BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.ubharajaya.ac.id/327/2/201210515070_Eka... ·...

12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa dimana perubahan secara fisik dan psikologis berkembang. Perubahan fisik ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya seksualitas. Perkembangan untuk wanita yang meliputi seks primer seperti rahim, saluran telur, vagina, untuk laki-laki penis, testis dan perkembangan seks sekunder meliputi pertumbuhan payudara untuk perempuan dan laki lakiseperti bahu bidang, perkembangan otot, tumbuhnya rambut di kemaluan (Monks, 2014). Perubahan psikologis ditandai dengan sikap, perasaan, keinginan dan emosi yang labil atau tidak menentu Nur dan Ekasari (2008) Secara umum masa usia remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal 12-15 tahun, remaja pertengahan 15-18 tahun, dan remaja akhir 18-21 tahun (Monks, 2014). Masa remaja kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan perubahan fisik dan psikis terjadi pada masa sekolah menengah pertama dan sekolah menegah akhir (Santrock, 2007). Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan” suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar Hurlock (1980). Remaja menghadapi banyak kendala akibat berbagai perubahan, seperti perubahan fisik, sosial, emosi, dan lain-lain yang semua itu dapat menimbulkan rasa cemas dan ketidak nyamanan. Disamping itu remaja harus belajar beradaptasi dan menerima semua perubahan tersebut yang seringkali menimbulkan pergolakan emosi dalam dirinya seperti yang diungkapkan Nur dan Ekasari (2008). Hal tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang di tandai dengan kecenderungan perilaku menyimpang seperti yang di ungkapkan Mustika, Wiendijarti dan Novianti (2009) Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakangrepository.ubharajaya.ac.id/327/2/201210515070_Eka... ·...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

dewasa dimana perubahan secara fisik dan psikologis berkembang.

Perubahan fisik ditandai dengan tumbuh dan berkembangnya seksualitas.

Perkembangan untuk wanita yang meliputi seks primer seperti rahim,

saluran telur, vagina, untuk laki-laki penis, testis dan perkembangan seks

sekunder meliputi pertumbuhan payudara untuk perempuan dan laki

lakiseperti bahu bidang, perkembangan otot, tumbuhnya rambut di

kemaluan (Monks, 2014). Perubahan psikologis ditandai dengan sikap,

perasaan, keinginan dan emosi yang labil atau tidak menentu Nur dan

Ekasari (2008)

Secara umum masa usia remaja dibagi menjadi tiga tahap, yaitu

remaja awal 12-15 tahun, remaja pertengahan 15-18 tahun, dan remaja

akhir 18-21 tahun (Monks, 2014). Masa remaja kurang lebih berlangsung di

masa sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan

perubahan fisik dan psikis terjadi pada masa sekolah menengah pertama dan

sekolah menegah akhir (Santrock, 2007).

Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan

tekanan” suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari

perubahan fisik dan kelenjar Hurlock (1980). Remaja menghadapi banyak

kendala akibat berbagai perubahan, seperti perubahan fisik, sosial, emosi,

dan lain-lain yang semua itu dapat menimbulkan rasa cemas dan ketidak

nyamanan. Disamping itu remaja harus belajar beradaptasi dan menerima

semua perubahan tersebut yang seringkali menimbulkan pergolakan emosi

dalam dirinya seperti yang diungkapkan Nur dan Ekasari (2008). Hal

tersebut kemungkinan dapat menimbulkan masa krisis, yang di tandai

dengan kecenderungan perilaku menyimpang seperti yang di ungkapkan

Mustika, Wiendijarti dan Novianti (2009)

Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016

2

Perilaku menyimpang bentuknya beraneka ragam. Menurut Sarwono

(2014) secara keseluruhan semua tingkah laku yang menyimpang dari

ketentuan yang berlaku dalam masyarakat seperti melanggar (norma agama,

etika, peraturan sekolah dan keluarga) dapat disebut sebagai perilaku

menyimpang. Jika perilaku menyimpang melanggar terhadap norma hukum

pidana barulah disebut kenakalan.

Muniriyanto dan Suharman (2014) menjelaskan kenakalan remaja

adalah kecenderungan remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar

aturan yang mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya

sendiri maupun orang lain yang dilakukan remaja tengah usia 14-18 tahun.

Kartono (2014) menjelaskan Perilaku menyimpang remaja ini menunjukan

tanda kurang atau tidak adanya konformitas terhadap norma sosial, sebagian

besar kenakalan remaja dilakukan pada usia bawah 21 tahun, angka tertinggi

tindak kejahatan ada pada usia 15-19 tahun. Komisaris Besar polisi

(Kombes pol) Iqbal dalam metroTVnews (2015) menjelaskan kenakalan

remaja yang cenderung pada tindak kriminal seperti pencurian, pada

beberapa kasus yang ditemukan di Depok, Kelender, Cipayung pelaku

relatif berusia remaja usia 17 tahun. Di tahun 2015 banyak kasus tindak

kriminal yang dilakukan oleh remaja. Seperti terjadi pembunuhan seorang

wartawati di bogor yang lakukan oleh empat remaja berusia antara 20

hingga 25 tahun dan ada juga kasus pembegalan didominasi oleh remaja

Fauzi (2015)

Qaimi dalam puspitawati (2008) menyatakan bahwa kenakalan

remaja diwujudkan melalui perilaku agresif dan sikap kasar, tidak suka,

menolak, dan membantah perintah orang tua. Fatchurahman dan Pratiko

(2012) menjelaskan pada masa remaja, siswa sering kali mengalami mudah

marah, mudah tersinggung, dan emosinya cenderung meledak tidak

berusaha mengendalikan perasaannya, dan tidak punya keprihatinan.

Bentuk emosi yang sering meledak diantaranya akibatnya keberingasan

yang terakumulasi dalam tawuran massal, pembajakan kendaraan umum,

perampokan, pemerkosaan, penjambretan, pencurian, membakar,

Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016

3

mengumpat, menghujat, dan bahkan membunuh maupun bunuh diri

sebagaimana dilihat di berbagai media massa.

Kenakalan terjadi dalam bentuk kekerasan seperti pada kasus di

SMA N 3 Enam siswa terlibat dalam kasus pemukulan seorang pria

bernama Erick (36) pada Jumat (30/1/2015) lalu. Setelah itu mereka

menerima hukuman skorsing dari sekolah hingga tamat sekolah Kartika

(2015). Selain itu ada juga kasus lain yang terjadi pada Siswa kelas XI SMU

Analisis Kesehatan Tunas Harapan, Pasar Rebo, Jakarta Timur, babak belur

dihajar teman-teman satu kelasnya. Remaja ini menjadi bulan-bulanan

hanya karena kerap membolos Ifand (2015).

Tidak hanya di sekolah SMA saja kasus kenakalan remaja terjadi.

Kenakalan remaja juga sering ditemui di sekolah SMK, seperti kasus yang

diberitakan berita harian online merdeka terjadi pembajakan bus di pasar

minggu. Sebanyak 250 pelajar SMK Grafika Lebak bulus, Tanjung barat

dan Rawamangun membajak bus P54 jurusan Depok Grogol di halte Ui-

jagakarsa untuk menyerang STM Bunda Kendung. Petugas polsek pasar

minggu yang mendapatkan laporan dari polentas di jl TB Simatupang

langsung menghadang mereka di wilayah pasar minggu.namun para pelajar

bukanya takut, malah semakin beringas dengan melawan petugas dan

akhirnya petugas memberikan tembakan peringatan.lalu dua pelajar berhasil

diamankan dalam pengejaran Sumandoyo (2012). Pada kasus lain Sepasang

pelajar SMK ditangkap aparat polisi polsek kebon jeruk disebabkan mereka

nekat merampok sebuah taksi karena tidak memiliki uang untuk membayar

taksi tersebut., setelah itu pelaku melarikan diri dengan membawa mobil

taksi tersebut dan menabrak seorang petugas polisi ilham (2016).

Bentuk keberingasan pada remaja tak hanya ditunjukan dengan

membajak sebuah bus dan melakukan aksi perampokan di taksi aksi

tawuran antar pelajar pun juga sering dilakukan. Berdasarkan data Komisi

Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak, 2013) mencatat ada 229 kasus

tawuran pelajar sepanjang Januari-Oktober tahun 2013. Jumlah ini

meningkat sekitar 44 persen dibanding tahun lalu 2012 yang hanya 128

Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016

4

kasus. Berdasarkan 229 kasus kekerasan antarpelajar SMP dan SMA/SMK

itu, 19 siswa meninggal dunia Handoko (2013).

Gambar 1.1 jumlah kasus kekerasan

Berdasarkan gambar 1.1 pada Data jumlah pelaku kasus kekerasan

di sekolah dari KPAI (komisi perlindungan anak Indonesia) tahun 2013 –

2015 Jumlah kasus pelaku kekerasan di sekolah hal ini bullying dan tawuran

pelajar menurun cukup signifikan sampai dengan tahun 2015 ini, disatu sisi

kita tidak boleh puas dengan penurunan kuantitas terjadinya kasus

kekerasan di sekolah. Karena persoalan utamanya tidak hanya bergantung

pada sedikit banyaknya jumlah kasus. Bisa saja terjadi sedikit kasus namun

dampaknya besar hingga merengut nyawa sang korban Taurahidah, (2015).

Seperti pada kasus di Jakarta Selatan (2015) seorang pelajar SMK di

Jakarta Selatan terkapar di lapangan Blok S jakarta selatan setelah di sabet

celurit oleh pelajar lainya. Saat itu, tawuran mendadak pecah dan korban

tiba tiba saja dibacok oleh pelajar tak dikenal Murti (2015). Tidak hanya di

Jakarta Selatan saja kasus tawuran terjadi di depok, jawa barat siswa kelas

XI SMK N 2 Depok, jurusan tata boga tewas mengenaskan akibat dicelurit

pelajar sekolah lain dengan luka tusukan senjata tajam, menurut rekan

korban dan menyaksikan kejadian ini ketika korban dicelurit pelajar lainnya

Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016

5

yang diduga siswa SMK Izzata Arjuna, Pancoran Mas, Depok Malau (2015)

namun ada juga baru baru ini kasus tawuran di Depok (2016) seorang

pelajar SMK Pancoran mas (Panmas) kelas 12 kritis mengalami luka tusuk

yang menembus lambung dan luka robek di tangan kiri, sehingga jempol

tangan kirinya putus terkena sabetan senjata tajam dari aksi tawuran pelajar

yang dilakukan beberapa anak SMK termasuk SMK Bunga Bangsa, alumni

SMK Fajar, dan SMK Panmas pada pukul 20.30 WIB. Widhi (2016).

Berdasarkan fenomena diatas Kartono (2014) menjelaskan

kegemaran berkelahi secara massal diantara anak anak sekolah lanjutan di

kota kota besar khususnya di jakarta disebabkan oleh dua faktor yaitu

internal dan faktor eksternal. Salah satu faktor internal yaitu agresi. Agresi

adalah setiap tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain ( Taylor,

2009). fenomena yang ditemukan peneliti sebagian besar yang terjadi adalah

agresi fisik seperti tawuran, pembajakan bus dan perampokan taksi yang

menyebabkan kerusakan. Arifin (2015) menjelaskan perilaku agresif dapat

berupa verbal dan fisik, aktif dan pasif, langsung dan tidak langsung.

Perbedaan verbal dan fisik adalah menyakiti secara fisik dan menyerang

dengan kata kata, aktif atau pasif membedakan antara tindakan yang terlihat

dengan kegagalan dalam bertindak, perilaku agresi langsung berarti

melakukan kontak langsung dengan korban yang diserang sedangkan

perilaku agresi tidak langsung dilakukan tanpa adanya kontak langsung

dengan korban.

Fenomena agresi yang peneliti temukan seperti tawuran, pembajakan

bus, dan perampokan banyak dilakukan oleh remaja laki-laki. Baron (2012)

menjelaskan pria secara signifikan lebih cenderung untuk melakukan agresi

langsung terhadap orang lain dari pada wanita misalkan kekerasan fisik,

mendorong, menampik, melempar, berteriak, mengejek namun wanita lebih

cenderung melakukan agresi tidak langsung daripada pria seperti menyebar

rumor tidak baik, bergosip, mengarang cerita. Seperti yang di ungkapkan

Nando dan Pandjaitan (2012) ditemukan bahwa umumnnya perilaku agresi

di lingkungan sosial pada remaja laki-laki sebesar 80% dan remaja wanita

73%. Pendapat lain juga menyebutkan bahwa laki laki menunjukkan tingkat

Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016

6

agresi yang lebih tinggi daripada perempuan menurut Moskat dan Sorenson

(2012).

Menurut Bandura dalam feist & feist (2010) alasan orang melakukan

agresi, dianntaranya mereka menikmati menyakiti korban, mereka

menghindari atau melawan dari agresi orang lain, mereka mendapatkan

cidera atau disakiti untuk tidak melakukan agresi (mendapat hukuman),

penguatan diri mereka, mereka melihat orang lain mendapatkan

penghargaan atas tindakan agresi. Sarwono (2009) menambahkan pemicu

agresi adalah ketika seseorang mengalami kondisi emosi tertentu, yang

sering terlihat adalah emosi marah. Emosi marah berlanjut pada keinginan

untuk melampiaskannya dalam satu bentuk tertentu pada objek tertentu.

Kartono (2014) menjelaskan Labilitas emosi biasanya merupakan emosi dan

sentiment yang amat kuat, cepat berubah dan berganti-ganti sehingga

mengacau ketenangan batin Sebagai akibatnya anak remaja menjadi terlalu

tegang, gelisah, bingung, cepat marah, agresif, beringas dan sebagainya

Selain itu menurut Baron (2006) banyak faktor yang

menyebabkanya perilaku agresi yang dilakukan remaja selain faktor frustasi,

provokasi, agresi yang dipindahkan, media, salah satunya adalah faktor

emosional. Pendapat lain mengatakan pemicu perilaku agresif remaja adalah

tingkat emosional yang masih labil, dendam, tingkat stress yang tinggi, dan

pemahaman agama yang rendah seperti yang diungkapkan Nurhalimah

(2012). Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan terhadap 10

siswa SMK , 6 dari 10 orang siswa menyatakan bahwa ketika mereka kesal,

mereka cenderung menggerutu, memukul meja dan berkata kotor. Seperti

siswa berinisial Y yang memukul kepala temanya, menghina, mencemooh,

menendang dan sebagainya ketika sedang marah atau kesal. setelah

dimarahi gurunya mereka meluapkan emosinya ke arah agresif seperti

memukul, berkata kotor.

Di satu sisi ada siswa yang tidak marah atau kesal jika dimarahi oleh

gurunya. seperti siswa berinisial Z ia merasa tidak marah jika jadi bahan

ejekan atau kekesalan yang dilakukan oleh temannya, menurutnya jika ia

marah akan menimbulkan perkelahian dan akan membuat masalahan

Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016

7

dengan temanya. Seperti yang diungkapkan Goleman (2015) orang yang

memiliki kecerdasan emosional yang baik mampu mengetahui perasaan

mereka sendiri dengan baik dan yang mampu membaca, menghadapi

perasaan orang lain dengan efektif memiliki keuntungan dalam asmara dan

persahabatan. Pendapat lain mengatakan individu yang memiliki kecerdasan

emosional yang tinggi juga mampu mengetahui keadaan perasaan orang

lain. kemampuan ini membuat individu tersebut mampu berbagi rasa dan

menerima sudut pandang orang lain, sehingga tidak tergesa-gesa untuk

menyalahkan orang lain pada saat dirinya menghadapi konflik Saptoto

(2010).

Menurut Goleman (2015) kecerdasan emosional adalah merujuk

pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,

kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi

dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Sejalan dengan penelitian Dwi dan Andik (2012) perilaku agresif yang

muncul dikalangan remaja pada dasarnya terkait erat dengan perkembangan

psikis dalam dirinya salah satu faktor psikis yang berpengaruh adalah

tingkat kecerdasan emosional pada remaja memiliki pengaruh yang cukup

vital dalam meminimalkan munculnya kecenderungan perilaku agresif

remaja, karena didalam kecerdasan emosi terdapat komponen-komponen

perilaku yang mampu menjadi pengendali terhadap potensi munculnya

perilaku agresif. Komponen kecerdasan emosi yang dimaksud adalah

pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan

sosial.

Kecerdasan emosi harus dibentuk sehingga dapat mengendalikan diri

ketika berperilaku. Goleman, (2015) menyatakan bahwa seseorang yang

mengelola emosi secara baik akan berpengaruh pada menurunya perilaku

agresif. Sejalan dengan penelitian Aprilia dan Indrijati (2014) jika seorang

remaja yang merasa marah atau tidak terima jika sekolah nya diserang atau

diejek oleh sekolah yang dianggap musuhnya remaja yang mempunyai

kecerdasan emosional yang baik akan dapat menyalurkan kemarahanya

yang lebih positif seperti melakukan sesuatu yang bisa sekolahnya lebih

Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016

8

berprestasi. Di dukung penelitian Gottman dalam Setyowati (2010)

menunjukan bahwa dengan mengaplikasikan kecerdasan emosional dalam

kehidupan akan berdampak positif baik dalam kesehatan fisik, keberhasilan

akademis, kemudahan dalam membina hubungan dengan orang lain dan

meningkatkan resiliensi. Goleman dalam Sarwono (2014) keberhasilan atau

kegagalan seseorang dalam mengelola emosinya, dikatakan tergantung pada

apa yang dinamakan kecerdasan emosi. Makin tinggi kecerdasan emosi

seseorang, makin bisa ia mengatasi berbagai masalah. Khususnya yang

memerlukan emosi yang kuat.

Sarwono (2015) kasus penyalahagunaan obat, penyalahgunaan seks

dan kenakalan yang bersifat agresif, sering kali disebabkan oleh kurang

adanya kemampuan remaja untuk mengarahkan emosinya secara positif.

Untuk itu kecerdasan emosional diperlukan bagi remaja. Menurut Goleman

(2015) orang dengan keterampilan emosional yang berkembang baik

kemungkinan besar akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan menguasai

kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka. Untuk itu siswa

diperlukan memiliki kecerdasan emosional agar mereka lebih produktif.

Seperti penelitian Block dalam Goleman (2015) menjelaskan kaum pria

yang tinggi kecerdasan emosional secara sosial mantap, mudah bergaul dan

jenaka, tidak mudah takut atau gelisah pada kaum wanita yang cerdas secara

emosional cenderung bersikap tegas dan mengungkapkan perasaan mereka

secara langsung dan memandang diri mereka sendiri secara positif

Studi pendahuluan juga dilakukan oleh peneliti dengan cara

melakukan wawancara dengan guru BK hampir 70 % dari 550 siswa laki-

lakinya pernah malakukan tindak agresif, salah satunya seperti mengikuti

tawuran. Menurut guru BK di SMK, ditahun 2015 siswa nya pernah

membacok siswa SMK lain, dan ada juga siswa yang ketahuan saat tawuran

membawa stongkat, siswa nya juga pernah melakukan penjambretan.

Berdasarkan wawancara terhadap siswa x, menurut dirinya seorang siswa

SMK, bahwa tawuran merupakan kegiatan atau aktifitas yang rutin

dilakukan bahkan ada jadwal untuk tawuran tersebut, seperti hari selasa dan

kamis yang dilakukan setiap pulang sekolah. Siswa x juga cenderung pernah

Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016

9

mengolok-olok temanya dan merasa puas setelah mengolok-olok temanya,

dan ia juga pernah bercanda berlebihan hingga mengakibatkan perkelahian.

Disamping itu berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti

di SMK N 2 depok bahwa ada siswa yang tidak mampu mengelola

emosinya dan ada juga siswa yang mampu mengatur emosinya dalam

lingkungan sekolah. Adapun siswa yang belum mampu mengelola emosi

mudah cemas, tersinggung, marah, sehingga mereka cenderung meluapkan

emosinya dalam macam bentuk perilaku agresif verbal seperti mencemooh,

berkata kasar, menghina dan agresi fisik seperti menendang,

menghancurkan dan sebagainya.

Hal tersebut didukung hasil penelitian Dwi & Andik (2012)

dijelaskan bahwa berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan

diketahui bahwa antara kecerdasan emosi dan agresifitas mempunyai

hunbungan negatif yang signifikan dengan koefisien kolerasi sebesar -0,259

(p<0,05). Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi maka

akan semakin rendah agresifitas dan sebaliknya semakin rendah kecerdasan

emosi maka akan semakin tinggi agresifitas. Penelitian lain juga

menunjukan adanya hubungan yang negatif antara kecerdaasan emosi

dengan agresifitas pada remaja pendukung persija (the jakmania), dengan

nilai r hitung (-0,180) lebih kecil daripada r tabel pada taraf signifikansi

0,01 (0,116). Artinya semakin tinggi kecerdasan emosi nya maka akan

semakin rendah agresivitas, begitu pula sebaliknya, semakin rendah

kecerdasan emosinya maka akan semakin tinggi agresivitasnya pratama

(2010).

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, maraknya

perilaku agresif yang dilakukan oleh para remaja diantaranya agresi verbal

dan fisik,

Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016

10

Didukung dengan hasil penelitian dan fenomena terkait, maka dari

itu penelitian ini memfokuskan pada perilaku agresif Khususnya yang

terjadi di SMK N 2 Depok yang banyak terkait dengan faktor emosi

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas , maka rumusan masalah penelitian ini adalah

Apakah ada hubungan kecerdasan emosional dengan prilaku agresif pada

siswa SMK N 2 Depok ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui hubungan kecerdasan emosional

dengan perilaku agresif pada Siswa SMK N 2 Depok

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

A. Psikologi Sosial : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dan memperkaya referensi dan memberikan masukan baru bagi para

peneliti selanjutnya terutama terkait dengan perilaku agresif dan

kecerdasan emosi

B. Psikologi Remaja : Memberikan gambaran atau wawasan mengenai

kecerdasan emosional perananya terhadap pencegahan perilaku agresif

1.4.2. Manfaat Praktis

A. Guru : Mengetahui peranan kecedasan emosi terhadap perilaku agresif

sehingga diharapkan membuat program disekolah terkait dengan

mengembangkan yang terkait dengan peningkatan kecerdasan

emosional

B. Sekolah : Di harapkan setelah mengetahui pihak sekolah mampu

menunjang program atau kegiatan belajar dengan mengembangkan

program terkait dengan kecerdasan emosional

C. Orang tua : Di harapkan dapat membantu mengembangkan kecerdasan

emosional remaja melalui pola pengasuhan terkait dengan pengelolaan

perilaku agresif

Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016

11

D. Remaja : Dapat berusaha memiliki kecerdasan emosional yang baik

sehingga mampu mengurangi perilaku agresif yang marak terjadi di

masa ini.

1.5. Uraian Keaslian Penelitian

Penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya

dengan tema yang sama baik kecerdasan emosional maupun perilaku agresi

adalah sebagai berikut :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Andik dan Dwi 2012 dengan judul

kecerdasan emosional, kecerdasan Spritual dan Agresifitas pada

remaja.dengan subjek sebanyak 120 siswa SMA N 1 Grogol Kabupaten

Kediri Jawa Timur. Metode dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi dilanjutkan kolerasi

parsial dengan menggunakan program SPSS. Hasil menunjukan adanya

hubungan negatif antara kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual

dengan agresifitas.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Herawati 2010 dengan judul hubungan

antara kecerdasan emosional dengan perilaku agresif siswa kelas X

teknik mesin SMK N 2 Kota Bengkulu. Penelitian ini menggunakan

sampel 50 orang siswa kelas X, dalam penelitian Herawati

menggunakan metode kuantitatif dengan jenis korelasional dan

menggunakan analisis bivariat dengan teknik kolerasi Pearson. Hasil

menunjukan terdapat hubungan negatif antara kecerdasan emosional

dengan perilaku agresif.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Pratama 2010 dengan judul hubungan

antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresif pada remaja awal

pendukung persija.pada penelitian ini enggunakan metode kuantitatif

dengan sampel berjumlah 380 orang supporter persija teknik

pengambilan sampel menggunakan accidental sampling bentuk

pengolahan dan analisa menggunakan program SPSS 15.0 dengan

analisis kolerasi Pearson, hasil penelitian terdapat hubungan yang

negatif antara kecerdasan emosi dengan agresifitas.

Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016

12

Dari Hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti terdahulu, tidak

ada satu pun yang persis sama dengan masalah yang akan diteliti, yaitu

dalam hal-hal berikut:

1. Pada penelitian pertama ada persamaan variabel kecerdasan emosional

dengan perilaku agresif, namun perbedaanya yaitu penelitian terdahulu

Herawati 2010 menggunakan tiga variabel akan tetapi penelitian yang

akan di teliti menggunakan dua variabel , dan pada penelitian Herawati

2010 menggunakan subjek di daerah jawa timur .

2. Penelitian selanjutnya juga memiliki kesamaan pada kedua variable

namun perbedaanya adalah ada pada sampel penelitian Herawati

(2010) menggunakan sampel di kota Bengkulu dengan jumlah 50

siswa SMK akan tetapi penelitian yang akan diteliti oleh peneliti

adalah di daerah depok dengan jumlah lebih dari 100.

3. Penelitian yang ketiga juga memiliki kesamaan pada kedua variabel

namun perbedaan nya Penelitian Pratama (2010) menggunakan sampel

remaja pendukung persija dengan mengunakan metode acedental

sampling dan penelitian yang akan diteliti menggunakan sampel siswa

SMK dengan metode random sampling.

Hubungan Kecerdasan..., Eka, Fakultas Psikologi 2016