BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I... · hukum, seperti melakukan tindak pidana ......
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I... · hukum, seperti melakukan tindak pidana ......
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini dalam era globalisasi kebutuhan manusia semakin beragam,
kompleks dan terus-menerus, untuk memenuhinya manusia bekerja demi
menghasilkan sejumlah uang sebagai pendapatan. Cara yang ditempuh yaitu
dengan jalan bekerja, bekerja baik untuk perusahaan swasta maupun pemerintah.
Salah satu profesi yang umum dilakoni oleh masyarakat Indonesia adalah menjadi
pegawai atau karyawan suatu instansi atau badan hukum milik pemerintah yang
sering disebut dengan Pegawai Negeri, yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil,
Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Dengan sebuah pekerjaan tetap, para pegawai menerima penghasilan
setiap bulannya dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun kadang kala seorang Pegawai Negeri Sipil dihadapkan pada suatu
keadaan dimana adanya kebutuhan mendesak seperti untuk biaya anak sekolah,
biaya pengobatan, biaya renovasi rumah, dana untuk membeli kendaraan, biaya
upacara keagamaan dan biaya lain sebagainya yang mengakibatkan penghasilan
yang diterima tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena
dihadapkan pada suatu masalah keuangan yaitu terbatasnya dana yang dimiliki,
untuk mengatasi permasalahan seperti diatas Pegawai Negeri Sipil biasanya
memilih jalan alternatif untuk mengatasi masalah keuangannya tersebut dengan
jalan meminjam kredit.
2
Kredit merupakan suatu pinjaman yang dapat berbentuk uang atau
berbentuk barang, baik kredit berbentuk uang ataupun kredit berbentuk barang
dalam hal pembayarannya sama yaitu dengan metode pembayaran angsuran atau
cicilan tertentu.1 Bila kredit yang dikehendaki berbentuk uang maka Pegawai
Negeri Sipil dapat memanfaatkan layanan kredit dari lembaga bank, dan untuk
mendapatkan kredit yang diinginkan pada lembaga bank, dibutuhkan suatu
persyaratan. Pihak peminjam diwajibkan melengkapi persyaratan yang telah
ditetapkan oleh pihak bank, dengan maksud bahwa pihak peminjam akan
memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan.
Persyaratan yang biasanya diwajibkan oleh pihak bank kepada pihak
peminjam yang merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil dalam mengambil kredit
adalah Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil mereka. Walaupun
Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil bukan merupakan benda
yang memiliki nilai ekonomis dan dapat dialihkan, namun dalam praktik pihak
bank mewajibkan pihak peminjam untuk menyerahkan Surat Keputusan
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil sebagai persyaratan dalam perjanjian kredit.
Bank sebagai suatu badan usaha adalah bank yang mempunyai fungsi
untuk menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkan dana yang dihimpun tersebut kepada masyarakat. Bank sebagai
lembaga keuangan diharapkan dapat menyerasikan, menyelaraskan, serta
menyeimbangkan unsur pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
1 Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, 2010, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta,
hal. 263.
3
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional yang pada akhirnya mengarah pada
peningkatan taraf hidup masyarakat dan peningkatan pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Berbagai lembaga keuangan, terutama bank konvensional telah
membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan
memberikan pinjaman uang antara lain dalam bentuk kredit perbankan. Kredit
perbankan merupakan salah satu usaha bank konvensional yang telah banyak
dimanfaatkan oleh anggota masyarakat yang memerlukan dana.
Pasal 1 angka (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
berbunyi :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak”.
Bank mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama dalam bidang perkreditan. Adanya
persyaratan pada perjanjian kredit diharuskan dalam perbankan konvensional,
karena pada dasarnya sumber dana yang disalurkan berasal dari masyarakat atau
tabungan masyarakat, dengan demikian kredit yang diberikan pada nasabah harus
hati-hati dan dapat dipastikan akan kembali pada saat jatuh tempo nanti.
Kredit yang telah diberikan oleh bank kepada debitur tidak selamanya
berkualitas atau berjalan lancar. Banyak terjadi dimana kredit yang diberikan
menjadi bermasalah yang disebabkan oleh berbagai hal. Ketika debitur adalah
4
seorang Pegawai Negeri Sipil dan dimana debitur mengalami permasalahan
hukum, seperti melakukan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga,
pencurian, perjudian, narkoba, hingga korupsi maka perjanjian kredit yang
dilakukannya dengan pihak bank juga akan mengalami masalah. Apabila debitur
terjerat dalam suatu tindak pidana dan telah terbukti melakukan tindak pidana
sehingga mendapatkan hukuman penjara atau kurungan berdasarkan putusan
Pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, maka Pegawai Negeri
Sipil tersebut akan diberhentikan dari jabatannya sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Sesuai Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian menjelaskan bahwa “Pegawai Negeri Sipil yang
dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan
jabatan, maka ia diberhentikan tidak dengan hormat”. Pasal 9 Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil,
berbunyi :
“Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil apabila dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, karena:
a. Melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; atau
5
b. Melakukan suatu tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana”.
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil juga sejalan dengan Pasal 87 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang
berbunyi:
“Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat, karena :
a. Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya
dengan jabatan dan/atau pidana umum;
c. Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
d. Dihukum penjara bersarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan
berencana.
Ketika Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat
mengakibatkan hak-haknya sebagai Pegawai Negeri Sipil menjadi hilang, diantara
hak yang hilang, hak utama yang hilang bagi Pegawai Negeri Sipil adalah hak
untuk mendapatkan gaji. Ketika Pegawai Negeri Sipil yang merupakan seorang
debitur (debitur) tidak lagi mendapatkan gaji atau pendapatan, maka tentu tidak
6
bisa membayar atau melaksanakan perjanjian kredit yang telah disepakati dengan
pihak bank, dimana Pegawai Negeri Sipil semestinya melaksanakan prestasi yaitu
membayar angsuran kredit pada setiap bulannya.
Gagalnya pihak Pegawai Negeri Sipil (debitur) mengembalikan sebagian
atau seluruhnya kredit yang diberikan oleh bank, maka dapat dikatakan debitur
telah melakukan wanpretasi. Dari masalah diatas mendorong penulis melakukan
penelitian tentang kredit perbankan. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang
perjanjian kredit dengan persyaratan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil, penulis melakukan penelitian dengan judul :
“PENYELESAIAN KREDIT MACET DALAM PERJANJIAN KREDIT
DENGAN PERSYARATAN SURAT KEPUTUSAN PENGANGKATAN
PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA PT. BANK PEMBANGUNAN DAERAH
BALI CABANG RENON ”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang dapat diangkat
dan selanjutnya akan dikaji, diteliti dan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Apakah dasar hukum perjanjian kredit pada PT. Bank Pembangunan
Daerah Bali Cabang Renon dengan Pegawai Negeri Sipil dengan
persyaratan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil?
7
2. Bagaimanakah upaya penyelesaian kredit macet oleh PT. Bank
Pembangunan Daerah Bali Cabang Renon dalam perjanjian kredit dengan
persyaratan Surat Keputusan Pengangakatan Pegawai Negeri Sipil?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Dalam suatu penulisan karya ilmiah berdasarkan permasalahan tersebut
diatas maka perlu ditentukan hambatan-hambatan materi yang akan dibahas
sehingga memudahkan dalam menyimak pengertian maupun dalam penyampaian
isi dari permasalahan yang akan dibahas agar tidak menyimpang dari pokok
pembahasan dan apa yang menjadi persoalan dapat diuraikan secara tepat dan
sistematis yang berfungsi menjamin adanya keutuhan dan ketegasan serta
mencegah kekaburan permasalahan. Adapun ruang lingkup masalah dalam
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Membahas mengenai dasar hukum perjanjian kredit antara Pihak PT. Bank
Pembangunan Daerah Bali Cabang Renon dengan Pegawai Negeri Sipil
dengan persyaratan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil.
2. Membahas mengenai upaya apa yang dilakukan oleh PT. Bank
Pembangunan Daerah Bali Cabang Renon dalam menyelesaikan kredit
macet pada perjanjian kredit dengan persyaratan Surat Keputusan
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil.
8
1.4 Orisinalitas
Perbedaan penulisan skripsi ini dengan karya peneliti lain adalah :
No Penulis Judul Skripsi Rumusan Masalah
1 Ida Bagus Putu
Wira Kesuma
0703005087
Fakultas Hukum
Universitas
Udayana
Denpasar
2011
“Penyelesaian Kredit
Macet Dengan
Sertifikat Hak
Tanggungan (Study
Kasus Pada PT. Bank
Perkreditan Rakyat
Suryajaya Ubud)”
1. Bagaimanakah
Kekuatan Hukum
Sertifikat Hak
Tanggungan Dalam
Penyelesaian Kredit
Macet Pada PT.
Bank Perkreditan
Rakyat Suryajaya
Ubud?
2. Bagaimanakah
Penyelesaian Kredit
Macet Dengan
Sertifikat Hak
Tanggungan Pada
PT. Bank
Perkreditan Rakyat
Surajaya Ubud Dan
Apa Hambatannya?
2 Tri Aditya Winata
0416052013
“Kendala Dalam
Penyelesaian Kredit
1. Kendala Apa
Sajakah Yang
9
Fakultas Hukum
Universitas
Udayana
Denpasar
2012
Macet Pada PT.
Bank Pembangunan
Daerah Bali Cabang
Denpasar”
Dihadapi Dalam
Menyelesaikan
Kredit Macet Pada
PT. Bank
Pembangunan
Daerah Bali Cabang
Denpasar?
2. Bagaimanakah
Upaya Penyelesaian
Kredit Macet Pada
PT. Bank
Pembangunan
Daerah Bali Cabang
Denpasar?
Berdasarkan tabel diatas maka dapat diketahui bahwa memang benar
skripsi penulis tidak sama dengan skripsi yang memakai judul Penyelesaian
Kredit Macet, dan merupakan karya asli dari penulis.
1.5. Tujuan Penelitian
1.5.1 Tujuan Umum
1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Khususnya
dalam bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa.
10
2. Untuk mengembangkan ilmu dan teori yang diperoleh selama masa
perkuliahan pada Fakultas Hukum Universitas Udayana dan
menuangkan dalam karya tulis ilmiah yang berbentuk usulan
penelitian.
3. Untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum.
1.5.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui dasar hukum perjanjian kredit antara pihak PT.
Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang Renon dengan Pegawai
Negeri Sipil dengan persyaratan Surat Keputusan Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil.
2. Untuk mengetahui upaya apa yang dilakukan oleh PT. Bank
Pembangunan Daerah Bali Cabang Renon dalam menyelesaikan
kredit macet dalam perjanjian kredit dengan persyaratan Surat
Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil.
1.6 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1. Memberi sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum,
khususnya yang berkaitan dengan hukum bisnis atau perbankan yaitu
mengenai dasar hukum perjanjian kredit dengan persyaratan Surat
Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil pada PT. Bank
Pembangunan Daerah Bali Cabang Renon.
11
2. Untuk memahami dan mempraktekan teori-teori yang telah diperoleh
selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana.
b. Manfaat Praktis
1. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir dinamis, dan
untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu
yang diperoleh.
2. Mencari kesesuaian antara teori yang telah didapatkan dibangku
kuliah dengan kenyataan dilapangan.
3. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-
pihak yang terkait dengan masalah penelitian ini.
1.7 Landasan Teoritis
“Landasan teoritis atau kerangka teori adalah upaya untuk
mengidentifikasi teori hukum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas
hukum, aturan hukum, norma-norma hukum dan lain-lain yang akan dipakai
sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian. Dalam setiap
penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran yang teoritis, oleh karena itu
ada hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan pengumpulan
dan pengolahan data, analisa, dan konstuksi data”.2
Oleh sebab itu sebelum mengemukakan asumsi terhadap permasalahan,
maka terlebih dahulu dikemukakan beberapa Pasal dalam Peraturan Perundang-
Undangan dan beberapa teori berupa pendapat ahli yang relevan dengan
permasalahan yang diteliti yang kemudian digunakan sebagai dasar untuk
menentukan asumsi.
2Anonim, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Universitas
Udayana, Denpasar, hal. 79.
12
Teori diperlukan untuk menerangkan dan menjelaskan secara spesifik
suatu proses tertentu yang terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.3
Otje Salman dan Anton F. Susanto mengatakan teori adalah seperangkat gagasan
yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria
tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi
keseluruhan teori yang lebih umum.4
Dalam kaitannya dengan permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini
maka terdapat beberapa teori yang relevan untuk membahas permasalahan
tersebut yaitu sebagai berikut :
a. Teori Perlindungan Hukum
Fungsi hukum adalah untuk mengatur hubungan antara Negara atau
masyarakat dengan warganya, dan hubungan sesama warga masyarakat tersebut,
agar kehidupan dalam masyarakat berjalan dengan tertib dan lancer. Hal ini
mengakibatkan bahwa tugas hukum untuk mencapai kepastian hukum (demi
adanya ketertiban) dan keadilan dalam masyarakat. Kepastian hukum
mengharuskan diciptakannya peraturan umum atau kaidah umum yang berlaku
umum. Agar tercipta suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat, maka
kaidah dimaksud harus ditegakkan serta dilaksanakan dengan tegas.5
3 JJJM. Wuisaman, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, Jakarta, hal. 203.
4 Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2007, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung,
hal. 9.
5 Soerjono Soekanto, 1999, Penegakan Hukum, Bina Cipta, Bandung, hal. 15.
13
Pada hakikatnya terdapat hubungan antara subjek hukum dengan objek
hukum yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban. Hak dan
kewajiban yang timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh
hukum, sehingga anggota masyarakat merasa aman dalam melaksanakan
kepentingannya. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan hukum dapat diartikan
sebagai suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan
mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan kewajibannya, sehingga yang
bersangkutan merasa aman.
Perlindungan hukum yang dilakukan dalam wujud perlindungan hukum
preventif, artinya ketentuan hukum dapat dihadirkan sebagai upaya pencegahan
atas tindakan pelanggaran hukum. Upaya pencegahan ini diimplementasikan
dengan membentuk aturan-aturan hukum yang bersifat normatif. Ada dua macam
bentuk perlindungan hukum, yaitu perlindungan hukum yang bersifat preventif
dan represif. Preventif artinya perlindungan yang diberikan sebelum terjadinya
sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan
untuk menyelesaikan sengketa yang muncul apabila terjadi suatu pelanggaran
terhadap norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan.
Dalam kaitannya dengan aktivitas perbankan dalam memberikan kredit
kepada debiturnya perlindungan hukum dapat diwujudkan dalam bentuk
perjanjian kredit dan perjanjian pengikatan jaminan. Dalam perjanjian yang dibuat
tersebut telah diatur mengenai hak dan kewajiban para pihak dan para pihak harus
menaati atau menjalankan isi perjanjian yang sudah disepakati. Bentuk
perlindungan hukum yang akan diterima oleh debitur adalah mereka akan terjamin
14
hak-haknya untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank, demikian pula
sebaliknya bagi bank selaku kreditur akan terjamin pula untuk mendapatkan hak-
haknya kembali atas kredit yang telah diberikan kepada debitur sesuai dengan
jangka waktu yang telah diperjanjikan.
Sarana perlindungan hukum kepada kreditur secara umum telah diatur
dalam Pasal 1131 KUH Perdata yang menyebutkan : “bahwa semua kebendaan
milik debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang
akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan”. Ketentuan Pasal 1131 ini mengandung arti bila debitur berutang
kepada kreditur maka seluruh harta kekayaan milik debitur tersebut secara
otomatis menjadi jaminan atas utangnya, meskipun kreditur tidak meminta kepada
debitur untuk menyediakan jaminan harta debitur. Seluruh harta kekayaan milik
debitur ini merupakan jaminan umum dan berlaku bagi seluruh krediturnya,
artinya setiap kreditur yang memberikan pinjaman/utang kepada debitur maka
secara otomatis seluruh harta kekayaan debitur menjadi jaminan.
Sesuai dengan Pasal 1132 KUH Perdata apabila debitur ingkar janji dan
tidak melunasi utangnya, maka hasil penjualan atas harta kekayaan debitur
tersebut dibagikan secara proporsional menurut besarnya piutang masing-masing
kreditur. Para kreditur disini mempunyai hak dan kedudukan yang sama terhadap
seluruh harta kekayaan debitur, tidak ada yang didahulukan dalam pemenuhan
piutangnya atau disebut dengan kreditur konkurent, kecuali apabila kreditur
mempunyai hak istimewa sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1133 KUH
Perdata. Dalam perkembangan hukum Indonesia hal istimewa diatur dalam
15
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan dan Undang-
Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia.
b. Teori Eksekusi
Prof. Subekti mengartikan istilah eksekusi sebagai “pelaksanaan putusan”,
hal ini juga didukung oleh pendapat dari Retnowulan Sutantio yang
menterjemahkan istilah eksekusi ke dalam bahasa Indonesia menjadi istilah
“pelaksanaan putusan”. Sehingga pelaksanaan putusan sebagai kata ganti eksekusi
dianggap tepat.6
Menurut pendapat Sudikno Mertokusumo mengartikan eksekusi sebagai
pelaksanaan putusan. Menurut beliau, terdapat beberapa jenis pelaksanaan
putusan (eksekusi) yaitu :
1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk
membayarkan sejumlah uang. Prestasi yang diwajibkan adalah
membayar sejumlah uang. Eksekusi ini diatur dalam Pasal 196 HIR
(Pasal 208 Rbg) ;
2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan perbuatan.
Hal ini diatur dalam Pasal 225 HIR (Pasal 259 Rbg). Orang tidak dapat
dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa perbuatan, akan
tetapi pihak yang dimenangkan dapat minta kepada hakim agar
kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang.
3. Eksekusi riil, merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan kepada
debitur oleh putusan hakim secara langsung. Jadi eksekusi riil itu
6 M. Yahya Harahap, 2006, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,
Sinar Grafika Jakarta, hal. 6.
16
adalah pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama
seperti apabila dilaksanakan secara sukarela oleh pihak yang
bersangkutan.
4. Eksekusi langsung atau parate eksekusi. Parate eksekusi terjadi apabila
seorang kreditur menjual barang-barang tertentu milik debitur tanpa
mempunyai title eksekutorial (Pasal 1155, 1175 ayat (2) KUH
Perdata.7
Eksekusi yang sudah berkekuatan hukum tetap harus tuntas, artinya
seluruh amar putusan eksekusi yang bersangkutan harus dilaksanakan semuanya.
Dalam hal ini maka harus diikuti dengan penyerahan barang-barang/uang objek
hasil eksekusi kepada pihak-pihak yang berhak. Termasuk dalam hal ini adalah
penulisan berita acara secara lengkap yang disertai dengan tanda tangan serah
terima oleh para pihak dan saksi-saksi.
Kata kredit berasal dari bahasa Latin yaitu creditus yang merupakan
bentuk past participle dari kata credere yang berarti kepercayaan.8 Dapat
dikatakan dalam hubungan ini bahwa kreditur dalam hubungan perkreditan
dengan debitur mempunyai kepercayaan, bahwa debitur dalam waktu dan dengan
syarat-syarat yang telah disetujui bersama, dapat mengembalikan (membayar
kembali) kredit yang bersangkutan. Dalam Pasal 1 angka (11) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan berbunyi :
7 Sudikno Mertokusumo, 1998, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogjakarta,
hal. 240.
8 Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, Loc.cit.
17
“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu dan dengan pemberian bunga”.
Dalam perbankan konvensional penyaluran dana kepada nasabah selalu
dalam bentuk uang yang kemudian terserah bagi nasabah debitur untuk
memakainya. Artinya uang yang dikucurkan oleh bank dapat dipakai untuk
kegiatan produktif maupun konsumtif tanpa menghiraukan jenis transaksi tersebut
dibenarkan agama maupun tidak.9 Batasan hanya mengacu pada ketentuan hukum
positif yang berlaku pemberian kredit oleh bank didasarkan kesepakatan atau
perjanjian pinjam-meminjam (uang) yang dilakukan pihak bank dengan pihak lain
nasabah peminjam dana. Perjanjian pinjam-meminjam (uang) itu dibuat atas dasar
kepercayaan bahwa nasabah peminjam dana dalam tenggang waktu yang telah
ditentukan, akan melunasi atau mengembalikan pinjaman uang atau tagihan itu
kepada bank disertai pembayaran sejumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil
keuntungan sebagai imbal jasanya. Pada umumnya, dalam perjanjian pinjam-
meminjam (uang) akan ditekankan kewajibannya melunasi atau mengembalikan
dengan cara mengangsur atau mencicil utang pokoknya, ditambah dengan bunga,
imbalan, atau bagi hasil keuntungannya sesuai dengan waktu yang ditentukan
bersama.
Apabila ditelusuri pengertian kredit lebih lanjut, maka dapat ditemukan
unsur-unsur yang terkandung dalam makna kredit tersebut, yaitu:
9 Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, Op.cit., hal. 266.
18
1. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi
yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan
dilunasinya sesuai dengan perjanjian pada waktu tertentu.
2. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian dan
pelunasan kreditnya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih
dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan
nasabah peminjam dana.
3. Prestasi dan kontraprestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi
dan kontraprestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan
pemberian kredit yang dituangkan dalam perjajian kredit antara bank
dan nasabah peminjam dana, yaitu berupa uang atau tagihan yang
diukur dengan uang dan bunga atau imbalan, atau bahkan tanpa
imbalan bagi bank syariah.
4. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka
waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk
mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya
wanprestasi dari nasabah peminjam dana, diadakan pengikatan
jaminan.
Pemberian kredit oleh bank merupakan unsur yang terbesar dari aktiva
bank, yang juga sebagai aset utama serta sekaligus menentukan maju mundurnya
suatu bank dalam menjalankan fungsi dan usahanya dalam menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat. Di samping menjalankan fungsi pengerahan dana
masyarakat, bank juga menjalankan fungsi sebagai lembaga kredit sebagaimana
19
dinyatakan dalam Pasal 6 huruf b dan Pasal 13 huruf b Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Dalam kenyataannya, kredit yang telah diberikan oleh bank
sebagian besar tidak dapat dikembalikan secara utuh oleh nasabah debiturnya,
yang membawa risiko bagi usaha bank yang bersangkutan, yang akhirnya
menimbulkan kredit-kredit macet (dubieus).
Untuk memberikan rasa aman bagi, bank biasanya akan melakukan
analisis kredit, analisis kredit dilakukan untuk menyakinkan bank bahwa nasabah
benar-benar dapat dipercaya, maka sebelum kredit diberikan bank terlebih dahulu
mengadakan analisis kredit.10 Analisis kredit mencakup latar belakang nasabah
atau perusahaan, prospek usahanya, jaminan yang diberikan, serta faktor-faktor
lainnya. Tujuan dari analisis kredit adalah agar bank yakin bahwa kredit yang
diberikan benar-benar aman dalam arti uang yang disalurkan pasti kembali.
Karena pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dahulu akan sangat
membahayakan bank. Namun salah analisis bukanlah merupakan penyebab utama
kredit macet walaupun sebagian kredit macet diakibatkan salah dalam
mengadakan analisis.
Apabila kredit yang disalurkan mengalami kemacetan, maka langkah yang
dilakukan oleh bank adalah berupaya untuk menyelamatkan kredit tersebut
dengan berbagai cara, tergantung dari kondisi nasabah atau penyebab kredit
tersebut menjadi macet. Apabila memang masih bisa dibantu, maka tindakan bank
membantu nasabah dengan menambah jumlah kredit atau dengan memperpanjang
10 Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, Op.cit., hal. 267.
20
jangka waktunya. Namun jika sudah tidak dapat diselamatkan kembali, maka
tindakan yang terakhir bank adalah dengan menyita jaminan yang telah
dijaminkan oleh nasabah.
1.8 Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan yang belum tentu kebenarannya dan hanya
bersifat sementara. Untuk membuktikan kebenarannya, harus diadakan penelitian
dan kemudian dianalisa. Berdasarkan landasan teori diatas, maka dapatlah ditarik
suatu jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah dirumuskan sebagai
berikut :
1. Dasar hukum perjanjian kredit antara PT. Bank Pembangunan Daerah Bali
Cabang Renon Dengan Pegawai Negeri Sipil dengan persyaratan Surat
Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil adalah Perjanjian Pinjam-
Meminjam. Pengertian Pinjam-Meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal
1754 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1769 KUH Perdata. Tentang
Perjanjian Pinjam-Meminjam diatur dalam Buku III Bab ke XIII
KUHPerdata. Pasal 1754 KUH Perdata berbunyi “Pinjam meminjam ialah
persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang
lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena
pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama
pula”.
21
2. Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang
Renon dalam menyelesaikan kredit macet dalam perjanjian kredit dengan
persyaratan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil adalah
melalui 2 (dua) cara, yaitu:
a. Upaya penyelesaian dengan cara administrasi, upaya administrasi
tersebut antara lain adalah:
- Penjadwalan Kembali (reschedulling) yaitu perubahan syarat kredit
yang menyangkut jadwal pembayaran dan/atau jangka waktu
termasuk masa tenggang, baik meliputi perubahan besarnya
angsuran maupun tidak;
- Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian
atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada
perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan/atau persyaratan
lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo
kredit dan konversi seluruh atau sebagian dari pinjaman menjadi
penyertaan bank.
- Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat
kredit berupa penambahan dana bank dan/atau koversi seluruh atau
sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan/atau
konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan
dalam perusahaan.
b. Upaya penyelesaian dengan menggunakan lembaga hukum (litigasi),
yaitu upaya yang menggunakan jalur hukum atau lembaga hukum.
22
Pihak Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang Renon menggunakan
bantuan lembaga hukum dalam menyelesaikan kredit macet dalam
perjanjian kredit dengan persyaratan Surat Keputusan Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil. Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang Renon
dapat menggunakan bantuan beberapa lembaga hukum, antara lain
yaitu penyelesaian kredit melalui badan peradilan dan penyelesaian
kredit melalui arbitrase untuk menyelesaikan kredit macet tersebut.
1.9 Metode Penelitian
Metodelogi sangat diperlukan untuk memenuhi syarat-syarat penulisan
ilmiah dalam penulisan skripsi. Hal tersebut dibutuhkan agar penulisan ilmiah
tersebut tidak menyimpang dari permasalahan yang akan dibahas. Metodelogi
penelitian ialah suatu ilmu tentang kerangka kerja melaksanakan penelitian yang
bersistem. Bersistem berarti penelitian dikerjakan secara kontekstual, metodelogi
merupakan suatu proses, prinsip-prinsip dan tata cara yang digunakan dalam
pendekatan terhadap permasalahan dan mencari jawabannya. Metodelogi
memberikan pedoman tentang cara-cara seseorang untuk mempelajari,
menganalisis, dan memahami lingkungan yang dihadapi.
1.9.1 Jenis Penelitian
Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “methodos” yang
berarti “cara” atau “jalan”, sehubungan dengan upaya ilmiah, maka menyangkut
masalah kerja yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran
23
ilmu yang bersangkutan.11 Dalam suatu penelitian hukum, Ronny Hanitjo
Soemitro membedakan dalam dua metode penelitian yang didasarkan kepada data
yang diperoleh. Pertama, penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang
mempergunakan sumber data sekunder, dan kedua penelitian hukum empiris yaitu
penelitian hukum yang memperoleh data dari data primer.12
Dalam skripsi ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum empiris,
dimana hukum dikonsepsikan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati
dalam kehidupan nyata, penelitian ini beranjak dari adanya kesenjangan das solen
dan das sein yaitu kesenjangan antara keadaan teoritis dengan fakta hukum, dan
atau adanya situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan kepuasan
akademik.
1.9.2 Jenis Pendekatan
Penelitian hukum dapat dibedakan atas penelitian hukum normatif dan
penelitian hukum empiris. 13 Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris
yaitu pengetahuan penulis diperoleh dari hasil pengamatan yang terjadi
dilapangan, sehingga penulis mengangkat permasalahan ini dan menganalisa
dalam bentuk karya tulis skripsi.
11 Fuad Hasan dan Koentjaninggrat, 1983, Beberapa Azas Metodelogi Ilmiah, PT.
Gramedia, Jakarta, hal.7.
12 Ronny Hanitijo Soemitro, 1988, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia
Indonesia, Semarang, hal. 52.
13 Anonim, 2009, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana,
Universitas Udayana, Denpasar, hal. 60.
24
1.9.3 Sifat Penelitian
Adapun sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat
sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu atau untuk
menentukan penyebaran suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. Dalam
penulisan skripsi dengan sifat penelitian deskriptif, keberadaan hipotesis tidak
mutlak diperlukan karena teori-teori, ketentuan peraturan, norma-norma hukum
karya tulis yang dimuat baik dalam literatur maupun jurnal, doktrin serta laporan
penelitian terdahulu sudah cukup memadai. Namun dalam penulisan skripsi ini,
penulis mencoba untuk merumuskan hipotesis atas permasalahan yang muncul
tentang penyelesaian kredit macet oleh Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang
Renon pada perjanjian kredit dengan persyaratan Surat Keputusan Pengangkatan
Pegawai Negeri Sipil.
1.9.4 Data dan Sumber Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini didapat dari 2 (dua) sumber,
yaitu :
1. Sumber Data Primer
Adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan yaitu sumber data
yang diperoleh langsung dari semua pihak yang terkait langsung
dilapangan berdasarkan permasalahan yang menjadi objek penelitian yaitu
yang berasal dari responden dan informasi.
25
2. Sumber Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yaitu data yang
secara tidak langsung diperoleh dari sumber pertamanya, melainkan
bersumber dari data-data yang terdokumenkan dalam bentuk bahan-bahan
hukum yang meliputi :
a. Bahan hukum primer yang meliputi Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan.
b. Bahan hukum sekunder yang meliputi bahan-bahan yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, seperti bahan-bahan
hukum kepustakaan, dokumen, arsip, artikel, makalah, literatur-
literatur hukum bisnis atau perbankan yang berhubungan dengan
penyelesaian hukum yang menyangkut penyelesaian kredit macet
dengan persyaratan Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil.
c. Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan skunder, yang
meliputi kamus, ensiklopedia, dan lain-lain sebagai penunjang.14
1.9.5 Teknik Pengumpulan Data
14 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta,
hal. 52.
26
Menurut Soerjono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal 3 jenis
alat pengumpulan data, yaitu bahan pustaka, pengamatan/observasi, wawancara
atau interview.15
1. Teknik Studi Dokumen
Dalam hal ini teknik studi dokumen digunakan dalam pengumpulan
data kepustakaan yakni dengan cara mengumpulkan, membaca,
mencatat, menelaah, mengkaji relevansi dengan permasalahan yang
ada.
2. Teknik Wawancara (Interview)
Teknik wawancara digunakan dalam hal mengumpulkan data-data
yang diperoleh dengan mewawancarai para pihak yang ada, seperti
bagian kredit pada PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang
Renon.
1.9.6 Teknik Penentuan Sampel
Penentuan populasi dan sampel penelitian yang tepat sangat penting
artinya dalam suatu penelitian. Yang dimaksud dengan populasi adalah
“keseluruhan dari objek pengamatan atau objek penelitian”, sedangkan yang
dimaksud dengan sampel adalah “bagian dari populasi yang akan diteliti yang
dianggap mewakili populasinya”. Teknik penentuan sampel yang digunakan
dalam penulisan skripsi ini adalah teknik non probality sampling, yaitu penelitian
memiliki peran yang sangat besar untuk menentukan dan mengambil sampelnya.
Bentuk non probality yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
15 Amirudin Dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hal. 67.
27
purposive sampling. Penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu,
yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh peneliti, yang mana penunjukan
dan pemilihan sampel didasarkan pada pertimbangan bahwa sampel telah
memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri
utama dari populasinya. Sampel yang penulis pilih dalam penulisan skripsi ini
adalah Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang Renon.
1.9.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Setelah data kepustakaan dan data lapangan terkumpul, kemudian diolah
secara kualitatif, yaitu dengan tidak menggunakan tabel, angka-angka maupun
grafik sehingga pengolahan dan analisis data tersebut dapat dijadikan tolak ukur
kebenaran dalam pelaksanaanya dilapangan yang menjadi dasar pembahasan
materi penelitian ini. Selanjutnya dari pengolahan dan analisis data tersebut
pembahasan disajikan dalam bentuk deskriptif. Analisa adalah suatu cara
mengolah dan menganalisis data untuk mendapatkan gambaran umum. Setelah
data dianalisis kemudian disusun kembali secara sistematis sehingga mendapatkan
kesimpulan secara umum tentang masalah tersebut.