BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah I.pdfdaerah dalam pemberian dan peningkatan kualitas...
-
Upload
phungkhanh -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah I.pdfdaerah dalam pemberian dan peningkatan kualitas...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
United Nations Development Programme (UNDP) sebagaimana yang dikutip oleh Joko
Widodo mengemukakan definisi “governance” sebagai kepemerintahan, dimana hal ini diartikan
sebagai pelaksanaan kewenangan politik, ekonomi, dan administratif untuk mengatur urusan-
urusan bangsa. Pemerintahan dibidang politik dimaksudkan sebagai proses-proses pembuatan
keputusan untuk formulasi kebijakan publik. Tata pemerintahan dibidang ekonomi meliputi
proses-proses pembuatan keputusan untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi didalam negeri dan
interaksi diantara penyelenggaraan ekonomi. Tata pemerintahan di bidang administrasi adalah
berisi implementasi proses, kebijakan yang telah diputuskan oleh institusi politik1.
Arti penting good governance disadari oleh APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten
Seluruh Indonesia dan APEKSI (Asosisasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia) dengan bersama-
sama membuat kesepakatan tentang prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good
governance) yang terdiri dari atas :
1. Prinsip partisipasi;
2. Prinsip penegakan hukum;
3. Prinsip transparasi;
4. Prinsip kesetaraan;
5. Prinsip daya tanggap;
6. Prinsip wawasan kedepan;
7. Prinsip akuntabilitas;
8. Prinsip pengawasan;
9. Prinsip efisiensi, dan;
1Joko Widodo, 2001, Good Governance (Telaah dan Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era
Desentralisasi dan Otonomi Daerah ). Insan Cendekia, Surabaya h.26.
10. Prinsip profesionaliatas2.
United Nation Development Program (UNDP) sebagaimana yang dikutip oleh Lembaga
Administrasi Negara (LAN) mengajukan prinsip-prinsip good governance sebagai berikut ;
1. Partisipasi (Participation)
2. Aturan hukum (Rule of law)
3. Transparasi (Transparency)
4. Daya tangkap (responsiveness)
5. Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation)
6. Berkeadilan (Equlity)
7. Efektifitas dan efisien (Efektiveness and efisiency)
8. Akuntabilitas (Accountability)
9. Visi Strategis (Strategi Vision)3.
Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
Yang Bersih dan Bebas KKN menyebutkan asas-asas umum Penyelenggaraan Negara yang
hampir sama dengan prinsip-prinsip atau karakter umum good governance yaitu :
1. Asas Kepastian Hukum;
2. Asas Tertib Administrasi;
3. Asas Kepentingan Umum;
4. Asas Keterbukaan
5. Asas Proporsionalitas;
6. Asas Profesionalitas;
7. Asas Akuntabilitas4
Berlakunya Undang – Undang No 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah yang menitik
beratkan pada daerah kabupaten atau kota yang memberikan kewenangan luas, nyata dan
bertanggung jawab kepada daerah. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah sangat
ditentukan oleh kesiapan dan kemampuan daerah itu sendiri dalam mengelola dan
memberdayakan seluruh potensi dan sumber daya yang tersedia. Wewenang dan tanggung jawab
2
I Gusti Ngurah Wairocana, 2005, “Good Governance” (Kepemerintahan yang Baik) dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Bali”, Desertasi Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h.23. 3 Lembaga Adminstrasi Negara dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, 2000,
Akuntabilitas Dan Good Governce”Jakarta h.23.
4 Op.cit, h.22.
yang dimiliki oleh pemerintah daerah diperlukan adanya aparat birokrasi yang semakin
bertanggung jawab. Muara dari pelaksanaan otonomi daerah adalah terselenggaranya
pemerintahan yang good governance akan menghasilkan birokrasi yang handal dan profesional,
efisien, produktif serta memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Masyarakat dan
pemerintah dapat terjadi sinkronisasi yaitu saling bersentuhan, menunjang dan melengkapi dalam
satu kesatuan langkah menunju tercapainya tujuan pembangunan nasional.
Dalam menghadapi era globalisasi yang penuh tantangan dan peluang, aparatur negara
dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang sebaik – baiknya berorientasi pada kebutuhan
dan kepuasan penerima layanan5, sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam pemberian
layanan baik berupa barang maupun jasa. Undang – Undang No 23 Tahun 2014 mengandung
spirit untuk terciptanya peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Pelimpahan wewenang dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah memungkinkan terjadinya penyelenggaraan
pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih ringkas dan memberikan peluang bagi pemerintah
daerah dalam pemberian dan peningkatan kualitas layanan. Pelaku pelayanan umum di Indonesia
adalah aparatur negara sebagai abdi negara dan abdi masyarakat yang didalamnya terdapat
kelompok yang dominan baik dalam hal peran layanannya maupun dalam hal jumlah layanan
yang diberikan oleh pemerintah untuk memenuhi kepentingan umum.6 Salah satu perwujudan
dari fungsi aparatur negara adalah pelayanan publik. Pelayanan publik menurut Keputusan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003,
memberikan pengertian pelayanan publik yaitu, “segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan
5 Adya Brata, Atep., 2003, Dasar-dasar Pelayanan Prima, Gramedia, Jakarta, h.28.
6 Ibid.
maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Keputusan Menpan Nomor:
163 Tahun 2003 tentang prinsip-prinsip dari pelayanan publik adalah :
1. Kesederhanaan,
2. Kejelasan,Kepastian Waktu,
3. Akurasi,
4. Keamanan,
5. Tanggung Jawab,
6. Kelengkapan Sarana dan Prasarana,
7. Kemudahan Akses,Kedisiplinan,
8. Kesopanan dan Keramahan,
9. Kenyamanan.
Pengembangan penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu pilihan strategis
untuk membangun pemerintah yang baik (good governance) di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena salah satu tolak ukur penyelenggaraan good governance dapat dilihat dari
terselenggaranya pelayanan publik yang berkualitas dan berorientasi pada kepuasan.
Penyelenggara negara mempunyai peran yang sangat menentukan terhadap keberhasilan
pelaksanaan tugas umum pemerintah, serta membangun tugas – tugas pelayanan kepada
masyarakat. Hal tersebut dapat tercapai dengan mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan
aparatur negara yang berfungsi melayani secara profesionalisme, berdayaguna, produktif,
transparan, bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme serta mampu melaksanakan maupun
mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Dalam konteks penerapan prinsip –
prinsip good governance dalam pengelolaan pemerintahan menjadi suatu tuntutan utama
terhadap peningkatan kinerja pelayanan aparatur negara semakin dirasakan dan penting, karena
pelayanan yang baik dan prima akan berdampak pada terwujudnya iklim usaha yang kondusif.
Tugas pokok dan fungsi aparatur pemerintah semakin menjadi sorotan masyarakat karena
mendapatkan pelayanan yang baik adalah hak masyarakat, sedangkan aparatur berkewajiban
menyelenggarakan pelayanan secara prima, dengan prinsip – prinsip pelayanan yang sederhana,
cepat, tepat, tertib, murah, transparan dan tidak diskriminatif dan memenuhi standar. Masyarakat
tidak hanya menuntut pelayanan publik yang lebih efisien, dan memuaskan, tetapi juga
menginginkan perilaku administrasi publik yang lebih responsive dan mencerminkan kepatutan
(fairness), keseimbangan etika dan kearifan / good judgement .7 Tuntutan yang gencar dilakukan
oleh masyarakat kepada pemerintah merupakan tuntutan yang wajar yang sudah seharusnya
direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan – perubahan yang terarah dengan
semakin terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik.
Dalam hal penerapan asas-asas good governance dalam pelayanan publik di Pemerintah
Kota Denpasar dari sekian SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yang telah mampu
melaksanan pelayanan publik dengan sangat baik masih adanya beberapa SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah) yang belum optimal menerapkan asas-asas good governace dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal ini di sebabkan karena kurang infrfastruktur
dalam pemberian layanan kepada masyarakat seperti halnya Puskesmas I Denpasar Timur yang
sering berpindah-pindah tempat pelayanannya yang membuat masyarakat yang ingin berobat ke
Puskesmas menjadi binggung karena tidak adanya akses informasi ke masyarakat yang diberikan
oleh Pemerintah Kota Denpasar serta kurang professionalnya petugas Puskesmas dalam
mendokumentasikan arsip-arisp riwayat penyakit pasien yang dilakukan secara manual sehingga
menjadi lama dalam mendapatkan arsip riwayat penyakit pasien yang ingin mendaftarkan untuk
berobat kembali. Dalam penerapan asas kecepatan dan efisien, Dinas Catatan Sipil Kota
Denpasar masih ada beberapa masalah yang perlu sedikit di perbaiki seperti masih lamanya
dalam kepengurusan KTP (Kartu Tanda Penduduk, KK (Kartu Keluarga), di karenakan masih
kurang pegawai sehingga menjadi lama dalam kepengurusan surat-surat tersebut, serta masih
adanya punggutan liar yang dilakukan aparat desa/kelurahan sumerta kauh di tempat tinggal
7 Ibid, h. 35.
penulis dan penulis alami sendiri dalam hal kepengurusan surat-surat penghantar sebelum
melanjutkan ke dinas yang dituju yang mencerminkan belum mampunya menerapkan prinsip
transparasi dalam memberikan pelayanan, dan juga PDAM Kota Denpasar yang kurang cepat
merespon pengaduan masyarakat, apabila terdapat pipa yang bocor,air yang terkadang kecil,
membuka pelanggang baru, PDAM hanya mendengarkan tanpa merespon cepat pengaduan
tersebut yang berdampak menjadi kerugian pada masyarakat atau publik. Dari sekian permasalah
pelayanan publik yang terjadi di kota denpasar di harapakan kedepanya dalam menerapkan
prinsip-prinsip good governance pemerintah kota denpasar selalu mengevaluasi dan mengawasi
dengan menerapkan prinsip punishment and reward kepada UPT – UPT (Unit Pelayanan Teknis)
yang menyelenggarakan pelayanan publik agar tercapai pelayanan publik yang berbasis good
governance.
Kemajuan teknologi yang sangat cepat mengharuskan instansi mengikuti perkembangan
teknologi, untuk itu suatu instansi membutuhkan suatu sistem informasi yang mendukung
kebutuhan instansi pemerintah dalam menciptakan efisiensi dan efektifitas kerja maupun dalam
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu kemajuan teknologi informasi juga
merupakan solusi dalam memenuhi aspek transparansi, akuntabilitas dalam partisipasi
masyarakat. Keterpaduan sistem penyelenggaraan pemerintah melalui jaringan informasi perlu
terus dikembangkan terutama dalam penyelenggaraan pelayanan sehingga memungkinkan
tersedianya data dan informasi pada instansi pemerintah yang dianalisis dan dimamfaatkan
secara cepat akurat dan efisien.8
8 Dwiyanto, Agus, 2003, Reformasi Pelayanan Publik: Apa yang harus dilakukan?, Policy Brief. Pusat
Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM, Yogyakarta. h. 43
Pentingnya penerapan teknologi informasi baik dalam pelayanan publik maupun dalam
penyelenggaraan pemerintahan, merupakan bagian tak terpisahkan dalam reformasi birokrasi,
karena mampu memberikan berbagai kemudahan, kecepatan serta efisiensi dalam pelayanan
publik merupakan wujud dari mampu atau tidaknya suatu pemerintahan membangun suatu
kepemerintahan yang baik ( good governace) dalam halnya peningkatan pelayanan publik. Untuk
terwujudkan kepemerintahan yang baik ( good governance ) khususnya dalam bidang
peningkatan pelayanan publik, Pemerintah Kota Denpasar berpedoman pada Peraturan Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang
berasaskan :
1. Kepentingan umum;
2. Kepastian hukum;
3. Kesamaan hak;
4. Keseimbangan hak dan kewajiban;
5. Keprofesionalan;
6. Partisipatif;
7. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif;
8. Keterbukaan;
9. Akuntabilitas;
10. Fasilitaas dan perlakuan khusus bagi kelompok renta;
11. Ketepatan waktu, dan ;
12. Kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
Dengan adanya asas-asas tersebut di harapkan seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) dan Unit Pelayanan di lingkungan Pemerintah Kota Denpasar menciptakan inovasi-
inovasi, kreatifitas dan standar pelayanan dalam membangun kepemerintahan yang baik (good
governance) khususnya dalam bidang peningkatan pelayanan publik. Untuk tujuan inilah
penelitian hukum yang berjudul “Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam
Pelayanan Publik Pada Pemerintah Kota Denpasar”
1.2.Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan rumusan
masalah antara lain :
1. Bagaimana upaya Pemerintah Kota Denpasar menerapkan prinsip-prinsip good
governance melalui peningkatkan kualitas Pelayanan Publik ?
2. Apa saja kendala yang dihadapi Pemerintah Kota Denpasar menerapkan prinsip-prinsip
good governance melalui peningkatkan kualitas Pelayanan Publik ?
1.3.Ruang Lingkup Masalah
Dalam penulisan skripsi ini ditentukan secara tegas mengenai materi yang akan di bahas.
Hal ini tentunya untuk menghindari agar materi atau isi dari pembahasan tidak menyimpang dari
pokok permasalahan. Maka permasalahan yang diteliti dibatasi sesuai dengan rumusan masalah
yang dibahas yaitu mengenai bagaimana upaya yang dilakukan Pemerintah Kota Denpasar dalam
menerapkan prinsip-prinsip good governance melalui peningkatan kualitas pelayanan publik
serta kendala-kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Denpasar dalam menerapkan prinsip-
prinsip good governance melalui peningkatkan kualitas pelayanan publik.
1.4.Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian skripsi ini ada dua jenis yaitu tujuan umum dan tujuan khusus
adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Secara umum yang menjadi tujuan penelitian dari skripsi ini adalah mengetahui
Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance Dalam Pelayanan Publik di Pemerintah
Kota Denpasar.
b. Tujuan Khusus
Sementara itu secara khusus sesuai permasalahan yang dibahas, adapun tujuan
khusus yang ingin dicapai adalah :
1. Untuk mengetahui apa yang dilakukan Pemerintah Kota Denpasar dalam
menerapkan prinsip-prinsip good governance melalui peningkatan kualitas
pelayanan publik.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi Pemerintah Kota Denpasar
dalam penerapan prinsip-prinsip good governance melalui peningkatan kualitas
pelayanan publik.
1.5.Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sebuah sumbangan dan manfaat
bagi khasanah ilmu pengetahuan khususnya hukum administrasi, good governance
dan ilmu hukum pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat
memperdalam pengetahuan mengenai bentuk-bentuk upaya pemerintah kota
denpasar dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam peningkatan
kualitas pelayanan publik berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pelayanan Publik, Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 30 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Denpasar
Tahun 2010-2015.
b. Manfaat Praktis
1. Memberikan sumbangsih pemikiran kepada semua pihak yang terkait dalam upaya
pemerintah kota denpasar dalam penerapan prinsip-prinsip good governance dalam
peningkatan kualitas pelayanan publik
2. Memberikan informasi bagi masyarakat secara umum, mengenai upaya yang
dilakukan Pemerintah Kota Denpasar dalam penerapan prinsip-prinsip good
governance dalam bidang peningkatan Penyelenggaraan Pelayanan Publik pada
Pemerintah Kota Denpasar.
1.6.Landasan Teoritis
a. Good Governance
Istilah Good Governance memiliki makna yang berbeda-beda yang diberikan oleh para
pakar, terdapat 7(tujuh) istilah yang digunakan dalam konsep Good Governance. Pertama
“Sistem Pemerintahan Layak” istilah ini dipergunakan oleh Panitia Seminar Hukum Nasional
ke VII “Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani” yang diselenggarakan di Jakarta
pada tanggal 12-15 Oktober 1999, dalam laporannya pada halaman 6 (enam) dinyatakan :
“sistem pemerintahan layak (good governance) yang terwujud dalam penyelenggaraan
pemerintahan Negara yang bersih, transparan, partisipatif, dan memiliki akuntabilitas publik,
merupakan hal yang sangat menentukan berfungsinya supra struktur dan infra struktur politik
sesuai dengan ketentuan hukum yang dibuat secara demokratis, kedua menurut Mitfah Toha
dengan berpijak pada pengertian governance menurut World Bank yang diartikan sebagai
“tata pemerinatahan” (yaitu suatu sikap dimana kekuasaan atau power itu digunakan untuk
mengelola sumber-sumber ekonomi dan sosial dalam rangka melakukan pembangunan)
merupakan istilah “Tata kepemerintahan yang baik dan berwibawa” untuk istilah good
governance, ketiga Soewoto Mulyosudarmo mempergunakan istilah “Pemerintahan yang
baik”., dikatakan pemerinatahan yang bersih (Clean Government), pemerintah yang baik
harus berlandaskan pada prinsip transparasi dan akuntabilitas, keempat Bintoro
Tjokroamidjojo Mahfud MD mempergunakan istilah “pengelolaan yang baik” untuk
mengartikan good governance, kelima Emil Salim dalam tulisannya yang berjudul “Dari Rio
melalui Jakarta ke Johanesburg” diharian Tempo tanggal 17 Juni 2001 mempergunakan
istilah “Penadbiran yang baik”, keenam APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh
Indonesia) dan APEKSI (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia) mempergunakan
istilah “Tata Pemerinatahan Yang Baik”, ketujuh para penulis dari disiplin ilmu pemerintahan
atau administrasi Negara cenderung mempergunakan istilah “kepemerintahan yang baik
misalnya : Moestapadidjaja AR, Sedarmayanti mempergunakan istilah ini bertolak dari
pendekatan aspek fungsionaldari kata governance yaitiu apakah pemerinatah telah berfungsi
secara efektif atau efisien.9
Pengertian Good Governance hasil dari Seminar Hukum Nasional ke VII dengan tema
“Reformasi Hukum Menuju Masyarakat Madani” memberi pengertian good governance
sebagai supremasi hukum dan berfungsinya semua lembaga pemerintahan di tingkat pousat
dab daerah (infra dab supra struktur) sesuai dengan aturan hukum yang dibuat secara
demokratis, menurut Jusuf Wanadi tentang good governance sebagi berikut :
“ good governance means that authority based on the rule of law, its policy are
transparent, and its accountable to the society. It also has to be based on institution and
not on the wishes of men or personalities. It should also adhere to principle that all men
(and women)are equal before that law”
9
I Gusti Ngurah Wairocana, 2005, “Good Governance” (Kepemerintahan yang Baik) dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Bali”, Desertasi Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, h.6
menurut Bank Dunia, I.M.F (Internasional Monetery Fund) dan UNDP (United Nations
Development Programme) memberikan definisi yang berbeda tentang good governance,
menurut Bank Dunia :
“ Penyelenggaraan managemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab, yang
sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien. Juga penghindaraan salah satu alokasi
dan intervensi yang langka serta pencegahan korupsi secara politik maupun
administrative, menjalankan disiplin anggaran berikut penciptaaan kerangka politik dan
hukum yang kondusif bagi tumbuhnya aktifitas kewiraswataan”
menurut UNDP :
“good governance adalah suatu hubungan sinergi antara Negara sector swasta (pasar),
dan masyarakat yang berlanadaskan pada sembilan karakteristik yakni: partisipasi; rule of
law; tranparasi, sikap responsive; berorientasi konsensus; kesejahteraan/kebersamaan;
efektifi dan efisien; akuntabilitas; dan visi strategis”
Bintoro Tjokroamidjojo, dalam bukunya yang berjudul “Reformasi Nasional
Penyelenggaraan Good Governance Dan Perwujudan Masyarakat Madani” memberikan
pengertian good governance sebagai sharing/partnership pengelolaan negara anatara sektor
publik yaitu pemerintah dangan sektor swasta /usaha dan sektor organisasi masyarakat10
.
Di belanda prinsip-prinsip good governance telah diatur di dalam Undang-Undangnya
yaitu Awb “Algemene Wet BestUUrsrecht” dan diterjemahkan kedalam bahasa inggris denga
istilah GALA (General Administrative Law Act), G.H. Addink membagi (GPGG) General
Principles of good governance di dalam General Administrative Law Act atas 3 bagian yaitu :
a. Procedural and Substantive General Principles of good governance
b. General Principles of good governance Reated to the phase of decision making
c. Relive weight General Principles of good governance
Combination of those divisions
Putting into perspective difference procedural and substantive General Principles of good governance
Weight thought putting the substantive General Principles of good governancein the first plance
11
10
Ibid h.12. 11
Ibid h.16
Substantive General Principles of good governance terdiri dari :
1. Prohibition of the misuse of power ( Larangan penyalahgunaan kekuasaan)
2. The principle of prohibition of arbitrariness of principle of reasonableness (prinsip
larangan bertindak sewenang-wenang atau prinsip kelayakan)
3. The principle of legal certainty (prinsip kepastian hukum)
4. The principle of confidence (prinsip kepercayaan)
5. The principle of equality (prinsip persamaan)
6. The principle of proportionality (asas keseimbangan)
Procedural General Principles of good governance terdiri atas :
1. Principle od carefulness (prinsip kecermatan)
2. Principle of reasoning (prinsip alasan yang baik)
Dalam kaitannya dengan General Principles of good governance sebelumnya di Belanda
Belanda telah ada apa yang disebut dengan “aalgemene van behoorlijk bestur” (Asas-Asas
Umum Pemerintahan Yang Baik) yang mula dirintis oleh komisi de Monchy (1950) dan
susul komisi van der Grinten, kedua komisi tersebut mengetenagahkan behoorlijkheid
sebagai saranan untuk mrnguji segi rechtmatigheid penggunaan kekuasaan bebas12
. Di
Indonesia cikal bakal asas-asas umum pemerintahan yang baik melalui hasil desakan
gerakan reformasi menciptakan suatu kepemerintahan yang baik melalui Tap
No.XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme dan disempurnakannya dan Undangkannya UU RI No.28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme. Asas-asas yang terdapat dalam UU RI No.28 Tahun 1999 pasal 3 meliputi :
1.Asas kepastian hukum
2.Asas tertib administrasi
3.Asas kepentingan umum
4.Asas kerterbukaan
5.Asass proporsional
6.Asas profesionalitas
7.Asas akuntabilitas
12
Ibid
Dari asas-asas tersebut hampir sama dengan prinsip-prinsip atau karakter umum good
governance dan dilihat dari kata penyelenggaraan menunjukan adanya aktivitas
(action)sama dengan makna good governance, dengan kata lain dilihat dari sudut hukum
positif Indonesia, maka prinsip-prinsip good governance adalah 7(tujuh) prinsip yang diatur
dalam Undang-Undang No. 28 Tahun1999 tentang Penyenggaraan Negara Yang bersih dan
Bebas Korupsi Kolusi dan Nepotisme13
.
Secara substansial governance ditopang oleh tiga komponen utama yaitu :
1. Political governance
2. Economic governance
3. Administrative governance14
.
1. Political governance, yang dimaknai sebagai sebagai proses keputusan untuk formulasi
kebijakan
2. Economic governance, yang didalamnya melingkupi proses pembuatan keputusan
(descision making process )
3. Administrative governance adalah dimasudkan sebagai sistem implementasi proses
kebijakan.
Berdasarakan atas tiga komponen governance diatas, yang dalam hal ini governance
dalam kerangka institusi, menderivasi tiga domain, yaitu :
1. state (negara atau pemerintahan),
2. private sector (sektor swasta atau dunia usaha), dan
3. society (masyarakat) 15 , yang paling berinteraksi dan dan menjalakan fungsi
masing-masing.
13
Ibid h.22. 14
Husin Thamrin, 2013 Hukum Pelayanan Publik di Indonesia, Aswaja Pressindo,Yogyakarta, h.47. 15
Ibid.
state (negara) berfungsi menciptakan pekerjaan dan pendapatan, sementra society
berperan positif dalam interaksi sosial, ekonomi, dan politik, termasuk mengajak kelompok
masyarakat untuk berpatisipasi dalam aktivitas ekonomi, sosial, dan politik. Secara teoritis good
governance dapat pula dimaknai sebagai suatu proses yang mengorientasikan penyelenggaraan
pemerintahan (daerah) pada pemencaraan kekuatan dan kewenangan yang merata dalam seluruh
elemen masyarakat agar dapat mempengaruhi keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan
kehidupan masyrakat beserta seluruh upaya pembangunan politik, ekonomi, soial, dan budaya
Selain itu good governance juga bersubstansikan adanya tata hubungan yang sinergis
dengan masyarakat luas (stake holder)16. Masyarakat turut berperan serta secara aktif dalam
proses pengambilan keputusan pemrintahan dan pembangunan melalui instrumen-instrumen
kelembagaan yang formal atau informal. Oleh karena itu good governance juga mengkriterikan
adanya suatu proses yang berkelanjutan (sustainable process) untuk mengkomodasikan dan
memediasi konflik-konflik kepentingan (conflicts of interest) yang ada dalam struktur
kemasyrakatan sehingga dapat memperoleh suatu kesepakatan bersama.
Pemerintahan yang terbuka berisi badan-badan publik yang terbuka kepada masyarakat
dalam rangka pelayanan. Sedangkan transparansi memberikan ruang bagi masyarakat untuk
mengetahui proses perumusan dan pelaksanaan sebuah kebijakan. Transparansi memungkinkan
publik untuk mengawasi dan menilai jalannya sebuah kebijakan dengan memastikan alokasi dan
peruntukan sebuah kebijakan secara tepat, efisien serta sesuai dengan kerangka anggaran yang
ditentukan. Pemerintahan yang dinamis dan responsif bergantung pada bagaimana pemerintah
mampu menjadi inspirasi, memanfaatkan dan memupuk keterlibatan yang mantap dari seluas
mungkin sektor-sektor masyarakat. Partisipasi masyarakat memungkinkan pemerintah untuk
16
Ibid.
benar-benar responsif terhadap perubahan-perubahan dalam segala situasi dan berinovasi sesuai
dengan kebutuhan dalam menjalankan mandatnya untuk menyediakan pelayanan kepada
masyarakat. Partisipasi masyarakat membantu menciptakan suatu kerangka umum bagi
pengambilan keputusan, komunikasi, dan pemecahan masalah. Partisipasi masyarakat juga
mempunyai peranan penting dalam memberikan tingkat komitmen yang lebih luas dan
memanfaatkan kemampuan yang lebih besar dalam melaksanakan keputusan bersama tadi.
Dengan demikian, partisipasi masyarakat merupakan cara yang efektif untuk mendorong dan
mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab bagi pemerintahan dan pembangunan. Sedangkan
akuntabilitas merupakan suatu kondisi dimana penyelenggaraan pemerintahan dapat
dipertanggunggugatkan di hadapan publik secara administatif maupun secara politik. Baik dari
segi pengambilan kebijakan, pelaksanaan hingga pelaporan dari sebuah kebijakan. Aspek
akuntabilitas memungkinkan publik untuk mengukur berhasil tidaknya pelaksanaan sebuah
kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Prinsip-prinsip transparansi, partisipasi dan
akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan, tidak mungkin dijalankan tanpa adanya
keterbukaan informasi.
b. Pelayanan Publik
Dalam konteks ke-Indonesia-an, penggunaan istilah pelayanan publik (public service)
dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan masyarakat.
Pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa Inggris (public), terdapat
beberapa pengertian, yang memiliki variasi arti dalam bahasa Indonesia, yaitu
umum,masyarakat, dan negara.17
Public dalam pengertian umum atau masyarakat dapat kita
17 Lembaga Administrasi Negara., 2003, Penyusunan Standar Pelayanan Publik, LAN, Jakarta. h. 67
temukan dalam istilah public offering (penawaran umum), public ownership (milik umum), dan
public utility (perusahaan umum), public relations (hubungan masyarakat), public service
(pelayanan masyarakat), public interest (kepentingan umum) dll.
Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities (otoritas
negara), public building (bangunan negara), public revenue (penerimaan negara) dan public
sector (sektor negara)18
. Dalam hal ini, pelayanan publik merujukkan istilah publik lebih dekat
pada pengertian masyarakat atau umum. Namun demikian pengertian publik yang melekat pada
pelayanan publik tidak sepenuhnya sama dan sebangun dengan pengertian masyarakat.
Nurcholish memberikan pengertian publik sebagai sejumlah orang yang mempunyai kebersamaa
berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai
norma yang mereka miliki19
.
Berdasarkan Undang-Undang No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yang
dimaksud dengan Pelayanan Publik adalah “kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan public”. Sebagai penyelenggara pelayanan publik
yakni setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk
berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, badan hukum lain yang dibentuk
semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik dan sebagai pelaksana adalah pejabat, pegawai,
petugas, dan setiap orang yang bekerja di dalam organisasi penyelenggara yang bertugas
18
Ibid
19
Dwiyanto Agus,2005 Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gajahmada Universiti
Press, Yogyakarta. h.22
melaksanakan tindakan atau serangkaian tindakan pelayanan publik. Sebagai turunan
pelaksanaan Undang-Undang No 25 Tahun 2009 yakni Keputusan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara (Meneg PAN) Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003, memberikan
pengertian pelayanan publik yaitu, “segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan
maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
c. Otonomi daerah
Pelaksanaan otonomi daerah sebagai wadah berkah bagi daerah-daerah. dengan
kewenangan yang datur dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah itu, daerah-daerah menjadi memiliki keleluasaan dan kebebasan untuk mengatur dan
mengelola dirinya sendiri. Otonomi bertolak dari adanya hak dan wewenang untuk berprakarsa
dan mengambil keputusan dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya guna
kepentingan masyarakatnya dengan jalan mengadakan berbagai peraturan daerah yang tidak
bertentangan dengan UU1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang lebih tinggi20
.
Dalam hubungan inilah pemerintah melaksanakan pembagian kekuasaan kepada
pemerintah daerah yang dikenal dengan istilah desentralisai, bentuk dan susunan tampak dari
ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang yang mengatur. Seperti pada pasal 1 ayat 6
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang memuat pengertian
otonomi daerah yaitu:
“otonomi daerah adalah hak wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
20 E. Koswara 2001, Otonomi Daerah untuk Demokrasi dan kemandirian Rakyat, PT. sembrani Aksara
Nusantara, Jakarta, h. 77
Bahwa dalam rangka penyelengaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pemerintah daerah yang
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan pembantuan,
diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan
pelayanan pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah
dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaandan kekhusussan
suatu daerah dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jadi, inti konsep pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya memaksimalkan hasil yang
akan dicapai sekaligus menghindari kerumitan dan hal-hal yang menghambat pelaksanaan
otonomi daerah. Dengan demikian tututan masyarakat dapat diwujudkan secara nyata dan
penerapan otonomi daerah luas dan kelangsungan pelayanan umum untuk tidak terabaikan.
Selain itu juga, kata kunci otonomi daerah sebenarnya adalah kewenangan. Makin besar
kewenangan digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat maka makin bermanfaat
penerapan daerah itu.
1.7. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
skripsi ini adalah suatu karya tulis yang bersifat ilmiah. Karena itu dalam
pembahasannya atau penyelesaiannya harus didukung atas data atau hasil penelitian yang
dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Skripsi ini merupakan jenis penelitian yuridis empiris, karena mendekati masalah
dari peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan kenyataan yang ada dalam
masyarakat. Dalam penelitian hukum dengan aspek empiris digunakan bahan hukum
sekunder, bahan hukum primer dan bahan hukum tersier.21
b. Jenis Pendekatan
Suatu karya tulis yang baik dan bermanfaat ilmiah haruslah mempergunakan suatu
pendekatan masalah yang baik dan benar, yang mana nantinya dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah, dalam penulisan skripsi ini, pendekatan masalah yang digunakan
adalah Statue Approach yaitu pendekatan perundang-undangan , The Fact Approach
yaitu pendekatan fakta, karena untuk menyelesaikan setiap pemasalahan pendekatan yang
dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan dan fakta yang terjadi, selain itu juga
menggunakan Conceptual Approach yaitu pendekatan konseptual dengan membangun
konsep yang beranjak dari pandangan-pandangan sarjana dan doktrin-doktrin yang
berkembang dalam ilmu hukum.22
c. Sifat Penelitian
Berdasarkan keterangan diatas, maka sifat penelitian yuridis empiris yang digunakan
adalah penelitian yang sifatnya deskriptif, yaitu yang berupaya untuk menggambarkan
secara lengkap menegnai hal-hal yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian
deskriptif pada penelitian secara umum, termasuk pula didalamnya penelitian ilmu
hukum, bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala
atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk
menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam
masyarakat.
21 Soetrisno Hadi, 1978, Metodologi Research, UGM, Yogyakarta, h. 49.
22
Bambang Sunggono, 2007, Metodologi Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo, Jakarta h.184.
d. Data dan Sumber Data
Untuk sempurnanya pembahasan skripsi ini, maka sebagai penunjang usaha
pengumpulan data yang berkaitan dengan penelitian ini terdapat dua sumber data utama
yaitu sumber data primer yang berasal dari lapangan sedangkan sumber data kepustakaan
sebagai penunjang dalam penulisan ini yang berasal dari. Adapun data tersebut dapat
diperoleh dengan cara dua sumber data yaitu:
1. Data Primer
Data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu data yang diperoleh langsung
dari sumber pertama di lapangan baik dari responden maupun informan.
2. Data Sekunder
Dimana data sekunder ini dibagi menjadi 3 bagian yaitu Bahan hukum primer
yaitu bahan yang diperoleh dari Peraturan Perundang-Undangan. Bahan hukum
sekunder berupa buku-buku hukum (Library Research), jurnal-jurnal hukum.
Sedangkan bahan Hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk,
penunjang ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,
contohnya: kamus, ensiklopedi, indeks kumulatif dan seterusnya.23
.
e. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data kepustakaan pada penelitian ini adalah dilakukan dengan
cara mengumpulkan peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan masalah
yang dibahas yang bertujuan untuk mendapatkan data yang bersumber dari buku-buku
dan dokumen yang berkaitan dengan masalah yang dibahas sedangkan data lapangan
23
Soerjono Soekanto dan sri Mamuji, 2006, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13.
(data primer ) dengan cara mengadakan penelitian secara langsung ke lapangan atau
melalui wawancara terstruktur atau interview pada aparat Pemerintah Kota Denpasar.
f. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Setelah data terkumpul, baik data lapangan (data primer) maupun data sekunder,
dipilih, dianalisis, secara kualitatif yaitu dengan mengambil data yang berkaitan erat
dengan permasalahan dan data tersebut mendukung penyelesaian masalah yang telah
disebutkan yang selanjutnya akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara
sistematis, dihubungkan antara satu data dengan data yang lain. Setelah dilakukan analisis
secara kualitatif, kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif.24
24
Kartini Kartono, 1986, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni Bandung, h. 171.