BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek...

93
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerolehan bahasa anak bilingual simultan merupakan salah satu topik penelitian yang menarik untuk diteliti. Hal ini dilandasi oleh alasan praktis yang sangat kuat tentang pentingnya penelitian bilingualisme khususnya yang berhubungan dengan bilingualisme pada anak usia dini. Hal ini dilihat dari kenyataan bahwa kebanyakan dari masyarakat dunia adalah masyarakat bilingual dan banyak orang yang memperoleh kedua bahasa tersebut secara simultan. Tidak ada telaah tentang profil linguistik anak bilingual simultan berarti mengabaikan suatu bagian penting dalam kehidupan manusia. Namun, sampai saat ini masih terjadi pro dan kontra terhadap perkembangan bahasa anak bilingual yang memperoleh bahasanya secara simultan. Pandangan yang dominan menganggap bahwa secara natural perkembangan bahasa anak adalah monolingual dan bilingualisme dianggap berisiko dan memberi dampak negatif terhadap perkembangan linguistik anak (Leopold, 1978; Redlinger & Park, 1980; Vihman, 1985; Volterra & Taeschner, 1978). Di pihak lain, bukti-bukti empiris hasil-hasil penelitian terkini menunjukkan sebaliknya, yaitu bilingualisme pada anak tidak menimbulkan risiko dan tidak membahayakan perkembangan anak baik secara kognitif maupun linguistik (Dehouwer, 1990; Meisel, 1989; Paradis & Genesee, 1996). Dengan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerolehan bahasa anak bilingual simultan merupakan salah satu topik

penelitian yang menarik untuk diteliti. Hal ini dilandasi oleh alasan praktis yang

sangat kuat tentang pentingnya penelitian bilingualisme khususnya yang

berhubungan dengan bilingualisme pada anak usia dini. Hal ini dilihat dari

kenyataan bahwa kebanyakan dari masyarakat dunia adalah masyarakat bilingual

dan banyak orang yang memperoleh kedua bahasa tersebut secara simultan. Tidak

ada telaah tentang profil linguistik anak bilingual simultan berarti mengabaikan

suatu bagian penting dalam kehidupan manusia.

Namun, sampai saat ini masih terjadi pro dan kontra terhadap

perkembangan bahasa anak bilingual yang memperoleh bahasanya secara

simultan. Pandangan yang dominan menganggap bahwa secara natural

perkembangan bahasa anak adalah monolingual dan bilingualisme dianggap

berisiko dan memberi dampak negatif terhadap perkembangan linguistik anak

(Leopold, 1978; Redlinger & Park, 1980; Vihman, 1985; Volterra & Taeschner,

1978). Di pihak lain, bukti-bukti empiris hasil-hasil penelitian terkini

menunjukkan sebaliknya, yaitu bilingualisme pada anak tidak menimbulkan risiko

dan tidak membahayakan perkembangan anak baik secara kognitif maupun

linguistik (Dehouwer, 1990; Meisel, 1989; Paradis & Genesee, 1996). Dengan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

2

adanya pro dan kontra tentang bilingualisme pada anak, penelitian dalam bidang

pemerolehan bahasa anak bilingual sangat relevan dan mendesak untuk dilakukan.

Sangat disayangkan, penelitian-penelitian mengenai pemerolehan bahasa

anak yang diekspos dalam dua bahasa secara simultan masih tergolong langka.

DeHouwer (2002), yang mendata penelitian-penelitian longitudinal yang terfokus

terhadap perkembangan bahasa anak bilingual prasekolah yang mendapat

masukan bahasa yang berbeda sejak lahir, mengungkapkan bahwa hanya ada 13

bahasa yang diteliti dengan sedikitnya 14 kombinasi bahasa, di antaranya

pasangan bahasa Indo-Eropa, yaitu Inggris-Belanda (Dehouwer, 1990), Inggris-

Jerman (Dopke, 1998), Inggris-Jerman (Leopold, 1978), Prancis-Jerman (Meisel,

1989), Inggris-Portugis (Nicoladis, 1998), Italia-Jerman (Volterra & Taeschner,

1978). Secara umum, temuan-temuan atau hasil-hasil penelitian dengan pasangan

bahasa Indo Eropa ada tiga kategori, yaitu (1) pada awalnya anak menyatukan dua

sistem linguistik yang berbeda dan bilingualisme menyebabkan keterlambatan

berbahasa, (2) anak sejak awal perkembangan bahasanya mampu membedakan

dua sistem linguistik, setiap sistem berkembang secara otonomi dan bilingualisme

tidak menyebabkan gangguan perkembangan bahasa pada anak, dan (3) anak

sejak usia dini mampu membedakan dua sistem linguistik, namun dalam

perkembangannya kedua sistem linguistik tersebut saling bergantung atau terjadi

interferensi dalam perkembangan bahasanya. Sementara itu, studi yang mengkaji

pemerolehan bahasa pertama bilingual dengan pasangan bahasa Indo-Eropa dan

Non Indo-Eropa, yaitu Inggris-Jepang (Mishina-Mori, 2002; Mishina-Mori;

2005), Italia-Indonesia (Soriente, 2007), dan Inggris-Kanton (Yip, V. &

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

3

Matthews, S., 2007) menunjukkan temuan yang selaras dengan kategori (2) dan

(3). Kategori (1) yang menyatakan anak menyatukan sistem linguistik dan

terjadinya gangguan dalam perkembangan bahasa tidak ditemukan dalam

penelitian dengan pasangan bahasa Indo-Eropa dan Non-Indo Eropa. Dengan

demikian, penelitian yang berhubungan dengan pemerolehan bahasa anak

bilingual simultan belum konklusif.

Romaine (1995: 183) menerangkan bahwa salah satu kondisi yang

menyebabkan anak menjadi bilingual adalah ketika orang tua menggunakan dua

bahasa ibu yang berbeda yang dikenal dengan tipe satu orang satu bahasa (one

person-one language parents) dan salah satu bahasa ibu dari kedua orang tua

menjadi bahasa dominan dalam lingkungan masyarakat tempat keluarga tinggal.

Pemerolehan dua bahasa secara simultan sejak lahir sering pula diistilahkan

dengan pemerolehan bahasa pertama bilingual atau dalam bahasa Inggrisnya

diistilahkan dengan BFLA yang merupakan singkatan dari Bilingual First

Language Acquisition (Genesee & Nicoladis, 2007; Meisel, 2001; Yip, 2013).

Dalam literatur pemerolehan bahasa anak bilingual simultan yang

terbatas itu (Leopold, 1978; Volterra & Taeschner, 1978; Dehouwer, 1990;

Meisel, 1989; Nicoladis, 1998; Paradis & Genesee, 1996) terdapat beberapa

pandangan berbeda, terutama dalam hal: (1) cara anak bilingual simultan

mengembangkan dua sistem bahasa yang berbeda, dan (2) cara mereka memahami

adanya dua masukan bahasa yang berbeda. Argumen pertama yang muncul adalah

bahwa anak-anak yang memperoleh dua bahasa yang berbeda secara simultan

pada tahap awal perkembangan bahasanya menyatukan dua sistem bahasa yang

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

4

diperolehnya dan lambat dalam memahami adanya dua masukan bahasa yang

berbeda yang dikenal dengan hipotesis ULS (Unitary Language System).

Beberapa peneliti yang mendukung hipotesis ini, di antaranya Leopold (1978)

yang meneliti perkembangan bahasa anaknya yang dibesarkan dalam bahasa

Inggris dan bahasa Jerman menyimpulkan bahwa anak bilingual mengalami

keterlambatan bahkan gangguan dalam perkembangan bahasanya serta mengalami

kebingungan dibandingkan dengan anak monolingual.

Hasil penelitian Leopold didukung oleh Volterra dan Taeschner (1978)

yang meneliti perkembangan bahasa dua anak bilingual yang dibesarkan dalam

bahasa Italia-German. Hasil penelitian mereka mendukung pandangan bahwa

anak yang diberi masukan lebih daripada satu bahasa, secara biologis, tidak

memiliki kompetensi untuk menjadi bilingual. Bukti-bukti yang diajukan dalam

gagasan ULS adalah kenyataan bahwa pada tahap awal perkembangannya, anak-

anak bilingual mencampur kode bahasa-bahasa yang diperolehnya dalam ujaran

yang diproduksinya.

Namun, Genesee (2001) menentang hipotesis ULS dan menegaskan

bahwa penggunaan campur kode oleh anak bilingual tidaklah mencerminkan

ketidakmampuan anak untuk membedakan sistem linguistik. Dengan kata lain,

campur kode bukan masalah kompetensi, namun terjadi lebih pada tataran

performansi atau kecakapan. Munculnya anggapan bahwa anak bilingual

memiliki kompetensi untuk memperoleh dua bahasa yang berbeda dibuktikan oleh

beberapa peneliti yang menggagas hipotesis perbedaan sistem linguistik yang

dikenal dengan SDH (Separate Development Hyphothesis) (Dehouwer, 1990;

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

5

Meisel, 1989; Nicoladis, 1998; Paradis & Genesee, 1996). Bertolak belakang

dengan anggapan penyatuan sistem linguistik, bukti-bukti empiris, baik di bidang

fonologi, sintaksis maupun pragmatic, mengarah pada hipotesis bahwa anak

bilingual simultan dapat membedakan bahasa-bahasa yang diperolehnya sejak

usia sangat dini yang membuktikan bahwa anak bilingual secara alamiah memiliki

kapasistas untuk memperoleh dua bahasa yang berbeda.

Bukti empiris di bidang fonologi menunjukkan bahwa anak bilingual

Inggris-Spanyol mampu memperoleh dua sistem penyuaraan sejak awal

perkembangan kedwibahasaannya (Deuchar & Clark, 1996). Peneliti lain

menemukan bahwa anak bilingual memiliki kapasitas untuk membedakan bunyi

bahasa yang berbeda bahkan sejak umur beberapa bulan (Bosch & Sebastian-

Galles, 2001; Poulin-Dubois & Goodz, 2001). Di bidang perkembangan sintaksis,

bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa anak bilingual sejak berumur dua tahun

atau sejak saat anak mulai menginjak periode ujaran multikata telah mampu

menggunakan bahasa tertentu dan konstruksi sintaksis yang berbeda kepada lawan

bicara yang menggunakan bahasa yang berbeda (Dehouwer, 1990; Paradis &

Genesee, 1996). Meisel (1989) menginvestigasi perkembangan properti

morfosintaksis anak bilingual Prancis-Jerman dan menemukan bahwa anak

bilingual menggunakan tata urut kata dan pemarkah morfologi yang berbeda

dalam produksi ujaran mereka. Sementara itu, di bidang pragmatik, Nicoladis

(1998), misalnya, menemukan bahwa pada kasus pemerolehan bahasa seorang

anak yang memperoleh bahasa Inggris dan Portugis, anak tersebut menggunakan

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

6

setiap bahasa yang diperolehnya lebih banyak dengan orang tua yang

menggunakan setiap bahasa tersebut.

Setelah muncul gagasan SDH, berkembang pertanyaan lain yang

berkenaan dengan sistem linguistik yang diperoleh anak masing-masing

berkembang secara tersendiri (otonomi) atau saling bergantung atau terjadi

interdependensi dalam perkembangan kedua bahasa yang diperoleh anak yang

dikenal dengan Cross-linguistic Influence (CLI). Hasil penelitian DeHouwer

(1990) dan Meisel (1989) yang mendasarkan penelitiannya pada pemerolehan

pasangan bahasa-bahasa Indo-Eropa menunjukkan bahwa kedua sistem linguistik

yang diperoleh anak berkembang tersendiri tanpa saling memengaruhi. DeHouwer

(1990) menyatakan bahwa anak bilingual mengembangkan bahasanya seperti

layaknya dua anak monolingual dalam satu orang.

Di sisi lain, pendapat yang didasarkan pada hasil-hasil penelitian terkini

mendeteksi terjadinya CLI dalam perkembangan bahasa anak bilingual simultan

(Dopke, 1998; Müller & Hulk, 2001; Müller; 1998; Soriente, 2004, 2007; Yip &

Mathews, 2007). CLI merupakan efek suatu bahasa terhadap bahasa lain yang

mencakup pengertian transfer dan interferensi Yip (2013). Dopke (1998) memberi

bukti terjadinya CLI dalam perkembangan penempatan verba pada anak bilingual

Inggris-Jerman. Müller & Hulk (2001) menemukan bahwa anak-anak bilingual

Jerman-Prancis cenderung untuk melesapkan objek dalam tuturannya

dibandingkan dengan anak monolingual Prancis. Hal ini dianggap karena adanya

pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan

kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur bahasa

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

7

Indonesia dalam ujaran bahasa Italia yang diproduksi anaknya yang dibesarkan

dalam bahasa Indonesia dan Italia dengan dominasi masukan dalam bahasa

Indonesia. Studi selanjutnya, Soriente (2007) menemukan adanya pengaruh

struktur bentuk tanya dalam bahasa Indonesia yang menyebabkan terjadinya

deviasi dalam struktur kalimat tanya dalam bahasa Italia yang diproduksi anaknya.

Yip dan Matthews (2007) menunjukkan adanya bukti-bukti pengaruh bahasa

Kanton terhadap bahasa Inggris, khususnya pada pola kalimat tanya, klausa

relasional, dan pelesapan objek yang terjadi pada enam orang anak bilingual

Kanton-Inggris.

Bukti empiris yang berhubungan dengan bilingualisme pada anak yang

dibesarkan dalam dua bahasa dengan tipologi bahasa yang berbeda mengarah

pada terjadinya CLI dalam perkembangan bahasa anak seperti yang diungkap oleh

Soriente (2004, 2007) dan Yip & Matthews (2000, 2007). Dengan perbedaan-

perbedaan kedua bahasa yang mendasar dapat diasumsikan bahwa adanya kontak

antara kedua bahasa tersebut pada anak memungkinkan terjadinya pengaruh

cross-linguistic ataupun transfer.

Perbedaan pandangan juga terdapat pada faktor yang mempengaruhi

terjadinya CLI. Ada dua pendapat yang berbeda. Pendapat pertama

menggambarkan bahwa CLI terjadi karena adanya faktor internal, yakni adanya

ketumpangtindihan struktur-struktur bahasa yang diperoleh (Hulk & Muller,

2000). Pendapat kedua mengungkapkan bahwa CLI terjadi karena faktor

eksternal, yaitu karena adanya dominasi salah satu bahasa yang diperoleh

(Soriente, 2007; Yip & Matthews, 2007).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

8

Namun, sampai saat ini, klaim tentang terjadinya CLI ataupun transfer

pada anak bilingual simultan secara spesifik ditunjukkan pada domain sintaksis

dan belum ada bukti-bukti empiris yang menunjukkan bahwa CLI terjadi pada

semua domain linguistik yang berkembang pada anak. Oleh karena itu, penelitian

ini bertujuan mengkaji keberlakuan atau kemunculan teori CLI ini pada domain

linguistik lain atau ada kecenderungan pada domain linguistik lain perkembangan

bahasa anak justru mengarah pada teori SDH.

Adapun kriteria yang dapat digunakan dalam mendeteksi pengembangan

bilingual bahasa anak secara SDH ataukah CLI dalam pemerolehan bahasa anak

bilingual simultan adalah dengan melihat kekhasan properti linguistik pada

pasangan bahasa yang diperoleh sehingga interferensi atau transfer antara kedua

sistem linguistik dapat dibuktikan (Meisel, 1989; Mishina-Mori, 2005). Dengan

kriteria tersebut, penelitian ini dimungkinkan untuk dilakukan didasarkan pada

studi pendahuluan yang sudah dilakukan terhadap seorang anak yang diekspos

dalam bahasa Indonesia dan Jerman sejak lahir. Penelitian yang melibatkan

pasangan berbahasa berbeda rumpun ini belum diteliti secara spesifik oleh peneliti

lain.

Studi pendahuluan dilakukan untuk mengobservasi perkembangan bahasa

anak yang difokuskan pada perkembangan-perkembangan domain linguistik yang

memiliki perbedaan pada kedua bahasa tersebut. Dalam pemerolehan pasangan

bahasa Indonesia-Jerman yang dieksplorasi dalam penelitian ini terdapat

perbedaan-perbedaan properti linguistik yang signifikan, yaitu di bidang fonologi,

morfologi, dan sintaksis.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

9

Di bidang fonologi, bahasa Indonesia dan bahasa Jerman memiliki

beberapa perbedaan yang cukup signifikan. Dari segi segmen vokal, bahasa

Indonesia memiliki jumlah bunyi vokal yang lebih sedikit dibandingkan dengan

bahasa Jerman (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, 2003). Penelitian

pendahuluan studi ini yang dilakukan melalui observasi dengan pencatatan diari

dan perekaman melalui video terhadap subjek penelitian ketika berumur 1;0

sampai 2;0 menunjukkan bahwa elemen bunyi yang dikembangkan anak

menunjukkan tendensi universal, yaitu munculnya bunyi-bunyi bilabial di awal

perkembangannya. Sementara itu, beberapa proses fonologis yang kelihatan

muncul adalah proses substitusi, asimilasi, dan struktur silabis. Proses-proses

tersebut terdeteksi, baik dalam perkembangan bahasa Indonesiannya maupun

perkembangan bahasa Jermannya. Ada tidaknya transfer aspek fonologis akan

teridentifikasi melalui kajian data awal yang diperoleh secara lebih mendalam.

Di samping aspek fonologi, aspek morfologi kedua bahasa tersebut juga

berbeda. Bahasa Indonesia memiliki sistem morfologi yang tidak mengenal

infleksi. Selain itu, bahasa Indonesia tidak memiliki kategori gramatika untuk

gender, jumlah dan artikel (Soriente, 2007). Verba dalam bahasa Indonesia tidak

mengalami perubahan menurut subjek ataupun kala. Di pihak lain, bahasa Jerman

merupakan bahasa yang sangat kaya dengan infleksi dan memiliki pola

pembentukan verba yang sangat luas.

Sementara itu, di bidang sintaksis, misalnya, dalam bahasa Indonesia

bentuk negatif dalam kalimat deklaratif memiliki posisi sebelum verba, nomina

atau sebelum kelas kata lain yang mengikutinya (misalnya, Saya tidak punya

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

10

waktu) (Sneddon, Adelaar, Djenar, & Ewing, 2010). Sebaliknya, dalam bahasa

Jerman, bentuk negatif pada umumnya ditempatkan setelah verba finite (misalnya,

Ich habe keine Zeit) (Ellis, 1994). Jika seorang anak bilingual Indonesia-Jerman

memproduksi bentuk negative, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa

Jerman sebelum verba, ini membuktikan bahwa anak mengalami interferensi

lintas-linguistik.

Pemerolehan bahasa anak bilingual simultan Indonesia-Jerman ini

merupakan sebuah penelitian dengan pasangan bahasa yang belum pernah

dieksplorasi dengan mendetail oleh peneliti lain. Adnyani (2010) melakukan

sebuah kajian yang menitikberatkan pada perkembangan bunyi bahasa anak

bilingual Indonesia-Jerman yang mendapat masukan kedua bahasa tersebut sejak

lahir. Namun, penelitian yang dilakukan tersebut hanya terfokus pada

perkembangan bunyi dari umur satu sampai dua tahun tanpa melihat

perkembangan elemen kebahasaan lainnya. Adnyani & Hadisaputra (2013)

melakukan fokus kajian terhadap perkembangan negasi subjek yang sama.

Penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh peneliti hanya terfokus

pada elemen-elemen kebahasaan tertentu dan tidak mengkaji aspek-aspek lain

yang diperoleh anak. Oleh karena itu, peneliti beranggapan bahwa sebuah kajian

yang melihat aspek linguistik lainnya, khususnya pada level fonologi dan

sintaksis, perlu dieksplorasi.

Penelitian ini dirancang untuk melanjutkan penelitian awal yang telah

dilakukan dan mengembangkan data awal yang telah diperoleh menjadi sebuah

penelitian disertasi agar mendapatkan gambaran yang lengkap tentang

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

11

pemerolehan bahasa anak bilingual simultan. Disertasi ini berargumentasi bahwa

latar penelitian pemerolehan bahasa anak bilingual simultan dengan pasangan

bahasa Indonesia-Jerman menunjukkan, baik pada domain fonologi maupun

sintaksis, anak memiliki tendensi untuk mengembangkan dua sistem linguistik

secara berbeda, namun juga terdeteksi terjadinya Cross-linguistic Influence (CLI).

Dengan kata lain, anak mengembangkan dua sistem linguistik yang berbeda tidak

secara otonomi, namun lebih cenderung ke arah interdependensi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1) Elemen bunyi apa sajakah yang berkembang dan bagaimanakah proses

fonologis yang dialami anak bilingual simultan Indonesia-Jerman?

2) Bagaimanakah perkembangan leksikal anak bilingual simultan Indonesia-

Jerman?

3) Bagaimanakah perkembangan sintaksis anak, khususnya dalam penguasaan

kalimat deklaratif sederhana, kalimat perintah, dan kalimat tanya?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan yang bersifat umum dan

tujuan yang bersifat khusus. Kedua tujuan penelitian tersebut masing-masing

diuraikan sebagai berikut.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

12

1.3.1 Tujuan umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan

menjelaskan perkembangan bahasa anak bilingual simultan Indonesia-Jerman.

1.3.2 Tujuan khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

1) mendaftar bunyi vokal dan bunyi konsonan yang diperoleh anak, mendaftar

proses fonologis, serta membuat kaidah fonologisnya, dan mendaftar transfer

fonologis yang dialami anak;

2) mendeskrispsikan perkembangan leksikal anak dengan membuat alur tahapan

perkembangan leksikal dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman, dan daftar

padanan kata yang telah dikuasai anak;

3) menjelaskan perkembangan sintaksis anak yang terfokus dalam menjelaskan

perkembangan kalimat deklaratif sederhana, kalimat perintah, dan kalimat

tanya yang dikembangkan dengan membuat daftar analisis transfer serta

mengompilasi transfer sintaksis yang dialami anak.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki kontribusi, baik kontribusi secara teoretis maupun

secara praktis, dan kontribusi di bidang pendidikan anak pada usia dini khususnya

dalam pembelajaran bahasa. Kontribusi yang diberikan penelitian ini dapat

diuraikan sebagai berikut.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

13

1.4.1 Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini berkontribusi dalam beberapa hal. Pertama, penelitian

di bidang pemerolehan bahasa anak bilingual memiliki kontribusi yang sangat

signifikan terhadap perkembangan teori pemerolehan bahasa. Kedua, kajian dalam

bidang pemerolehan bahasa secara simultan dapat memberikan gambaran

terhadap keberadaan human language faculty, semacam kapling-kapling

intelektual yang berada pada otak manusia, dan penelitian semacam ini dapat

memberikan pemahaman tentang kapasitas otak manusia untuk dapat memperoleh

lebih daripada satu bahasa. Ketiga, penelitian ini memberi kontribusi terhadap

perkembangan ilmu psikolinguistik khususnya di bidang pemerolehan bahasa

pertama anak bilingual. Keempat, penelitian ini juga diharapkan memiliki

kontribusi terhadap keberadaan tiga teori pemerolehan bahasa anak bilingual yang

berbeda pendapat, yaitu ULS (Unitary Language System), SDH (Separate

Development Hypothesis), dan CLI (Cross- linguistic Influence). Akhirnya, hasil

penelitian ini juga dapat menjadi suplemen bahan ajar dalam mata kuliah

psikolinguistik.

Di samping kontribusi secara teoretis di bidang pemerolehan bahasa anak

bilingual simultan, penelitian ini juga memberikan kontribusi di bidang ilmu

linguistik baik di bidang fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Hal ini terkait

dengan diaplikasikannya berbagai teori linguistik dalam bidang psikolinguistik.

Salah satu teori yang diaplikasikan adalah teori generatif.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

14

1.4.2 Manfaat praktis

Penelitian ini memiliki kontribusi yang sangat penting, baik bagi

keluarga yang memiliki potensi untuk membesarkan anak secara bilingual, bagi

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) maupun bagi masyarakat pada umumnya.

Secara rinci, manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Hasil penelitian ini memberikan kontribusi berupa sumbangan informasi bagi

keluarga-keluarga yang memiliki potensi untuk membesarkan anaknya dalam

dua bahasa secara simultan. Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran

tentang anak bilingual bisa berhasil menggunakan kedua bahasa yang

diperolehnya secara fasih.

2) Hasil penelitian ini juga memberikan gambaran bahwa anak memiliki potensi

untuk menguasai lebih daripada satu bahasa secara simultan dan natural. Hal

ini diharapkan dapat memberikan dorongan bagi masyarakat untuk tidak ragu

dalam membesarkan anak dalam lingkungan lebih daripada satu bahasa secara

natural.

3) Kontribusi terhadap perkembangan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dapat

berupa hal-hal sebagai berikut.

(1) Penelitian ini menghasilkan daftar kata pemerolehan bahasa anak

bilingual Indonesia-Jerman yang dapat memberikan kontribusi

terhadap pengembangan kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini

(PAUD) khususnya di bidang pembelajaran bahasa kepada anak.

Diharapkan bahwa pembelajaran bahasa kepada anak sesuai dengan

perkembangan kognitif anak, seperti bunyi-bunyi fonetis yang sudah

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

15

bisa diucapkan oleh anak pada umur tertentu, macam kosakata yang

bisa diserap dan diproduksi oleh anak, pada umur tertentu anak mampu

mengucapkan ujaran satu kata, dua kata, sampai pada ujaran kalimat

sederhana, jenis kalimat yang bisa diujarkan anak, seperti kemampuan

anak mengucapkan kalimat deklaratif, kalimat perintah, ataupun

kalimat tanya.

(2) Dengan diketahuinya pemerolehan bahasa anak bilingual yang

diekspos secara simultan, diharapkan berkontribusi terhadap

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), khususnya dalam penyusunan

bahan ajar yang menggunakan kosakata yang kerap digunakan anak.

Hal ini juga dilihat dari fakta bahwa di samping bahasa Indonesia, di

Indonesia juga ada beratus-ratus bahasa daerah yang memberikan

ruang bagi anak untuk tumbuh dan berkembang dalam lebih daripada

satu bahasa yang berbeda. Penelitian ini diharapkan memberikan

sebuah gambaran tentang perkembangan kebahasaan anak yang

diberikan masukan dua bahasa yang berbeda.

(3) Hasil penelitian ini juga berkontribusi terhadap cara berkomunikasi

guru PAUD terhadap anak khususnya anak yang dibesarkan secara

bilingual.

4) Hasil penelitian ini juga dapat memberikan kontribusi terhadap masyarakat

umum berupa sumbangan informasi tentang pemerolehan bahasa anak

bilingual bahwa bahasa dapat diperoleh anak sedini mungkin bahkan jika anak

sejak lahir diberi masukan lebih daripada satu bahasa.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

Bagian ini membahas kajian empiris dalam penelitian bilingual simultan

yang menggunakan teori ULS, SDH, dan CLI. Teori ULS diprakarsai oleh

Leopold (1978) yang menunjukkan bukti bahwa anak bilingual menyatukan dua

sistem linguistik pada awal perkembangan bahasanya. Leopold meneliti

perkembangan bahasa anaknya, Hildegard, yang dibesarkan secara bilingual.

Leopold mengobservasi perkembangan bahasa anaknya yang diberi masukan

bahasa Jerman dan bahasa Inggris secara longitudinal dan mencatat tahapan-

tahapan perkembangannya secara detail dalam catatan-catan harian yang

kemudian dibukukan.

Melalui hasil observasinya, Leopold melaporkan bahwa pada tahap awal

perkembangannya, Hildegard menggunakan satu sistem fonologi untuk

memproduksi kata-kata dari kedua bahasa yang diperolehnya. Leopold juga

menekankan bahwa anaknya mengalami keterlambatan dalam perkembangan

kebahasaan dan mengalami kesulitan dalam memahami adanya dua masukan

bahasa yang berbeda. Baru pada umur sekitar tiga tahun, dilaporkan bahwa

anaknya mampu membedakan kedua bahasa tersebut. Leopold juga melaporkan

bahwa Hildegard mencampur ujaran-ujaran dalam bahasa Inggris dan bahasa

Jerman dan menggunakan temuan tersebut sebagai bukti bahwa anaknya

menggabungkan dua sistem linguistik yang berbeda dan mengembangkannya

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

17

menjadi satu unit sistem linguistik. Leopold menegaskan bahwa pencampuran

kode leksikal dari bahasa Inggris dan bahasa Jerman menandakan anak belum

mampu untuk menjadi bilingual.

Pendapat Leopold dikukuhkan oleh hasil penelitian Volterra dan

Taeschner (1978) dengan menulis sebuah karya yang berpengaruh terhadap kajian

pemerolehan bahasa pertama anak bilingual dan yang mencetuskan teori

penyatuan dua sitem linguistik yang dikenal dengan Unitary Language System

(ULS). Volterra dan Taeschaner meneliti perkembangan bahasa anak bilingual

dari umur 1;0 sampai 4;0 dengan subjek penelitian dua bersaudara Lisa dan Giulia

yang diekspos dalam bahasa Italia-Jerman. Mereka meneliti perkembangan

leksikal dan perkembangan padanan leksikal atau translation equivalents (TEs)

anak, perkembangan sintaksis serta campur kode dalam ujaran anak. Dari hasil

penelitiannya, Volterra dan Taeschner mencetuskan tiga model perkembangan

bahasa anak bilingual, yaitu (1) pada tahap awal perkembangan bahasanya, anak

memiliki satu sistem leksikal yang terdiri atas kata-kata dari dua bahasa dan tidak

ditemukan adanya TEs, (2) pada tahap kedua, anak mampu membedakan dua

leksikal yang berbeda, namun menggunakan leksikal tersebut dalam satu pola

sintaksis yang sama dan masih tetap mencampur kode ujaran, dan (3) baru pada

sekitar umur tiga tahun anak mampu membedakan sistem leksikal dan sintaksis

dari kedua bahasa yang diperolehnya. Proposal Volterra dan Taeschner (1978)

tentang anak bilingual memiliki implikasi bahwa pada awal perkembangannya,

anak-anak bilingual mengembangkan satu sistem linguistik yang merupakan

gabungan dari dua sistem linguistik yang diperolehnya. Sistem linguistik yang

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

18

dikembangkan anak dipercaya memiliki hubungan yang sedikit dengan masing-

masing sistem linguistik dari masukan bahasa yang diperolehnya. Volterra dan

Taeschner menegaskan bahwa anak-anak bilingual mengalami proses

ketidakmampuan membedakan dua bahasa yang diperolehnya. Simpulan yang

dicetuskan Volterra dan Taeschner mendapat berbagai sanggahan karena memiliki

kelemahan dari segi konsep dasar perkembangan bahasa, yaitu tidak bisa

dijelaskan tentang cara anak menyatukan dua sistem bahasa yang berbeda.

Gagasan ULS mengundang berbagai sanggahan dari kalangan peneliti

dengan data empiris yang menunjukkan temuan dan pandangan yang berbeda.

Salah satu penyanggah pertama, yaitu DeHouwer (1990) meneliti perkembangan

bahasa seorang anak bilingual, Kate, yang diberi masukan bahasa Inggris dan

Belanda sejak lahir. Anak diteliti selama delapan bulan dari umur 2;7 sampai 3;4.

Penelitian DeHouwer berfokus pada perkembangan morfologi dan sintaksis anak.

Penelitian DeHouwer menemukan data tuturan anak yang hanya terdiri atas

leksikal bahasa Inggris dan tuturan yang hanya terdiri atas leksikal bahasa

Belanda dengan jumlah yang substansial. Dia juga mengklaim bahwa

pengetahuan morfosintaksis anak dalam bahasa Belanda tidak bisa berfungsi

sebagai dasar dalam produksi tuturan anak dalam bahasa Inggris. Sebagai

gantinya, anak menggunakan pengetahuan morfosintaksis bahasa Belanda untuk

memproduksi ujaran yang hanya terdiri atas leksikal dalam bahasa Belanda.

Begitu juga anak menggunakan pengetahuan morfosintaksis bahasa Inggris untuk

memproduksi ujaran dalam bahasa Inggris. Di samping itu, DeHouwer

menyatakan bahwa kedua sistem yang diperoleh anak bahkan tidak saling

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

19

memengaruhi. Dengan kata lain, perkembangan bilingual simultan diibaratkan

sama dengan perkembangan dua monolingual dalam satu kepala. Dengan temuan

tersebut, DeHouwer mencetuskan gagasan Separate Development Hyphothesis

(SDH) dalam perkembangan bahasa bilingual sebagai bahasa pertama.

Dengan diusulkannya hipotesis SDH, studi-studi tentang penelitian

pemerolehan bahasa anak bilingual sebagai bahasa pertama kemudian

membuktikan kemampuan anak membedakan sistem linguistik baik dari segi

pemahaman, persepsi ujaran, produksi bahasa yang mencakup bidang fonologi,

leksikal, morfosintaksis, maupun pragmatik. Nakamura (2010) meneliti

perkembangan pemahaman dan padanan kata yang dikembangkan Issa yang

diekspos dalam dua bahasa, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Jepang sejak lahir.

Nakamura (2010) yang berkebangsaan Malaysia memberi masukan bahasa Inggris

dan suaminya yang berkebangsaan Jepang memberi masukan bahasa Jepang.

Penelitian dilakukan sejak anak berumur 0;9 sampai 1;4. Nakamura

menyimpulkan bahwa perkembangan pemahaman anak pada masa bayi tidak

harus seimbang di antara kedua bahasa masukan. Jumlah kata yang mampu

dipahami oleh anak seimbang dengan masukan yang diberikan. Hasil penelitian

Nakamura juga menunjukkan bahwa tingkat perkembangan komprehensi anak

meningkat cepat ketika anak berumur 1;3 meskipun fenomena ini terjadi pada

bahasa yang lebih dipahami anak. Walaupun Issa menunjukkan kosakata reseptif

yang lebih besar dalam bahasa Inggris dibandingkan dengan bahasa Jepang, dia

mampu memahami padanan kata dalam dua bahasa yang diperolehnya, bahkan

beberapa bulan sebelum mampu mengucapkan kata-kata pertama dan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

20

memproduksi padanan katanya yang pertama. Hasil penelitian Nakamura

mengonfirmasi bahwa kemampuan untuk memahami padanan kata menunjukkan

bahwa sejak tahap pralinguistik, anak calon bilingual sudah memulai proses yang

diperlukan untuk perkembangan bilingual dan memiliki kapasitas untuk

memperoleh leksikal ganda.

Di bidang persepsi ujaran, Bosch dan Sebastián-Gallés (2001)

mengadakan eksperimen terhadap 28 bayi yang diberi masukan dua bahasa yng

memiliki kemiripan struktur prosodi dari pasangan bahasa Roman, yaitu bahasa

Spanyol dan Katalan, sejak lahir untuk melihat kemampuan anak calon bilingual

memersepsi ujaran yang diserap. Bahasa Spanyol dan Katalan, meskipun memiliki

ritme yang mirip, kedua bahasa tersebut memiliki perbedaan segmental dan

struktur silabis. Hasil penelitian Bosch dan Sebastián-Gallés memberi bukti

bahwa bayi-bayi calon bilingual yang berumur sedikit kurang dari lima bulan

mampu mendeteksi perubahan bahasa dari bahasa Spanyol ke bahasa Katalan

ataupun sebaliknya. Penelitian tersebut berimplikasi bahwa anak mampu

membedakan dua sistem bahasa sejak periode pralinguistik bahkan mampu

membedakan bahasa-bahasa yang memiliki kemiripan secara prosodi.

Poulin-Dubois dan Goodz (2001) membuktikan bahwa anak mampu

membedakan dua sistem linguistik sejak usia dini. Mereka meneliti produksi

ocehan 13 bayi yang berumur 12 bulan yang mendapat masukan bahasa Prancis

dan Inggris. Penelitian tersebut secara khusus melihat distribusi konsonan yang

mengandung CV, VC, dan CVC. Penelitian tersebut menemukan bahwa bayi

bilingual mengoceh lebih khas dalam bahasa yang dominan, yaitu bahasa Prancis.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

21

Salah satu alasan yang diusulkan yang menjadi penyebab kecenderungan bayi

untuk mengoceh dalam bahasa Prancis adalah perbedaan properti suprasegmental

antara bahasa Prancis dan bahasa Inggris. Dominasi bunyi-bunyi konsonan dalam

bahasa Prancis yang ditemukan menyokong pendapat bahwa bayi mampu

menyeleksi salah satu dari bahasa yang diserap yang diasumsikan terjadi pada

fitur-fitur prosodi.

Bukti-bukti tentang keberadaan SDH juga dikaji oleh Nicoladis (1998).

Nicoladis melihat kemampuan anak untuk membedakan dua sistem linguistik di

bidang pembedaan pragmatik dan leksikal. Nicoladis menekankan bahwa anak-

anak bilingual yang diberi masukan dua bahasa secara simultan bisa membedakan

dua bahasa yang diperoleh sejak awal perkembangan bahasanya. Namun, menurut

Nicoladis, belum begitu dipahami tentang cara anak-anak tersebut dapat mengerti

bahwa mereka mendapat masukan dua bahasa yang berbeda. Oleh karena itu,

melalui penelitiannya terhadap seorang anak yang diberi masukan bahasa Portugis

dan bahasa Inggris sejak lahir oleh orang tuanya dengan metode masukan satu

orang satu bahasa, Nicoladis berusaha melihat pemahaman anak tentang dua

masukan bahasa yang berbeda dengan mengkaji pembedaan pragmatik

(penggunaan bahasa berdasarkan konteks) dan padanan leksikal (TEs). Anak

diteliti dari umur 1;0 sampai 1;6.

Melalui penelitiannya, Nicoladis menemukan bahwa kemampuan anak

untuk menunjukkan perbedaan pragmatik dapat menjadi bukti bahwa anak telah

memahami adanya dua masukan bahasa yang berbeda. Kemampuan pembedaan

pragmatik ini dapat mengarah pada awal mula kemampuan untuk membedakan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

22

leksikon, yaitu kecepatan peningkatan jumlah padanan kata dalam kedua bahasa

yang digunakan secara eksklusif terhadap lawan bicara yang menggunakan

bahasa-bahasa tersebut.

Sebuah penelitian yang komprehensif dilakukan Carranza (2007) yang

berusaha melihat pemerolehan bahasa seorang anak bilingual simultan yang

diekspos dalam bahasa Inggris dan bahasa Spanyol dari segi perkembangan aspek

fonologi, morfosintaksis, leksikal, pragmatik, dan campur kode yang dialami

anak. Anak dengan inisial B diteliti dari umur 1;2 sampai umur 2;3.3. Penelitian

Carranza (2007) menemukan bahwa pada level fonologi, anak mulai

memproduksi bunyi vokal dan bunyi konsonan yang umum terdapat dalam bahasa

Inggris dan bahasa Spanyol. Bunyi-bunyi tersebut adalah bunyi-bunyi awal yang

juga umumnya terdeteksi pada perkembangan bunyi anak monolingual. Ketika

anak berumur 1;11.3, anak telah memproduksi bunyi-bunyi konsonan yang

khusus terdapat dalam bahasa Spanyol /ɲ/ dan bahasa Inggris /ʃ/ dan /v/, anak

mulai menggunakan bunyi-bunyi tersebut secara tepat. Pada aspek morfologi,

anak mengembangkan fitur-fitur morfologi dalam kedua bahasa yang diperoleh

paralel dengan anak-anak yang memperoleh bahasa Spanyol dan Inggris secara

monolingual. Dalam bahasa Spanyol, B pada tahap awal mengembangkan infleksi

verba untuk persona dan kala. Sementara itu, dalam bahasa Inggris, anak

mengembangkan verba tanpa infleksi kecuali pemarkah progresif –ing. Di bidang

perkembangan leksikal, anak mulai menggunakan padanan leksikal sejak berumur

1;05. Sementara itu, campur kode yang ditemukan dalam tuturan anak tidak

mengalami kendala gramatikal. Carranza menemukan bahwa campur kode

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

23

merupakan akibat dari kurangnya padanan leksikal yang dikuasai dan hampir

tidak ditemukan interferensi dalam penggunaan campur kode tersebut. Fakta-fakta

yang ditunjukkan menegaskan bahwa anak mengembangkan dua sistem

linguistiknya secara autonomi atau masing-masing berkembang tersendiri.

Meski Carranza (2007) dan DeHouwer (1990) tidak menemukan

terjadinya interferensi dalam produksi ujaran anak, bukti-bukti empiris lain

menemukan bahwa dua sistem linguistik yang dikembangkan anak bilingual

simultan saling bergantung atau terdeteksi terjadinya pengaruh dari satu simtem

linguistik terhadap sistem linguistik lain yang dikenal dengan Cross Linguistic

Influence (CLI). Müller (1998) dalam penelitiannnya mengidentifikasi terjadinya

transfer dalam perkembangan bahasa anak bilingual yang diekspos dalam bahasa

Jerman dan bahasa Inggris yang terfokus melihat perkembangan anak kalimat.

Berdasarkan hasil temuannya, Müller memprediksi bahwa terjadinya transfer

karena adanya ambiguitas dari pola dasar bahasa masukan Jerman yang

memperbolehkan susunan VO dan OV sementara pola dasar dalam bahasa Inggris

adalah VO tanpa memperhatikan dominasi bahasa masukan. Oleh karena itu,

dikatakan bahwa pola dasar frasa verbal dalam bahasa Jerman mengandung

ambiguitas sehingga menjadi target transfer pola dasar bahasa Inggris yang pasti.

Arah transfer menurut Mueller adalah sepihak, yaitu dari bahasa Inggris ke bahasa

Jerman.

Temuan serupa juga diungkapkan oleh Döpke (1999) yang meneliti

perkembangan empat orang anak bilingual yang diberi masukan bahasa Jerman

dan bahasa Inggris. Penelitian tersebut menemukan bukti-bukti terjadiny CLI dari

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

24

bahasa Inggris ke bahasa Jerman. Döpke berargumen bahwa terjadinya transfer

dari bahasa Inggris ke bahasa Jerman disebabkan oleh ketumpangtindihan pola

dasar frasa verbal yang terdapat dalam bahasa masukan, yaitu pola VO dalam

bahasa Jerman yang serupa dengan pola dasar klausa utama dalam bahasa Inggris.

Di pihak lain, dalam bahasa Jerman juga mengizinkan pola OV dalam bentuk

infinitifnya. Beberapa bukti yang diajukan, misalnya, anak-anak bilingual yang

menjadi subjek dalam penelitiannya mentransfer verba dalam bahasa Inggris

menempatkannya pada posisi khas posisi verba bahasa Jerman, yaitu pada akhir

klausa, sebelum negatif dan sebelum subjek. Fenomena transfer tersebut, oleh

Döpke dinyatakan tidak ditemukan dalam perkembangan bahasa anak

monolingual Jerman. Oleh karena itu, dia tidak menyetujui bahwa anak bilingual

sama halnya dengan dua monolingual dalam satu kepala. Namun, dua sistem yang

dikembangkan anak mengalami kontak yang disebabkan oleh ambiguitas pola

dasar masukan bahasa masukan yang menyebabkan terjadinya transfer fitur

linguistik salah satu bahasa masukan ke bahasa pasangannya.

Jika Müller (1998) dan Döpke (1999) mengidentifikasi terjadinya transfer

pada anak bilingual yang disebabkan oleh ambiguitas pola dasar dalam bahasa

masukan, Soriente (2004a) menemukan kasus-kasus CLI pada anak bilingual

simultan akibat adanya dominasi salah satu bahasa masukan. Soriente meneliti

Guglielmo, anaknya, yang diberi masukan dua bahasa dengan tipologi yang

berbeda, yaitu bahasa Indonesia dialek Jakarta dan bahasa Italia, sejak lahir

dengan dominasi masukan bahasa dalam bahasa Indonesia. Penelitian Soeriente

berfokus pada campur kode dalam tuturan anak dan terjadinya interferensi. Hasil

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

25

penelitian tersebut menunjukkan bahwa anak mencampur kode tuturannya, baik

campur kode secara leksikal, morfologi, maupun sintaksis. Campur kode leksikal,

misalnya, terdapat dalam tuturan “Mimik latte no, Mamma.” Pada tuturan tersebut

anak menyisipkan elemen bahasa Indonesia dalam konteks tuturan berbahasa

Italia. Secara morfologis, anak diobservasi melakukan reduplikasi nomina dalam

bahasa Italia seperti layaknya yang terdapat dalam bahasa Indonesia, seperti pada

tuturan “Ini palla-palla.” Palla dalam bahasa Italia bermakna bola. Penelitian

tersebut juga mengonfirmasi terjadinya CLI dalam tuturan anak, yaitu

digunakannya fitur-fitur bahasa Indonesia dalam bahasa Italia. Soriente

menemukan bahwa Guglielmo mentransfer pengetahuannya tentang kata-kata

polifungsional dalam bahasa Indonesia ke dalam bahasa Italia sehingga mereduksi

penggunaan kata-kata tertentu dalam bahasa Italia.

Studi Soriente (2007) kembali mengonfirmasi terjadinya transfer dalam

perkembangan bahasa Guglimeo yang disebabkan oleh adanya dominasi bahasa

Indonesia dialek Jakarta. Penelitian studi kasus Soriente kali ini difokuskan untuk

melihat perkembangan bentuk Wh-question. Simpulan yang diperoleh dari hasil

penelitiannya adalah bahwa dominasi pola sintaksis dalam bahasa Indonesia

menyebabkan susunan kata dalam kalimat Wh-questions tidak sesuai dengan

target dalam bahasa Italia. Dalam pemerolehan bahasa anak yang ditelitinya ada

faktor kognitif dan CLI yang berperan penting dalam perkembangan bahasa yang

diperoleh anak. Secara kognitif, bentuk-bentuk Wh-diperoleh secara independen

dan pada waktu yang berbeda. Urutan pemerolehan bentuk Wh- dalam bahasa

Indonesia sesuai dengan pemerolehan anak monolingual. Meskipun pemerolehan

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

26

bentuk yang sama dalam bahasa Italia terlambat dibandingkan dengan bahasa

Indonesianya, urutan pemerolehannya tetaplah sama. Simpulannya adalah bahwa

anak bilingual mengembangkan sistem linguistik yang berbeda sejak awal.

Namun, sistem linguistik tersebut berpengaruh satu sama lain.

Soriente (2007) juga menemukan tiga tahapan perkembangan bentuk-

bentuk Wh- anak, yaitu (1) tahap praproduksi (preproduction). Pada tahap ini,

anak telah secara regular memproduksi “apa”, “mana”, dan “siapa” dalam bahasa

Indonesia, namun dalam bahasa Italia, anak masih mengalami periode

praproduksi. Tahapan ini berlanjut sampai anak bermur 2;5 ketika anak mulai

mengucapkan bentuk-bentuk Wh- nya yang pertama baik secara utuh maupun

potongan-potongan kata, (2) tahap percampuran (mixing). Pada tahap ini, anak

mulai memproduksi kalimat tanya dalam bahasa Italia, namun dalam banyak

kasus, anak masih menggunakan bentuk-bentuk dalam bahasa Indonesianya

sehingga muncul campuran (mixing). Tahap ini berlanjut sampai anak berumur

lebih daripada empat tahun, dan (3) tahap akhir, yaitu tahap kemunculan struktur

Wh-yang sesuai dalam bahasa target Italia, meskipun kemunculannya bisa

dikatakan terlambat dibandingkan dengan perkembangan Wh- anak monolingual

Italia. Alasan yang dapat menjelaskan terjadinya tahapan perkembangan ini

menurut Soriente adalah adanya dominasi dalam bahasa Indonesia.

Terjadinya transfer dalam perkembangan bahasa anak bilingual simultan

juga ditemukan oleh Yip dan Matthews (2007) yang meneliti perkembangan

bahasa enam orang anak bilingual yang mendapat masukan bahasa Inggris dan

Kanton. Yip dan Matthews menemukan bahwa transfer terjadi dari bahasa Kanton

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

27

ke bahasa Inggris yang diidentifikasi terjadi karena pengaruh dominasi bahasa

Kanton ataupun ambiguitas masukan bahasa masukan. Penelitian mereka

difokuskan pada perkembangan wh-questions, pelesapan objek dan klausa

relasional. Simpulan Yip dan Matthews mendukung pandangan Grosjean (1989)

yang menyatakan bahwa bilingual bukanlah dua monolingual dalam satu kepala.

Dengan melihat bukti-bukti empiris yang telah diuraikan sebelumnya,

sampai saat ini banyak peneliti membuktikan terjadinya perbedaan sistem

linguistik dalam perkembangan bahasa anak bilingual simultan. Namun, sejauh

mana anak mampu membedakan kedua sistem linguistik yang diperoleh dari

bahasa masukan dan sejauh mana kontak bahasa terjadi antara dua sistem

linguistik yang berbeda sehingga CLI menjadi fenomena dalam perkembangan

bahasa anak bilingual masih perlu diteliti, khususnya dalam perkembangan bahasa

anak bilingual dengan dua tipologi bahasa yang berbeda. Oleh sebab itu,

penelitian ini melihat pemerolehan bahasa anak bilingual simultan dengan

pasangan bahasa yang belum didokumentasikan secara ilmiah oleh peneliti lain,

yaitu pasangan bahasa Indonesia dan bahasa Jerman. Penelitian ini memiliki

kontribusi yang signifikan secara teoretis terhadap teori-teori pemerolehan bahasa

anak bilingual khususnya dengan pasangan bahasa yang berasal dari dua tipologi

bahasa yang berbeda.

Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang pemerolehan bahasa

anak bilingual Indonesia-Jerman, berikut diulas pula sedikit tentang hasil-hasil

penelitian yang melihat perkembangan bahasa anak monolingual Indonesia dan

anak monolingual yang dibesarkan dalam bahasa Jerman. Hasil-hasil penelitian

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

28

tersebut sangat berguna dalam melihat urutan perkembangan bahasa anak

bilingual yang diekspos dalam bahasa Indonesia dan Jerman juga mengalami

urutan pemerolehan yang mirip dengan urutan pemerolehan anak monolingual.

Dardjowidjojo (2000) meneliti pemerolehan bahasa seorang anak monolingual

yang dibesarkan dalam bahasa Indonesia secara longitudinal selama lima tahun.

Dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa secara fonologis, anak

mengembangkan elemen bunyi konsonan dan bunyi vokal dengan tendensi

keuniversalan dalam perkembangan fonologi. Dari segi perkembangan leksikal,

nomina mendominasi urutan pertama pemerolehan kategori sintaksis. Persentase

nomina pada empat tahun pertama jauh melampaui perkembangan verbanya.

Sementara itu, dalam hal pemerolehan afiks, ditemukan bahwa prefiks pasif di-

dan ter- dikuasai oleh anak mendahului sufiks yang lain. Hasil penelitian

Darjowidjojo ini bisa menjadi acuan karena anak yang diteliti dalam penelitian ini

juga memperoleh masukan bahasa pertama bahasa Indonesia di samping bahasa

Jerman. Apakah anak yang diteliti dalam penelitian ini akan menunjukkan urutan

pemerolehan bahasa Indonesia yang sama atau sedikit berbeda?

Sementara itu, urutan pemerolehan bahasa anak yang diberi masukan

dalam bahasa Jerman menunjukkan kemiripan dalam pemerolehan kategori

sintaksisnya. Mills (1985) menemukan nomina dalam pemerolehan bahasa Jerman

lebih menonjol kemunculannya yang diproduksi dalam bentuk tunggal yang tidak

bermarkah. Beberapa nomina dalam bentuk jamak juga muncul, namun hanya

bentuk-bentuk yang memang digunakan dalam bentuk jamak, seperti Schuh-e

„shoes‟. Kata-kata yang diproduksi anak juga sering muncul dalam bentuk

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

29

onomatopea. Pada awal perkembangannya, reduksi konsonan kluster juga

merupakan hal yang umum terjadi, misalnya, *lafen untuk schlafen. Bentuk verba

yang muncul di awal perkembangan adalah bentuk sufiks –en yang merupakan

bentuk infinitif. Menurut Mills, hal ini bisa disebabkan oleh bentuk {-en} muncul

secara produktif dalam ujaran orang dewasa ketika dalam ujaran terdapat modal

atau verba bantu yang mengharuskan leksikal verba muncul di akhir klausa. Di

samping itu, bentuk {-en} juga bertekanan. Hasil temuan Mills juga memberikan

kontribusi yang sangat signifikan dalam penelitian ini. Akan sangat menarik untuk

melihat keadaan anak yang dibesarkan secara bilingual dalam bahasa Indonesia

dan Jerman juga akan menunjukkan urutan pemerolehan bahasa yang mirip.

Dengan belum adanya publikasi yang melihat perkembangan anak

bilingual simultan Indonesia-Jerman dan adanya berbagai isu dan pandangan yang

berbeda terhadap perkembangan bahasa anak bilingual simultan, Adnyani (2010)

meneliti perkembangan bunyi bahasa Lila (bukan nama sebenarnya), anaknya

yang pertama yang dibesarkan dalam bahasa Indonesia dan Jerman sejak lahir.

Bahasa Indonesia diperoleh dari ibunya dan bahasa Jerman dari ayahnya.

Penelitian dilakukan ketika anak berumur 1;2 sampai 2;6. Penelitian tersebut

merupakan sebuah studi kasus yang menggunakan rancangan penelitian kualitatif.

Teori yang digunakan adalah teori perkembangan bahasa anak, khususnya teori

yang berhubungan dengan perkembangan bunyi bahasa anak. Penelitian ini

memperoleh hasil bahwa pada studi kasus ini, ketika penelitian selesai dilakukan

saat anak berumur 2;6, semua vokal yang muncul dalam bahasa Indonesia sudah

dikuasai dengan baik, namun vokal-vokal khusus yang terdapat dalam bahasa

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

30

Jerman belum dikuasai, seperti bunyi y, ʏ, [ø], dan œ. Bunyi ini sering

diganti dengan bunyi vokal yang memiliki kesamaan fonetis, sementara bunyi

konsonan yang sudah dikuasai pada semua posisi adalah [p b t d m n l w y].

Bunyi-bunyi [s k g h c ɟ ñ ŋ] muncul secara terbatas pada posisi-posisi tertentu

saja. Ada beberapa bunyi yang belum dikuasainya, seperti [f v z r]Bunyi-bunyi

yang belum dikuasai biasanya juga disubstitusi dengan bunyi-bunyi yang

memiliki kesamaan fonetis. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2010 tersebut

hanya melihat perkembangan bunyi bahasa anak dengan mengabaikan aspek-

aspek perkembangan bahasa yang lain, seperti perkembangan morfologi dan

sintaksisnya.

Adnyani dan Hadisaputra (2013) berusaha melihat perkembangan negasi

anak pada subjek yang sama. Penelitian yang dilakukan bertujuan (a) mengetahui

penanda-penanda negasi yang berkembang pada anak dwibahasa Indonesia-

Jerman pada umur 1;2 sampai 3;0 tahun, (b) mendeskripsikan tahapan

perkembangan negasinya, dan (c) menjelaskan fungsi penanda negasi yang

diucapkan oleh anak. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pemerolehan

negasi Lila sebagai anak dwibahasa Indonesia-Jerman memiliki pola

perkembangan secara berurutan, yaitu ndak/tidak, belum, jangan, dan bukan.

Penanda pertama dalam bahasa Indonesia yang dikuasai adalah ndak. Sementara

itu, dalam bahasa Jerman satu-satunya penanda negasi yang dikuasai anak adalah

nein yang sudah digunakan anak secara produktif sejak umur 1;6. Fungsi penanda

negasi yang diucapkan anak, yaitu penolakan terhadap suatu ajakan atau kegiatan,

pengingkaran terhadap keberadaan sesuatu, pengingkaran terhadap pengetahuan

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

31

tentang sesuatu, pencegahan atau larangan untuk melakukan sesuatu,

pengingkaran terhadap perfektif sudah dan pengungkapan oposisi.

Adnyani & Pastika (2016) berdasarkan data awal yang diperoleh

terhadap perkembangan bahasa ALY ketika berumur 1;0 sampai 1;8 yang diekpos

dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman sejak lahir menunjukkan bahwa pada

domain fonologi, anak mengalami transfer elemen fonologi bahasa Indonesia

yang digunakan dalam ujaran bahasa Jerman. Meskipun transfer yang ditemukan

pada data awal tersebut hanya terjadi pada satu elemen, yaitu transfer bunyi

semivokal [y] yang digunakan untuk mengganti bunyi vokal depan tinggi bulat

/ʏ/, ini menunjukkan bahwa dalam kasus perkembangan bahasa ALY dapat

dicurigai bahwa dalam perkembangan bahasanya transfer terjadi pada level

fonologi.

Penelitian–penelitian perkembangan bahasa anak bilingual Indonesia-

Jerman terdahulu yang dilakukan oleh peneliti belum mencakup aspek-aspek

perkembangan kebahasaan lain, seperti perkembangan leksikal, aspek morfologi,

ataupun sintaksisnya. Dapat dikatakan bahwa penelitian tersebut belum berusaha

mengungkap pemerolehan bahasa anak bilingual Indonesia-Jerman secara

lengkap. Oleh karena itu, pada penelitian ini, peneliti memfokuskan perhatian

tidak hanya pada perkembangan fonologi anak, namun juga mendeskripsikan

perkembangan leksikal, dan penguasaan kalimat sederhana yang juga mencakup

perkembangan kalimat deklaratif, kalimat imperatif, dan kalimat tanya sehingga

penelitian yang dirancang lebih komprehensif dan menyeluruh.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

32

Dapat dikatakan pula bahwa penelitian disertasi ini merupakan sebuah

penelitian lanjutan dengan subjek yang berbeda dari sebuah penelitian yang telah

dilakukan oleh peneliti pada tahun 2010 dalam rangka memperoleh gelar magister

linguistik. Pada tahun 2010, peneliti hanya melihat perkembangan elemen

fonologis ketika anak berumur dari 1;0 sampai 2;0. Penelitian ini juga merupakan

penelitian pengembangan dari data awal yang sudah digali. Di samping itu,

penelitian ini juga memiliki posisi yang sangat penting karena merupakan

penelitian pertama yang melihat perkembangan bahasa anak bilingual Indonesia-

Jerman secara komprehensif yang merupakan penelitian perkembangan bahasa

dari dua bahasa yang memiliki tipologi yang berbeda. Hasil penelitian ini akan

memberikan kontribusi secara keilmuan dan teori perkembangan bahasa anak

bilingual selain berkontribusi secara empiris ataupun pedagogis.

2.2 Konsep

Judul penelitian ini adalah “Pemerolehan Bahasa Anak Bilingual

Simultan Indonesia-Jerman”. Judul penelitian ini tampaknya memerlukan

penjelasan atas pengertian-pengertian yang tertuang di dalamnya. Penjelasan ini

dipandang perlu guna menyamakan persepsi tentang segala sesuatu yang

dimaksud dalam judul tersebut.

2.2.1 Anak Bilingual Simultan

Bilingual yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bilingual simultan.

Bilingual simultan adalah salah satu bentuk bilingualisme ketika anak

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

33

memperoleh dua bahasa atau lebih sejak lahir (Genesee, 2001; Romaine, 1995).

Menurut DeHouwer (1990), bilingual simultan terjadi pada anak yang mendapat

masukan dua bahasa secara reguler sejak sebelum berumur dua tahun dan secara

terus menerus mendapat masukan bahasa-bahasa tersebut sampai pada tahap akhir

perkembangan bahasa mereka. Bahasa-bahasa yang diperoleh tersebut merupakan

bahasa pertama anak. Bentuk bilingualisme ini berbeda dengan bilingual runtunan

ketika bahasa kedua tidak diperoleh sejak lahir dan tidak dianggap sebagai bahasa

ibu, seperti bahasa kedua diperoleh melalui bangku sekolah.

2.2.2 Pemerolehan Bahasa Pertama Bilingual / Bilingual First language

Acquisition (BFLA)

Pemerolehan bahasa pertama bilingual atau yang dikenal dengan

Bilingual First Language Acquisition (BFLA) atau yang sering diacu dengan

(2L1) merupakan pemerolehan dua bahasa secara simultan sejak lahir (Genesee &

Nicoladis, 2007). Mengadopsi definisi bilingualisme dari Grosjean (2008) bahwa

bilingualisme merupakan pemakaian secara reguler dua bahasa atau lebih, maka

Yip (2013) mendefinisikan BFLA sebagai pemerolehan dua bahasa secara

bersamaan pada anak yang mendapat masukan kedua bahasa tersebut sejak lahir

dan anak menggunakan kedua bahasa tersebut secara reguler ketika berusia dini.

2.2.3 Dominasi Bahasa

Dominasi bahasa dalam penelitian ini mengacu pada definisi, yaitu

bahasa yang masukannya lebih banyak. Sementara itu, Nicoladis (1998)

menentukan dominasi bahasa dalam pemerolehan bilingual simultan dengan

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

34

mendasarkan pada jumlah kosakata yang dikuasai anak pada setiap bahasa yang

diperoleh.

2.2.4 Proses Fonologis

Proses fonologis merupakan prosedur yang bersifat universal yang

disusun secara hierarkis yang digunakan oleh anak untuk menyederhanakan ujaran

(Ingram, 1981). Bersifat universal dalam artian bahwa setiap anak dilahirkan

dengan fasilitas untuk menyederhanakan ujaran dengan cara-cara yang konsisten.

Bersifat herarkis diartikan bahwa proses-proses fonologis tertentu lebih dasar

dibandingkan yang lain. Perkembangan fonologi selanjutnya didefinisikan sebagai

penghilangan secara bertahap proses fonologis yang dialami anak sampai akhirnya

ujaran anak menyerupai ujaran orang dewasa.

2.2.5 Perkembangan Leksikal

Perkembangan leksikal yang diacu dalam penelitian ini adalah bunyi atau

bentuk fonetis yang diproduksi anak yang secara sistematis terkait dengan suatu

konteks tertentu. Bentuk yang diproduksi oleh anak ini mengandung kemiripan

fonetis dengan target bentuk kata orang dewasa secara suku kata dan/atau struktur

segmen. Anak memperoleh kata pertama ketika berumur sekita 11 bulan (Stoel-

Gammon & Sosa, 2007). Menurut Stoel-Gammon (2011), dalam banyak hal

bentuk yang diproduksi anak dengan orang dewasa berbeda secara substansial,

namun ada pola korespondensi antara bentuk keduanya yang bisa diidentifikasi.

Dapat dicontohkan kemudian bahwa bentuk [nʊm] untuk “minum” bisa berterima

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

35

jika bentuk tersebut diujarkan dengan konteks yang sesuai (seperti ketika ingin

minum, menunjuk gambar air atau melihat air atau benda-benda cair lainnya).

2.2.6 Perkembangan Kalimat Sederhana

Perkembangan kalimat sederhana dalam penelitin ini adalah

perkembangan kalimat sederhana dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman.

Susunan kata dalam bahasa Indonesia menempatkan verba pada posisi kedua

setelah subjek menghasilkan pola kalimat S-V-O (Tata Bahasa Baku Bahasa

Indonesia, 2003). Ketika dalam kalimat terdapat modal, posisi modal adalah

sebelum verba. Pola kalimat yang dihasilkan adalah S-MOOD-V-O. Hal yang

sama berlaku jika dalam kalimat terdapat bentuk negatif. Dalam bahasa Jerman,

posisi non-finit verba adalah di akhir frasa. Posisi verba tetap di akhir jika dalam

kalimat terdapat modal atau verba bantu sehingga menghasilkan pola S-AUX-O-

V. Jika tidak terdapat verba bantu atau modal, susunan kata adalah S-V-O. Bentuk

negatif dalam bahasa Jerman pada umumnya muncul sebelum verba leksikal.

2.2.7 Tahapan Perkembangan Bahasa Anak

Tahapan perkembangan bahasa yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tahapan perkembangan bahasa anak yang diuraikan oleh Clark & Clark

(1977) dan Clark (1993), yaitu tahap ujaran satu kata (single /one word

utterances), tahap ujaran dua kata (two-word utterances), tahap ujaran multikata

(multiword/longer utterances).

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

36

2.3 Landasan Teori

Penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan sekaligus menjelaskan

segmen bunyi dan proses fonologis yang dikembangkan oleh anak, perkembangan

leksikal, penguasaan afiks verba, serta perkembangan kalimat deklaratif

sederhana, kalimat imperatif, dan kalimat tanya. Anak diekspos secara langsung

dalam dua bahasa yang berasal dari tipologi yang sangat berbeda, yaitu bahasa

Indonesia dan bahasa Jerman. Perkembangan bahasa anak yang dikaji dalam

penelitian ini merupakan bagian kajian psikolinguistik. Menurut Clark dan Clark

(1977), ada tiga hal pokok yang dibahas dalam bidang psikolinguistik. Ketiga hal

itu adalah sebagai berikut.

1) Pemahaman merupakan proses-proses mental yang dilalui manusia ketika

mereka mendengar, memahami sesuatu yang didengar dan mengingat hal yang

mereka dengar.

2) Produksi merupakan proses-proses mental yang dilalui ketika manusia

mengeluarkan ujaran.

3) Pemerolehan bahasa merupakan cara anak memperoleh bahasa mereka,

tahapan-tahapan yang dilalui oleh anak dalam komprehensi dan produksi

bahasa pertama mereka.

Sementara itu, Dardjowidjojo (2003) mendefinisikan psikolinguistik

sebagai ilmu yang mempelajari proses-proses mental yang dilalui oleh manusia

dalam berbahasa. Upaya penelitian ini untuk menginvestigasi perkembangan

bahasa anak yang merupakan bagian cabang ilmu psikolinguistik memerlukan

acuan teori yang dapat membantu peneliti dalam menganalisis masalah-masalah

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

37

sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Oleh karena itu, teori-teori yang akan

digunakan dalam mengungkap masalah tersebut adalah sebagai berikut:

(1) teori universal grammar (UG);

(2) teori keuniversalan dalam pemerolehan bunyi bahasa;

(3) fonologi generatif dalam pemerolehan bahasa anak;

(4) teori interaksionis;

(5) teori SDH (Separate Development Hypothesis) dalam pemerolehan bahasa

pertama bilingual;

(6) teori CLI (Cross-Linguistics Interference) dalam pemerolehan bahasa pertama

bilingual.

2.3.1 Teori Universal Grammar (UG)

Sebelum teori Universal Grammar (UG) berkembang, pemerolehan

bahasa anak dilandasi oleh teori-teori yang berpandangan bahwa bahasa diperoleh

melalui proses mekanis dan masukan memiliki peran yang signifikan. Diawali

oleh Bloomfield (1933) dalam bukunya yang berjudul Language disebutkan

bahwa bahasa diperoleh melalui latihan-latihan karena adanya masukan (input)

dari lingkungan. Hal yang dicetuskan Bloomfield melahirkan aliran-aliran di

bidang pemerolehan bahasa yang berpegangan pada habit formation system.

Aliran ini berpendapat bahwa pemerolehan dan pembelajaran bahasa merupakan

suatu proses mekanis yang melibatkan latihan-latihan dan pengulangan sehingga

terbentuklah suatu kebiasaan.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

38

Salah satu pengikut aliran ini adalah Skinner (1957) yang memberikan

penjelasan ilmiah tentang pemerolehan bahasa anak. Skinner seorang ahli

psikologi dari Universitas Harvard melalui tulisannya “Verbal Behavior”

meyakini pengaruh lingkungan sebagai penentu dalam pemerolehan bahasa. Teori

ini percaya bahwa anak memperoleh bahasa dari lingkungannya, yaitu dari

masukan orang-orang di sekitarnya yang mencakup proses pemberian stimulus

atau rangsangan, adanya respons atau balikan, dan penguatan. Jadi, menurut teori

ini, belajar berbahasa merupakan suatu kegiatan yang diulang-ulang sehingga

memunculkan suatu kebiasaan. Ahli-ahli behaviorisme percaya bahwa sesuatu

yang tidak bisa dilihat dengan kasat mata, seperti otak manusia, tidak berperan

dalam proses pemerolehan bahasa.

Pandangan behaviorisme ditentang oleh ahli-ahli mentalis atau ahli-ahli

nativisme yang meyakini bahwa otak manusia sangat berperan penting dalam

pemerolehan bahasa anak. Salah satu pencetus teori mentalisme atau yang juga

sering disebut sebagai teori nativisme adalah Chomsky (1965). Chomsky

berargumen bahwa linguistik bukanlah sekadar ilmu untuk mendeskripsikan

pemakaian bahasa (descriptive theory), melainkan yang lebih penting adalah

bagaimana bisa menjelaskan fenomena kebahasaan dan alasannya (explanatory

theory). Chomsky (1965: 4) menentang teori behaviorisme dengan meletakkan

landasan bahwa teori linguistik adalah mentalis yang berkaitan dengan realitas

mental yang mendasari perilaku nyata. Chomsky juga memopulerkan istilah

kompetensi (competence) yang juga disebut sebagai struktur batin dan

performansi (performance) yang sering disebut sebagai struktur lahir.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

39

Menurut Chomsky, kompetensi merupakan pengetahuan dasar yang

terdapat pada mental manusia tentang kaidah-kaidah, atau prinsip-prinsip

kebahasaan yang bersifat abstrak, sementara performansi adalah ujaran-ujaran

nyata yang didengar atau diproduksi secara nyata. Ditekankan juga bahwa

performansi tidak selamanya mencerminkan kompetensi. Hal ini dijelaskan bahwa

sering terjadi sesuatu yang diujarkan manusia tidak sesuai dengan kaidah, namun

baik pembicara maupun pendengar bisa memahami yang diujarkan karena adanya

kompetensi kebahasaan. Chomsky juga memunculkan istilah tata bahasa generatif

(generative grammar) yang digunakan untuk mendeskripsikan adanya kompetensi

kebahasaan. Generative grammar merupakan sistem aturan yang

menampilkan/menghasilkan struktur kebahasaan secara tak terbatas.

Dalam hubungannya dengan pemerolehan bahasa anak, Chomsky (1965:

32) berpandangan bahwa seorang anak dapat memperoleh bahasa mana pun di

dunia pastilah anak memiliki bekal ilmiah untuk memperoleh bahasa yang dibawa

sejak lahir (innate capacity). Bekal ilmiah secara kodrati tersebut dinamakan

Language Acquisition Device (LAD) yang digunakan sebagai basis empiris anak

untuk memperoleh bahasa. LAD inilah yang membedakan manusia dengan

primata lain. Dardjowidjojo (2003) menyatakan bahwa meskipun ada kemiripan-

kemiripan tertentu antara manusia dan simpanse, namun mereka memiliki

perbedaan dalam hal kemampuan berbahasa. Perbedaan ini bersifat genetis yang

artinya manusia mampu memperoleh bahasa, sedangkan primata lain tidak. Salah

satu karakteristik bahasa manusia adalah kreativitas dan produktivitas, misalnya

menggunakan kata untuk membentuk kalimat sederhana dan kalimat sederhana

Page 40: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

40

selanjutnya dapat digunakan untuk membentuk kalimat kompleks (Steinberg,

Nagata, & Aline, 2001).

Dalam hubungannya dengan pemerolehan bahasa anak, Chomsky (2006)

mencetuskan teori Universal Grammar (UG) yang merupakan sebuah teori

pemerolehan bahasa anak yang didasarkan pada properti genetik. Dalam

kuliahnya yang diunduh melalui kanal youtube, Chomsky (2012b) memaparkan

bahwa UG merupakan “The theory of the genetic component of the language

faculty.” Chomsky percaya bahwa setiap manusia memiliki kapasitas genetik yang

spesifik yang digunakan untuk memperoleh bahasa. Sebuah kapasitas genetis

yang membedakan manusia dengan makhluk lain di dunia. Chomsky (2012a)

berkeyakinan bahwa anak manusia sudah dibekali dengan pengetahuan tentang

struktur dasar setiap bahasa di dunia. Gagasan Universal Grammar (UG) adalah

bahwa ada prinsip-prinsip tata bahasa yang pokok atau yang sangat mendasar

yang terdapat dalam atau yang melekat pada setiap bahasa di dunia.

UG memandang bahwa masukan bahasa dari lingkungan hanyalah

sebagai penggerak perkembangan bahasa. Pendekatan UG menganggap bahwa

bahasa merupakan hal yang unik yang berbeda dengan sistem kognitif lain.

Pandangan UG mengusulkan bahwa manusia memiliki “language faculty“ yang di

antaranya adalah seperangkat prinsip linguistik bawaan, disebut UG. Pandangan

mentalis ini percaya bahwa tanpa UG pembelajaran bahasa menjadi suatu hal

yang mustahil karena data masukan tidaklah mencukupi untuk keperluan

pemerolehan bahasa. Ketidakcukupan data masukan ini juga sering dirujuk

sebagai “poverty of the stimulus“. Dengan kata lain, Hummel menjelaskan bahwa

Page 41: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

41

bahasa yang menjadi masukan kepada anak memiliki karakteristik, yaitu ujaran

yang disederhanakan, adanya interupsi, tidak gramatikal dan lain-lainnya. Oleh

karena itu, hanya dengan masukan, anak tidak akan mendapatkan informasi yang

cukup tentang sistem gramatika yang terdapat dalam bahasa masukan. Ada

sesuatu yang lain yang membantu anak untuk mengetahui aturan-aturan yang

terdapat dalam bahasa masukan dan hal tersebut dipercaya merupakan “Universal

Grammar” yang dibawa oleh anak sejak lahir secara kodrati.

Ellis (1997) menyimpulkan bahwa pandangan kaum mentalis berkaitan

dengan pemerolehan bahasa pertama adalah (1) hanya manusia yang mampu

untuk memperoleh bahasa, (2) otak manusia dibekali secara biologis dengan

peranti untuk memperoleh bahasa yang bernama Language Acquisition Device

(LAD), peranti ini terpisah dari piranti yang bertanggung jawab terhadap aktivitas

kognitif lain, seperti logika, (3) LAD bertanggung jawab dalam pemerolehan

bahasa, dan (4) masukan diperlukan, namun hanya sebagai pemicu untuk

mengaktifkan LAD.

Yulianto (2009) menguraikan bahwa menurut pandangan nativis,

pemerolehan bahasa merupakan proses yang universal yang mengacu pada dua

hal, yaitu (1) urutan perkembangan bahasa anak, dan (2) faktor-faktor yang

menentukan proses pemerolehan bahasa itu berlangsung. Dengan kata lain,

penelitian dalam bidang pemerolehan bahasa anak pada umumnya menemukan

bahwa perkembangan bahasa anak mengikuti tahapan-tahapan (urutan)

perkembangan yang dilalui sampai akhirnya sesuai dengan target penguasaan

bahasa orang dewasa.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

42

Urutan atau tahapan-tahapan perkembangan tersebut tidak hanya

ditemukan dalam pemerolehan bahasa anak monolingual, namun tahapan yang

sama juga ditemukan dalam perkembangan bahasa anak bilingual. Yip (2013)

mengemukakan bahwa kemiripan pola urutan perkembangan bahasa anak

ditemukan pada perkembangan bahasa anak monolingual dan bilingual. Dalam hal

ini dijelaskan bahwa anak bilingual juga melalui periode celotehan,

perkembangan ujaran satu kata, kemudian diikuti dengan perkembangan ujaran

dua kata dan seterusnya sampai akhirnya mencapai kompetensi orang dewasa.

Tahapan-tahapan perkembangan ini dicapai rata-rata pada usia yang sama dengan

perkembangan bahasa anak monolingual.

Teori UG dipilih dalam penelitian ini disebabkan teori ini memandang

bahwa setiap anak memiliki kapasitas bawaan dalam memperoleh bahasa.

Kapasitas bawaan ini juga berlaku bagi anak yang memperoleh dua bahasa secara

simultan. Oleh karena itu, secara umum, teori ini dapat mendasari analisis ketiga

masalah yang dibahas dalam penelitian ini.

2.3.2 Teori Keuniversalan dalam Pemerolehan Bunyi Bahasa

Bahasa-bahasa di dunia memiliki fitur-fitur yang universal, seperti setiap

bahasa memiliki nomina, dan verba; setiap bahasa memiliki bentuk-bentuk

negatif, setiap bahasa juga memiliki cara tertentu untuk membedakan bentuk

tunggal dan jamak ataupun bentuk kini dan lampau. Berdasarkan fitur-fitur

universal dalam bahasa-bahasa di dunia tersebut, diperkirakan pemerolehan

bahasa anak juga melalui proses-proses yang universal.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

43

Keuniversalan dalam pemerolehan bahasa salah satunya dicetuskan oleh

Jakobson (1971: 7-11) yang mengungkapkan keuniversalan dalam pemerolehan

fonologi. Jakobson menekankan adanya keberaturan dalam pemerolehan sistem

fonemik anak. Keberaturan dalam perkembangan sistem fonemik anak secara

universal ditemukan dalam pemerolehan bahasa-bahasa anak di dunia tanpa

memandang seorang anak dibesarkan dalam bahasa Inggris, Jerman, Prancis,

Meksiko, Jepang dan bahasa-bahasa lain di seluruh dunia, bahwa anak-anak

memperoleh bunyi bahasa secara konsisten dan dengan urutan yang sama.

Beberapa keuniversalan dalam pemerolehan bunyi yang dicetuskan oleh

Jakobson di antaranya adalah sebagai berikut. (1) Bunyi pertama yang diperoleh

oleh anak adalah kontras antara bunyi vokal dan konsonan. Bunyi vokal yang

paling awal dikuasai biasanya bunyi vokal A sementara bunyi konsonan yang

dikuasai adalah bunyi konsonan stop bilabial. (2) Kontras konsonan pertama yang

dikembangkan adalah kontras antara konsonan oral dan konsonan nasal ([p]-[t] ,

[m]-[n]), dan (3) Kontras konsonan kedua yang muncul adalah kontras antara

konsonan labial dan konsonan dental. Kontras bunyi yang muncul oleh Jakobson

disebut sebagai Sistem Konsonantal Minimal (minimal consonantal system) yang

terdapat dalam hampir seluruh bahasa di dunia.

Selanjutnya, Jakobson juga mencetuskan Sistem Vokal Minimal

(minimal vocalic system) atau yang merupakan tiga bunyi vokal minimal yang

terdapat pada seluruh bahasa di dunia. Ketiga bunyi tersebut adalah [a], [I] dan

[u]. Jakobson juga mengobservasi bahwa perkembangan bunyi anak mengikuti

Page 44: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

44

hukum Hukum Solidaritas Tak-terbalikkan (irreversible solidarity). Hukum

tersebut berbunyi sebagai berikut:

1) Dalam sistem fonemik yang dikembangkan anak, pemerolehan bunyi

konsonan velar dan palatal menyiratkan kemunculan bunyi konsonan labial

dan dental. Misalnya, dalam bahasa A terdapat bunyi [k]-[g], maka dalam

bahasa ini memiliki bunyi [t]- [d] dan [p] –[b].

2) Dalam bunyi bahasa-bahasa di dunia, keberadaan bunyi konsonan velar dan

palatal menunjukkan adanya bunyi labial dan dental secara simultan.

3) Hukum (1) dan (2) tidak terbalikkan. Dalam suatu bahasa keberadaan bunyi

labial dan dental tidak secara otomatis mengindikasikan bahwa dalam bahasa

tersebut terdapat bunyi velar dan palatal. Misalnya, jika dalam bahasa A

terdapat bunyi [p]-[b] dan [t]-[d], tidak secara otomatis dalam bahasa tersebut

terdapat bunyi [k] dan [g].

4) Pemerolehan bunyi frikatif oleh anak mengandung arti bahwa anak telah

berhasil menguasai bunyi hambat. Hal ini sesuai dengan keberadaan bunyi-

bunyi bahasa di dunia bahwa keberadaan bunyi frikatif mengisyaratkan

keberadaan bunyi hambat. Namun, tidak demikian sebaliknya. Misalnya,

dalam bahasa A terdapat bunyi [f] dan [v], maka dalam bahasa tersebut pasti

terdapat bunyi [p]-[b] dan [t]-[d].

5) Tidak ada bahasa di dunia yang tidak memiliki bunyi hambat, namun ada

bahasa-bahasa yang tidak memiliki bunyi frikatif seperti beberapa bahasa di

Oceania, Afrika, dan Amerika Selatan.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

45

6) Pemerolehan bunyi afrikat mengindikasikan bahwa anak telah memperoleh

bunyi frikatif dan bunyi hambat. Misalnya, bahasa A memiliki bunyi [ʦ] dan

[ʤ], maka bahasa tersebut pasti memiliki bunyi [f]–[v] dan [p]-[b] (Jakobson,

1971: 9-12).

Teori keuniversalan dalam pemerolehan bunyi bahasa tersebut digunakan

untuk membahas permasalahan pertama dalam penelitian ini, yakni

pendeskripsian elemen fonologis yang diperoleh anak serta urutan

pemerolehannya. Untuk menjelaskan segmen-segmen bunyi yang diperoleh anak

dan proses fonologis yang dialaminya, berikut diuraikan perbedaan antara bunyi

bahasa dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jerman.

2.3.2.1 Bunyi bahasa dalam bahasa Indonesia

Pada bagian ini dibahas mengenai bunyi vokal dan bunyi konsonan yang

terdapat dalam bahasa Indonesia. Bunyi dan tata bunyi yang terdapat dalam

bahasa Indonesia diringkas dari Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia terbitan

Balai Pustaka tahun 2003.

Bahasa Indonesia memiliki enam fonem vokal, yaitu fonem vokal tinggi

depan /i/, vokal sedang depan /e/, vokal sedang tengah /ə/, vokal rendah tengah

/a/, vokal tinggi belang /u/, dan vokal sedang belakang /o/, seperti terlihat pada

Gambar 2.1.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

46

Depan Tengah Belakang

Tinggi i u

e ə o

Gambar 2.1.Vokal dalam Bahasa Indonesia

Fonem-fonem vokal yang terdapat dalam bahasa Indonesia dapat

menempati semua posisi suku kata, yaitu posisi awal, tengah, dan akhir suku kata,

seperti yang ditampilkan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Posisi Fonem Vokal dalam Suku Kata

Posisi Awal Tengah Akhir

Fonem

/i/ /indah/ Indah /pintar/ pintar /rapi/ rapi

/e/

/enak/ Enak /pendek/ pendek /sate/ sate

/ə/

/əlaŋ/ Elang /luwəs/ luwes /tipə/ tipe

/a/

/api/ Api /pantai/ pantai /kita/ kita

/u/

/usil/ Usil /suntuk/ suntuk /satu/ satu

/o/

/olah/ Olah /potoŋ/ potong /soto/ soto

Masing-masing fonem dalam bahasa Indonesia memiliki alofon atau

variasi (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, 2003) yang dapat digambarkan

seperti Gambar 2.2 dan dengan contoh yang didaftar seperti dalam Tabel 2.2.

a

Sedang

Rendah

Page 47: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

47

Gambar 2.2. Alofon atau Variasi Fonem dalam Bahasa Indonesia

Tabel 2.2. Contoh Fonem dan Alofonnya dalam Bahasa Indonesia

Fonem Alofon Contoh

/i/ [i] [bibi] bibi

[ɪ] [tagɪh] tagih

/e/ [e] [ekɔr] ekor

[ɛ] [kakɛʔ] kakek

/ə/ [ə] [bənaʔ] benak

/a/ [a] [asal] asal

/u/ [u] [usaŋ] usang

[ʊ] [təpʊʔ] tepuk

/o/ [o] [oli] oli

[ɔ] [pokɔʔ] pokok

Bahasa Indonesia memiliki 22 fonem konsonan yang dikategorikan

berdasarkan tiga faktor, yaitu tempat artikulasi, cara artikulasi, dan terbuka atau

tertutupnya pita suara (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, 2003). Fonem

konsonan dalam bahasa Indonesia dapat digambarkan dalam Tabel 2.3.

/i/ /e/ /ə/ /a/ /u/ /o/

[i] [ɪ] [e] [ɛ] [ə] [a] [u] [ʊ] [o] [ɔ]

Page 48: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

48

Tabel 2.3. Fonem Konsonan dalam Bahasa Indonesia

Tempat

artikulasi Bilabial

Labio

dental Alveolar Palatal Velar Glotal

Cara Artikulasi

Hambat

tak

bersuara p t k

bersuara b

d

g

Frikatif tak bersuara f s š x h

bersaudara

z

Afrikat tak bersuara

č

bersuara

ĵ

Nasal bersuara m

n ñ ŋ

Getar bersuara

r

Lateral bersuara

l

Semivokal bersuara w

y

Dalam Tabel 2.3 dapat dilihat bahwa bahasa Indonesia memiliki

konsonan hambat /p/-/b/, /t/-/d/, dan /k-g/. Bahasa Indonesia juga memiliki

konsonan frikatif /f/, /s/, /z/, /š/, /x/, dan /h/. Ada dua konsonan afrikat, yaitu

konsonan /c/ dan /ɟ/. Konsonan lain yang terdaftar adalah konsonan nasal /m/, /n/,

/ɲ/, dan /ŋ/. Konsonan getar /r/ dan lateral /l/ adalah fonem lain yang terdapat

dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, ada juga dua fonem semivokal, yaitu /w/

dan /y/. Contoh-contoh kemunculan fonem-fonem tersebut dapat dilihat dalam

Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Contoh Kemunculan Fonem Konsonan dalam Bahasa Indonesia

Fonem Contoh Fonem Contoh

/p/ /padi/ padi /h/ /harus/ harus

/b/ /bulu/ bulu /c/ /čanda/ canda

/t/ /tadi/ tadi /j/ /ĵalan/ jalan

/d/ /dalam/ dalam /m/ /manis/ manis

/k/ /kata/ kata /n/ /nanti/ nanti

/g/ /garam/ garam /ŋ/ /suñi/ sunyi

Page 49: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

49

/f/ /lafal/ lafal /ŋ/ /buŋa/ bunga

/s/ /sama/ sama /r/ /ratu/ ratu

/z/ /lazɪm/ lazim /l/ /lara/ lara

/š/ /šarat/ syukur /w/ /wayaŋ/ wayang

/x/ /xawatir/ khawatir /y/ /sayu/ sayu

2.3.2.2 Bunyi bahasa dalam bahasa Jerman

Bunyi vokal dalam bahasa Jerman dipaparkan oleh Ladefoged (2001) dan

Uiowa.edu (2014) seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. Jika dibandingkan

dengan bahasa Indonesia, bahasa Jerman memiliki lebih banyak bunyi vokal.

i y

u

ɪ ʏ

ʊ

e ø

o

ə

ɛ œ

ɔ

ɐ

a

Bunyi-bunyi vokal bahasa Jerman yang tidak terdapat dalam daftar bunyi

bahasa Indonesia adalah bunyi-bunyi depan bulat, yaitu /y/, /ʏ/, /ø/ dan bunyi /œ/.

Di samping keempat bunyi tersebut, open-mid schwa /ɐ/ juga menjadi salah satu

bunyi khas bahasa Jerman yang tidak terdapat dalam bahasa Indonesia. Contoh

kemunculan bunyi vokal dalam bahasa Jerman dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Gambar 2.3. Fonem vokal dalam bahasa Jerman

Page 50: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

50

Tabel 2.5. Distribusi Bunyi Vokal dalam Suku Kata Bahasa Jerman

Bunyi

Vokal B.

Jerman

Initial Middle Final

Transkripsi

Fonemis Kata Makna

Transkripsi

Fonemis Kata Makna

Transkripsi

Fonemis Kata Makna

/i/ /i:gəl/ Igel 'landak' /libə/ liebe 'dear, cinta' /melodi:/ Melodie 'melodi'

/ɪ/ /ɪç/ Ich 'saya' /mɪç/ mich 'saya'

/y/ /y:bəl/ Übel 'sakit' /my:də/ müde 'lelah' /fry:/ früh 'awal'

/ʏ/ /ʏpɪç/ üppig 'subur' /dʏn/ dünn 'tipis'

/e/ /e:zəl/ Esel 'pantat' /lezən/ lesen 'membaca' /te:/ Tee 'teh'

/ø/ /ø:fən/ öfen 'oven' /kønɪç/ König 'raja' /bø:/ Bö

/ɛ/ /ɛ:nlɪç/ ähnlich 'mirip' /ʃpɛ:t/ spät 'terlambat'

/ɛkə/ Ecke 'pojok' /gɛlt/ Geld 'uang'

/œ/ /œfnən/ öffnen 'terbuka' /tsvœlf/ zwölf 'dua belas'

/a/ /alt/ alt 'tua' /zaft/ Saft 'jus'

/ə/ /ha:bən/ haben 'memiliki' /afə/ Affe 'monyet'

/ɐ/ /ɛndɐn/ ändern 'perubahan' /zɪlbɐ/ silber 'perak'

/u/ /uɐ/ Uhr

'jam

dinding' /gu:t/ gut 'bagus' /u:hu/ Uhu

'burung

elang'

/ʊ/ /ʊm/ um 'tentang' /hʊnt/ Hund 'anjing'

/o/ /o:fən/ Ofen 'oven' /zon/ Sohn

'anak laki-

laki' /fro:/ froh 'senang'

/ɔ/ /ɔfən/ offen 'terbuka' /kɔx/ Koch

'tukang

mask'

Dari segi bunyi konsonan, bahasa Jerman standar memiliki 22 bunyi

konsonan (Battenburg & Swanson, 2000) yang digambarkan seperti dalam Tabel

2.6.

Tabel 2.6. Fonem Konsonan dalam Bahasa Jerman

Tempat artikulasi Bilabial Labiodental Alveolar

Post alveolar Palatal Velar Uvular Glotal

Cara

Artikulasi

Hambat tak bersuara p

t

k

ʔ

bersuara b

d

g

Frikatif tak bersuara

f s ʃ ç x

h

bersuara

v z ʒ j

ʁ

Nasal bersuara m

n

ŋ

Lateral bersuara

l

Page 51: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

51

Dalam Tabel 2.6 dapat dilihat bahwa bahasa Jerman cukup kaya dengan

bunyi-bunyi frikatif. Ada beberapa bunyi frikatif dalam bahasa Jerman yang tidak

ditemukan dalam bahasa Indonesia, seperti bunyi /v/, /ʃ/, /ʒ/, /ç/, /j/dan /ʁ/.

Contoh-contoh kemunculan fonem dalam kata terdapat dalam Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Kemunculan Fonem Konsonan dalam Bahasa Jerman

Konsonan

Awal Tengah Akhir

Transkripsi Kata Transkripsi Kata Transkripsi Kata

/p/ /pauzə/ pause /kapə/ Kappe /li:p/ lieb

/b/ /bananə/ Banane /a:bənt/ Abend - --

/t/ /tantə/ Tante /Katsə/ Katze /bɪlt/ Bild

/d/ /drairat/ Dreirad /ʃadə/ schade - -

/k/ /kønɪç/ König /jakə/ Jacke /gəʃɛŋk/ Geschenk

/g/ /glas/ Glas /ly:gə/ Lüge - -

/ʔ/ /ʔapfəl/ Apfel /bəʔailən/ beeilen - -

/f/ /fɪʃ/ Fisch /kafe/ Kaffee /ho:f/ Hof

/v/ /vohɪn/ wohin /løvə/ Löwe - -

/s/ - - /fɛst/ Fest /kʊs/ Kuss

/z/ /zɔnə/ Sonne /kɛzə/ Käse - -

/ʃ/ /ʃulə/ Schule /taʃə/ Tasche /fɪʃ/ Fisch

/ʒ/ /ʒʊrnal/ Journal /pasaʒə/ Passage - -

/ç/ /çemi/ Chemie /lɪçt/ Licht /ɪç/ ich

/j/ /ja:ɐ/ Jahr /aɪnjɛ:rɪç/ einjährig - -

/x/ - - /vɔxə/ Woche /kɔx/ Koch

/ʁ/ /ʁot/ rot /vɔʁt/ Wort - -

/h/ /hant/ Hand /fʁaihait/ Freiheit - -

/m/ /man/ Mann /oma/ Oma /dʊm/ dumm

/n/ /nazə/ Nase /o:nə/ Ohne /ha:n/ Hahn

/ŋ/ - - /jʊŋə/ Junge /tsaitʊŋ/ Zeitung

/l/ /ly:gən/ lügen /kla:ɐ/ klar /bal/ Ball

Tabel 2.7 menunjukkan bahwa dalam sistem fonologi bahasa Jerman,

bunyi-bunyi hambat dan bunyi-bunyi frikatif bersuara tidak muncul dalam posisi

Page 52: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

52

akhir kata. Di pihak lain, ada tiga fonem konsonan bahasa Jerman yang tidak

berdistribusi di awal kata, yakni frikatif /s/ dan / x/ serta satu fonem nasal, yaitu

/ŋ/.

2.3.3 Fonologi Generatif dalam Pemerolehan Bahasa Anak

Seperti halnya Yulianto (2009), ada dua fokus kajian fonologis yang

dilihat dalam penelitian ini, yaitu (1) bunyi bahasa yang diucapkan oleh anak dan

dapat didengar yang berhubungan dengan performansi anak dalam kegiatan

berbahasa atau dalam menghasilkan bunyi-bunyi ujaran, dan (2) pengetahuan

yang tidak disadari tentang cara bunyi-bunyi disusun sehingga menghasilkan

bunyi-bunyi yang bermakna. Pengetahuan berbahasa ini berkaitan dengan

kompetensi untuk mengatur sistem fonologi bahasa yang diperolehnya.

Dalam penelitian ini, salah satu teori yang diaplikasikan dalam

menganalisis perkembangan fonologis anak adalah teori fonologi generatif.

Berbeda dengan fonologi struktural yang berpandangan bahwa satuan unit terkecil

adalah fonem, fonologi generatif melihat bahwa fonem masih bisa diuraikan

menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang disebut dengan fitur distingtif. Oleh

karena itu, bagian terkecil menurut fonologi generatif ialah fitur distingtif.

Simanjuntak (1990) melukiskan ciri-ciri fonologi generatif melalui

Gambar 2.4.

Page 53: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

53

Rumus-rumus Fonologi

Gambar 2.4. Model Fonologi Generatif

Gambar 2.4 menunjukkan bahwa pada dasarnya, fonologi generatif

terdiri atas tiga peringkat, yakni (1) peringkat representasi leksikon, (2) peringkat

representasi fonologi, dan (3) peringkat representasi fonetik. Dijelaskan bahwa

peringkat representasi leksikon dan fonologi bersifat abstrak, sedangkan

representasi fonetik bersifat konkret. Representasi fonetik merupakan wujud akhir

representasi fonologi yang merupakan bunyi yang diujarkan dan bisa didengar.

Dalam fonologi generatif, segmen fonetik kemudian dianalisis ke dalam fitur-fitur

distingtif.

Menurut Kenstowicz & Kisseberth (1979), ada tiga komponen yang

digunakan sebagai dasar analisis dalam fonologi generatif, yaitu (1) the

underlying representation (UR)/ representasi dasar (RD) yang menggunakan

notasi / /, (2) the phonological rules/kaidah-kaidah fonologis, dan (3) phonetic

Representasi Fonetik

Representasi Fonologi

Komponen Sintaksis

Representasi Leksikon

Struktur Dalam

Rumus-rumus fonologi

Rumus-rumus penyesuaian kembali

Page 54: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

54

representation (PR)/representasi fonetik (RF) yang digambarkan melalui notasi [].

Hubungan antara ketiga komponen tersebut dapat diamati melalui Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Model Analisis Fonologi Generatif

Gambar 2.5 pada dasarnya menunjukkan proses penurunan sebuah segmen

dalam fonologi generatif. Representasi dasar (RD) merupakan pengetahuan

fonologis penutur yang bersifat abstrak yang terdapat dalam pikiran penutur yang

diwujudkan secara konkret dalam bentuk representasi fonetis (RF) dalam bentuk

ujaran yang didengar. Dalam proses penuruan segmen dari RD menuju RF

diperlukan kaidah-kaidah fonologis yang dapat menjelaskan terjadinya proses

penurunan tersebut.

Schane (1992) menjelaskan bahwa fonologi generatif berhubungan

dengan proses fonologis yang terjadi pada setiap bahasa. Terjadinya proses

fonologis dapat disebabkan oleh aspek-aspek morfologis ataupun sintaksis, seperti

ketika terjadi penggabungan morfem dalam pembentukan sebuah kata. Perubahan-

perubahan bisa terjadi terhadap segmen-segmen yang berdekatan atau berjejer.

Teori fonologi generatif tersebut digunakan dalam penelitian ini karena

dalam hubungannya dengan pemerolehan bahasa anak, dalam proses

perkembangan bahasanya, anak sering menyederhanakan tuturan orang dewasa

Representasi Dasar (RD) (/ /)

Representasi Fonetis (RF) ([ ])

Kaidah-kaidah fonologis

Page 55: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

55

sehingga terjadi perubahan-perubahan terhadap turuan orang dewasa. Perubahan-

perubahan yang terjadi yang disebut sebagai proses fonologis yang terjadi pada

anak diuraikan oleh Ingram (1981). Ingram (1981) mendaftar proses-proses

fonologis yang terjadi pada anak sebagai berikut.

1) Proses substitusi terdiri atas penghambatan (stopping), pengedepanan

(fronting), peluncuran (gliding), vokalisasi (vocalization), dan netralisasi

vokal (vowel neutralization).

2) Proses asimilasi terdiri atas penyuaraan (voicing), harmonisasi konsonan

(consonant harmony), dan asimilasi vokal progresif (progressive vowel

assimilation).

3) Proses struktur silabis terdiri atas reduksi deret konsonan (cluster reduction),

pelesapan konsonan akhir (deletion of final consonants), pelesapan suku kata

takbertekanan (deletion of unstressed syllables), dan reduplikasi

(reduplication).

Teori genertaif tersebut digunakan untuk menjelaskan proses fonologis yang

dialami anak yang merupakan teori yang digunakan untuk membahas bagian dari

masalah pertama dalam penelitian ini.

2.3.4 Teori Interaksionisme

Pendekatan lain dalam pemerolehan bahasa pertama adalah pandangan

interaksionisme. Teori interaksionisme berpandangan bahwa baik kemampuan

mental (innate capacities) maupun lingkungan bahasa memiliki kontribusi yang

sama dalam proses pemerolehan bahasa anak. Hummel (2014) memaparkan

Page 56: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

56

bahwa pandangan kaum interaksionis termasuk salah satu ahlinya Berko Gleason

berargumen bahwa meskipun sudah ada bukti yang substansial tentang pentingnya

bekal kodrati dalam pemerolehan bahasa anak, peran lingkungan bahasa lebih

penting daripada hanya sekadar sebagai pemicu dalam perkembangan bahasa

anak.

Baradja (dalam Yulianto, 2009) memaparkan bahwa penganut aliran

interaksionisme beranggapan bahwa terjadinya penguasaan bahasa berhubungan

dengan adanya interaksi antara masukan yang disuguhkan kepada anak dan

kemampuan internal yang dimilikinya. Dengan kata lain, anak yang sudah

dibekali secara alamiah dengan LAD tidak secara otomatis bisa menguasai bahasa

tertentu tanpa dihadirkannya masukan yang sesuai untuk keperluan dalam proses

perkembangan bahasa anak.

Hummel (2014) memaparkan pandangan interaksionis yang menunjukkan

bahwa salah satu aspek penting dalam lingkungan bahasa anak adalah adaptasi

ujaran yang diekspos kepada anak yang dirujuk sebagai child-directed speech

(CDS). Beberapa karakteristik umum CDS ini adalah ujaran-ujaran yang pendek,

penekanan-penekanan pada kata atau suku kata tertentu, pengulangan kata,

parafrase dan penggunaan intonasi yang berlebihan.

Menurut Clark dan Clark (1977), sesuatu yang dibicarakan atau cara

orang dewasa berbicara kepada anak akan memberikan gambaran tentang struktur

dan fungsi bahasa yang akan diperoleh anak. Clark dan Clark menyebutkan

adanya dua alasan penting bahwa berbahasa kepada anak sangat penting untuk

diketahui, yaitu (1) memberikan gambaran tentang model bahasa yang disuguhkan

Page 57: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

57

kepada anak, dan (2) hal yang dibicarakan orang dewasa kepada anak dapat

digunakan sebagai ukuran banyaknya anak memahami ujaran orang di sekitarnya.

Selanjutnya, dikemukakan bahwa ada tiga faktor yang memengaruhi cara

orang dewasa berbicara kepada anak. Pertama, orang dewasa harus memastikan

bahwa anak menyadari mereka berbicara kepada anak tersebut dan bukan kepada

orang lain. Untuk melakukan hal ini, orang dewasa bisa menggunakan nama

panggilan, intonasi, tekanan dan/atau menyentuh mereka. Kedua, ketika orang

dewasa telah mendapatkan perhatian anak, diperlukan penggunaan kata dan

kalimat ataupun topik yang sesuai sehingga anak bisa memahami hal yang

diujarkan, seperti orang dewasa tidak akan berbicara tentang sejarah atau geografi,

namun lebih kepada hal yang sedang dilihat anak, didengar, sesuatu yang sedang

dipegang atau yang sedang dimakan. Dengan kata lain, hal-hal yang dibicarakan

kepada anak mengandung konsep “sini dan kini”, yaitu hal-hal yang sedang

dilakukan anak dan hal-hal yang ada di sekitar anak. Ketiga, orang dewasa bisa

mengatakan hal yang ingin dikatakan kepada anak melalui berbagai cara. Mereka

bisa berbicara cepat atau lambat, menggunakan kalimat-kalimat singkat atau

panjang, dan lain-lain.

Steinberg, Nagata, dan Aline (2001) mengulas beberapa karakteristik

ujaran-ujaran orang tua kepada anak.

1) Immediacy and concreteness

Bahasa yang digunakan orang tua untuk berbicara kepada anak

mengandung karakteristik khusus, misalnya, orang tua berbicara tentang hal yang

Page 58: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

58

terjadi saat itu, hal-hal yang terjadi di sekitar anak, dan tentang hal-hal konkret,

bukan hal-hal yang bersifat abstrak.

2) Grammaticality of input

Bahasa yang digunakan kepada anak menggunakan tata bahasa yang baik

dan disederhanakan. Ujaran-ujaran yang tidak gramatikal jarang ditemukan ketika

orang tua berbicara kepada anak.

3) Short sentences and simple structures

Penggunaan kalimat-kalimat singkat dan sederhana serta struktur kalimat

yang kompleks biasanya dihindari.

4) Vocabulary: simple and short

Kosakata yang digunakan biasanya sederhana dan terbatas.

5) Exaggerated intonation, pitch and stress

Orang tua biasanya menggunakan intonasi yang berlebihan, dengan

tempo yang dilambatkan dan menggunakan repetisi atau memarafrasakan hal yang

diucapkan.

6) Older children too adapt their speech

Anak-anak yang lebih besar juga mengadaptasikan cara mereka berbicara

kepada anak yang lebih kecil dengan cara menyederhanakan kalimat dan

menggunakan kosakata sederhana.

7) Father versus mother speech

Ayah dan ibu menggunakan pendekatan pragmatik yang berbeda ketika

berbicara kepada anak, seperti ayah cenderung menunggu anak untuk

mengantisipasi percakapan.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

59

Finegan (2004) juga memaparkan beberapa karakteristik bahasa yang

ditujukan kepada anak, yaitu (1) ketika berbicara dengan anak, suara-suara orang

dewasa lebih tinggi dari biasanya; (2) intonasinya berlebihan serta berbicara

dengan pelan dan jelas; (3) pengulang-ulangan kata atau kalimat; (4) kalimat-

kalimat yang digunakan pendek dan sederhana; (5) penggunaan nama lebih

diutamakan daripada kata ganti orang; dan (6) biasanya topik-topik yang

ditujukan kepada anak menyangkut hal-hal konkret dan mengacu pada benda-

benda atau aktivitas yang terjadi di sekitar anak.

Teori interaksionis tersebut dipilih sebagai salah satu teori yang

melandasi penelitian ini disebabkan oleh pandangan bahwa dalam memperoleh

bahasa anak baik kapasitas bawaan maupun lingkungan kebahasaan anak

memiliki pengaruh yang sama penting dalam proses pemerolehan bahasa anak.

Teori ini juga digunakan sebagai dasar dalam membahas ketiga masalah yang

berusaha dikupas dalam penelitian ini.

2.3.5 Teori SDH (Separate Development Hypothesis)

Dalam perkembangan teori-teori yang mengkaji perkembangan bahasa

pertama anak bilingual (dua bahasa pertama sejak lahir), Volterra & Taeschner

(1978) mencetuskan sebuah hipotesis perkembangan bahasa anak bilingual yang

sangat berpengaruh pada kajian-kajian tentang pemerolehan bahasa anak yang

diberi masukan dua bahasa sejak lahir. Hipotesis yang diperkenalkan oleh

Volterra dan Taeschner dikenal dengan penggabungan dua sistem linguistik yang

berbeda menjadi satu sistem linguistik atau yang dikenal dengan ULS (Unitary

Page 60: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

60

language System) pada awal perkembangan bahasa anak bilingual. Hipotesis ULS

terdiri atas tiga tahapan perkembangan bahasa anak bilingual. Tahap-tahap

tersebut adalah sebagai berikut.

1) Tahap pertama, anak hanya memiliki satu sistem leksikal yang terdiri atas

kata-kata yang berasal dari bahasa-bahasa masukan yang diperolehnya.

2) Tahap kedua adalah tahap pembedaan leksikal dan sintaksis secara berjenjang.

Dengan kata lain, pada tahap ini anak telah membedakan leksikal yang

diperolehnya namun masih mengaplikasikannya pada sistem gramatika yang

sama.

3) Tahap ketiga adalah tahap perkembangan sistem gramatika yang berbeda yang

menghasilkan perbedaan sistem linguistik. Diperkirakan bahwa tahap ini

terjadi ketika anak berumur kira-kira tiga tahun.

Hipotesis ULS disanggah oleh peneliti-peneliti lain dengan hasil-hasil

penelitian yang mengarah pada hipotesis dan simpulan yang berbeda. DeHouwer

(1990) mencetuskan teori yang dikenal dengan Separate Development

Hyphothesis (SDH) yang berpandangan bahwa anak yang memperoleh dua bahasa

secara simultan mengembangkan dua sistem linguistik yang berbeda sejak dini.

Teori SDH tidak hanya didasarkan pada pembedaan dua sistem linguistik sejak

dini, namun juga bahwa setiap sistem linguistik berkembang secara tersendiri.

Secara empiris, teori SDH didukung oleh Bosch dan Sebastián-Gallés

(2001) yang melalui penelitiannya menemukan bahwa anak-anak bilingual

memiliki kapasitas untuk membedakan persepsi ujaran, anak bisa membedakan

bunyi-bunyi dari bahasa-bahasa yang berbeda bahkan bahasa-bahasa yang

Page 61: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

61

memiliki kemiripan, seperti halnya bahasa Spanyol dan Katalan bahkan sejak

bulan-bulan pertama kehidupannya. Bukti empiris lain yang mendukung SDH

adalah Poulin-Dubois dan GoodZ (2001) yang menemukan bahwa bayi-bayi yang

dibesarkan secara bilingual dalam bahasa Prancis dan Inggris mengembangkan

dua sistem linguistik yang berbeda pada periode celotehan (babbling period). Hal

ini digambarkan melalui adanya dominasi bunyi-bunyi yang diproduksi yang

merupakan bunyi-bunyi yang memiliki ciri-ciri prosodik bahasa Prancis. Hal ini

membuktikan bahwa sejak usia sangat dini, anak bilingual sudah mampu

menyeleksi bunyi-bunyi yang akan dikuasainya.

Bukti lain yang menyokong terjadinya pembedaan dua sistem linguistik

juga ditemukan oleh Matthews dan Yip (1994) yang melihat terjadinya

pembedaan dari segi aspek fonologis bahasa Inggris dan bahasa Kanton yang

diperoleh oleh anaknya, Alicia, ketika berumur sekitar satu tahun. Salah satu

perbedaan yang menonjol dalam sistem fonologis bahasa Inggris dan bahasa

Kanton adalah bahwa bahasa Kanton tidak memiliki konsonan akhir yang aspirat

seperti halnya yang ditemukan dalam bahasa Inggris. Pada tahap perkembangan

satu kata ditemukan bahwa Alicia sudah bisa membedakan antara kedua jenis

konsonan akhir ini. Bahkan, anak sering memproduksi kata-kata dalam bahasa

Inggris yang berakhiran konsonan hambat bersuara ataupun konsonan hambat tak

bersuara dengan aspirasi yang berlebihan.

Peneliti lain, Meisel (2001) menyokong keberadaan bekal kodrati

manusia, dengan keberadaan kapling-kapling intelektual yang berada pada otak

manusia yang salah satunya bertanggung jawab terhadap perkembangan bahasa

Page 62: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

62

yang memiliki kapasitas untuk memperoleh lebih daripada satu bahasa dan

menjadi bilingual. Meisel mengklaim bahwa dalam hubungannya dengan

perkembangan bahasa, penelitian-penelitian dalam dasawarsa terakhir

membuktikan keadaan anak-anak yang memperoleh dua atau lebih bahasa secara

simultan sejak lahir melalui tahapan perkembangan bahasa yang sama dan pada

akhirnya sampai pada pengetahuan gramatika yang sama dengan anak-anak yang

dibesarkan secara monolingual.

Teori SDH dipilih dalam penelitian ini karena teori ini memiliki

pandangan bahwa anak yang dibesarkan dalam dua bahasa yang berbeda sejak

lahir memiliki kapasitas untuk memperoleh dua sistem linguistik yang berbeda

sejak usia dini sekaligus memiliki kapasitas untuk memperoleh leksikal ganda.

Oleh karena itu, teori ini dapat digunakan sebagai panutan dalam membahas

ketiga masalah penelitian yang didiskusikan dalam penelitian ini.

2.3.6 Teori Cross-Linguistic Influence (CLI)

Teori ketiga yang berkembang sehubungan dengan pemerolehan bahasa

anak bilingual adalah pembedaan sistem linguistik yang disertai dengan cross-

linguistic influence (CLI). Teori ini mencatat bahwa dalam perkembangan bahasa

anak bilingual, masing-masing sistem linguistik berkembang secara terpisah,

namun bisa memengaruhi satu sama lain.

Yip (2013) menjelaskan bahwa pengaruh satu bahasa pada bahasa

lainnya secara kolektif dikenal dengan cross-linguistic influence (CLI), sebuah

istilah yang mencakup gagasan tradisional tentang transfer dan interferensi.

Page 63: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

63

Transfer menurut Paradis dan Genesee (1996), adalah penggabungan properti

gramatikal dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Sementara itu, Grosjean (2013)

menjelaskan bahwa bentuk interferensi adalah penyimpangan bahasa yang terjadi

karena adanya pengaruh dari bahasa lainnya. Interferensi menurut Grosjean bisa

terjadi pada semua level linguistik dari aspek fonetik sampai aspek pragmatik.

Yip dan Matthews (2007) menggambarkan hubungan antara transfer dan

cross-linguistic influence seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Hubungan Antara Cross-Linguistic Influence dan Transfer

Yip dan Matthews menjelaskan bahwa jika transfer merupakan penggabungan

antara properti gramatikal suatu bahasa ke bahasa yang lainnya, kasus yang paling

jelas yang berhubungan dengan transfer adalah ketiadaan properti tersebut dalam

bahasa penerima. Oleh karena itu, properti ini secara langsung dan jelas

merupakan bagian dari bahasa sumber. Transfer seperti ini tidak ditemukan dalam

anak yang memperoleh bahasa secara monolingual.

Menurut Yip dan Matthews (2007), terjadinya cross-linguistic influence

bisa disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya, yaitu (1) dominasi salah satu

bahasa, (2) perkembangan yang tidak sinkron, dan (3) ambiguitas masukan dan

ketumpangtindihan struktur kedua bahasa yang diterima oleh anak. Sementara itu,

Cross-Linguistic

Influence

Transfer

Page 64: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

64

Hulk dan Müller (2000) memaparkan ada dua kondisi tempat cross-linguistic

influence terjadi, yaitu (1) adanya interaksi antara struktur bahasa-bahasa yang

diperoleh anak, dan (2) adanya ketumpangtindihan dalam struktur kedua bahasa,

yaitu bahasa A mengizinkan suatu opsi dan bahasa α mengizinkan opsi lainnya

(yang salah satunya tumpang tindih dengan bahasa A).

Selanjutnya, Yip dan Matthews memberi batasan bahwa transfer bersifat

sistemik. Paradis dan Genesee (1996) menegaskan bahwa sistemik di sini berarti

bahwa pengaruh satu bahasa ke bahasa lainnya terjadi pada level kompetensi,

yaitu terjadi secara terus menerus pada periode waktu tertentu. Oleh karena itu,

transfer ini berbeda dengan code-mixing tempat dua bahasa berinteraksi pada level

performansi dan terjadi secara insidental.

Sementara itu, Romaine (1995) mengungkapkan bahwa menjadi bilingual

dan belajar berbicara dalam dua bahasa sering melibatkan penggabungan elemen-

elemen kedua bahasa tersebut. Menurut Romaine (1995), fenomena yang sering

terjadi dalam bilingualisme adalah alih kode (code-switching) yang di antaranya

mencakup alih kode antarkalimat (inter-sentential switching) dan alih kode

intrakalimat (intra-sentential switching). Alih kode antarkalimat mencakup

peralihan klausa atau kalimat dari satu bahasa ke bahasa lain. Misalnya, “Have

you seen the movie When Harry met Sally? Aku paling suka adegan di restoran,

lucu, bikin ngakak!” Sementara itu, alih kode intrakalimat mencakup peralihan

dari satu bahasa ke bahasa lain yang terjadi dalam satu klausa atau kalimat, seperti

pada contoh “Aduh, anak itu memang clumsy banget!”

Page 65: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

65

Teori CLI tersebut dipilih sebagai salah satu teori anutan dalam

penelitian ini karena teori itu dapat menjelaskan apabila dalam penelitian ini

ditemukan terjadinya transfer. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terjadinya

transfer dalam aspek perkembangan fonologis dan sintaktsis. Oleh karena itu,

teori itu dapat membantu peneliti dalam membahas masalah penelitian pertama

yang menyangkut perkembangan fonologis dan masalah penelitian ketiga, yakni

perkembangan sintaktis.

Salah satu aspek linguistik yang memungkinkan atau dicurigai transfer

bisa terjadi pada tataran morfosintaksis seperti yang ditemukan oleh sejumlah

linguis (Dopke, 1998; Muller, 1998; Soriente 2007; Yip & Matthews, 2007).

Untuk memprediksi bahwa transfer bisa terjadi, perlu dilihat perbedaan-perbedaan

domain linguistik kedua bahasa yang diperoleh anak. Bahasa Indonesia dan

bahasa Jerman, secara etimologis, berasal dari dua rumpun bahasa yang berbeda.

Bahasa Indonesia merupakan bagian rumpun bahasa Austronesia, sedangkan

bahasa Jerman merupakan bagian rumpun bahasa Indo-Eropa. Di samping

perbedaan etimologis, secara tipologis, bahasa Indonesia dan Jerman juga sangat

berbeda. Secara tipologis, tata urut kata dalam bahasa Indonesia menempatkan

verba pada posisi sebelum nomina atau praverba (misalnya, “makan nasi”)

dengan pola dasar S-V-O seperti pada contoh “Saya makan nasi”. Namun, jika

terdapat verba modal dalam klausa, modal memiliki posisi sebelum verba leksikal

menghasilkan pola S-MOD-V-O, seperti dalam kalimat “Saya akan makan nasi”.

Sebaliknya, dalam bahasa Jerman, posisi dasar verba non-finite adalah di akhir

frasa verba atau posverba (misalnya, Reis essen). Posisi verba ini tetap di akhir

Page 66: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

66

jika terdapat kata bantu atau modal menghasilkan kontsruksi S-AUX-O-V, seperti

Ich wil Reis essen. Jika tidak terdapat verba bantu atau modal, fitur finite melekat

pada verba leksikal dan mengambil posisi kata bantu atau modal sehingga pola

susunan katanya menjadi S-V-O, seperti dalam kalimat Ich esse Reis. Dengan

perbedaan pola dasar tersebut, ada prediksi bahwa dimungkinkan terjadinya

transfer dalam perkembangan bahasa anak. Oleh karena itu, bagian selanjutnya

akan membahas secara lebih rinci tentang fitur-fitur morfosintaksis, baik dalam

bahasa Indonesia maupun bahasa Jerman.

2.3.6.1 Fitur morfosintaksis bahasa Indonesia

a) Verba dari segi bentuknya

Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2003) dijelaskan bahwa

verba merupakan unsur yang sangat penting dalam kalimat. Hal ini disebabkan

oleh, dalam kebanyakan hal, verba memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap

unsur-unsur lain dalam kalimat. Dalam pembentukan verba ada dua macam dasar

yang digunakan sebagai penentu, yaitu (1) dasar yang tanpa afiks dan telah

memiliki kategori sintaksis dan memiliki makna yang mandiri, dan (2) dasar yang

kategori sintaksisnya ataupun maknanya baru dapat ditentukan setelah diberi

afiks. Dengan dua macam dasar tersebut, bahasa Indonesia memiliki dua bentuk

verba, yaitu verba asal dan verba turunan yang dapat diringkas seperti Tabel 2.8.

Page 67: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

67

Tabel 2.8. Bentuk Verba dalam Bahasa Indonesia

Verba

Verba Asal

(tanpa afiks)

Verba Turunan

makan (1) dasar bebas, afiks wajib mendarat, membesar

tidur

(2) dasar bebas, afiks

manasuka (mem)baca, (mem)beli

cinta (3) dasar terikat, afiks wajib bertemu, berjuang

jatuh (4) berulang

berjalan-jalan, memukul-

mukul

datang (5) majemuk

campur tangan, panjang

tangan

Dalam pembentukan verba turunan ada prefiks verbal meng-, per- , ber-, di- dan

ter-. Sufiks ada tiga, yaitu –kan, -i, dan –an. Konfiks verba, yaitu ke-an dan ber-

an.

b) Kalimat Dasar

Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2003) dipaparkan bahwa

kalimat dasar merupakan kalimat yang (1) terdiri atas satu klausa, (2) unsur-

unsurnya lengkap, (3) susunan unsur-unsurnya menurut urutan yang paling

umum, dan (4) tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran. Hal ini berarti

bahwa kalimat dasar identik dengan kalimat tunggal deklaratif afirmatif. Setiap

kalimat memiliki bentuk, kategori, dan fungsi sintaksis yang dijabarkan seperti

dalam Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Hubungan Bentuk, Kategori, dan Fungsi Sintaksis

Bentuk Ibu saya tidak memasak nasi untuk kami minggu lalu

Katagori Kata N Pron Adv V N Prep N N Adv

Frasa FN FV FN Fprep FN

Fungsi

Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan

Page 68: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

68

Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (2003) selanjutnya

dipaparkan bahwa dalam sebuah kalimat dasar harus ada konstituen fungsi

sintaksis pengisi subjek dan predikat. Kehadiran konstituen lainnya biasanya

ditentukan oleh konstituen pengisi predikat. Pola-pola kalimat dasar dalam bahasa

Indonesia dapat dilihat dalam Tabel 2.10.

Tabel 2.10. Pola-pola Kalimat Dasar dalam Bahasa Indonesia

No Tipe Subjek Predikat objek pelengkap Keterangan

1 S-P Teman saya penari

Ali sedang mandi

2 S-P-O Ibu Santi membeli kue

Deo melempar bola

3 S-P-Pel Suta menjadi

ketua jurusan

Rudi adalah

adik saya

4 S-P-Ket Mereka berangkat

ke Jakarta

Abdur siaran

minggu depan

5 S-P-O-Pel Joni membukakan ayah saya pintu

Adiknya mengambilkan ayah Joni sepatu

6

S-P-O-

Ket Bu Bida mengirimkan buku

kemarin

Pak Tardi mencari

buku

linguistik

di perpustakaan

2.3.6.2 Fitur morfosintaksis bahasa Jerman

Bahasa Jerman merupakan bahasa Indo-Eropa yang termasuk dalam

kelompok Germanik. Mills (1985) mendeskripsikan bahwa bahasa Jerman yang

dituturkan di negara Jerman terdiri atas berbagai dialek yang memiliki variasi baik

di bidang fonologi, kosakata, maupun yang lain-lainnya yang bisa menyebabkan

terjadinya kekurangpahaman antara penutur suatu dialek dan penutur dialek lain.

Karena adanya perbedaan-perbedaan dialek tersebut, bahasa Jerman yang

digunakan di wilayah Hannover, dianggap sebagai bahasa Jerman standar. Mills

(1985) menguraikan secara singkat fitur-fitur sintaksis bahasa Jerman yang akan

Page 69: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

69

dijadikan sebagai pedoman dalam bagian ini. Di samping itu, uraian fitur-fitur

sintaksis bahasa Jerman juga diringkas dari (Schroedel, 2011).

a) Susunan kata

Susunan kata dalam bahasa Jerman bervariasi, namun mengikuti kaidah

yang ketat, khususnya berhubungan dengan posisi verba. Bahasa Jerman

merupakan bahasa yang mengikuti susunan kata dalam kalimat subjek-verba-

objek (SVO). Posisi verba finit (finite verb) pada posisi kedua dalam kalimat

deklaratif merupakan hal yang wajib.

(1) Meine Mutter kommt aus Deutschland. POSS. PRON ibu berasal PREP Jerman.

FEM:TG:NOM

„Ibu saya berasal dari Jerman‟.

Dalam anak kalimat, posisi verba finite secara umum terletak pada akhir kalimat.

(2) Das Kind, das wein -t. DEF. ART: anak REL.PRO: menangis 3TG:ASP

NET:TG:NOM NEUT:SG:NOM

„Anak yang menangis itu‟

Setelah kata bantu atau modal, verba berada pada posisi final dalam kalimat

utama.

(3) Der Mann muss zum Zahnarzt (geh -en). DEF.ART: laki-laki harus:MOD PREP dokter gigi pergi INF

MSK:TG:NOM „laki-laki itu harus pergi ke dokter gigi‟

(4) Der Mann wird zum Zahnarzt geh -en. DEF.ART: laki-laki ASP.KBV PREP dokter gigi pergi INF

MSK:TG:NOM „Laki-laki itu akan pergi ke dokter gigi‟

Page 70: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

70

b) Morfologi dalam verba

Verba kala dalam bahasa Jerman dibentuk secara pasti melalui infleksi

terhadap akar verba atau dengan menggunakan kata bantu. Contoh-contoh

penggunaan verba dan kata bantu terdapat dalam Tabel 2.11.dan Tabel 2.12.

Tabel 2.11. Infleksi pada Verba present tense

Pronomina persona

Verba Ending

1SG ich komm-e wohn-e -e 2SG du komm-st wohn-st -st 3SG er komm-t wohn-t -t

sie komm-t wohn-t -t

es komm-t wohn-t -t

1PL wir komm-en wohn-en -en

2PL ihr komm-t wohn-t -t 3PL sie komm-en wohn-en -en

Tabel 2.12. Kata Bantu dalam Bahasa Jerman

Pronomina persona

Kata bantu

1SG ich bin

2SG du bist 3SG er ist

sie ist

es ist

1PL wir sind 2PL ihr sind 3PL sie sind

c) Negasi

Pada dasarnya negasi dalam bahasa Jerman memerlukan kata nicht

setelah verba finit (finite verb). Pada klausa subordinat, ketika verba finit terletak

Page 71: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

71

pada posisi akhir klausa, nicht diletakkan sebelum verba. Namun, aturan ini

memiliki beberapa variasi. Bentuk negasi pada nomina memerlukan kata kein.

(5) Er geh -t nicht ins Restaurant.

dia (laki-laki) pergi 3TG NEG ke restoran

„Dia(laki-laki) tidak pergi ke restoran‟

(6) Ich hab -e kein Handy.

saya punya 1TG NEG telepon genggam

„Saya tidak punya telepon genggam„

d) Pertanyaan

Ada dua tipe pertanyaan dalam bahasa Jerman, yaitu pertanyaan dengan

jawaban “ya” atau “tidak” dan pertanyaan yang diawali dengan kata tanya.

Pertanyaan dengan jawaban “ya” atau “tidak” juga bisa dibentuk melalui

peninggian intonasi. Berikut adalah contoh-contohnya.

(7) Bring-st du mein Buch? bawa 2TG kamu POSS.PRON:NET:TG:AK buku

„Apa kamu membawa buku saya?‟

(8) Du bring-st mein Buch?

kamu bawa 2TG POSS.PRON:NET:TG:AK buku

„Kamu bawa buku saya?„

(9) Wo wohn -en sie?

LOK tinggal 3JMK mereka

„Di mana mereka tinggal?‟

e) Imperatif

Kalimat imperatif digunakan untuk meminta seseorang melakukan

sesuatu, memperingatkan seseorang, membuat sebuah permintaan, atau

memerintahkan seseorang melakukan sesuatu. Dalam bahasa Jerman, ada tiga

aturan yang digunakan untuk menyampaikan permintaan ataupun perintah

bergantung pada subjeknya, yakni du/kamu (orang kedua tunggal; cara informal),

Page 72: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

72

sie/anda (orang kedua tunggal; cara formal) dan ihr/kalian (orang kedua jamak;

cara informal). Namun, yang dibahas pada bagian ini adalah kalimat imperatif

untuk subjek du. Hal ini disebabkan oleh, dalam kasus pemerolehan bahasa anak

dalam penelitian ini, yang dilihat adalah ujaran-ujaran bahasa yang berbentuk

informal, yaitu ujaran-ujaran yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada dasarnya, bentuk imperatif untuk subjek du hanya menggunakan

bentuk konjugasi dari verba du tanpa akhiran „st‟ seperti yang terdapat pada

contoh (10) sampai (12).

(10) Komm mit! (Ayo ikut!)

(11) Sag mall! (Ayo bilang!)

(12) Trink das! (Minum ini!)

Bentuk-bentuk formal tidak akan dibahas pada bagian ini. Hal ini

disebabkan oleh data awal yang telah dikumpulkan anak belum mampu untuk

memproduksi ujaran-ujaran imperatif yang berbentuk formal.

2.4 Model Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya merupakan sebuah kajian psikolinguistik

yang secara umum bertujuan mendeskripsikan sekaligus menjelaskan

pemerolehan bahasa anak bilingual simultan yang diekspos dalam dua bahasa

yang berbeda sejak lahir, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Jerman. Secara

khusus, penelitian ini membahas tiga masalah penelitian. (1) Bagaimanakah

pemerolehan fonologi anak? (2) Bagaimanakah perkembangan leksikal anak? (3)

Page 73: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

73

Bagaimanakah penggunaan kalimat deklaratif sederhana, kalimat tanya dan

kalimat perintah yang dikembangkan anak?

Berdasarkan ketiga masalah yang dibahas dalam penelitian ini, tujuan

yang ingin dicapai adalah (1) mendaftar bunyi vokal dan bunyi kosonan yang

diperoleh anak, mendaftar proses fonologis, serta membuat kaidah proses

fonologis yang dialami anak; (2) mendeskripsikan perkembangan leksikal anak

dengan membuat alur tahapan perkembangan leksikal dalam bahasa Indonesia,

bahasa Jerman, dan daftar padanan kata yang telah dikuasai anak; (3) menjelaskan

penggunaan kalimat deklaratif sederhana, kalimat tanya, dan kalimat perintah

yang dikembangkan anak dengan membuat daftar analisis transfer, serta

mengompilasi transfer sintaksis yang dialami anak

Sehubungan dengan itu, secara lebih spesifik, model penelitian yang

dikembangkan dalam penelitian ini dapat dilihat seperti Gambar 2.7.

Page 74: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

74

Dalam model penelitian yang terlihat seperti pada Gambar 2.7 dapat

dijelaskan bahwa untuk mencapai tujuan penelitian ada enam teori yang

dipadukan. Dua teori, yaitu teori Universal Grammar (UG) dan teori Interaksionis

Gambar 2.7. Model Penelitian

Pemerolehan Bahasa Bilingual Simultan

Perkembangan

Fonologi

Perkembangan

Leksikal

Perkembangan

Kal. Deklaratif,

Kal. Tanya dan

Kal. Perintah

Sederhana

Teori Keuniversalan

dalam

Pemerolehan

Bunyi

Teori UG

Teori

Interaksionis

SDH

CLI

Metode

Kualitatif

Studi kasus:

Kajian

Psikolinguistik

Temuan Penelitian:

1) Daftar bunyi vokal dan bunyi kosonan yang diperoleh

anak, daftar proses fonologis, kaidah fonologis, dan daftar

transfer fonologis.

2) Alur tahapan perkembangan leksikal dalam bahasa

Indonesia, bahasa Jerman, dan daftar padanan kata yang

telah dikuasai anak.

3) Daftar analisis transfer dan penempatan verba dalam

frasa, kompilasi transfer sintaksis yang dialami anak.

Fonologi

Generatif

Page 75: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

75

merupakan teori pemerolehan bahasa secara umum yang memayungi pemerolehan

bahasa baik pemerolehan bahasa monolingual maupun bilingual. Teori

selanjutnya, yaitu teori keuniversalan dalam pemerolehan bunyi yang dicetuskan

Jakobson merupakan teori yang khusus melihat perkembangan fonologis anak dan

fonologi generatif. Sementara itu, dua teori lain, yaitu teori Separate Development

Hyphothesis (SDH) dan Cross-Linguistics Influence (CLI), merupakan teori-teori

yang berkembang dalam pemerolehan bahasa pertama bilingual yang diperoleh

secara simultan.

Tujuan pertama penelitian diwujudkan dengan memadukan teori

keuniversalan dalam pemerolehan bunyi, fonologi generatif, dan teori CLI.

Pemaduan kedua teori tersebut digunakan untuk mendeskripsikan perkembangan

fonologis anak. Tujuan kedua penelitian ini dibahas dengan menggunakan teori

SDH. Teori SDH ini digunakan untuk melihat perkembangan leksikal anak

sekaligus padanan leksikal yang telah dikuasai anak. Sementara itu, tujuan kelima

penelitian dibahas menggunakan teori CLI. Teori CLI ini digunakan untuk melihat

penggunaan kalimat deklaratif sederhana.

Selanjutnya, data penelitian dikumpulkan, ditabulasi, dan

diinterpretasikan melalui penerapan metode kualitatif yang digunakan untuk

mencapai ketiga tujuan penelitian yang telah diuraikan sebelumnya.

Page 76: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

76

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian yang berfokus mengkaji pemerolehan bahasa anak bilingual

simultan ini merupakan sebuah kajian di bidang psikolinguistik. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif, merupakan sebuah penelitian studi kasus

yang menggunakan metode eksperimentasi melalui observasi sistematis dengan

melihat pemerolehan bahasa anak bilingual yang diekspos dalam dua bahasa yang

secara tipologi sangat berbeda, yaitu bahasa Indonesia (mulai sekarang: BI) dan

bahasa Jerman (mulai sekarang: BJ). Anak yang menjadi partisipan dalam

penelitian ini adalah Alyssa, untuk selanjutnya disebut dengan inisial ALY,

merupakan anak kedua peneliti yang diberi masukan kedua bahasa tersebut sejak

lahir dengan pola satu bahasa satu orang tua. Dalam studi kasus ini, anak

memperoleh masukan BI dari ibu dan BJ dari ayahnya. Penelitian ini didasarkan

pada observasi terhadap lingkungan keluarga yang dilakukan secara natural

karena peneliti dekat dengan sumber data sehingga peneliti mendapat akses untuk

mengeksplorasi dan mengkaji pemerolehan bahasa anak bilingual.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng.

Penelitian dilakukan dalam lingkup keluarga. Salah satu individu dalam keluarga,

ALY, merupakan subjek utama penelitian ini. Keluarga tinggal di Dusun

Celukbuluh, Desa Kalibukbuk. Penduduk di lingkungan tempat tinggal

Page 77: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

77

menggunakan bahasa pergaulan sehari-hari bahasa Bali (mulai sekarang: BB),

sedangkan bahasa yang digunakan dalam keluarga yang menjadi fokus penelitian

ini menggunakan bahasa sehari-hari yang beragam bergantung pada masing-

masing individu dalam keluarga, yaitu BI, BJ, BB dan Bahasa Inggris (mulai

sekarang: BING). Lokasi desa tempat tinggal keluarga yang diteliti dapat dilihat

dalam Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Lokasi Desa Kalibukbuk

(Sumber: http://www.northbali.info/places/kalibukbuk.php)

Pengambilan data penelitian ini dilaksanakan ketika ALY berumur 1;0

sampai 3;0, yaitu dari bulan September 2012 sampai dengan September 2014.

Dalam kurun waktu tersebut, peneliti mengumpulkan data berupa produksi bahasa

anak baik dari aspek perkembangan bunyi bahasa, perkembangan leksikal, serta

penggunaan kalimat deklaratif sederhana, kalimat imperatif, dan kalimat tanya.

Page 78: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

78

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data verbal yang

secara garis besar mengkaji perkembangan fonologi, perkembangan leksikal, dan

perkembangan sintaksis. Data fonologi berupa perkembangan produksi bunyi

bahasa yang diperoleh anak mencakup segmen-segmen bunyi yang dikembangkan

anak sekaligus proses fonologis yang dialaminya. Data leksikal mencakup

perkembangan leksikal dalam BI, BJ, dan perkembangan padanan leksikal. Data

sintaksis berupa data perkembangan kalimat deklaratif sederhana, kalimat

imperatif, dan kalimat tanya.

Sumber data penelitian ini adalah ALY, ayah, ibu, saudara, pengasuh,

guru serta teman bermainnya. ALY merupakan anak kedua peneliti. Dia lahir pada

tanggal 24 September 2011 dengan berat badan 3.3 kilogram di Singaraja, Bali.

Dia lahir secara normal dan memiliki keadaan fisik yang sehat. Ketika ALY

berumur 2;10, anak mulai didaftarkan dan mengikuti kelompok bermain

(playgroup) yang sekaligus memiliki ruang untuk TPA (Tempat Penitipan Anak).

Kelompok bermain ini berlokasi di salah satu taman kanak-kanak dari sebuah

yayasan di kota Singaraja. Lokasi kelompok bermain terlihat seperti dalam

Gambar 3.2 .

Di kelompok bermain tersebut, terdapat 42 orang anak dengan tiga orang

guru, satu kepala sekolah, satu tenaga administrasi, dan satu orang pegawai.

Anak-anak dalam kelompok bermain terdiri atas anak-anak dari keluarga Bali,

keluarga keturunan etnis Cina, keluarga Jawa, dan keluarga campuran, Bali-

Eropa. Bahasa yang digunakan dalam kelompok bermain adalah BI, baik bahasa

Page 79: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

79

pergaulan anak dalam kesehariannya maupun bahasa pengantar yang digunakan

oleh para guru dan pegawai di kelompok bermain tersebut.

Gambar 3.2. Lokasi Kelompok Bermain Anak

(Sumber: http://www.balitourism.nl/singarajamapeng.htm)

Anak mengikuti kelompok bermain setiap Senin sampai Jumat dari pukul

08.00 sampai pukul 12.45 dan setiap Sabtu sampai pukul 10.30. Jarak tempuh dari

rumah sampai ke lokasi kelompok bermain sekitar delapan kilometer dengan

waktu tempuh sekitar 15 menit.

ALY lahir dari seorang ibu, yaitu peneliti sendiri yang berasal dari Bali

dengan bahasa pertama BB dan bahasa kedua BI. Peneliti juga memiliki

kemampuan berbahasa Inggris yang diperoleh melalui jalur pendidikan formal di

Page 80: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

80

Jurusan S-1 Pendidikan Bahasa Inggris. Pada tahun 2008, peneliti melanjutkan

studi di Program S-2 Linguistik Universitas Udayana dengan mengambil bidang

kajian perkembangan bunyi anak yang dirampungkan pada tahun 2010. Sebagai

ibu ALY, peneliti memiliki pekerjaan tetap di luar rumah sebagai dosen di

Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Ganesha. Ketika peneliti

bekerja, seorang gadis Bali, Kadek, menjaga anak sampai pukul 16.00 WITA dari

Senin sampai Jumat. Untuk berkomunikasi dengan anak, Kadek menggunakan BI.

Ayah ALY, JU, berasal dari Jerman dan sejak tahun 2005 sudah menetap

di Bali. Bahasa pertamanya adalah BJ dan sejak tinggal di Bali mempelajari

bahasa Indonesia dan kini sudah bisa berbahasa Indonesia dengan fasih. Dia

memiliki usaha sendiri dan memiliki kantor di rumah. Oleh karena itu, dia

mempunyai waktu luang yang fleksibel untuk bergaul dengan ALY setiap hari.

Ketika berkomunikasi dengan anak-anaknya, dia menggunakan BJ, sedangkan

ketika berkomunikasi dengan istrinya pada umumnya menggunakan BI dan

kadang-kadang menggunakan BING.

ALY memiliki seorang kakak perempuan yang bernama Michelle. Dia

dibesarkan dalam dua bahasa sejak lahir, yaitu BI dan BJ. Kini Michelle mampu

berkomunikasi dalam kedua bahasa tersebut secara fasih. Di samping itu,

Michelle juga mampu berkomunikasi dalam BB yang diperoleh melalui pergaulan

teman sebaya dan bahasa Inggris dasar yang diperoleh melalui jalur pendidikan

formal dan informal. Lingkungan kebahasaan subjek penelitian dalam keluarga

dapat dilihat dalam Gambar 3.3 dan masukan bahasa dapat dilihat seperti pada

Gambar 3.4.

Page 81: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

81

Gambar 3.3. Lingkungan Kebahasaan Keluarga Inti

Gambar 3.4. Lingkungan Kebahasaan dan Masukan Bahasa kepada Anak

Ibu

Pengasuh

Ayah Kakak ALY

BI

BING

BI

BI

BI

BI

BI

BI

BJ

BJBI/BJ

BB

BI

Lingkungan

kebahasaan

teman sebaya

di lingkungan

tempat

tinggal

Lingkungan kebahasaan kelompok

bermain di playgroup

Media

televisi, dvd,

internet dan

buku anak-

anak

Pengasuh

h

BJ BI/BJ BI

BI BB

BI

BI BJ/BING

Kakak Ayah Ibu

ALY

Nenek + Paman Nenek + Paman + Bibi

BI BJ

Page 82: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

82

Pada Gambar 3.4 dapat dilihat bahwa lingkungan kebahasaan anak

cukup kompleks. Dalam lingkungan keluarga, orang tua anak menggunakan pola

masukan bahasa kepada anak berupa satu orang satu bahasa, yaitu ayah

menggunakan BJ dan Ibu menggunakan BI, sedangkan kakak perempuannya

memberikan masukan dua bahasa, yaitu BI dan BJ. Frekuensi penggunaan BJ

lebih banyak digunakan oleh kakaknya kepada ALY setiap kali ayahnya berada di

antara mereka.

Di lingkungan keluarga besar, nenek dan paman dari pihak ayah

menggunakan BJ ketika berbicara kepada anak, namun hal ini terjadi hanya pada

waktu-waktu tertentu dan dilakukan melalui Skype. Sementara itu, keluarga besar

dari pihak ibu ketika berkomunikasi dengan anak menggunakan BI. Komunikasi

antara anak dan keluarga besar dari pihak ibu pun terjadi pada waktu-waktu

tertentu ketika saling mengunjungi. Hal ini disebabkan oleh keluarga besar dari

pihak ibu yang tinggal di kabupaten yang berbeda.

Sementara itu, di lingkungan tempat tinggal, anak memiliki kelompok

teman sebaya. Kelompok teman sebaya anak dalam kesehariannya berkomunikasi

menggunakan dua bahasa, yaitu BB dan BI. Namun, ketika teman bermain

berkumpul dengan ALY dan Michelle, mereka pada umumnya menggunakan BI.

Pada usia 2;10, ALY didaftarkan pada sebuah kelompok bermain (playgroup) di

kota Singaraja yang berjarak sekitar delapan kilometer dari tempat tinggal.

Didaftarkannya anak ke kelompok bermain bukan untuk tujuan penelitian,

melainkan untuk memenuhi kebutuhan sosial dan tumbuh kembang anak. Di

Page 83: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

83

lingkungan kelompok bermain, anak mendapat masukan BI baik dari teman

bermain maupun para guru.

Selain dari lingkungan keluarga, kelompok teman sebaya dan kelompok

bermain (playgroup), anak juga mendapat masukan bahasa melalui media televisi,

dvd, internet, ataupun buku anak-anak. Anak terbiasa menonton satu sampai dua

jam per hari program televisi berbahasa Indonesia, BING atau menonton film

anak-anak atau kartun dalam BJ. Di samping itu, anak sering disuguhi buku-buku

cerita, baik dalam BI maupun BJ.

Secara metodologis, meneliti anak sendiri dalam kasus pemerolehan

bahasa anak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Beberapa peneliti

pemerolehan bahasa anak yang meneliti anaknya sendiri, di antaranya Hakuta

(1986) mengulas bahwa Werner F. Leopold yang dianggap sebagai pemrakarsa

penelitian terhadap pemerolehan bahasa anak yang bilingualisme meneliti

perkembangan bahasa anaknya sendiri yang dibesarkan dalam bahasa Jerman dan

bahasa Inggris. Hakuta menegaskan bahwa sebagai orang tua yang memiliki

keahlian fonetik, Leopold memiliki kepekaan pendengaran dan keobjektifan

untuk melakukan observasi yang rinci dan mendalam. Peneliti lain yang meneliti

pemerolehan bahasa anak sendiri adalah Nakamura (2010) yang meneliti anaknya

yang memperoleh bahasa Inggris-Jepang, Soriente (2004, 2007) yang anaknya

dibesarkan dalam bahasa Indonesia-Italia, Yip & Matthews (2007) dalam bahasa

Kanton dan bahasa Inggris, sedangkan Darjowidjojo (2000) meneliti pemerolehan

bahasa cucunya sendiri yang memperoleh bahasa Indonesia.

Page 84: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

84

3.4 Instrumen Penelitian

Dalam pengumpulan data penelitian, ada tiga jenis instrumen yang

digunakan, yaitu buku catatan harian/jurnal harian, handycam merk JVC, dan

pedoman wawancara. Data mulai dikumpulkan ketika anak berumur 1;0 sampai

3;0. Buku catatan harian digunakan untuk mencatat segala bentuk perkembangan

kebahasaan anak sekaligus konteks ketika suatu bentuk kebahasaan berkembang

pada anak. Catatan harian dilakukan hampir setiap hari, kecuali suatu bentuk telah

muncul berulang-ulang, maka bentuk tersebut tidak dicatat lagi.

Peranti kedua yang digunakan adalah sebuah kamera video handycam

merk JVC. Perekaman dilakukan rata-rata setiap seminggu sekali sejak anak

berumur 1;0. Pada umur ini anak sudah mulai merespons ujaran-ujaran orang di

sekitarnya dengan respons nonverbal yang berupa gerakan-gerakan tubuh ataupun

perlakuan yang bisa diobservasi.

Untuk menjaga validitas data, penelitian ini juga menggunakan pedoman

wawancara. Wawancara dilakukan kepada anggota keluarga, pengasuh, dan para

guru di kelompok bermain. Pedoman wawancara digunakan untuk menggali

informasi tentang bentuk-bentuk kebahasaan yang berkembang pada anak dan

konteksnya ketika anak tidak sedang diobservasi oleh peneliti. Wawancara

terhadap sumber data dilakukan secara insidental.

3.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Berikut akan dijabarkan metode dan teknik yang digunakan dalam

pengumpulan data. Menurut Friedman (2012), ada tiga metode umum yang

Page 85: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

85

digunakan dalam pengumpulan data dalam bidang pemerolehan bahasa. Ketiga

metode tersebut adalah metode simak (pengamatan/observasi), metode perekaman

audio/video, dan metode cakap/wawancara. Mahsun (2005) juga mengonfirmasi

penggunaan ketiga metode tersebut dalam penelitian kebahasaan. Setiap metode

yang digunakan dapat diuraikan sebagai berikut.

3.5.1 Metode Pengumpulan Data

Trianggulasi dalam metode pengumpulan data dilaksanakan untuk

mempertahankan validitas data yang diperoleh. Metode pengumpulan data yang

dilakukan, yaitu metode simak (pengamatan/observasi), metode perekaman

audio/video, dan metode cakap (wawancara).

1) Metode simak (pengamatan/observasi)

Metode simak atau yang sering disebut sebagai pengamatan atau

observasi digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara menyimak

penggunaan bahasa. Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah

observasi partisipan atau oleh Mahsun (2005) disebut simak libat cakap. Peneliti

sambil menyimak juga berpartisipasi dalam pembicaraan. Dalam hal ini, peneliti

terlibat langsung dalam dialog yang dilakukan dengan subjek penelitian. Dalam

melakukan pengamatan, peneliti menggunakan catatan lapangan yang terperinci.

Dalam hal ini, penggunaan bahasa yang diamati adalah penggunaan bahasa yang

diproduksi oleh subjek penelitian ketika berkomunikasi dengan orang-orang di

sekitar anak, baik orang tua, keluarga dekat, teman maupun guru di taman

Page 86: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

86

bermain. Pengamatan atau observasi di lingkungan keluarga inti dilakukan hampir

setiap hari, sementara di lingkungan kelompok bermain dilakukan dua minggu

sekali.

2) Metode perekaman audio/video

Seiring berkembangnya teknologi dalam pengumpulan data, dalam

penelitian ini, metode perekaman melalui audio video juga dilakukan. Perekaman

melalui video memfasilitasi dalam pengidentifikasian partisipan sekaligus

merekam hal-hal nonverbal, seperti bahasa tubuh, gestur, ataupun kontak mata.

3) Metode cakap (wawancara)

Metode ketiga yang digunakan adalah metode cakap atau yang juga

disebut dengan metode wawancara. Metode ini dilakukan dengan cara peneliti

melakukan percakapan dengan informan. Metode wawancara yang digunakan

adalah wawancara semi terstruktur (semi-structured interview). Dalam wawancara

semi terstruktur, peneliti menyiapkan daftar pertanyaan (pedoman wawancara)

yang digunakan sebagai tolok ukur dalam proses wawancara, namun peneliti bisa

mengembangkan pertanyaan untuk memperoleh data yang diperlukan.

Wawancara dilakukan kepada ayah, kakak perempuan, pengasuh, serta guru-guru

di sekolah untuk mengetahui ujaran atau bentuk-bentuk bahasa yang digunakan

oleh anak beserta konteks ketika bentuk tersebut muncul. Dalam penelitian ini,

percakapan dilakukan oleh peneliti secara langsung, baik dengan subjek penelitian

Page 87: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

87

maupun pemberi masukan bahasa kepada anak. Wawancara dilakukan secara

insidental untuk melengkapi data yang diperoleh melalui pengamatan/observasi.

3.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Beberapa teknik pengumpulan data digunakan untuk mengaplikasikan

metode pengumpulan data yang diterapkan. Dalam menunjang metode simak

(pengamatan/observasi) teknik yang digunakan, yaitu (1) teknik catat dan (2)

teknik simak libat cakap (teknik observasi partisipatif). Dalam teknik catat,

peneliti mencatat perkembangan bahasa anak melalui buku catatan harian. Teknik

simak libat cakap yang juga dikenal dengan observasi partisipatif dilakukan oleh

peneliti untuk melihat secara langsung perkembangan bahasa anak dan elemen-

elemen linguistik yang muncul.

Data juga dikumpulkan secara reguler melalui teknik rekam. Perekaman

dilakukan dengan menggunakan instrumen video kamera dengan rata-rata

perekaman sekali per minggu. Perekaman dilakukan oleh ayah Alyssa dan

kadang-kadang oleh peneliti sendiri.

Selanjutnya, dalam mengaplikasikan metode cakap atau wawancara,

teknik pengumpulan data yang digunakan untuk menunjang metode tersebut

adalah teknik pancing. Teknik pancing ini digunakan untuk memancing atau

mengonfirmasi bentuk-bentuk bahasa yang telah berkembang pada anak.

Untuk lebih lengkapnya, metode dan teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Page 88: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

88

Tabel 3.1. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Tujuan

Penelitian

Metode dan

Teknik

Pengumpulan

Data

Instrumen Sumber

Data

Data

Analisis/Penyaj

i-an Hasil

Analisis Data

Data

Mendaftar bunyi

vokal dan bunyi

kosonan yang

diperoleh anak,

mendaftar proses

fonologis, serta

membuat kaidah

proses fonologis

yang dialami

anak, serta daftar

transfer fonologis

Metode:

observasi,

perekaman

adusio/video

wawancara semi

terstruktur,

Teknik: catat,

rekam,

observasi

partisipatif,

pancing

Buku catatan

harian

Handycam

JVC

Pedoman

wawancara

ALY

Orang tua

Kakak

perempuan

Teman

sebaya

Kelompok

bermain

Guru

Deskriptif,

narasi, tabel,

kaidah

fonologis, daftar

transfer

fonologis

Daftar bunyi vokal

dan bunyi kosonan

yang diperoleh

anak, daftar proses

fonologis, serta

kaidah proses

fonologis yang

dialami anak, dan

daftar transfer

fonologis

Mendeskrispsikan

perkembangan

leksikal anak

dengan membuat

alur tahapan

perkembangan

leksikal dalam

bahasa Indonesia,

bahasa Jerman

dan daftar

padanan kata

yang telah

dikuasai anak

Metode:

observasi,

perekaman

adusio/video

wawancara semi

terstruktur,

Teknik: catat,

rekam,

observasi

partisipatif,

pancing

Buku catatan

harian

Handycam

JVC

Pedoman

wawancara

ALY

Orang tua

Kakak

perempuan

Teman

sebaya

Kelompok

bermain

Guru

Deskriptif,

narasi, tabel,

grafik

perkembangan

Alur tahapan

perkembangan

leksikal dalam

bahasa Indonesia,

bahasa Jerman dan

daftar padanan kata

yang telah dikuasai

anak

Menjelaskan

penggunaan

kalimat deklaratif

sederhana,

kalimat imperatif,

dan kalimat tanya

yang

dikembangkan

anak dengan

membuat daftar

analisis transfer

serta

mengompilasi

transfer sintaksis

yang dialami

anak

Metode:

observasi,

perekaman

adusio/video

wawancara semi

terstruktur,

Teknik: catat,

rekam,

observasi

partisipatif,

pancing

Buku catatan

harian

Handycam

JVC

Pedoman

wawancara

ALY

Orang tua

Kakak

perempuan

Teman

sebaya

Kelompok

bermain,

guru

Deskriptif,

narasi, tabel,

dan grafik

Daftar kalimat

deklaratif sederhana,

kalimat imperatif

dan kalimat tanya,

daftar analisis

transfer penempatan

verba dalam frasa,

serta kompilasi

transfer sintaksis

yang dialami anak

Page 89: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

89

3.6 Metode dan Teknik Analisis Data

3.6.1 Metode analisis data

Data kualitatif dalam penelitian ini dianalisis secara deskriptif. Untuk

lebih jelasnya, metode yang digunakan dalam menganalisis data perkembangan

bahasa anak bilingual dalam penelitian ini adalah metode padan intralingual dan

metode padan ekstralingual. Menurut Mahsun (2005), metode padan intralingual

adalah metode analisis data dengan cara menghubung-hubungkan unsur-unsur

yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa maupun dalam

beberapa bahasa yang berbeda. Tahap pertama dalam analisis data ini, peneliti

mendeskripsikan elemen-elemen fonologi, leksikal, dan sintaksis, serta urutan

kemunculannya. Parameter yang digunakan untuk mengetahui penguasaan anak

pada unsur-unsur yang diteliti adalah kriteria komprehensibilitas yang diusulkan

oleh (Dardjowidjojo, 2000). Kriteria komprehensibilitas menentukan bahwa suatu

elemen yang diujarkan anak dianggap sebagai refleksi kompetensi bila elemen

yang dipakai dalam produksi ujaran telah menunjukkan adanya koherensi

semantik dengan elemen-elemen lain dalam kalimat tersebut.

Metode padan ekstralingual merupakan metode yang digunakan untuk

menganalisis data yang memiliki unsur ekstralingual. Unsur ekstralingual yang

dilihat dalam penelitian ini, seperti ekspresi wajah, gestur, dan respons nonverbal

lainnya yang menyertai ujaran anak yang diperoleh melalui catatan lapangan. Di

samping itu, catatan lapangan yang dilakukan juga dapat merekam latar, yang

meliputi tempat, waktu, dan peristiwa tutur. Unsur ekstralingual dan latar sangat

Page 90: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

90

penting untuk dilihat karena kedua hal tersebut berkaitan erat dengan penafsiran

makna tuturan anak.

Dalam menganalisis data ada dua instrumen yang digunakan, yaitu

ELAN dan Toolbox. ELAN digunakan untuk menganotasi atau mentranskripsi

data yang sudah dikumpulkan. Kemudian, data yang telah ditranskripsi dalam

peranti lunak ELAN diinterlinearisasi ke dalam peranti lunak Toolbox sehingga

menghasilkan data yang sudah disusun secara rapi, baik secara fonologis, leksikal

maupun sintaktis. Adapun deskripsi teknik analisis data dijabarkan dalam bagian

3.6.2.

3.6.2 Teknik Analisis Data

Dalam penggunaan peranti lunak ELAN dan Toolbox dalam

menganalisis data ada enam teknik analisis data yang diterapkan, yaitu dalam

ELAN terjadi proses (1) pengodean data (coding), (2) menentukan tipe linguistik

dan tiers (defining linguistic types and tiers), (3) menyeleksi interval waktu

(selecting time intervals), (4) transkripsi data (annotating) yang kemudian

dilanjutkan dalam Tollbox melalui proses (5) interlinearisasi data

(interlinearizing), dan (6) menguraikan dan mengurutkan data (sorting& parsing).

Untuk lebih jelasnya, tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dan

prosedur penelitian yang dilakukan dijabarkan melalui Tabel 3.2.

Page 91: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

91

Tabel 3.2. Prosedur Penelitian

Tahapan

Penelitian

Nama

Kegiatan

Keterangan Waktu

pelaksanaan

Tahap 1 Studi awal Studi awal dilakukan dengan mengobservasi

perkembangan bahasa ALY dari umur 1;0-1;8

pada lingkungan keluarga. Studi awal ini

dilakukan untuk melihat elemen fonologis

yang dikembangkan, baik dalam bahasa

Indonesia (BI) maupun (BJ). Dari studi awal

tersebut dicurigai bahwa dalam perkembangan

fonologisnya ada potensi terjadinya transfer.

Kecurigaan bahwa adanya potensi transfer

pada domain fonologi mendorong peneliti

untuk mengobservasi lebih lanjut apakah

transfer memang terjadi pada domain fonologi

dan apakah transfer juga terjadi pada domain

linguistik lain, misalnya dalam perkembangan

sintaksisnya.

September 2012-

Mei 2013

Tahap 2

Pengumpulan

Data (Data

collection)

Melanjutkan pengumpulan data melalui

perekaman video (video recording) dengan

data dalam bentuk file audio-video dan

catatan harian dengan data dalam bentuk

jurnal harian, dan konfirmasi data melalui

wawancara dengan interlokutor

Juni 2013-

Oktober 2014

Data dikumpulkan sampai ALY berumur 3;0

dengan loksasi penelitian di lingkungan

keluarga dan lingkungan sekolah.

Fokus data yang dilihat adalah elemen-elemen

fonologis yang diproduksi anak, baik dalam

BI maupun BJ, kosakata yang dikembangkan,

frasa, serta kalimat-kalimat sederhana yang

diucapkan anak

Tahap 3

Analisa Data

(Data

analysis)

a) Pengenalan terhadap data dan

pengorganisasian data: 1) melalui

membaca dan membaca kembali data

dalam catatan harian, 2) melihat dan

mendengar data audio-video, 3)

pemotongan video, dan 4) pereduksian

data

Minggu ke-1

Januari 2015-

Minggu ke-4

November 2015

b) Transkripsi data dengan menggunakan

peranti ELAN dan interlinierisasi data

menggunakan Toolbox.

Dalam ELAN

- Pengodean data (coding), data dikode

berdasarkan penutur, tuturan/ujaran, umur

(tanggal, bulan, tahun/ALY),

konteks/situasi

- Menentukan tipe linguistik dan tier. Tier

yang digunakan adalah tuturan ALY yang

di dalamnya terdapat phonetik ALY dan

komen, tier tuturan Ayah, tier tuturan Ibu,

dan tier interlokutor lain.

- Menentukan interval waktu (selecting

Minggu ke-3

Februari 2016-

Minggu ke-4 Mei

2016

Page 92: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

92

time intervals) untuk menentukan ujaran

ALY, ujaran satu kata, dua kata atau sudah

lebih dari dua kata, dan ujaran interlokutor

- Transkripsi data (annotating), yaitu

mulai mentranskripsi ujaran anak,

menentukan bunyi fonetis dan menulis

konsteks/situasi dan ujaran interlokutor

c) Interlinerisasi data yang sudah

ditranskripsi dalam ELAN ke peranti

lunak Toolbox

-sorting & parsing menguraikan data

tuturan/ujaran ALY ke dalam bentuk

morfeme, bunyi fonetis, part of speech, dan

gloss (makna).

- Mengurut data secara alfabetikal

Minggu ke-1

Juni 2016-

Minggu ke-4 Juni

2016

d) Interpretasi dan menyajikan data

- Memaknai, menjelaskan dan

mendeskripsikan data

- Menyajikan data dalam bentuk tabel,

grafik dan narasi data

Minggu ke-1 Juli

2016-Minggu ke-

4 September

2016

Tahap 4 Konfirmasi

terhadap

hipotesa

- Terhadap perkembangan fonologis

- Terjadinya transfer fonologis

- Alur perkembangan leksikal dalam BI dan

BJ

- Perkembangan padanan leksikal

- Terjadinya transfer sintaksis

Minggu ke-1

Oktober –

Minggu ke-2

Oktober 2016

Tahap 5 Simpulan - Daftar elemen fonologi yang berkembang

dalam BI dan BJ

- Proses fonologis yang dialami ALY

- Daftar transfer fonologis

- Jumlah leksikal yang dikembangkan

dalam BI jan BJ

- Jumlah padanan leksikal

- Perkembangan sintaksis

- Daftar transfer sintaksis

Minggu ke-2

Oktober 2016-

Minggu ke-4

Oktober 2016

3.7 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data dalam penelitian ini disajikan baik secara formal

maupun informal. Secara formal penyajian data dilakukan dengan tabel, bagan,

dan grafik. Sementara itu, secara informal hasil analisis data dinarasikan. Produk

akhir penelitian ini, di antaranya, (1) daftar segmen bunyi vokal dan konsonan

yang diproduksi anak dalam BI dan BJ, (2) daftar proses fonologis yang dialami

anak, (3) kaidah fonologis, (4) daftar transfer fonologis, (5) dihasilkannya daftar

Page 93: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...pengaruh bahasa German yang sering ditemukan pelesapan objek pada susunan kalimatnya. Soriente (2004a) mengobservasi terjadinya CLI fitur-fitur

93

kata yang diperoleh oleh anak dalam BI dan daftar kata yang diperoleh dalam BJ,

(6) daftar padanan leksikal, dan (7) kompilasi analisis transfer sintaksis yang

terjadi pada anak bilingual simultan Indonesia-Jerman.