BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

12
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992 mengamanatkan pentingnya pembangunan yang berkelanjutan di sektor permukiman, pertambangan dan energi, transportasi dan lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan di sektor permukiman diartikan sebagai upaya yang berkelanjutan untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai tempat hidup dan bekerja semua orang. Permukiman adalah suatu perumahan bentukan artificial maupun natural dengan segala kelengkapannya yang dipergunakan oleh manusia baik secara individu maupun kelompok, untuk bertempat tinggal baik sementara maupun menetap dalam rangka menyelenggarakan kehidupannya (Yunus, 1987). Pembangunan permukiman yang berkelanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup permukiman secara berkelanjutan. Konsep Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development) diperkenalkan dalam Strategi Konservasi Dunia (World Conservation Strategy) yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP), International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Konsep Pembangunan Berkelanjutan ini dibuat dalam rangka menekan pemakaian energi yang sangat besar yang sekarang dihasilkan oleh sebagian besar oleh negara negara besar di dunia. Demikian pula yang disampaikan Brundtland Report dari PBB (1987) yang

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agenda 21 yang dicanangkan di Rio de Janeiro tahun 1992 mengamanatkan

pentingnya pembangunan yang berkelanjutan di sektor permukiman,

pertambangan dan energi, transportasi dan lingkungan hidup. Pembangunan

berkelanjutan di sektor permukiman diartikan sebagai upaya yang berkelanjutan

untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi dan kualitas lingkungan sebagai

tempat hidup dan bekerja semua orang. Permukiman adalah suatu perumahan

bentukan artificial maupun natural dengan segala kelengkapannya yang

dipergunakan oleh manusia baik secara individu maupun kelompok, untuk

bertempat tinggal baik sementara maupun menetap dalam rangka

menyelenggarakan kehidupannya (Yunus, 1987). Pembangunan permukiman

yang berkelanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

permukiman secara berkelanjutan.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development)

diperkenalkan dalam Strategi Konservasi Dunia (World Conservation Strategy)

yang diterbitkan oleh United Nations Environment Programme (UNEP),

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN),

dan World Wide Fund for Nature (WWF) pada 1980. Konsep Pembangunan

Berkelanjutan ini dibuat dalam rangka menekan pemakaian energi yang sangat

besar yang sekarang dihasilkan oleh sebagian besar oleh negara – negara besar di

dunia. Demikian pula yang disampaikan Brundtland Report dari PBB (1987) yang

2

mengatakan “Sustainable Development is development process that meets needs

of the present without comprimising the ability of future generations to meet their

own needs.” Pembangunan Berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan,

kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang

tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.

Dalam rangka mendukung Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable

Development) beberapa pihak baik dari pemerintah, instansi swasta maupun LSM

melakukan terobosan agar pembangunan bisa seimbang dengan keberlanjutan

ekologi dan kelestarian lingkungan. Terobosan yang dilakukan adalah

dimunculkannya sistem pengelolaan SDA yang berbasis Lingkungan dan

memunculkan konsep pengelolaan yang seperti Green Office, ISO 14000

(International Organization for Standarization), Green Economy, Green House,

Green Properti, Green Building dll. Hal ini juga mendorong properti yang

bergerak di bidang developer perumahan/ rumah tinggal (Home Stay) untuk

melakukan terobosan agar jenis bangunan mereka menjadi bangunan ramah

lingkungan mulai dari pembangunan pondasi hingga operasional penggunaan

rumah tinggal tersebut.

Konsep greenhouse atau bangunan ramah lingkungan didorong menjadi

trend dunia bagi pengembangan properti perumahan saat ini. Bangunan ramah

lingkungan ini punya kontribusi menahan laju pemanasan global dengan

membenahi iklim mikro (Kompas, 2007). Konsep ini didorong agar arsitek dan

para perencana perumahan bisa menggabungkan berbagai unsur dalam

membangun rumah tinggal tidak hanya aspek kekuatan dan keindahan bangunan

3

tetapi aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya yang kenyataannya selama

ini belum menjadi prioritas bagi seorang arsitektur maupun perencana bangunan.

Menurut riset ATHENA (Institute for The International Green Building

Challenge) dampak penggunaan energi saat bangunan beroperasi jauh lebih besar

(87 – 97%) dibandingkan pada masa konstruksi bangunan (3-13%). Pada

kenyataannya banyak bangunan yang memiliki biaya operasional yang besar

akibat konstruksi awal ketika pembuatan seperti rumah yang disetting tidak

mendapatkan banyak cahaya alami matahari otomatis akan menggunakan banyak

lampu meskipun ketika siang hari, termasuk juga rumah yang disetting pengap

sehingga tidak mendapatkan angin segar sehingga harus menggunakan air

conditioner (AC) sebagai pendingin ruangan. Hal ini jelas akan menambah energi

dan tentunya berdampak pada biaya operasional rumah tersebut. Oleh karena itu

diperlukan konsep rumah yang ramah lingkungan untuk mengatasi permasalahan

tersebut.

1.2 Perumahan di Wilayah Aglomerasi Sleman

Sesuai dengan Sumber Dinas Pertanian Propinsi DIY 2002 dalam 10 tahun

terakhir, Yogyakarta mengalami perubahan penggunan lahan yang cukup

signifikan. Daerah yogyakarta yang dahulunya digunakan sebagai RTH dan

persawahan sekarang ini menjadi daerah yang digunakan sebagai pemukiman

seperti lahan bisnis, perumahan, pasar, gedung pemerintah, kampus dll.

Pertambahan penduduk di Yogyakarta pun dari tahun ke tahun semakin

meningkat mulai dari penduduk asli sampai masyarakat pendatang dari kota lain.

4

Salah satu daya tariknya karena Yogyakarta merupakan kota pariwisata yang

daerahnya sejuk dan masyarakatnya yang ramah. Semakin padatnya masyarakat

Yogyakarta tentunya berbanding lurus dengan kebutuhan akan sandang, pangan

dan papan.

Seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan perumahan juga

bertambah dimana untuk pemenuhan kebutuhan perumahan ini banyak digunakan

lahan yang berada pada pinggiran kota. Menurut Su Ritohardoyo (2003), trend

pembangunan perumahan di kawasan pinggiran yang dilakukan oleh pihak

developer swasta jumlahnya semakin besar, dengan arah perkembangan lebih

cepat di bagian utara (Sleman) daripada bagian selatan (Bantul) kota Yogyakarta.

Perkembangan kota Sleman pada saat ini membutuhkan pelayanan sarana

prasarana umum tidak hanya bagi warga penduduk asli Sleman, tetapi juga bagi

warga pendatang yang tinggal di kota Sleman. Kabupaten Sleman merupakan

salah satu kabupaten di DIY yang memiliki tingkat kepadatan yang tinggi dengan

luas 574,82 Km2 dan jumlah penduduk 938.554 Jiwa. Memiliki Indutri sebanyak

15.112 perusahaan, terdiri dari 15.012 industri kecil (IK) dan 100 industri besar

dan menengah (IBM). Dari data BPS jumlah total penduduk kabupaten Sleman

pada tahun 2002 adalah 943.836 jiwa atau 209.741 kepala keluarga dengan rerata

besaran keluarga 4,5 jiwa stok rumah yang ada 194.560 unit (Renstrada Dinas

PUPP 2002 – 2004), sehingga secara teoritis terjadi kekurangan rumah di Sleman

sebanyak 15.181 unit. Namun demikian kekurangan rumah tersebut tidak terlihat

karena kondisi sosial demografi yang masih memungkinkan keluarga batih

(extended family), satu unit rumah ditempati lebih dari satu keluarga.

5

Di sisi lain kebutuhan rumah di Sleman khususnya di wilayah aglomerasi

diperkirakan akan terus meningkat. Faktor penyebabnya adalah Sleman memiliki

jumlah fasilitas pendidikan tinggi terbanyak di DIY dan tingginya angka migrasi

mencapai 11 % dari kota Yogyakarta dan 75 % dari luar propinsi (BPS, 1995).

Sesuai dengan tabel 1.1 perkembangan perumahan di DIY mengalami perubahan

yang signifikan dari tiap tahunnya.

Tabel 1.1 Perkembangan Perumahan di DIY

1981 – 1985 1986 – 1990 1991 – 1995 1996 – 2000 Total

TOTAL

UNIT

TOTAL

LOKASI

TOTAL

UNIT

TOTAL

LOKASI

TOTAL

UNIT

TOTAL

LOKASI

TOTAL

UNIT

TOTAL

LOKASI

TOTAL

UNIT

TOTAL

LOKASI

KOTA YOGYAKARTA 205 3 272 3 169 4 705 11 1351 21

SLEMAN 1245 12 3832 21 7110 33 2023 28 14210 94

BANTUL 243 2 2401 10 1653 9 2968 15 7265 36

TOTAL 1693 17 6233 34 8932 46 5696 54 21475 151

Sumber : Badan Statistik Kab. Sleman

Hingga tahun 2008, jumlah rumah di Kabupaten Sleman sudah melebihi

kebutuhan penduduknya sebanyak 23.579 rumah. Dengan proyeksi jumlah

kebutuhan rumah sampai tahun 2014 pun, Kabupaten Sleman masih kelebihan

rumah bila dihitung dengan jumlah rumah yang ada sekarang.

Kebutuhan rumah di Sleman sesuai dengan tabel 1.2 menunjukkan

ketidakmerataan di berbagai kecamatan. Dari tujuh belas kecamatan, terdapat

separuh kecamatan yang masih kekurangan rumah.

6

Tabel 1.2 Kebutuhan Rumah di Kabupaten Sleman Tahun 2008 – 2014

No

Kecamatan

Kebutuhan Rumah Yang ada

Surplus/ Minus

2008 2014 2009 2014

1 Prambanan 11.815 12.367 11.646 (169) (721)

2 Berbah 10.601 11.001 9.940 (661) (1.061)

3 Kalasan 14.976 15.862 16.908 1.932 1.046

4 Cangkringan 6.781 6.949 7.090 309 141

5 Ngemplak 12.084 12.886 13.773 1.689 887

6 Depok* 28.688 30.023 43.785 15.097 13.762

7 Ngaglik* 17.377 19.300 21.902 4.525 2.602

8 Pakem 7.863 8.050 8.211 348 161

9 Mlati* 17.421 18.106 21.133 3.712 3.027

10 Sleman 14.810 15.499 13.850 (960) (1.649)

11 Turi 8.508 8.859 7.727 (781) (1.132)

12 Tempel 13.629 14.465 12.193 (1.436) (2.272)

13 Gamping* 16.715 17.531 19.854 3.139 2.323

14 Godean 14.584 14.882 13.580 (1.004) (1.302)

15 Seyegan 11.008 11.333 10.483 (864) (1.083)

16 Moyudan 8.707 8.926 7.843 (864) (1.083)

17 Minggir 8.805 8.950 8.034 (771) (916)

SLEMAN 224.372 234.989 247.951 23.579 12.962

(Sumber : Bappeda Kabupaten Sleman)

Posisi strategis kabupaten Sleman menyebabkan pesatnya pembangunan

permukiman dan perumahan serta meningkatkan permintaan pembangunan

perumahan seperti pada tabel 1.2. Peluang inilah ditangkap oleh para pengusaha

dan investor untuk mengembangkan konsep properti rumah tinggal. Properti

menjadi pilihan dalam pengembangan perumahan di Sleman selain karena

memiliki nilai bisnis yang cukup tinggi, juga memberikan kesempatan bagi

masyarakat untuk bisa memiliki rumah dengan mudah dan sekarang ini 75 %

jumlah properti yang ada di DIY berada di wilayah kab. Sleman

*Wilayah Aglomerasi SLeman

7

(rumahjogja.com). Walaupun potensi pengembangan perumahan cukup besar,

namun tetap diupayakan kegiatan dalam rangka mengendalikan melalui proses

perizinan. Pada tahun 2006 tercatat sebanyak 875 buah permohonan IPPT dari

jumlah pemohon tersebut, sebanyak 453 disetujui dan diterbitkan izinnya, 183

ditolak dan 284 dalam proses (Laporan Penyelenggaran Pemerintahan Daerah

Sleman, 2006).

Dengan memperhatikan beberapa latar belakang tersebut maka disusunlah

Tesis yang bertemakan tentang perumahan ramah lingkungan (greenhouse) yang

berjudul Penerapan Konsep Green House Pada Properti Perumahan di

Kabupaten Sleman Kasus Perumahan Citra Ringin Mas, Puri Sumberadi Asri

dan Casa Grande.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut terdapat fenomena yang menarik untuk

diteliti, diantaranya mengenai konsep rumah ramah lingkungan yang diterapkan

masing – masing perumahan. Sleman merupakan daerah yang menjadi incaran

para developer/ pengembang properti merupakan pusat pendidikan di Yogyakarta

sekaligus pertumbuhan bisnis kuliner (Rumahjogja.com).

Dorongan dan kebutuhan bisnis properti membuat kekhawatiran bahwa

tujuan dalam pembangunan properti hanya berorientasi bisnis dan tidak

memperhatikan kaidah – kaidah ramah lingkungan. Oleh karena itu terdapat

beberapa rumusan masalah.

8

1. Kecepatan pembangunan properti perumahan tidak berbanding lurus

dengan perizinan developer yang menyangkut tentang pentingnya

kelestarian lingkungan;

2. Adanya ketidakseimbangan antara penerapan konsep rumah ramah

lingkungan di perumahan sederhana dan perumahan yang mewah.

3. Properti di Sleman yang tidak ramah lingkungan akan menghasilkan

gaya hidup yang tidak ramah lingkungan bagi penghuninya dan akan

memberikan pengaruh terhadap properti – properti lainnya;

4. Defenisi yang beragam dari berbagai praktisi mengenai “green house”

membuat aplikasi dalam penerapan dalam perumahan juga berbeda –

beda.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. mengkaji penerapan properti perumahan ramah lingkungan di Sleman

Yogyakarta khususnya di perumahan Citra Ringin Mas, Cassa Grande dan

Merapi View;

2. mengkaji perbandingan konsep rumah ramah lingkungan yang diterapkan

antara perumahan Citra Ringin Mas, Cassa Grande dan Merapi View;

3. mengkaji tentang tingkat keramahan lingkungan antara perumahan Citra

Ringin Mas, Cassa Grande dan Merapi View;

9

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ada 2 yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis.

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan dalam hal (1) mengetahui penerapan konsep rumah ramah

lingkungan pada properti perumahan di Sleman Yogyakarta, (2) mengetahui

rancangan masa depan konsep properti ramah lingkungan di Sleman.

Secara praktis hasil penelitian diharapkan memberikan masukan

pemerintah, developer,konsultan, arsitek dalam hal (1) pembangunan dan

persebaran properti perumahan di kab. Sleman, (2) perilaku dan pemahaman

developer dan penghuni perumahan properti di kab. Sleman mengenai konsep

rumah ramah lingkungan.

1.6 Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Konsep Rumah Ramah Lingkungan belum

banyak dilakukan, hanya ada beberapa penelitian yang sejenis yang meneliti

tentang kualitas permukiman di suatu daerah. Peneliti lainnya rata – rata

meneliti tentang perumahan dan permukiman dilihat dari variasi dan

kualitasnya (tabel 1.3).

10

Tabel 1.3 Keaslian Penelitian

Judul, Tahun, Wilayah, Nama

Peneliti Tujuan Penelitian

Metode Penelitian dan Pendekatan

Teknik Analisis dan

Bahan Penelitian

Hasil Penelitian

Studi Kualitas Lingkungan Perumahan di Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Propinsi Bali, Tahun 1999, Wilayah Kabupaten Buleleng Bali, I Gede Astra Wesnawa.

1. Mengkaji variasi kualitas

lingkungan perumahan di daerah kekotaan dan kedesaaan Kecamatan Buleleng.

2. Mengkaji variasi kondisi sosial ekonomi penghuni di daerah kekotaan dan kedesaan Kecamatan Buleleng.

3. Mengkaji pengaruh kondisi sosial ekonomi penghuni terhadap kualitas lingkungan perumahan di daerah kekotaan dan pedesaan Kecamatan Buleleng.

Metode Sampling dan survey dengan Pendekatan Keruangan (Spatial Approach),

Gabungan antara Pendekatan Kualitatif dan Kuantittaif. Bahan penelitian berupa kuesioner.

1. Perumahan di daerah kota

memiliki Kualitas yang baik, terdapat rumah yang baik terdapat juga rumah kurang baik. Perumahan di daerah Desa memiliki kondisi yang masih memasyarakat, terdapat juga rumah yang belum memiliki fasilitas memadai.

2. Kondisi sosial ekonomi di daerah perkotaan dan pedesaan berbeda. Didaerah perkotaan kondisi sosial lebih renggang dan kurang harmonis. Di perdesaaan kondisi sosial lebih harmonis, kearifan lokal lebioh dirasakan.

3. Sosial ekonomi perkotaan menyebabkan semakin banyaknya limbah dalam perumahan, diperlukan sosialisasi yang mendalam dan peraturan yang dilaksanakan agar bisa mengurangi dampak buruh dari limbah rumah tangga.

Beberapa faktor yang mempengaruhi kelestarian Lingkungan Perumahan, KotaGede DIY, 1992, Sigit Sayogyo Basuki.

1. Mengkaji kondisi kelestarian lingkungan perumahan terutama bentuk bangunan, susunan ruang, fungsi ruang bangunan tempat tinggal, dan kehidupan sosial budaya penghuni.

2. Mengkaji faktor – faktor yang mempengaruhi kelestarian lingkungan perumahan dan kehidupan sosial budaya penghuni.

Metode penelitian studi kasusdengan Pendekatan ekologi (Ecological Approach),

Gabungan antara pendekatan kualitatif dan Kuantitatif Bahan penelitian berupa Kuesioner, dokumentasi, observasi dan data lapangan.

1. Kelestarian lingkungan perumahan Kota Gede DIY mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Semakin padatnya perumahan, kelestraian lingkungan perumahan semakin membutuhkan perhatian yang besar.

2. Faktor yang mempengaruhi kelestarian lingkungan perumahan yaitu Kondisi fisik bangunan rumah tinggal dan lingkungan, Kehidupan sosial budaya masyarakat/ penghuni, Kondisi Kependudukan, Kondisi

11

Geografis, Informasi historis, sosial dan budaya.

Evaluasi kualitas Lingkungan permukiman pada kegiatan pembangunan perumahan bertumpu pada kelompok (P2BPK) Di Kota Kendari, 2003, Ilham.

1. mengetahui perbedaan lingkungan permukiman sebelum dan setelah ada kegiatan pembangunan Perumahan bertumpu pada kelompok (P2BPK);

2. mengetahui faktor yang berpengaruh nyata terhadap kualitas lingkungan permukiman pada kegiatan pembangunan Perumahan bertumpu pada kelompok (P2BPK);

3. mengetahui efektivitas kelompok dalam meningkatkan kualitas lingkungan permukiman pada kegiatan P2BPK.

Metode penelitian sampling yang menitik beratkan pada evaluasi. Sedangkan pendekatan penelitian menggunakan Pendekatan Spasial dan kewilayahan.

Teknik Analisis dengan kuantitatif dengan bahan penelitian berupa kuesioner, metode observasi, wawancara.

1. Terjadi perubahan kualitas lingkungan permukiman setelah adanya kelompok P2BPK.

2. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap kualitas lingkungan permukiman adalah kesungguhan warga untuk ikut berpartisipasi dalam perbaikan kualitas lingkungan permukiman.

3. Kelompok P2BPK memiliki pengaruh yang baik terhadap kualitas lingkungan perumahan di Kota Kendari.

Faktor – faktor yang mempengaruhi Pemilihan lokasi perumahan di Kabupaten Sleman, 2001, Shinta Dewi.

1. mengetahui faktor –

faktor yang mempengaruhi didalam pemilihan lokasi perumahan menutur type rumah sederhana, menengah dan mewah di Kabupaten Sleman;

2. untuk mengetahui faktor manakah yang sangat mempengaruhi pemakain didalam pemilihan lokasi perumahan menurut type rumah sederhana, menengah dan mewah di Kabupaten Sleman.

Metode Penelitian survey dengan pendekatan kompleks kewilayahan.

Teknik Analisis gabungan antara Kuantitatif dan kualitatif.

1. Faktor – faktor yang

mempengaruhi dalam pemilihan rumah sbb: Aksebilitas, Kompetibilitas, Fleksibilitas, Ekologi.

2. Faktor yang paling mempengaruhi pemilihan lokasi yaitu aksebilitas. Aksebelitas adalah ang luas dengan harga yang murah.

Kajian Penerapan Konsep Rumah Ramah Lingkungan Pada Properti Perumahan di Kabupaten Sleman studi kasus Perumahan Citra Ringin Mas, Cassa Grande dan Merapi View, 2012, Ardiansyah.

1. mengkaji penerapan properti perumahan ramah lingkungan di Sleman Yogyakarta khususnya di perumahan Citra Ringin Mas, Cassa Grande dan Merapi View;

2. mengkaji perbandingan konsep rumah ramah lingkungan terutama antara perumahan Citra Ringin Mas, Cassa Grande dan Merapi

Metode penelitian studi kasus dengan pendekatan ecological Approach dengan fisik budayawi dan spasial comparison Approach yakni dengan membandingkan kompleks perumahan Citra Ringin Mas, Cassa Grande dan Merapi

Teknik Analisis data menggunakan kualitatif deskriptif.

Hasil yang diinginkan : 1. penerapan properti

perumahan ramah lingkungan di Sleman Yogyakarta khususnya di perumahan Citra Ringin Mas, Cassa Grande dan Merapi View;

2. perbandingan konsep rumah ramah lingkungan yang diterapkan antara perumahan Citra Ringin Mas, Cassa Grande dan Merapi View;

3. tentang tingkat keramahan lingkungan antara perumahan

12

View; 3. mengkaji tentang

perencanaan perumahan ramah lingkungan sesuai dengan standar konsep rumah ramah lingkungan.

View. Citra Ringin Mas, Cassa Grande dan Merapi View;

Penelitian mengenai evaluasi penerapan konsep rumah ramah lingkungan

pada properti perumahan di Kab. Sleman memiliki perbedaan dibandingkan

dengan penelitian – penelitian sebelumnya. Objek penelitian yang lainnya lebih

menekankan kepada kualitas lingkungan permukiman dan perumahan, sedangkan

obyek penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah properti perumahan

dimana memiliki karakter dan ciri khas yang berbeda dibandingkan dengan type

perumahan yang lain. Metode penelitian juga berbeda dibandingkan dengan yang

lain, peneliti menggunakan pendekatan Ecological approach dimana lebih

menekankan pada fisik budayawi. Fisik budayawi sendiri diartikan sebagai suatu

bangunan atau bentukan tertentu yang keberadaannya secara sengaja dihadirkan

manusia untuk dimanfaatkan sebagai sarana atau prasarana penyelenggaraan

kehidupannya (Yunus, 2010). Dengan beberapa pembeda tersebut penelitian ini

memiliki hasil tersendiri yang harapannya memberikan hasil yang baru bagi dunia

ilmu pengetahuan khususnya di bidang perumahan.