BAB I PENDAHULUAN - thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t26982.pdf · 4 Mohtar...

26
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Alasan pemilihan judul Penegakan Hukum Humaniter Internasional oleh ICRC (International Committee of The Red Cross ) dalam Konflik Bersenjata Palestina dengan Israel, yaitu ingin mengulas serta meneliti lebih jauh tentang masih relevansi Hukum Humaniter Internasional (HHI) sebagai hukum yang mengatur peperangan atau konflik bersenjata. Terkait dengan meneliti tentang relevansi Hukum Humaniter Internasional, disini juga memasukkan ICRC sebagai lembaga Independent Internasional yang menjadi promotor Hukum Humaniter Internasional di daerah yang terjadi konflik bersenjata seperti di Palestina dan Israel. Upaya penegakan ini dilakukan oleh ICRC karena telah banyak terjadi pelanggaran perang maupun kejahatan perang yang terjadi selama ini terlebih pada konflik Palestina dengan Israel yang sudah terjadi lebih dari 45 tahun. Penegakan Hukum Humaniter Internasional oleh ICRC pada konflik Palestina dengan Israel merupakan sebuah bentuk usaha yang dilakukan ICRC untuk merelevansikan kembali keberadaan Hukum Humaniter Internasional di setiap konflik bersenjata. Melihat fakta yang terjadi bahwa Hukum Humaniter Internasional sudah tidak relevan dan dianggap gagal di penjara Guantanamo pada tahun 2002 sampai 2011, seperti pada skripsi yang

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - thesis.umy.ac.idthesis.umy.ac.id/datapublik/t26982.pdf · 4 Mohtar...

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Alasan pemilihan judul Penegakan Hukum Humaniter Internasional oleh

ICRC (International Committee of The Red Cross ) dalam Konflik Bersenjata

Palestina dengan Israel, yaitu ingin mengulas serta meneliti lebih jauh tentang masih

relevansi Hukum Humaniter Internasional (HHI) sebagai hukum yang mengatur

peperangan atau konflik bersenjata. Terkait dengan meneliti tentang relevansi Hukum

Humaniter Internasional, disini juga memasukkan ICRC sebagai lembaga

Independent Internasional yang menjadi promotor Hukum Humaniter Internasional di

daerah yang terjadi konflik bersenjata seperti di Palestina dan Israel. Upaya

penegakan ini dilakukan oleh ICRC karena telah banyak terjadi pelanggaran perang

maupun kejahatan perang yang terjadi selama ini terlebih pada konflik Palestina

dengan Israel yang sudah terjadi lebih dari 45 tahun. Penegakan Hukum Humaniter

Internasional oleh ICRC pada konflik Palestina dengan Israel merupakan sebuah

bentuk usaha yang dilakukan ICRC untuk merelevansikan kembali keberadaan

Hukum Humaniter Internasional di setiap konflik bersenjata. Melihat fakta yang

terjadi bahwa Hukum Humaniter Internasional sudah tidak relevan dan dianggap

gagal di penjara Guantanamo pada tahun 2002 sampai 2011, seperti pada skripsi yang

2

ditulis oleh Tiara Dewi Utami Gunadi Mahasiswa Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta angkatan 2008.

Fakta pelanggaran inilah yang menjadikan penulis melakukan penelitian

terkait tentang relevansi penegakan Hukum Humaniter Internasional yang masih

ditegakkan di daerah konflik bersenjata seperti di Palestina dan Israel karena melihat

dua negara ini berkonflik sudah terlampau lama yaitu sekitar 46 tahun, yang tentunya

peran lebih banyak dari ICRC didalamnya. Tidak hanya sekedar membantu dan

menolong korban terluka pada konflik bersenjata namun juga melakukan penegakan

Hukum Humaniter Internasional pada setiap aksinya pada konflik Palestina dengan

Israel. Selain itu ICRC juga melibatkan ICC (International Criminal Court) sebagai

Mahkamah Peradilan Internasional yang menangani kasus serta pemberi sanksi

terkait pelanggaran Hukum Humaniter Internasional yang dilakukan oleh para

penjahat perang dalam konflik Palestina dan Israel. Dari sini dapat dilihat bahwa

masih relevannya Hukum Humaniter Internasional yang dilakukan oleh ICRC pada

konflik bersenjata Palestina dengan Israel.

B. Latar Belakang

Hukum Humaniter Internasional atau biasa dikenal dengan Hukum Perang

merupakan hasil implementasi dari Konvesi Jenewa tahun 1949. Pada Hukum

Humaniter Internasional kemudian diatur beberapa hal, baik filososfis maupun teknis

dalam aturan dasar HHI, meliputi :

3

Ensure human treatment to persons not taking part in hostilities. Do not kill or injure

protected persons. Collect and care wounded and sick. Respect lives and dignity of

captured combatant and detained civilians. Choice of means and methods of

warefarein not unlimited.1

Ada 8 prinsip dasar Hukum Humaniter Internasional, selanjutnya disebut

HHI, yaitu meliputi prinsip : 1) Kemanusiaan; 2) Kepentingan (Necessity);

3) Proporsional (Proportionality); 4) Pembedaan (Distinction); 5) Prohibition of

causing Unnecessary (Larangan menyebabkan penderitaan yang tidak seharusnya);

6) Ketentuan minimal HHI; 7) Pemisahan antara Ius Ad Bellum dan Ius In Bello; dan

8) Tanggung jawab dalam pelaksanaan dan penegakan HHI2.

Hukum Humaniter Internasional yang pertama digagas oleh Henry Dunant

atau biasa dikenal sebagai “Bapak Palang Merah Dunia” dan diyakini sebagai perintis

HHI. Diwujudkan dalam karyanya “Kenangan dari Solferino (A Memory of

Solferino)3”, dimana dia melihat banyaknya korban perang Solferino, baik militer

maupun sipil tergeletak tak berdaya tanpa pertolongan. Hal ini menjadikan kepedihan

yang mendalam sehingga menjadi peristiwa tergagasnya suatu Komite Internasional

yang fokus dalam penyelamatan para korban perang baik sipil maupun militer yang

kemudian disebut sebagai combatant dan non-combatant. Sejarah lahirnya ICRC

(International Committee of Red Cross) yang pada mulanya hanya berfokus pada

1 ICRC, Hukum Humaniter Internasional Menjawab Pertanyaan And, 2008, hlm.4.2 Ambarwati, dkk, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, (Jakarta:

Rajawali Press,2010) hlm. 41 52.3 ICRC, hlm.8.

4

sektor kemanusiaan untuk merawat para korban perang yang terluka selama dan

sesudah perang berlangsung. HHI yang juga dikenal sebagai hukum konflik

bersenjata atau hukum perang merupakan sekumpulan aturan yang berlaku dalam

masa perang untuk memberikan perlindungan bagi orang atau pihak yang tidak ikut

serta dalam permusuhan yang terjadi.

Pengertian HHI menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah : “Bagian dari

hukum yang mengatur ketentuan-ketentuan perlindungan korban perang, berlainan

dengan hukum perang yang mengatur perang itu sendiri dan segala sesuatu yang

menyangkut cara melakukan perang itu sendiri”,4 beliau juga memberikan pembagian

hukum perang menjadi :

1. Jus ad Bellum (hukum tentang perang);

Mengatur dalam hal bagaimana negara dibenarkan menggunakan kekerasan

senjata.

2. Jus in Bello (hukum yang berlaku dalam perang);

Hukum ini dibagi menjadi dua bagian yaitu :

a. Yang mengatur cara dilakukannya perang (Conduct of War). Bagian ini

lazimnya disebut “Hague Laws”.

b. Yang mengatur perlindungan orang-orang yang menjadi korban perang, ini

lazimnya disebut “Geneva Laws”.

4 Mohtar Kusumaatmadja, Hukum Internasional Humaniter dalam Pelaksanaan dan Penerapannya diIndonesia, 1980. hlm. 5.

5

Masalah lain yang perlu pula ditegaskan dalam studi ini adalah mengenai

tujuan hukum perang. Pada U.S Army Field Manual of the law of Landwarefare,

dijelaskan beberapa tujuan, yaitu :

1. Melindungi, baik kombatan maupun non-kombatan dari penderitaan yang tidak

perlu;

2. Menjamin hal-hak asasi tertentu dari orang yang jatuh ketangan musuh;

3. Memungkinkan di kembalikannya perdamaian;

4. Membatasi kekuasaan pihak perang.

Hukum Humaniter menurut Menurut Jean Pictet :

“International humanitarian law in the wide sense is constitutional legal promosion,

whether written and customary, ensuring respect for individual and his well being”.5

Adapun Hukum Humaniter menurut Geza Herzegh dirumuskan bahwa Hukum

Humaniter Internasional sebagai berikut : “Part of the rules of public international

law which serve as the protection of individuals in time of armed conflict. Its place is

beside the norm of warfare it is closely related to them but must be clearly distinguish

from these its purpose and spirit being different”.6

Seperti paparan Hukum Perang yang dijelaskan oleh para ahli bahwa secara

umum diketahui HHI modern sebagai bagian atau cabang dari hukum internasional

publik, mulai diformulasikan pada tahun 1864 dalam Konvensi Jenewa - tentang

5 Pictet, The Principles of International Humanitarian Law, dalam Haryomataram, hlm.15.6 Geze Herzegh, Recent Problem of International Humanitarian Law, hlm.17.

6

perawatan terhadap orang-orang angkatan bersenjata yang terluka di medan perang

(selanjutnya disebut Konvensi Jenewa 1864).

Sedangkan sengketa bersenjata, atau biasa dikenal sebagai perang oleh

masyarakat awam menjadi obyek pengaturan HHI. Sengketa bersenjata internasional

dalam pandangan HHI merupakan sebuah kondisi yang melibatkan 2 negara atau

lebih, baik sebagai perang yang diumumkan maupun apabila pernyataan tersebut

tidak diakui oleh salah satu dari mereka. Dalam pasal 2 Konvensi Jenewa disebutkan

bahwa penggunaan padanan sengketa bersenjata untuk mengurangi argumentasi bagi

negara yang menolak dinyatakan tengah melangsungkan perang. Sengketa bersenjata

internasional dinyatakan dalam ketentuan yang bersamaan dari Pasal 2 pada Konvensi

Jenewa 1949 sebagai sengketa bersenjata yang melibatkan 2 negara atau lebih, baik

sebagai perang yang diumumkan maupun apabila pernyataan perang tersebut adalah

tidak diakui oleh salah satu pihak.

Penggunaan istilah sengketa bersenjata, dalam ketentuan tersebut berguna

untuk mengurangi kemungkinan argumentasi bagi negara yang berkeinginan menolak

pemberlakuan HHI dengan alasan tindakan yang dilakukan belum termasuk dalam

tindakan perang, sebab rumusan dalam Pasal 2 Konvensi tersebut menunjukkan,

setiap perbedaan yang akan muncul antara dua negara dan menyebabkan intervensi

angkatan bersenjata adalah sengketa bersenjata, sekalipun salah satu pihak tidak

mengakui keberadaan keadaan perang. Pihak dalam peperangan adalah khusus

7

negara, suatu pertikaian antar individu, antar perkumpulan, antar individu disatu

pihak dan suatu negara dilain pihak tidak mempunyai sifat sebagai suatu peperangan.7

Maka implementasi HHI menjadi penting dan relevan dengan ICRC sebagai

promotor dalam upayanya meminimalisir dampak konflik bersenjata atau membuat

perang menjadi humanis menggunakan prinsip-prinsip HHI didalamnya. Seperti

halnya dengan prinsip HHI, ICRC sendiri juga memiliki 7 prinsip dasar dalam

menjalankan misinya yang telah disetujui oleh konferensi Internasional dan Bulan

Sabit Merah ke-20 di Wina Austria, yaitu : a. kemanusiaan; b. ketidak berpihakan

(dalam membantu korban); c. kesukarelaan; d. kemandirian; e. kenetralan;

f. kesatuan dan g. kesemestaan. Selanjutnya 7 prinsip ini wajib dipatuhi oleh ICRC8.

Dalam perkembangannya impelemntasi prinsip-prinsip HHI yang ada di Palestina

tidak berjalan maksimal sesuai prinsip dari HHI. Berawal di tahun 1948 pada konflik

Arab-Israel ICRC mengawali debutnya pada konflik teritori tersebut, yang

selanjutnya membantu secara permanen setelah terjadi perang ditahun 1967. Dalam

hal ini ICRC mengingatkan kembali kepada Palestina dan Israel terkait Hukum

Humaniter Internasional terkait dengan konflik bersenjata antar kedua negara

tersebut, melalui hubungan bilateral dan dialog tertutup antar kedua negara. Pada

dasarnya ICRC adalah organisasi yang fokus pada perlidungan penduduk sipil dan

korban perang yang dilakukan di Palestina dan Israel, serta ICRC mendukung

kesatuan nasional kedua negara seperti Palestine Crescent Society dan Magen David

7 Ambarwati,dkk, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, (Jakarta :Rajawali Press, 2010), hlm. 56 57.

8 Kenali ICRC, hlm. 9 11.

8

Adom (the Israel National Society). Selain itu mulai tahun 2007 ICRC juga

melaksanakan tugasnya menolong pencarian orang hilang serta melindungi para

tahanan perang dalam konflik tersebut. ICRC sebagai promotor HHI pada konflik

bersenjata Palestina mencoba menjembatani dialog antara kedua negara yang

berkonflik. Namun banyaknya pelanggaran perang yang dilakukan oleh Israel

terhadap Palestina terkait dengan aturan HHI. Pelanggaran yang dilakukan oleh Israel

telah banyak melanggar perjanjian yang ditanda tangani oleh Israel terkait HHI, yaitu

perjanjian Camp David yang dilakukan antara Israel-Mesir, pada tahun 1978 pasca

meninggalnya Gamal Abdul Nasser selaku pemimpin Mesir pada tahun 1970. Dalam

perjanjian ini termuat pembentukan otonomi di tepi barat jalur Gaza yang disetujui

oleh pemerintah Palestina sebagai pemerintahan. Penanda tanganan lain yang

dilakukan Israel yang terkait HHI yaitu penanda tanganan pada tahun 1993 terkait

Konvensi Penggunaan Menyeluruh Senjata Kimia (KPMSK), terkait dengan larangan

penggunaan senjata kimia, yaitu sulfur putih. Sejumlah 130 negara dunia termasuk

Israel menanda tangani perjanjian ini, karena menyangkut keberadaan Hukum

Humaniter Internasional dalam konflik bersenjata. Beberapa penanda tanganan yang

dilakukan oleh Israel terkait Hukum Humaniter Internasional, yang sampai saat ini

masih belum bisa ditaati secara baik oleh Israel.

Konflik bersenjata Palestina-Israel sudah berlangsung kurang lebih selama 46

tahun. Melalui kurun waktu yang cukup lama, ICRC melakukan aksi kemanusiaannya

dalam penegakan Hukum Humaniter Internasional. Telah diketahui bahwa konflik

bersenjata Palestina-Israel telah terjadi selama lebih dari 45 tahun, yang berawal dari

9

tahun 1967, seperti dijelaskan pada fakta serangkaian peristiwa Israel menyerang

Mesir, Yordania dan Syiria serta Isreal berhasil merebut jalur Gaza, sebagai batasan

wilayah dengan wilayah Palestina. Sebelumnya Inggris mengeluarkan deklarasi

Balfour yang menjanjikan bangsa Yahudi di Palestina untuk menghormati bangsa non

Yahudi yaitu muslim. Hal ini jauh dari kesan berhasil karena sampai sekarang masih

belum terealisasikan perdamaian tersebut.

Keterhambatan ICRC sebagai promotor Hukum Humaniter Internasional dan

International Criminal Court (ICC) sebagai Mahkamah Peradilan Interasional, yaitu

munculnya indikasi-indikasi tentang keterhambatan penegakan Hukum Humaniter

Internasional yang tercatat pada tahun 2010 Israel melakukan penyerangan ke

Palestina dengan memboikot bantuan kemanusian yang melewati jalur Gaza, serta

penyerangan yang dilakukan Israel kepada kapal Mavi Marmara saat akan

memberikan bantuan kepada Palestina. Saat itu helikopter Israel turun di atas kapal

Mavi Marmara dan tentara Israel turun dari helikopter kemudian menawan para awak

kapal, selain itu kapal perang Israel menembaki kapal Mavi Marmara. Peristiwa ini

mengakibatkan jatuhnya korban tewas termasuk seorang relawan.

Pada bulan November tahun 2012 , Israel kembali melancarkan serangannya

ke Palestina, dengan menyerang wilayah jalur Gaza yang menyebabkan Palestina

meminta bantuan kepada Dewan Keamanan PBB, untuk menghentikan serangan

Israel ke wilayah jalur Gaza. Hal ini kembali diserukan setelah Dewan Keamanan

PBB melaksanakan pertemuan darurat terkait penyerangan jalur Gaza tersebut.

Seperti dijelaskan oleh wakil PBB di Palestina sebagai pengamat Riyadh Mansour,

10

melalui suratnya kepada Dewan Keamanan PBB, yang berbunyi “Mobilisasi pasukan

pendudukan Israel di darat, termasuk menyiapkan tank-tank, kendaraan lapis baja dan

bus di dekat perbatasan Gaza menjadi penyebab keprihatinan serius dan permintaan

perhatian dari masyarakat internasional.” Adapun yang ditulis oleh Riyadh Mansour

kepada Duta India Hardeep Singh selaku presiden Dewan Keamanan (DK) PBB

menyatakan bahwa “Kami menegaskan kembali seruan untuk mendesak DK dalam

menegakkan Piagam PBB dan bertindak untuk melindungi penduduk sipil Palestina

dibawah pendudukan Israel sesuai hukum kemanusiaan internasional.” Pada hari

sebelumnya, Rabu 14 November 2012 Israel juga melancarkan serangan besar-

besaran terhadap Hamas di Gaza, yang menewaskan satu komandan Hamas dan 11

warga sipil lainnya. Tercatat korban warga Palestina terkait penyerangan Israel ke

jalur Gaza hingga Jum’at 16 November 2012 berjumlah 19 orang termasuk ibu hamil.

Pembelaan sebelumnya juga dilakukan oleh Ron Prosor sebagai Duta Israel untuk

PBB terhadap serangan udara Israel ke wilayah jalur Gaza di bawah kekuasaan

Palestina terkait respon serangan roket dari arah Gaza. Dewan Keamanan PBB telah

melakukan pertemuan membahas penyerangan Israel ke jalur Gaza, namun sejauh ini

belum mengambil tindakan apapun karena Israel akan melancarkan serangan yang

lebih luas ke wilayah Palestina9.

Penegakan Hukum Humaniter dalam Tragedi Kemanusiaan seperti genosida

yang terjadi di Rwanda dan konflik Kemanusiaan yang terjadi di Yugoslavia

9 http://www.solopos.com/2012/11/16/palestina kembali serukan aksi pbb atas serangan israel348199 diakses pada 16/11/2012 10:00 PM.

11

membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui Dewan Keamanan Perserikatan

Bangsa Bangsa (DK PBB) mendirikan ICTR (International Criminal Tribunal for

Rwanda) dan ICTY (International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia),

kedua badan yang didirikan oleh Dewan Keamanan PBB digunakan untuk mengadili

kejahatan internasional yang terjadi di Rwanda yaitu kejahatan genosida serta

kejahatan kemanusiaan di Yugoslavia.

Proses ini terjadi karena penyelesaian konflik di Rwanda terkait peran ICRC,

yaitu dengan kerjasama mekasnisme kuasi-yudisial (setengah hukum), yaitu sebuah

proses gacaca di Rwanda, dimana sebuah sistem alternatif keadilan transisional yang

menggunakan keadilan partisipatif dan dekat (parcipatory and proximity justice),

dimana individu-individu dari masyarakat tersebut bertindak sebagai hakim

rakyat/masyarakat, merupakan contoh dramatis dimana ICRC dipaksa bertindak

kedalam suatu tindakan penyimpanagan berbahaya. Di Rwanda ICRC terbukti tidak

menyampaikan informasi mengenai tahanan Rwanda individual ke pengadian gacaca

karena ICRC tidak ingin berhubungan dengan proses “peradilan”. Namun demikian

penyampaian informasi semacam itu mungkin telah memfasilitasi pembebasan

tahanan dari kondisi yang jelas berada dibawah standar minimum sambil membantu

mengakhiri periode penahanan yang sudah berlangsung lama, namun tidak terjadi

pemeriksaan hukum. Dalam situasi seperti ini, ICRC harus menyeimbangkan

mandatnya untuk bekerja bagi pembebasan tahanan setelah konflik dengan

kemungkinan kehilangan sebagian kredibilitas dengan memberikan informasi tentang

12

individu tertentu ke pengadilan gacaca10. Terbukti keberhasilan Hukum Humaniter

pada konflik Yugoslavia tahun 1991, yang melakukan pelanggaran hukum perang

seperti dalam Hukum Humaniter telah berhasil diselesaikan dan membawa para

penjahat perang kepada ICC untuk diproses sesuai hukum yang berlaku11. Keputusan

ini sesuai dengan putusan International Criminal Tribunal for former Yugoslavia

tahun 1993 dan disusul dengan keputusan International Criminal Tribunal for former

Rwanda pada tahun 1994, yang didalamnya dijelaskan tentang struktur sengketa

bersenjata yang berkaitan dengan kelompok atau internal yang bersifat kebanditan

bukan antar negara12.

Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh ICRC dalam mengimplementasikan

Hukum Humaniter Internasional dikonflik Palestina dan Israel, ICRC telah

melakukan berbagai usaha untuk mengimplementasikan HHI pada konflik Palestina-

Israel. Usaha-usaha yang dilakukan ICRC antara lain :

1. ICRC melakukan sosialisasi terkait dengan Hukum Humaniter Internasional pada

konflik bersenjata Palestina dan Israel. Sosialisasi ini ditujukan untuk

memberitahukan kepada kedua negara yang berkonflik beserta warga negara

didalamnya agar mengerti tentang apa itu HHI serta kegunaan HHI, sehingga

dapat terjadi berkurangnya pelanggaran HHI.

10 Toni Pfanner, Kerjasama antar komisi kebenaran dan Komite Internasional Palang MerahInternational Review of The Red Cross, volume 88 Number 862 June 2006.

11 http://id.scribd.com/doc/46512189/Hukum Humaniter Internasional Studi kasus Yugoslavi diaksespada 11/5/2012 10:56 PM.

12 15_Chapter 9. Hukum Humaniter Internasional.

13

2. ICRC melakukan perlindungan terhadap penduduk sipil dengan memberikan

tempat tinggal sementara yang aman dari daerah konflik, serta menggunakan

himbauan-himbauan berupa spanduk dan sebagainya.

3. ICRC melakukan perlindungan terhadap para tahanan dikedua belah negara yang

berkonflik, yaitu dengan cara menyantuni dan mengunjungi tahanan agar mereka

mendapatkan perhatian selayaknya orang yang ada di luar tahanan.

4. ICRC melindungi para tawanan perang kedua negara yang berkonflik dari hal yang

tidak manusiawi. Selain itu ICRC memberikan bantuan kemanusiaan kepada para

tawanan berupa makanan dan pakaian.

5. ICRC melindungi dan memberikan bantuan kepada anggota angkatan bersenjata

yang terluka baik di darat maupun di laut dengan memberikan perawatan medis,

serta melindungi mereka dari serangan konflik bersenjata yang ada13.

Usaha diatas merupakan tindakan yang dilakukan oleh ICRC pada setiap

konflik bersenjata terutama konflik bersenjata Palestina dan Israel, sesuai dengan

prinsip-prinsip dan ketentuan HHI. Namun pada kenyataannya perlindungan terhadap

warga sipil yang menjadi tugas ICRC masih sering dilanggar oleh Israel. Banyaknya

serangan kepada pemukiman penduduk sipil yang kemudian menimbulkan korban,

menjadi bentuk pelanggaran HHI. Hal ini yang kemudian menjadi hambatan tidak

maksimalnya ICRC mengimplementasikan HHI pada konflik bersenjata Palestina dan

Israel.

13 Kenali ICRC. Hlm. 16

14

Berbeda dengan implementasi Hukum Humaniter Internasional yang ada pada

konflik di Rwanda dan Yugoslavia konflik bersenjata di Palestina dan Israel, tidak

sesuai target yang akan dicapai oleh ICRC sebagai promotor HHI. Keterhambatan

penegakan HHI dalam konflik Palestina dan Israel yaitu dengan munculnya indikasi-

indikasi pelanggaran HHI oleh Israel dalam bentuk serangan militer ke wilayah

Palestina. Rentetan fakta peristiwa inilah yang memberikan indikasi-indikasi tidak

maksimalnya penegakan Hukum Humaniter pada konflik Palestina dan Israel.

C. Rumusan Masalah

Mengapa ICRC tidak maksimal dalam mengimplementasikan Hukum

Humaniter Internasional pada konflik bersenjata di Palestina ?

D. Batasan Masalah

Dari paparan fakta akan terjadinya berbagai pelanggaran hak-hak

kemanusiaan bahkan setelah diratifikasinya konvensi Jenewa yang menjadi dasar

terbentuknya susunan Hukum Humaniter Internasional, atau mekanisme sengketa

bersenjata, penulis bermaksud untuk memberikan analisis mengenai relevansi HHI

dan implementasinya melalui ICRC sebagai promotor HHI demi penegakan prinsip

dasar HHI dan tujuan meminimalisir dampak dan korban konflik bersenjata dalam

skala internasional maupun non internasional. Selain itu juga memberikan analisis

15

tentang masih relevannya Hukum Humaniter Internasional pada konflik bersenjata

Palestina dan Israel. Efektifitas ICRC pada perkembangan dan kemajuan upaya

penyelesaian konflik Palestina-Israel dalam kurun waktu 2010 sampai 2012. Metode

yang akan digunakan adalah pengkajian literatur dan sumber-sumber data untuk

membuktikan bahwa HHI masih relevan dan berlegitimasi dalam pengaplikasiannya,

dengan peran serta ICRC sebagai organisasi internasional yang netral, tidak memihak,

dan mandiri sesuai dengan prinsip-prinsip dasar ICRC.

E. Kerangka Teoritik

1. Organisasi internasional

Organisasi Internasional memiliki pengertian yaitu organisasi yang dibuat oleh

masyarakat internasional secara sukarela berdasarkan suatu perjanjian tertentu dan

memiliki tujuan bersama yang ingin dicapai. Adapun pengertian lainnya tentang

organisasi internasional yaitu, organisasi yang pelaku dan geraknya melintasi

batas negara, memiliki regulasi aturan yang harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh

anggotanya.

Organisasi Internasional juga diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan

kegiatan administrasinya, yaitu International Governmental Organizations

(IGOs) atau organisasi internasional antar pemerintah dan International Non-

16

Governmental Organizations (INGOs) atau organisasi internasional non

pemerintah. Adapun ciri-ciri organsasi internasional sebagai berikut:14

a. Merupakan organisasi permanen yang menjalankan suatu kesatuan fungsi;

b. Keanggotaannya bersifat sukarela bagi pihak-pihak yang memenuhi syarat;

c. Terdapat instrument pokok yang menjelaskan tentang tujuan, struktur, dan

metode operasional;

d. Terdapat badan yang menjadi perwakilan dari semua anggota;

e. Adanya kesekretariatan permanen untuk menjalankan kegiatan-kegiatan

administratif, penelitian, dan fungsi informasi secara kesinambungan.

Penjelasan fungsi organisasi internasional seperti yang dijelaskan oleh Harold K.

Jacobson terdiri atas 5 pokok, yaitu :15

a. Fungsi informasi yang di dalamnya terdapat pengumpulan, analisa,

pertukaran, serta desiminasi data dan informasi;

b. Fungsi normatif meliputi pendefinisian dan pendeklarasian suatu norma

standar. Fungsi ini tidak mengikat secara hukum, hanya sebatas himbauan

moral untuk menciptakan keamanan dan perdamaian;

c. Fungsi pembuatan peraturan yang hampir sama dengan fungsi normatif

namun lebih mengikat secara hukum, seperti adanya ratifikasi dari

anggotanya;

14 Sugito, (2008). Diklat Organisasi dan Administrasi Internasional. Yogyakarta : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, hlm.3, sebagaimana dikutip dalam skripsi Tiara Dewi Utami G (2012). Kegagalan ICRC Dalam Mengimplementasikan Hukum Humaniter Internasional di Kamp Penahanan Guantanamo (2000- 2011), hlm.9.

15 Ibid hlm. 10.

17

d. Fungsi pengawasan dan pelaksanaan peraturan dimana dalam hal ini

organisasi internasional menetapkan ukuran-ukuran pelanggaran dan

menetapkan langkah-langkah penanganan terhadap pelanggaran peraturan.

Fungsi ini memerlukan beberapa tahapan dalam penerapannya, berawal dari

penyusunan fakta-fakta yang didapat dari pelanggaran yang terjadi kemudian

diverifikasi untuk pemberian saksi. Hal ini dilakukan untuk menjamin

penegakan berlakunya peraturan oleh para aktor internasional;

e. Fungsi operasional yang meliputi penggunaan sumber daya organisasi.

Karakteristik Organisasi Internasional seperti halnya ICRC, yaitu memiliki

sifat dasar tergantung pada setiap negara anggotanya dan powerless saat

menghadapi negara-negara besar, seperti yang diungkapkan William D. Coplin

dalam teori kebijakan luar negeri, yaitu sebuah aktifitas yang dikembangkan oleh

komunitas untuk mengubah tingkah laku negara lain dan menyelaraskan aktifitas

mereka pada lingkungan internasional. Serupa dan juga berkesinambungan,

kebijakan luar negeri merupakan keputusan dan perilaku yang diambil oleh

negara-negara dalam interaksinya dengan negara lain. Selain itu, ringkas dan lebih

ditegaskan lagi bahwa kebijakan luar negeri merupakan suatu kebijakan, yang

dirumuskan di dalam negeri dan diimplementasikan ke luar, sebagai sebuah upaya

negara dalam mendapatkan kepentingan nasionalnya, menurut pandangan mikro

18

diplomasi, kebijakan luar negeri ini merupakan suatu bentuk perilaku dari aktor

atau negara16.

Teori ini kemudian dikaitkan dengan kerangka teoritik terkait penegakan

Hukum Humaniter Internasional dalam konflik Palestina dan Israel.

2. Power

Konsep power adalah konsep yang digunakan dalam menganalisis berbagai

fenomena hubungan internasional dan power menjadi bagian utama dalam

sebuah politik seperti yang dipaparkan oleh Hans J. Morgenthau dalam

konsep power, sebagai berikut :

Bisa terdiri dari apa yang menciptakan dan mempertahankan pengendalian

seseorang atas orang lain itu (dan itu) meliputi semua hubungan sosial yang

mendukung tujuan (pengendalian itu), mulai dari kekerasan fisik sampai ke

hubungan psikologis yang paling halus yang dipakai oleh pikiran seseorang

untuk mengendalikan pikiran orang lain17.

Colombus dan Wolfe juga menjalaskan tentang apa yang disebut dengan

power yaitu apa saja yang bisa menciptakan dan mempertahankan

pengendalian aktor A terhadap aktor B. Tiga unsur penting yang dimiliki oleh

power adalah : pertama, Authority atau wewenang yaitu sikap tunduk dari

16 William D. Coplin, Pengantar Politik Internasional : Suatu Telaah Teoritis, CV Sinar Baru, Bandung, 1992,hal.29 sebagaimana dikutip dalam jurnal publikasi umy.ac.id , hlm. 9.

17 Hans J. Morgenthau, sebagaimana dikutip dalam, Mohtar Mas,oed. (1990). Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan Metedologi, Jakarta:LP3ES. Hal. 117, sebagai mana dikutip dalam, skripsi Tiara Dewi Utami G (2012). Kegagalan ICRC Dalam Mengimplementasikan Hukum Humaniter Internasional DI Kamp Penahanan Guantanamo (2000- 2011), hlm.7-8.

19

aktor B yang bisa berupa arahan atau nasihat maupun perintah; kedua,

Influence atau pengaruh, yaitu penggunaan alat-alat persuasi yang dalam hal

ini tanpa menggunakan kekerasan oleh aktor A agar perilaku aktor B sesuai

dengan aktor A dan ketiga, Force yaitu daya paksa yang dimaknai sebagai

ancaman eksplisit atau penggunaan kekuatan militer, ekonomi sarana pemaksa

lainnya oleh aktor A terhadap aktor B untuk tercapai tujuan politik.18

ICRC merupakan lembaga independen internasional yang menjadi promotor

dari hukum humaniter internasional. ICRC menjadi promotor dari hukum

humaniter internasional dikarenakan keberadaan ICRC melatar belakangi

terciptanya Konvensi-konvensi Jenewa yang menjdi bagian penting dari lahirnya

Hukum Humaniter Internasional. Adanya kesepakatan tentang Hukum Humaniter

Internasional digunakan untuk menciptakan perang lebih humanis yang kemudian

diterapkan di seluruh dunia, dan ICRC pun menjadi promotornya serta

menjalankan tugasnya melindungi korban konflik dan memberikan bantuan

kemanusiaan.

Apabila dilihat dari permasalahan yang terjadi pada konflik Palestina dan

Israel, dari konsep power maka akan ditemukan penyebab penghambat ICRC,

dikarenakan ICRC tidak memiliki 3 unsur power yaitu authority, influence dan

force yang dapat membuat suatu pihak dapat mengikuti setiap arahan aturan yang

diberikan oleh ICRC. Unsur pertama, Authority : unsur ini tidak dimiliki oleh

ICRC, dimana ICRC tidak memiliki kekuatan wewenang yang kuat dalam

18 Ibid hlm. 7-8.

20

memberikan peraturan, arahan, perintah, serta nasehat kepada setiap negara yang

terkait konflik maupun aktor internasional yang terlibat didalamnya. Unsur kedua,

Influence atau pengaruh : dengan menggunakan alat-alat persuasi atau tanpa

kekerasan, disini ICRC tidak bisa secara maksimal memberikan pengaruh kepada

negara yang terkait konflik serta para aktor internasional didalamnya agar bisa

terpengaruh pada aturan dari ICRC. Unsur ketiga, Force atau daya paksa : dalam

hal ini ICRC sebagai Organisasi Internasional Independent tidak memiliki daya

paksaan bahkan yang berupa ancaman eksplisit, seperti kekuatan militer maupun

sarana paksaan lainnya kepada para negara yang terkait konflik maupun aktor

internasional yang ada didalamnya, agar dapat mentaati peraturan yang diberikan

oleh ICRC.

Jika dikaitkan dengan konsep organisasi internasional, dapat diketahui fungsi

ICRC sebagai organisasi internasional sesuai dengan fungsi organisasi Harold K.

Jacobson, yaitu19:

1. Fungsi informasi : ICRC memberikan segala informasi mengenai data-

data yang akurat berdasarkan mengenai misi kemanusiaannya.

2. Fungsi normatif : secara fungsi normative ICRC memberikan setiap nilai-

nilai kemanusiaan yang menjadi tujuan ICRC. Hal ini yang dilakukan oleh

ICRC, untuk meningkatkan martabat seluruh manusia dan mempengaruhi

sikap dari negara dunia dan para aktor internasional.

19 Ibid. Hlm.10-11.

21

3. Fungsi pembuatan peraturan : pembuatan peraturan yang dimiliki oleh

ICRC yaitu adanya Hukum Humaniter Internasional yang bersifat

mengikat dan wajib dipatuhi oleh para negara peserta konvensi Jenewa.

4. Fungsi pengawasan dan pelaksanaan peraturan : sebagai promotor Hukum

Humaniter Internasional ICRC harus melakukan pengawasan hukum

humaniter internasional di seluruh negara, dengan menjalankan hukum

humaniter sebagaimana mestinya, yaitu menjunjung tinggi hukum

humaniter dan memberikan sanksi kepada negara maupun aktor yang

melanggar aturan dari Hukum Humaniter Internasional.

5. Fungsi operasional : sebagai lembaga internasional yang independen,

dalam setiap misi kemanusiaannya ICRC selalu memberikan bantuan

kemanusiaannya serta menerjunkan para relawannya untuk membantu

serta menolong para korban di setiap konflik bersenjata.

Hambatan ICRC dalam melakukan implementasi hukum-hukum

humaniter internasional, karena ICRC merupakan organisasi sui generis

(mempunyai status unik) : yaitu secara hukum ICRC bukan sebagai organisasi

antar pemerintah maupun organisasi non-pemerintah. ICRC adalah sebuah

perkumpulan swasta yang berdasarkan Hukum Swiss yang mempunyai

mandat internasional berdasarkan Hukum Internasional Publik. Mandat yang

diberikan kepada ICRC diberikan oleh negara-negara peserta Konvensi

Jenewa, yang digunakan untuk menolong para korban konflik bersenjata. Oleh

karena itu kegiatan yang dilakukan ICRC mempunyai akar yang kokoh dalam

22

Hukum Internasional Publik serta dalam situasi kekerasan lainnya, mandat

ICRC berasal dari status gerakan. Selain itu negara-negara memberikan

mandat kepada ICRC untuk memantau diterapkannya Hukum Humaniter

Internasional secara konsisten dan ICRC menyetir Hukum Humaniter

Internasional secara umum20.

Maka dapat dilihat dengan menggabungkan keberadaan konsep power

dengan konsep organisasi internasional, bahwa ICRC bukanlah organisasi

pemerintah maupun non-pemerintah, namun ICRC merupakan perkumpulan

swasta berdasarkan Hukum Swiss yang memliki mandat internasional,

sehingga keberadaan ICRC dalam konflik Palestina tidak memiliki unsur

kekuatan yang kuat pada power (authority, influence dan force), dalam

menangani konflik Palestina dan Israel, dikarenakan ICRC hanya sebagai

perkumpulan swasta yang memiliki mandat internasional dari negara peserta

Konvensi Jenewa, sehingga ICRC mengalami hambatan dalam implementasi

Hukum Humaniter Internasional pada konflik bersenjata Palestina dan Israel.

F. Hipotesa

Sebuah hipotesis sesuai permasalahan, yaitu faktor yang menghambat ICRC

dalam implementasi Hukum Humaniter Internasional pada konflik bersenjata

Palestina dan Israel adalah : ICRC organisasi internasional independen yang notaben

sebagai promotor dari Hukum Humaniter Internasional tidak memiliki kekuatan unsur

20 The-ICRC-Its-Mission-and-Work-Ind.pdf

23

dari power (authority, influence dan force) yang kuat, dalam melakukan implemetasi

Hukum Humaniter Internasional pada konflik bersenjata Palestina dan Israel. ICRC

tidak dapat mengkoordinasikan negara atau aktor internasional lainnya untuk

menyelesaikan konflik bersenjata tersebut, serta lemahnya ICRC menembus kekuatan

pendukung kekuatan Israel sehingga tidak dapat maksimal dalam

mengimplementasikan Hukum Humaniter Internasional dalam konflik bersenjata

Palestina dan Israel.

G. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan panduan bagi peneliti mengenai bagaimana

penelitian dilakukan. Dalam pembuatan tulisan ini penulis menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan menjawab permasalahan dari kasus yang ada pada

penelitian ini. Metode pengumulan data menggunakan sumber data berdasarkan buku,

jurnal, internet atau web, serta berbagai kumpulan media yang berkaitan dengan

penelitian ini.

H. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini bertujuan untuk :

1. Memberitahukan serta menginformasikan bahwa masih relevannya Hukum

Humaniter Internasional untuk ditegakkan dalam konflik bersenjata di setiap

daerah konflik, terutama di Palestina dan Israel. ICRC merupakan lembaga

independen internasional yang bergerak di bidang kemanusiaan, dan bertugas

24

sebagai promotor dari Hukum Humaniter Internasional. Fakta inilah yang

menjadikan sebuah relevansi terhadap masih berlakunya Hukum Humaniter

Internasional di daerah yang terkait konflik bersenjata. Mahkamah Peradilan

Internasional pun menjadi lembaga tertinggi yang mengurusi pelanggaran perang

yang dilakukan oleh para penjahat perang yang ada pada konflik bersenjata

Palestina dan Israel. Fakta dari penelitian ini yang dijadikan tujuan penulisan,

terkait masih relevannya Hukum Humaniter Internasional pada konflik bersenjata

Palestina dan Israel. Serta memberitahukan bahwa tugas ICRC sebagai penengak

dan promotor Hukum Humaniter Internasional masih sangat berperan penting

dalam konflik bersenjata Palestina dan Israel.

2. Selain bertugas sebagai penegak Hukum Humaniter Internasional ICRC juga

tidak melupakan tugas utamanya sebagai Palang Merah Internasional yang

menangani korban luka maupun korban tewas yang ada pada daerah yang sedang

terjadi konflik bersenjata.

3. Penjelasan akan perbedaan keberadaan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan

penegakan Hukum Humaniter Internasional. Dalam implementasinya HHI telah

mengkondisikan situasi konflik bersenjata demi meminimalisasi dampak perang,

baik berupa jumlah korban jiwa maupun dampak materiil lain serta dampak

imateriil. Hukum humaniter setidaknya juga memberikan dan menyediakan

kondisi dan fisilitas minimum demi terlindunginya hak-hak dasar manusia.

4. Memberitahukan serta menginformasikan tugas ICRC bukan hanya melakukan

pertolongan medis kepada para korban konflik bersenjata yang ada di Palestina

25

dan Israel tanpa membedakan siapa pun hanya berdasar asas kemanusiaan sesuai

prinsip ICRC. Namun ICRC juga menegakkan Hukum Humaniter Internasional

yang telah disetujui dunia pada Konvensi Jenewa 1949.

5. Memberitahukan bahwa International Criminal Court (ICC) sebagai Mahkamah

Peradilan Internasional lembaga tertinggi yang menangani kasus pelanggaran

Hukum Humaniter Internasional di konflik bersenjata Palestina dan Israel, masih

memberikkan sanksi terkait pelanggaran perang yang terjadi serta menjaga

relevansi dari Hukum Humaniter Internasional.

6. Menginformasikan contoh kasus yang telah maupun tengah ditangani oleh ICC

dalam upaya penegakan keadilan akibat konflik bersenjata, baik internasional

maupun non-internasional demi tercapainya keadaan humanis dan upaya

pencapaian perdamaian di seluruh belahan dunia.

I. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam pembahasan penulisan skripsi ini maka penulis

menggunakan sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:

BAB I : Berisi tentang bab pendahuluan yang menguraikan alasan

Pemilihan Judul, Latar Belakang, Rumusan Masalah, Hipotesa,

Batasan Masalah, Teori, Tujuan Penulisan dan Sistematika

Penulisan dengan memberikan gambaran dan ulasan secara umum.

26

BAB II : Pada bagian ini dibahas mengenai peranan ICRC dalam

menegakkan Hukum Humaniter Internasional dan dalam membantu

korban pada konflik bersenjata Palestina dan Israel, yang didalamnya

menjelaskan sejarah berdirinya ICRC serta perkembangannya dalam

memberikan bantuan kemanusiaan pada konflik bersenjata Palestina

dan Israel, menjelaskan ketidakmaksimalan ICRC dalam

mengimplementasikan Hukum Humaniter Internasional dalam

konflik bersenjata Palestina dan Israel, dan hubungan ICRC dengan

lembaga penegak Hukum Humaniter Internasional.

BAB III : Pada bagian ini akan diuraikan mengenai pelanggaran-pelanggaran

Hukum Humaniter Internasional dalam konflik bersenjata Palestina

dan Israel.

BAB IV : Bab ini merupakan pembahasan dan jawaban dari rumusan

masalah mengenai peran, hambatan, dan kelemahan ICRC dalam

implementasi Hukum Humaniter dalam konflik bersenjata Palestina

dan Israel.

BAB V : Bab ini merupakan bab terakhir, kesimpulan pemaparan jawaban

dari rumusan masalah pada BAB I.