BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · ... pajak adalah kontribusi wajib ... dalam...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah · ... pajak adalah kontribusi wajib ... dalam...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pasal 1 Undang-undang No. 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa, pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terhutang orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Berdasarkan pengertian diatas bahwa pada dasarnya
pembayaran pajak ditujukan untuk kemakmuran rakyat atau dengan kata lain
dari rakyat dan untuk rakyat. Pembangunan suatu negara sangat berpengaruh
dari penerimaan negara tersebut. Dalam pembangunan bangsa kita yang
tumbuh secara pesat dalam berbagai aspek kehidupan dengan fasilitas umum
yang semakin memadai, dan modern melalui kemajuan teknologi merupakan
hasil dari pembayaran pajak oleh wajib pajak yang terdiri dari orang pribadi
dan badan.
Perencanaan merupakan salah satu fungsi utama dari manajemen. Secara
umum perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi perusahaan
dan kemudian menyajikan strategi. Tata cara pelaksanaan program, dan
operasi yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Tujuan utama
yang seharusnya dicapai oleh manajemen perusahaan adalah memberikan
keuntungan yang maksimum untuk jangka panjang (long term return) kepada
para pemodal atau pemegang saham yang telah menginvestasikan kekayaan
2
dan mempercayakan pengelolanya kepada perusahaan. Keuntungan tersebut
harus diperoleh dengan mematuhi peraturan perundang–undangan perpajakan,
baik pajak daerah maupun pajak pusat. Sebagai wajib pajak, setiap perusahaan
harus mematuhi dan melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan
perundang–undangan perpajakan.
Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi, jika ada usaha–usaha yang
dilakukan oleh wajib pajak baik itu orang pribadi maupun badan untuk
mengatur jumlah pajak yang harus dibayar. Bagi mereka pajak dianggap
sebagai biaya, sehingga perlu dilakukan usaha–usaha atau strategi–strategi
tertentu untuk menguranginya. Usaha dan strategi yang dilakukan merupakan
bagian dari perencanaan pajak (tax planning). Tujuan yang diharapkan dengan
adanya tax planning ini adalah meminimalkan pembayaran pajak terhutang,
melakukan pembayaran pajak dengan tepat waktu, dan membuat data–data
terbaru untuk mengupdate peraturan perpajakan.
Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) mengacu kepada
proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada
dalam jumlah yang minimal, tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan.
Namun demikian, perencanaan pajak juga dapat diartikan sebagai perencanaan
pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar, dan tepat waktu
sehingga dapat secara optimal menghindari pemborosan sumber daya.
Perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak.
Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban
perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayarkan dapat ditekan
3
seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.
Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax
implementation) dan pengendalian pajak (tax control). Pada tahap
perencanaan pajak ini, dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap
peraturan perpajakan. Tujuannya adalah agar dapat dipilih jenis tindakan
penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya, penekanan
perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimalisasikan kewajiban
pajak.
Badan sebagai subjek pajak adalah suatu bentuk usaha atau bentuk non
usaha yang meliputi :
- Perseroan terbatas
- Perseroan komanditer
- Koperasi
- Badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah
(BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun
- Dana pensiun
- Kongsi
- Perkumpulan
- Yayasan
- Lembaga
- Persekutuan
- Perseroan atau perkumpulan lainnya
4
PT. Cahaya Berkah Abadi merupakan perusahaan yang berbentuk badan
perseroan terbatas dan bergerak di bidang jasa pengiriman barang domestik,
memiliki tujuan yang sama yaitu mencapai laba yang maksimal secara terus
menerus. Salah satunya dengan melakukan perencanaan pajak guna
meminimalkan pembayaran pajak terhutang.
Dengan melaksanakan tax planning, perusahaan akan terbantu dalam
melakukan perencanaan kegiatan operasi perusahaan dan pengambilan
keputusan untuk pencapaian laba maksimal dan peningkatan kinerja
perusahaan untuk tetap eksis dan menjadi perusahaan yang bijak dan taat
pajak serta dapat mengupdate peraturan perpajakan yang berlaku.
Dengan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk membahasnya
dalam skripsi yang berjudul ‘‘ Analisis Penerapan Tax Planning Terhadap
Pajak Penghasilan Badan, Sebagai Upaya Meminimalkan Beban Pajak
Terhutang Pada PT. Cahaya Berkah Abadi Di Surabaya’’
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dikemukakan bahwa
yang menjadi rumusan masalah sehubungan dengan judul di atas adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana perusahan menerapkan tax planning sesuai dengan peraturan
perpajakan yang berlaku?
2. Bagaimana pengaruh perencanaan pajak terhadap penghasilan badan,
sebagai upaya untuk meminimalkan beban pajak terhutang yang akan
dibayar?
Sehubungan dengan perumusan masalah penulisan skripsi ini, analisa
hanya difokuskan pada laporan keuangan PT. Cahaya Berkah Abadi di
Surabaya tahun 2011 yaitu laporan laba rugi. Undang–undang yang
dipergunakan adalah undang–undang no. 36 tahun 2008 Pasal 31E Ayat (1)
tentang pajak penghasilan dan peraturan perpajakan lainnya.
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang hendak dicapai
sehubungan dengan penelitian adalah sebagai berikut:
1. untuk mengetahui dengan jelas penerapan tax planning di PT. Cahaya
Berkah Abadi berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh perencanaan pajak terhadap penghasilan
badan, sebagai upaya untuk meminimalkan beban pajak terhutang yang
akan dibayar oleh PT. Cahaya Berkah Abadi.
6
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian terbagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1.4.1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis disebut sebagai manfaat akademis. Yakni
manfaat yang dapat membantu penulis untuk memahami suatu
konsep atau teori dalam suatu displin ilmu. Manfaat teoritis dapat
meliputi:
1. Bagi Penulis
Merupakan aplikasi teori–teori yang telah diperoleh di
dalam bangku perkuliahan dan dapat memberikan tambahan
pengetahuan tentang penerapan kebijakan Tax Planning
terhadap pajak penghasilan badan sebagai upaya meminimalkan
beban pajak terhutang pada perusahaan untuk diterapkan ke
dalam dunia usaha yang sebenarnya.
2. Bagi pihak lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai
bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengetahui
dan menambah wawasan tentang tax planning terhadap pajak
penghasilan badan sebagai upaya meminimalkan beban pajak
terhutang.
7
.
1.4.2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis adalah manfaat yang bersifat terapan dan
dapat segera digunakan untuk keperluan praktis. Secara praktis
berguna sebagai upaya yang dapat dipetik langsung manfaatnya.
Manfaat praktis dapat meliputi:
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
bahan masukan dan dasar pertimbangan dalam menerapkan
tax planning untuk mengefisiensikan pajak penghasilan badan
terhutang sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku,
dan dapat menghindari sanksi–sanksi perpajakan, melalui
pemahaman undang–undang perpajakan dan peraturan
perpajakan lainnya yang up to date.
2. Bagi Perguruan Tinggi
Sebagai penambah khasanah perbendaharaan kepustakaan
8
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1.Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Pajak
Penghasilan negara berasal dari rakyatnya melalui pungutan
pajak, dan/atau kekayaan alam yang ada dalam suatu negara (natural
resources). Dua sumber itu merupakan sumber terpenting yang
memberikan penghasilan kepada negara. Sesuai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlihat bahwa salah satu
sumber penerimaan negara adalah bersumber dari sektor pajak.
Definisi pajak dikemukakan oleh Judisseno (1997: 5) adalah
sebagai berikut :
Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran
aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk
membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional
yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang dan peraturan-
peraturan untuk tujuan kesejahteraan dan negara.
Pengertian pajak menurut Smeets yang kemudian di kutip oleh
Suandy (2005: 10) menyatakan bahwa:
Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui
norma-norma umum dan yang dapat dipaksakan tanpa ada kalanya
kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual;
maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Sedangkan definisi atau pengertian pajak menurut Mardiasmo
(2006: 1) menyatakan bahwa:
9
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan
yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak
hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau
dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara
langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat
ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni
pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
5. Pajak dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan
tertentu pemerintah.
6. Pajak dapat dipungut secara langsung atau tidak lansung
2.1.1.1.Fungsi Pajak
Agar pelaksanaan pajak dapat berjalan dengan baik, maka pajak
memiliki fungsi. Dimana fungsi pajak menurut Mardiasmo (2006: 1)
dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Fungsi Anggaran (Budgetair)
2. Fungsi Mengatur (Regulerend)
10
Dari kutipan kedua fungsi pajak tersebut, maka dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Fungsi Anggaran (Budgetair)
Adalah pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (Regulerend)
Adalah pajak sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial
dan ekonomi.
Contoh:
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras
untuk mengurangi konsumsi minuman keras;
b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang
mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif;
c. Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0 % , untuk mendorong
ekspor produk Indonesia di pasaran dunia; dan
d. PPh yang dikenakan atas penyerahan barang industri
tertentu (semen, rokok, baja, dll), tujuannya untuk
penekanan produksi karena mengganggu lingkungan atau
polusi kesehatan.
11
2.1.1.2.Pengelompokan Pajak
Pengelompokan pajak menurut Mardiasmo (2006: 5) dapat
dilakukan berdasarkan golongan, sifatnya, maupun lembaga
pemungutannya.
1. Berdasarkan golongannya pajak dibagi menjadi dua yaitu:
a. Pajak Langsung
Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan
kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak tidak langsung
Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak
Pertambahan Nilai.
2. Menurut sifatnya pajak dibagi menjadi dua yaitu:
a. Pajak Subjektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib
Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif.
Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: PPN
dan PPNBM
12
3. Menurut Lembaga Pemungutannya atau berdasarkan
wewenangnya pajak dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Pajak Pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan
Bangunan, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah
Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Propinsi, contoh: Pajak Kendaraan Bermotor
dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor.
Pajak Kabupaten/Kota, contoh: Pajak Hotel, Pajak
Restoran, dan Pajak Hiburan.
2.1.1.3.Syarat Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2006: 2) agar pemungutan pajak
tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka
pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)
Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai
keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan
harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya
13
mengenakan pajak secara umum dan merata, serta
disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang
adil dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak
bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan
dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada
Majelis Pertimbangan Pajak.
2. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang
(Syarat Yuridis)
Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23
ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk
menyatakan keadilan , baik negara maupun warganya.
3. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomi)
Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran
kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak
menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.
4. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus
dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil
pemungutannya.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan
dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban
14
perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh Undang-
undang perpajakan yang baru.
Contoh:
Bea Materai disederhanakan dari 167 macam, tarif
menjadi 2 macam tarif.
Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi
hanya satu tarif, yaitu 10 %
Pajak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan
untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak
penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan maupun
perseorangan (orang pribadi).
2.1.1.4.System Pemungutan Pajak
System pemungutan pajak menurut Mardiasmo (2006: 7)
terdiri dari:
1) Official Assessment System
Adalah suatu system pemungutan yang memberi
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan
besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-
cirinya adalah sebagai berikut:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang
ada pada fiskus.
b. Wajib Pajak bersifat pasif.
15
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan
pajak oleh fiskus.
2) Self Assessment System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri
besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah sebagai
berikut:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak
terutang ada pada Wajib Pajak sendiri,
b. Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor
dan melaporkan sendir pajak yang terutang,
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
3) With Holding System
Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan
Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan
besarnya pajak yang terhutang oleh Wajib Pajak. Ciri-
cirinya: wewenang menentukan besarnya pajak yang
terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan
Wajib Pajak.
16
2.1.2. Pajak Penghasilan
2.1.2.1.Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)
Definisi atau Pengertian Pajak Penghasilan Menurut Mulyono
(2006: 27) adalah:
Pajak yang dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan
ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Undang-Undang pajak penghasilan mengatur mengenai subjek
pajak, objek pajak, serta cara menghitung dan cara melunasi pajak
yang terhutang. Undang-Undang pajak penghasilan menganut asas
materiil artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak
tergantung kepada surat ketetapan pajak.
2.1.2.2. Kutipan Undang-Undang Tentang Pajak Penghasilan
Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia diatur pertama kali
dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 dengan penjelasan
pada Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor
50. Selanjutnya dengan pertimbangan kebutuhan dalam
pengaturan perpajakan:
a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991;
b. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994;
c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000; dan
d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
17
2.1.2.3. Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak penghasilan adalah wajib pajak yang menurut
ketentuan harus membayar, memotong, atau memungut pajak
yang terutang atas objek pajak.
Definisi Sujek pajak penghasilan menurut Waluyo (2002: 54)
adalah:
Subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh
Undang– Undang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan
dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Menurut Undang-Undang No.36 Tahun 2008 Pasal 17 Ayat 1
tentang pajak penghasilan, subjek pajak penghasilan adalah
sebagai berikut :
1) Subjek pajak pribadi yaitu setiap orang yang tinggal di
Indonesia atau tidak bertempat tinggal di Indonesia yang
mendapatkan penghasilan dari Indonesia.
2) Subjek pajak harta warisan belum dibagi yaitu warisan dari
seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi
menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan
pajak.
3) Subjek pajak badan yaitu perkumpulan orang dan/atau modal
baik melakukan usaha maupun tidak melakukan kegiatan
usaha meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah
18
dengan nama dan bentuk usaha apapun seperti firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, perkumpulan, persekutuan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan
lainnya.
4) Bentuk usaha tetap yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh
orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka
waktu dua belas bulan, atau badan yang tidak didirikan dan
berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di
Indonesia.
2.1.2.4.Yang Dikecualikan Dari Subjek Pajak
Yang bukan termasuk subjek PPh Badan adalah:
1) Badan perwakilan negara asing (Kedutaan Besar);
2) Organisasi Internasional yang ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Keuangan dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
b. Tidak menjalankan usaha/kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman
kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para
anggota, contoh: Unesco, Unicef, WHO, dan lain-lain.
19
3) Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
a. Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. Dibiayai dengan dana APBN atau APBD;
c. Penerimaanya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah
Pusat atau Daerah; dan
d. Pembukuannya diperiksa aparat pengawasan fungsional
negara.
2.1.2.5.Hubungan Istimewa Antara Subjek Pajak (Pasal 18 ayat 4 UU
PPh)
Hubungan istimewa antara subjek pajak penghasilan dapat
terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan lainnya
yang disebabkan:
1) Kepemilikan atau penyertaan modal, dalam bentuk Hubungan
Modal. Hubungan istimewa ini timbul bila Wajib Pajak
mempunyai penyertaan modal langsung ataupun tidak paling
rendah 25 % pada satu Wajib Pajak lain atau lebih, dimana
hubungan ini bisa terjadi antara pribadi dan badan.
2) Adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan
teknologi, dalam bentuk Hubungan Penguasaan. Hubungan
istimewa ini timbul bila Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak
lainnya secara langsung ataupun tidak, juga dapat melalui
20
penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi,
walau tanpa hubungan kepemilikan.
3) Adanya hubungan keluarga sedarah maupun semenda dalam
garis keturunan lurus dan/atau kesamping satu derajat, dalam
bentuk Hubungan Keluarga. Hubungan istimewa ini timbul
diantara orang pribadi-orang pribadi pemegang saham
perusahaan yang memiliki hubungan keluarga (Pasal 18 ayat 4
UU PPh), yang akan berpengaruh pada:
a. Keuntungan atas jual beli aktiva tetapnya dihitung dengan
mengurangkan harga pasar (nilai yang seharusnya diterima
dalam transaksi normal) wajar aktiva dengan nilai bukunya.
Tujuannya adalah menghindari jual beli dengan harga yang
tidak wajar.
b. Direktur Jenderal Pajak berwenang menentukan besarnya
penghasilan dan pengurangan, serta menentukan utang
sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha
yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa (Pasal 18
ayat 3 UU PPh). Tujuannya adalah menghindari
kemungkinan penghasilan yang dilaporkan kurang atau
pembebanan biaya melebihi.
c. Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan perjanjian
dengan Wajib Pajak dan bekerja sama dengan pihak otoritas
21
pajak negara lain untuk menentukan harga transaksi antar
pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (Pasal 18
ayat 3a UU PPh). Tujuannya adalah mengurangi prakter
transfer pricing untuk perusahaan multi nasional.
d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham (pribadi/badan) atau pada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan tidak boleh
menjadi biaya (Pasal 9 ayat 1 UU PPh). Tujuannya adalah
menghindari usaha pengurangan pajak dengan memperbesar
pengeluaran bagi perusahaan, padahal pengeluaran
digunakan untuk pribadi pemegang saham atau pihak yang
mempunyai hubungan istimewa.
2.1.2.6. Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh
wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun luar
Indonesia, yang dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan
wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk:
1) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau
22
imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam
Undang-undang ini;
2) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan
penghargaan;
3) laba usaha;
4) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk :
a. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham
atau penyertaan modal;
b. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang
saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya;
c. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, atau pengambil alihan usaha, atau
reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun;
d. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan
atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan
keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
23
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau
penguasaan antara pihak–pihak yang bersangkutan; dan
e. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam
pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan;
5) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan
sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
6) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena
jaminan pengembalian utang;
7) dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk
dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
8) royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
9) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta;
10) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11) keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan
jumlah tertentu yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah;
12) keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
13) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14) premi asuransi;
24
15) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari
anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan
usaha atau pekerjaan bebas.
16) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang
belum dikenakan pajak.
17) Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
18) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan; dan
19) Surplus Bank Indonesia
2.1.2.7. Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak
Yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan badan adalah:
1) bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah;
2) harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, yang
25
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan. Sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
3) warisan;
4) harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
5) penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura
dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah,
kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak
yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang
menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15;
6) pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
7) dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri,
koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik
daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang
26
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan
syarat:
a) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
b) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan
badan usaha milik daerah yang menerima dividen,
kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25 % (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
8) iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang
dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
9) penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada angka 8, dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
10) bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi,
termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif;
11) dihapus;
12) penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
27
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan; dan
b) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia;
13) beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
14) sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau
bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar
pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4(empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
lanjut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
15) bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu,
28
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
2.1.3. Penghasilan Yang Dikenai Tarif Final
Penghasilan di bawah ini dapat dikenakan pajak bersifat final adalah:
1. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
2. penghasilan berupa hadiah undian;
3. penghasilan dari transaksi saham atau sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura;
4. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan; dan
5. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
2.1.4. Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan (deductible expenses)
Pasal 6 Undang–Undang pajak penghasilan menyatakan bahwa untuk
menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi oleh beberapa biaya di bawah ini :
29
1) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk biaya pembelian bahan, biaya yang berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium , gratifikasi, dan
tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, sewa, royalty, biaya
perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya
administrasi, dan pajak kecuali pajak penghasilan.
2) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
3) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
menteri keuangan.
4) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan.
5) Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
6) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.
7) Biaya beasiswa, magang dan pelatihan.
8) Piutang yang nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan Laba-Rugi
Komersial.
b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau
30
adanya Perjanjian Tertulis mengenai Penghapusan Piutang/
Pembebasan Utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
c. Telah dipublikasikan dalam Penerbitan Umum atau Khusus.
d. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.
2.1.5. Pengeluaran yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya (non-
deductible expenses)
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak Dalam Negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan
adalah sebagai berikut :
1) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti
dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi
kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu atau anggota.
3) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan
piutang tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak
opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklame
untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat–syaratnya
ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan.
4) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna wajib pajak yang bersangkutan.
31
5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan
yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan
keputusan Menteri Keuangan.
6) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.
7) Harta yang dihibahkan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan
atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan bantuan atau sumbangan
termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima
zakat yang berhak, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasa antara pihak–pihak yang
bersangkutan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata–nyata
dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama islam
kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan warisan.
32
8) Pajak Penghasilan
Yang dimaksudkan dengan pajak penghasilan dalam ketentuan ini
adalah pajak penghasilan yang terutang oleh wajib pajak yang
bersangkutan.
9) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.
10) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.
11) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang–
undangan di bidang perpajakan.
2.1.6. Manajemen Pajak
Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat
dilakukan melalui manajemen pajak. Namun perlu diingat bahwa legalitas
manajemen pajak tergantung dari instrument yang dipakai. Legalitas baru
diketahui secara pasti setelah ada keputusan pengadilan.
Tujuan dari manajemen pajak dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
a. Menerangkan peraturan perpajakan secara benar
b. Unsur efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang
seharusnya.
Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsi
manajemen pajak yang terdiri atas:
a. Perencanaan pajak (tax planning)
33
b. Pelaksanaan kewajiban perpajakan (tax implementation)
c. Pengendalian pajak (tax control)
2.1.6.1. Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak.
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap
peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan
penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan
perencanaan pajak adalah untuk meminimalkan kewajiban pajak.
Jika tujuan dari pada tax planning adalah merekayasa agar beban
pajak serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada
tetapi berbeda dengan tujuan pembuat undang–undang maka tax
planning disini sama dengan tax avoidance karena secara hakikat
ekonomis keduanya berusaha meminimalkan penghasilan setelah
pajak, karena pajak merupakan unsur pemegang laba yang tersedia
baik untuk dibagikan kepada pemegang saham maupun diinvestasikan
kembali. Tiga karakter dari tax avoidance yaitu :
1) Adanya unsur artifisial dimana berbagai pengaturan seolah–
olah terdapat didalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan
karena ketiadaaan faktor pajak.
2) Skema semacam ini seringkali memanfaatkan undang–undang
atau menerapkan ketentuan–ketentuan legal untuk berbagai
tujuan, padahal bukan itu yang sebetulnya dimaksudkan oleh
pembuat undang-undang.
34
3) Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini yang pada
umumnya para konsulen menunjukkan alat atau caranya tax
avoidance dengan syarat wajib pajak menjaga rahasia sebaik
mungkin.
Perencanaan pajak umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan
apakah suatu transaksi atau fenomena terkena pajak. Kalau fenomena
tersebut terkena pajak, apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan
atau dikurangi jumlah pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak
dimaksud dapat ditunda pembayarannya dan lain sebagainya.
Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat
dilakukan melalui perencanaan pajak. Dalam rangka meningkatkan
efisiensi dan daya saing maka manager wajib menekan biaya
seoptimal mungkin, demikian pula dengan kewajiban membayar
pajak. Biaya dan laba berbanding terbalik, semakin tinggi biaya maka
laba yang diperoleh akan semakin rendah demikian sebaliknya,
semakin rendah biaya yang dikeluarkan secara efisien maka laba yang
diperoleh juga semakin tinggi.
Perencanaan pajak pada umumnya selalu dimulai dengan
meyakinkan apakah suatu transaksi tersebut terkena pajak. Bila
transaksi tersebut terkena pajak apakah dapat diupayakan untuk
dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya. Dalam perencanaan
pajak terdapat aspek formal dan aspek administrasi serta material yang
35
harus diperhatikan untuk mengkategorikan biaya–biaya tersebut
sebagai pengaruh laba atau dikecualikan sebagai biaya.
Aspek formal dan administrasi perencanaan pajak merupakan
kewajiban perpajakan mengenai kepatuhan terhadap Undang–undang
yang berhubungan dengan sanksi, baik administrasi maupun sanksi
pidana. Sanksi administrasi maupun pidana merupakan pemborosan
sumber daya sehingga perlu dieliminasi melalui suatu perencanaan
pajak yang baik. Untuk dapat menyusun perencanaan pajak
pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik diperlukan pemahaman
terhadap peraturan perpajakan. Sedangkan aspek materil adalah
tindakan melibatkan efisiensi pengeluaran kas atau biaya-biaya
operasional yang terjadi di perusahaan.
Konsep dasar perencanaan pajak menurut Hernanto (2001: 72)
meliputi :
1. Ketepatan waktu
Ketidaktepatan waktu pelaksanaan kewajiban pajak tertentu
bisa berakibat merugikan perusahaan sebagai wajib pajak. Sebagai
contoh kewajiban untuk pembayaran angsuran pajak penghasilan
pasal 25, menyetor dan melaporkan hasil pemungutan PPh pasal
21, menghitung, menyetor, dan menyerahkan SPT masa PPN.
Keterlambatan di dalam melaksanakan kewajiban pajak tersebut
bisa membuat perusahaan sebagai wajib pajak yang dikenakan
sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda yang tidak
36
diperkenankan untuk diperlakukan sebagai biaya fiskal atau
pengurangan penghasilan di dalam menentukan jumlah
penghasilan kena pajak (PKP) sehingga sebagai akibatnya modal
perusahaan harus berkurang. Demikian pula pelaksanaan
kewajiban–kewajiban pajak tersebut lebih awal dari tanggal atau
jadwal waktu yang telah ditetapkan bisa berakibat negatif terhadap
cashflow dan bisa jadi kehilangan peluang untuk mendapatkan
penghasilan yang lebih besar karena pemerintah tidak memberikan
diskon kepada para wajib pajak yang melakukan pembayaran utang
pajaknya lebih awal dari tanggal jatuh temponya.
2. Undang–undang pajak memiliki perspektif akuntansi sendiri.
Perbedaan tujuan antara akuntansi keuangan dan akuntansi
perpajakan dimanifestasikan dalam bentuk :
a) Pendekatan yang digunakan didalam mendefinisikan elemen-
elemen laporan keuangan (akuntansi keuangan) menggunakan
pendekatan aktiva–kewajiban atau (asset–liability approach)
sedangkan dalam akuntansi perpajakan menggunakan
pendekatan pendapatan biaya (revenue–expense approach).
b) Konsep dasar.
c) Standar akuntansi atau kriteria dan metode pengakuan
pengukuran, penilaian, pelaporan terhadap elemen–elemen
laporan keuangan.
37
3. Pengakuan penghasilan bisa dipercepat atau diperlambat.
Penghasilan yang setiap saat, atas permintaan atau kemauan wajib
pajak dapat diterima pembayarannya meskipun pengorbanan yang
diperlukan untuk merealisasikan belum seluruhnya terjadi harus
diakui sebagai penghasilan yang harus dihitung dan dibayar
pajaknya. Demikian pula semua penghasilan yang setiap saat
dapat direalisasikan penerimaan kasnya atau sudah
dikompensasikan (diperhitungkan) dengan utang-utangnya, dapat
dipandang secara konstruktif sebagai penerimaan atas penghasilan
yang harus dihitung dari terutang pajaknya.
2.1.6.2. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan
Apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor–faktor
yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka
langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara
formal maupun material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan
kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan yang
berlaku. Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar
peraturan dan jika dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan
yang berlaku, maka praktik tersebut telah menyimpang dari tujuan
manajemen pajak.
Untuk dapat mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang
perlu dikuasai dan dilaksanakan, yaitu :
38
1) Memahami ketentuan peraturan perpajakan
Dengan mempelajari peraturan perpajakan seperti Undang–
undang, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan,
Keputusan Dirjen Pajak, dan Surat Edaran Dirjek Pajak kita dapat
mengetahui peluang–peluang yang dapat dimanfaatkan untuk
menghemat beban pajak.
2) Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat
Pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam
penyajian informasi keuangan perusahaan yang disajikan dalam
bentuk laporan keuangan dan menjadi dasar dalam menghitung
besarnya jumlah pajak terhutang.
2.1.6.3. Pengendalian Pajak
Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban
pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan
telah memenuhi persyaratan formal maupun material. Dalam
pengendalian pajak yang penting adalah pengecekan pembayaran pajak.
Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting
dalam strategi penghematan pajak, misalnya dalam melakukan
pembayaran pajak pada saat terakhir tentu lebih menguntungkan jika
dibandingkan dengan membayar lebih awal. Pengendalian pajak
termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih
besar dari jumlah pajak terhutang.
39
2.1.7. Pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Menurut Crumbley, Fredman dan Susan (1994: 300) menyatakan
bahwa:
Tax Planning is the systematic analysis of differing tax options aimed
at the minimization of tax liability in surrent and future tax periods’’
(Perencanaan pajak adalah sistem analisa dalam meminimalkan kewajiban
perpajakan dalam waktu berjalan dan pada periode yang akan datang).
Menurut Zain (2003: 67) Tax planning atau perencanaan pajak adalah
‘’tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi
pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada
konsekuensi pajaknya’’.
Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat
meminimalkan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui
apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) yang
merupakan perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup peraturan
perundang–undangan perpajakan, dan bukan penyelundupan pajak (tax
evasion).
Lumbantoruan (1996: 354) mengatakan’’ Perencaan pajak adalah
sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah
pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh
laba yang diharapkan’’.
Menurut Suandy (2003: 7) bahwa ’’Perencanaan pajak adalah tahap
awal dalam penghematan pajak. Strategi penghematan pajak disusun pada
40
saat perencanaan, perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa
dilakukan oleh wajib pajak’’. Tindakan tersebut legal karena penghematan
pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal- hal yang tidak diatur.
Dari pengertian–pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri–ciri
Tax Planning adalah :
a. Tax Planning merupakan bagian dari tindakan membantu manajemen
dalam mengambil keputusan.
b. Digunakan untuk meminimalkan pembayaran pajak terutang.
c. Tax Planning dilakukan berdasarkan peraturan perpajakan yang
berlaku.
d. Pelaksanaannya secara bisnis masuk akal.
2.1.7.1. Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tajam
seorang manajer dalam membuat suatu perencanaan pajak sebagaimana
strategi perencanaan perusahaan secara keseluruhan (global company
strategy) juga harus memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat
lokal maupun internasional, agar tax planning dapat berhasil sesuai
dengan yang diharapkan, maka perencanaan itu seharusnya dilakukan
melalui berbagai urutan tahap–tahap berikut.
1) Analisis Informasi (Data Base) yang ada
Tahap pertama dari proses pembuatan tax planning adalah
menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat
41
dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak
yang harus ditanggung.
Ini hanya bisa dilakukan dengan mempertimbangkan masing–
masing elemen dari pajak, baik secara sendiri–sendiri maupun
secara total pajak yang dapat dirumuskan sebagai tax planning yang
paling efisien. Penting untuk memperhitungkan kemungkinan
besarnya penghasilan suatu proyek dan pengeluaran–pengeluaran
lain diluar pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu seorang manajer
perpajakan harus memperhatikan faktor–faktor baik dari segi
internal maupun eksternal yaitu :
a) Fakta yang releven
Dalam arus globalisasi serta tingkat persaingan yang
semakin kompetitif maka seorang manajer perusahaan dalam
melakukan perencanaan pajak untuk perusahannya dituntut harus
benar–benar menguasai situasi yang dihadapi, baik dari segi
internal maupun eksternal dan selalu dimuthakirkan dengan
perubahan–perubahan yang terjadi agar tax planning dapat
dilakukan secara tepat dan menyeluruh terhadap situasi maupun
transaksi–transaksi yang mempunyai dampak dalam perpajakan.
b) Faktor Pajak
Dalam menganalisis setiap permasalahan yang dihadapi
dalam pengusunan tax planning adalah tidak terlepas dari dua hal
yang berkaitan dengan faktor–faktor pajak diantaranya :
42
Menyangkut setiap tipe perpajakan nasional yang dianut
oleh suatu negara.
Sikap fiskus dalam menafsirkan peraturan perpajakan baik
undang–undang domestik maupun tax treaty.
c) Faktor non Pajak Lainnya
Beberapa faktor bukan pajak yang relevan untuk
diperhatikan dalam penyusunan suatu tax planning antara lain :
Masalah badan hukum
Sistem hukum yang berbeda terdiri dari berbagai tipe
daripada perusahaan. Pemilihan bentuk badan usaha yang
diusulkan sering dibuat sebagai fungsi daripada seluruh
peraturannya (baik untuk pajak maupun bukan pajak) dalam
rangka administrasi pembentukan dan pembubarannya.
Masalah mata uang dan nilai tukar
Dalam ruang lingkup tax planning yang bersifat
internasional masalah nilai tukar mata uang mempunyai
dampak yang besar terhadap finansial satu perusahaan. Nilai
tukar mata uang yang fluktuatif atau tidak stabil memberikan
risiko usaha yang cukup tinggi. Apalagi jika ada masalah
devaluasi maupun revaluasi. Dari dampak finansial tentunya
berakibat pada posisi laba– rugi, apalagi bila terdapat banyak
transaksi baik ekspor/impor maupun pinjaman dalam bentuk
mata uang asing.
43
Masalah pengendalian devisa
Sistem pengendalian devisa yang dianut suatu negara
menjadi bahan pertimbangan penting terutama jika suatu
negara menganut pembatasan/larangan untuk mengadakan
pertukaran atau transfer dana dari transaksi internasional
ataupun adanya larangan untuk meminjam uang atau menarik
uang dari luar tanpa adanya ijin bank sentra/mentri keuangan.
Berbagai macam aturan yang dibuat tentunya menjadi bahan
pertimbangan bagi pengusaha untuk menanamkan modalnya
atau tidak, karena perhitungan laba–rugi akhirnya selalu
menjadi patokan dasar dalam mengambil keputusan.
Masalah program insentif investasi
Masalah program insentif yang ditawarkan negara
tertentu memberikan pilihan bagi wajib pajak untuk
melakukan investasi/pemekaran usaha pada suatu lokasi
negara tertentu. Insentif investasi yang merangsang bisa
serupa pemberian pinjaman dengan tarif bunga rendah, bebas
bunga ataupun adanya pemberian bantuan dari pemerintah.
Masalah faktor bukan pajak lainnya
Faktor bukan pajak lainnya seperti hukum dan system
administrasi yang berlaku, kestabilan ekonomi dan politik,
tenaga kerja, pasar, ada/tidaknya tenaga professional, fasilitas
perbankan, iklim usahan bahasa, system akuntansi, semuanya
44
harus dipertimbangkan dalam penyusunan tax planning
terutama berkaitan dengan pemilihan lokasi investasi apakah
berupa cabang, subsidi atau untuk keperluan lainnya.
2) Buat satu model atau lebih rencana besarnya pajak
Model pejanjian internasional dapat melibatkan satu atau lebih
atas tindakan berikut ini :
a) Pemilihan bentuk transaksi operasi atau hubungan
internasional. Hampir semua perpajakan internasional paling
tidak ada dua negara yang ditentukan lebih dahulu. Dari sudut
pandang perpajakan dalam hal ini proses perencanaan tidak bisa
berada di luar dari tahapan pemilihan transaksi, operasi dan
hubungan yang paling menguntungkan. Metode yang harus
diterapkan dalam menganalisis dan membandingkan beban
pajak maupun pengeluaran lainnya dari suatu proyek adalah :
Apabila tidak ada rencana pembatasan minimum pajak
yang diterapkan.
Apabila ada rencana pembatasan minimum diterapkan,
berhasil ataupun gagal.
b) Pemilihan dari negara asing sebagai tempat melakukan
investasi atau menjadi residen dari negara tersebut. Dalam
rencana perpajakan internasional mungkin diberi perlakuan
khusus dengan memilih antara dua atau lebih kemungkinan
investasi di negara – negara berbeda.
45
c) Penggunaan satu atau lebih negara tambahan. Dalam banyak
kasus, pertimbangan penghematan pajak tidak hanya
dipengaruhi oleh pemilihan yang hati–hati dari bentuk
transaksi, operasi maupun hubungan internasional, tetapi juga
oleh penggunaan satu atau lebih negara sebagai tambahan dari
negara yang bersangkutan yang sudah ada dalam database.
Perencanaan pajak internasional sebetulnya merupakan
perluasan yang sederhana dari perencanaan pajak nasional.
Dalam membuat model pengaturan yang paling tepat, penting
sekali untuk mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut :
Kepemilikan dari berbagai hak, surat berharga, dan lain-lain
harus dikuasakan kepada satu atau lebih perusahaan,
individu, atau kombinasi dari semuanya itu.
Hubungan antara berbagai individu dan entitas.
3) Evaluasi atau perencanaan pajak
Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan
bagian kecil dari seluruh perencanaan strategi perusahaan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil
pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak.
Evaluasi tersebut meliputi :
a. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan?
b. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan dan berhasil
dengan baik?
46
c. Bagaimana jika rencana tersebut dilaksanakan tetapi gagal?
4) Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana
pajak
Hasil suatu perencanaan pajak bisa dikatakan baik atau tidak
tentunya harus dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat.
Dengan demikian keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan
pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi.
Perbandingan berbagai recana harus dibuat sebanyak mungkin
sesuai bentuk perencanaan pajak yang diinginkan. Kadang suatu
rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan
perundang-undangan. Walaupun diperlukan penambahan biaya atau
kemungkinan keberhasilan sangat kecil. Sepanjang masih besar
penghematan pajak yang bisa diperoleh, rencana tersebut harus
tetap djalankan. Karena bagaimanapun juga kerugian yang
ditanggung merupakan kerugian minimal.
5) Memutakhirkan rencana pajak
Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek
juga telah berjalan, namun juga masih perlu memperhitungkan
setiap perubahan yang terjadi baik dari undang-undang maupun
pelaksanaannya di negara dimana aktivitas tersebut dilakukan yang
mungkin mempunyai dampak terhadap komponen dari suatu
perjanjian, yang berkenaan dengan perubahan yang terjadi di luar
negeri atas berbagai macam pajak maupun aktifitas informasi bisnis
47
yang tersedia sangat terbatas. Pemuthakiran dari suatu rencana
adalah konsekuensi yang perlu dilakukan sebagaimana dilakukan
oleh masyarakat yang dinamis. Dengan memberikan perhatian
terhadap perkembangan yang akan dating maupun situasi yang
terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat
yang merugikan dari adanya perubahan, dan pada saat yang
bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memnperoleh
manfaat yang potensial.
2.1.7.2. Manfaat Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Tax Planning sebagai bagian dari kegiatan manajemen memiliki
beberapa manfaat yang berguna bagi perusahaan yang melaksanakan
kegiatan usaha dalam pencapaian laba maksimum. Ada 4 hal penting
yang dapat diambil sebagai keuntungan dari melaksanakan Tax
Planning yaitu :
1. Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang
dapat diminimalisasikan. Penghematan kas untuk pembayaran
biaya-biaya yang ada di perusahaan, termasuk biaya pajak harus
dipertimbangkan sebagai faktor yang akan mengurangi laba,
dengan membayar pajak seminimal mungkin perusahaan dapat
bertindak sebagai wajib pajak yang taat sekaligus tidak
mengganggu cash flow dari perusahaan.
2. Mengatur aliran kas, karena dengan tax planning yang dikelola
secara cermat, perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara
48
lebih akurat, mengestimasi kebutuhan kas terhadap pajak. Hal ini
akan menolong perusahaan dalam pelaksanaan kegiatan
operasional perusahaan berdasarkan anggaran yang telah disusun
pada periode sebelumnya.
3. Menentukan waktu pembayarannya, sehingga tidak terlalu awal
atau terlambat yang mengakibatkan denda atau sanksi. Kewajiban
perpajakan dapat dilaksanakan dengan tepat waktu, artinya
perusahaan telah melakukan penghematan atas sanksi atau denda
yang terjadi bila terdapat keterlambatan dan atau kesalahan atas
kewajiban perpajakan perusahaan.
4. Membuat data–data terbaru untuk mengupdate peraturan
perpajakan. Tindakan ini berguna untuk menyikapi peraturan
perpajakan yang berubah setiap waktu, sehingga perusahaan tetap
mengetahui kewajiban–kewajiban dan hak–hak perusahaan
sebagai wajib pajak.
2.1.7.3. Jenis – Jenis Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Jenis–jenis Tax Planning menurut (Suandy, 2003: 116) dibagi
menjadi 2 yaitu :
a. Perencanaan Pajak Nasional (National Tax Planning)
Yaitu perencanaan yang dilakukan berdasarkan undang–undang
domestik. Dalam perencanaan pajak nasional pemilihan atas
dilaksanakan atau tidak suatu transaksi hanya bergantung terhadap
transaksi tersebut. Artinya untuk menghindai/mengurangi pajak,
49
wajib pajak dapat memilih jenis transaksi apa yang harus
dilaksanakan sesuai dengan hukum pajak yang ada misalnya akan
terkena tarif pajak khusus final atau tidak.
b. Perencanaan Pajak Internasional (International Tax Planning)
Yaitu perencanaan pajak yang dilakukan berdasarkan undang–
undang domestik dan juga harus memperhatikan perjanjian pajak
(tax treaty) dan undang–undang dari negara–negara yang terlibat.
Dalam perencanaan pajak internasional yang dipilih adalah Negara
(yuridiksi) mana yang akan digunakan untuk suatu transaksi.
2.1.7.4.Strategi Umum Prencanaan Pajak (Tax Planning)
Strategi dalam Tax Planning dapat ditempuh dengan beberapa cara
diantaranya:
a. Tax saving
Tax saving merupakan upaya meminimalkan beban pajak
melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang
lebih rendah. Misalnya, perusahaan yang memiliki penghasilan
kena pajak lebih dari Rp. 150.000.000,- dapat melakukan
perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan
dalam bentuk uang.
b. Tax avoidance
Tax avoidance merupakan upaya meminimalkan beban pajak
dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan
merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaan yang masih
50
mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam
bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan
merupakan objek pajak PPh Pasal 21. Dengan demikian, terjadi
penghematan pajak.
c. Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan
Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan
dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan antara lain :
Sanksi administrasi berupa denda, bunga, atau kenaikan.
Sanksi pidana atau kurungan.
d. Menunda pembayaran kewajiban pajak
Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar
peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan
pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda
penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktu yang
diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini,
penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan
berikutnya setelah bulan penyerahan barang.
e. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan
Wajib pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai
pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak
dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas pembelian solar
dan/atau impor dan Fiskal Luar Negeri atas perjalanan dinas
pegawai.
51
Setidaknya–tidaknya terdapat 3 hal yang harus diperhatikan
dalam suatu perencanaan pajak seperti yang dikutip oleh Suandy
dari makalah seminar tax management (2001 : Upaya Legal
Meminimalkan Beban Pajak).
1) Tidak melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu
perencanaan pajak (tax planning) ingin dipaksakan dengan
melanggar ketentuan perpajakan untuk Wajib Pajak
merupakan resiko (tax risk) yang sangat berbahaya dan
mengancam keberhasilan perencanaan pajak (tax planning)
tersebut.
2) Secara bisnis masuk akal, karena perencanaan pajak (tax
planning) itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
perencanaan menyeluruh (global strategy) perusahaan baik
jangka panjang maupun jangka pendek, maka perencanaan
pajak (tax planning) yang tidak masuk akal akan
memperlemah perencanaan itu sendiri.
3) Bukti–bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan
perjanjian (agreement), faktur (invoice) dan juga perlakuan
akuntansinya (accounting treatment).
2.1.8. Tarif dan Penerapan Pajak Penghasilan (PPh) Badan
2.1.8.1. Tarif Pajak Penghasilan(PPh) Badan
Dalam Undang-Undang Perpajakan Nomor 36 tahun 2008 pasal 17
tentang pajak penghasilan mengatur bahwa Wajib Pajak badan dalam
52
negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28 % (dua puluh delapan
persen). Tarif ini menjadi 25 % berlaku sejak tahun 2010.
Tarif pajak penghasilan badan tahun 2010 bagi wajib pajak badan
dalam negeri yang mempunyai peredaran bruto hingga Rp.
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Berdasarkan Pasal 31E
ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, diatur bahwa Wajib Pajak
badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp.
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50 % (lima puluh persen) dari tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a)
yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran
bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah).
Fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1)
Undang-Undang Pajak Penghasilan dilaksanakan dengan cara self
assessment pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan. Dengan demikian, Wajib Pajak tidak
perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas
tersebut.
Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat
(1) Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah merupakan total atau
jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha
sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
53
penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang meliputi:
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final;
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan
Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
Fasilitas Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan.
Sepanjang akumulasi peredaran bruto sebagimana di atas tidak melebihi
Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), tarif Pajak
Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak badan dalam negeri wajib mengikuti ketentuan fasilitas
pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang
Pajak Penghasilan.
Penghitungan PPh terhutang berdasarkan Pasal 31E dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1) Jika peredaran bruto sampai dengan Rp. 4.800.000.000,00, maka
penghitungan PPh terhutang yaitu sebagai berikut:
PPh terhutang = 50 % X 25 % X seluruh Penghasilan Kena Pajak
2) Jika peredaran bruto lebih dari Rp. 4.800.000.000,00 sampai dengan
Rp.50.000.000.000,00, maka penghitungan PPh terhutang yaitu
sebagai berikut:
a. PPh terhutang = 50 % X 25 % X Penghasilan Kena Pajak dari
bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
54
b. PPh terhutang = 25 % X Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas.
2.1.8.2.Penerapan Tarif Pajak PPh Badan untuk tahun pajak 2011
Tabel 2.1.
Tarif Pajak Penghasilan Badan
Contoh 1 : Peredaran Bruto s/d Rp. 4.800.000,-
Peredaran Bruto - Rp. 3.000.000.000
Penghasilan Kena Pajak - Rp. 500.000.000
PPh Terhutang : - Rp. 62.500.000
(50% x 25% x Rp. 500.000.000,-)
Contoh 2: Peredaran Bruto diatas R. 4.800.000.000,- s/d Rp. 50.000.000.000,-
Peredaran Bruto - Rp. 30.000.000.000
Penghasilan Kena Pajak - Rp. 3.000.000.000
Jumlah Penghasilan Kena Pajak
dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas
4.800.000.000,- x 3.000.000.000
30.000.000.000,- Rp.
480.000.000
Rp 30.000.000,-
Jumlah Penghasilan Kena Pajak
dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas
Rp. 3.000.000.000 - Rp. 480.000.000,- Rp.
2.520.000.000
PPh Terhutang :
(50 % X 25 %) x Rp. 4.800.000.000,0 Rp.
60.000.000
25 % x Rp. 2.520.000.000,- Rp.
630.000.000
Jumlah PPh Terhutang : Rp. 690.000.000
Contoh 3 : Peredaran Bruto diatas Rp. 50.000.000.000,-
Peredaran Bruto - Rp. 60.000.000.000
Penghasilan Kena Pajak - Rp. 2.000.000.000
PPh Terhutang : - Rp. 500.000.000
(25% x Rp. 2.000.000.000,-)
55
Contoh Kasus :
Misalnya PT. Sejati Bersatu yang bergerak dibidang perdagangan dalam tahun
pajak 2011 beban pajak terhutang adalah sebagai berikut:
Penghasilan Bruto Rp. 4.500.000.000,-
Harga Pokok Penjualan (Rp. 1.350.000.000,-)
Laba Kotor Rp. 3.150.000.000,-
Biaya Operasional (Rp. 650.000.000,-)
Laba Usaha Rp. 2.500.000.000,-
Penghasilan/(Biaya) dari luar usaha Rp. 75.000.000,-
Laba bersih komersial Rp. 2.575.000.000,-
Koreksi fiskal (positif dan negatif) (Rp. 1.375.000.000,-)
Laba Fiskal Rp. 1.200.000.000,-
Kompensasi Kerugian (Rp. 700.000.000,-)
Penghasilan Kena Pajak Rp. 500.000.000,-
PPh Terutang:
(50 % x 25 % ) x Rp. 500.000.000,- Rp. 62.500.000,-
56
Maka berdasarkan tarif progresif pajak penghasilan yang harus dibayar
untuk tahun 2011 adalah Rp. 62.500.000,-. Bagi perusahaan, biaya pajak
penghasilan tersebut cukup besar dan memberatkan. Hal ini yang menjadi
faktor pendorong bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui dan
memahami segala konsekuensi fiskal dari setiap transaksi serta setiap
keputusan bisnis dan manajerialnya, apabila mereka bermaksud untuk
memaksimalkan keuntungan yang dapat diberikan oleh perusahaan kepada
para pemilik atau pemegang sahamnya.
2.2. Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan perbandingan, dalam penulisan skripsi ini penyusun
mengambil sebagian data berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakuan
oleh Dian Ratih Puspita dan Niken Anjani yang dijadikan sebagai bahan
perbandingan dalam rumusan masalah dan hasil penelitian yang diperoleh.
Berikut tabel yang menggambarkan perbandingannya.
57
Tabel 2.2.
Perbandingan Penelitian Terdahulu
Penelitian Tahun
2011
Judul Penelitian :
Dian Ratih Puspita :
Implementasi perencanaan pajak (tax planning) atas
penghasilan badan pada PT. Perkebunan Nusantara X
di Surabaya
Niken Anjani :
Penerapan tax planning untuk meminimalkan pajak
pertambahan nilai pada PT. Weltest Energy Nusantara
di Gresik
Rumusan
Masalah :
Dian Ratih Puspita :
1. Apakah ada pengaruh implementasi perencanaan pajak
atas penghasilan badan terhadap jumlah pajak yang akan
dibayar?
Niken Anjani :
1. Bagaimana tax planning (perencanaan pajak ) yang
dapat dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan
efisiensi terhadap pembayaran pajak pertambahan
nilai untuk meminimalkan jumlah pajak pertambahan
nilai terhutang sesuai dengan undang-undang perpajakan?
Hasil Penelitian :
Dian Ratih Puspita :
1. Pemberian Tunjangan pajak penghasilan sebaiknya
dimasukkan kedalam daftar gaji karyawan sebagai
tambahan penghasilan karyawan agar dapat berfungsi
sebagai faktor pengurang terhadap penghasilan bruto
perusahaan.
Niken Anjani :
1. Perusahaan dapat meminimalkan pajak, dengan
memanfaatkan peraturan dalam PPN yang berlaku yaitu
PPN Nomor 18 tahun 2008.
Sumber : Analisis Penulis
58
2.3. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual yang dapat dijabarkan sebagai tuntunan untuk
memecahkan masalah penelitian dalam skripsi ini, diwakili oleh bagan alur.
Dasar penelitian ini dalam melakukan tax planning adalah melalui laporan
keuangan dari PT. Cahaya Berkah Abadi yaitu Laporan Laba-Rugi. Laporan
laba-rugi tersebut akan dianalisa dan hasilnya dibandingkan antara laporan
keuangan laba-rugi yang dilakukan tax planning berdasarkan ketentuan
undang-undang perpajakan yang berlaku, dalam hal ini digunakan undang-
undang pajak penghasilan no. 36 tahun 2008 dengan laporan keuangan PT.
Cahaya Berkah Abadi tanpa tax planning. Dari analisa dan perbandingan
yang pada akhirnya akan diketahui apakah ada pengaruh atas pajak
penghasilan yang akan dibayar oleh PT. Cahaya Berkah Abadi setelah ada
tax planning? Dengan kata lain apakah tercapai meminimalisasi beban pajak
terutang?
59
Gambar 2.1.
Kerangka Konseptual
Sumber : Analisis Penulis
Laporan Keuangan
PT. Cahaya Berkah Abadi
Lap.Keu Sebelum
Tax Planning
Lap. Keu sesudah Tax Planning
(Undang-undang PPh No. 36 Tahun 2008)
PPh Terhutang
sebelum Tax Planning
PPh Terhutang
Sesudah Tax Planning
Pajak Penghasilan
Dengan Tax Planning
Minimalisasi
Beban Pajak Terhutang
60
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Jenis Penelitian
3.1.1. Jenis Data
Menurut Indiarto dan Supomo (1999), pada dasarnya data yang
digunakan dalam penelitian ada dua, yaitu:
1. Data Subjek (Self Report Data)
Data subjek adalah jenis data penelitian yang berupa opini,
sikap, pengalaman, karakteristik dan seseorang atau sekelompok
orang yang menjadi subjek penelitian (responden). Dengan
demikian data subjek merupakan data penelitian yang diberikan
oleh responden dalam hal ini bagian administrasi pajak dan
akuntansi.
2. Data Dokumenter (Dokumen Data)
Data dokumenter adalah jenis data penelitian yang antara lain
berupa faktur, jurnal, surat, notulen hasil rapat, memo ataupun
dalam bentuk laporan program laporan keuangan. Dalam penelitian
ini data documenter yang digunakan adalah laporan laba rugi
perusahaan jasa ekspedisi pada PT. Cahaya Berkah Abadi 2011.
61
3.1.2. Sumber Data
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis sumber data, yaitu:
Data Primer
Data Primer yaitu data berupa data subjek yang
diperoleh secara langsung dari sumbernya yang berupa data
mengenai aktivitas operasional perusahaan yang terjadi
selama tahun 2011 dan gambaran umum tentang
perusahaan jasa ekspedisi.
Data Sekunder
Data Sekunder yaitu data berupa data internal yang
diperoleh dari objek yang diteliti yaitu berupa struktur
organisasi, sejarah perusahaan, dan laporan laba rugi PT.
Cahaya Berkah Abadi tahun 2011.
3.1.3. Tempat dan Waktu Dilaksanakannya Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada PT. Cahaya Berkah Abadi di
Surabaya yang bergerak di bidang jasa ekspedisi . Beralamat di Jl.
Veteran No. 6-8, Gedung Pertamina Inti Graha 2nd
Floor Surabaya.
3.2. Deskripsi Populasi dan Penentuan Sampel
3.2.1. Pengertian Populasi
Sugiyono (2001: 55) menyatakan definisi dari populasi adalah:
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Jadi
populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang
lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada
62
objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh objek atau subjek itu.
Menurut Margono (2004: 118) bahwa:
populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita
dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi
populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya. Kalau
setiap manusia memberikan suatu data, maka banyaknya atau
ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia. Populasi
adalah keseluruhan subjek penelitian.
Kerlinger (Furchan, 2004: 193) menyatakan ‘’populasi
merupakan semua anggota kelompok orang, kejadian, atau objek
yang telah dirumuskan secara jelas’’.
Nazir (2005: 271) menyatakan:
populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta
cirri-ciri yang telah ditetapkan. Kualitas atau cirri tersebut
dinamakan variabel. Sebuah populasi dengan jumlah individu
tertentu dinamakan populasi finit, sedangkan jika jumlah individu
dalam kelompok tidak mempunyai jumlah yang tetap, ataupun
jumlahnya tak terhingga, disebut populasi infinit.
Pengertian lainnya, diungkapkan oleh Nawawi (Margono,
2004: 118), Ia menyebutkan bahwa populasi adalah:
keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-
benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau
peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki
karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian.
63
Kaitannya dengan batasan tersebut, populasi dapat dibedakan
menjadi berikut ini:
1. Populasi terbatas atau populasi terhingga, yakni populasi yang
memiliki batas kuantitatif secara jelas karena memiliki
karakteristik yang terbatas.
2. Populasi tak terbatas atau populasi tak terhingga, yakni
populasi yang tidak dapat ditemukan batas-batasnya, sehingga
tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah secara
kuantitatif.
Selain itu menurut Margono (2004: 119) populasi dapat
dibedakan ke dalam hal berikut ini:
1. Populasi teoritis (teoritical population), yakni sejumlah
populasi yang batas-batasnya ditetapkan secara kualitatif.
Kemudian agar hasil penelitian berlaku juga bagi populasi
yang lebih luas.
2. Populasi yang tersedia (accessible population), yakni
sejumlah populasi yang secara kuantitatif dapat dinyatakan
dengan tegas.
Margono (2004: 119-120) pun menyatakan bahwa persoalan
populasi penelitian harus dibedakan ke dalam sifat berikut ini:
1. Populasi yang bersifat homogen, yakni populasi yang unsur-
unsurnya memiliki sifat yang sama, sehingga tidak perlu
dipersoalkan jumlahnya secara kuantitatif.
64
2. Populasi yang bersifat heterogen, yakni populasi yang unsur-
unsurnya memiliki sifat atau keadaan yang bervarias,
sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya, baik secara
kualitatif maupun secara kuantitatif.
3.2.2. Pengertian Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti
(Arikunto, 2002: 109; Furchan, 2004: 193). Pendapat yang senada
pun dikemukakan oleh Sugiyono (2001: 56). Ia menyatakan bahwa
sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang
dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan untuk
populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-
betul representatif.
Margono (2004: 121) menyatakan bahwa sampel adalah
sebagian dari populasi. Hadi (Margono, 2004: 121) menyatakan
bahwa sampel dalam suatu penelitian timbul disebabkan hal
berikut:
1. Peneliti bermaksud mereduksi objek penelitian sebagai akibat
dari besarnya jumlah populasi, sehingga harus meneliti
sebagian saja.
65
2. Penelitian bermaksud mengadakan generalisasi dari hasil-hasil
penelitiannya, dalam arti mengenakan kesimpulan-kesimpulan
kepada objek, gejala, atau kejadian yang lebih luas.
Penggunaan sampel dalam kegiatan penelitian dilakukan
dengan berbagai alasan. Nawawi (Margono, 2004: 121)
mengungkapkan beberapa alasan tersebut, yaitu:
a. Ukuran Populasi
Dalam hal populasi tak terbatas(tak terhingga) berupa
parameter yang jumlahnya tidak diketahui dengan pasti, pada
dasarnya bersifat konseptual. Karena itu sama sekali tidak
mungkin mengumpukan data dari populasi seperti itu.
b. Masalah Biaya
Besar-kecilnya biaya tergantung juga dari banyak
sedikitnya objek yang diselidiki. Semakin besar jumlah objek,
maka semakin besar biaya yang diperlukan, lebih-lebih bila
objek itu tersebar di wilayah yang cukup luas. Oleh karena itu,
sampling ialah satu cara untuk mengurangi biaya.
c. Masalah Waktu
Penelitian sampel selalu memerlukan waktu yang lebih
sedikit daripada penelitian populasi. Sehubungan dengan hal
itu, apabila waktu yang tersedia terbatas, dan kesimpulan
diinginkan dengan segera, maka penelitian sampel, dalam hal
ini lebih tepat.
66
d. Percobaan yang sifatnya merusak
Banyak penelitian yang tidak dapat dilakukan pada seluruh
populasi karena dapat merusak atau merugikan.
e. Masalah ketelitian
Masalah ketelitian adalah salah satu segi yang diperlukan
agar kesimpulan cukup dapat dipertanggung jawabkan.
Ketelitian dalam hal ini meliputi pengumpulan, pencatatan, dan
analisis data. Penelitian terhadap populasi belum tentu
ketelitian terselenggara. Boleh jadi peneliti akan bosan dalam
melaksanakan tugasnya. Untuk menghindarkan semua itu,
penelitian terhadap sampel memungkinkan ketelitian dalam
suatu penelitian.
f. Masalah ekonomis
Pertanyaan yang harus selalu diajukan oleh seorang
peneliti, apakah kegunaan dari hasil penelitian sepadan dengan
biaya, waktu dan tenaga yang telah dikeluarkan? Jika tidak,
mengapa harus dilakukan penelitian? Dengan kata lain
penelitian sampel pada dasarnya akan lebih ekonomis daripada
penelitian populasi.
3.3. Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.3.1. Pengertian Variabel
Menurut Sugiyono (2007: 4) bahwa yang dimaksud dengan
Variabel Penelitian adalah:
67
‘’segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya’’.
‘’Variabel didefinisikan sebagai atribut seseorang atau objek
yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau
suatu objek dengan objek yang lain’’.( Hach dan Farhady (1981)
Dr. Ahmad Watik Pratiknya (2007: 2) menyatakan pengertian
dan definisi daripada variabel adalah sebagai berikut :
Variabel adalah konsep yang mempunyai variabilitas.
Sedangkan konsep adalah penggambaran atau abstraksi dari suatu
fenomena tertentu. Konsep yang berupa apapun, asal mempunyai
ciri-ciri yang bervariasi, maka dapat disebut sebagai variabel.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka dapat
dirumuskan bahwa definisi variabel penelitian adalah ‘’suatu
atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang
mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulannya’’.
Kegunaan daripada variabel penelitian adalah sebagai berikut:
untuk mempersiapkan alat dan metode pengumpulan data; untuk
mempersiapkan metode analisis/pengolahan data; dan untuk
pengujian hipotesis. Ada baiknya variabel penelitian yang baik itu
harus relevan dengan tujuan penelitian dan dapat diamati dan dapat
diukur.
68
Dalam suatu penelitian, variabel perlu diidentifikasi,
diklasifikasi, dan didefinikasikan secara operasional dengan jelas
dan tegas agar tidak menimbulkan kesalahan dalam pengumpulan
dan pengolahan data serta dalam pengujian hipotesis.
3.3.2. Jenis-Jenis Variabel
Dalam terminology metodologik, dikenal beberapa macam
variabel penelitian. Berdasarkan hubungan antara satu variabel
dengan variabel yang lain, maka macam-macam variabel dalam
penelitian dapat dibedakan menjadi:
a. Variabel Independent (Variabel bebas)
b. Variabel Dependent (Variabel terikat)
c. Variabel Moderating (memperkuat dan memperlemah
hubungan antar variabel independent dan variabel dependet)
d. Variabel Intervening (mempengaruhi variabel dependent dan
independent tetapi tidak bisa diukur dan diamati)
e. Variabel Control (yang mengendalikan variable dependet dan
independent sehingga tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang
diteliti).
Pada kenyataannya, gejala-gejala sosial itu sering meliputi
berbagai macam variabel yang saling terkait secara simultan baik
Variabel Independent, Dependent, Moderating, ataupun
Intervening sehingga penelitian yang baik akan mengamati semua
variabel tersebut.
69
Namun karena adanya keterbatasan dalam berbagai hal, maka
peneliti hanya memfokuskan pada beberapa variabel saja yaitu
variabel bebas dan variabel terikat.
1) Variabel Independent (variabel bebas)
Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus,
predictor, antecedent, variabel pengaruh, variabel perlakuan,
kausa, treatment, risiko, atau variabel bebas. Dalam SEM
(structural equation modeling) atau permodelan persamaan
struktural, variabel independent disebut juga sebagai variabel
eksogen.
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
dependent (terikat). Dinamakan sebagai variabel bebas karena
bebas dalam mempengaruhi variabel lain. Contoh dari judul
skripsi yang diteliti untuk dikategorikan kedalam variabel bebas
adalah ‘’Analisis Penerapan Tax Planning Terhadap Pajak
Penghasilan Badan’’
2) Variabel Dependent (Variabel Terikat)
Sering disebut sebagai variabel output, criteria, konsekuen,
variabel efek, variabel terpengaruh, variabel terikat, atau
variabel tergantung. Dalam SEM ( Structural Equation
Modeling) atau Pemodelan Persamaan Struktural, Variabel
independent disebut juga sebagai variabel indogen.
70
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Disebut
variabel terikat karena variabel ini dipengaruhi oleh variabel
bebas/variabel independent. Contoh dari judul skripsi yang
diteliti untuk dikategorikan kedalam variabel terikat adalah
‘’Sebagai upaya meminimalkan beban pajak terhutang.’’
3.4. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian
3.4.1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Wawancara
Teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk
mendapatkan informasi secara langsung dengan
mengungkapkan pertanyaan kepada responden. Wawancara ini
bersifat tidak terstruktur dan dilakukan kepada pihak
manajemen PT. Cahaya Berkah Abadi, khususnya dengan
bagian administrasi pajak dan bagian akuntansi. Metode ini
digunakan dalam rangka mendapatkan data primer berupa data
mengenai aktivitas operasional perusahaan yang terjadi selama
tahun 2011 dan gambaran umum tentang perusahaan jasa
ekspedisi.
71
2. Dokumentasi
Suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk
mendapatkan data sekunder dengan cara mengcopy dan
mencatat dokumen-dokumen yang ada di PT. Cahaya Berkah
Abadi yang berhubungan dengan penelitian ini. Adapun
dokumen-dokumen tersebut adalah laporan laba rugi PT.
Cahaya Berkah Abadi 2011.
3. Studi Pustaka
Studi pustaka sebagai bagian dari langkah studi eksploratif
yang merupakan suatu metode pengumpulan data dengan
mencari informasi-informasi yang dibutuhkan melalui
dokumen-dokumen, buku-buku, majalah atau sumber data
tertulis lainnya baik yang berupa teori, laporan penelitian yang
berhubungan dengan pajak penghasilan badan.
4. Observasi
Teknik pengumpulan data yang melakukan pengamatan
langsung pada PT. Cahaya Berkah Abadi mengenai kebijakan
perencanaan pajak penghasilan.
3.4.2. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan pengujian analitis, meliputi :
72
1. Uji Validitas
Dalam pengujian ini diupayakan memperoleh data yang valid,
bisa dipercaya dan terukur. Validitas data dalam penelitian ini
meliputi Laporan Laba Rugi PT. Cahaya Berkah Abadi tahun
2011.
2. Realibilitas Data
Setelah data memiliki validitas, diuji kebenarannya. Pengujian
ini berupa penyajian Laporan Laba Rugi Fiskal dan Koreksi
Fiskal , sehingga diperoleh ketepatan perhitungan PPh Badan.
3.5.Teknik Keabsahan Data
Studi kasus ini menggunakan penelitian pendekatan kualitatif. Yin
(2003) mengajukan empat kriteria keabsahan data yang diperlukan dalam
suatu penelitian pendekatan kualitatif. Empat hal tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Keabsahan Konstruk (Construct Validity)
Keabsahan bentuk batasan berkaitan dengan suatu kepastian
bahwa yang diteliti benar-benar merupakan variabel yang ingin diteliti.
Keabsahan ini juga dapat dicapai dengan proses pengumpulan data
yang tepat. Salah satu cara adalah dengan proses triangulasi, yaitu
tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Menurut Patton (dalam Sulistiany 1999)
73
ada 4 macam triangulasi sebagai tehnik pemeriksaan untuk mencapai
keabsahan, yaitu :
a. Triangulasi Data
Menggunakan berbagai sumber data seperti dokumen, arsip,
hasil wawancara, hasil observasi atau juga dengan
mewawancarai lebih dari satu objek yang dianggap memiliki
sudut pandang yang berbeda.
b. Triangulasi Pengamat
Adanya pengamat di luar peneliti yang turut memeriksa hasil
pengumpulan data. Dalam penelitian ini, dosen pembimbing
studi kasus bertindak sebagai pengamat (expert judgement) yang
memberikan masukan terhadap hasil pengumpulan data.
c. Triangulasi Teori
Penggunaan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan
bahwa data yang dikumpulkan sudah memasuki syarat. Pada
penelitian ini, berbagai teori telah dijelaskan pada Bab II untuk
dipergunakan dan menguji terkumpulnya data tersebut.
d. Triangulasi Metode
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, seperti
metode wawancara dan metode observasi. Dalam penelitian ini,
peneliti melakukan metode wawancara yang ditunjang dengan
metode observasi pada saat wawancara dilakukan.
74
2. Keabsahan Internal (Internal Validity)
Keabsahan Internal merupakan konsep yang mengacu pada
seberapa jauh kesimpulan hasil penelitian menggambarkan keadaan
yang sesungguhnya. Keabsahan ini dapat dicapai melalui proses
analisis dan interpretasi yang tepat. Aktivis dalam melakukan
penelitian kualitatif akan selalu berubah dan tentunya akan
mempengaruhi hasil dari penelitian tersebut. Walaupun telah dilakukan
uji keabsahan internal, tetap ada kemungkinan munculnya kesimpulan
lain yang berbeda.
3. Keabsahan Eksternal (Eksternal Validity)
Keabsahan eksternal mengacu pada seberapa jauh hasil penelitian
dapat digeneralisasikan pada kasus lain. Walaupun dalam penelitian
kualitatif memiliki sifat tidak ada kesimpulan yan pasti, penelitian
kualitatif tetapi dapat dikatakan memiliki keabsahan eksternal terhadap
kasus-kasus lain selama kasus tersebut memiliki konteks yang sama.
4. Keajegan (Reabilitas)
Keajegan merupakan konsep yang mengacu pada seberapa jauh
penelitian berikutnya akan mencapai hasil yang sama apabila
mengulang penelitian yang sama, sekali lagi.
Dalam penelitian ini, keajegan mengacu pada kemungkinan
peneliti selanjutnya memperoleh hasil yang sama apabila penelitian
dilakukan sekali lagi dengan subjek yang sama. Hal ini menunjukkan
bahwa konsep keajegan penelitian kualitatif selain menekankan pada
75
desain penelitian, juga pada cara pengumpulan data dan pengolahan
data.
3.6.Teknik Analisis Data
Dalam melakukan analisa terhadap data-data yang diperoleh ada dua
metode yang digunakan menurut Arikunto (245: 2000) yaitu:
1. Metode Deskriptif
Metode analisis yang menggambarkan suatu keadaan secara objektif,
sehingga memperoleh penyelesaian dari suatu masalah yang dihadapi
oleh perusahaan.
2. Metode Komperatif
Metode ini dipergunakan dalam penarikan kesimpulan dari fakta
yang diamati dan telah diuji kebenarannya dengan membandingkan
antara teori yang merupakan kebenaran umum dengan tata lapangan.
76
BAB IV
PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
4.1.Penyajian Data
4.1.1. Sejarah Perusahaan
PT. Cahaya Berkah Abadi merupakan suatu badan usaha berupa
perusahaan ekspedisi yang bergerak dalam bidang jasa pengiriman barang
ke luar pulau di seluruh Indonesia. PT. Cahaya Berkah Abadi ditemukan
pada tanggal 28 Agustus 2008 oleh Ibu Sri Mujayanah yang mempunyai
cita-cita mulia, yaitu apabila usaha jasa ekspedisi ini berhasil, beliau ingin
hasil keuntungan perusahaan sebagian di intraprestasikan untuk membantu
fakir miskin, anak yatim piatu, panti-panti asuhan yang membutuhkan, dan
rmembangun sekolah-sekolah bagi rakyat miskin yang kurang mampu.
Dan tepat tanggal 6 Maret 2009, perusahaan ini didirikan berdasarkan
SK Menteri Kehakiman No: AHU-16869.AH.01.01 , berpusat di Jl.
Veteran No. 6-8, Gedung Pertamina Inti Graha 2nd
Floor Surabaya, dengan
bermodalkan uang tunai senilai Rp. 250.000.000,00 Ibu Sri memulai
usahanya dengan beranggotakan 3 karyawan. Hingga saat ini, perusahaan
sudah berjalan 4 tahun dengan beranggotakan 35 karyawan.
a. Visi Perusahaan
Menurut DR.A.B. Susanto (2006: 3), dalam bukunya yang
berjudul Visi dan Misi, visi adalah sebuah gambaran mengenai tujuan
dan cita-cita di masa depan yang harus dimiliki organisasi sebelum
disusun rencana bagaimana mencapainya.
77
Sedangkan menurut Wibisono (2009: 12), visi merupakan
rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah
organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan. Jadi
dapat disimpulkan bahwa visi adalah suatu pernyataan yang
menggambarkan kondisi perusahaan di masa yang akan datang.
Visi dari PT. Cahaya Berkah Abadi adalah dapat menjadi salah
satu perusahaan jasa pengiriman barang yang terbesar dan terpercaya
di Indonesia.
b. Misi Perusahaan
Menurut DR.A.B. Susanto (2006: 04), dalam bukunya yang
berjudul Visi dan Misi, misi adalah bagaimana untuk menghadirkan
impian tadi menjadi kenyataan. Sedangkan menurut Wibisono (2009:
13)bahwa:
misi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau
alasan eksistensi organisasi yang memuat apa yang disediakan oleh
perusahaan kepada masyarakat , baik berupa produk ataupun jasa.
Misi dari PT. Cahaya Berkah Abadi adalah dapat memberikan jasa
pelayanan angkutan atau pengiriman barang yang cepat dengan harga
yang terjangkau serta jaminan atas barang yang dikirim sampai di
tujuan dengan baik.
Saat ini PT. Cahaya Berkah Abadi sudah membuka 2 kantor
cabang, diantaranya:
78
1. PT. Cahaya Bagus Anugerah
Alamat : JL. Kalianget No. 130 , Surabaya.
Telepon : (031) - 3288286
Faks : (031) - 3288287
E-mail : [email protected]
Jam Operasional
Senin – Jum’at : 08.30 – 17.00
Sabtu : 08.30 – 13.00
2. PT. Cahaya Bintang Alamraya
Alamat : JL. Veteran No. 6-8, Surabaya
Telepon : (031) - 3531353
Faks : (031) - 3531317
E-mail : [email protected]
Jam Operasional
Senin – Jum’at : 08.00 – 17.00
Sabtu : 08.00 – 13.00
79
4.1.2. Struktur Organisasi dan Uraian Pekerjaan
Struktur Organisasi perusahaan adalah salah satu persyaratan penting
yang harus dimiliki oleh setiap perusahaan, karena struktur organisasi
merupakan suatu alat penting dalam proses manajemen dan proses bisnis
perusahaan agar semua tanggung jawab dan wewenang bagi setiap orang
yang terlibat dalam menjalankan perusahaan dapat dipertanggung
jawabkan.
Dengan adanya struktur organisasi, maka setiap individu yang terlibat
dalam proses bisnis perusahaan dapat menjalankan tugas atau
kewajibannya yang jelas sesuai dengan bidangnya masing-masing dengan
baik sehingga mampu mencapai tujuan perusahaan.
Uraian pekerjaan atau tanggung jawab masing-masing dalam PT.
Cahaya Berkah Abadi adalah sebagai berikut:
Director / Direktur
Pada PT. Cahaya berkah Abadi, Direktur bertugas untuk mengetahui
kegiatan pengelolaan perusahaan dan bertanggung jawab terhadap
setiap aktivitas operasional perusahaan serta penilaian terhadap
kinerja perusahaan.
Office Manager / Manajer Kantor
Manajer Kantor pada PT. Cahaya Berkah Abadi memiliki tugas
untuk menjalankan kebijakan yang diputuskan oleh Pimpinan,
membuat program kerja perusahaan dan bertanggung jawab dalam
80
memberikan laporan kinerja perusahaan baik laporan laba/rugi
maupun kinerja masing-masing karyawan kepada Pimpinan.
Marketing Division / Divisi Pemasaran
Pada PT. Cahaya Berkah Abadi, divisi marketing memiliki staff
yang secara garis besar memiliki peran atau tugas dalam
mempromosikan jasa perusahaan kepasa seluruh masyarakat dan
menganalisa strategi marketing perusahaan untuk meningkatkan
jumlah pelanggan, baik dalam skala kecil maupun skala besar, serta
melakukan evaluasi terhadap kepuasan pelanggan yang berguna
dalam menjaga loyalitas pelanggan terhadap perusahaan.
Customer Service / Customer Servis
Pada PT. Cahaya Berkah Abadi, Customer servis memiliki tugas
untuk handle customer dari marketing, follow up barang, termuat di
kapal apa, dan tanggal berapa kapal berangkat dan menyiapkan
dokumen-dokumen yang diperlukan sampai pekerjaan itu selesai dan
barang sudah diterima oleh proyek. Serta menyiapkan request
pembayaran ke pelayaran dan beberapa biaya terkait.
Finance Division / Divisi Keuangan
Divisi keuangan pada PT. Cahaya Berkah Abadi memiliki staff yang
bertugas dalam mencatat pembukuan perusahaan secara manual dan
menghitung arus kas keluar maupun arus kas masuk perusahaan,
serta seluruh hal yang bersifat administratif yang nantinya berguna
bagi perusahaan apabila dibutuhkan.
81
Accounting/ Perhitungan
Divisi Accounting bertugas untuk membukukan segala transaksi
keuangan dari divisi Finance/Cashier ke dalam program ‘’Tally’’,
Tally di isini adalah system program penyusunan laporan keuangan
perusahaan dibeli dari India, dimana dengan tally ini perusahaan bisa
mengetahui posisi keuangan berdasarkan Laporan Laba/Rugi dan
Neraca.
Operational Division / Divisi Operasional
Divisi Operasional memiliki staf bertugas menangani segala
kegiatan operasional perusahaan yang secara langsung kepada
pelanggan, baik dalam memastikan pelayanan yang baik dan
mengatur muat dan bongkar barang ke container serta pelayanan
pengepakan barang-barang yang akan dikirim oleh pelanggan.
Courier / Kurir
Bertugas dalam proses pengambilan Bill of Lading / Konosemen,
memasukkan dan menagihkan invoice / faktur ke pelanggan dan
menyetor / transfer , kliring ke bank, dan membantu kelancaran
kegiatan perusahaan.
Berikut ini adalah gambar struktur organisasi pada PT.
Cahaya Berkah Abadi:
82
Gambar 4.1.
Struktur Organisasi Perusahaan
Sumber : PT. Cahaya Berkah Abadi
4.1.3. Proses Bisnis
Proses bisnis untuk jalur pengiriman barang di PT. Cahaya Berkah
Abadi melalui beberapa tahapan, diantaranya:
1) Proses penerimaan order pengiriman barang dari pelanggan, dimana
pihak marketing bertanya tentang detail barang yang akan dikirim
seperti: jenis barang, jumlah barang, berat barang, dimensi barang,
alamat kota yang dituju serta pembayaran biaya jasa pengiriman
dibebankan kepada pihak pengirim atau penerima. Yang kemudian
akan dikonfirmasikan pada pihak penerima barang di kota tujuan.
2) Proses perjanjian jasa pengiriman atau biasa yang disebut dengan
Purchase Order difax kepada perusahaan yang menunjukkan bahwa
DIRECTOR
OFFICE MANAGER
ACCOUNTING FINANCE&CASHIER MARKETING MARKETING
DIRECTOR
ACCOUNT EXECUTIVE
DIRECTOR
ACCOUNT EXECUTIVE
DIRECTOR
CS&OPS COORD.
DIRECTOR OPERATIONAL.
DIRECTOR
OPERATIONAL
DIRECTOR
OPERATIONAL
DIRECTOR
COURIER
DIRECTOR
83
pelanggan/pengirim barang setuju dengan harga yang ditawarkan
oleh marketing. Dengan adanya purchase order ini perusahaan
memiliki hukum yang kuat bahwa terdapat perjanjian kerjasama
pengiriman barang dengan pelanggan.
3) Pemilihan shipping agent/pelayaran yang sesuai dengan harga yang
ditawarkan oleh pengirim sehingga terdapat keuntungan atau laba
yang dapat dihasilkan sehubungan dengan kegiatan pemuatan
barang tersebut. Dapat memberikan choice/pilihan kepada pengirim
untuk pemakaian pelayaran yang diinginkan, sehingga
pengirim/pelanggan merasa memiliki hak untuk berpendapat dan
nyaman dengan jasa perusahaan.
4) Proses stuffing/muat di depo pelabuhan tujuan yang diinginkan,
operasional di lapangan melakukan proses muat barang ke dalam
container, dan memastikan dengan baik bahwa barang diterima
dalam keadaan baik dan akan masuk ke dalam container dalam
keadaan baik pula, sehingga safety/keamanan barang terjaga sampai
proses pengedooran/pengiriman barang ke proyek selesai.
5) Penebusan Bill of Lading/Konosemen yang biasa disingkat ‘’B/L’’
dalam istilah pelayaran adalah data untuk proses pengambilan
barang di pulau yang dituju. BL dapat terbit apabila kapal sudah
berangkat dari pelabuhan muat/Surabaya. Selanjutnya BL ini
difaxkan ke agent pengedooran barang di luar pulau yang dituju
84
agar dapat mengambil container untuk selanjutnya dikirim ke lokasi
proyek.
6) Pembuatan invoice/faktur untuk pengiriman barang yang sudah
selesai pengerjaan atau barang sudah diterima dalam keadaan baik
oleh proyek, untuk selanjutnya ditagihkan kepada
pengirim/customer sesuai dengan term payment/syarat pembayaran
yang sebelumnya sudah ada dalam perjanjian kerja oleh marketing.
Pada saat penagihan, faktur dilampiri dengan surat jalan dari
pabrik/pengirim yang sudah dibubuhi tanda tangan penerima barang
di proyek. Sehingga terdapat bukti kuat bahwa barang sudah
diterima dengan baik dan tanpa kekurangan apapun oleh penerima
barang.
4.1.4. Ancaman Bisnis
Seiring dengan perkembangan suatu perusahaan, tentunya sekecil
apapun kemungkinan adanya pesaing usaha itu selalu membayangi suatu
perusahaan. Tentunya dalam perusahaan tersebut sudah memiliki
manajemen yang akan mengevaluasi setiap kinerja dan menjada kualitas
jasa perusahaan sehingga pelanggan tidak melirik perusahaan jasa lainnya.
Berikut ini beberapa ancaman adanya pesaing yang kerap dihadapi oleh
PT. Cahaya Berkah Abadi.
1) Persaingan antar perusahaan sejenis
Persaingan antar perusahaan sejenis merupakan ancaman yang
berasal dari perusahaan kompetitor atau saingan yang bergerak pada
85
bidang yang sama. Dalam hal ini dalam bidang jasa pengiriman
barang. Perusahaan yang memberikan ancaman serius bagi
peruahaan pada umumnya berasal dari perusahaan yang telah lama
berdiri yang memiliki banyak pengalaman dalam bidang ekspedisi
serta memiliki keunggulan dalam hal penerapan teknologi informasi
yang dapat mendukung proses bisnis perusahaan. berbahaya bagi
PT. Cahaya Berkah Abadi adalah PT. Samas dan PT. Tri Tunggal.
2) Potensi masuknya pesaing baru
Potensi masuknya pesaing baru merupakan suatu ancaman yang
cukup penting selain ancaman dari perusahaan sejenis, dimana para
pesaing baru mampu memberikan harga yang kompetitif dan
mampu bersaing dengan perusahaan ekspedisi serupa yang telah
lama ada dalam bidang jasa pengiriman barang. Dengan masih
banyaknya kesempatan yang terbuka lebar, banyak perusahaan
mencoba untuk masuk kebidang jasa angkutan barang, seperti PT.
Berlian Multifreight dan PT. Lintas Layan Cargo. Yang membuat
PT. Cahaya Berkah Abadi berusaha lebih meningkatkan daya saing
perusahaan dengan terus memperbaiki sistem manajemen
perusahaan yang ada dan berusaha memenuhi keinginan pelanggan.
3) Potensi meluasnya jaringan kinerja Shipping/Pelayaran
Dengan adanya potensi terhadap pengembangan kinerja
pelayaran seperti adanya jasa pengedooran barang yang dilakukan
oleh perusahaan, semakin mengancam perusahaan. Pelayaran
86
awalnya menyediakan harga cy-cy atau istilahnya dikenal dengan
port to port (pelabuhan ke pelabuhan ) saja. Sehingga ekspedisi
berpeluang menjual harga cy-door (pelabuhan muat sampai lokasi
proyek). Semakin maraknya pelayaran yang membuka jasa
pengedooran menambah persaingan jasa pengiriman semakin
sengit.
4) Daya tawar Konsumen/Pelanggan
Daya tawar dari konsumen termasuk ancaman yang juga perlu
diperhatikan oleh PT. Cahaya Berkah Abadi karena memberikan
dampak yang cukup besar terhadap kelangsungan bisnis perusahaan.
Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi, telah banyak
perusahaan pesaing yang menerapkan teknologi informasi
diperusahaan mereka sehingga menuntut PT. Cahaya Berkah Abadi
agar mampu menyediakan pelayanan serta arus informasi yang
cepat kepada pelanggan agar tidak beralih ke perusahaan pesaing.
4.2.Analisis Data
4.2.1. Penyajian Data
Laporan keuangan fiskal adalah laporan keuangan yang disusun sesuai
peraturan perpajakan dan digunakan untuk perhitungan pajak. Dalam
kerangka dasar Standar Akuntansi Keuangan disebutkan bahwa tujuan
laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut
posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan
87
yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan
keputusan ekonomi.
PT. Cahaya Berkah Abadi merupakan perusahaan yang juga
melakukan pembukuan dalam rangka menyediakan informasi keuangan
perusahaan, yang pada akhirnya dapat memperoleh penghasilannya dari
kegiatan servis yang dilakukan berupa jasa pengiriman barang melalui
beberapa kategori servis diantaranya:
1) Interinland (pengiriman domestik ke seluruh Pulau-Pulau besar di
Indonesia
2) Trucking (jasa broker penyewaan trailer pendek 20’ dan panjang
40’)
3) EMKL (jasa pengurusan dokumen (PPJK,PNBP) dan pengurusan
segala kelancaran pemuatan barang di depo Surabaya)
Dibawah ini uraian macam-macam jasa yang ditawarkan oleh PT.
Cahaya Berkah Abadi dalam rangka mengembangkan bisnis usahanya.
1) Interinland
Interinland secara umum dapat diartikan sebagai jasa
pengiriman barang dari pulau jawa menuju pulau-pulau besar di
seluruh Indonesia. Wilayah pengirimannya seperti pulau Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Papua, NTT dan NTB. Bahkan jasa
pengiriman ini dapat mencakup wilayah-wilayah di kepulauan
Indonesia yang sulit dijangkau dan jauh dari peradapan kota.
88
PT. Cahaya Berkah Abadi menawarkan beberapa pilihan jasa
pengiriman untuk interinland ini, diantaranya:
i. Port to Port (Pelabuhan muat ke Pelabuhan bongkar)
Jasa ini hanya mencakup pengiriman barang mulai dari
pelabuhan muat sampai di peabuhan bongkar saja. Contoh:
Pelabuhan (Surabaya) sampai Pelabuhan (Makassar).
ii. Port to Door (Pelabuhan ke Pintu)
Jasa ini hanya mencakup pengiriman barang mulai dari
pelabuhan muat sampai di alamat proyek/pabrik yang dituju.
Contoh: Pelabuhan (Surabaya) sampai Proyek Japfa Comfeed
Indonesia, JL. Ir. Sutami KM.17 - Makassar.
iii. Door to Port (Gudang pengirim ke Pelabuhan Tujuan)
Jasa ini hanya mencakup pengiriman barang mulai dari gudang
atau pabrik pengirim barang sampai di pelabuhan tujuan. Dimana
nanti proses pengambilan barang akan dilanjutkan oleh penerima
barang tujuan. Contoh : muat di pabrik PT. Bhirawa Steel (JL.
Margomulyo No. 6-Surabaya sampai ke pelabuhan Banjarmasin.
iv. Door to Door (Gudang Pengirim ke Gudang Penerima)
Jasa ini hanya mencakup pengiriman barang mulai dari gudang
atau pabrik pengirim barang sampai di lokasi proyek/gudang
penerima barang. Contoh : muat di pabrik PT. Mater Steel (JL. Raya
Manyar-Gresik sampai proyek PT. Wijaya Karya, Desa Pasang Kayu
Kec. Mamuju Utara-Palu.
89
2. Trucking
Jasa persewaan trailer ini dinamakan trucking. Dimana PT.
Cahaya Berkah Abadi menyewakan trailer pendek 20’ dan panjang
40’ kepada para forwarder (jasa exporter) untuk kegiatan pemuatan
barang. Mulai dari proses pengambilan empty container/ container
kosongan untuk dimuat di lokasi pabrik. Sampai container
dikembalikan lagi ke depo bongkaran.
3. EMKL
Jasa EMKL ini merupakan lanjutan dari trucking. Hanya saja
pengerjaan tidak sampai disitu. EMKL ini mencakup semua
dokumen-sokumen yang terkait untuk kemudahan pemuatan barang
yang akan diekspor. Mulai dari meneliti packing list apa sudah
sesuai dengan fisik barang yang dimuat di container, yang kemudian
dirujuk ke jasa PPJK untuk dibuat PNBP dan akhirnya menjadi
NPE( Nota Pelayanan Ekspor). Serangkaian kegiatan diatas adalah
semata-mata untuk data bea cukai. Yang kita tahu bea cukai adalah
badan yang ditunjuk pemerintah untuk menyeleksi kegiatan ekspor
mauun impor di Indonesia secara legal.
4.2.2. Analisis Data
Dalam kegiatan operasional perusahaan, pajak merupakan biaya yang
harus diperhitungkan oleh PT. Cahaya Berkah Abadi dalam mencapai laba
maksimal yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, sesuai dengan struktur
organisasi yang telah dipaparkan sebelumnya, PT. Cahaya Berkah Abadi
90
tidak memiliki staf khusus untuk menangani pajak. Finance yang bertugas
untuk menangani masuk dan keluarnya uang dan Accounting yang
bertugas mempersiapkan laporan keuangan tidak dapat menangani pajak
dengan baik, karena terkendala pada tugas yang sudah difungsikan ke
masing-masing bagian. Tidak ada pilihan untuk lebih memfokuskan
pekerjaan utama dibanding pajak, sehingga pajak tidak terkelola dengan
baik dan membengkak.
Secara khusus perusahaan tidak menyediakan staf untuk menangani
perpajakan, staf finance dan accounting hanya melakukan kewajiban dan
melakukan perhitungan berdasarkan permintaan dan yang menjadi staff
keuangan bukan dengan background pendidikan perpajakan. Hal ini
sebenarnya kurang menguntungkan bagi perusahaan, karena dengan
kondisi seperti ini, ada kemungkinan-kemungkinan tertentu dari kebijakan
perpajakan yang tidak dimanfaatkan oleh perusahaan yang mungkin dapat
mengurangi biaya pajak terutang.
Kendala ketidaksediaan staf ahli pajak yang menjadi hambatan bagi
perusahaan untuk mengontrol biaya pajak penghasilan badan selama ini.
Dalam suatu perusahaan berkembang, sebaiknya menyediakan staf khusus
untuk menangani dan mengelola pajak perusahaan, sehingga pajak dapat
diminimalkan sesuai dengan keinginan perusahaan Peranan akuntan pajak
sangat dibutuhkan, mengingat jika perusahaan menyewa jasa accountan
public untuk menghitungkan dan yang terpenting sesuai dengan peraturan
perundang-undangan pajak yang berlaku tanpa kita langgar. Dengan
91
dimilikinya staf khusus mengenai pajak, perusahaan mendapatkan dua
manfaat sekaligus tanpa harus mengeluarkan banyak biaya untuk
menyewa accountan public untuk menghitungkan pajak perusahan.
Laporan keuangan yang disajikan oleh PT. Cahaya Berkah Abadi
dengan standar Akuntansi Keuangan dan dapat menggambarkan dengan
jelas akun-akun yang tersedia dengan nilai nominalnya masing-masing.
Laporan keuangan PT. Cahaya Berkah Abadi setiap bulanya dapat dilihat
pada lampiran.
92
Berikut Laporan Laba/Rugi PT. Cahaya Berkah Abadi untuk tahun
yang berakhir tahun 2011.
Tabel 4.1
PT. Cahaya Berkah Abadi
Laporan Laba Rugi Komersial
Untuk tahun yang berakhir, 31 Desember 2011
Dalam rupiah
Revenue :
- Intersulair Sales 2.850.000.000
- Trucking Sales 250.000.000
- Emkl Sales 60.000.000
Total Revenue : 3.160.000.000
Purchase :
- Intersulair Cost 2.150.000.000
- Trucking Cost 180.000.000
- Emkl Cost 52.000.000
Total Costs: 2.382.000.000
Gross Profits 778.000.000
Biaya Usaha
Biaya Penjualan (*) 86.000.000
Biaya Administrasi dan Umum(**) 148.400.000
Total Biaya Usaha (234.400.000)
Pendapatan Lain-lain
- Pendapatan Bunga deposito 3.600.000
Net Profits Before Tax 547.200.000
Sumber : PT. Cahaya Berkah Abadi
93
Penjelasan yang berhubungan dengan laporan laba rugi PT. Cahaya
Berkah Abadi adalah sebagai berikut :
1. Biaya penjualan (*)
a) Gaji dan upah Rp. 30.000.000,-
b) Sewa rumah untuk mess karyawan Rp. 3.000.000,-
c) Bonus prestasi Rp. 4.000.000,-
d) Biaya perjalanan dinas Rp. 20.000.000,-
e) Biaya iklan Rp. 5.000.000,-
f) Biaya pengiriman Rp. 12.000.000,
g) Penyusutan gedung (sesuai fiskal) Rp. 3.000.000,-
h) Penyusutan investasi (sesuai fiskal) Rp. 4.000.000,-
i) Biaya lain-lain Rp. 5.000.000,-
Rp. 86.000.000,-
Data-data yang berhubungan dengan biaya penjualan adalah sebagai berikut :
a. Dalam gaji dan upah, termasuk :
i. Penggantian pengobatan Rp. 1.500.000,-
ii. Pemberian makan siang Rp. 300.000,-
iii. Karyawan yang menempati mess tidak diberi tunjangan perumahan
iv. Biaya perjalanan dinas, termasuk:
a) Tiket pesawat dan hotel (didukung bukti) Rp. 12.000.000,
b) Honor perjalanan dinas Rp. 6.000.000,
c) Pengeluaran yang tidak didukung bukti Rp. 2.000.000,-
d) Dalam biaya iklan termasuk sumbangan Rp. 1.000.000,
94
e) Biaya lain-lain yang ada buktinya Rp. 2.500.000,
2. Biaya umum dan administrasi (**)
a. Gaji pimpinan karyawan Rp. 75.000.000,-
b. Uang lembur karyawan Rp. 5.000.000,-
c. Tunjangan cuti Rp. 4.000.000,-
d. Bonus prestasi kerja Rp. 1.000.000,-
e. Pakaian seragam Rp. 5.000.000,
f. Biaya perjalanan dinas luar negeri Rp. 6.000.000,-
g. Biaya perjalanan dinas dalam negeri Rp. 7.500.000,-
h. Biaya rapat dan penataran Rp. 2.000.000,-
i. Kerugian piutang Rp. 15.000.000,-
j. Penyusutan gedung(sesuai fiscal) Rp. 3.000.000,-
k. Penyusutan inventaris (sesuai fiscal) Rp. 6.000.000,-
l. Koran dan majalah Rp. 700.000,-
m. Listrik, air, dan telepon Rp. 10.400.000,-
n. Biaya lain-lain Rp. 7.800.000,-
Rp. 148.400.000.-
Data yang berhubungan dengan biaya umum dan administrasi adalah sebagai
berikut:
a. Dalam biaya perjalanan dinas luar negeri terdapat fiskal luar negeri untuk
direktur sebesar Rp. 2.000.000,- semuanya atas nama pribadi
b. Dalam biaya perjalanan dinas dalam negeri terdapat pengeluaran
yangtidak didikung bukti sah sebesar Rp. 1.000.000,-
95
c. Dalam biaya telepon termasuk pembayaran telepon rumah direktur
sebesar Rp. 1.000.000,-
d. Penyisihan kerugian piutang ditetapkan sebesar 5 % dari saldo piutang
akhir. Piutang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan dibuatkan daftar
normatifnya untuk tahun 2011 sebesar Rp. 2.000.000,-
e. Majalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan perusahaan Rp.
300.000,
f. Biaya lain-lain tidak didukung bukti
g. Biaya pakaian seragam untuk security sebesar Rp. 5.000.000,-
3. PPh yang dibayar di muka
PPh Pasal 25 sejumlah Rp.20.000.000,-
4. PPh final
PPh Pasal 23 atas bunga deposito Rp. 3.600.000,-
Berdasarkan laporan keuangan akuntansi di atas akan disusun laporan
keuangan fiskal dengan cara melakukan koreksi-koreksi fiskal.
4.2.3. Koreksi Fiskal
1. Biaya penjualan yang tidak dapat dikurangkan adalah sebagai berikut:
a. Pengobatan dan uang makan Rp.1.800.000,-
b. Sewa rumah untuk mess karyawan Rp. 3.000.000,-
c. Biaya perjalanan dinas tanpa bukti pendukung Rp. 2.000.000,-
d. Sumbangan Rp. 1.000.000 ,-
e. Biaya lain-lain tanpa bukti pendukung Rp. 2.500.000,-
Rp.10.300.000,-
96
Biaya penjualan harus dilakukan koreksi fiskal positif sebesar Rp. 10.300.000,-
2. Biaya umum dan administrasi yang tidak dapat dikurangkan adalah sebagai
berikut :
a. Koreksi biaya perjalanan dinas luar negeri Rp. 2.000.000,-
b. Koreksi biaya perjalanan dinas dalam negeri Rp. 1.000.000,-
c. Biaya kerugian piutang Rp. 13.000.000,-
d. Koreksi untuk biaya Koran dan majalah Rp. 300.000,-
e. Koreksi biaya telepon Rp. 1.000.000,-
f. Koreksi biaya lain-lain Rp. 7.800.000,-
g. Biaya Pakaian Seragam security Rp. 5.000.000,-
Rp. 30.100.000,-
Biaya umum dan administrasi harus dikoreksi fiskal positif sebesar Rp.
30.100.000,-
3. Karena dikenakan PPh final, maka harus dilakukan koreksi negatif sebesar
Rp. 3.600.000,- atas bunga deposito
Tabel 4.2.
PT. Cahaya Berkah Abadi
Laporan Laba Rugi fiskal sebelum tax planning
97
Untuk tahun yang berakhir, 31 Desember 2011
Dalam rupiah
Revenue :
- Intersulair Sales
2.850.000.000
- Trucking Sales
250.000.000
- Emkl Sales
60.000.000
Total Revenue : 3.160.000.000
Purchase :
- Intersulair Cost
2.150.000.000
- Trucking Cost
180.000.000
- Emkl Cost
52.000.000
Total Costs: 2.382.000.000
Gross Profits 778.000.000
Biaya Usaha
Koreksi Fiskal
Biaya Penjualan (*) 86.000.000 (10.300.000)
Biaya Administrasi dan Umum(**) 148.400.000 (30.100.000)
Total Biaya Usaha
194.000.000
Pendapatan Lain-lain
- Pendapatan Bunga deposito
3.600.000
Net Profits Before Tax 587.600.000
Sumber : PT. Cahaya Berkah Abadi
*PPh Badan (Pasal 17 Ayat 2B) yang terhutang adalah:
Rp. 587.600.000,- x (50% x 25 % ) = Rp. 73.450.000,-
98
Kredit PPh Pasal 25 sebesar = Rp. 20.000.000,-
PPh yang masih harus dibayar = Rp. 53.450.000,-
Dari perhitungan yang dilakukan, jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
memenuhi kewajiban perpajakan sebesar Rp. 53.450.000,-. Angka tersebut adalah
nominal yang cukup besar untuk perusahaan. Dalam hal ini PT. Cahaya Berkah
Abadi setiap bulannya untuk memenuhi kewajiban perpajakan dikenakan biaya
sebesar Rp. 4.454.200,-. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya PT. Cahaya
Berkah Abadi hanya melakukan kewajiban perpajakan, sesuai dengan kewajiban
yang dikeluarkan oleh pihak perpajakan atas perintah dalam pengisian SPT
Tahunan yang diserahkan paling lambat tanggal 31 Maret dan melakukan
pembayaran paling lambat 25 Maret.
Dari Laporan yang disajikan ada hal-hal tertentu yang dapat dilakukan oleh
perusahaan ini untuk dapat lebih mengefisienkan pajak terutang yaitu:
1. Biaya fiskal yang diperkenankan oleh Undang-undang perpajakan dalam pasal
6 ayat 1, yaitu biaya pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia
belum maksimal dipergunakan oleh perusahaan.
2. Pemberian tunjangan pensiun tidak dijelaskan secara nyata sebagai akun
tertentu. Tunjangan pensiun dimasukkan sebagai tunjangan khusus yang tidak
diperhitungkan sebagai biaya.
3. Perusahaan tidak ada memanfaatkan revaluasi atas Aktiva Tetap.
Dengan pertimbangan tindakan-tindakan yang sebaiknya diambil oleh PT.
Cahaya Berkah Abadi dalam meminimalkan Pajak Penghasilan Badan tahun
99
2011. Dari ketiga hal pokok yang dibahas maka dapat dilakukan kegiatan-kegiatan
yang meminimalkan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Pemberian pengembangan SDM bagi karyawan Service Department, wajar
dengan kebutuhan perusahaan dalam meningkatkan layanan kepada
konsumen membutuhkan peningkatan kinerja karyawannya dalam
melakukan service kepada konsumen. Oleh karena itu perusahaan dapat
menambah pemberian dana untuk pengembangan SDM 2 kali dalam satu
tahun. Sehingga akan menambah biaya komersial sebesar Rp. 2.000.000,-.
Pemberian pendidikan juga menjadi alternative dalam menambah biaya
komersial perusahaan. Kegiatan ini meskipun akan mengurangi kas
perusahaan, misalnya: Rp. 3.000.000,- tetapi dilain pihak ada dua hal yang
dapat dicapai, yaitu: pertama, peningkatan SDM dalam perusahaan. Kedua,
sebagai pengurang laba komersial. Dari 2 kegiatan tersebut ada tambahan
biaya sebesar Rp. 5.000.000,-
2. Pemberian tunjangan pensiun disebutkan sebagai akun tertentu, dalam hal
ini tunjangan pensiun di tahun 2011 sebesar Rp. 15.750.000,-
3. Diadakan revaluasi aktiva tetap di akhir tahun sebesar Rp. 4.555.000,-
Dari tindakan yang diambil berdasarkan data yang telah dijabarkan maka
dapat disajikan Laporan Laba/Rugi setelaha adanya tax planning sebagai berikut:
Tabel 4.3.
PT. Cahaya Berkah Abadi
Laporan Laba Rugi fiskal setelah tax planning
Untuk tahun yang berakhir, 31 Desember 2011
100
Dalam rupiah
Revenue :
- Intersulair Sales 2.850.000.000
- Trucking Sales 250.000.000
- Emkl Sales 60.000.000
Total Revenue : 3.160.000.000
Purchase :
- Intersulair Cost 2.150.000.000
- Trucking Cost 180.000.000
- Emkl Cost 52.000.000
Total Costs: 2.382.000.000
Gross Profits 778.000.000
Biaya Usaha
Biaya Penjualan (*) 80.700.000
Biaya Administrasi dan Umum(**) 138.605.000
Total Biaya Usaha 219.305.000
Pendapatan Lain-lain
- Pendapatan Bunga deposito 3.600.000
Net Profits Before Tax 562.295.000
Sumber : PT. Cahaya Berkah Abadi
*PPh Badan yang terutang adalah:
Rp.562.295.000,- x (50% x 25 % ) = Rp. 70.286.900,-
Kredit PPh Pasal 25 sebesar = Rp. 20.000.000,-
PPh yang masih harus dibayar = Rp. 50.286.900,-
Dari perhitungan diatas dapat terlihat jumlah pajak penghasilan yang
terhutang sangat berbeda yaitu dari Rp. Rp. 53.450.000,- (sebelum tax planning)
menjadi Rp. 50.286.900,- (sesudah tax planning). Minimalisasi yang dapat
101
diperoleh dari perencanaan tersebut dengan memanfaatkan peraturan perundang-
undangan perpajakan PPh no. 36 Tahun 2008 adalah sebesar Rp. 3.163.100,-.
Dengan kegiatan yang diambil perusahaan dapat melakukan evaluasi pajak
(tax review). Meskipun dalam pelaksanaanya PT. Cahaya Berkah Abadi belum
melakukan tax review, tetapi hal ini penting untuk melihat apakah kewajiban-
kewajiban perusahaan telah terpenuhi dari kegiatan tax planning. PT. Cahaya
Berkah Abadi yang dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya adalah wajib
pajak yang taat. Hal ini terlihat dari tidak adanya sanksi maupun denda atas
keterlambatan pemenuhan kewajiban perpajakan.
102
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan
Dari kegiatan pengamatan dan analisa data yang telah dilakukan dimulai
bulan Maret sampai akhir bulan Juni Tahun 2013, banyak menambah
wawasan mengenai dunia kerja seutuhnya dan adanya pemahaman tentang
manajemen maupun struktur dalam perusahaan di bidang perpajakan
khususnya kegiatan tax planning di PT. Cahaya Berkah Abadi. Kesimpulan
yang dapat diambil yaitu:
1. PT. Cahaya Berkah Abadi adalah perusahaan jasa ekspedisi yang sedang
berkembang di Surabaya
2. Perusahaan dalam menerapkan tax planning sudah sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku, mengingat perusahaanb selama ini
menggunakan jasa konsultan pajak untuk menangani pajaknya secara
khusus.
3. Pengaruh perencanaan pajak terhadap penghasilan badan cukup signifikan
untuk upaya meminimalkan beban pajak terhutang. Terbukti pada tahun
2011 perusahaan telah mampu meminimalkan biaya pajak terhutang
sebesar Rp. 3.163.100,-. Yang semula jumlah pajak terhutang sebelum tax
planning sebesar Rp. 53.450.000,-, setelah diadakannya tax planning,
jumlah pajak terhutang sebesar Rp. 50.286.900,-
4. PT. Cahaya Berkah Abadi sebagai perusahaan jasa ekspedisi hanya
melakukan kegiatan pembukuan dengan menyajikan laporan Laba/Rugi
103
untuk pemasukan dan pengeluaran kas untuk pembiayaan kegiatan
operasional.
5. Kegiatan pembukuan dilaksanakan berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku umum. Kegiatan pembuatan laporan keuangan
dilakukan oleh Finance yang dibantu oleh Accounting dan Administrator.
6. PT. Cahaya Berkah Abadi belum memiliki karyawan khusus untuk
menangani pajak. Jadi secara langsung tidak melakukan kegiatan tax
planning.
7. Efisiensi terhadap Pajak Penghasilan badan yang terhutang dapat
dilakukan dengan cara: pemanfaatan pengembangan dan pendidikan
SDM, diadakan pos khusus untuk tunjangan pensiun dan diadakannya
revaluasi atas aktiva.
8. Dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya PT. Cahaya Berkah Abadi
adalah Wajib Pajak yang taat. Hal ini terlihat dari tidak adanya sanksi
ataupun denda dari pihak perpajakan kepada PT. Cahaya Berkah Abadi.
9. PT. Cahaya Berkah Abadi menggunakan peraturan perundang-undangan
Pajak Penghasilan no. 36 tahun 2008 yaitu, Pasal 17 ayat 1 b dan ayat 2a,
dan pasal 31 ayat 1.
5.2. Saran
104
Melalui kegiatan penelitian yang dilakukan berdasarkan pengamatan atas
kejadian dan data-data yang diperoleh dari perusahaan, dan adanya dasar teori
yang dipelajari. Pada kesempatan ini penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. PT. Cahaya Berkah Abadi harus memberikan pelatihan tentang
perpajakan secara khusus bagi karyawan bagian finance. Alternatif lain
adalah menambah karyawan yang menangani bidang perpajakan secara
khusus.
2. Pemberian manfaat pengembangan karyawan menjadi alternatif dalam
minimalisasi biaya. Hal ini dikarenakan adanya 2 (dua) keuntungan yang
akan diperoleh yaitu, penurunan pajak atas biaya yang bertambah dan
peningkatan kualitas karyawan dimasa yang akan datang.
3. Pemberian tunjangan pensiun dijadikan akun khusus.
4. PT. Cahaya Berkah Abadi melakukan revaluasi aktiva tetap.
5. PT. Cahaya Berkah Abadi menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri
Paph terhutangnya agar fungsi undang-undang pajak lebih difahami dan
memaksimalkan laba perusahaan.
105
Daftar Pustaka
Anjani, Niken. 2011. Penerapan Tax Planning untuk meminimalkan Pajak
Pertambahan Nilai pada PT. Weltes Energy Nusantara, Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Surabaya.
Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta, Yogyakarta.
Crumbley D.Larry, Friedman Jack P., Anders Susan B., 1994. Dictionary of Tax
Terms, Barron’s Business Guids, New York.
Fakultas Ekonomi Universitas Wijaya Putra, 20011. Buku Petunjuk Teknik
Penulisan proposal Penelitian dan Penulisan Skripsi, Surabaya.
Indiarto, Nur dan Supomo. 1999. Manajemen Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi, Badan Pusat Statistik, Yogyakarta.
Judisseno, Remsky K. Perpajakan, Edisi Revisi, Gramedia Pustaka Tama,
Jakarta. 1997
Jusuf Halim, Pedoman dan Faktor-faktor Fundamental dalam Melakukan Tax
Management dan Planning. Makalah Seminar, CPE, Jakarta.1996
Lumbantoruan, Sophar, 1996. Akuntasi Pajak, Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta.
106
Mardiasmo. Perpajakan, Edisi Revisi 2006, Gramedia Pustaka Tama,
Yogyakarta.
Mulyono, Djoko. Akuntansi Pajak. Gramedia Pustaka Utama, Yogyakarta. 2006
Republik Indonesia. 2001. Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan.
Republik Indonesia. 2001. Undang-undang No. 1945 pasal 23 ayat 2 tentang
Pajak Penghasilan Bagi Bendaharawan.
Ratih Puspita, Dian. 2011. Implementasi Perencanaan Pajak (Tax Planning)
atas Penghasilan Badan pada PT Perkebunan Nusantara X, Fakultas
Ekonomi Universitas Wijaya Kusuma,Surabaya.
Suandy, Erly, 2001. Perencanaan Pajak, Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta.
2003. Perencanaan Pajak, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta.
2005. Perencanaan Pajak, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta.
Undang-undang Pajak Tahun 2008. Edisi Lengkap, Salemba Empat, Jakarta.
Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 2002. Perpajakan Indonesia, Edisi Pertama, Buku
Satu, Salemba Empat, Jakarta
www.pajak.go.id
www.id.wikipedia.org/wikipajak_penghasilan
Zain, Muhammad, 2003. Manajemen Perpajakan, Edisi Pertama, Salemba Empat,
Jakarta.
107