BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

27
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Australia merupakan salah satu Negara yang memiliki permasalahan dengan pencari suaka yang memaksa masuk wilayah Australia dengan cara yang tidak legal. Australia merupakan destinasi para pencari suaka yang ingin mendapatkan perlindungan dengan status sebagai pengungsi sehingga kemudian mereka berharap akan mendapatkan kewarganegaraan dan ijin tinggal di Australia. Beberapa Negara yang menjadi tujuan bagi para pencari suaka yang ingin mendapatkan statusnya sebagai pengungsi merupakan Negara yang memiliki keberhasilan ekonomi, kesejahteraan sosial, maupun kestabilan politik seperti Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Jerman, Inggris, spanyol serta Selandia Baru termasuk Australia yang memiliki kestabilan politik dan ekonomi. 1 Australia sendiri termasuk salah satu Negara yang bisa dibilang memiliki keberhasilan ekonomi dan stabilitas politik. Para pencari suaka yang datang kebanyakan berasal dari Negara-Negara Asia yang sedang mengalami konflik politik, diantaranya adalah Afghanistan, Iraq, Iran, Sri Lanka dan dari beberapa Negara lainya. 2 Terjadinya konflik politik yang berkepanjangan tersebut mengakibatkan Negara asal dirasa tidak 1 Jurnal Skripsi, M. Rifqi Herdiansyah. “KEBIJAKAN PEMERINTAH AUSTRALIA TERKAIT PERMASALAHAN IRREGULARMARITIME ARRIVALS PERIODE KEPEMIMPINAN PERDANA MENTERI JULIAGILLARD TAHUN 2010-2012” dalam http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal%20Skripsi%20M.%20Rifqi%20Herdianzah.pdf di akses pada 23-10-2013 2 Jannet Philips, 2014, “Boat People to Australia: A quick Guide To The Statistic”, diunduh dari http://parlinfo.aph.gov.au/parlInfo/download/library/prspub/2958111/upload_binary/2958111.pdf;f ileType=application/pdf diakses pada 25-10-2014

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Australia merupakan salah satu Negara yang memiliki permasalahan

dengan pencari suaka yang memaksa masuk wilayah Australia dengan cara yang

tidak legal. Australia merupakan destinasi para pencari suaka yang ingin

mendapatkan perlindungan dengan status sebagai pengungsi sehingga kemudian

mereka berharap akan mendapatkan kewarganegaraan dan ijin tinggal di

Australia. Beberapa Negara yang menjadi tujuan bagi para pencari suaka yang

ingin mendapatkan statusnya sebagai pengungsi merupakan Negara yang

memiliki keberhasilan ekonomi, kesejahteraan sosial, maupun kestabilan politik

seperti Amerika Serikat, Kanada, Prancis, Jerman, Inggris, spanyol serta Selandia

Baru termasuk Australia yang memiliki kestabilan politik dan ekonomi.1 Australia

sendiri termasuk salah satu Negara yang bisa dibilang memiliki keberhasilan

ekonomi dan stabilitas politik.

Para pencari suaka yang datang kebanyakan berasal dari Negara-Negara

Asia yang sedang mengalami konflik politik, diantaranya adalah Afghanistan,

Iraq, Iran, Sri Lanka dan dari beberapa Negara lainya.2 Terjadinya konflik politik

yang berkepanjangan tersebut mengakibatkan Negara asal dirasa tidak

1 Jurnal Skripsi, M. Rifqi Herdiansyah. “KEBIJAKAN PEMERINTAH AUSTRALIA TERKAIT

PERMASALAHAN IRREGULARMARITIME ARRIVALS PERIODE KEPEMIMPINAN

PERDANA MENTERI JULIAGILLARD TAHUN 2010-2012” dalam

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Jurnal%20Skripsi%20M.%20Rifqi%20Herdianzah.pdf

di akses pada 23-10-2013 2 Jannet Philips, 2014, “Boat People to Australia: A quick Guide To The Statistic”, diunduh dari

http://parlinfo.aph.gov.au/parlInfo/download/library/prspub/2958111/upload_binary/2958111.pdf;f

ileType=application/pdf diakses pada 25-10-2014

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

2

memungkinkan lagi untuk memberikan perlindungan kepada warga negaranya

sehingga memaksa mereka untuk mencari perlindungan di Negara lain.

Kedatangan para pencari suaka menuju Australia memiliki maksud untuk

mendapatkan kehidupan yang layak, perlindungan, serta jaminan keselamatan dari

Negara tujuan.

Isu pengungsi memang menjadi permasalahan dan agenda internasional,

hal tersebut dapat dilihat dari terbentuknya UNHCR (United Nation High

Commissioner for Refugees) yang merupakan organisasi tangan kanan PBB yang

khusus menangani isu pengungsi dunia.3 Organisasi ini bertujuan untuk

membantu masyarakat dunia yang hidupnya terncam dinegara asalnya dan tidak

memungkinkan untuk tetap tinggal dinegara asalnya agar mendapatkan

perlindungan dengan menempatkan mereka di Negara lainya.4

Australia merupakan salah satu Negara yang telah menandatangani

konvensi 1951 dan protokol 1967, dan telah secara resmi tergabung menjadi

anggota UNHCR. Ini artinya Australia memiliki kewajiban untuk turut

berpartisipasi dalam membantu para pengungsi yang ingin meninggalkan

negaranya, serta memberikan fasilitas dan perlindungan bagi para pengungsi

sesuai dengan komitmen yang tertuang dalam konvensi yang telah di setujui

bersama sebelumnya.5 Namun meskipun demikian demikian tetap ada prosedur

3 Brian White, Richard Little dan Michael Smith, 1997, “Issues In World Politics”, London,

Macmillan Press, hal 217-218. 4 Lihat www.unhcr.org

5 United Nation, REFUGEES AND STATELESS PERSONS; Convention Relating to The Status

Of Refugees, dalam

https://treaties.un.org/doc/Publication/MTDSG/Volume%20I/Chapter%20V/V-2.en.pdf di unduh

pada 23-10-2013

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

3

yang wajib untuk dipenuhi oleh para pencari suaka sebelum mereka mendapatkan

tempat ataupun perlindungan dari Australia dan Negara lainya.

Para pengungsi memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan jaminan

keamanan dari pemerintah Australia sesuai dengan perintah konvensi 1951 dan

protocol 1967, namun kedatangan mereka dianggap menjadi masalah oleh

Pemerintah Australia. Hal tersebut di karenakan adanya pelanggaran prosedur

yang dilakukan oleh para pencari suaka, mereka masuk dalam territorial Australia

dengan cara yang tidak direkomendasikan. Australia beranggapan pencari suaka

yang datang tanpa teridentifikasi berpotensi memberikan dampak negative bagi

negaranya.6 Kondisi tersebut kemudian menjadi landasan bagi Australia

memberikan efek jera bagi para pencari suaka yang datang dengan menggunakan

perahu. Hal itu dapat dilihat dari beberapa kebijakan australia yang bersifat

preventif terhadap pencari suaka ini.

Para pencari suaka yang datang ke Australia memanfaatkan jalur perairan

Indonesia, dan menjadikan Indonesia sebagai tempat transit atau pemberhentian

sementara sebelum mereka melanjutkan perjalanan ke Negara tujuan. Perjalanan

mereka menuju Australia dengan menggunakan perahu, yang difasilitasi oleh

oknum tertentu yang merupakan warga Negara Indonesia.7 Letak georafis

Indonesia yang strategis menjadikan Indonesia sebagai jalur faforit bagi para

pencari suaka yang bertujuan ke Australia, sehingga Indonesia memiliki peran

6 Dalam http://www.afp.gov.au/en/policing/people-smuggling.aspx diakses 23 Oktober 2013

7 Sigit Zulmunir, “Warga Bogor Tersangka Penyelundup Imigran Rohingya”, dalam

http://en.tempo.co/read/news/2013/11/19/078530762/Warga-Bogor-Tersangka-Penyelundup-

Imigran-Rohingya 24-10- 2013

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

4

penting yang di bisa di manfaatkan oleh Pemerintah Australia untuk membendung

masuknya para imigran.

Dengan kondisi seperti ini tentunya Australia perlu untuk melakukan

kerjasama dengan Indonesia. Melalui kerjasama ini akan mempermudah Australia

untuk mencegah masuknya pencari suaka dengan menggunakan perahu karena

akan mempersempit ruang gerak para pencari suaka dan penyelundup untuk

menembus perbatasan Australia. Indonesia bisa menjadi benteng pertahanan

terluar Australia sebelum para pengungsi sampai ke batas wilayah Negara. Para

pencari suaka akan lebih dulu tertangkap oleh petugas keamanan Indonesia

sebelum mereka sampai ke australia.

Pada tahun 2002, Australia yang di pimpin oleh perdana menteri Jhon

Howard dan Indonesia di pimpin oleh Presiden Megawati melakukan kerjasama

dengan menginisiasi sebuah forum internasional yang di kenal dengan Bali

Procces yang bertujuan untuk memberantas penyelundupan dan perdagangan

manusia, serta kejahatan transnasional terkait lainnya dengan melibatkan beberapa

Negara tetangga yang memiliki visi yang sama terhadap isu-isu tersebut dan

berkomitmen untuk mengatasi permasalahan people smuggling dan trafficking.8

Forum ini tentunya dapat di maksimalkan oleh Australia untuk menguatkan sektor

keamanan dalam pencegahan penyelundupan pencari suaka ke Australia pada

khususnya dan kegiatan-kegiatan yang mengarah pada isu transnational crime9

8 “Bali Proccess” Dalam http://www.unhcr.or.id/id/Bali-process-id di akses pada tanggal 28-10-

2013 9 Transnational Organized Crime merupakan kegiatan kejahatan yang bersifat lintas batas Negara

yang terdiri dari tiga orang atau lebih dan bersifat terorganisir. Kegiatan criminal seperti ini

cenderung bersifat bisnis untuk mengejar keuntungan finansial atau keuntungan lainya. Misalnya,

penyelundupan manusia,terrorisme, dan penyelundupan obat terlarang. Paul D. Williams, 2008,

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

5

terkait lainya. Australia dan Indonesia juga melakukan kerjasama keamanan yang

di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian

kerjasama yang meliputi kerjasama intelijen, keamanan maritim, keamanan

penerbangan, proliferasi senjata pemusnah massal dan kerjasama tanggap

darurat.10

Upaya Pemerintah Australia untuk memperkuat pertahanan dan keamanan

territorialnya dari serbuan para pencari suaka yang mencari suaka terus berlanjut.

Upaya untuk menjadikan Indonesia partner sekaligus ujung tombak dalam

menghadang para pengungsi yang datang ke Australia melalui perairan Indonesia

di lanjutkan dengan melakukan kerjasama antar instansi kedua Negara. Pada tahun

2011 lalu, POLRI dan Australia Federal Police melakukan kesepakatan perjanjian

kerjasama yang berdasarkan atas Lombok Treaty dalam pencegahan dan

pemberantasan kejahatan lintas Negara. Perjanjian tersebut langsung di tanda

tangani oleh KAPOLRI Jendral Timur Pradopo (POLRI) dan Commissioner Tony

Negus APM (AFP) serta disaksikan oleh masing masing Kepala Negara.11

Didalam kerjasama tersebut, Australia tentunya mempunyai sebuah misi

yang direfleksikan dengan melakukan ratifikasi nota kesepahaman dengan

Indonesia. Australia tentunya menyadari bahwa permasalahan pencari suaka

tersebut akan menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk di selesaikan. Di

“Security Studies; An Introduction”, New York, Routledge, hal; 454 dalam

http://bookfi.org/dl/1154013/402e3b diakses pada 08-10-2014 10

“Perjanjian Keamanan RI-Australia Resmi Berlaku” Dalam

http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1313 di akses pada

tanggal 28-10-2013 11

Naskah kerjasama antara Kepolisian Republik Indonesia dengan Polisi Federal Australia

“Pengaturan Antara Kepolisian Republik Indonesia Dan Kepolisian Federal Australia Tentang

Kerjasama Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Kejahatan Lintas Negara” dalam

http://treaty.kemlu.go.id/index.php/treaty/index diakses pada 28-10-2013

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

6

perlukan sebuah strategi yang jitu untuk menghambat arus kedatangan para

pengungsi ke Australia. Sehingga dengan kerjasama tersebut, Australia dapat

menekan arus kedatangan pengungsi dan mengurangi beban Pemerintah dalam

penanganan isu tersebut.

Kebijakan Australia untuk mempererat hubungan kerjasama melalui

instrument Polisi Federal Polisi-nya merupakan hal yang tepat, karena secara

geografis, Indonesia adalah Negara tetangga Australia dan menjadi jalur faforit

bagi para pencari suaka. Ketika jalur tersebut, yang notabene banyak di

manfaatkan oleh para pencari suaka dapat di control, maka secara otomatis

Australia dapat meminimalisir arus kedatangan mereka. Namun sebaliknya jika

Australia tidak mampu mengontrol wilayah tersebut maka jumlah para pengungsi

yang datang tidak akan sepenuhnya mampu di bendung. Dan tentunya hal tersebut

akan merugikan Australia, serta potensi akan ancaman yang di timbulkan oleh

para pencari suaka akan semakin besar.

Pada tahun 2011 lalu, Polisi federal Australia juga memberikan bantuan

tiga buah kapal patroli kepada Kepolisian Republik Indonesia yang dapat

digunakan untuk kepentingan patrol di daerah perbatasan.12

Bantuan tersebut

merupakan refleksi dari kerjasama yang di lakukan sekaligus merupakan

kepanjangan tangan dari kepentingan Australia. Dengan bantuan yang diberikan

tersebut, tentunya akan mempermudah Kepolisian Republik Indonesia dalam

penanggulangan arus gelombang para pencari suaka. Manfaat yang di dapatkan

Australia sendiri adalah semakin ketatnya penjagaan jalur pintu masuk para

12

“Australia Bantu POLRI Tiga Kapal Patroli”

http://www.jpnn.com/read/2011/12/06/110341/Australia-Bantu-Polri-Tiga-Kapal-Patrol di akses

pada 28-10- 2013

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

7

pengungsi menuju Australia maka keamanan nasional Australia pun dapat

tercontrol.

Pada dasarnya penyelesaian masalah pencari suaka memang tidak hanya

bertumpu pada institusi Australia Federal Police ataupun POLRI saja. Namun juga

melibatkan pihak-pihak terkait dalam penangananya. Namun disini peneliti

melihat bahwa kedua institusi tersebut merupakan institusi utama yang mewakili

kepentingan penegakan hokum di masing-masing Negara. Permasalahan pencari

suaka yang di hadapi oleh Australia, merupakan permasalahan yang serius bagi

pemerintah Australia. Hal inilah yang menjadi factor pendorong bagi Australia

untuk kemudian menjalin hubungan kerjasama dengan Indonesia.

Isu pencari suaka ini sangat menarik untuk dibahas walaupun isu tersebut

merupakan isu klasik bagi Australia. Namun hingga saat ini isu tersebut masih

hangat diperbincangan oleh kedua Negara antara Indonesia dan Australia. Dalam

pembahasan pencari suaka ke Australia, tentunya Indonesia juga tidak terlepas

dari pembahasan tersebut dikarenakan indonesia merupakan tempat transit para

pencari suaka. Isu tersebut pula yang terkadang meningkatkan tensi hubungan

Antara Australia dengan Indonesia sehingga dengan latar belakang tersebut

kemudian peneliti mengangkat penelitian tentang “KEPENTINGAN AUSTRALIA

DALAM KERJASAMA AUSTRALIA FEDERAL POLICE DENGAN KEPOLISIAN

REPUBLIK INDONESIA DALAM PENANGGULANGAN PENCARI SUAKA”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka didalam penelitian ini peneliti

mencoba untuk menjelaskan tentang “bagaimana kepentingan Australia dalam

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

8

kerjasama yang di lakukan antara Polisi Federal Australia dengan Kepolisian

Republik Indonesia dalam penanganan permasalahan pencari suaka?”.

1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk menjelaskan tentang

bagaimana kepentingan Australia dalam kerjasama yang di lakukan Kepolisian

Federal Australia dengan Kepolisian Republik Indonesia dalam penanggulangan

permasalahan pencari suaka, dengan menggunakan disiplin ilmu Hubungan

Internasional.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat dalam menambah pengetahuan

tentang usaha yang di lakukan Australia guna mendapatkan kepentingan

nasionalnya serta keamanan dari potensi yang mengancam Negaranya, yang

tentunya akan merugikan Negara yang bersangkutan, melalui kerjasama Polisi

Federal Australia dengan Kepolisian Republik Indonesia dalam penanggulangan

pencari suaka. Serta hasil penelitian ini di harapkan akan bermanfaat bagi peneliti

lain sebagai referensi atau dasar pemikiran dalam penelitian yang sejenis.

1.4 Penelitian Terdahulu

Permasalahan pencari suaka merupakan sebuah isu global yang dihadapi

beberapa negara di dunia. Khususnya bagi Negara-negara yang menjadi destinasi

dan tempat transit para pencari suaka. Mereka adalah para korban pelanggaran

HAM yang seharusnya mendapatkan perlindungan, namun sebaliknya mereka di

anggap sebagai ancaman bagi negara-negara penerima. Hal tersebut dikarenakan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

9

banyak para pencari suaka yang datang tidak menghiraukan peraturan untuk

mendapatkan suaka di Australia, sehingga pemerintah Australia merasa di rugikan

oleh kedatangan para pencari suaka tersebut. Beberapa penelitian sebelumnya

sudah pernah membahas tentang permasalahan kedatangan pencari suaka yang

tidak mematuhi perosedur.

Humprey Wangke13

dalam jurnalnya “Indonesia dan Masalah Imigran

Gelap” menjelaskan bahwa imigran gelap yang saat ini menjadi salah satu

permasalahan serius bagi Indonesia dan Australia sebagai dampak dari terjadinya

konflik politik yang terjadi di beberapa negara. Permasalahan Imigran gelap sulit

untuk di selesaikan dikarenakan kurangnya ketegasan pemerintah Australia dalam

menentukan status mereka dari pencari suaka menjadi pengungsi, sehingga

dengan demikian berdampak negative pada Indonesia. Indonesia yang hanya

berstatus sebagai Negara transit tidak dapat berbuat banyak karena para imigran

yang tertangkap di Indonesia menolak di tahan oleh pemerintah Indonesia karena

proses penyelesaiannya di anggap tidak jelas. Tidak termasuknya Indonesia dalam

daftar Negara yang menandatangani konvensi 1951 dan protocol 1967 juga

memberikan permasalahan dalam penanganan imigran gelap.

Perbedaan penelitian Humprey Wangke dengan milik peneliti adalah pada

focus penelitian yang akan di teliti. Peneliti akan membahas tentang kerjasama

antara Australia dengan Indonesia melalui Australia Federal Police dengan

kepolisian republic Indonesia untuk menangani isu pencari suaka. Kemudian dari

13

Peneliti bidang Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi

(P3DI) Setjen DPR RI di unduh dari

http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-IV-17-I-P3DI-September-

2012-4.pdf 25-10-2013

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

10

kerjasama tersebut peneliti mencoba menjelaskan tentang kepentingan yang di

kejar Australia dalam kerjasama yang dilakukan tersebut.

Selanjutnya adalah penelitian yang di lakukan oleh M. Rizki

Herdiansyah14

yang berjudul “Kebijakan Pemerintah Australia Terkait

Permasalahan Irregular Maritime Arrival Periode Kepemimpinan Perdana

Mentri Jullian Gillard (2010-2012)”. Penulis dalam penelitianya membahas

tentang kebijakan-kebijakan apa saja yang di ambil oleh Australia yang di pimpin

oleh perdana mentri jullian Gillard dalam merespon kedatangan para pengungsi

yang tidak memenuhi persyaratan untuk mendapatkan suaka. Dapat di lihat bahwa

dalam jurnalnya peneliti menggunakan pendekatan kebijakan luar negeri.

Dalam kepemimpinan perdana mentri jullian Gillard Australia telah

mengeluarkan beberapa kebijakan, yang memiliki tujuan untuk menghadang

masuknya para pengungsi yang datang melalui jalur laut dan tanpa memiliki

document-document yang lengkap. Adapun beberapa kebijakan-kebijakan

tersebut antara lain: (1) Pasific Solution, (2) Mandatory Detention, (3)

Pemberlakuan Bridging Visa, (4) Pengembalian Pencari Suaka ke Negara Asal,

(5) Malaysia Solution

Kebijakan-kebijakan tersebut diatas merupakan kebijakan yang di

keluarkan pemerintah Australia periode kepemimpinan Jullian Gillard yang

bertujuan untuk melawan arus kedatangan para pengungsi. Sehingga dengan

kebijakan-kebijakan tersebut diharapkan akan berdampak terhadap arus

kedatangan para pengungsi yang mencoba masuk wilayah Australia tanpa

14

M. Rifqi Herdiyansah, Op.cit

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

11

membawa dokumen-dokumen yang lengkap. Adapun beberapa factor yang di

jelaskan oleh peneliti yang kemudian mempengaruhi keluarnya kebijakan-

kebijakan tersebut, factor-faktor tersebut antara lain Bureaucratic Influencer,

Partisan Infuencer, serta mass influencer yang kemudian menjadi rasionalisasi

pertimbangan oleh pemerintah Australia dalam pengambilan sebuah kebijakan

untuk meresponse arus kedatangan para pengungsi yang di nilai merugikan

Australia.

Fokus penelitian milik M. Rizki Herdiansyah berbeda dengan milik

peneliti, konsep yang digunakan oleh peneliti di atas adalah kebijakan luar negeri

serta melihat factor-faktor yang mempengaruhi keluarnya kebijakan preventive

Australia. Sedangkan konsep yang di gunakan peneliti saat ini adalah keamanan

nasional dan cooperative security, karena peneliti ingin melihat kepentingan

Australia dalam kerjasama Australia Federal Police dengan Kepolisian Republik

Indonesia yang akan menjadi focus pembahasan dalam penelitian ini.

Penelitian selanjutnya berjudul “Isu Imigran Gelap Dalam Hubungan

Bilateral Australia-Indonesia” yang diteliti oleh Sita HIdriyah.15

Didalam

jurnalnya peneliti membahas tentang isu para pengungsi yang mencoba

memaksakan diri untuk masuk ke wilayah Australia. Permasalahan pengungsi

merupakan isu global yang harus di tangani bersama. Melalui forum internasional

(Bali Proses) yang dimotori oleh Australia dan Indonesia bisa menjadi instrument

dalam memperkuat hubungan kerjasama bilateral untuk meresponse isu

15

Peneliti bidang Masalah-masalah Hubungan Internasional pada Pusat Pengkajian, Pengolahan

Data dan Informasi (P3DI) Setjen DPR RI. “Isu Imigran Gelap Dalam Hubungan Bilateral

Australia Indonesia”, Dalam http://berkas.dpr.go.id/pengkajian/files/info_singkat/Info%20Singkat-

V-19-I-P3DI-Oktober-2013-60.pdf di akses pada 25-01- 2014

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

12

pengungsi, sehingga dari forum kerjasama tersebut menghasilkan solusi yang

tepat untuk mengatasi permasalahan pengungsi, yang tentunya dapat memberikan

dampak positif terhadap perkembangan isu tersebut bagi kedua negara. Indonesia

sendiri memiliki kepentingan dalam kerjasama tersebut yaitu untuk membagi

tanggung jawab dalam permasalahan pengungsi mengingat indonesia sendiri

belum menandatangani konvensi 1951 dan protokol 1967 dengan pembagian

tanggung jawab tersebut akan memberikan sebuah kerja sama yang bersimbiosis

mutualisme.

Fokus penelitian milik Sita Hidriyah yaitu dinamika kerjasama antara

Pemerintah Australia dengan Indonesia dalam meresponse isu pencari suaka, dan

mengasumsikan perlunya kerjasama antara Australia dan Indonesia untuk

penanganan pencari suaka. Penelitian diatas akan menambah refrensi serta

wawasan peneliti tentang dinamika kerjasama antara Australia dengan Indonesia

yang dapat di manfaatkan dalam penelitian “Kepentingan Australia Dalam

Kerjasama Australia Federal Police Dengan Kepolisian Republik Indonesia Untuk

Penanganan pencari suaka”.

Selanjutnya Jurnal Skripsi oleh Citra Adelia16

yang berjudul “Perubahan

kebijakan Bangladesh Terhadap Kaum Rohingya di Perbatasan Bangadesh

Myanmar”. Penelitian tersebut membahas tentang adanya transformasi isu

kemanusiaan menjadi sebuah isu keamanan. Pemerintah Bangladesh merubah

kebijakannya untuk membantu kaum Rohingya di karenakan munculnya

16

Citra Adelia ”Perubahan kebijakan Bangladesh Terhadap Taum Rohingya di Perbatasan

Bangadesh Myanmar” di unduh dari

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/E-Journal%20Skripsi.docx di akses pada 25-03-2014

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

13

permasalahan permasalahan yang di timbulkan oleh kaum Rohingya di

Bangladesh. Mereka kaum Rohingya menyebabkan ketidak setabilan ekonomi dan

sosial di Bangladesh sehingga kemudian dianggap mengancam keamanan

masyarakat Bangladesh. Keberadaan kaum Rohingya yang telah lama menetap

menimbulkan situasi tidak kondusif bagi stabilitas keamanan Bangladesh. Dari

situlah kemudian pemerintah merubah kebijakanya dari menerima menjadi

menolak kaum Rohingya yang datang ke Bangladesh dengan dasar keamanan

nasionalnya.

Penelitian yang peneliti bahas dengan judul “Kepentingan Australia Dalam

Kerjasama Australia Federal Police dengan Kepolisian Republik Indonesia Dalam

Penanggulangan pencari suaka” memiliki persamaan dengan penelitian milik

Citra Adelia yaitu adanya transformasi isu pengungsi yang bermula pada isu

kemanusiaan kemudian berubah menjadi isu keamanan. Peneliti sebelumnya juga

melihat isu pengungsi dengan konsep keamanan nasional. Namun perbedaanya

adalah Negara penerima pengungsi, dimana Citra Adelia membahas tentang isu

pengungsi di Srilangka sedangkan penelitian ini membahas isu tersebut di

Australia, yang juga menolak kedatangan pencari suaka yang datang dengan

menggunakan perahu.

Tabel 1.1

Tabel Posisi Penelitian

No Judul dan Nama

Peneliti

Jenis Penelitian

dan Analisa

Hasil

1. Jurnal:

Permasalahan

Imigran Gelap di

Indonesia.

Permasalahan arus kedatangan

pengungsi merupakan permasalahan

bersama antara negara transit dengan

negara tujuan, sehingga dibutuhkan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

14

Oleh:

Humprey Wangke

kerjasama antar negara sebagai bentuk

dari tindakan konkret untuk

penyelesaian permasalahan tersebut.

Permasalah pengungsi tidak akan pernah

selesai jika hanya membebankan

permasalahan tersebut kepada satu

negara saja.Sehingga solusi terbaik

utnuk penyelesaian peremasalahan

imigran gelap tersebut dengan

melakukan kerjasama antara Indonesia

yang merupakan negara transit dengan

Australia yang merupakan tempat tujuan

para pengungsi.

2. Jurnal Skripsi:

Kebijakan Pemerintah

Australia Terkait

Permasalahan

Irregular Marritime

Arrivals era

kepemimpinan

Perdana Mentri

Jullian Gillard (2010-

2012)

Oleh:

M. Rizki Herdiansyah

Pendekatan:

Keamanan

Nasional

Kebijakan Luar

Negeri

Tidak semua pengungsi yang ingin

mendapatkan suaka di Australia akan

selalu mendapatkan suaka dari

pemerintah Australia. Hal tersebut di

karenakan Australia sudah tidak lagi

memberikan toleransi kepada pengungsi

yang datang melalui jalur tidak resmi

yaitu melalui jalur laut. Untuk itu

Australia di era kepemimpinan Jullian

Gillard mengeluarkan beberapa

kebijakan yang bersifat “Punitive”

artinya kebijakan tersebut bertujuan

untuk memberikan efek jera kepada para

pengungsi, sehingga akan berdampak

terhadap berkurangnya arus kedatangan

para pengungsi menuju Australia

melalui jalusr illegal. Kebijakan

kebijakan tersebut diantaranya adalah

Pasific Solution, Mandatory Detension,

Pemberlakuan Bridging Visa,

Pengembalian Pencari Suaka ke Negara

Asal, dan Malaysia Solution.

3. Jurnal:

Isu Imigran Gelap

Dalam Hubungan

Billateral Indonesia-

Australia.

Oleh :

Sita Hidriyah

Permasalahan pencari suaka tentu

berkaitan dengan penyelundupan

manusia, merupakan pekerjaan rumah

bagi indonesia dan Australia. Isu pencari

suaka memerlukan penanganan serius,

karena permasalahan tersebut berkaitan

dengan masalah kedaulatan. Namun

sebaliknya mereka merupakan korban

kemanusiaan yang membutuhkan

perlindungan dari negara lain. Oleh

karena itu indonesia kemudian

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

15

mengajak negara negara terkait untuk

membahas isu tersebut. Indonesia

sendiri memiliki kepentingan dalam

kerjasama tersebut yaitu adanya

pembagian tanggung jawab bersama

antara negara terkait. Shingga kemudian

solusi terbaik dapat di dapatkan.

4. Jurnal Skripsi:

Perubahan Kebijakan

Pemerintah

Bangladesh Terhadap

Kaum Rohingya di

Perbatasan

Bangladesh-Myanmar

Oleh:

Citra Adelia

Pendekatan:

Keamanan

Nasional,

Kepentingan

Nasional

Penolakan Bangladesh terhadap

pengungsi kaum “rohingya” merupakan

perubahan persepsi pemerintah

Bangladesh dalam memandang isu

Migrasi Internasional. Kaum rohingya

yang notabene membutuhkan suaka atau

perlindungan sebagai akibat dari korban

kemanusiaan telah berubah menjadi

sebuah ancaman bagi Bangladesh. Hal

tersebut di karenakan kondisi ekonomi

sosial dan politik yang di akibatkan oleh

etnis rohingya. Mereka menyebabkan

ketidak stabilan ekonomi dan sosial

pada akhirnya mengancam keamanan

manusia masyarakat Bangladesh.

Sehingga pengungsi yang berangkat

sebagai isu kemanusian telah

bertransformasi menjadi isu keamanan

nasional Bangladesh.

5. Skripsi: Kepentingan

Australia Dalam

Kerjasama Australia

Federal Police-

Kepolisian Republik

Indonesia Dalam

Penanggulangan

Pencari Suaka

Oleh:

Ahmad Sholeh

Jenis Penelitian:

(Deskriptif)

Pendekatan:

Kepentingan

Nasional,

Keamanan

Nasional,

Cooperative

Security

Isu pengungsi menjadi permasalahan

bagi Australia ketika mereka mencoba

memasuki wilayah Australia tanpa

mematuhi prosedur yang berlaku. Hal

tersebut menjadi permasalahan karena

akan memberikan dampak negative

yang mengancam keamanan nasional

Australia. Tentunya permasalahan

tersebut membutuhkan penanganan

serius sehingga kemudian di refleksikan

dalam agenda politik luar negeri

Australia. Upaya pemerintah Australia

untuk melindungi kedaulatan Negara

dan kesejahteraan masyarakat dari

potensi ancaman yang akan di

timbulkan oleh para pencari suaka yang

datang yaitu melalui kerjasama

Australia Federal Police dengan

Kepolisian Republik Indonesia. Dengan

melakukan kerjasama tersebut tentunya

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

16

penanggulangan gelombang kedatangan

pencari suaka akan semakin efektif dan

efisien, serta mengantisipasi ancaman

yang akan di timbulkan.

1.5 Landasan Konseptual

Untuk menjawab rumusan permasalahan di atas peneliti akan mencoba

menggambarkan serta menjelaskan dengan menggunakan beberapa landasan

konseptual :

1.5.1 Cooperative Security

Politik luar negeri merupakan sebuah instrumen atau strategi yang

digunakan suatu Negara, untuk mendapatkan kepentingan nasionalnya dalam

berhubungan dengan dunia internasional, dengan cara apapun sebuah Negara akan

akan berusaha untuk mendapatkan kepentingan nasionalnya.17

Menurut Allan

Gyngel kepentingan nasional merupakan tujuan suatu Negara yang berorientasi

pada kesejahteraan masyarakat serta kebutuhan masyarakat akan keamanan yang

di interpretasikan melalui kebijakan luar negerinya.18

Setiap Negara tentunya

memiliki kepentingan-kepentingan yang berbeda di kancah internasional, namun

kepentingan dasar suatu Negara antara lain adalah keamanan wilayah, warga,

serta kedaulatannya. Negara sebagai aktor yang melakukan politik luar negeri,

tetap menjadi unit politik utama dalam sistem hubungan internasional, meskipun

17

Dalam Artikel, Yanyan Mochammad Yani, Drs. MAIR. Ph.D, “Politik Luar Negeri”, Di unduh

dari http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/politik_luar_negeri.pdf diakses pada

25-10-2013 18

Allan Gyngel and M Wesley, Making Australian Foreign Policy, Oxford, 2007. Hal 23 di unduh

dari http://en.bookfi.org/book/1127186 pada tanggal 28-03-2014

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

17

terdapat aktor-aktor non-Negara yang juga berkecimpung dalam kancah

internasional.19

Keamanan berkaitan dengan isu-isu yang mengancam kelangsungan hidup

di dalam sebuah Negara dan Negara bukanlah satu-satunya yang menjadi

ancaman dalam agenda perluasan keamanan, Barry Buzan membagi keamanan

kedalam lima dimensi yang kiranya membutuhkan penanganan yang lebih baik :20

a. Military security: berfokus pada aspek militer antar Negara.

b. Political security: fokus pada pengorganisasian stabilitas negara, sistem

pemerintahan serta idiologi dan legitimasi terhadap pemerintah.

c. Economic security: fokus pada akses sumber daya, keuangan dan pasar yang

berguna dalam upaya menjaga tingkat kemakmuran, karena ekonomi juga

bentuk dari power suatu Negara.

d. Societal security: memfokuskan pada upaya untuk tetap memelihara tradisi

budaya baik dalam konteks bahasa, kultur, kebiasaan, agama dan identitas

nasional.

e. Environmental security: fokus pada menjaga lingkungan secara luas yang

memiliki fungsi sebagai penopang bagi keberlangsungan mahluk hidup.

Buzan disini memperlihatkan bahwa permasalahan tentang isu keamanan

era ini tidak hanya berada pada sektor militer saja. Buzan mengklasifikasikannya

menjadi beberapa sector, seperti aspek-aspek yang telah di sebutkan sebelumnya.

Aspek-aspek yang diklasifikasikan oleh Barry Buzan dinilai pula memerlukan

perhatian, agar dapat terhindar dari sesuatu yang berpotensi mengancam. Perlunya

19

Ibid 20

Barry Buzan, dalam Dr. Anak agung banyu perwita, Hal 128, Op.cit

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

18

memperhatikan aspek aspek tersebut dikarenakan, ketika salah satu sektor tersebut

terganggu atau terancam, maka akan menyebabkan instabilitas sebuah Negara

sehingga sangat perlu untuk menjaga stabilitas sector-sector tersebut.

Peneliti disini melihat adanya potensi ancaman yang dapat ditimbulkan

oleh kedatangan para pencari suaka. Dalam kasus pencari suaka ini terlihat tidak

mengancam pada sector militer, namun mengancam sector-sektor lain di luar

militer. Dengan demikian permasalahan isu pencari suaka ini dapat di kategorikan

dalam isu keamanan non-tradisional. Coopertive Security terbentuk karena realita

semakin meluasnya pemahaman konsep keamanan yang tidak mungkin mampu di

selesaikan per-negara, artinya untuk menghadapi berbagai tantangan keamanan

internasional yang bersifat non-tradisional diperlukan respon yang kolektif

dimana saling membangun kepercayaan perlu untuk diwujudkan. Cooperative

security memberikan sebuah penekanan terhadap upaya kerjasama antar aktor

yang di lakukan dalam menciptakan keamanan melalui sebuah dialog, konsultasi,

serta saling berbagi informasi satu sama lain.21

Australia merupakan salah satu dari beberapa Negara destinasi para

pencari suaka yang ingin mendapatkan perlindungan. Sebagian dari para pencari

suaka ini, datang dengan menggunakan cara yang tidak di anjurkan oleh

pemerintah australia karena dianggap telah melanggar peraturan imigrasi

Australia. Hal tersebut memberikan dampak pula terhadap Negara tetangga, yaitu

Indonesia yang merupakan jalur bagi para pencari suaka yang ingin mendapatkan

suaka di Australia. Indonesia tentunya juga dirugikan dengan keadaan tersebut

21

Ibid hal: 129

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

19

salah satunya adalah meningkatnya tingkat kejahatan Trans National. Menurut

mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Ito

Sumardi, para pelintas batas secara illegal yang sedang mencari suaka akan rawan

dimanfaatkan untuk digunakan sebagai kurir, atau bahkan kepentingan untuk

merakit bom dalam aksi terorisme.22

Kerjasama yang dilakukan oleh Australia dengan Indonesia melalui

Australia Federal Police dengan kepolisian Republik Indonesia dengan dasar

adanya saling kebutuhan akan rasa aman dari aspek ancaman yang sama, serta

mengancam keamanan nasional kedua Negara. Australia dan Indonesia sadar

bahwa pencari suaka yang datang tidak dengan mematuhi prosedur perlu

ditangani dengan serius dengan melakukan kerjasama yang di wakili oleh institusi

penegak hokum masing-masing Negara.23

Kerjasama yang dilakukan antar

instansi penegak hukum diaplikasikan dengan saling bertukar informasi yang di

perlukan, melakukan operasi bersama, serta kerjasama pengembangan

sumberdaya manusia dan peralatan sesuai dengan kesepakatan tertulis kedua belah

fihak.24

Australia Federal Police sepakat untuk melakukan kerjasama dengan

Kepolisian Republik Indonesia untuk mengatasi para pencari suaka dalam sebuah

perjanjian yang telah di sepakati oleh kedua fihak. Indonesia memiliki peran

22

Wayan Agus Purnomo, “Pelintas batas rawan rawan jadi kurir transnasional” dalam

http://www.tempo.co/read/news/2011/03/29/063323718/Pelintas-Batas-Rawan-Jadi-Kurir-

Transnasional di akses pada tanggal 01-09-2014 23

Dalam “NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN

PEMERINTAH COMMONWEALTH OF AUSTRALIA TENTANG PENANGGULANGAN

KEJAHATAN LINTAS NEGARA DAN PENGEMBANGAN KERJASAMA KEPOLISIAN” di

akses dari http://treaty.kemlu.go.id/uploads-pub/4245_AUS-2008-0174.pdf pada tanggal 12-11-

2013 24

Ibid

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

20

penting dalam penanganan pencari suaka ini, karena mengingat Indonesia

merupakan jalur yang banyak dilalui oleh para pencari suaka dan juga tersedianya

fasilitas yang akan mempermudah para pencari suaka menuju Australia. Upaya

Pemerintah Indonesia dalam penanganan pengungsi tidak terlepas dari peran

pemerintah Australia yang memberi sokongan atau bantuan logistik dan materil

kepada pemerintah Indonesia. Bantuan-bantuan tersebut tentunya sangat

membantu Indonesia untuk menghadang para pengungsi yang datang mengingat

Indonesia bukanlah anggota konvensi pengungsi 1951 dan Protokol 1967.

1.5.2 National Security

Dalam perkembangan isu keamanan dalam study hubungan internasional

saat ini ancaman tidak hanya datang dari actor negara namun actor non-negara

juga menjadi aspek ancaman bagi sebuah negara dan manusia yang ada di

dalamnya.25

Selama perang dingin keamanan nasional masih di definisikan

dengan dimana Negara secara fisik terlindungi dari ancaman yang timbul dari luar

yang dimaksud adalah Negara karena actor dalam hubungan internasional kala itu

hanya negara.26

Globalisasi menjadi aspek pendorong semakin luasnya actor-aktor

non-state dalam hubungan internasional, karena globalisasi memudahkan

siapapun untuk masuk ke batas negara lain, sehingga kemudian muncullah

25

Simon Dalby, dalam Dr. Anak agung banyu perwita dan Dr. Yanyan Muhammad Yani,

“Pengantar Ilmu Hubungan Internasional”, Bandung, ROSDA, 2005, hal 119 26

Abdul-Monem M. Al-Mashat, “National Security in the Third World”, (Boulder, Col.:

Westview Press, 1985), hal. 19, dikutip dalam makalah, Rizal Sukma, “konsep keamanan

nasional”, diakses dari http://ebookily.org/pdf/konsep-keamanan-nasional-propatriaorid-towards-a-

168132713.html di akses pada tanggal 28-03- 2014

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

21

kelompok-kelompok kejahatan lintas Negara maupun organisasi-organisasi

internasional yang merupakan contoh aktor non-state.27

Secara harfiah aman berarti terbebas dari gangguan, bahaya, serta terbebas

dari rasa takut dan khawatir.28

Keamanan nasional merupakan salah satu

kepentingan suatu negara sehingga negara akan mengejar ataupun berusaha untuk

mendapatkan kepentingan yang di maksud. Artinya Negara akan berusaha untuk

melindungi keamanan nasionalnya dari ancaman yang menyebabkan instabilitas

yang datang dari luar maupun dalam negeri. Barry Buzan Mengasumsikan bahwa

terdapat tiga landasan yang bisa dijiadikan alat untuk melihat keamanan nasional

suatu Negara, yaitu the idea of the state, the institutional expression of the state,

dan the physical base of the state.29

Peneliti akan melihat ancaman pencari suaka dari kacamata Phisical Base

of State yaitu negara terdiri dari penduduk dan territory sebuah Negara, termasuk

kekayaan sumberdaya yang terkandung didalamnya.30

Ketika aspek tersebut

terancam atau terganggu maka bisa dibilang bahwa keamanan Negara juga

terancam. Dengan demikian peneliti akan melihat bagaimana Negara dalam kasus

ini adalah Australia berusaha untuk melindungi kedaulatan negaranya, penduduk

serta segala yang terkandung di dalamnya (sumberdaya alam) dari potensi

ancaman yang di sebabkan oleh kedatangan para pencari suaka yang datang

dengan illegal. Peneliti ingin menjelaskan bahwa pencari suaka ini nantinya

berpotensi mengancam aspek kedaulatan, social dan ekonomi Australia. Adapun

27

Dr. Anak Agung Banyu Perwita hal 125, Op.cit 28

“Definisi keamanan dalam Kamus besar bahasa Indonesia” dalam http://www.kamusbesar.com/ 29

Lihat, Barry Buzan, “People, States, and Fear: The National Security In The Third World”, Hal

40 30

Ibid, Hal 62

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

22

aspek lainya seperti Ancaman terhadap stabilitas politik, lingkungan, dan ancaman

lainya tidak dibahas disini, karena isu tersebut tidak terlalu dominan dalam

perbincangan permasalahan pencari suaka di Australia.

Para pencari suaka yang masuk tanpa teridentifikasi ini sama dengan

menentang integritas Negara. Jika permasalahan ini tidak di atasi secara intens

maka akan semakin banyak pelanggaran kedaulatan wilayah Australia karena

kurangnya control terhadap wilayah perbatasan Australia.31

Permasalahan

kedaulatan memang menjadi permasalahan krusial, karena dari itu kemudian

pemerintah Australia mengeluarkan kebijakan yang extreme untuk membendung

isu pencari suaka ini. Pemerintah Australia mengeluarkan kebijakan Sovereign

Border yaitu para pencari suaka yang tertangkap menuju Australia dengan

menggunakan perahu hanya akan mendapatkan ijin tinggal sementara, atau

bahkan mereka akan di proses dipapua nugini (Pulau Manus dan Nauru) dan akan

di tempatkan disana.32

Tidak hanya itu, untuk penyelesaian permasalahan pencari

suaka ini tentunya menimbulkan permasalahan logistic dan pastinya biaya yang

dikeluarkan tidaklah sedikit.33

Australia Federal Police pun bertekad untuk mengatasi permasalahan

penyelundupan manusia yang berperan dalam menyelundupkan para pencari

suaka ke Australia. Tindakan Australia Federal Police terebut merupakan

tindakan pencegahan agar hal yang tidak dinginkan seperti yang telah di jelaskan

31

Dalam http://www.afp.gov.au/en/policing/people-smuggling.aspx di akses pada tanggal 25-12-

2014 32

Dalam http://www.abc.net.au/news/interactives/operation-sovereign-borders-the-first-6-months/ diakses pada 23-11-2014 33

Adam Graycar dan Rebecca Tailby, 2000, “People Smuggling: National Security Implication”,

dalam, http://www.aic.gov.au/media_library/conferences/other/graycar_adam/2000-08-

smuggling.pdf diakses pada 01-09-2014

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

23

tidak sampai terjadi. Pada dasarnya, setiap orang yang ingin ke Australia harus

memiliki dokumen-dokumen resmi dan valid visa, jika tidak maka resikonya

adalah akan ditempatkan di tempat detensi imigrasi untuk ditindak lanjuti.34

Australia sendiri tentunya memiliki standart yang perlu untuk dipenuhi oleh para

pencari suaka yang ingin tinggal di Australia.

Para ppencari suaka ini juga akan berpotensi mengganggu terhadap

stabilitas social di Australia. Mereka berpotensi melakukan kegiatan criminal,

Drug Trafficking, serta penyebaran penyakit berbahaya yang akan mengganggu

masyarakat Australia.35

Fihak imigrasi Australia perlu untuk mengidentifikasi

mereka sebelum memberikan visa perlindungan bagi para pencari suaka untuk

menghindari sesuatu yang nantinya akan merugikan Australia.

Ketika mereka menuju Australia dengan menggunakan perahu artinya

mereka tidak mengikuti security check yang bertujuan untuk menyaring dan

memastikan bahwa orang yang di ijinkan untuk tinggal di Australia itu nantinya

tidak akan bermasalah dan malah menjadi beban pemerintah Australia dan

merugikan masyarakat Australia. Karena Australia memiliki hak untuk

mengijinkan siapa saja yang berhak untuk mendapatkan ijin tinggal di Australia.

Dengan demikian Australia perlu melakukan sebuah tindakan atau kebijakan

dengan maksud untuk memproteksi masuknya pencari suaka dengan cara illegal

tersebut, sehingga akan mengkikis potensi ancaman yang akan mungkin di

timbulkan oleh para imigran berstatus pencari suaka ini.

34

Australian Immigation and Australian Visas, dalam http://www.australia-

migration.com/page/General_Hints_and_Tips/296 diakses pada 28-10-2014 35

Chalk, Peter, “Non-Military Security And Global Order: The Impact of Extrimism, Violence and

Chaos on National and International Security”, New York, ST. MARTIN’S PRESS, LLC, 2000.

Hal 133-134. Di unduh dari http://en.bookfi.org/book/1184210 pada tanggal 28-03-2014

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

24

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Tipe Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif, yaitu upaya menjawab

pertanyaan siapa, apa, dimana, kapan atau berapa; jadi merupakan upaya

melaporkan apa yang terjadi36

. Penelitian ini akan membahas tentang

“Kepentingan Australia Dalam Kerjasama Australia Federal Police Dengan

Kepolisian Republik Indonesia Dalam Penanggulangan Pencari Suaka”

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang di gunakan oleh peneliti adalah dengan

cara Studi pustaka yaitu dengan mengumpulkan atau mencari data yang berupa

catatan, transkrip, buku, surat kabar, website, artikel dan lain sebagainya yang

diterbitkan oleh berbagai lembaga atau instansi yang berkaitan dengan topik yang

peneliti sedang teliti.

1.6.3 Teknis Analisis Data

Jenis data yang digunakan terhadap penelitian untuk membantu peneliti

dalam melakukan penelitian yaitu bentuk data kualitatif. Dimana fenomena yang

diperoleh bukan angka, tetapi berupa kata-kata atau kalimat sebagai kutipan yang

berdasarkan pada makna fenomena tersebut. Data-data yang didapatkan dikaji dan

dianalisa yang tepat mengenai teori atau konsep yang sesuai untuk digunakan

dalam melihat fenomena yang dikaji.

36

Mohtar Mas'oed, 1990, “Ilmu Hubungon Internasionol: Disiplin dan metodelogi” LP3ES hal 68.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

25

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.4.1 Batasan Waktu

Peneliti memberikan lingkup kajian pada tahun 2011-2013, dimana pada

tahun 2011 tersebut merupakan waktu peratifikasian naskah perjanjian kerjasama

penanganan kejahatan lintas negara yang di lakukan antara Australia Federal

Police dengan Kepolisian Republik Indonesia dan kerjasama tersebut berlaku

untuk tiga tahun. Namun terdapat permasalahan yang berujung pada penghentian

kerjasama ini pada tahun 2013.

1.6.4.2 Batasan Materi

Untuk memperjelas dan menghindari pembahasan yang meluas maka

penulis membatasi penelitian ini pada permasalahan kerjasama Australia Federal

Police dengan Kepolisian Republik Indonesia dalam Penanggualngan Pencari

Suaka (2011 - 2013) sebagai refleksi dari kepentingan yang di kejar oleh

Australia. Pembahasan ini juga hanya di maksudkan bagi para pencari suaka yang

menuju Australia dengan menggunakan perahu, bukan karena kasus over stay.

Penelitian disini juga hanya akan membahas tentang ancaman pencari suaka ini

dalam aspek Kedaulatan, Keamanan social, dan Ekonomi.

1.7 Argumen Dasar

Kepentingan Australia dalam kerjasama yang dilakukan antara Australia

Federal Police dengan Kepolisian Republik Indonesia adalah untuk menjaga

kedaulatan Negaranya, dan menjaga kesejahteraan masyarakat serta stabilitas

social masyarakat dari potensi ancaman yang akan ditimbulkan oleh para pencari

suaka. Para pencari suaka yang datang tanpa teridentifikasi akan menimbulkan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

26

permasalahan bagi Australia, sehingga perlunya penanganan dengan indonesia

melalui kerjasama antara Australia Federal Police dengan Kepolisian Republik

Indonesia untuk menghalau para pencari suaka yang kedatanganya tidak

dibenarkan karena menggunakan perahu, mengingat Indonesia merupakan jalur

serta tempat transit yang sering di gunakan oleh para pencari suaka yang bertujuan

ke Australia.

1.8 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan untuk mempermudah peneliti dalam

penulisan atau penyusunan penelitian tersebut sebagai kerangka awal.

JUDUL PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4 Penelitian Terdahulu

1.5 Landasan Konsep atau Teori

1.5.1 Konsep Cooperative Security

1.5.2 Konsep Keamanan Nasional

1.6 Metode Penelitian

1.7 Asumsi Dasar

1.8 Sistematika Penulisan

BAB II

ISU PENCARI SUAKA

DALAM HUBUNGAN

BILATERAL

INDONESIA-

AUSTRALIA

2.1 Definisi Pengungsi Menurut

Konvensi 1951 Dan Protokol 1967

2.2 Indonesia Sebagai Jalur Favorit

Pencari Suaka

2.3 Australia Sebagai Destinasi Para

Pencari Suaka

2.4 Peranan Pemerintah Indonesia dan

POLRI Dalam Penanganan pencari

suaka di Indonesia

2.5 Kerjasama Austrlia Federal

Police-Kepolisian Republik

Indonesia dalam penanganan

pencari suaka

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/21553/2/jiptummpp-gdl-ahmadshole-39233-2-babi.pdf · di kenal dengan Lombok treaty pada tahun 2006, yaitu sebuah perjanjian kerjasama

27

BAB III KEPENTINGAN

AUSTRALIA DALAM

KERJASAMA AFP-

POLRI

3.1 Menjaga Keamanan Kedaulatan

Australia.

3.2 Kepentingan australia dalam

kerjasama Australia Federal

Police dengan Kepolisian

Republik Indonesia

BAB IV PENUTUP Kesimpulan