BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf · macam klinik kecantikan sebagai contoh...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf · macam klinik kecantikan sebagai contoh...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Beberapa tahun terakhir ini saja di Indonesia semakin marak munculnya berbagai
macam klinik kecantikan sebagai contoh natasya skin care dan sebagainya yang menjanjikan
produk perawatan kecantikan yang mampu menarik hati konsumen. jenis usaha inipun
semakin beragam. Bukan hanya salon kecantikan dan pasar produk perawatan kulit tetapi
juga spa dan perawatan tubuh lainnya.Selain itu belakangan ini banyak bermunculan trend
baru mengenai produk perawatan kulit maupun spa yang menawarkan perawatan lebih baik.
Terlebih lagi konsumen telah terlanjur membayar mahal terhadap layanan produk dan
jasa kecantikan yang telah dibelinya, namun ketika mengalami komplikasi dalam
pemakaiannya pihak klinik kecantikan yang telah melakukan perawatan kepadanya seakan
enggan bertanggungjawab atas segala akibat yang terjadi pada konsumen.Padahal di dalam
undang-undang perlindungan konsumen jelaslah disebutkan bahwa menjamin mutu barang
dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau di perdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
barang dan/atau jasa yang berlaku.Idealnya pelaku usaha berkewajiban untuk menjamin mutu
barang dan/atau jasa yang di produksi dan di perdagangkan berdasarkan ketentuan standar
mutu barang dan/atau jasa yang berlaku, namun dalam prakteknya pelaku usaha klinik
kecantikan tidak menjamin mutu barang dan/jasa yang berlaku dengan adanya produk yang
tidak cocok di gunakan oleh konsumen.
Perkembangan perekonomian yang pesat di Indonesia telah menghasilkan berbagai
jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang/dan atau jasa yang dapat dinikmati dan
dimanfaatkan oleh konsumen.Barang dan jasa tersebut pada umumnya merupakan barang
dan/atau jasa sejenis maupun yang bersifat komplementer satu terhadap lainnya. Kondisi
1
2
seperti ini, di satu sisi memberi manfaat bagi konsumen karena kebutuhan akan barang
dan/atau jasa yang diinginkan dapat terpenuhi, sedangkan di sisi lain semakin terbuka
kebebasan untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang dan/atau jasa sesuai dengan
keinginan dan kemampuan konsumen.
Namun dibalik pesatnya pertumbuhan klinik kecantikan ternyata terdapat sisi
negatifnya, diantaranya banyak produk kecantikan kulit yang ternyata tidak cocok dengan
konsumen pengguna jasa dan produk.Tak heran jika banyak pengguna jasa kecantikan yang
justru mengeluhkan produk dan/atau jasa yang di berikan oleh sebuah klinik
kecantikan.Diantara keluhan konsumen tersebut biasanya terkait dengan produk kecantikan
yang malah semakin memperburuk kondisi kulit konsumen.Hal ini tentu saja sangat
merugikan konsumen pemakai jasa layanan klinik kecanttikan tersebut.
Di tengah carut marutnya ekonomi dunia pada saat ini tentu membuat orang lebih bijak
dalam membelanjakan uangnya.Namun tidak demikian untuk urusan kecantikan, walaupun
kondisi dunia seperti itu, klinik kecantikan begitu diminati. Tak terkecuali di Indonesia,
berbagai macam klinik kecantikan tumbuh di berbagai kota di Indonesia. Hal ini didasari oleh
keinginan para wanita di Indonesia untuk tampil cantik dan sempurna dan demi
mewujudkannya mereka rela membelanjakan uang demi membeli produk kecantikan ataupun
melakukan perawatan yang harganya mahal.Keinginan untuk tampil cantik dan terawat
merupakan kebutuhan lahiriah seorang wanita.Bahkan perkembangan jaman yang ada tak
lagi berkata demikian, karena kini para pria juga seakan tak mau ketinggalan tampil rapi dan
mempesona.Kenyataan inilah yang mendorong berbagai perusahaan yang bergerak di bidang
beauty and personal care untuk terus berinovasi menciptakan produk berkualitas yang dicari
konsumen untuk dapat memenangkan pasar.
Idealnya pelaku usaha klinik kecantikan memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau
kerugian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
3
yang di perdagangkan sebagaimana di atur dalam Pasal 7 butir e dan f Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Namun dalam prakteknya pelaku
usaha enggan memberikan ganti rugi ataupun kompensasi terhadap kerugian yang diderita
oleh konsumen. Sehingga konsumen berada dalam posisi yang lemah, terlebih lagi konsumen
kurang memahami tentang hak-haknya sebagai konsumen dan kebanyakan dari mereka
enggan mempermasalahkan kerugian yang terjadi dikarenakan banyaknya waktu, tenaga dan
biaya yang dikeluarkan lagi untuk mendapatkan hak-haknya sebagai konsumen.
Jual-beli sudah lazim dilakukan oleh masyarakat, untuk mendapatkan barang maupun
jasa yang diinginkan.KUHPerdata perjanjian jual-beli di atur dalam buku III Pasal 1457 BW
yang menyebutkan bahwa jual-beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan. Pada perjanjian jual-beli maka barang atau jasa
berhadapan dengan uang. Barang disini harus diartikan luas baik barang (benda) berwujud
maupun tidak berwujud (jasa).1Apabila definisi dari perjanjian jual-beli dari Pasal 1457 BW
diperhatikan, maka tampaklah bahwa perjanjian jual-beli itu menimbulkan kewajiban-
kewajiban pada kedua belah pihak.Satu pihak adalah kewajiban menyerahkan barang dan
pihak yang lain untuk membayar harganya. Perjanjian jual beli menurut Burgelijk Wetboek
tidak diperlukan lagi kecuali persesuaian kehendak antara para pihak mengenai barang (zaak)
dan harga.2
Atas dasar latar belakang masalah tersebut di atas maka dapat ditarik untuk dijadikan
skripsi dengan judul,” PelaksanaanGanti Rugi Terhadap Konsumen Atas Kerugian Akibat
Menggunakan Produk Dari Natasha Skin Care’’
1.2. Rumusan Masalah
1 Hartono Soerjopratikno, 1982,Aneka Perjanjian Jual Beli,Cetakan Pertama, Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,h. 1.
2Ibid, h. 3.
4
Dari uraian Latar Belakang Masalah di atas maka dapat dirumuskan pokok
permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah tanggung jawab pelaku usaha terhadapkerugian konsumen akibat
menggunakan produk natasha skin care?
2. Bagaimanakah pelaksanaan ganti rugi pelaku usaha terhadap kerugian konsumen
akibat menggunakan produk Natasha Skin Care?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Dalam penelitian ini ruang lingkup masalah yang dikaji penulis adalah Pelaksanaan
ganti rugi terhadap konsumen atas kerugian akibat menggunakan produk dari Natasha Skin
Care yang diproduksinya yaitu meliputi langkah yang ditempuh oleh pelaku usaha dalam
upaya hukum atas kerugian yang dialami konsumen, macam-macam ganti rugi bagi
konsumen, dan konsumen yang mengalami kerugian akibat menggunakan produk kecantikan
yang tidak cocok pada klinik kecantikan Natasha Skin Care yaitu meliputi macam-macam
upaya yang dapat ditempuh oleh konsumen serta hambatan yang dihadapi konsumen
menuntut ganti rugi kepada pelaku usaha klinik kecantikan Natasha Skin Care jika
mengalami kerugian, upaya yang dilakukan oleh konsumen jika mengalami ketidakcocokan
akan produk kosmetik yang dikonsumsi dari klinik kecantikan Natasha skin care.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat dalam dunia pendidikan di
Indonesia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu menunjukkan orisinalitas dari
penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan beberapa judul penelitian terdahulu
sebagai pembanding. Adapun dalam penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan 3 skripsi
terdahulu yang pembahasannya berkaitan dengan hukum bisnis
NO Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1. Perlindungan I Gusti Ngr Bagus Andy 1. Bagaimanakah bentuk
5
Hukum Bagi
Pekerja
Laundry
terhadap
Penularan
Penyakit
melalui
Pakaian
Surya Wirawan
(Mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas
Udayana tahun 2015 ))
perjanjian antara pekerja
laundry dengan pelaku
usaha ?
2. Bagaimanakah bentuk
perlindungan hukum bagi
pekerja laundry terhadap
penularan penyakit
melalui pakaian ?
2 Perlindungan
hukum hak
desain
industry atas
kerajinan
perak di Desa
Celuk Kab.
Gianyar
Putu Nova Risna
Wiyatna (Mahasiswa
Fakultas Hukum
Universitas Udayana
tahun 2009)
1. Bagaimanakah
perlindungan hukum hak
desain industri pada
kerajinan perak di Desa
Celuk Kabupaten
Gianyar?
2. Bagaimanakah mekanisme
penyelesaian pelanggaran
yang dapat ditempuh
pemegang hak desain atau
penerima hak desain atas
kerajinan perak di Desa
Celuk Kabupaten Gianyar
dalam hal terjadinya
pelanggaran terhadap
suatu desain perak yang
menjadi haknya?.
3 Perlindungan
hukum bagi
konsumen
akibat
beredarnya
minuman
kadaluwarsa
I Gusti Ngrh Gde Setya
Wijaya(Mahasiswa
Fakultas hukum
Universitas Tabanan
tahun 2010)
1. Bagaimanakah pengaturan
perlindungan hukum
terhadap konsumen
berkaitan dengan
peredaran minuman
kadaluwarsa serta badan /
lembaga yang di berikan
kewenangan untuk
6
melakukan pengawasan
peredaran minuman
kadaluwarsa?
2. Apakah bentuk-bentuk
pelanggaran yang di
lakukan pelaku usaha
berkaitan dengan
peredaran minuman
kadaluwarsa serta sanksi-
sanksi yang dapat di
kenakan terhadap pelaku
usaha yang melakukan
pelanggaran?
1.5. Tujuan Penelitian
1.5.1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum dimaksudkan sebagai upaya pengembangan ilmu hukum,
terkait dengan paradigma bahwa ilmu pengetahuan adalah sebuah proses yang tidak hanya
berhenti pada satu titik saja. Sehingga di harapkan pengetahuan akan terus berkembang
menurut perkembangan jaman dan tidak akan pernah mencapai titik final. Di samping itu
penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum.
1.5.2. Tujuan Khusus
1. Untuk memperoleh pengetahuan di bidang hukum perdata, pengetahuan di bidang
perlindungan konsumen pada klinik kecantikan.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan ganti rugi pelaku usaha terhadap kerugian konsumen
akibat menggunakan produk Natasha skin care.
7
1.6. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Manfaat secara teoritis akan bermanfaat sebagai pengembangan ilmu hukum khususnya
mengenai pelaksanaan ganti rugi yang di lakukan oleh pelaku usaha atas kerugian akibat
menggunakan produk kecantikan yang diproduksinya.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis nya dapat memberikan sumbangan pemikiran yang akan bermanfaat
bagi konsumen dan pelaku usaha klinik kecantikan.
1.7.Landasan Teoritis
1. Tanggungjawab Pelaku Usaha
Tanggungjawab produk adalah tanggungjawab para produsen untuk produk yang telah
dibawanya kedalam peredaran, yang menimbulkan / menyebabkan kerugian karena cacat
yang melekat pada produk tersebut.3
Tanggung jawab pelaku usaha tercantum dalam UU no 8 tahun 1999 tentang
Perlidungan Konsumen pasal 19, yaitu:
1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran
dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang
dihasilkan atau di perdagangkan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan yang berlaku.
3 Sidharta,2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta,(selanjutnya disingkat Sidharta II), h.65
8
3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah
tanggal transaksi
4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih
lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.
5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen
Inti dari pasal diatas adalah pelaku usaha bertanggung jawab atas segala kerugian yang
timbul dari hasil produk/ jasanya.Seperti yang disebutkan pada pasal 19 ayat (1), Pelaku
usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau
kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau di
perdagangkan.
Prinsip tentang tanggungjawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum
perlindungan konsumen.Dalam kasus-kasus pelanggaran terhadap hak-hak konsumen,
diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggungjawab dan
seberapa jauh tanggungjawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.4
Secara umum, prinsip-prinsip tanggungjawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai
berikut:
1) Prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault)
Prinsip tanggungjawab berdasarkan unsur kesalahan (liability based on fault) adalah
prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam KUHPerdata,
khususnya Pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini
menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabanya secara hukum jika ada
4 Sidharta I, Op. Cit, h.59.
9
unsur kesalahan yang dilakukannya.5 Pasal 1365 KUHPerdata, yang lazim dikenal sebagai
pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok,
yaitu:
a. adanya perbuatan;
b. adanya unsur kesalahan;
c. adanya kerugian yang diderita,
d. adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum.Secara
common sense, asas tanggungjawab ini dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang
berbuat salah untuk mengganti kerugian bagi pihak korban.Mengenai beban pembuktiannya,
asas ini mengikuti ketentuan Pasal 163 HIR atau Pasal 283 Rbg dan Pasal 1865
KUHPerdata.disitu dikatakan, barang siapa yang mengakui mempunyai suatu hak, harus
membuktikan adanya hak atau peristiwa itu (actorie incumbit probatio).6 Ketentuan ini juga
berlaku dengan teori umum dalam hukum acara yaitu asas audi et alterm partem atau asas
kedudukan yang sama antara semua pihak yang berperkara.
Latar belakang penerapan prinsip ini adalah konsumen hanya melihat semua dibalik
dinding suatu korporasi itu sebagai suatu kesatuan ia tidak dapat membedakan mana yang
berhubungan secara organik dengan korporasi dan mana yang tidak.
2) Prinsip praduga untuk selalu bertanggungjawab
Prinsip ini menyatakan, tergugat selalu dianggap bertanguggung jawab (presumption
of liability principle) sampai ia tidak dapat membuktikan ia tidak bersalah. jadi, beban
pembuktian ada pada si tergugat.
3) Prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggungjawab
5Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum perlindungan konsumen, Sinar Grafika,Jakarta,h. 92. 6Ibid, h. 93.
10
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip kedua diatas. Prinsip praduga untuk tidak
selalu bertanggungjawab (presumption non liability principle) hanya dikenal dalam lingkup
transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan pembatasan demikian biasanya secara
common sense dapat dibenarkan.
4) Prinsip tanggungjawab mutlak
Prinsip tanggungjawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip
tanggungjawab absolute (absolute liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang
membedakan kedua terminology diatas. Ada yang mengatakan strict liability adalah prinsip
tanggungjawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun,
ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab
misalnya keadaan force majeur.Sebaliknya, absolute liability adalah prinsip tanggungjawab
tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiaannya.
Prinsip tanggung jawab mutlak dalam hukum perlindungan konsumen secara umum
di gunakan untuk menjerat pelaku usaha, khususnya produsen barang, yang memasarkan
produknya yang merugikan konsumen. Asas tanggungjawab itu dikenal dengan namaproduct
liability. Menurut asas ini produsen wajib bertanggungjawab atas kerugian yang diderita
konsumen atas penggunaan produk yang dipasarkannya. Gugatan product liability dapat
dilakukan berdasarkan tiga hal:
a. melanggar jaminan (breach of warranty), misalnya khasiat yang timbul tidak sesuai
dengan janji yang tertera dalam kemasan produk;
b. ada unsur kelalaian (negligence), yaitu produsen lalai memenuhi standar pembuatan
obat yang baik;
c. menetapkan tanggungjawab mutlak (strict liability)
5) Prinsip tanggung jawab dengan Pembatasan
11
Prinsip tanggung jawab dengan Pembatasan (limitation of liability principle) sangat
disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausul eksonerasi dalam perjanjian
standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film misalnya ditentukan bahwa bila
film yang ingin dicuci atau dicetak itu hilang atau rusak (termasuk akibat kesalahan petugas),
maka konsumen hanya dibatasi ganti kerugiannya sebesar sepuluh kali harga satu rol film
baru. Prinsip ini sangat merugikan konsumen bila diberlakukan secara sepihak oleh pelaku
usaha.
Menyangkut tanggung jawab bagi pelaku usaha yang di atur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menganut prinsip tanggung jawab
mutlak (strict liability) dilihat dari sudut pandang civil law dengan pengalihan beban
pembuktian unsur kesalahan ada pada pelaku usaha, jadi unsur kesalahan tersebut
dipersangkakan kepada pelaku usaha. Hal ini dapat dipandang sebagai wujud nyata dari
maksud dan tujuan perlindungan konsumen yang pada dasarnya konsumen biasanya lebih
lemah kedudukannya dari pada pelaku usaha.
1.8.Metode Penelitian
a. Jenis penelitian
Penelitian ini berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka metode
penelitian yang di gunakan adalah metode penelitian yang bersifat yuridis empiris.
Sehubungan dengan metode penelitian yang di gunakan tersebut penulis melakukan dengan
cara meneliti peraturan-peraturan, perundang-undangan, teori-teori hukum dan yang
merupakan data sekunder, kemudian dikaitkan dengan kenyataan di lapangan. Sedangkan
pendekatan empirisnya mempergunakan sumber data primer, yakni data yang langsung
diperoleh dari informasi informan dan responden.
b. Sifat Penelitian
12
Sifat penelitian ini adalah penelitian Deskriptif bertujuan menggambarkan secara
tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan
penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara suatu
gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.
c. Sumber Data / Data
1. Sumber Data primer
Sumber data primer dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh penulis dari
lapangan.Dalam hal ini, data primer yang bersumber dari lapangan diperoleh dari
(Wawancara dari para pihak ataupun instansi yang terkait.
2. Sumber Data sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini bersumber pada Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata, Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dan dari beberapa literatur-literatur yang terdiri dari
buku-buku, makalah, jurnal dan referensi-referensi lain yang terkait dengan
permasalahan.
d. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Studi Pustaka/dokumen
Studi pustaka/dokumen yaitu kegiatan menelusuri dan mengkaji berbagai
peraturan perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian.
b. (Wawancara
(Wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan bertanya secara langsung
kepada informan atau pihak yang berkompeten dalam suatu permasalahan. Dalam
13
hal ini telah dilakukan (Wawancara terhadap pelaku usaha klinik kecantikan
Natasha skin care dan konsumen klinik kecantikan Natasha skin care.
e. Teknik Penentuan Sampel Penelitian
Teknik penentuan sampel penelitian dilakukan secara purposive sampling, yaitu
penarikan sampeldilakukan berdasarkan tujuan tertentu yaitu sample yang dipilih telah
memenuhi kriteria, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari
populasinya.7
Dalam hal ini digunakan sampel yaitu Klinik Kecantikan Natasha Skin Care karena Klinik
Kecantikan Natasha Skin Care mempunyai karakteristik selain sebagai penjual jasa dan barang juga
sebagai produsen, dan mempunyai pengunjung yang banyak.
f. Analisis Data
Setelah data terkumpul dari hasil penelitian kemudian data-data tersebut akan diolah
dan dianalisa dengan menggunakan teknik pengolahan data secara kualitatif. Yang dimaksud
dengan teknik pengolahan data secara kualitatif, yaitu dengan memilih data dengan
kualitasnya untuk dapat menjawab permasalahan yang di ajukan. Untuk penyajiannya
dilakukan secara deskriptif analisa yaitu suatu cara analisa data yang dilakukan dengan jalan
menyusun secara sistematis sehingga diperoleh kesimpulan yang ilmiah.
7Bambang Sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 122.