BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman...

22
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lalu lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran yang strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga jalan raya merupakan salah satu prasarana yang sangat menunjang bagi kebutuhan hidup masyarakat demi kelancaran di dalam melakukan suatu aktifitas sehari-hari, dikarenakan jalan raya sebagai salah satu sarana bagi manusia untuk mengadakan hubungan antar tempat, dengan mempergunakan kendaraan bermotor maupun kendaraan lainnya. Berkendara dengan menggunakan mobil maupun dengan sepeda motor di kota-kota besar yang memiliki arus lalu lintas super sibuk tentu saja bukan hal yang mudah dan nyaman. Sehingga dibutuhkannya rambu untuk mengatur arus lalu lintas, adanya rambu- rambu lalu lintas bukan hanya harus dipatuhi dan dipahami oleh para pengendara motor dan mobil. Pejalan kaki yang menggunakan jalan rayapun seharusnya paham dan mamatuhi peraturan di jalan tersebut.Semua orang harus taat kepada peraturan lalu lintas ketika berada di jalan raya.Satu saja tidak patuh, akibat fatal bisa terjadi. 1 Jalan raya mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, politik, sosial- budaya, hukum, serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar yaitu masalah lalu lintas.Hal 1 Rinto Raharjo, 2014, Tertib Berlalu Lintas, cet. 1, shafa media, Yogyakarta, h. 22

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lalu lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran yang strategis dalam

mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan

kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga jalan raya merupakan salah satu prasarana

yang sangat menunjang bagi kebutuhan hidup masyarakat demi kelancaran di dalam

melakukan suatu aktifitas sehari-hari, dikarenakan jalan raya sebagai salah satu sarana

bagi manusia untuk mengadakan hubungan antar tempat, dengan mempergunakan

kendaraan bermotor maupun kendaraan lainnya. Berkendara dengan menggunakan

mobil maupun dengan sepeda motor di kota-kota besar yang memiliki arus lalu lintas

super sibuk tentu saja bukan hal yang mudah dan nyaman.

Sehingga dibutuhkannya rambu untuk mengatur arus lalu lintas, adanya rambu-

rambu lalu lintas bukan hanya harus dipatuhi dan dipahami oleh para pengendara motor

dan mobil. Pejalan kaki yang menggunakan jalan rayapun seharusnya paham dan

mamatuhi peraturan di jalan tersebut.Semua orang harus taat kepada peraturan lalu

lintas ketika berada di jalan raya.Satu saja tidak patuh, akibat fatal bisa terjadi.1

Jalan raya mempunyai peranan penting dalam bidang ekonomi, politik, sosial-

budaya, hukum, serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Salah

satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar yaitu masalah lalu lintas.Hal

1Rinto Raharjo, 2014, Tertib Berlalu Lintas, cet. 1, shafa media, Yogyakarta, h. 22

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

ini terbukti dari adanya indikasi angka-angka kecelakaan lalu lintas yang semakin hari

semakin meningkat, yang dimana keadaan ini merupakan salah satu perwujudan dari

perkembangan teknologi modern.

Perkembangan dalam bidang lalu lintas dapat memberikan pengaruh baik yang

bersifat positif maupun yang bersifat negatif bagi kehidupan masyarakat.Seiring dengan

perkembangan kendaraan bermotor yang beredar di masyarakat dari tahun ke tahun

semakin meningkat sehingga membawa pengaruh terhadap keamanan lalu

lintas.Transportasi merupakan sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan

aktivitasnya. Dewasa ini banyak terjadi kasus kecelakaan yang sering diperbincangkan

di berbagai media massayang mana mengakibatkan banyak korban meninggaldunia.

Kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh banyak faktor seperti kerusakan kendaraan,

pejalan kaki yang kurang hati-hati, kurang mematuhi rambu-rambu lau lintas, dan yang

paling sering terjadi kecelakaan akibat dari kelalaian oleh pengemudi.Pihak-pihak yang

bertanggung jawab atas keselamatan pada pengguna jalan raya telah berusaha

menanggulangi kecelakaan lalu lintas, hal ini terlihat dari berbagai peraturan telah

disusun dan diterapkan yang disertai dengan penyuluhan, peningkatan kualitas

kendaraan dan jalan raya agar lebih aman, serta berbagai macam kegiatan yang

dilakukan agar meminimalisir terjadinya jatuhnya korban jiwa akibat kecelakaan lalu

lintas.

Namun demikian kecelakaan masih tetap terjadi, kecelakaan yang disebabkan

oleh kealpaan yang menyebabkan matinya seseorang.Perbuatan karena kealpaan yang

mengakibatkan kematian pada orang lain sebenarnya telah ada suatu gambaran

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

mengenai akibat dari perbuatannya yaitu bahwa dia dengan berbuat secara demikian

mungkin sekali akan mengakibatkan hal-hal yang terlarang tersebut.

Perbuatan karena kealpaan yang mengakibatkan kematian kepada orang lain

juga terjadi di Kabupaten Jembrana. Berikut data jumlah angka kecelakaan lalu lintas

pada tahun 2014 yang ada di Kabupaten Jembrana adalah sebagai berikut :

Tabel I

Data Kecelakaan Lalu Lintas Tahun 2014

NO BULAN JUMLAH

LAKA

JUMLAH

KORBAN LAKA

LANTAS

KERUGIAN

MATERI

KET

MD LB

1 JANUARI 12 6 0 Rp. 23.000.000

2 FEBRUARI 4 2 0 Rp. 9.800.000

3 MARET 11 4 0 Rp. 55.950.000

4 APRIL 12 4 0 Rp. 35.800.000

5 MEI 14 5 0 Rp. 91.300.000

6 JUNI 11 4 0 Rp. 71.500.000

7 JULI 13 6 1 Rp. 25.900.000

8 AGUSTUS 17 5 0 Rp. 82.750.000

9 SEPTEMBER 5 3 0 Rp. 11.100.000

10 OKTOBER 14 6 0 Rp. 30.550.000

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

11 NOVEMBER 15 9 0 Rp. 43.200.000

12 DESEMBER 9 4 1 Rp. 16.600.000

JUMLAH 137 58 2 Rp. 497.450.000.00

Sumber : Satuan Lalu Lintas Polres Jembrana Tahun 2014

Dengan melihat data pada tabel diatas dapat dilihat bahwa kecelakaan lalu lintas

yang terjadi di kabupaten Jembrana sangat tinggi, yang dimana mengakibatkan

meninggal dunia mencapai 58 (lima puluh delapan) korban jiwa dan mengakibatkan 2

(dua) orang mengalami luka berat pertahun.

Dari data tersebut dapat dilihat banyaknya terjadi kecelakaan lalu lintas sehingga

tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan penjatuhan pemidanaandalam hal ini

perbedaan penjatuhan yang disebut dengan disparitas pidana. Disparitas pidana adalah

penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang sama atau terhadap

tindak pidana yang sifat bahayanya dapat diperbandingkan tanpa dasar pembenaran

yang jelas.2Dari pengertian tersebut dapatlah kita lihat bahwa disparitas pidana timbul

karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap tindak pidana yang

sejenis.Penjatuhan pidana ini tentunya adalah hukuman yang dijatuhkan oleh hakim

terhadap pelaku tindak pidana sehingga dapatlah dikatakan bahwa figur hakim di dalam

hal timbulnya disparitas pemidanaan sangat menentukan. Lebih spesifik dari pengertian

itu, menurut Harkristuti Harkrisnowo disparitas pidana dapat terjadi dalam beberapa

kategori yaitu:

2Muladi dan Barda Nawawi Arief, 1992, Teori-teori dan kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, h.52

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

1. Disparitas antara tindak pidana yang sama.

2. Disparitas antara tindak tindak pidana yang mempunyai tingkat keseriusan yang

sama.

3. Disparitas pidana yang dijatuhkan oleh satu majelis hakim.

4. Disparitas antara pidana yang dijatuhkan oleh majelis hakim yang berbeda untuk

tindak pidana yang sama.3

Dari pendapat Harkristuti Harkrisnowo itulah dapat ditemukan dimana disparitas

tumbuh dalam penegakan hukum di Indonesia. Disparitas tidak hanya terjadi pada

tindak pidana yang sama, tetapi juga pada tingkat keseriusan dari suatu tindak pidana,

dan juga dari putusan hakim, baik satu majelis hakim maupun oleh majelis hakim yang

berbeda untuk perkara yang sama.

Terkait pada hal itu disparitas pidana juga sering dihubungkan dengan

independensi hakim, jenis pemidanaan yang diatur dalam perundang-undangan

(perumusan sanksi pidana maksimal) juga ikut memberi andil. Dalam menjatuhkan

putusan, hakim tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun.Disparitas pidana ini pun

membawa problematika tersendiri dalam penegakan hukum di Indonesia. Indonesia

yang menganut aliran positivesme dalam hukum pidananya yang memberikan

kebebasan hakim yang lebih luas sehingga besar kemungkinannya untuk dapat

terjadinya disparitas dalam menjatuhkan putusannya, sedangkan undang-undang hanya

dipakai sebagai pedoman pemberian pidana yaitu pedoman maksimal saja.

Undang-undang dibuat agar dapat menjamin suatu kepastian hukum sehingga

harus ditegakkan dengan penerapan suatu sanksi yang dapat membuat pelanggar

3 Devi Darmawan, 2010, Problematika Disparitas Pidana dalam Penegakan Hukum di Indonesia,

https://devidarmawan.wordpress.com/2010/10/07/problematika-disparitas-pidana-dalam-penegakan-

hukum-di-indonesia, diakses pada tanggal 01 Juli 2015.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

menjadi jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya kembali. Demikian pula halnya

dengan kcelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain menjadi meninggal dunia

akibat dari pelanggaran lalu lintas sehingga dapat dikenakan sanksi pidana sesuai

dengan yang diatur dalam Pasal 359 KUHP serta Pasal 310 ayat (4) Undang-Undang

Negara Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan.

Pasal 359 KUHP menentukan bahwa “Barang siapa yang karena kesalahannya

(kealpaan) menyebabkan orang lain mati diancam dengan pidana penjara paling lama

lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”.Matinya orang disini tidak

dimaksudkan sama sekali oleh terdakwa akan tetapi kematian tersebut hanya merupakan

akibat dari pada kurang hati-hati atau lalai (delik culpa).Sehingga pada Pasal 359 Kitab

Undang-undang Hukum Pidanakarena kealpaan mengakibatkan matinya orang

lain.4Selain pada Pasal 359 terdapat pulaPasal 310 ayat (4)Undang-Undang Negara

Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

yang berkaitan erat dengan kaitannya tentang kecelakaan Lalu Lintas karena kealpaan

yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia diancam dengan pidana penjara paling

lama 6 (enam) tahun.

Suatu tindak pidana adalah suatu kelakuan manusia yang termasuk dalam batas-

batas perumusan tindak pidana, melawan hukum dan dikarenakan bersalah.5 Sehingga

dari penjelasan mengenai Pasal 359 KUHP serta Pasal 310 ayat (4) Undang Undang

4R. Saleh, 1981, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawab Pidana, cet. II, Aksara Baru, Jakarta, h.

177.

5R. A. Soema Di Praja, 1982, Asas-Asas Hukum Pidana, Alumni, Bandung,h. 233.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

sudah jelas dibuat untuk menjamin suatu kepastian hukum akan sanksi pelanggaran lalu

lintas. Penjatuhan sanksi pidana yang dikenakan oleh hakim terhadap pelaku

pelanggaran Pasal 359 KUHP serta Pasal 310 ayat (4) Undang Undang Republik

Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam

kecelakaan lalu lintas terlihat suatu disparitas penjatuhan sanksi pidana. Ancaman

sanksi yang seharusnya selama-lamanya 5 (lima) tahun penjara pada KUHP dan 6

(enam) tahun penjara pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terkadang berbeda dalam prakteknya.

Berdasarkan ketentuan tersebut sehingga dapat diartikan bahwa hakim memiliki

kebebasan dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap pelanggaran Pasal 310 ayat (4)

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan

Pasal 359 KUHP terhadap kecelakaan lalu lintas yaitu minimal (1) satu hari penjara dan

maksimal (6) enam tahun penjara atau minimal (1) satu hari kurungan dan maksimal (1)

satu tahun kurungan.Sehingga dalam arti pembentuk undang-undang memberikan hak

kebebasan untuk menentukan hukuman dalam batasmaksimumsaja yang terdapat pada

undang-undang.Hakim sebagai salah satu Aparat Penegak Hukum, memiliki kebebasan

untuk menjatuhkan pidana terhadap perkara pidana yang disidangkannya. Sebagai

akibatnya, akan menimbulkan adanya disparitas putusan terhadap perkara-perkara yang

mempunyai kualifikasi yang sama maupun sejenis.

Berikut beberapa contoh putusan kasus tindak pidana kecelakaan lalu lintas

karena kealpaan yang dijerat pasal 310 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan dilakukan oleh Pengadilan

Negeri Negara adalah :

1. Putusan Nomor : 36/PID.Sus/2014/PN.Ngr

Bahwa terdakwa I KETUT ARTANA telah mengemudikan kendaraan bermotor

yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang

menyebabkan orang lain meninggal dunia, yaitu korban I WAYAN SANTOSA

MARHAENDRA dan NI KETUT WATRI sehingga diancam pidana dalam Pasal

310 ayat (4) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan. Penjatuhan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 2 (dua)

tahun penjara.

2. Putusan Nomor : 14/Pid.Sus/2015/PN.Ngr

Bahwa terdakwa MATRAWI telah mengemudikan kendaraan bermotor yang

karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan

orang lain meninggal dunia, yaitu korban I MADE GINCA REBIK PANDE

sehingga diancam pidana dalam Pasal 310 ayat (4) UU RI Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penjatuhan pidana kepada terdakwa

dengan pidana penjara selama 9 (sembilan) bulan penjara.

3. Putusan Nomor 90/Pid.B/2014/PN.Nga

Bahwa terdakwa AHKAMUDDIN telah mengemudikan kendaraan bermotor

yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang

menyebabkan orang lain meninggal dunia, yaitu korban NI WAYAN RAWIS

sehingga diancam pidana dalam Pasal 310 ayat (4) UU RI Nomor 22 Tahun 2009

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

tentang Lalu Lintas danAngkutan Jalan. Penjatuhan pidana kepada terdakwa

dengan pidana penjara selama 2 (dua) bulan dan 20 (dua puluh) hari.

Dari beberapa putusan yang telah dikemukakanbahwa sudah terlihat adanya

disparitas dalam penjatuhan sanksi pidana, hakim sebagai pengambil keputusan

peradilan juga dihadapkan pada resiko yang sama, kesalahan pengambilan keputusan

akan memberikan dampak yang besar bagi manusia. Terdakwa yang sebenarnya tidak

bersalah dapat menjalani hukuman atau terdakwa yang bersalah dapat dibebaskan, jika

terjadi kesalahan pengambilan putusan pada hakim.Pemidanaan yang berbeda/disparitas

pidana ini pun tidak membawa ketidak puasan bagi terpidana bahkan masyarakat pada

umumnya.Muncul pula kecemburuan sosial dan pandangan negatif oleh masyarakat

pada institusi peradilan, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk ketidak pedulian

pada penegak hukum dalam masyarakat.

Disparitas pidana ini pun membawa problematika tersendiri dalam penegakan

hukum di Indonesia. Di satu sisi pemidanaan yang berbeda atau disparitas pidana

merupakan bentuk dari diskresi hakim dalam menjatuhkan putusan, tapi di sisi lain

pemidanaan yang berbeda atau disparitas pidana ini pun membawa ketidakpuasan bagi

terpidana bahkan masyarakat pada umumnya. Sehingga yang terjadi adalahketidak

pastian hukum, begitu pula kecemburuan sosial dan juga pandangan negatif oleh

masyarakat pada institusi peradilan, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk

ketidakpedulian pada penegakan hukum dalam masyarakat. Kepercayaan masyarakat

pun semakin lama semakin menurun pada peradilan, sehingga terjadilah kondisi dimana

peradilan tidak lagi dipercaya atau dengan kata lain terjadi kegagalan dari sistem

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

peradilan pidana. Main hakim sendiri pun menjadi sesuatu yang lebih baik dan lebih

memenuhi rasa keadilan daripada mengajukan perkara mereka ke pengadilan..

Bertitik tolak pada uraian diatas maka penulis dalam menyusun skripsi tertarik

membahas dengan memilih judul“DISPARITAS PENJATUHAN SANKSI PIDANA

TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN

KORBAN MENINGGAL DUNIA DI KABUPATEN JEMBRANA”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas dapat penulis kemukakan

beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana

pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia di

Kabupaten Jembrana?

2. Apakah yang menjadi faktor penyebab adanya disparitas dalam penjatuhan

sanksi pidana terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan

korban meninggal dunia di Kabupaten Jembrana?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk menjawab permasalahan diatas, maka agar menghindari suatu

pembahasan yang nantinya keluar dari materi pokok, sehingga sasaran yang dituju dapat

tepat tercapaidengan skripsi yang berjudul “Disparitas Penjatuhan Sanksi Pidana

Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Korban Meninggal Dunia di

Kabupaten Jembrana”, sehingga pada skripsi ini hanya berkisar pada pertimbangan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

hakim dalam penjatuhkan pidana serta faktor yang menyebabkan adanya disparitas

dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas yang

mengakibatkan korban meninggal dunia.

Pada perundang-undangan dalam KUHP tidak memberikan suatu teori hukum

pidana atau filsafat pada pemidanaan yang dijadikan sebagai dasar penghukuman

namun hanya mencantumkan mengenai jenis-jenis pidana saja beserta dengan pedoman

pemidaaannya, hal ini menjadikan perundang-undangan atau KUHP memberikan

kebebasan kepada hakim menggunakan teori manakah yang ingin dirinya pergunakan

dalam penetapan hukuman sehingga dalam penyelesaian permasalahan, baik

yurisprudensi, Perundang-undangan, doktrin maupun ilmu hukum tidak memberikan

pegangan yang teguh. Ilmu hukumpun tidak memberikan pegangan yang tetap bahkan

tidak terdapat suatu penyesuaian pandangan, teori hukum pidana manakah yang harus

dijadikan landasan untuk menjatuhkan hukuman.6

1.4 Orisinalitas Penelitian

Skripsi yang berjudul “Disparitas Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap

Pelanggaran Lalu Lintas Yang Mengakibatkan Korban Meninggal Dunia di Kabupaten

Jembrana” merupakan hasil karya orisinil dan tidak terdapat karya dengan judul dan

rumusan masalah yang sama yang pernah diajukan maupun ditulis. Namun ada

penelitian yang memiliki kemiripan dengan penilitian seperti Penanganan Tindak

Pidana Kelalaian Dalam Kecelakaan Lalu Lintas di Polresta Bandung Berdasarkan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan

6 H. Oeamar Seno Adji, 1984, Hukum-Hakim Pidana, Erlangga, Jakarta, h.12.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

Dihubungkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang ditulis oleh Achmad

S., Fakultas HukumUnla, Tahun 2011 kemudian Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap

Tindak Pidana di Bidang Lalu Lintas (Studi Kasus di Wilayah Hukum Pengadilan

Negeri Demak) yang ditulis oleh Raditya Chandra Ady Diana, Fakultas

HukumUnversitas Muria Kudus, Tahun 2012. Oleh sebab itu, penulis mengangkat

penulisan skripsi yang memfokuskan pada pembahasan mengenai dasar pertimbangan

hakim dan faktor penyebab adanya disparitas dalam penjatuhan sanksi pidana terhadap

pelaku pelanggaran lalu lintas, karena disamping pertimbangan bahwa belum pernah

ada skripsi yang serupa juga manfaat dari pada penelitian ini yang dapat membantu

masyarakat serta institusi penegak hukum mengenai disparitas pelanggaran lalu lintas

yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

1.5 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya disparitas mengenai penjatuhan sanksi pidana

terhadap pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal

dunia;

b. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim menjatuhkan pidana dalam

pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia di

kabupaten Jembrana;

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

2. Untuk mengetahui faktor penyebab adanya disparitas dalam penjatuhan

sanksi pidana terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan

korban meninggal dunia di Kabupaten Jembrana.

1.6 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat sebagai penambah ilmu pengetahuan

hukum.Khususnya dalam ilmu pengetahuan hukum pidana mengenai pelanggaran lalu

lintas akibat kealpaan dalam kecelakaan lalu lintas.

b. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat memberi manfaat, sumbangan pemikiran, dan bahan rujukan bagi

mahasiswa yang mendalami bidang Hukum Pidana, masyarakat dan juga institusi

penegak hukum mengenai kasus pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan

kecelakaan lalu lintas.

1.7 Landasan Teoritis

Landasan teoritis dalam penelitian adalah hal yang sangat penting agar dapat

menunjang keberhasilan penelitian,sebab teori merupakan serangkaian asumsi, konsep,

defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara

sistematisdengancara merumuskan hubungan antara konsep-konsep.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

Penelitian yang berjudul “Disparitas penjatuhan sanksi pidana terhadap

pelanggaran lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia di Kabupaten

Jembrana” menekankan pada teori sistem hukum, teori efektifitas hukum dan teori

pemidanaan.

1.7.1 Teori Sistem Hukum

Lawrence M. Friedman menggambarkan bahwa sebuah sistem hukum, pertama-

tama mempunyai struktur. Aspek kedua adalah substansi, meliputi aturan, norma dan

prilaku nyata manusia yang berada di dalam sistem itu. Termasuk pula dalam pengertian

substansi ini adalah semua produk, seperti keputusan, aturan baru yang disusun dan

dihasilkan oleh orang yang berada di dalam system itu pula. Aspek ketiga adalah

budaya hukum yang meliputi: kepercayaan, nilai, pemikiran serta harapannya.7

1. Struktur Hukum

Struktur hukum adalah keseluruhan institusi penegakan hukum, beserta aparatnya. Jadi

mencakupi kepolisian dengan para polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, kantor-

kantor pengacara dengan para pengacaranya, dan pengadilan dengan para hakimnya

2. Substansi Hukum

Substansi hukum adalah keseluruhan asas-hukum, norma hukum dan aturan hukum,

baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, termasuk putusan pengadilan

3. Budaya Hukum

Budaya hukum adalah kebiasaan-kebiasaan, opini-opini, cara berpikir dan cara

bertindak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga masyarakat.Substansi dan

7 Siswanto Sunarso, 2005, Wawasan Penegakan Hukum di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, h. 11.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

Aparatur saja tidak cukup untuk berjalannya sistem hukum.Oleh karenanya, Lawrence

M Friedman menekankan kepada pentingnya Budaya Hukum (Legal Culture).

1.7.2 Teori Efektivitas Hukum

Membicarakan tentang efektivitas hukum berarti membicarakan daya kerja

hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat untuk taat terhadap

hukum.Hukum dapat efektif jika kalau faktor-faktor yang mempengaruhi hukum

tersebut dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya. Ukuran efektif atau tidaknya suatu

peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilihat dari prilaku masyarakat.

Suatu hukum atau peraturan perundang-undang akan efektif apabila warga masyarakat

berprilaku sesuai dengan yang diharapkan atau dikehendaki oleh atau peraturan

perundang-undangan tersebut mencapai tujuan yang dikehndaki, maka efektivitas

hukum atau peraturan perundang-undangan tersebut telah dicapai.8

Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekantoadalah bahwa efektif atau

tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau

diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan

pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.9

8 Ray Pratama, 2011, Teori Efektifitas Hukum,

URL:http://www.academia.edu/9568999/Teori_Efektifitas_Hukum, diakses pada tanggal 29 April 2015.

9 Soerjono Soekanto, 1983, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Bandung, h. 80.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena merupakan

esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas

penegakan hukum.Pada elemen pertama, yang menentukan dapat berfungsinya hukum

tertulis tersebut dengan baik atau tidak adalah tergantung dari aturan hukum itu sendiri.

1.7.3 Teori Pemidanaan

Teori-teori pemidanaan berhubungan langsung dengan pengertian hukum pidana

subjektif.Pada teori ini menerangkan tentang dasar dari hak negara dalam menjatuhkan

dan menjalankan pidana kepada orang yang melanggar larangan dalam hukum pidana

atau hukum pidana objektif.Dalam pelaksanaan hukum pidana subjektif itu berakibat

diserangnya hak dan kepentingan hukum pribadi manusia tadi yang justru dilindungi

oleh hukum pidana itu sendiri.Misalnya penjahat dijatuhi pidana penjara atau kurungan

dan dijalankan, maka hak atau kemerdekaan bergeraknya dirampas, atau dijatuhi pidana

mati kemudian dijalankan, artinya dengan sengaja membunuhnya.Oleh karena itulah

hukum pidana objektif dapat disebut hukum sanksi istimewa.

Pidana yang diancamkan seperti yang tertera dalam pasal 10 KUHP itu apabila

diterapkan akan menyerang kepentingan hukum dan hak pribadi manusia yang

sebenarnya dilindungi oleh hukum. Hak menjalankan hukum pidana subjektif ini sangat

besar sehingga hanya boleh dimiliki oleh negara.Negara merupakan organisasi sosial

tertinggi yang berkewajiban menyelenggarakan dan mempertahankan tata tertib

masyarakat.Dalam rangka melaksanakan kewajiban itu, maka wajar bila negara melalui

alat-alatnya diberi hak dan kewenangan untuk menjatuhkan dan menjalankan pidana.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

Mengenai kepentingan pidana ini perlu dijatuhkan, terdapat berbagai pendapat.

Bagi hakim yang bijak, ketika ia akan menarik atau menetapkan amar putusan, ia akan

terlebih dahulu mempertimbangkan benar tentang manfaat apa yang akan dicapai dari

penjatuhan pidana (jenis dan berat ringannya), baik bagi terdakwa, maupun masyarakat

dan negara. Dalam keadaan demikian, teori hukum pidana dapat membantunya.Ketika

jaksa hendak membuat tuntutan dan hakim hendak menjatuhkan pidana, seringkali

bergantung pada pendirian mereka mengenai teori-teori pemidanaan yang dianut.

Ada berbagai macam pendapat mengenai teori pemidanaan ini, namun secara

umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga golongan, yaitu:

1. Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien)

2. Teori relatif atau teori tujuan (doel theorien)

3. Teori gabungan (vernegings theorien)

Ada beberapa teori-teori tujuan pemidanaan yang pada umumnya dibagi dalam

tiga golongan (teori) yaitu:

a. Teori Absolut (Pembalasan), penganutnya Immanuel Kant, Hegel, Herbert, Stahl

dan Leo Polak. Teori ini teori tertua (klasik) yang berpendapat pidana ltu

merupakan suatu akibat hukum yang mutlak harus ada sebagai suatu pembalasan

kepada orang yang telah melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenar pidana terletak

pada kejahatan itu sendiri. Menurut teori ini, oleh kafena kejahatan menimbulkan

penderitaan bagi yang terkena kejahatan, maka penderitaan itu harus dibalas pula

dengan penderitaan yang berupa pidana kepada seseorang yang melakukan

kejahatan itu. Seperti halnya, siapa yang membunuh harus dibunuh.

b. Teori Relative (Tujuan), teori ini berpendapat dasar hukum bukanlah pembalasan

kepada pembuat kejahatan, melainkan mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang

bermanafaat. Mengenai tujuan pidana itu ada beberapa pendapat, yaitu tujuan

pidana adalah untuk menentramkan masyarakat yang gelisah karena akibat dari

telah terjadinya kejahatan. Selain itu, tujuan pidana adalah untuk mencegah

kejahatan yang dapat dibedakan atas Pencegahan Umum (Generale Preventie) dan

Pencegahan Khusus (Speciale Preventie). Selain itu, masih dikenal lagi Teori

relative modern, penganutnya Frans Von Lizt, Van Hamel, dan D. Simons. Teori

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

ini berpendapat dasar hukuman adalah untuk menjamin ketertiban hukum. Pokok

pangkalnya adalah Negara, dimana negara melindungi masyarakat dengan cara

membuat peraturan yang mengandung larangan dan keharusan yang

berbentuk kaidah/ norma.

c. Teori Gabungan (Verenegings Theorieen) merupakan gabungan dari Teori Absolut

(Pembalasan) dengan Teori Relatif (Tujuan). Yang pertama kali mengajukan teori

gabungan ini adalah Pellegrino Rossi (1787-1848). Teori ini menitikberatkan

kepada pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melebihi daripada yang

diperlukan dalam mempertahankan ketertiban masyarakat dan tidak boleh

lebih berat dari beratnya penderitaan yang sesuai dengan beratnya perbuatan si

terpidana. Teori ini dalam juga melihat kemasa depan dalam pelaksanaan

pidana atau pembalasaanya, yakni dengan melakukan pencegahan-pencegahan

agar tidak terjadinya tindak pidana sebagaimana dalam teori relatif.10

1.7.4 Pedoman Pemberian Pidana (Statutory Guidelines for Stentencing)

Menciptakan suatu pedoman pemberian pidana (Statutory Guidelines for

Stentencing), yang memberikan kemungkinan bagi Hakim untuk memperhitungkan

seluruh fakta daripada kejadian-kejadian, yaitu dengan berat-ringannya delik dan cara

delik itu dilakukan, dengan pribadi daripada si pembuatnya, umurnya, tingkatan

kecerdasannya dan keadaan-keadaan serta suasana waktu perbuatan pidana itu

dilakukan.

Menurut Prof. Oemar Senoadji, kapankah suatu hukuman dijatuhkan, erat sekali

hubungannya dengan sifat dan “ernest” dari perbuatan yang dilakukan (de aard en

ernest van het feit), pribadi ataupun keadaan pribadi dari si terdakwa yang memberikan

kesan bagi hakim mengenai kepribadian terdakwa dalam persidangan, baik sifat dari

perbuatan maupun pribadi dari terdakwa, maka gabungan dari kedua tersebut diterima

pula oleh jurisprudensi.11

1.8 Metode Penelitian

1.8.1Jenis Penelitian

10

Tolib Setiady, 2010, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Alfabeta,Bandung, h.53. 11

Muladi dan Barda Nawawi, op.cit, h. 67.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara guna mencapai tujuan yang telah

diinginkan, maka dari itu pada suatu karya ilmiah agar dapat melakukan penelitian

dengan teratur atau sistematis. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi

iniadalah penelitian hukum yuridis empiris.Metode penelitian yuridis empiris adalah

penelitian dengan mengkaji suatu peraturan perundang-undangan yang kemudian

dihubungkan dengan fakta-fakta atau pada kenyataan yang ada di dalam masyarakat.

1.8.2 Sifat Penelitian

Sifat penelitian yang digunakan penulis yaitu deskriptif yakni penelitian secara

umum termasuk pula didalamnya ilmu hukum yang bertujuan menggambarkan secara

komferhensif gejala-gejala dalam masyarakat. Serta, menghubungkan antara gejala satu

dengan gejala lainnya.12

1.8.3Sumber Data

Pada penyusunan skripsi penulis membedakan antara data yang diperoleh secara

langsung dari masyarakat yang dinamakan data primer dan diperoleh dari bahan-bahan

pustaka dinamakan data sekunder. Adapun data yang dipergunakan dalam penelitian ini

diperoleh dari 2(dua) sumber data, yaitu :

12

Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,hal.25.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

1. Data primer

Agar dapat memperoleh data primer dilakukan penelitian lapangan (field

Research), yang berarti dengan cara melakukan penelitian secara langsung ke lapangan

yakni diperoleh secara langsung dari Pengadilan Negeri Negara yang dimana putusan

kasus tentang kecelakaan lalu lintas terdapat disana, sehingga Pengadilan Negeri Negara

sebagai tempat penelitian pada penulisan skripsi ini.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan, Doktrin,

ensiklopediayakni data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya,

melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan.

3.Data tersier

Terdiri dari bahan hukum primer yaitu peraturan perundang-undangan,

kemudian bahan hukum sekunder yaitu berdasarkan doktrin atau pendapat para sarjana

dan bahan hukum tersier yaitu berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia).

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

teknik studi wawancara dan teknik studi dokumen, mengenai teknik studi wawancara

(interview) dalam hal ini dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada informan

yaitu Hakim Pengadilan Negeri Negara maupun responden yang dirancang atau telah

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

dipersiapkan sebelumnya untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dan dari

jawaban ini diadakan pencatatan sederhana yang kemudian diolah dan dianalisa.

Kemudian pada teknik studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan

dengan permasalahan penelitian yaitu KUHP, UU NRI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan serta bahan bacaan yang berkaitan dengan disparitas

penjatuhan sanksi pidana.

1.8.5Teknik Penenetuan Sampel Penelitian

Teknik penentuan sampel penelitian dalam penelitian ini adalah dengan teknik

non probability sampling khususnya dengan menggunakan teknik purposive

sampling.Sampel penelitian ditentukan sendiri oleh si peneliti dengan mencari key

information(informasi kunci) ataupun responden kecil yang dianggap mengetahui

tentang penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti.

1.8.6 Teknik pengolahan dan analisis data

Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan

kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang

telah di dapat sebelumnya.Adapun teknik pengolahan bahan hukum yaitu setelah bahan

hukum terkumpul kemudian telah dihimpun dengan menggunakan teknik kualitatif yang

berarti data yang sudah diperoleh diuraikan yang kemudian dihubungkan dengan teori-

teori yang berasal dari literatur yang bersangkutan.

Teknik yang penulis gunakan adalah teknik analisis kualitatif. Dalam hal ini data

yang dikumpulkan adalah data naturalistik yang terdiri atas kata-kata (narasi), data

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id I.pdf · karena adanya penjatuhan hukuman yang berbeda terhadap ... yang menganut aliran positivesme dalam hukum ... akan memberikan

sukar diukur dengan angka, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga

tidak dapat disusun kedalam struktur klasifikasi, hubungan antar variabel tidak jelas,

sampel lebih bersifat non probabilitas, dan pengumpulan data menggunakan pedoman

wawancara dan observasi.

Dalam penelitian dengan teknik analisis kualtatif atau yang juga sering dikenal

dengan analisis deskriptif kualitatif maka keseluruhan data yang terkumpul baik dari

data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun

data secara sistematis, digolongkan dalam pola dan thema, diklasifikasikan,

dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interprestasi untuk

memahami data dalam situasi sosial, dan dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti

setelah memahami keseluruhan kualitas data. Proses analisis tersebut dilakukan secara

terus menerus sejakpencarian data di lapangan dan berlanjut terus sehingga pada tahap

analisis.