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik,

2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial orang

dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik;

3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan mental dan orang dengan

kecacatan eks psikotik;

4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang rehabilitasi sosial orang

dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik, dan

5) Penyiapan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang rehabilitasi sosial

orang dengan kecacatan mental dan orang dengan kecacatan eks psikotik

Subdirektorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan

Mental terdiri dari :

1) Seksi standarisasi dan bimbingan teknis.

2) Seksi monitoring dan evaluasi

d. Sub Direktorat Kelembagaan dan Advokasi Sosial, mempunyai tugas

melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan,

penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian

bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang kelembagaan dan advokasi orang

dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Subdirektorat

Kelembagaan dan Advokasi Sosial menyelenggarakan fungsi:

1) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang kelembagaan dan advokasi

sosial orang orang dengan kecacatan,

2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan dan advokasi

sosial orang orang dengan kecacatan,

3) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang

kelembagaan dan advokasi sosial orang orang dengan kecacatan,

4) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang kelembagaan dan

advokasi sosial orang orang dengan kecacatan, dan

5) Penyiapan evaluasi pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan dan

advokasi sosial orang orang dengan kecacatan,

Subdirektorat Kelembagaan dan Advokasi Sosial terdiri dari :

19

1) Seksi Kelembagaan,

2) Seksi Advokasi Sosial

e. Sub Direktorat Asistensi dan Pemeliharaan Kesejahteraan Sosial;

mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan

kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta

pemberian bimbingan teknis, dan evaluasi di bidang asistensi dan

pemeliharaan kesejahteraan sosial.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas Subdirektorat

Asistensi dan Pemeliharaan Kesejahteraan Sosial menyelenggarakan fungsi:

1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis di bidang asistensi dan

pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan.

2) Penyiapan pelaksanaan kebijakan teknis di bidang asistensi dan

pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan

3) Penyiapan bahan penyusunan standar teknis, norma, pedoman, kriteria,

dan prosedur di bidang asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial

orang dengan kecacatan.

4) Penyiapan bahan pemberian bimbingan teknis di bidang asistensi dan

pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan

5) Penyiapan bahan evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis di bidang

asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan.

Subdirektorat asistensi dan pemeliharaan kesejahteraan sosial orang

dengan kecacatan terdiri dari :

1) Seksi Asistensi Sosial, dan.

2) Seksi Pemeliharaan Kesejahteraan Sosial.

f. Subbagian Tata Usaha

Sub Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha,

kepegawaian, dan rumah tangga Direktorat.

D. Indikator

Berdasarkan gambaran di atas, maka Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan

Kecacatan menyusun strategi dan arah kebijakan penyelenggaraan rehabilitasi

sosial orang dengan kecacatan tahun 2015 - 2019 yang mengintegrasikan tujuan,

sasaran, kebijakan, program, dan kegiatan yang terukur untuk mencapai misi

Direktorat yang telah ditetapkan. Adapun strategi, proses dan indikator capaian

kinerja Direktorat tahun 2010 – 2014 merujuk pada Peraturan Menteri Sosial RI

Nomor 111/HUK/2009 tentang Indikator Kinerja Pembangunan Kesejahteraan

Sosial.

20

Pengukuran capaian indikator kinerja dari strategi dan proses yang digunakan

dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan, dilakukan

dengan pengukuran indikator dengan jumlah sasaran yang diberikan, dalam hal ini

persentase dihitung berdasarkan jumlah orang dengan kecacatan yang diintervensi

selama tahun 2015-2019.

Sesuai dengan UU No.11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, maka kebijakan

dan strategi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan diarahkan pada

Rehabilitasi Sosial, yang dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan

kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan

fungsi sosialnya secara wajar. Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dapat dilaksanakan secara persuasif, motivatif, koersif, baik dalam keluarga,

masyarakat maupun panti sosial. Berdasarkan kebijakan dan strategi tersebut maka

kebijakan Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan sebagaimana

ketentuan dalam RPJMN 2015-2019 diarahkan untuk :

1. Meningkatkan dan meratakan rehabilitasi sosial yang adil, dalam arti bahwa

orang dengan kecacatan berhak memperoleh rehabilitasi sosial,

2. Meningkatkan profesionalisme SDM rehabilitasi sosial berbasis pekerjaan sosial

dalam penanganan masalah dan potensi kesejahteraan sosial

3. Memantapkan manajemen penyelenggaraan rehabilitasi sosial dalam hal

perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan serta

koordinasi.

4. Menciptakan iklim dan system yang mendorong peningkatan dan pengembangan

peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial penyandang

disabilitas.

5. Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan

rehabilitasi sosial berdasarkan jenis dan derajat kecacatan, pengakuan keunikan

nilai sosial budaya serta mengedepankan potensi dan sumber keluarga dan

masyarakat setempat.

E. Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan 2015 - 2019

Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan melaksanakan berbagai

kegiatan Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan. Kegiatan Rehabilitasi Sosial

Orang dengan Kecacatan pada intinya diarahkan pada :

1. Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan Tubuh dan Bekas Penderita

Penyakit Kronis, Cacat Rungu Wicara, Cacat Netra, Cacat Mental, Cacat Fisik dan

Mental,

2. Pemberian Dana Jaminan Sosial / Asistensi Sosial bagi Orang dengan Kecacatan /

Penyandang Disabilitas Berat,

21

3. Peningkatan SDM melalui bimbingan teknis bidang Rehabilitasi Sosial Orang

dengan kecacatan, terdiri dari :

a. Peningkatkan keterampilan instruktur bidang Rehabilitasi Sosial Orang

dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas,

b. Pembekalan Keterampilan Pengasuhan (parenting skills) bagi orang tua

orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas,

c. Peningkatan keterampilan pendamping program Rehabilitasi Sosial Orang

dengan Kecacatan,

4. Bantuan operasional bagi pengembangan Lembaga Rehabilitasi Sosial Orang

dengan Kecacatan,

5. Penyusuan Buku Pedoman Bidang Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan /

Penyandang Disabilitas,

6. Perumusan Rekomendasi melalui Pertemuan dan atau Workshop bidang

Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, melalui :

a. Pertemuan Kepala Seksi Penca / ODK seluruh Indonesia,

b. Workshop Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan,

c. Review Program Rehabilitasi dan Perlindungan Sosial Orang dengan

Kecacatan,

d. Pertemuan Tim Koordinasi UPKS Orang dengan Kecacatan,

e. Pertemuan Kelompok Kerja (POKJA) Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial

(UPKS) Orang dengan Kecacatan,

f. Pendataan Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan,

g. Sosialisasi Naskah Akademis RUU Ratifikasi Konvensi Hak Penyandang

Disabilitas,

h. Monitoring dan Evaluasi Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan

Kecacatan,

i. Konferensi Internasional Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan

Kecacatan

j. Penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

k. Rapat Kerja Teknis bidang Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan

Kecacatan

l. Bimbingan Teknis Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan

7. Penyusunan Laporan baik Laporan Keuangan, Laporan Kinerja, Laporan

Monitoring, Evaluasi, dan Publikasi Pelaksanaan Rehabilitasi Sosial Orang

dengan Kecacatan, melalui kegiatan :

a. Sosialisasi Pedoman Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan

b. Sosialisasi Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan kecacatan

c. Pertemuan Evaluasi dan Konsultasi Petugas Rehabilitasi Sosial Orang dengan

Kecacatan

d. Uji Coba Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan

e. Evaluasi Uji Coba Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan

22

8. Penyusunan Dokumen Perencanaan / Program / Anggaran / Data dan Informasi

/ Kebijakan bidang Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan,

9. Pencetakan Buku Bantu Bagi Orang dengan Kecacatan,

10. Penyediaan Layanan Perkantoran.

F. Program Jangka Panjang

Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan diarahkan pada pencapaian

hasil berupa meningkatnya fungsi sosial orang dengan kecacatan sebagai bagian dari

penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) penerima manfaat melalui

pelaksanaan rehabilitasi sosial. Program Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan

diarahkan pada :

1. Peningkatan Kualitas Hidup Orang dengan kecacatan.

Kualitas hidup adalah terpenuhinya kebutuhan dalam empat bidang yaitu

kebutuhan untuk melakukan sesuatu secara bebas di lingkungannya, kebutuhan

untuk bebas dari campur tangan dari orang lain, kebutuhan untuk

merealisasikan diri, dan kebutuhan untuk menyenangkan diri (Blane at al-2002).

Kualitas hidup dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu :

a. Being, merujuk aspek fisik, psikologikal dan spiritual kualitas hidup

b. Belonging, terkait dengan ketepatan hubungan interpersonal individu dengan

lingkungan fisik, sosial, dan masyarakatnya.

c. Becoming, kemampuan mewujudkan aspirasi personal dengan aktivitas yang

bertujuan aktivitas instrumental, kesenangan dan pertumbuhan pribadi.

(Nolan at al-2001)

Kualitas hidup orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas yang ingin

dicapai mencakup tiga dimensi di atas. Namun demikian pada umumnya

populasi orang dengan kecacatan di Indonesia terkonsentrasi di pedesaan yang

tidak terjangkau oleh pelayanan sosial. Kondisi ini dapat mengakibatkan

rendahnya kualitas hidup orang dengan kecacatan. Oleh sebab itu perlu disusun

program untuk meningkatkan kualitas hidup orang dengan kecacatan, berupa

penyusunan kebijakan pelayanan dan rehabilitasi sosial Orang dengan

kecacatan, peningkatan sarana dan prasarana pelayanan, implementasi

standardisasi pelayanan, peningkatan kapasitas dan kompetensi petugas

pelayanan, organisasi sosial, dan orang dengan kecacatan, benchmarking sistem

23

pelayanan, serta sistem pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial melalui

perlindungan sosial.

2. Pemenuhan Hak Dasar Orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas

Penanganan orang dengan kecacatan dewasa ini sudah berbasis kepada

penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM).

Sehingga dalam konsep rehabilitasi sosial diarahkan kepada pemenuhan HAM,

yang pada prinsipnya terdiri dari penghormatan kepada martabat yang melekat

pada diri orang dengan kecacatan, kebebasan dan kemerdekaan, non

diskriminasi, partisipasi masyarakat, menghargai perbedaan, kesamaan

kesempatan, aksesibilitas, kesetaraan gender, dan penghormatan untuk

pengembangan kapasitas anak yang mengalami kecacatan.

G. Program dan Kegiatan Jangka Menengah

Dalam rangka peningkatan kualitas hidup serta terpenuhinya HAM orang dengan

Kecacatan, maka perlu disusun program dan kegiatan jangka menengah, sebagai

berikut:

1. Rencana Aksi Nasional (RAN) Penyandang Cacat / Orang dengan Kecacatan

2004-2013 Indonesia mempunyai kekuatan hukum yg disahkan oleh Presiden

RAN sudah tersusun dan dilaksanakan namun pencapaiannya belum optimal. Hal

ini disebabkan karena RAN belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat

semua pihak, baik instansi pemerintah, organisasi sosial, maupun masyarakat.

Untuk mencapai tujuan tersebut, disusunlah program sebagai berikut :

a. Melakukan pengkajian tentang legalitas RAN.

b. Harmonisasi pelaksanaan butir-butir aksi dalam RAN

c. Melakukan review dan evaluasi terhadap implementasi RAN, yang terdiri dari

mid-term review, dan final review, dan exit summary berupa keputusan RAN

tentang tindak lanjutnya.

2. Terwujudnya Undang-Undang tentang Ratifikasi Konvensi tentang Hak Orang

dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas.

Sebagai negara yang ikut menandatangani Konvensi tentang Hak Orang dengan

Kecacatan / Penyandang Disabilitas, dituntut untuk meratifikasi Konvensi

tersebut. Beberapa upaya telah dilakukan, diantaranya pembahasan tentang

dokumen konvensi, penetapan lembaga pemrakarsa ratifikasi, hingga

penyusunan draft Naskah Akademis. Untuk mencapai terwujudnya Undang-

Undang tentang Ratifikasi Konvensi tentang Hak Orang dengan Kecacatan, maka

perlu disusun program sebagai berikut:

a. Pengkajian terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam Konvensi dan Kesiapan

seluruh pihak untuk melaksanakannya.

b. Pembahasan dan analisa draft Naskah Akademis.

24

c. Advokasi kepada pihak-pihak terkait dalam rangka ratifikasi.

d. Sosialisasi Konvensi tentang Hak Orang dengan kecacatan.

3. Revisi Keppres 83/1999 dan terbentuknya lembaga baru tingkat pusat dan

daerah.

Dalam rangka mempercepat pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi orang dengan

kecacatan telah dibentuk Lembaga Koordinasi dan Pengendalian Peningkatan

Kesejahteraan Sosial (LKP2KS) Orang dengan kecacatan, berdasarkan Keputusan

Presiden Nomor 83 tahun 1999. Pada kenyataannya lembaga ini tidak terealisasi.

Oleh sebab itu diperlukan revisi terhadap Keppres tersebut melalui program

sebagai berikut:

a. Pengkajian terhadap Keppres tersebut.

b. Penyusunan draft revisi untuk disahkan menjadi Peraturan Presiden.

c. Advokasi terhadap semua pihak yang terkait.

d. Sosialisasi isi Perpres dan Lembaga baru tersebut.

4. Ketersediaan Aksesibilitas bagi Orang Dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas di

lembaga pelayanan

Penyediaan aksesibilitas bagi orang dengan kecacatan saat ini belum

sepenuhnya dilaksanakan pada bangunan, gedung dan transportasi umum. Oleh

karena perlu disusun program sebagai berikut :

a. Aksesibilitas fisik dan non fisik dalam lingkungan bangunan kantor dan

gedung Unit Pelayanan Teknis (UPT) Kementerian Sosial dan UPTD Dinas

Sosial Provinsi dan Kabupaten/ Kota

b. Menjalin koordinasi dan komunikasi dengan para stakeholder dalam

penyediaan aksesibilitas bagi orang dengan kecacatan / Penyandang

Disabilitas.

c. Pengembangan website yang memuat informasi akurat tentang orang dengan

kecacatan / Penyandang Disabilitas (data, pelayanan, program, dan

sebagainya).

5. Meningkatnya Kesadaran dan Kepedulian

Kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap orang dengan kecacatan /

Penyandang Disabilitas dewasa ini belum optimal. Berbagai bentuk perlakuan

seperti stigma dan diskriminasi oleh masyarakat, karena itu perlu disusun

program sebagai berikut :

a. Kampanye dan sosialisasi kesadaran dan kepedulian masyarakat

b. Pemberian bantuan sosial kepada organisasi sosial kecacatan dan panti sosial

milik masyarakat

25

c. Memberikan peningkatan kapasitas kepada SDM panti sosial masyarakat dan

tokoh-tokoh masyarakat yang memiliki kepedulian kepada orang dengan

kecacatan.

d. Memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang mempunyai prestasi

dalam pelayanan kepada orang dengan kecacatan dalam peristiwa tertentu

seperti HIPENCA / Hari Disabilitas Internasional, HKSN, dan sebagainya.

e. Membangun dan meningkatkan sarana dan prasarana pelayanan kepada

orang dengan kecacatan misalnya sarana dan prasarana panti disertai

dengan penempatan/bantuan tenaga pemerintah di lembaga/panti tersebut.

f. Melaksanakan seminar/ workshop/ lokakarya/sarasehan tentang upaya

peningkatan kesejahteraan sosial orang dengan kecacatan.

2. Kampanye sosial, mengandung makna memberikan pemahaman, sosialisasi, penyadaran, dan kepedulian terhadap pelaku rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan dalam upaya penyelenggaraan rehabilitasi sosial

3. Kemitraan sosial, mengandung makna adanya kerja sama, kepedulian, kesetaraan, kebersamaan,dan jaringan kerja yang menumbuh kembangkan kemanfaatan timbal balik antara pihak-pihak yang bermitra

4. Partisipasi sosial, mengandung makna adanya prakarsa dan peranan dari penerima pelayanan dan lingkungan sosialnya dalam pengambilan keputusan serta melakukan pilihan terbaik untuk peningkatan kesejahteraan sosialnya.

5. Advokasi dan pendampingan sosial, mengandung arti adanya upaya memberikan perlindungan, pembelaan, dan asistensi terhadap hak-hak dasar orang dengan kecacatan.

6. Penyediaan aksesibilitas fisik dan non fisik bagi orang dengan kecacatan dimaksudkan guna mempermudah mobilitas dan akses terhadap pelayanan sosial.

Berdasarkan tugas pokok dan fungsi Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan

Kecacatan serta terkait upaya penanganan permasalahan sosial orang dengan kecacatan

pada tingkat global, regional, nasional dan berbagai komitmen yang telah disepakati, maka

ditetapkan kebijakan teknis rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yaitu :

a. Mendukung penataan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah yang berkenaan dengan penyelenggaraan rehabilitasisosialorang dengan kecacatan.

b. Meningkatkan kualitas hidup dan akses seluas-luasnya bagi orang dengan kecacatan, utamanya orang dengan kecacatan yang memerlukan rehabilitasi sosial.

c. Menata kembali kelembagaan dan peningkatan profesionalisme rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yang berbasis pekerjaan sosial, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.

26

d. Memantapkan kualitas dan akuntabilitas manajemen rehabilitasi sosialorang dengan kecacatan, mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi, pelaporan, penyediaan data dan koordinasi atau keterpaduan.

e. Meningkatkan prakarsa dan peran aktif masyarakat, dunia usaha, perguruan tinggi, dan Orsos/LSM dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan secara terpadu dan berkelanjutan.

f. Menciptakan iklim yang dapat memperkuat ketahanan sosial masyarakat dan mengembangkan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan tanggung jawab sosial untuk berpartisipasi dalam mencegah permasalahan sosial orang dengan kecacatan serta mendukung rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.

g. Mendukung terlaksananya kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan yang terkoordinasi dengan kebijakan pemerintah.

h. Mengoptimalkan penyediaan data dan pengembangan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur capaian rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan.

i. Mengembangkan advokasi dan pendampingan sosial di dalam pengelolaan

program rehabilitasi sosialorang dengan kecacatan.

6. Terwujudnya mekanisme sistem perlindungan sosial orang dengan kecacatan /

Penyandang Disabilitas

Derajat kecacatan orang dengan kecacatan / Penyandang Disabilitas memiliki

tingkatan yang berbeda, mulai dari tingkat ringan, sedang dan berat. Orang

dengan kecacatan yang termasuk kategori cacat berat memiliki kriteria yaitu

kecacatannya tidak dapat direhabilitasi, aktivitas sehari-harinya sangat

tergantung kepada bantuan orang lain dan tidak mampu memenuhi kebutuhan

standar hidupnya sendiri. Oleh karena itu disusun program sebagai berikut :

a. Perlindungan terhadap orang dengan kecacatan berat.

b. Advokasi dan bantuan hukum terhadap orang dengan kecacatan yang

mendapatkan perlakuan salah, eksploitasi dan diskriminasi.

c. Evaluasi terhadap program perlindungan sosial yang telah berjalan.

7. Meningkatnya kapasitas organisasi Orang Dengan Kecacatan dan LSM/orsos

bidang Orang dengan Kecacatan / Penyandang Disabilitas

Norma-norma Pemenuhan dan Peningkatan Hak dan Martabat orang dengan

kecacatan yang terdapat dalam Mukadimah Konvensi tentang Hak Orang dengan

kecacatan / Penyandang Disabilitas dan Biwako Milennium Framework salah

satunya adalah keterlibatan orang dengan kecacatan dalam setiap tahap proses

mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi, sumber daya

manusia yang diharapkan dapat memenuhi kapasitas tersebut bertumbuh dalam

organisasi-organisasi perwakilannya (organisasi sosial kecacatan), sehingga

untuk meningkatkan sumber daya manusia maupun organisasi kecacatan dalam

27

kapasitasnya sebagai representatif dari masyarakat orang dengan kecacatan,

maka perlu didukung dalam program – program sebagai berikut :

a. Adanya dukungan biaya operasional tahunan bagi organisasi kecacatan yang

mempunyai legitimasi dan managemen sesuai dengan persyaratan standar

baku serta mendapat rekomendasi mitra Kementerian Sosial.

b. Menyediakan anggaran dan kesempatan–kesempatan pelatihan peningkatan

kapasitas kepada masyarakat orang dengan kecacatan melalui organisasi

sosial kecacatan baik secara lokal, nasional maupun internasional.

c. Memfasilitasi konferensi–konferensi masyarakat orang dengan kecacatan

baik lokal, nasional maupun internasional dalam kaitannya pada kampanye

issue - issue pemenuhan hak orang dengan kecacatan.

d. Melibatkan orang dengan kecacatan melalui organisasi sosial kecacatan

dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.

28

BAB IV

PENUTUP

Rencana Strategis Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tahun

2015-2019 merupakan kelanjutan dari Rencana Strategis 2010-2014 yang telah

dilaksanakan pada periode lalu. Pelayanan rehabilitasi sosial orang dengan kecacatan

mengacu pada Visi, Misi, dan Strategi Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan, yang

masih akan menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi di masa mendatang sesuai

dengan perkembangan zaman. Dokumen ini diharapkan dapat mempertegas posisi dan

peranan Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang Dengan Kecacatan (Dit.RSODK) dalam

pembangunan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas. Hal ini juga diharapkan

dapat menyatukan derap langkah semua pihak yang terkait dengan penyelenggaraan

pembangunan kesejahteraan sosial baik pemerintah, dunia usaha, maupun institusi

kemasyarakatan untuk mencapai terlaksananya perencanaan, pelaksanaan, dan

pengendalian program yang sesuai dengan paradigma pembangunan serta kebutuhan

dan aspirasi masyarakat sebagai beneficiaries/customer pembangunan kesejahteraan

sosial.

Rencana Strategis Direktorat Rehabilitasi Sosial Orang dengan Kecacatan Tahun 2015–

2019 disusun dengan memperhatikan RPJPN 2005-2025, pelaksanaan pembangunan

kesejahteraan sosial sampai saat ini dan perkembangan terakhir, termasuk dampak

berbagai krisis yang menimbulkan permasalahan sosial yang semakin kompleks, serta

perubahan paradigma yang perlu dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan yang

terjadi.

Sebagai rencana strategis untuk 5 (lima) tahun mendatang, rencana strategis

pembangunan kesejahteraan sosial tahun 2015–2019 diharapkan dapat menjadi

dokumen yang mampu memberikan arah strategis, target, dan sasaran yang tepat,

tetapi fleksibel dengan perkembangan situasi yang terjadi, khususnya dalam bidang

pembangunan kesejahteraan sosial dan kondisi setempat yang unik dan spesifik.