Hukum Humaniter Diklapa i

download Hukum Humaniter Diklapa i

If you can't read please download the document

Transcript of Hukum Humaniter Diklapa i

RAHASIATENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT KODIKLAT Lampiran II Keputusan Dankodiklat TNI AD Nomor : Kep / 106 / III / 2010 Tanggal : 10 Maret 2010

PETUNJUK UMUM ( Khusus untuk Tenaga Pendidik ) 1. Mata Pelajaran Untuk jenis/macam pendidikan 2. Jumlah Jam Pelajaran a. b. c. d. 3. Teori Praktek siang Praktek malam Ujian : Hukum Humaniter : Diklapa I : 9 : 8 : : : 1 Jam Pelajaran Jam Pelajaran Jam Pelajaran Jam Pelajaran

Isi Pelajaran : a. b. c. d. e. f. g. Pendahuluan. Hukum Humaniter dan perkembangannya Penerapan Hukum Humaniter dalam Ops Mil untuk perang. Penerapan Hukum Humaniter dalam Ops Mil selain perang Pertanggung jawaban Komando. Penutup. Evaluasi

4.

Tujuan Pelajaran : a. Tujuan Kurikuler : Agar Perwira Siswa mengetahui tentang Hukum

Humaniter b. Tujuan Instruksional. 1) Pendahuluan ( 15 menit ) a) Tujuan instruksional umum. Agar Pasis mengetahui

maksud dan tujuan diberikan pelajaran Hukum Humaniter b) Kriteria keberhasilan. Pasis dapat terbatas menjelaskan

maksud dan tujuan diberikan pelajaran Hukum Humaniter serta menunjukkan antusias/minat dalam menerima pelajaran.

RAHASIA

2 2) Hukum Humaniter dan perkembangannya. (1 JP 30 Menit) a) Tujuan instruksional umum. Agar Pasis mengetahui

pengetahuan tentang Hukum Humaniter dan perkembangannya b) Kriteria keberhasilan. Pasis dapat terbatas menjelaskan

tentang Terbentuknya Hukum Humaniter, Protokol I Konvensi Jenewa 1949, Protokol II Konvensi Jenewa 1949, Konvensi Den Haag Tahun 1954, Resolusi-resolusi PBB dibidang Hukum Humaniter, Konvensi Jenewa Tahun 1980, Perkembangan Hukum Humaniter di Indonesia, Komponen Hukum Humaniter, Tujuan Hukum Humaniter, Ius In Bello, Prinsip Hukum Humaniter dan Lingkup Penerapan Hukum Humaniter. 3) (2 JP) a) Tujuan instruksional umum. Agar Pasis mengetahui Penerapan Hukum Humaniter dalam Ops Mil untuk perang.

pengetahuan tentang Penerapan Hukum Humaniter dalam Ops Mil untuk perang. b) Kriteria keberhasilan. Pasis dapat terbatas menjelaskan

tentang Hukum Perang lawan Kepentingan Militer, Prinsipprinsip taktis mengutamakan hal-hal yang pokok, Penerapan Hukum Humaniter dalam Operasi Militer Untuk Perang dan Sosialisai Hukum Humaniter kepada Prajurit TNI. 4) (2 JP). a) Tujuan instruksional umum. Agar Pasis mengetahui Penerapan Hukum Humaniter dalam Ops Mil selain perang.

pengetahuan tentang Penerapan Hukum Humaniter dalam Ops Mil selain perang

3 b) Kriteria keberhasilan. Pasis dapat terbatas menjelaskan

tentang Penerapan Hukum Humaniter pada Bantuan kepada Polri, Mekanisme Bantuan dan Penerapan Hukum Humaniter pada Pasukan Perdamaian PBB 5) Pertanggung jawaban Komando. ( 1 JP 15 Menit ). a) Tujuan instruksional umum. Agar Pasis mengetahui

pengetahuan tentang Pertanggung jawaban Komando. b) Kriteria keberhasilan. Pasis dapat terbatas

menjelaskan pengetahuan tentang Tanggung Jawab Komandan, Instruksi-instruksi, Pelaksanaan Komando, Tugas-tugas pokok bagi anak buah dan Pengawasan Terhadap Pelaksanaan 6) Penutup (30 menit) a) Tujuan instruksional umum. Agar Pasis mengetahui Hukum Humaniter dalam menunjang

pentingnya pelajaran pelaksanaan tugas. b)

Kriteria keberhasilan. Pasis dapat menjelaskan seluruh 2 pelajaran yang telah diberikan. 7) Evaluasi (1 JP). a) Tujuan instruksional umum. Agar tingkat pemahaman

Pasis dapat diukur/diketahui sesuai pelajaran Hukum Humaniter yang telah diberikan. b) Kriteria keberhasilan. Pasis dapat menjawab pertanyaan

tentang Hukum Humaniter dengan benar.

4 5. Metoda : a. b. 6. Metoda Utama Metoda penunjang : Ceramah dan Diskusi : Tanya Jawab

Alins/Alongins : a. b. c. d. OHP dan Transparansis. Papan Tulis / Penghapus Spidol. LCD Proyektor

7.

Proses Belajar Mengajar :

NO 1 1.

KEGIATAN GADIK 2 Pendahuluan

KEGIATAN SISWA 3

- Menjelaskan secara umum tentang - Memperhatikan, mendengarkan maksud dan tujuan perlunya diberikan dan mencatat hal-hal yang penting pelajaran Hukum Humaniter 2. Hukum Humaniter dan perkembangannya a. Menjelaskan secara rinci tentang Terbentuknya Hukum Humaniter, Protokol I Konvensi Jenewa 1949, Protokol II Konvensi Jenewa 1949, Konvensi Den Haag Tahun 1954, Resolusi-resolusi PBB dibidang Hukum Humaniter, Konvensi Jenewa Tahun 1980, Perkembangan Hukum Humaniter di Indonesia, Komponen Hukum Humaniter, Tujuan Hukum Humaniter, Ius In Bello, Prinsip Hukum Humaniter dan Lingkup Penerapan Hukum Humaniter. a. Memperhatikan, mendengarkan dan mencatat hal-hal yang penting

5

1

2 b. Melaksanakan pengecekan/ Evaluasi terhadap pelajaran yang diberikan dengan melemparkan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari/ke Pasis.

3 b. Menjawab pertanyaan dari Gadik dengan menjelaskan secara tidak mendalam dan mengajukan pertanyaan kepada Gadik

3.

Penerapan Hukum Humaniter dalam Ops Mil untuk perang a. Menjelaskan secara rinci tentang Hukum Perang lawan Kepentingan Militer, Prinsip-prinsip taktis mengutamakan hal-hal yang pokok, Penerapan Hukum Humaniter dalam Operasi Militer Untuk Perang dan Sosialisai Hukum Humaniter kepada Prajurit TNI. b. Melaksanakan pengecekan / Evaluasi terhadap pelajaran yang diberikan dengan melemparkan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari/ke Pasis. a. Memperhatikan, mendengarkan dan mencatat hal-hal yang penting

b. Menjawab pertanyaan dari Gadik dengan menjelaskan secara tidak mendalam dan mengajukan pertanyaan kepada Gadik

4.

Penerapan Hukum Humaniter dalam Ops Mil selain perang a. Menjelaskan secara rinci tentang Penerapan Hukum Humaniter pada Bantuan kepada Polri, Mekanisme Bantuan dan Penerapan Hukum Humaniter pada Pasukan Perdamaian PBB b. Melaksanakan pengecekan / Evaluasi terhadap pelajaran yang diberikan dengan melemparkan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari/ke Pasis. a. Memperhatikan, mendengarkan dan mencatat hal-hal yang penting

b. Menjawab pertanyaan dari Gadik dengan menjelaskan secara tidak mendalam dan mengajukan pertanyaan kepada Gadik

5.

Pertanggung jawaban Komando a. Menjelaskan secara Tanggung Jawab Instruksi-instruksi, Komando, Tugas-tugas anak buah dan Terhadap Pelaksanaan rinci tentang Komandan, Pelaksanaan pokok bagi Pengawasan a. Memperhatikan, mendengarkan dan mencatat hal-hal yang penting

6

1

2 b. Melaksanakan pengecekan / Evaluasi terhadap pelajaran yang diberikan dengan melemparkan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari/ke Pasis.

3 b. Menjawab pertanyaan dari Gadik dengan menjelaskan secara tidak mendalam dan mengajukan pertanyaan kepada Gadik

6.

Penutup a. Memberikan kesimpulan a. Memperhatikan mendengarkan /rangkuman dan penekanan terhadap dengan dan mencatat hal-hal yang seluruh materi pelajaran yang telah penting diberikan. b. Melaksanakan pengecekan /evaluasi terhadap pelajaran yang telah diberikan dengan melemparkan pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari/ke Pasis b. Menjawab pertanyaan mengajukan pertanyaan dari kepada gadik dan dan

7.

Evaluasi a. Menyusun bahan ujian yang a. Mengikuti ujian pada waktu dan diketahui Kadeppengmilum dan tempat yang telah ditentukan. dalam pelaksanaan ujian sebagai pengawas umum. b. Menyerahkan bahan evaluasi b. Menyerahkan ujian kepada Kasiopsdik dan Pengawas ujian. mengoreksi / menilai hasil ujian Pasis. hasil ujian kepada

8.

Kualifikasi Tenaga pendidik.

Perwira yang sudah berkualifikasi Susgadik ,

Susgumil dan menguasai materi tentang Hukum Humaniter.

9.

Referensi.

Surat Keputusan Dirkumad Nomor Skep/50/XII/2006 tanggal 29

Desember 2006 tentang NSS Hukum Hak Azasi Manusia

RAHASIA 7 10. Lain-lain. a. b. Naskah Sekolah sementara ini disusun untuk kepentingan Lembaga Untuk kepentingan Pasis dapat direproduksi Lembaga Pendidikan pendidikan Kecabangan TNI AD. tanpa Petunjuk Umum dan Evaluasi tiap Bab serta Evaluasi Akhir Pelajaran.

A.n. Komandan Kodiklat Dirdik

K. Joy. Sihotang, M. Sc. Brigadir Jenderal TNI

RAHASIA

RAHASIA

DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN 1. 2. 3. BAB II Umum............................................................................... Maksud dan Tujuan.......................................................... Ruang Lingkup dan Tata Urut........................................... 1 1 1

HUKUM HUMANITER DAN PERKEMBANGANNYA 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Umum............................................................................... Terbentuknya Hukum Humaniter...................................... Protokol I Konvensi Jenewa 1949.................................... Protokol II Konvensi Jenewa 1949................................... Konvensi Den Haag Tahun 1954...................................... Resolusi-resolusi PBB dibidang Hukum Humaniter.......... Konvensi Jenewa Tahun 1980......................................... Perkembangan Hukum Humaniter di Indonesia............... Komponen Hukum Humaniter.......................................... Tujuan Hukum Humaniter................................................. Ius In Bello....................................................................... Prinsip Hukum Humaniter................................................. Lingkup Penerapan........................................................... Evaluasi............................................................................ 2 3 5 12 14 15 17 18 19 21 22 29 31 33

BAB

III

PENERAPAN HUKUM HUMANITER DALAM OPS MIL UNTUK 18. 19. 20. Umum............................................................................... Hukum Perang lawan Kepentingan Militer........................ Prinsip-prinsip taktis mengutamakan hal-hal yang pokok 34 34 35 37 38 41

PERANG.

21. Penerapan Hukum Humaniter dalam Operasi Militer Untuk Perang............................................................................... 22. 23. Sosialisai Hukum Humaniter kepada Prajurit TNI............. Evaluasi............................................................................

RAHASIA

RAHASIA ii BAB IV PENERAPAN HUKUM HUMANITER DALAM OPS MIL SELAIN 24. 25. 26. Umum................................................................................ Penerapan Hukum Humaniter pada Bantuan kepada Polri Mekanisme Bantuan.......................................................... 42 42 42 44 44

PERANG

27. Penerapan Hukum Humaniter pada Pasukan Perdamaian PBB.......................................................... 28. BAB V Evaluasi............................................................................

PERTANGGUNG JAWABAN KOMANDO 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. Umum................................................................................ Tanggung Jawab Komandan meliputi............................... Instruksi-instruksi. ............................................................. Pelaksanaan Komando..................................................... Tugas-tugas pokok bagi anak buah.................................. Pengawasan Terhadap Pelaksanaan............................... Evaluasi............................................................................. 44 44 45 47 49 50 51

BAB

VI

EVALUASI AKHIR PELAJARAN 36. Soal Ujian ......................................................................... 51

BAB

VII

PENUTUP 37. Penutup............................................................................. 52

RAHASIA

RAHASIATENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT Lampiran III Keputusan Dankodiklat TNI AD Nomor : Kep / 106 / III / 2010 KODIKLAT Tanggal : 10 Maret 2010

HUKUM HUMANITERBAB I PENDAHULUAN 1. Umum. Perang merupakan salah satu bentuk penyelesaian suatu konflik

dua pihak jika penyelesaian melalui dialog atau diplomasi mengalami jalan buntu maka perang menjadi pilihan terakhir dalam penyelesaian masalah tersebut. Namun demikian karena dampak perang sangat merugikan kedua belah pihak yang bersengketa maka perlu pembatasan-pembatasan dalam sengketa bersenjata agar kehancuran yang fatal akibat dari perang dapat dikurangi atau mengeliminir penderitaan yang berlebihan. Kehancuran lingkungan, sosial budaya, politik dan ekonomi sangat dirasakan oleh negara-negara yang melakukan perang terutama yang mengalami kekalahan dimana hukum humaniter kurang diperhatikan oleh pelaku perang. 2. Maksud dan Tujuan. a. Maksud. Penyusunan Naskah Sekolah Sementara ini sebagai pedoman bagi Gadik dan Pasis dalam proses belajar mengajar di Lembaga Pendidikan. b. Tujuan. Humaniter 3. Agar Perwira siswa mengetahui tentang Hukum

Ruang Lingkup dan Tata Urut. a. b. c. d. e. f. g. Pendahuluan. Hukum Humaniter dan perkembangannya Penerapan Hukum Humaniter dalam Ops Mil untuk perang. Penerapan Hukum Humaniter dalam Ops Mil selain perang Pertanggung jawaban Komando. Evaluasi Akhir Pelajaran. Penutup. RAHASIA

2 BAB II HUKUM HUMANITER DAN PERKEMBANGANNYA 4. Umum. a. Dalam hampir semua peradaban, baik yang terjadi pada masa kuno maupun pada abad pertengahan, aturan-aturan yang, membatasi hak dari pihak yang berperang untuk mengakibatkan kehancuran pada lawannya selalu ada. Aturan untuk melindungi orang-orang dalam kategori tertentu dapat ditelusuri kembali pada bangsa Persia, Yunani dan Romawi, juga negara-negara India, Islam, Cina Kuno, Afrika dan negara-negara kristen. Kategori-kategori orang-orang yang dilindungi termasuk perlindungan terhadap perempuan, anak-anak dan orang tua, kombatan yang tidak bersenjata dan para tawanan perang. Serangan-serangan terhadap obyekobyek tertentu seperti tempat ibadah serta cara-cara berperang yang licik, seperti penggunaan racun, adalah dilarang. Akan tetapi hukum perang yang didasarkan pada konvensi, baru berkembang pada abad ke-19 ketika peperangan yang terjadi melibatkan pasukan-pasukan nasional dalam jumlah besar, yang menggunakan senjata baru dan lebih destruktif sehingga menimbulkan korban luka yang sangat luar biasa di medan pertempuran. Hal tersebut semata-mata bukan suatu kebetulan bila mengingat bahwa perkembangan tersebut terjadi pada saat negara-negara barat telah memberlakukan prinsip-prinsip umum tentang penghormatan terhadap manusia. Satu aturan tegas yang mengatur perkembangan seperti ini terdapat dalam Konvensi Jenewa 1864 tentang perbaikan kondisi anggota angkatan perang yang luka di darat. Konvensi ini mengungkapkan dengan jelas ide tentang prinsip kemanusiaan yang diterapkan secara umum karena konvensi ini mewajibkan para Pihak Peserta Agung untuk memperlakukan mereka yang luka dan sakit secara sama, baik itu anggota angkatan bersenjatanya sendiri maupun dari pihak musuh. Peristiwa lainnya yang sangat penting adalah rancangan Lieber Code (1863), yang memuat tentang hukum dan kebiasaan berperang yang juga menuntut adanya ruang-ruang untuk kemanusiaan yang tadinya tidak begitu jelas. Secara umum Lieber Code bahkan lebih penting bagi perkembangan Hukum Humaniter Internasional jika dibandingkan dengan konvensi Jenewa tahun 1864.

3 b. Pada waktu terjadi peperangan Solferino tahun 1859 di Italia utara,

mendorong Henri Dunant seorang pengusaha berkebangsaan Swiss menulis buku yang berkenaan dengan bencana akibat peperangan. Dampak dari tulisan Henry Dunant inilah yang diimplementasikan dalam pembebtukan organisasi Palang Merah. Organisasi Palang Merah inilah yang menjai pioner terbentuknya Hukum Humaniter yang berlaku universal. 5. Terbentuknya Hukum Humaniter. a. Asal mula Hukum Humaniter. Instrumen pertama dari Hukum Humaniter Internasional ini timbul atas inisiatif Henry Dunant setelah ia melihat penderitaan para korban peperangan yang mengerikan di Solferino. Hukum Humaniter Internasional telah mengalami perkembangan akibat pengalaman-pengalaman yang dramatis seperti di Solferino, dimana meningkatnya penderitaan manusia telah membawa kepada perkembangan hukum baru, yang berusaha mencegah terulangnya pengalaman buruk tersebut. Pernyataan ini menyiratkan bahwa Hukum Humaniter Internasional selalu tertinggal di belakang. Demikian pula, Protokol-protokol Tambahan 1977 merupakan hasil perkembangan bentuk-bentuk konflik selama dua dekade terakhir yang telah membawa kesulitan baru dan menyebabkan meningkatnya jumlah korban dimana Konvensi Jenewa 1949 belum memberikan perlindungan yang memadai. Hampir satu abad lebih, lingkup orang-orang yang dilindungi oleh Hukum Humaniter Internasional telah diperluas. Satu ciri yang muncul dari hal tersebut adalah adanya definisi terhadap kelompok orang-orang yang dilindungi yaitu : 1) 2) 3) 4) Orang-orang yang luka Orang sakit, korban karam. Tawanan perang. Penduduk sipil yang berada dalam kekuasaan musuh.

Pada perkembangan terakhir perlindungan ditujukan kepada semua orang yang tidak ikut serta atau telah berhenti dari keikutsertaan di dalam suatu pertempuran. Dapat dicatat, bahwa peraturan-peraturan demikian telah terdapat di dalam Lieber Code.

4 Sebagaimana yang kita lihat, perlindungan terhadap orang-orang tersebut dalam hukum humaniter ternyata menyerupai hak asasi manusia, perbedaan, harus dilindungi. b. Perkembangan Hukum Humaniter. Pada tahun 1864 organisasi perlindungan pada sistim yang menyatakan bahwa semua orang, tanpa

Palang Merah mendesak pemerintah Swis untuk mengadakan konverensi internasional membahas tentang bencan akibat perang yang sangat mengerikan bagi kemanusiaan pada peperangan di Italia Utara, sehingga dari konferensi ini menghasilkan Hukum Humaniter yang pertama. Konferensi ini menghasilkan Konvensi Jenewa I membahas mengenai perbaikan kondisi prajurit yang terluka di medan pertempuran, dan ditandatangani oleh 16 negara. Perkembangan Hukum Humaniter selanjutnya yang diselenggarakan pada tahun 1906, 1929 dan 1949 di Jenewa, pengembangan Hukum Humaniter paling akhir terjadi pada tahun 1977 dengan diterimanya Protokol Tambahan I pada Konvensi Jenewa tahun 1949 tentang Sengketa Bersenjata Internasional dan Protokol Tambahan II tentang sengketa bersenjata non Internasional. c. Hukum Humaniter Diplomatik tidak yang hanya dikembangkan melalui konferensioleh Palang Merah

konferensi

diselenggarakan

Internasional tetapi juga melalui forum Perserikatan Bangsa-bangsa yang telah menghasilkan beberapa konvensi dan resolusi. d. Ketentuan-ketentuan Hukum Humaniter yang baru ini terdiri dari : 1) Protokol Tambahan pada Konvensi-konvensi Jenewa ke 12

Agustus 1949 dan yang berhubungan dengan Perlindungan Korban Sengketa Bersenjata Internasional (disingkat Protokol I). 2) Protokol Tambahan pada Konvensi-konvensi Jenewa 12

Agustus 1949 dan yang berhubungan dengan Perlindungan Korban Sengketa Bersenjata Internasional (disingkat Protokol II). 3) Konvensi mengenai perlindungan benda-benda Kebudayaan

jika terjadi pertikaian bersenjata, (ditanda tangani di Den Haag pada tanggal 14 Mei 1954, dan disingkat Konvensi Den Haag 1954).

5 4) Konvensi tentang larangan atau Pembatasan Penggunaan

Senjata konvensi tertentu, (ditanda tangani di Jenewa pada tanggal 10 Oktober 1980, dan disingkat : Konvensi Jenewa 1980). Tersebut pada sub. 1) dan 2) dihasilkan melalui konferensi Diplomatik tahun 1977, yang diselenggarakan oleh Pemerintah Swiss di Jenewa atas prakarsa Palang Merah Internasional dan sub 3), dihasilkan melalui konferensi Internasional yang diselenggarakan oleh Pemerintah Belanda di Den Haag. Konferensi ini atas prakarsa Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO dan sub 4) dihasilkan melalui Konferensi PBB yang diselenggarakan di Jenewa pada tahun 1980. Selain Konvensi dan Protokol sebagai mana tersebut diatas terdapat beberapa resolusi PBB, yaitu : a) b) c) 6. Resolusi PBB No. 2444 tahun 1968. Resolusi PBB No. 2675 tahun 1970. Resolusi PBB No. 31/72 tahun 1976.

Protokol I Konvensi Jenewa 1949. a. Umum. Protokol I merupakan penegasan kembali atas ketentuan-

ketentuan Hukum Humaniter yang telah ada khususnya terhadap Konvensi Jenewa 1949 dan menyempurnakan atau melengkapi ketentuan-ketentuan yang dianggap sudah tidak memenuhi lagi perkembangan Dunia yang sangat cepat yang berlangsung dari tahun 1949 sampai tahun 1960-an dengan timbulnya gerakan-gerakan melawan penjajahan dan penduduk asing dan Regien Rasialis. Jadi ketentuan-ketentuan didalam Protokol I sebagia terdiri dari ketentuan-ketentuan yang mengatur masalah atau hal-hal yang sudah diatur sebelumnya dalam Konvensi Jenewa 1949 tetqpi yang dianggap perlu untuk dipertegas, dilengkapi dan disempurnakan, dan sebagian lagi terdiri dari ketentuan yang mengatur hal-hal/ masalah baru. b. Pengertian. 1) Di dalam Protokol I diatur tentang perlindungan bagi korban-

korban Sengketa Bersenjata Internasional. 2) Yang dimaksud dengan perlindungan ialah :

6 a) b) Memperlakukan pihak lawan secara perikemanu

siaan (tidak secara kejam). Menempatkan orang yang dilindungi atau obyek, yang dalam situasi yang tidak membahayakan atau dilindungi menderita. c) Mencegah terjadinya penderitaan yang tidak perlu atau penderitaan yang berlebih-lebihan dan akibat yang yang tidak membeda-bedakan. 3) Yang dimaksud korban-korban Sengketa Bersenjata atau oranga) b) c) d) 4) Combatan ( ps. 43 ). Tawanan Perang ( ps. 44,45 ). Orang Sipil/Penduduk Sipil ( ps. 50,51 ). Obyek Sipil ( ps. 52 s/d 56 ). orang/obyek-obyek yang dilindungi ialah :

Yang dimaksud dengan Sengketa Bersenjata Internasional

ialah : Persengketaan Bersenjata yang bersifat Internasional, dapat antara dua Negara atau lebih, atau antara Negara dengan Pihak lain yang belum berstatus sebagai negara. c. Ruang Lingkup. Berlakunya Protokol I lebih luas dari pada konvensi Jenewa 1949, karena selain meliputi keadaan-keadaan yang disebut dalam pasal 2 Konvensi-konvesi Jenewa 1949, Protokol ini juga berlaku dalam Sengketa-sengketa bersenjata dimana rakyat berperang melawan Dominasi Kolonial (penjajah) dan pendudukan Asing dan Rasionalis. d. Mulai Berlaku dan Berakhirnya Protokol. 1) Di dalam pasal 3 Protokol I ditentukan bahwa Konvensi dan protokol ini harus berlaku sejak dari permulaan setiap situasi yang disebutkan dalam Pasal I protokol ini dan berakhir pada saat yang ditentukan secara umum Operasi-operasi Militer. 2) Untuk menjamin pengawasan dan pelaksanaan Protokol (serta Lamanya perlindungan yang diberikan mulai dari sejak Konvensi-konvensi Jenewa 1949) harus ditunjuk negara pelindung pengganti. permulaan situasi yang ditunjuk dalam pasal I Protokol hingga saat diakhirinya secara Umum Operasi Militer.

7 e. Perlindungan Terhadap Korban Sengketa Bersenjata. 1) Penduduk Sipil dan orang-orang perorangan harus menikmati perlindungan umum terhadap bahaya-bahaya yang timbul dari Operasioperasi Militer. 2) saja. 3) Terhadap yang luka, sakit dan korban karam (baik kombatan /penduduk sipil atau orang perorangan sipil) harus diberi perlindungan dan perlakuan yang berkemanusian. 4) Kesehatan jasmani dan rokhani orang-orang yang di-kuasai pihak lawan atau mereka yang diasingkan, ditawan atau dicabut kemerdekaanya, sebagai akibat dari situasi tersebut pasal I tidak boleh dibahayakan jiwanya. 5) Harus diberikan perlindungan terhadap kesatuan-kesatuan kesehatan sipil, anggota Dinas Kasehatan dan Dinas Keagamaan, serta mereka yang melakukan kegiatan-kegiatan kesehatan seperti penduduk Sipil dan Perhimpunan Palang Merah Nasional serta Perhimpunan bantuan lainnya harus diperbolehkan mengumpulkan dan merawat orang-orang luka, sakit dan korban karam, meskipun didaerah yang diserbu dan diduduki. 6) Juga mereka itu harus diperkenankan mencari yang tewas serta melaporkan tempatnya. Kapal Kesehatan Militer, kapal kesehatan dari per-himpunan penolong atau Palang Merah, harus juga dihormati dan dilindungi mereka itu mengangkut orang-orang sipil yang luka, sakit dan korban karam yang tidak termasuk pengertian pasal 13 Konvensi II (orangorang yang dilindungi). Orang-orang Sipil tersebut tidak boleh dikenakan keharusan menyerah atau ditawan dilaut. berlaku Konvensi ke IV. 7) Pesawat udara kesehatan juga harus dihormati dan dilindungi namun Operasinya dibatasi tidak boleh dipakai untuk mencoba mendapatkan suatu keuntungan Militer dan kegiatan-kegiatan Intelijen. Bagi mereka Setiap Operasi Militer harus dapat membedakan sasaran Militer

8 8) Pihak-pihak yang bersengketa dalam kedudukannya sebagai Pendudukan harus menjamin penyediaan pakaian,

Penguasa

perlengkapan tidur, alat-alat perlengkapan berlindung, perbekalan lain yang sangat penting bagi kelangsungan hidup penduduk Sipil di wilayah pendudukan dan obyek-obyek yang diperlukan bagi Ibadah Keagamaan. Ini merupakan tanggung jawab tambahan selain yang ditentukan dalam Kovensi ke IV. 9) Semua pihak yang bersengketa harus mencari orang-orang Oleh karena itu para pihak harus mengadakan suatu yang dilaporkan hilang oleh pihak lawan mulai saat berakhirnya perang yang aktif. catatan tentang orang-orang yang ditahan, dihukum penjara, yang ditawan dan yang telah meninggal dunia selama dalam penahanan. Tempat kuburan 10) orang yang meninggal ketika perang harus dipelihara dan ditandai. Pihak-pihak yang bersengketa harus mengusahakan dengan segala cara agar keluarga-keluarga yang tercerai berai dapat berkumpul kembali. 11) Pada bagian Ke V Protokol diatur ketentuan-ketentuan yang mengharuskan para pihak dalam Konvensi untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk mengambil segala tindakan yang perlu untuk melaksanakan Konvensi dan Protokol. 12) Protokol I menegaskan adanya jaminan dasar (Fundamental gurantees) bagi para korban Sengketa Bersenjata yang harus diberikan oleh pihak-pihak yang Bersengketa atas orang-orang yang berada dibawah ke-kuasaannya dalam rangka perlindungan hak-hak asasi manusia selama berlangsungnya Sengketa Bersenjata, karena para korban tersebut tidak mendapatkan manfaat dari perlakuan yang lebih menguntungkan berdasarkan Konvensi dan Protokol ini. f. Larangan-larangan yang Berlaku dalam Sengketa Bersenjata. 1) Dilarang menggunakan proyektil, senjata-senjata dan barangbarang serta cara-cara perang yang dapat mengakibatkan luka yang berlebih-lebihan atau penderitaan yang tidak perlu.

9 Atau mengakibatkan kerusakan yang hebat meluas dan berjangka waktu lama terhadap lingkungan alam. 2) Dilarang melukai, membunuh musuh secara berpura-pura sebagai bukan combatan, licik, misalnya atau dengan hal dengan

menyalahgunakan Bendera Perdamaian. sengketa 3)

Perbuatan licik ini harus dalam

dibedakan dengan tipu dayanya, yang diperkenankan tipuan dan lain-lain.

bersenjata, seperti misalnya penyamaran, gerakan Militer

Dilarang menggunakan Lambang Palang Merah secara tidak Militer Negara

selayaknya, sedangkan penggunaan Bendera-bendera Lambanglambang, Lencana-lencana atau Pakaian Seragam Bersenjata, juga dilarang. 4) Musuh yang sudah menyerah harus diperlakukan dengan baik. Golongan ini Mereka itu tidak boleh menjadi sasaran serangan. Netral atau negara lain yang tidak men-jadi pihak dalam Sengketa

terkenal dengan sebutan "Hors decombat", yaitu mereka yang berada dalam kekuasaan pihak lawan, yang menyerah, yang tak mampu berperang dan jatuh ketangan lawan dalam keadaan tidak mampu melawan. 5) Mereka yang terjun dengan payung dari pesawat yang sedang mengalami keadaan bahaya, tidak boleh ditembak sewaktu masih dalam penerjunan di udara. Setelah sampai di darat, harus diberi kesempatan menyerah, kecuali kalau ia melawan. Tetapi terhadap pasukan pendarat melalui udara, tidak dilindungi oleh ketentuan diatas. 6) Dilarang melakukan serangan yang ditujukan terhadap kawasan yang tidak dipertahankan, dan larang memperluas Operasi Militer sampai kedaerah yang mempunyai status Demiliterisasi. 7) 8) 9) Dilarang melakukan teror terhadap orang sipil dan penduduk Dilarang mekukan serangan secara membabi buta. Dilarang melakukan serangan terhadap penduduk sipil dengan sipil serta menjadikan serangan.

maksud sebagai tindakan pembalasan.

10 g. Ketentuan-ketentuan Baru. 1) Protokol I juga mengatur tentang Combatan dan tawanan Perang. Pengertian combatan adalah setiap orang yang mepunyai

hak untuk turut serta secara langsung dalam perang, yaitu anggotaanggota Angkatan Perang pihak yang Bersengketa (kecuali tenagatenaga Kesehatan dan Rohaniawan). Setiap combatan, yang jatuh ketangan lawan harus diberlakukan sebagai tawanan perang. Combatan wajib membedakan diri penduduk sipil ketika sedang terlibat dalam suatu serangan atau dalam Operasi Militer sebagai persiapan serangan. 2) Orang-orang yang ikut serta dalam perang yang kemudian, jatuh ketangan musuh dianggap sebagai tawanan perang dan dengan demikian harus diperlakukan sesuai dengan Konvensi III. 3) Terhadap mata-mata tidak mendapat perlakuan sebagai Tawanan Perang. Tetapi apabila seorang anggota angkatan Perang

(disingkat AP) dari suatu pihak, yang atas nama pihak itu berada di wilayah yang dikuasai pihak lawan, mengumpulkan atau berusaha mengumpulkan keterangan-keterangan, tidak boleh dianggap sebagai sedang melakukan kegiatan mata-mata, apabila ia mengenakan pakaian seragamnya ketika sedang melakukan kegiatannya itu (pasal 46). 4) Ketentuan tentang Tentara Bayaran (pasal 47). Yang dimaksud dengan Tentara Bayaran (Marcenaries) adalah mereka yang bukan anggota Angkatan Perang pihak-pihak yang Bersengketa, yang ikut serta dalam peperangan dengan dorongan untuk mendapatkan keuntungan pribadi (gaji yang lebih besar dari pada Tentara Biasa). 5) Ketentuan tentang Civil Defence (pasal 61 s/d 67). Merupakan Dengan Civil ketentuan baru yang belum pernah diatur sebelumnya.

Defence (Pertahanan Sipil) dimaksudkan agar penduduk Sipil secara aktif berperan melakukan usaha-usaha perlindungan terhadap dirinya sendiri dalam menghadapi bahaya dan akibat langsung dari peperangan.

11 6) Ketentuan tentang Komisi Penyelidik Internasional (pasal 90). Jurisdiction) untuk menyelidiki setiap fakta yang

Komisi ini sebagai Badan Internasional diberi wewenang wajib (Compulsory dituduhkan oleh salah pihak yang bersengketa dan yang merupakan suatu pelanggaran gawat, dan wewenang untuk mempermudah pemulihan sikap untuk mempermudah pemulihan sikap untuk Dua menghormati Konvensi dan Protokol. Semua penyelidikan harus

dilakukan oleh sebuah Dewan yang terdiri dari tujuh anggota. negara dari pihak-pihak yang bersengketa.

orang anggota adhoc, sedang yang lima dari Komisi dan bukan Warga Dilihat dari prinsip kedaulatan suatu Negara kewenangan Wajib Komisi Penyelidik Internasional ini merupakan campur tangan terhadap masalah Dalam Negeri (Nasional). 7) Kemudian dalam Protokol juga diatur tentang Penasehat Hukum didalan Angkatan Bersenjata (pasal 82), Penyebarluasan (pasal 83), Kewajiban Komandan (pasal 87), tidak melakukan kewajiban (pasal 86), saling membantu pemeriksaan Pengadilan Kejahatan (pasal 88), berat (pasal 85). h. Sangsi dan Tindakan atas Pelanggaran Protokol dan Konvensi. 1) Dalam Protokol I diatur pula tentang penindakan terhadap para konvensi dan protokol, Pelanggaran mana merupakan serangan yang membabi buta, pelanggar

pelanggaran berat dan dianggap sebagai kejahatan perang, seperti misalnya kerja melancarkan menyerang hors decombat, menggunakan lain (pasal 85). Kepada kepada pihak-pihak dalam Konvensi diharuskan untuk meminta Komandan-komandan dan Militer guna mencegah dan lambang Palang Merah

untuk tanda berlindung secara licik, praktek-praktek Apartheid dan lain-

bilamana perlu menindak dan melaporkan adanya pelanggaran terhadap Konvensi dan Protokol. Komandan harus menjamin bahwa anggota-anggotanya menyadari kewajiban mereka dibawah Konvensi dan Protokol (pasal 87).

12 2) Para pihak harus saling memberikan bantuan yang dalam

pemeriksaan berhubung

pengadilan terjadinya

kejahatan-kejahatan

dimajukan

pelanggaran berat dan bekerja sama dalam

masalah ekstradisi (pasal 88). 7. Protokol II Konvensi Jenewa 1949. a. Umum Protokol II merupakan pengembangan dan melengkapi ketentuan pasal 3 Konvensi-konvensi Jenewa 1949 yaitu sehubungan dengan Sengketa Bersenjata Non Internasional (tidak bersifat Internasional) yang berlangsung dalam wilayah salah satu pihak Peserta Agung (The High Contracting Parties). b. Pengertian. 1) satu 2) Yang dimaksud dengan Sengketa Bersenjata Non Internasional Pihak Peserta Agung yaitu antara Angkatan Bersenjata ialah Sengketa Bersenjata yang berlangsung didalam wilayah salah Pemerintah yang sah dengan Pasukan Pemberontak. Agar pasukan penberontak tersebut mendapat perlindungan menurut Protokol II maka harus memenuhi be-berapa persyaratan sebagai berikut : a) jawab. b) c) d) Menguasai sebagian wilayah sedemikian rupa. Sehingga memungkinkan mereka melakukan Operasi Mampu melaksanakan ketentuan Protokol II. Jadi Terorganisir dibawah satu Komando yang bertanggung Jadi Protokol II adalah ketentuan Hukum Internasional tetapi mengatur Sengketa Bersenjata yang bersifat Nasional.

Militer secara berkelanjutan dan terpadu. Protokol II tidak berlaku terhadap situasi ke-kacauan dan ketegangan Dalam Negeri seperti Banditisme dan kerusuhan lainnya. Dengan adanya Protokol II ini tidak boleh mempengaruhi hak Negara yang berdaulat untuk memulihkan kembali ketertiban Hukum dan Ketentuan Wilayahnya. Dengan demikian dilarang adanya Intervensi.

13 c. Pengertian. Protokol II berlaku pada semua Sengketa Bersenjata yang

tidak tercakup dalam pasal I Protokol I dan yang berlangsung diwilayah dari salah satu Pihak Peserta Agung antara Angkatan Bersenjata (Armed Forces) dan Angkatan Ber-senjata Pemberontak (Dissident Armed Forces) atau kelompok kelompok bersenjata lainnya. d. Perlindungan 1) 2) atas Korban-korban Sengketa Bersenjata Non Internasional. Dalam Protokol II diatur tentang pewrlindungan bagi para korban Yang dimaksud dengan korban Sengketa Bersenjata Non a) b) Semua orang yang turut serta dalam peperangan/ Semua orang yang tidak berlangsung turut serta dalam Sengketa Bersenjata Non Internasional. Internasional atau orang-orang yang dilindungi ialah : permusuhan (Hostilities). peperangan/permusuhan (Who do not take part adirect in hostilities). c) Semua orang yang tidak lagi turut serta dalam peperangan/permusuhan (Who have ceased to take part in hostilities). d) 3) Penduduk Sipil dan obyek-obyek Sipil. Protokol II menegaskan adanya jaminan dasar (funda mental pihak-pihak yang Bersengketa dalam

guaranties) bagi para korban Sengketa Bersenjata Non Internasional yang harus diberikan oleh (Humane Treatment). a) rangka perlindungan hak-hak asasi dan perlakuan perikemanusiaan Jaminan dasar tersebut berupa perlakuan : Bahwa para korban Sengketa Bersenjata seperti tersebut

diatas berhak atas penghormatan pribadi, martabat, keyakinan, serta ibadah keagamaan yang di-lakukan. b) Bahwa terhadap mereka dilarang dilakukan tindakan (pembunuhan), penganiayaan, hukum kolektif, kekerasan

penyanderaan, tidakan terorisme, perkosaan, perbudakan, perampokan dan ancaman hendak melakukan setiap tindakan tersebut diatas.

14 c) Bahwa anak-anak harus mendapat perhatian perawatan yang mereka perlukan terutama dibidang

dan bantuan 4)

pendidikan dan usaha mempersatukan keluarga yang terpisah. Perlakuan perikemanusiaan lainnya yang harus dihormati dan a) Semua yang luka, sakit dan korban karam, apakah perlindungan yang harus dilakukan oleh para pihak ialah : mereka itu telah turut serta atau tudak dalam Sengketa Bersenjata harus harus dihormati dan dilindungi. b) c) Dilarang melakukan teror dikalangan penduduk Sipil. Dilarang menyerang obyek-obyek yang Pertanian sangat yang misalnya daerah-daerah

diperlukan

menghasilkan bahan pokok, binatang ternak, instalasi air minum dan bangunan irigasi. d) Dilarang menyerang bangunan dan Instalasi yang mengandung tenaga yang membahayakan misalnya : Pusat Pembangkit listrik. e) f) Dilarang menyerang obyek-obyek kebudayaan dan tempat pemujaan. Dilarang memindahkan secara paksa orang-orang sipil, seandainya harus dilakukan mereka harus di beri tempat yang aman bersih dan mendapat makanan yang bergizi cukup. 8. Konvensi Den Haag Tahun 1954 a. Umum. Konvensi ini mengatur tentang perlindungan barang-barang Apakah yang dimaksud dengan" budaya dalam masa Sengketa Bersenjata.

Barang-barang Budaya" ? Menurut Konvensi Den Haag yang disebut Barang Budaya diperinci menjadi tiga golongan, yaitu : 1) sekali 2) Barang-barang bergerak mauapun tidak bergerak yang penting bagi budaya setiap bangsa, seperti : Monumen Gedung-gedung yang tujuan utamanya Arsitektur, untuk

Karya Seni, Sejarah, Tempat-tempat peninggalan bersejarah dll. adalah memelihara atau memamerkan barang-barang Budaya yang tak ternilai, seperti :

15 a) b) c) d) 3) Musium. Perpustakaan. Tempat menyimpan arsip. Tempat untuk melindungi barang-barang Budaya

bergerak. Pusat-pusat yang berisikan sejumlah besar barang Budaya terhadap barang-barang tersebut dapat berupa seperti yang dimaksudkan dalam (a 1 dan 2) diatas. Perlindungan tersebut. b. Tujuan. Mencegah pengrusakan terhadap benda-benda ber-budaya. berarti Karena benda-benda Budaya milik rakyat (Bangsa) manapun pemberian keamanan dan penghormatan terhadap barang-barang

pengrusakan terhadap Warisan Kebudayaan selu-ruh Umat Manusia, karena tiap rakyat/bangsa (people) mem-berikan subangan terhadap kebudayaan dunia. c. Cara-cara Perlindungan. Para Pihak dalam Konvensi ini harus berusaha untuk mempersiapkan dalam masa damai pengamanan barangbarang Budaya yang berada di Wilayahnya terhadap akibat-akibat yang mungkin diperkirakan dapat timbul bila ada Sengketa Bersenjata. Barangbarang Budaya harus ditandai dengan lambang-lambang yang jelas sehingga dapat dikenali dari jauh, berupa sebuah papan berbentuk perisai yang dibagi secara Diagonal dalam Warna Merah Putih dan Biru. d. agar Penyebarluasan. menyebar Konvensi ini mengharuskan para pihak dalam Teks konvensi serta peraturan-peraturan Konvensi untuk pada waktu damai dan dalam masa Sengketa Bersenjata luaskan pelaksanaanya, Masalah Pelaksanaan dan Prosedurnya diatur dalam peraturan-peraturan pelaksanaan konvensi beserta Protokolnya. 9. Resolusi-resolusi PBB dibidang Hukum Humaniter. a. Pertama Resolusi PBB nomor : 2444 Tahun 1968. Resolusi ini pada pokoknya menegaskan Resolusi yang telah berhasil diterima dalam Konperensi Internasional Palang Merah ke XX di Wina, yang isinya menyatakan bahwa hak segala pihak yang Bersengketa untuk melukai lawannya dengan Senjata, adalah bukannya tedak terbatas.

16 Disamping itu dialarang melancarkan serangan kepada penduduk Sipil, dan harus dibedakan antara orang yang aktif dalam permusuhan dengan penduduk atau orang sipil. b. Kemudian kita lihat isi Resolusi PBB Nomor 2675 Tahun 1970, yang selengkapnya berjudul " Prinsip-prinsip Dasar Bagi Perlindungan Penduduk Sipil dalam Sengketa Bersenjata ", yang menegaskan hal-hal sebagai berikut : 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) Sipil. 8) Di dalam memberikan pertolongan kepada penduduk Sipil selama berlangsungnya Sengketa Bersenjata harus di-terapkan prinsip-prinsip kemanusiaan yang telah diakui sebagaimana yang tercantum dalam Piagam PBB, Deklarasi Universal tentang hak azasi manusia dan lain-lain. c. Mengenai Resolusi PBB Nomor 31/72 tahun 1976 berisikan "Larangan mengenahi Penggunaan Tehnik-tehnik Modifikasi Lingkungan dalam Militer dan dalam setiap bentuk permusuhan lain yang manapun". Maksud Resolusi ini adalah untuk mengkokohkan perdamaian dan menghindarkan perang, dengan membatasi sedikit mungkin bahaya-bahaya yang timbul dari penggunaan teknik-teknik tersebut. penggunaan modifikasi lingkungan yang bertujuan pelestarian dan perbaikan lingkungan tidak dilarang. Namun demikian untuk memajukan Penerapan hak-hak azasi manusia dalam Sengketa Bersenja. Dalam setiap Operasi Meliter harus selalu diusahakan agar Agar penduduk Sipil terhindar dari kekejaman perang jika terjadi Penduduk Sipil tidak boleh menjadi sasaran serangan. Tempat-tempat perlindungan penduduk Sipil tidak boleh jadi Komplek Rumah Sakit dan tempat penampungan pengungsi Dilarang dilakukan pembalasan dendam terhadap pen-duduk

dibedakan antara orang yang aktif dalam dengan penduduk Sipil. Sengketa Bersenjata.

sasaran serangan, demikian juga tempat tinggal mereka. tidak boleh diserang.

17 10. Konvensi Jenewa Tahun 1980. a. "Konvensi mengenai larangan atau Pembatasan Penggunaan Senjatasenjata Konvensi tertentu yang dapat menimbulkan luka yang berlebihan atau akibat-akibat yang tidak membeda-bedakan, ditanda tangani pada tanggal 10 Oktober 1980, dan dibuat di Jenewa. Konvensi ini dilengkapi dengan tiga buah Protokol. b. Ruang lingkup Konvensi ini sama dengan Protokol I tahun 1977 yang Bandingkan dengan Protokol I dan II yang hanya memerlukan Ini disebabkan, karena suatu telah dibicarakan diatas. Tetapi berlakunya me-nunggu adanya ratifikasi dari 20 negara. adanya dua ratifikasi untuk berlakunya.

larangan mengenai Persenjataan baru mempunyai arti, kalau negara-negara besar yang mempergunakan senjata-senjata itu ikut meratifikasinya. c. Suatu Negara tidak bisa hanya menjadi pihak dalam Kon-vensi saja, terdapat dalam Protokoldisebabkan Konvensi hanya berisikan kerangka hukumnya saja, berdasarkan kerangka mana ketentuan-ketentuan yang protokolnya baru dapat di-laksanakan. Konvensi juga menyatakan bahwa setiap negara yang sudah menjadi pihak dalam Konvensi harus menerima paling tidak dua Protokolnya. Ini untuk menjaga agar jangan sampai suatu negara hanya mau menerima Protokol I, yang memang di-anggap kurang penting. Demikianlah hal-hal yang penting dari Konvensi tersebut. d. Selanjutnya kita lihat, apa isi dari pada ketiga buah Protokolnya. 1) 2) Protokol I. Protokol II. Bila kita perhatikan maka ketiga buah Protokol itu, masing-masing : Mengatur mengenai Fragment yang tak dapat Mengatur larangan atau pembatasan penggunaan Tujuan dideteksi dengan Sinar X. ranjau, boobytraps dan other devices (jenis lainnya lagi).

Protokol ini mencegah atau mengurangi sedapat mungkin "Loss" (kerugian) atau damage (kerusakan) yang menimpa orang-orang Sipil yang terkena Senjata-senjata tersebut, sewaktu berlangsungnya Sengketa Bersenjata.

18 3) Protokol III. Mengatur Larangan Sejata Incendiary Prinsip-

prinsip diatur Protokol ini adalah bahwa orang Sipil tidaklah selayaknya dijadikan sasaran serangan (ingat Resolusi-resolusi PBB yang telah diuraikan sebelumnya). Langkah yang ditempuh adalah dengan meYang harus diperhatikan sekali tidak ini memberikan memberikan Protoko larang dilakukannya serangan terhadap sasaran Penduduk Sipil, terutama yang dilakukannya dari Udara. adalah : bahwa Protokol para ini sama perlindungan kepada combatan

perlindungan tentang : apa yang dimaksud dengan Senjata Incendiary, konsentrasi orang Sipil, sasaran Sipil, tindakan pencegahan yang mungkin dilakukan. Kemudian diatur : a) b) Larangan menjadikan penduduk Sipil, orang Sipil atau Larangan menyerang sasaran Militer yang terletak Obyek-obyek Sipil sasaran Senjata Incendiary. dalam konsentrasi orang-orang sipil dengan senjata Incendiary yang dilancarkan dari udara. c) Juga dilarang melancarkan serangan dengan Senjata yang terletak ditengah Incendiary terhadap sasaran Militer sasaran tersebut terpisah. d) Dilarang melakukan serangan terhadap hutan dan tanaman lindung dengan Senjata Incendiary. 11. Perkembangan Hukum Humaniter di Indonesia. Dalam rangka

konsentrasi orang-orang Sipil, bukan dari udara, kecuali kalau

pengembangan hukum Humaniter Pemerintah Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 01 - PR - 09.01 - 1980 tanggal 2 Januari 1980 telah membentuk Panitia Tetap Penerapan dan Penelitian Hukum Humaniter (disingkat PANTAP - Hukum Humaniter). PANTAP Hukum Humaniter adalah : a. b. Merumuskan pokok-pokok kebijaksanaan Pemerintah yang menyangkut Masalah-masalah Hukum Internasional Humaniter. Mengadakan penelitian dan pengkajian mengenai penerapan dan pengembangan konsepsi Nasional Indonesia, tentang Hukum Humaniter yang berhubungan dengan Sengketa Bersenjata. Adapun tugas

19 c. Merumuskan pokok-pokok kebijaksanaan mengenai keseragam-an

penyebarluasan Hukun Internasional Humaniter melalui pen-didikan dan penerangan. Kegiatan-kegiatan nyata yang telah dilakukan dalan pelaksanaan tugas PANTAP ialah dengan telah dua kali diselenggarakan Simposium Hukum Humaniter pada tahun 1980 dan 1981 di Jakarta, dalam rangka penyebar luasan Hukum Humaniter. Dengan demikian perkembangan Hukum Humaniter di Indonesia dewasa ini taraf memasyarakatkan Konvensi Jenewa 1949 agar dapat dipahami dan dihayati oleh masyarakat Sipil maupun ABRI tentang Hak-hak dan Kewajiban bila terjadi suatu Sengketa Bersenjata yang melibatkan Negara Republik Indonesia. Sedangkan terhadap ketentuanketentuan Hukum Humaniter lainnya seperti Protokol I dan II pada Konvensi Jenewa 1949, Konvensi Den Haag tahun 1945 dan Konvensi Jenewa 1980 masih dalam taraf penelitian dan pengkajian dalam rangka merumuskan pokok-pokok kebijaksanaan pemerintah dibidang Hukum Humaniter dan penerapannya serta Hukum Humaniter. 12. Komponen Hukum Humaniter. Komponen Hukum Humaniter yang berlaku pengembangan konsepsi Nasional Indonesia tentang

secara internasional saat ini terdiri dari Hukum Den Haag dan Hukum Jenewa serta Hukum Gabungan Den Haag dan Jenewa. a. Hukum Den Haag mengatur tentang Cara Melakukan Pertempuran, 1) 2) 3) b. 1) 2) 3) Cara Melakukan Pertempuran. Konsep tentang wilayah pendudukan. Netralitas. Deklarasi Den Haag tanggal 29 Juli 1899 tentang Peluru yang Konvensi Den Haag III tanggal 18 Oktober 1907 tentang Konvensi Den Haag IV tanggal 18 Oktober 1907 tentang Hukum khususnya mengatur tentang Alat dan Metode bertempur yang meliputi :

Hukum Den Haag terdiri dari : Mengembang. dimulainya Permusuhan. Kebiasaan Perang di Darat.

20 4) darat. 5) 6) 7) 8) 9) 10) Konvensi Den Haag VI tanggal 18 Oktober 1907 tentang Kapal Konvensi Den Haag VII tanggal 18 Oktober 1907 tentang Kapal Konvensi Den Haag VIII tanggal 18 Oktober 1907 tentang Konvensi Den Haag IX tanggal 18 Oktober 1907 tentang Konvensi Den Haag X tanggal 18 Oktober 1907 tentang Konvensi Den Haag XI tanggal 18 Oktober 1907 tentang dagang musuh pada saat pecah perang. Dagang menjadi Kapal Perang. Peletakan Ranjau Kontak Otomatis dibawah laut. Pemboman oleh Kapal Perang diwaktu perang. Penerapan Hukum Jenewa dalam peperangan di laut. Pembatasan tertentu berkaitan dengan Hak Penangkapan dalam perang di laut. 11) 12) 13) c. Konvensi Den Haag XIII tanggal 18 Oktober 1907 tentang Hak Konvensi Den Haag XIV tanggal 18 Oktober 1907 tentang Rancangan Peraturan Perang di Udarayang dibuat oleh Komisi Hukum Jenewa terdiri atas 4 buah Konvensi Yaitu : dan Kewajiban Negara Netral dalam Perang di Laut. Larangan Pelepasan Proyektil dan Handak dari Balon. Ahli Hukum di Den Haag tahun 1923. Hukum Jenewa. 1) 2) Laut. 3) 4) Konvensi Jenewa III tanggal 29 agustus 1949, tentang Konvensi Jenewa II tanggal 29 agustus 1949, tentang Pererlakuan terhadap Tawanan Perang. Perlindungan orang sipil diwaktu perang. Konvensi Jenewa I tanggal 29 agustus 1949, tentang Perbaikan Konvensi Jenewa II tanggal 29 agustus 1949, tentang Perbaikan Konvensi Den Haag V tanggal 18 Oktober 1907 tentang hak

dan kewajiban negara dan orang orang netral dalam peperangan di

Kondisi Prajurit yang terluka dan sakit dalam pertempuran di darat. Kondisi Prajurit yang terluka dan sakit serta korban Kapal Karam di

21 5) 6) Beberapa Konvensi dan Protokol yang dikeluarkan di Jenewa Protokol tentang Larangan Penggunaan diwaktu perang : a) b) c) Gas Cekik, Gas Beracun, dan Gas lainya yang menyebabkan kematian masal. Metode perang dengan menggunakan senjata Bakteri Konvensi tentang Larangan atau Pembatasan tanggal 17 Juni 1925. Penggunaan Senjata Senjata Konvensional tertentu yang menimbulkan Cedera Yang Berlebihan atau akibat yang Membabi (1) (2) (3) buta tanggal 10 Oktober 1980, dengan 3 buah Protokol I tentang fragmen Fragmen yang tidak Protokol II tentang Larangan atau Pembatasan Protokol III tentang Larangan atau Pembatasan Protokol Yaitu : dapat dideteksi. Penggunaan Ranjau, Bobby Traps dan Alat Alat lain. Penggunaan Senjata Senjata Pembakar. c. Hukum Gabungan Den Haag dan Hukum Jenewa. Hukum

mengatur larangan penggunaan senjata senjata tertentu :

Gabungan ini terdapat dalam Konvensi Den Haag tahun 1954 tentang Perlindungan terhadap Benda Benda Budaya dan Protokol Tambahan pada Konvensi Jenewa tahun 1949 yaitu Protokol Tambahan I tahun 1977 tentang Sengketa Bersenjata Internasional dan Protokol Tambahan II tahun 1977 tentang Sengketa Bersenjata Non Internasional. 13. Tujuan Hukum Humaniter. a. b. c. Melindungi Hak Kombatan dan Non Kombatan dari penderitaan yang Menjamin penghormatan dan perlindungan hak hak asasi tertentu Memungkinkan diakhirinya peperangan dalam waktu yang cepat antara tidak perlu. dari orang orang yang jatuh atau berada dalam kekuasaan musuh. para pihak pihak yang terlibat sengketa bersenjata dan dipulihkannya perdamaian secepat mungkin.

22 d. e. f. Membatasi kekuasaan pihak pihak yang terlibat sengketa bersenjata Membatasi dan meringankan sebanyak mungkin bencana yang Berupaya mempertemukan kebutuhan militer yang diperlukan untuk

berkaitan dengan sarana maupun cara yang digunakan dalam peperangan. ditimbulkan oleh perang. kepentingan taktik dengan pencapaian tugas pokok dengan persyaratan yang ditentukan dalam prinsip prisip kemanusiaan. 14. Ius In Bello. Ius In Bello pengaturan mengenai alat dan metoda yang legal a. Metoda Perang / Cara Berperang. Walaupun perang merupakan

dan illegal untuk digunakan pada saat perang. pilihan yang paling jelek, bukan berarti menghalalkan semua cara untuk mencapai keuntungan militer, dalam pasal ini akan dibahas tentang metoda atau cara berperang: 1) Stratagems dan Gerak Tipu. Metoda ini membolehkan pihak pihak yang telibat sengketa bersenjata melakukan gerak tipu dalam peperangan dan penerapan langkah langkah yang diperlukan dalam rangka mendapatkan informasi tentang musuh dan negara musuh. Gerak tipu digunakan untuk memperoleh keuntungan dengan memperdaya pihak musuh. Gerak tipu diperbolehkan bila tidak terdapat unsur unsur perbuatan Kianat atau Licik. a) b) c) d) e) f) 2) Gerak tipu yang sah adalah : Pendadakan. Penyergapan. Kamuflase/ Menyamarkan. Perangkap. Operasi Pura pura. Pemutar balikan Informasi. Perbuatan

Perfidy ( Perbuatan Licik ). Perbuatan licik dilarang.

licik yaitu memberikan keyakinan pada musuh dengan maksud mengkianati keyakinan tersebut, sehingga pihak musuh meyakini akan adanya hak ataukewajiban untuk memberikan perlindungan menurut hukum perang, Perbuatan Licik tersebut antara lain :

23 a) b) c) d) Berpura - pura untuk melakukan perdamaian dengan

membawa bendera gencatan senjata atau menyerah. Berpura - pura tidak berdaya atau sakit. Berpura - pura sebagai orang sipil atau Non Kombatan. Berpura-pura dalam status perlindungan dengan

menggunakan Lambang, tanda dan simbol perlindungan atau menggunakan seragam pasukan atau pejabat PBB/Negara Netral lain yang tidak terlibat perang 3) Penggunaan dari simbol dan Tanda Perlindungan. Tidak dibenarkan menyalah gunakan dengan sengaja simbol pembeda palang Merah dan Bulan Sabit Merah, bendera gencatan senjata dan tanda perlindungan untuk benda-benda budaya serta tanda pembeda yang dimiliki PBB. Dalam suatu sengketa bersenjata dilarang menggunakan bendera, simbol militer, tanda pangkat/badge atau seragam dari negara netral atau negara lain yang tidak terlibat dalam sengketa. Juga dilarang menggunakan bendera, simbol militer, tanda pangkat/badge atau seragam dan pihak musuh pada saat melakukkn penyerangan atau untuk menjadikannya sebagai tameng, keuntungan, perlindungan atau menghambat operasi militer. Setiap prajurit yang tertangkap tidak menggunakan seragam militer diperlakukan sebagai mata-mata. 4) Keharusan member Tempat Berteduh (Quarter) Dilarang untuk mengeluarkan perintah tidak ada tawanan yang akan dibawa, mengancam musuh dengan perintah tidak ada tawanan atau melakukan pertempuran dengan memerintahkan meniadakan sama sekali tawanan. 5) Kelaparan dan Pemusnahan. Membuat kelaparan orangorang sipil sebagai cara dalam berperang dilarang. Obyek-obyek yang sangat vital bagi kelangsungan hidup penduduk sipil seperti makanan, daerah pertanian, peternakan, air minum instalasi irigasi tidak boleh diserang, dihancurkan atau dirusak untuk tujuan agar penduduk sipil tidak bisa memepertahankan hidup mereka.

24 Benda Tu instalasi tersebut diatas dapat diserang dan dihancurkan bila benar-benar hanya digunakan untuk angkatan bersenjata. 6) Perlindungan Lingkungan Hidup. Setiap cara berperang yang direncanakan, atau menyababkan kerusakan lingkungan hidup yang berat dan luas dan memebahayakan kelangsungan atau timbulkan kerusakan berat bagi kesehatan penduduk tidak diperbolehkan. b. Alat dan Persenjataan. 1) Persenjataan yang dilarang untuk digunakan sesuai dengan a) Persenjataan yang diperhitungkan atau dimodifikasi untuk Hukum Humaniter antara lain : menyebabkan penderitaan yang berlebihan. Seperti peluru yang bentuknya tidak beraturan, proyektil yang diisi dengan pecahan kaca, peluru-peluru yang kepalanya telah diisi atau diubah atau dilumuri dengan suatu zat yang memperberat trauma dari cedera. Racun atau senjata yang diberi racun. b) Senjata-senjata yang menimbulkan cedera karena digunakannya fragmen- fragmen yang tidak terdeteksi dengan sinar X di dalam tubuh manusia. c) Proyektil kaliber kecil yang meledak yaitu peluru-peluru atau proyektii yang beratnya kurang dari 400 grams yang bersifat eksplosif atau mengandung zat yang mudah meledak dan terbakar. d) Gas cekik , gas beracun atau gas lainnya. Granat asap, asap dari tank yang tujuan utamanya untuk amunisi asap dari tembakan senjata-senjata tidak langsung dan amunisi mengaburkan kedudukan, gerakan dan menyamarkan sasaran tidak dilarang. e) f) Senjata bakteriologi. Senjata kimia, termasuk zat-zat kimia beracun dan

pengembangan-nya (zat kimia yang dapat menyebabkan kematian, bahaya permanen dan kelumpuhan sementara terhadap manusia dan hevvan) serta munisi dan peralatan yang dirancang untuk membawa zat-zat kimia tersebut.

25 Penggunaan Zat Pengendali Kerusuhan (Riot Control Agents) termasuk gas air mata dan gas lain yang memiliki efek melukai yang tidak bersifat permanen. g) 2) a) Produksi, penyimpanan dan penggunaan senjata biologis. Senjata pembakar, termasuk setiap senjata atau munisi Persenjataan yang sah tetapi penggunaannya dibatasi. yang dirancang untuk menimbulkan kebakaran terhadap obyek atau menyebabkan luka bakar terhadap manusia. Termasuk pelontar api, roket, granat, ranjau, bom atau kemasan lain dari bahan pembakar. Tidak boleh menggunakan senjata pembakar : (1) Untuk menyerang penduduk sipil, perorangan, atau obyek sipil dengan senjata pembakar yang ditembakkan dari udara. (2) Menyerang obyek militer yang berlokasi ditengah konsentrasi orang-orang sipil dengan senjata pembakar yang ditembakkan dari udara. (3) Menyerang obyek militer yang berlokasi ditengah pembakar yang ditembakkan dari udara, konsentrasi orang-orang sipil dengan senjata selain dari senjata terkecuali sasaran militer tersebut telah diiisolir dari orang-orang sipil dan dilakukan dengan kehati-hatian guna mengurangi kerugian dan kerusakan insidentil terhadap kehidupan dan obyek sipil. (4) Di hutan atau tanaman yang rimbun kecuali hutan untuk harus menutupi, dapat menyelimuti diri atau bila atau tanaman tersebut merupakan sasaran militer atau digunakan b) Ranjau laut menyamarkan sasaran militer. menetralkan pengendalian terhadap ranjau tersebut hilang. Lokasinya harus dicatat, tidak boleh diletakkan di perairan netral, dan kapal netral yang berada di pelabuhan negara yang meletakkan ranjau laut harus bebas untuk keluar dari pelabuhan.

26 c) Ranjau Darat, Booby Traps dan Alat-alat lainnya tidak

boleh ditujukan kepada orang-orang sipil atau digunakan secara membabi buta sehingga menimbulkan kerusakan ikutan yang berlebihan terhadap orang sipil dikaitkan dengan keuntungan militer yang langsung dan kongkrit yang diperkirakan. Ranjau Darat yang dilepaskan dari jarak jauh hanya dapat digunakan di daerah sasaran militer dan harus dapat dinetralisasi bila tidak diperlukan lagi untuk tujuan militer. Lokasi penanaman lapangan ranjau harus dicatat. d) Dilarang menggunakan Booby traps yang tampak seperti obyek yang tak berbahaya. Booby traps tidak boleh dilekatkan atau diletakkan pada : (1) Simbol perlindungan yang diakui secara

internasional. (2) (3) (4) Mayat, korban cedera atau orang sakit. Kuburan, tempat kremasi atau makam. Fasilitas, peralatan, pasokan dan angkutan

kesehatan. (5) Mainan anak-anak atau benda-benda untuk

keperluan makanan, kesehatan, hygiene, pakaian dan pendidikan anak-anak. (6) (7) (8) (9) (10) e) Makanan atau minuman. Perlengkapan dan peralatan dapur. Benda-benda yang bernilai keagamaan. Monumen sejarah, karya seni, tempat ibadah. Hewan dan kulit binatang.

Alat Perlengkapan Lainnya yaitu munisi dan peralatan

yang diletakkan secara manual untuk membunuh melukai atau merusak dan yang diaktifkan dari jauh atau dalam jangka waktu terentu.

27 Pembatasan dalam penggunaan ranjau darat dan booby traps berlaku juga terhadap jenis senjata ini. 3) Senjata Nuklir. Majelis Umum PBB mengecam senjata nuklir pendapat yang berlainan. Negara-negara nuklir

sebagai senjata ilegal. Namun masyarakat internasional masih menyuarakan menyatakab senjata nuklir tidak datur dalam Protokol Tambahan I tahun 1977. Namun, biarpun senjata nuklir tidak dilarang secara spesifik, namum penggunaannya bertentangan dengan ketentuan larangan penggunaan lat dan cara peperangan yang menyebabkan timbulnya penderitaan atau cedera yang tidak perlu, yang mengakibatkan kerusakan berat terhadap lingkungan alam dan pemanfaatannya dalam jangka waktu lama dan meluas. demikan 4) penggunaannya Tambahan I tahun 1977. Pemboman, Roket dan Misil. Serangan yang dilakukan dengan senjata konvensioal, senjata yang dijatuhkan dari udara atau senjata yang perkenaannya kurang akurat sah asalkan tidak melanggar prinsip proporsionalitas, penderitaaan yang tidak perlu dan aturan-aturan yang berlaku. c. Penentuan sasaran (Target). 1) Sasaran Militer (Military Objectives). a) Merupakan obyek yang sah untuk diserang, yaitu: Anggota Angkatan Bersenjata atau Kombatan yang memiliki kemauan dan kemampuan untuk bertempur, kecuali petugas dan obyek-obyek kesehatan dan rohaniawan. b) Lokasi markas, bangunan dan kedudukan Angkatan serta tempat penyimpanan perlengkapan dan Bersenjata c) Dengan bertentangan dengan ketentuan Protokol

barang-barang militer. Obyek-obyek lainnya : (1) Yang menurut sifat, lokasi, tujuan dan penggunaannya memberikan kontribusi yang efektif

terhadap kegiatan militer.

28 (2) Yang penghancuran, penguasaan atau netralisasi keuntungan miiter yang menentukan.

dari obyek tersebut, sesuai kondisi yang ada saat itu, memeberikan Keberadaan non-kombatan didalam dan disekitar suatu sasaran militer tidak mengubah sifatnya sebagai suatu sasaran militer. Non-kombatan yang berada dekat sasaran militer menanggung resiko yang dihadapi oleh sasaran militer tersebut. 2) Sasaran Orang. a) b) Kombatan. Non-Kombatan : (1) (2) Orang sipil. Hors de Combat. (a) (b) (c) c) Tawanan Perang. Prajurit yang luka dan sakit di medan Pilot pesawat terbang yang terjun dengan

tempur darat dan di laut. parasut dari pesawat yang mengalami kerusakan. Personil Kesehatan tidak boleh diserang bila sedang melaksanakan tugasnya. (1) (2) Personil kesehatan anggota angkatan bersenjata. Personil kesehatan angkatan bersenjata

tambahan. (3) (4) d) Anggota-anggota dari Organisasi pertolongan. Personil kesehatan dan rohaniawan sipil.

Orang-orang yang bertugas menjaga benda cagar

budaya. e) Para wartawan perang diberi perlindungan sepeti orang

sipil asalkan tidak melakukan tindakan yang merusak statusnya sebagai orang sipil. 3) Sasaran tempat. a) Tempat-tempat yang dipertahankan.

29 b) c) d) 4) a) b) Tempat-tempat yang tidak dipertahankan. Lingkungan Alam. Daerah-daerah yang dilindungi. Sasaran-sasaran militer Harta benda yang dilindungi. (1) (2) (3) (4) c) d) 5) Harta benda sipil atau milik sipil. Perlindungan terhadap satuan dan tempat

Sasaran Benda.

perawatan kesehatan seperti rumah sakit. Transport kesehatan. Benda-benda budaya.

Pekerjaan dan Instalasi yang berbahaya. Obyek yang sangat penting bagi kelangsungan hidup

penduduk sipil. Simbol-simbol Perlindungan. a) b) c) 15. Simbol kesehatan dan keagamaan. Simbol benda-benda budaya. Pekerjaan dan Instalasi yang berbahaya.

Prinsip Hukum Humaniter. a. Prinsip-prinsip dasar dari hukum humaniter, yaitu : 1) Kepentingan militer (military necessity). Prinsip kepentingan militer menyatakan bahwa seorang kombatan dibenarkan untuk melakukan tindakan yang tidak dilarang menurut hukum internasional, yang sangat diperlukan agar musuh menyerah secara total secepat mungkin. Kepentingan militer mempersyaratkan pasukan tempur hanya melakukan tindakari-tindakan yang perlu untuk merebut, meduduki atau menghancurkan suatu sasaran militer yang sah. Kepentingan militer mengijinkan untuk membunuh kombatan musuh dan orang-orang lainnya yang kematiannya tidak bisa dielakkan; memperbolehkan penghancuran harta benda jika hal itu sangan diperlukan sekali untuk kepentingan perang. Penghancuran harta benda semata-mata merupakan pelanggaran hukum internasional.

30 Harus terdapat hubungan yang erat dan masuk akal antara penghancuran harta benda dengan upaya untuk mengalahkan pasukan musuh. 2) Penderitaan yang tidak perlu (Unnecessary Suffering). Prinsip ini melarang penggunaan sarana atau cara berperang yang diperkirakan menim-bulkan penderitaan yang berlebihan. Penderitaan, cedera atau penghancuran yang sama sekali tidak diperlukan untuk merebut, menguasai, menduduki atau menghancurkan sasaran-sasaran militer yang sah tidak diperbolehkan. Prinsip ini mepersyaratkan agar penderitaan yang tidak perlu, cedera yang terjadi secara insidentil dan kerusakan ikutan terhadap harta benda dihindarkan. 2) Proporsionalitas. Prinsip ini berkaitan dengan pengurangan cedera yang terjadi secara insidentil yang disebabkan oleh operasi miiiter. Proporsionalitas mempersyaratkan bahwa hilangnya nyawa dan kerusakan terhadap harta benda sebagai akibat dan kegiatan operasi militer harus berimbang (tidak berlebihan) dibandingkan dengan keuntungan militer yang diperoleh. Prinsip proporsionalitas tidak hanya mempersyaratkan bahwa pihak yang melakukan serangan harus menilai tindakan mereka dengan penuh kehati-hatian atau langkah pencegahan yang harus diambil untuk mengurangi kerugian insidentil, tetapi juga harus melakukan pilihan atas metode atau poros-poros serangan yang paling tepat untuk mecapai kemenangan militer dengan tingkat kehancuran yang sekecil mungkin. b. Prinsip Pembedaan atau Diskriminasi. Walaupun prinsip pembedaan

bukan merupakan prinsip dasar, tetapi prinsip ini berkaitan dengan ketiga prinsip dasar diatas. Prinsip pembedaan mengandung dua komponen. Pertama, pembedaan antara kombatan dan non-kombatan. Kejjua, pembedaan antara sasaran-sasaran militer yang sah dengan obyek-obyek sipil. Operasi militer hanya ditujukan terhadap pasukan angkatan bersenjata musuh dan obyek-obyek militer. Non-kombatan dan obyek-obyek sipil harus dilindungi dari serangan karena mereka bukan sasaran serangan yang sah.

31 16. Lingkup Penerapan. a. Sengketa Bersenjata Internasional (International Armed Conflict). Ketentuan hukum humaniter internasional berlaku sesaat setelah terjadi tindakan pennusuhan yang dilakukan oleh suatu negara terhadap negara lain. Untuk menerapkan hukum humaniter ini tidak diperlukan adanya intensitas kekerasan, pertempuran atau penguasaan wilayah secara minimal. Hukum humaniter berlaku walaupun tidak ada pernyataan perang secara resmi terlebih dahulu dan sekalipun situasi konflik tidak diakui sebagai perang oleh salah satu pihak yang terlibat sengketa. Pemberlakuannya berdasarkan situasi nyata yang terjadi di lapangan. Dengan demikian, hukum humaniter berlaku dalam hal terjadi invasi tanpa perlawanan terhadap suatu negara yang dilakukan oleh negara lain. b. Sengketa Bersenjata Internal (Non-International Armed Conflict). Dalam sengketa bersenjata internal yang terjadi di dalam wilayah suatu negara maka berlaku ketentuan pasal - 3 Konensi Jenewa tahun 1949 dan pasal 4 Konvensi Den Haag tentang Perlindungan Benda-benda Budaya tahun 1954 yang menentukan perlindungan minimum yang harus dipatuhi oleh para pihak yang terlibat dalam sengketa. Selain itu dalam konflik bersenjata internal ini juga berlaku ketentuan Hak Asasi Manusia dan hukum nasional yang berlaku di negara tersebut. Protokol Tambahan II tahun 1977 melengkapi dan mengembangkan ketentuan pasal 3 Konvensi Jenewa dengan menetapkan aturan-aturan tambahan untuk melindungi orang-orang yang ditahan, luka, sakit dan penduduk sipil dan ketentuan mengenai proses pidana. Protokol Tambahan II tahun 1977 ini berlaku dalam konflik bersenjata internal yang tingkat intensitasnya tinggi. Konflik yang terjadi antara pasukan pemerintah yang sah dengan pasukan bersenjata kelompok pemberontak atau kelompok-kelompok bersenjata yang terorganisir dengan syarat: memiliki komandan yang bertanggung jawab; mampu menguasai sebagian dari wilayah nasional; melaksanakan kegiatan yang menyerupai operasi militer secara berkelanjutan; serta mematuhi ketentuan-ketentuan Protokol Tambahan II Tahun 1977.

32 c. Operasi Pemeliharaan Perdamaian (Peacekeeping Operation) dan Pelaksanaan Perdamaian hukum (Peace Enforcement Operation). humaniter internasional dalam Operasi

Operasi

Landasan pemberlakuan pada : 1)

Pemeliharaan Perdamaian dan Operasi Pelaksanaan Perdamaian mengacu Memorandum ICRC tanggal 10 November 1961 mengenai

"Penerapan dan Diseminasi Konvensi Jenewa" yang ditujukan kepada negara-negara peserta Konvensi Jenewa dan Negara-negara anggota PBB yang mendesak Sekretaris Jenderal PBB pentingnya jaminan penerapan Konvensi Jenewa oleh Pasukan yang beroperasi dibawah komando PBB. Setiap negara secara individual tetap bertanggung jawab untuk menerapkan Konvensi Jenewa bila negara tersebut mengirimkan suatu kontingen pasukan pemelihara perdamaian. 2) Resolusi XXV mengenai "Penerapan Konvensi Jenewa oleh UN Emergency Force" yang dikeluarkan oleh ICRC di Wina tahun 1965, yang merekomendasikan : a) Harus dibuat perjanjian-perjanjian untuk menjamin bahwa angkatan bersenjata yang beroperasi dibawah komando PBB mematuhi ketentuan-ketentuan Konvensi Jenewa dan mendapat perlindungan Konvensi. b) Para pejabat yang bertanggung jawab terhadap kontingen sepakat untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah dan menindak setiap pelanggaran terhadap Konvensi. 3) PBB: a) Memorandum tanggal 24 mei 1978 kepada semua komandan pasukan PBB dan Memorandum tanggal 30 Oktober 1978 dari Panglima pasukan PBB kepada semua komandan di tingkat staf umum dan kontingen. Kedua Memorandum ini menyatakan bahwa dalam hal pasukan harus menggunakan kekuatan senjata sesuai dengan mandat yang ada. Dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh Pejabat-pejabat

33 Harus menerapkan prinsip-prinsip dan spirit dari ketentuan hukum b) humaniter internasional seperti tercantum dalam Konvensi Jenevva 1949 dan Protokol Tambahan 1977. Surat Sekjen PBB tanggal 23 Oktober 1978 yang ditujukan kepada Presiden ICRC menegaskan bahwa prinsipprinsip hukum humaniter internasional, haais diterapkan dalam rangka operasi-operasi yang dilaksanakan oleh pasukan PBB. c) Surat Sekjen PBB tanggal 23 Oktober 1978 kepada perwakilan tetap pemerintah yang mengirim kontingen-kontingen UN Interim Force in Lebanon (UNIFIL) menyatakan dalam hal pasukan PBB harus menggunakan kekuatan senjata dalam rangka mempertahankan diri maka prisip-prinsip dan semangat Konvensi Jenevva dan Protokol Tambahan 1977 harus diberlakukan. Kaitan Bagian I dengan pelaksanaan /penerapan Bagian II terdapat dalam bagian I sangat penting dalam pembuatan npiran hukum pada Rencana Operasi, Perintah Operasi dan penyusunan Rules of gagement. Bahan tersebut juga dapat membekali para perwira operasi dan perwira kum untuk saling bekerja sama dalam memasukkan pertimbangan hukum dalam setiap rencanaan operasi militer. 17. Evaluasi. a. Apa yang menjadi dasar dibuatnya perundang undangan tentang

sengketa bersenjata ? b. Sebutkan larangan larangan yang disebutkan dalam Hukum

Humaniter ! c. Sebutkan intisari Konvensi Jenewa dan Konvensi Den Haag !

34 BAB III PENERAPAN HUKUM HUMANITER DALAM OPERASI MILITER UNTUK PERANG. 18. Umum. a. Hukum perang mencerminkan suatu usaha dari negara-negara untuk membentuk standar-standar tindakan minimum tertentu dari pihak-pihak yang terlibat sengketa bersenjata untuk bertindak, yang akan mengurangi penderitaan para korban akibat suatu pertempuran. Standar-standar tindakan demikian telah diatur dalam perjanjian-perjanjian internasional, dan telah diterima oleh seluruh negara sebagai masyarakat internasional. b. Negara-negara pihak pada perjanjian-perjanjian terikat untuk menghormati dan menjamin penghormatan terhadap peraturan-peraturan tersebut dalam segala keadaan (ref. G.I. Pasal 1). Dalam rangka untuk mematuhi kewajiban-kewajiban tersebut, pertama-tama sekali suatu negara harus menyebarkan isi-isi dari peraturan-peraturan hukum sehingga peraturan-peraturan tersebut dikenal dalam masyarakat pada khususnya, dan terutama dalam angkatan bersenjata (ref. G.I. Pasal 47). Selanjutnya negara tersebut harus mengundangkan setiap peraturan perundang-undangan yang diperlukan, yang memberikan sanksi-sanksi pidana efektif terhadap orang yang melakukan, atau ikut serta melakukan pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum perang (ref. G. I. Pasal 49). c. Agar efektif, penyebarluasan Hukum Humaniter Internasional harus dilakukan pada waktu damai. Penyebarluasan Hukum Humaniter yang dilakukan pada saat konflik telah terjadi, merupakan hal yang sangat terlambat, karena para penguasa lebih memberikan prioritas yang besar dari pada keberpihakan terhadap tindakan-tindakan kemanusiaan. 19. Hukum Perang lawan Kepentingan Militer. Kepentingan militer dan

pertimbangan-pertimbangan kemanusiaan bagi para korban dalam peperangan, seringkali sifatnya saling bertentangan ('antipodal'), dimana setiap pertimbangan tersebut akan saling mempengaruhi: a. Di satu pihak, terdapat keharusan untuk memenangkan peperangan dan konsekuensinya adalah kecenderungan menggunakan semua alat untuk mencapai kemenangan.

35 b. Di lain pihak, terdapat kepedulian bahwa hidup memiliki nilai-nilai,

bahwa penyiksaan adalah merupakan tindakan tidak manusiawi, dan bahwa hukum perang merupakan suatu keadaan yang tidak normal, yang bertujuan tidak untuk menghancurkan suatu peradaban, namun bertujuan untuk mencapai perdamaian yang lebih baik. c. d. Hukum perang bukan merupakan suatu penghalang bagi efisiensi Prinsip-prinsip taktis merupakan suatu pedoman bagi komandan untuk Karena perang kemiliteran. mengkonsentrasikan diri kepada hal-hal yang penting.

merupakan fenomena yang kompleks dimana berbagai macam faktor saling mempengaruhi, dan karena hukum perang juga merupakan serangkaian hukum yang kompleks dimana terdapat 800 peraturan yang kesemuanya tidak mungkin dimengerti oleh para komandan, maka kita harus membuat hukum perang tersebut menjadi bersifat sederhana. Kesederhanaan sangat penting karena komandan harus dapat menganalisis, mengorganisir, merencanakan dan kadang-kadang secara simultan melakukan operasi militer berkelanjutan ditengah situasi yang kacau. 20. Prinsip-prinsip taktis mengutamakan hal-hal yang pokok yaitu : a. b. c. Hanya menyerang obyek-obyek militer. Pisahkan orang-orang yang dilindungi serta obyek-obyek yang tidak Jangan menggunakan kekerasan lebih dari yang dibutuhkan, untuk

ikut terlibat dalam pertempuran. melaksanakan tugas-tugas militer. Terdapat suatu titik persinggungan (converging effect) antara taktik-taktik yang diterapkan secara baik, dengan tujuan dari hukum perang. Hukum perang merupakan sebuah pembatas terhadap tindakan prajurit yang berlebihan. Hukum perang bertujuan melemahkan potensi musuh sampai ia tunduk atau menyerah. Demikian juga, seni dari taktik adalah untuk mengejar tujuan yang sama. Prinsip taktis mengajarkan kepada komandan tentang bagaimana mengorganisasikan daya tempurnya untuk menaklukkan musuh tanpa menggelarkan kekuatannya. sebagai berikut : Prinsip-prinsip taktis tersebut adalah

36 1) Penghancuran musuh. Prinsip ini harus dipertimbangkan

sesuai dengan tugas pokok yang diterima. Apa akibat kerusakan total yang akan terjadi, dilihat dari segi militer dan kemanusiaan? Penghancuran musuh sangat sering diartikan untuk membuat musuh tidak mampu lagi melakukan operasi secara taktis; tidak lebih dari itu. Oleh karena itu, tingkat penghancuran yang diinginkan harus ditentukan berdasarkan pertimbangan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian yang dialami oleh manuver dari pasukan sendiri. Ini yang dikenal sebagai prinsip proporsionalitas. 2) Kesederhanaan tindakan. akan dengan hukum Suatu perencanaan yang rumit resiko hal kegagalan. ini berarti taktis Dalam akan harus perang, Seluruh (complicated) hubungannya 3) mengakibatkan

mengakibatkan terjadinya korban-korban yang tidak perlu. Konsentrasi kekuatan. tindakan ditujukan pada satu sasaran yang telah ditentukan secara tepat, yang telah dijabarkan di dalam suatu tugas pokok. Melalui kegiatan intelijen yang memadai, pemusatan-pemusatan penduduk dan orang-orang sipil serta obyek-obyek lainnya yang dilindungi, harus dideteksi bersamasama dengan sasaran-sasaran militer yang menguntungkan. Penyerangan terhadap sasaran-sasaran non-militer merupakan satu tindakan penghamburan sumber daya yang seharusnya dapat digunakan untuk menyerang sasaran-sasaran militer. 4) Kesatuan tindakan. Setiap tindakan taktis harus menjadi bagian dari suatu rencana umum keseluruhan. Perencanaan yang buruk berarti akan mengakibatkan timbulnya daerah-daerah pertempuran yang tidak terkontrol. Hal ini akan membahayakan keberhasilan suatu operasi militer, serta akan menimbulkan kerugian-kerugian yang seharusnya dapat dihindari. 5) Kebebasan untuk melakukan manuver. Kebebasan untuk melakukan manuver berarti tetap bebas melakukan inisiatif. Apabila inisiatif Itu dipertahankan, maka tindakan tersebut akan mendorong pihak musuh untuk melakukan reaksi yang sesuai dengan kehendak kehendak dari pihak sendiri. Jadi, tujuan pihak sendiri dapat terlaksana.

37 6) Pendadakan. Unsur pendadakan meningkatkan kemungkinan

keberhasilan. Musuh yang terdadak biasanya akan lebih. cepat menyerah; bahkan mungkin tanpa suatu perlawanan, sehingga para korban dan kerusakan-kerusakan dapat dibatasi. 7) Penyesuaian tindakan pada ruang dan medan. Apabila dipilih penempatan yang tepat, maka suatu medan dapat digunakan untuk membentengi atau menyamarkan peralatan tempur dan meningkatkan efisiensi persenjataan, serta dapat menghambat kebebasan bergerak pihak musuh. 8) Efisiensi penggunaan peralatan. Karena peralatan yang dimiliki oleh seorang komandan terbatas, maka perbedaan utama antara sasaran-sasaran militer dan obyek-obyek sipil adalah merupakan suatu hal yang sangat penting sekali dalam setiap jenis peperangan. 9) Keamanan. Keamanan, yang merupakan prinsip keseluruhan apabila ditinjau dari sudut pandang hukum perang, melindungi lebih banyak orang-orang dan obyek-obyek yang tidak ikut serta dalam pertempuran. Setiap komandan yang bertanggung-jawab, mempunyai suatu pertanggung-jawaban aktif, yaitu tidak hanya bertanggung jawab untuk melindungi peralatan milik sendiri tapi juga melindungi orangorang dan obyek-obyek yang tidak terlibat dalam peperangan, termasuk korban perang. 21. Penerapan Hukum Humaniter dalam Operasi Militer Untuk Perang.

Sesuai Doktrin TNI AD Kartika Eka Paksi, bahwa operasi militer untuk perang merupakan sengketa bersenjata dalam rangka : a. b. c. Menegakan kedaulatan negara. Menjaga Keutuhan wilayah nasional. Melindungi segenap bangsa dari ancaman dan gangguan, hal ini Sesuai dengan hukum humaniter dalam keadaan bagaimanapun

berarti terdapat pelibatan kekuatan TNI AD untuk kontak senjata dengan musuh. pihak pihak yang bersengketa harus mematuhi dan menerapkan hukum internasional ini, oleh karenanya hukum humaniter harus disosialisasikan kepada prajuritnya.

38 22. Sosialisai Hukum Humaniter kepada Prajurit TNI. Suatu angkatan

bersenjata bertanggung jawab terhadap penguasa politik di negara mereka, dan berdasarkan tugas-tugas mereka, maka tanggung jawab pertama dan yang terpenting, adalah yang berhubungan dengan implementasi peraturan-peraturan yang diterapkan pada situasi-situasi sengketa bersenjata. Oleh karena itu, pembekalan yang tepat dalam hukum perang harus telah dilaksanakan pada waktu damai dengan mempertimbangkan kenyataan-kenyataan sengketa bersenjata. Panglima Angkatan Perang harus menjamin pelaksanaan yang rinci dari perjanjian-perjanjian, serta menyelesaikan kasus-kasus yang tak terduga, sesuai dengan prinsip-prinsip umum dari hukum perang (ref. G. I. Pasal 45). Hal ini berarti bahwa melalui rantai komando, semua komandan secara pribadi bertanggung jawab terhadap implementasi dari kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan yang harus dipertimbangkan sebagai suatu aturan bertindak, yang mengatur aktivitas-aktivitas dari suatu angkatan bersenjata. Demikian pula Panglima TNI sebagai penanggung jawab operasional pelibatan Kekuatan TNI berkewajiban untuk senantiasa memberikan petunjuk dan arahan kepada Kotama / Koops dalam hal penerapan Hukum Humaniter, karena saat ini peranan angkatan perang telah berubah yakni tugas utama Angkatan Peang adalah mencegah peperangan melalui tindakan tindakan Pencegahan. Apabila peperangan tetap terjadi, maka Panglima TNI berkewajiban agar peperangan yang terjadi tersebut, tetap terkontrol serta mencegah pertempuran tersebut semakin meluas. Perlu ditekankan bahwa : 1) 2) Dalam setiap pelaksanaan pertempuran tidak ada sengketa Hukum Perang tidak menuntut komandan militer untuk bersenjata yang bersifat manusiawi. melaksanakan peraturan peraturan yang tidak dapat dipatuhinya, tetapi hukum perang menuntut para komandan militer untuk melakukan tugas dengan mempertimbangkan faktor kepentingan militer dan kemanusiaan dalam mengambil keputusan. b. Pangkolakops/ Pangkoops. Sebagai komandan yang memimpin gugus tugas (Task Force) dituntut senantiasa menekankan kepada para komandan bawahanya untuk memahami dan melaksanakan ketentuan Hukum Humaniter dengan menekankan hal hal sebagai berikut :

39 1) Indisipliner atau tindakan-tindakan pidana terhadap pelanggaran

tersebut sesuai dengan kasus masing-masing (ref. G. P. I. Pasal 87). Komandan dapat dikenakan tuntutan disipliner atau tuntutan pidana, apabila ia mengetahui atau memiliki informasi yang memungkinkannya untuk menyimpulkan suatu keadaan dimana anak buahnya telah melakukan atau akan melakukan pelanggaran demikian, namun ia tidak melakukan segala tindakan yang memungkinkan untuk mencegah atau menindak pelanggaran tersebut (ref. G. P.I. Pasal 86). 2) Penting juga untuk disebutkan bahwa pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum perang dianggap sebagai kejahatan perang. Oleh karena itu, orang-orang yang melakukan tindakan-tindakan demikian akan diadili sebagai penjahat-penjahat perang. 3) Menghormati hukum perang, bukan saja merupakan kepentingan para idealis, melainkan juga merupakan tugas setiap komandan militer dan setiap anggota angkatan bersenjata. Prajurit yang tidak tunduk pada peraturan-peraturanhukum perang berarti melanggar norma-norma hukum internasional yang mengikat, dimana melalui tindakan ratifikasi atau aksesi hukum internasional tersebut telah berubah menjadi hukum nasional. 4) Di dunia saat ini, dimana kerusuhan internal dalam suatu negara dan terorisrne menjadi lebih sering terjadi, maka angkatan bersenjata juga memainkan peranan sebagai lembaga pendidikan dan stabilisator. Hukum dan ketertiban, melalui hukum dan ketertiban, stabilitas, kesejahteraan material dan tujuan perdamaian, pada akhirnya hanya dapat dijamin di negara-negara dimana terdapat suatu struktur yang kuat, yang membela dan mendukung Penguasa yang sah dan konstitusional. Kekosongan kekuasaan (power of vacuum) selalu mendorong angkatan bersenjata untuk menguasai keadaan tersebut. Masalahnya adalah salah satu keseimbangan antara kebebasan dan pembatasanpembatasan - pada akhirnya merupakan sebuah permasalahan kematangan demokrasi dan kebudayaan.

40 Angkatan bersenjata merupakan instrumen kekuatan yang paling ampuh di dalam suatu negara. Posisi angkatan bersenjata yang demikian berkenaan dengan tanggung jawab yang harus mereka pikul. c. Para Komandan Lapangan. Para komandan militer harus menyadari 1) sesuai Para komandan mempunyai tugas untuk meyakinkan anak buah dengan hukum perang, dan mereka tidak melakukan hal hal sebagai berikut : mereka agar selalu menyadari bahwa tugas-tugas mereka haruslah pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum perang. Apabila komandan mengetahui bahwa anak buahnya atau orang lain di bawah pengawasannya akan melakukan, atau telah melakukan pelanggaran hukum perang. Maka ia harus melakukan langkah-langkah inisiatif untuk mencegah pelanggaran seperti itu, atau memprakarsai tindakan dan mendukung penguasa yang sah dan konstitusional. Semua komandan militer sejati mengetahui bahwa tindakan-tindakan yang tidak sah hanya akan memperkuat perlawanan musuh. 2) Dalam keadaan damai, atau keadaan yang relatif damai, angkatan bersenjata mentaati hukum melalui citra yang diperoleh dari tugas-tugas mereka. Sedangkan dalam keadaan krisis atau konflik, peranan mereka lebih nyata dan mereka benar-benar melaksanakan hukum. Operasi-operasi militer yang dilakukan bertentangan dengan hukum perang mungkin akan berhasil dalam jangka pendek, tetapi merupakan kegagalan jangka panjang, karena seluruh kejahatankejahatan menuntut tebusan. 3) Komandan harus menetapkan hal-hal sebagai berikut: a) b) c) 4) Apakah obyek-obyek yang dituju merupakan sasaran Apakah terdapat orang-orang dan obyek-obyek yang Aturan proporsionalitas. militer? dilindungi? Tiga unsur tersebut di atas akan melengkapi perkiraan

komandan, setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan klasik berikut ini:

41 a) b) c) d) e) 5) a) Tugas Pokok. Waktu. Lingkungan (medan). Musuh. Peralatan yang dimiliki. Orang-orang serta obyek-obyek yang : (1) (2) Memberikan kontribusi secara langsung pada Melakukan tindakan perusakan, netralisasi atau peperangan. penangkapan yang memberikan suatu keuntungan militer adalah merupakan sasaran-sasaran militer dan dapat diserang. b) c) Orang-orang dan obyek-obyek yang tidak memberikan Orang-orang dan dan tidak obyek-obyek ikut serta yang secara diberi aktif tanda dalam kontribusi pada peperangan. perlindungan d)

Hal-hal penting yang harus diingat adalah :

permusuhan; harus dihindarkan untuk diserang. Pada saat memberikan perintah-perintah pada anak buahnya, para komandan satuan bertanggung jawab atas implementasi dan penghormatan terhadap hukum perang. Meskipun pengetahuan para komandan harus cukup baik sebagai suatu perangkat kerja, pengetahuan mereka juga harus lebih luas dan teoritis dibandingkan dengan prajurit. e) Jika Para komandan tidak memahami ketentuan ini secara penuh sebaiknya didampingi Perwira Hukum. 23. Evaluasi. a. b. c. Bagaimana pertimbangan komandan militer dalam menerapkan taktik Bagaimana metoda yang paling tepat agar prajurit TNI memahami Bagaimana penekanan komandan lapangan kepada anggotanya militer agar tidak melanggar Hukum Humaniter ? Hukum Humaniter ? terhadap Hukum Humaniter ?

42 BAB IV PENERAPAN HUKUM HUMANITER DALAM OPS MIL SELAIN PERANG 24. Umum. Tugas tugas lain dari TNI adalah melaksanakan operasi militer

selain perang antara lain : Kemanusiaan, Bantuan kepada Polri dan sebagai Pasukan penjaga perdamaian dunia dibawah PBB. Dari ketiga tugas tersebut diatas ketentuan internasional (Hukum Humaniter) yang menyertai dalam pelaksanaan tugas tersebut adalah Bantuan Kepada Polri dan Sebagai Pasuan penjaga perdamaian dunia dibawah PBB. 25. Penerapan Hukum Humaniter pada Bantuan kepada Polri. a. Bantuan kepada Polri dipersepsikan sebagai pemulihan keamanan akibat dari beberapa kelompok masyarakat bersenjata memberontak terhadap pemerintah RI yang sah atau keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI. b. Karena jenis bantuan ini sama artinya dengan pelibatan unsur TNI

dalam sengketa bersenjata internasional yang membedakan adalah tempat berlangsungnya konflik bersenjata, yaitu dalam negara itu sendiri yang melibatkan Pemerintah dengan sekelompok orang bersenjata. 26. Mekanisme Bantuan. Pelibatan unsur TNI dalam operasi keamanan yang

diselenggarakan Polri diatur dalam perundangan tersendiri namun Hukum Humaniter tetap harus dipenuhi oleh unsur TNI dalam melaksanakan tugas bantuan ini, oleh karenanya setiap prajurit TNI yang dilibatkan dalam operasi bantuan ini tetap mematuhi ketentuan ketentuan dalam Hukum Humaniter. negara secara otomatis diatur dalam: a. Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949. dalam pertempuran karena Bahwa orang-orang yang tidak mereka tidak ikut serta dalam terlibat Sesuai dengan Hukum Humaniter Suatu sengketa bersenjata yang terjadi di dalam batas-batas suatu

pertempuran, atau karena mereka terluka atau telah menyerah, atau telah ditahan, harus diperlakukan secara manusiawi serta tanpa perlakuan diskriminatif. Hal ini berarti bahwa mereka : (1) (2) (3) Bukan merupakan sasaran setiap bentuk kekerasan, terutama Tidak boleh dijadikan sandera. Tidak boleh dihina. pembunuhan, pengudungan (mutilasi) dan penyiksaan.

43 (4) (5) (6) (7) Tidak boleh dijatuhi hukuman tanpa melalui proses pengadilan Orang-orang yang luka dan sakit harus dikumpulkan dan Organisasi - organisasi kemanusiaan seperti ICRC dapat Pihak pihak yang bersengketa harus berusaha sekeras

yang wajar. dirawat. menawarkan jasa-jasanya kepada para pihak yang bersengketa. mungkin untuk memberlakukan, dengan cara membuat persetujuan khusus, semua atau sebagian dari ketentuan-ketentuan Konvensi Jenewa. Protokol Tambahan II secara substansial melengkapi dan mengembangkan Pasal 3 yaitu Pasal 3 dari ketentuan yang bersamaan menyatakan : memberikan peraturan-peraturan tambahan untuk melindungi orang-orang yang ditahan, orang-orang yang luka, sakit serta penduduk sipil, serta mengatur mengenai proses pidana. Namun protokol ini tidak memberikan status tawanan perang kepada para tahanan. Protokol berlaku pada sengketa-sengketa yang secara relatif memiliki tingkat intensitas yang tinggi. Kenyataannya, protokol mengacu pada sengketa-sengketa yang terjadi di dalam teritorial suatu negara antara angkatan perang pemerintah dan angkatan perang pihak pemberontak atau kelompok-kelompok yang terorganisir lainnya yang dipimpin oleh komandan yang bertanggung jawab menguasai sebagian dari wilayah nasional sehingga memungkinkan mereka untuk melaksanakan operasi-operasi militer secara bersama-sama dan berkelanjutan serta kemampuan menerapkan Protokol ini. Kekerasan-kekerasan dan ketegangan-ketegangan dalam negeri seperti huru-hara dan tindakan kekerasan yang bersifat sporadis dan terisolasi serta tindakan lainnya yang bersifat serupa atau kejahatan terorisme, bukan merupakan sengketa-sengketa bersenjata jika dilihat dari sudut pandang hukum. Oleh karenanya, tindakan semacam itu tidak diatur dalam Protokol II. b. Pasal 4 Konvensi den Haag tahun 1954 mengenai perlindungan benda-

benda budaya, yang menyiratkan adanya ketentuan-ketentuan minimum yang berlaku dalam situasi demikian.

44 27. Penerapan Hukum Humaniter pada Pasukan Perdamaian PBB. Pelibatan

pasukan TNI dalam ikut serta menjaga perdamaian dunia dibawah PBB sesuai dengan Ketentuan Hukum Humaniter Pasukan TNI tersebut merupakan delegasi dari negara yang netral, sehingga ketentuan sebagai negara netral diterapkan pada pasukan TNI tersebut. Perlindungan dalam ketentuan tersebut batal jika pada pelaksanaan tugas di wilayah konflik memihak salah satu pihak yang bersengketa. 28. Evaluasi. a. Tugas Bantuan yang diberikan oleh TNI kepada Polri, kodal ada pada pihak Polri, tetapi mengapa prajurit TNI tetap harus mematuhi Hukum Humaniter dalam melaksanakan tugas bantuan tersebut ? b. c. Sengketa Bersenjata yang terjadi dalam suatu negara diatur dalam Bagaimana pendapat saudara jika teman saudara tewas dalam suatu tertentu, kemudian sebagai solidaritas corps warga pasal 3 Konvensi Jenewa 1949, Bagaimana bunyi pasal ini ? perkampungan

diperkampungan tersebut dibantai oleh rekan- rekanyang lain !

BAB V PERTANGGUNG JAWABAN KOMANDO 29. Umum. Komandan pasukan yang diikut sertakan dalam suatu operasi

militer mempunyai tanggung jawab umum untuk menjamin dipatuhinya hukum Humaniter, Hal ini merupakan suatu persoalan tentang tata tertib dan disiplin. Setiap komandan bertanggung jawab untuk menjamin bahwa anak buahnya mengetahui tentang kewajiban-kewajiban menurut hukum sengketa bersenjata dan melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum perang. pelanggar. 30. Tanggung Jawab Komandan meliputi : a. Pelanggaran-pelanggaran hukum yang diakibatkan oleh tidak dilakukannya suatu tindakan yang diwajibkan yang diwajibkan berdasarkan tugas yang diembannya. Dalam hal terjadi pelanggaran, komandan harus menghentikan pelanggaran dan menjatuhkan tindakan disipliner atau pidana kepada para

45 b. Untuk mengurangi resiko-resiko terhadap orang-orang dan sasaran-

sasaran sipil yang disebabkan oleh suatu operasi militer, para komandan harus mengupayakan kerjasama yang erat dengan penguasa sipil. Hal ini dilakukan, misalnya untuk mengungsikan orang-orang sipil dari daerah pertempuran, mengorganisasikan tempat-tempat perlindungan, mengadakan persediaan barang-baran