BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Genuk kemiri merupakan salah satu bentuk sastra lisan yang berupa mitos dan terdapat di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk memahami mitos genuk kemiri di Kabupaten Pati dalam kaitannya dengan fungsi mitos bagi masyarakat Pati. Penelitian ini menggunakan analisis struktural Lévi-Strauss yang mengaji karya sastra tidak hanya dari bidang sastra saja tetapi juga dari bidang antropologi dengan memanfaatkan data-data etnografi. Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan dalam bentuk tulisan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kajian teori strukturalisme Claude Lévi-Strauss. Teori strukturalisme Lévi-Strauss pada umumnya digunakan dalam penelitian antropologi tetapi dalam penelitian ini diaplikasikan pada kajian sastra. Menurut Taum (2011: 21-22), sastra lisan adalah sekelompok teks yang disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan, yang secara instrinsik mengandung sarana-sarana kesusastraan dan memiliki efek estetik dalam kaitannya dengan konteks moral maupun kultur dari sekelompok masyarakat tertentu. Dengan demikian, segala bentuk ekspresi sastra yang diungkapkan secara lisan dapat disebut sebagai sastra lisan. Sedangkan tradisi lisan lebih luas cakupannya karena meliputi segala macam tradisi yang diwariskan turun-temurun

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Genuk kemiri merupakan salah satu bentuk sastra lisan yang berupa mitos

dan terdapat di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan sebagai

upaya untuk memahami mitos genuk kemiri di Kabupaten Pati dalam kaitannya

dengan fungsi mitos bagi masyarakat Pati. Penelitian ini menggunakan analisis

struktural Lévi-Strauss yang mengaji karya sastra tidak hanya dari bidang sastra

saja tetapi juga dari bidang antropologi dengan memanfaatkan data-data etnografi.

Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

dalam bentuk tulisan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kajian

teori strukturalisme Claude Lévi-Strauss. Teori strukturalisme Lévi-Strauss pada

umumnya digunakan dalam penelitian antropologi tetapi dalam penelitian ini

diaplikasikan pada kajian sastra.

Menurut Taum (2011: 21-22), sastra lisan adalah sekelompok teks yang

disebarkan dan diturun-temurunkan secara lisan, yang secara instrinsik

mengandung sarana-sarana kesusastraan dan memiliki efek estetik dalam

kaitannya dengan konteks moral maupun kultur dari sekelompok masyarakat

tertentu. Dengan demikian, segala bentuk ekspresi sastra yang diungkapkan secara

lisan dapat disebut sebagai sastra lisan. Sedangkan tradisi lisan lebih luas

cakupannya karena meliputi segala macam tradisi yang diwariskan turun-temurun

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

2

secara lisan, yang antara lain meliputi seni arsitektur rakyat, tarian rakyat, hukum

adat rakyat, dan lain sebagainya.

Sastra lisan mempunyai peran yang besar dalam kehidupan masyarakat

tradisional atau masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan. Masyarakat di

daerah pedesaan masih memakai bahasa daerah dalam setiap kesempatan serta

masih sering menuturkan sastra lisan dalam kesempatan-kesempatan khusus dan

pertemuan ritual. Sastra lisan mempunyai nilai estetis, metaforis dan simbolis

yang menonjol. Hal ini berkaitan dengan keadaan masyarakat saat itu yang masih

belum begitu mengenal komunikasi tertulis sehingga untuk berkomunikasi mereka

membutuhkan sarana-sarana tertentu yang dilukiskan dalam bentuk simbol-simbol.

Sastra lisan diciptakan suatu masyarakat untuk menghayati dimensi

transendensnya, sambil mewartakan peristiwa eksistensial mengenai realita-realita

paling besar dalam eksistensi manusia: kelahiran, kehidupan, kesakitan, ketakutan,

pendambaan keselamatan, permohonan mengatasi maut, dan sebagainya (Taum,

2011:3). Dapat disimpulkan bahwa sastra lisan mempunyai fungsi untuk

menyeimbangkan hubungan antara manusia dengan alam, manusia dengan

lingkungan sosial dan manusia dengan manusia. Semua itu diungkapkan secara

simbolis dengan tuturan yang berupa nyanyian, puisi, syair, mantra yang

terkadang disertai dengan gerakan tertentu atau dengan alunan alat musik.

Suripan Sadi Hutomo (1991:1) menyebut sastra lisan sebagai kesusastraan

yang mencakup ekspresi kesusastraan warga suatu kebudayaan yang disebarkan

dan diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Dilihat dari kebudayaan, sastra

lisan adalah pengucapan yang langsung dan serta merta dari jiwa rakyat biasa

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

3

yang merupakan lapisan bawah masyarakat (Sastrowardoyo, 1983:3). Dengan

demikian, sastra lisan meliputi segala macam ekspresi sastra manusia yang

bersifat lisan termasuk di dalamnya berupa nyanyian rakyat, puisi, pantun, mitos,

legenda, dan dongeng. Wujud cerita sastra lisan bermacam-macam, ada yang

bersifat kepahlawanan, ada yang bersifat didaktis, ada yang bersifat keagamaan,

ada yang bersifat adat, keagamaan dan sejarah (Tirtawidjaja, 1979: 6). Sampai

saat ini, sastra lisan masih dapat dijumpai di Indonesia dengan berbagai bahasa

yang ratusan jumlahnya.

Akan tetapi, para generasi muda saat ini tidak lagi mengapresiasi sastra

daerahnya sendiri. Faktanya anak-anak muda Jawa saat ini banyak yang tidak

mengenal tokoh-tokoh wayang, cerita wayang, lagu daerah dan dolanan anak,

berbeda dengan anak muda generasi terdahulu. Hal ini membuktikan kurangnya

apresiasi generasi muda untuk mempelajari sastra dan budaya daerahnya sendiri.

Mereka menganggap bahwa sastra daerah bersifat kuno dan ketinggalan zaman.

Hal ini akan menyebabkan sastra dan budaya lisan di daerah lambat laun akan

mengalami kepunahan. Menurut Pudentia (2002 via Taum, 2011:6), kematian

sebuah tradisi lisan bisa berarti kehilangan sebuah ensiklopedi sebuah masyarakat.

Bagaimanapun, sastra lisan merupakan salah satu alat dan sarana penyimpanan

kesadaran manusia yang sangat penting nilainya. Identitas suatu masyarakat dapat

digali melalui sastra lisannya. Selain itu, sastra lisan mempunyai peran yang

sangat besar untuk mengatur norma-norma dalam masyarakat niraksara.

Sastra lisan juga sering disebut sebagai folklore (diindonesiakan menjadi

folklor) karena sastra lisan merupakan bagian dari folklor. James Danandjaja

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

4

(2002:2) mendefinisikan folklor sebagai bagian kebudayaan suatu kolektif, yang

tersebar dan diwariskan turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara

tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh

yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Konsep folklor

tersebut mencakup 1) sastra lisan; 2) sastra tertulis penduduk daerah pedesaan dan

masyarakat kota kecil; 3) ekspresi budaya yang mencakup teknologi budaya,

pengetahuan rakyat, kesenian dan rekreasi termasuk di dalamnya mencakup

kerajinan, tari-tarian, obat-obatan tradisional (Hutomo, 1991: 7-8). Folklor juga

menyimpan keragaman sastra daerah yang mendukung proses pembangunan jati

diri dan budaya lokal. Folklor dapat membimbing masyarakat ke arah apresiasi

sastra dan pemahaman gagasan berdasarkan praktik yang telah menjadi tradisi

selama berabad-abad (Sande, 1986:1).

Menurut Rusyana (1978:1) sastra lisan merupakan dasar komunikasi antara

pencipta dan masyarakat dalam arti bahwa karya sastra lisan akan lebih mudah

dipahami sebab ada unsurnya yang lebih mudah dikenal oleh masyarakat. Dengan

demikian, masyarakat akan lebih mudah belajar lewat sebuah sastra lisan sehingga

sebuah sastra lisan yang merupakan bagian dari folklor, dapat dijadikan sebagai

pedoman dalam hidup masyarakat dalam mengatur norma yang satu dengan yang

lainnya.

Sastra lisan mempunyai peran sebagai pedoman bagi masyarakat untuk

hidup selaras dengan alam sehingga antara manusia dan alam terjadi hubungan

timbal balik yang berpengaruh langsung terhadap terjaganya kelestarian alam.

Menurut Sastrowardoyo (1983:2), sastra lisan memandang orang, alam dan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

5

masyarakat serba sahaja dan bahkan daya tarik dari kesahajaannya serta dari

kelugasan bentuk lahirnya adalah ciri yang mempesona dari sastra lisan. Folklor,

yang mencakup sastra lisan di dalamnya, diciptakan masyarakat tertentu bukan

hanya sebagai hiburan, warisan sejarah dan sebagai sebuah sistem religi saja.

Folklor diciptakan berdasarkan motif-motif tertentu sebagai pedoman atau

petunjuk masyarakat pemiliknya. Motif-motif tersebut terkadang digambarkan

secara tidak langsung melalui simbol-simbol tertentu. Folklor pada umumnya

mengandung isi berupa tuntunan bagi masyarakatnya. Kota Pati yang terletak di

pantai utara Jawa (pantura) mempunyai folklor diantaranya yaitu mitos genuk

kemiri yang berada di desa Sarirejo, Pati, Jawa Tengah. Penggunaan istilah mitos

mengacu pada cerita yang terjadi di masa lalu, ada perbedaan istilah itu dengan

sejarah (Lévi-Strauss, 2009:280). Mitos dan sejarah tentu saja berbeda karena

mitos tidak mempunyai kronologi waktu.

Pada dasarnya cara kerja mitos sama dengan cara kerja bahasa. Mitos

disampaikan melalui bahasa dan mengandung pesan-pesan yang dapat diketahui

lewat proses penceritaannya (Susrama, 2011:8). Demikian halnya dengan bahasa,

pesan-pesan yang disampaikan dapat diketahui lewat pengucapannya. Meskipun

demikian, gejala kebahasaan yang terdapat di dalam mitos berbeda dengan gejala

kebahasaan yang dipelajari dalam linguistik.

Mitos mempunyai karakteristik tertentu yaitu memunculkan kekuatan

supranatural yang dipercaya oleh masyarakatnya. Mitos biasanya mempunyai

cerita yang aneh, janggal dan tidak dapat diterima kebenarannya karena

kebanyakan tidak sesuai dengan kenyataan sehari-hari. Meskipun demikian, mitos

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

6

dapat digunakan sebagai alat untuk melegitimasi atau sebagai alat pembenaran

untuk peristiwa-peristiwa tertentu. Hal ini membuktikan bahwa mitos tidak

sekedar dianggap sebagai dongeng pelipur lara belaka. Lebih dari itu, mitos

seringkali merupakan ungkapan simbolik suatu masyarakat dalam menghadapi

konflik-konflik yang terjadi. Melalui mitos tersebut masyarakat belajar terhadap

nilai-nilai moral yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, penting untuk

menginventarisasi dan memublikasi mitos genuk kemiri sehingga nantinya tidak

akan punah termakan zaman.

Mitos genuk kemiri sangat populer di antara masyarakat Pati karena mitos

genuk kemiri diduga berhubungan erat dengan terbentuknya Keraton Pasantenan,

yaitu Kota Pati pada zaman dahulu. Hal ini dibuktikan dengan letak situs genuk

kemiri yang berada di bekas Keraton Pasantenan. Situs genuk kemiri yang terletak

di desa Sarirejo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah sampai saat ini masih dikunjungi

oleh masyarakat. Genuk yang berarti „tempayan‟ atau „gentong‟, dahulu biasanya

digunakan sebagai tempat air. Oleh karena genuk ini terletak di Desa Kemiri maka

masyarakat menyebutnya sebagai genuk kemiri. Menurut kepercayaan masyarakat,

genuk kemiri sudah ada sejak Kembang Jaya membabad hutan Kemiri untuk

membangun Keraton Pasantenan pada abad ke-XIII Masehi.

Masyarakat Pati menganggap genuk kemiri sebagai benda keramat. Mereka

percaya bahwa air yang terdapat di dalam genuk kemiri adalah air yang bertuah

sehingga dapat menyembuhkan segala macam penyakit. Tidak hanya itu, dengan

melempar uang koin ke dalam genuk kemiri maka masyarakat percaya

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

7

keinginannya akan terkabul. Oleh karena itu, di dalam genuk kemiri selain

terdapat air juga terdapat banyak uang koin.

Mitos genuk kemiri tidak hanya dipercayai oleh masyarakat umum saja

tetapi juga dipercaya oleh para pemimpin Kota Pati yakni para bupati Pati. Setiap

bupati yang baru saja terpilih harus segera datang sowan ke makam Kembang

Jaya yang terdapat di situs genuk kemiri untuk mendapatkan restu para leluhur

pemimpin Pati. Apabila ritual sowan tersebut tidak dilakukan maka bupati

tersebut tidak akan lama menjabat sebagai bupati.

Menurut kepercayaan masyarakat, apabila seseorang mengunjungi genuk

kemiri lalu melihat air yang terdapat di dalamnya penuh, maka rezekinya akan

besar dan dia tidak akan hidup berkekurangan. Namun apabila orang tersebut

melihat air di gentong tinggal sedikit atau bahkan habis maka rezeki orang itu pun

akan sedikit pula. Padahal air di dalam genuk kemiri diisi oleh juru kunci setiap

malam Jumat dengan ritual tertentu bukan karena air tersebut muncul dengan

sendirinya. Inilah letak local genius orang Jawa yang suka mengait-ngaitkan

segala hal yang mereka temui dengan kepercayaan mitis kejawen yang

menganggap bahwa terdapat roh atau jiwa di dalam benda-benda tertentu. Untuk

mengisi air di genuk kemiri pun seorang juru kunci harus melakukan ritual

tertentu disertai puasa sehari sebelumnya. Setiap tanggal 10 Sura selambu di

genuk kemiri akan diganti oleh juru kunci. Ritual ini disebut bukak selambu.

Mitos genuk kemiri yang berada di Kabupaten Pati tersebut berorientasi

pada kepercayaan masyarakat setempat yang selanjutnya berpengaruh terhadap

karakter masyarakat. Masyarakat di Kabupaten Pati percaya bahwa folklor

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

8

tersebut diyakini pernah terjadi karena terdapat bukti-bukti peninggalan yang

berupa genuk (tempayan). Sampai saat ini masyarakat percaya bahwa genuk

kemiri adalah benda yang bertuah. Hal-hal tersebut menurut peneliti layak untuk

dijadikan landasan sebagai acuan bahwa folklor tersebut mempunyai fungsi dan

kedudukan tersendiri di dalam masyarakat Pati. Kepercayaan masyarakat Pati

terhadap mitos genuk kemiri yang mereka yakini sampai saat ini, menurut penulis

layak untuk diteliti

Hingga saat ini, kajian atau analisis akademis yang disertai dengan teori

terhadap folklor di Indonesia masih sangat terbatas. Hal ini tentu saja sangat

memprihatinkan, mengingat folklor adalah produk budaya yang menyimpan

berbagai filosofis dan kearifan lokal masyarakat di nusantara. Adanya stereotip

dalam masyarakat yang menganggap bahwa belajar sastra daerah dianggap

ketinggalan zaman serta fakta bahwa generasi muda sudah tidak lagi

mengapresiasi sastra daerah, menjadi salah satu pendorong peneliti untuk

mengadakan penelitian bidang sastra lisan ini.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini,

1. Bagaimana struktur cerita genuk kemiri di Kabupaten Pati?

2. Mengapa masyarakat sekitar menganggap mitos sebagai sesuatu yang

penting dalam unsur kehidupan sehari-hari?

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

9

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian antara lain:

Tujuan teoritis :

1. Menjelaskan struktur cerita berdasarkan beberapa versi dan varian cerita

yang berkembang di desa Sarirejo, Pati, Jawa Tengah.

2. Menjelaskan fungsi mitos dan relevansinya dengan kehidupan

masyarakat di Pati saat ini.

Tujuan praktis:

1. Memberikan pemahaman terhadap para pembaca dan masyarakat Pati

terhadap pesan yang terdapat pada mitos genuk kemiri.

2. Pendokumentasian mitos genuk kemiri.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap mitos genuk kemiri di desa Sarirejo Kabupaten Pati

sebelumnya belum pernah ada. Penelitian yang dimaksud di sini adalah skripsi,

tesis ataupun penelitian yang telah dibukukan. Akan tetapi, ada beberapa

penelitian terdahulu yang berkaitan dengan folklor sebagai berikut. Pertama,

Laporan Penelitian Heddy Shri Ahimsa Putra, Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Gadjah Mada Yogyakarta, 1994/1995, yang berjudul “Analisis Struktural dan

Makna Mithos Orang Bajo”, mendeskripsikan tentang kisah Si Muhamma‟.

Penelitian ini menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa dongeng Pitoto Muhamma

mencerminkan konflik batin orang Bajo yang meyakini superioritas laut tetapi

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

10

juga tergantung pada kehidupan darat karena kenyataannya orang Bajo tidak dapat

hidup hanya dengan hasil laut saja.

Kedua, buku Heddy Shri Ahimsa–Putra, 2001, yang berjudul Strukturalisme

Lévi – Strauss: Mitos dan Karya Sastra yang diterbitkan oleh Galang Press. Buku

ini memuat analisis Ahimsa – Putra terhadap karya sastra Sri Sumarah, Bawuk

dan Para Priyayi karya sastrawan Umar Kayam dengan analisis Lévi – Strauss.

Ketiga judul novel di atas mempunyai struktur yang hampir sama sehingga layak

untuk diperbandingkan. Setting waktu ketiga novel di atas yaitu pada saat

meletusnya peristiwa G-30 SPKI. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang

pertama bahwa ketiga cerita tersebut yaitu Sri Sumarah, Bawuk, dan Para Priyayi

merupakan perwujudan dari kebimbangan Umar Kayam dalam menghadapi

peristiwa G-30 SPKI sehingga cerita dalam novel tersebut merupakan upaya

Umar Kayam untuk menjelaskan peristiwa tersebut dari sudut pandangnya sendiri.

Kedua, nilai Jawa sak madya, tokoh mitis Semar, sosok nyata Umar Kayam dan

tokoh dongeng etnografis Tun, Bawuk dan Hari, dapat ditafsirkan sebagai

perwujudan prinsip nalar Jawa yang selalu berusaha menyeimbangkan dan

menyatukan elemen-elemen yang berlawanan pada tataran nilai, mitos, individu,

dan hasil karya individu (Ahimsa-Putra, 2001:307). Melalui analisis yang telah

dilakukan oleh Ahimsa – Putra maka dihasilkan suatu kesimpulkan bahwa ketiga

cerita dalam novel tersebut memiliki ceriteme yang saling bersangkutan satu sama

lain sehingga ketiga karya Umar Kayam tersebut merupakan variasi dari sebuah

tema.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

11

Ketiga, Skripsi Dhanar Widianta, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta, 2005, yang berjudul “Mitos Babad Alas Nangka Dhoyong

Kajian Strukturalisme Lévi Strauss”. Dhanar Widianta membandingkan dua versi

cerita babad alas nangka dhoyong yang keduanya bersumber dari hasil

wawancara. Hasil wawancara kedua versi cerita babad alas nangka dhoyong

inilah yang direkonstruksi menjadi cerita 1 dan cerita 2. Selanjutnnya, Dhanar

membagi cerita babad alas nangka dhoyong ke dalam episode-episode yang

disebut mythéme oleh Lèvi Strauss dan disebut ceriteme oleh Heddy Shri Ahimsa

Putra. Dhanar mencoba mencari perbedaan dan persamaan dari ceriteme kedua

versi Mitos Babad Alas Nangka Dhoyong. Setelah mencari persamaan dan

perbedaan tersebut dicarilah deretan sinkronik dan diakronik untuk menemukan

struktur dalam dan struktur permukaannya. Dhanar Widianta menemukan bahwa

kedua versi Mitos Babad Alas Nangka Dhoyong sebagai hasil karya dari dua

wilayah yang berbeda menghasilkan potret masyarakat Gunungkidul dan

sekitarnya. Sifat dan perilaku itu, pertama, masyarakat Gunungkidul pada

dasarnya mengakui adanya ancaman baik yang berasal dari alam manusia berupa

tindak kriminal dan ancaman dari alam roh yang berupa dhanyang pengganggu.

Agar dapat menguasai dan mengorganisasi ancaman tersebut maka masyarakat

membutuhkan telangkai atau penghubung. Kedua, pola hidup patuh merupakan

dimensi yang mempunyai tempat dalam cara pandang masyarakat Gunungkidul

tentang tatanan kosmos (Widianta, 2005:141-142).

Keempat, tesis Dewi Angelina, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah

Mada Yogyakarta, 2012, yang berjudul “ Mitos Joko Tole dalam Babad Sumenep:

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

12

Analisis Strukturalisme Lévi Strauss”, selain menguraikan surface structure

(struktur luar) dan deep structure (struktur dalam) mitos Joko Tolé, ia juga

menganalisis keterkaitan struktur mitos Joko Tolé terhadap pola pikir masyarakat

Madura. Data yang digunakan adalah Babad Sumenep. Analisis Dewi Angelina

terhadap Babad Sumenep menghasilkan suatu kesimpulan yaitu terdapat relasi

keterkaitan struktur antara mitos Joko Tolé terhadap pola pikir masyarakat

Madura saat ini. Dalam skripsi ini Dewi Angelina menemukan bahwa anggapan

masyarakat yang menilai bahwa orang-orang Madura adalah suatu komunitas

yang mempunyai budaya kekerasan saja, tidak tahu diri, keras kepala, mau

menang sendiri dan hanya mementingkan diri sendiri tidaklah benar. Hal ini

dibuktikan dengan adanya perilaku, gaya hidup, budaya masyarakat Madura di

dalam mitos yang menunjukkan kebalikannya (Angelina, 2012:182-188).

Kehadiran tokoh Joko Tole yang taat beragama, santun pada orang tua, rendah

hati, bertanggung jawab dan berani merupakan oposisi dari anggapan negatif

masyarakat terhadap orang-orang Madura.

Penelitian dalam skripsi ini akan menganalisis strukturisasi dalam mitos

genuk kemiri dengan teori strukturalisme Lévi-Stauss serta fungsi mitos bagi

masyarakat. Pembahasan folklor dengan teori Lévi-Strauss sudah pernah

dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Dalam penelitian ini penulis akan

menggunakan teori yang sama yaitu teori struktural Lévi-Straus tetapi dengan

objek yang berbeda yaitu mitos genuk kemiri. Teori strukturalisme Claude Lévi-

Strauss pada umumnya digunakan dalam penelitian antropologi tetapi dalam

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

13

penelitian ini diaplikasikan pada kajian sastra dengan memanfaatkan data-data

etnografi.

1.5 Landasan Teori

Mitos adalah salah satu bagian dari folklor. Folklor sendiri dibagi ke dalam

tiga kelompok berdasarkan tipenya yaitu: 1) folklor lisan (verbal folklore), 2)

folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), dan 3) folklor bukan lisan (non

verbal folklore) (Brunvard, 1968 via Danandjaja, 2002:21). Folklor lisan adalah

folklor yang wujudnya lisan. Folklor lisan meliputi: a) bahasa rakyat (folk speech)

seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan; b) ungkapan

tradisional seperti peribahasa, pepatah dan pemeo; c) pertanyaan tradisional,

seperti teka-teki; d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair; e) cerita

prosa rakyat, seperi mite, legenda dan dongeng; dan f) nyanyian rakyat. Folklor

sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan

dan unsur bukan lisan seperti kepercayaan rakyat, permainan rakyat, teater rakyat,

tari rakyat, adat-istiadat. Upacara, pesta rakyat, dan lain-lain. Mitos adalah salah

satu bentuk folklor lisan.

Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan meski cara

pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklor bukan lisan dibagi menjadi dua

yaitu folklor bukan lisan yang material seperti, arsitektur rakyat, kerajinan tangan

rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan minuman rakyat serta obat

tradisional. Folklor bukan lisan yang bukan material meliputi gerak isyarat

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

14

tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat dan musik rakyat

(Brunvand, 1963 via Danandjaja, 2002: 21-22).

Lévi-Strauss mengasumsikan bahwa mitos tak ada bedanya dengan dongeng

sehingga mitos tidak lain adalah dongeng. Dongeng merupakan sebuah kisah yang

lahir dari hasil imajinasi manusia, dari khayalan manusia walaupun unsur-unsur

khayalan tersebut berasal dari dalam kehidupan manusia sehari-hari (Ahimsa-

Putra, 2001:77). Oleh karena khayalan manusia tidak terbatas maka dalam suatu

dongeng terkadang ditemukan hal-hal yang di luar nalar atau tidak masuk akal.

Akan tetapi, dalam kenyataannya sering ditemui dongeng yang mirip atau agak

mirip dengan dongeng yang lainnya. Lévi-Strauss menyimpulkan bahwa

kemiripan dongeng-dongeng tersebut bukan berasal dari hasil kontak ataupun

interaksi antar faktor eksternal yang ada di luar nalar manusia. Kemiripan

dongeng-dongeng tersebut lebih disebabkan oleh hasil mekanisme yang ada di

dalam nalar manusia (Ahimsa-Putra, 2001:78).

Ada tiga cara orang memahami dan menyampaikan masa lalunya yaitu

lewat mitos, sastra dan sejarah. Sama-sama menuturkan masa lalu, mitos berbeda

dengan sejarah dan sastra. Dalam mitos tidak perlu ada pengalaman. Mitos

dituturkan secara subjektif, dalam arti kebenarannya hanya berlaku di

masyarakatnya dan tidak ada kaitan antara pengalaman dan penuturan

(Kuntowijoyo, 2002:39). Sejarah sama dengan sastra juga berdasarkan

pengalaman. Namun, berbeda dengan mitos dan sastra, penuturan sejarah tidak

subjektif.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

15

Lévi-Strauss menganalisis ratusan mitos dengan menggunakan model-

model dari linguistik karena menurutnya antara mitos dan bahasa mempunyai

kemiripan. Kemiripan pertama, bahasa adalah sebuah media, alat, atau sarana

untuk komunikasi, untuk menyampaikan pesan-pesan dari individu ke individu

yang lain, dari kelompok satu ke kelompok yang lain. Demikian pula dengan

mitos yang disampaikan melalui bahasa dan mengandung pesan-pesan. Pesan

dalam sebuah mitos diketahui lewat penceritaannnya, seperti halnya pesan yang

disampaikan lewat bahasa yang diketahui lewat pengucapannya (Ahimsa-Putra,

2001: 80).

Tak ubahnya seperti Lévi-Strauss, Barthes menegaskan bahwa mitos

merupakan sistem komunikasi atau dapat dikatakan pula bahwa mitos adalah

sebuah pesan. Mitos tidak ditentukan oleh objek pesannya tetapi oleh cara

pengutaraan pesan, memang mitos mempunyai batas-batas formal tetapi tidak

substansial (Barthes, 2011:152). Mitos tidak dapat menjadi sebuah objek, konsep,

atau ide karena mitos adalah penandaan (signification).

Kedua, Lévi-Strauss memandang bahwa mitos mempunyai aspek langue

dan parole sama seperti bahasa. Langue dari sebuah bahasa adalah aspek

struktural yang relatif tetap. Bahasa atau langue menjadi objek linguistik karena

sifatnya yang relatif stabil, sedang tuturan atau parole selalu berubah tergantung

pada pengujarnya. Parole adalah bahasa yang diwujudkan dalam kehidupan

sehari-hari sebagai sarana berkomunikasi yang berupa logat, ucapan dan

perkataan. Parole atau tuturan merupakan sisi konkrit dari bahasa yang

merupakan aspek statistikal bahasa sedangkan langue merupakan aspek

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

16

strukturnya (Ahimsa-Putra, 2001: 80). Pada tataran langue, bahasa merupakan

suatu sistem struktur yang relatif tetap serta tidak terpengaruh oleh individu yang

menggunakannya.

Bahasa pada tataran langue berada dalam waktu yang berbalik (reversible

time) karena dia terlepas dari perangkap waktu yang diakronis. Parole berada

dalam waktu yang tidak dapat berbalik (non-reversible time) karena parole tidak

dapat terlepas dari waktu diakronis (Ahimsa-Putra, 2001:80). Menurut Lévi-

Strauss, mitos juga mempunyai dua sisi waktu sekaligus sama halnya dengan

langue dan parole yaitu waktu yang dapat berbalik dan waktu yang tidak dapat

berbalik. Mitos menunjuk pada peristiwa yang terjadi di masa lampau. Namun, di

sisi lain mitos mempunyai ciri khas berupa pola-pola tertentu yang membuatnya

tetap relevan sampai sekarang. Pola-pola yang terdapat pada mitos tidak terikat

oleh waktu sehingga pola-pola ini dapat menjelaskan yang terjadi di masa lalu

sekaligus menjelaskan yang tengah terjadi sekarang dan di masa yang akan datang

(Lévi-Strauss, 1963 via Ahimsa-Putra 2001:81). Sifat mitos yang historis dan

ahistoris inilah yang membuatnya berbeda dengan bahasa. Bahasa mempunyai sisi

sinkronis dan diakronis yang terpisah sedangkan sisi sinkronis dan diakronis mitos

tidak dapat dipisahkan.

Selain mempunyai persamaan, mitos dan bahasa juga mempunyai perbedaan.

Mitos mempunyai ciri khas dalam hal isi dan susunannya. Walaupun sebuah mitos

diterjemahkan ke dalam bahasa lain tidak seperti bentuk aslinya, mungkin telah

mengalami penyingkatan tetapi masyarakat masih dapat mengenali cerita tersebut

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

17

sebagai mitos. Hal ini bukan dikarenakan bahasa, gayanya ataupun sintaksisnya

melainkan karena isi dan susunan cerita mitos yang khas.

Dengan mengemukakan persamaan dan perbedaan antara mitos dan bahasa

maka Lévi-Strauss mempunyai landasan untuk menganalisis mitos melalui

kacamata struktural (Ahimsa-Putra, 2001:85). Seperti halnya bahasa yang terdiri

dari unit-unit kecil yang meliputi fonem, morfem, dan semem, mitos pun

mempunyai unit-unit kecil yang disebut mythéme oleh Lévi-Strauss atau ceriteme

oleh Ahimsa-Putra. Mythéme inilah yang harus ditemukan terlebih dahulu untuk

mengetahui makna mitos secara keseluruhan. Mythéme harus diperlakukan

sebagai simbol dan tanda. Sebuah mythéme dapat dikatakan sebagai sebuah

simbol karena ia memiliki makna referential (acuan) tetapi di sisi lain mythéme

juga dianggap sebagai tanda yang mempunyai nilai dalam konteks tertentu.

Ceriteme atau mythéme adalah unit terkecil dari suatu cerita sehingga

mythéme dapat juga diibaratkan sebagai simbol dan tanda. Lévi-Strauss tidak

memperhatikan anggapan penafsiran tunggal pada setiap simbol, melainkan

menunjukkan bahwa simbol-simbol terbuka untuk beragam penafsiran yang

bersifat melengkapi (Sturrock, 2004: 41). Dengan memperlakukan mythéme

sebagai tanda dan simbol maka akan didapatkan analisis mitos yang bersifat

objektif. Mythéme menurut Lévi-Strauss adalah unsur-unsur dalam konstruksi

wacana mitis (mythical discourse) yang merupakan satuan-satuan yang bersifat

oposisi, relatif dan negatif (Ahimsa-Putra, 2001: 95).

Analisis strukturalisme Lévi-Strauss mendapat pengaruh langsung dari

Ferdinand de Saussure yang mengubah studi linguistik dari pendekatan diakronik

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

18

ke sinkronik. Studi linguistik tidak lagi ditekankan pada sejarah perkembangannya,

melainkan pada hubungan antar unsurnya. Masalah unsur dan hubungan antar

unsur merupakan hal yang penting dalam pendekatan strukturalisme

(Nurgiyantoro, 2010: 36). Dengan demikian, setiap unsur dalam suatu sistem

struktur baru akan bermakna setelah dihubungkan dengan unsur-unsur lainnya

yang terkandung di dalamnya.

Analisis struktural dibagi menjadi dua macam struktur yaitu struktur lahir

atau struktur luar (surface structure) dan struktur batin atau struktur dalam (deep

structure). Struktur luar adalah relasi-relasi antar unsur yang dapat dibangun

berdasarkan ciri-ciri luar atau ciri-ciri empiris dari relasi-relasi tersebut. Struktur

dalam adalah susunan tertentu yang dibangun berdasarkan atas struktur lahir yang

telah berhasil dibuat (Ahimsa-Putra, 2001:61). Dengan demikian, struktur dalam

dapat disusun dengan menganalisis dan membandingkan struktur luar yang telah

ditemukan. Struktur dalam inilah yang digunakan untuk memahami fenomena

budaya yang diteliti.

Fenomena budaya yang diteliti memperlihatkan adanya struktur tertentu

yang bersifat tetap. Struktur inilah yang dapat dikatakan struktur dalam (deep

structure). Struktur dalam (deep structure) inilah yang merupakan model oleh ahli

antropologi untuk memahami kebudayaan yang ditelitinya. Oleh sebab itulah,

analisis struktural dapat digunakan untuk memprakirakan transformasi budaya

yang pernah terjadi di masyarakat, di masa lampau dan di masa yang akan datang.

Akan tetapi, analisis struktural tidak memusatkan perhatiannya pada perubahan

atau transformasi melainkan pada struktur dari sebuah fenomena.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

19

Asumsi dasar analisis strukturalisme sastra adalah karya sastra dipandang

telah mempunyai kebulatan makna intrinsik sehingga strukturalisme menentang

teori mimetik yang berpandangan bahwa sastra adalah tiruan kenyataan,

menentang teori ekspresif yang menganggap sastra adalah ungkapan perasaan dan

watak pengarang. Strukturalisme juga menentang teori resepsi yang menganggap

makna sastra sangat tergantung pada tanggapan dan harapan pembaca ( Taum,

2011: 190-191).

Penekanan pada sifat otonomi karya sastra pada teori strukturalisme

dianggap sebagai kelemahan teori strukturalisme. Hal ini disebabkan,

bagaimanapun juga sebuah karya sastra tidak mungkin dipisahkan sama sekali

dari latar belakang sosial budaya dan sejarah (Nurgiyantoro, 2010: 39).

Kelemahan kajian strukturalisme yang menganggap karya sastra secara otonom

sehingga karya sastra kehilangan relasi dan relevansinya terhadap situasi, kondisi

dan masalah manusia tidak berlaku bagi kajian strukturalisme Lévi-Strauss.

Kelemahan strukturalisme sastra adalah: karya sastra diasingkan dari konteks dan

fungsinya sehingga sastra kehilangan relevansi sosialnya, tercerai dari sejarah, dan

terpisah dari permasalahan manusia (Ahimsa-Putra, 2011: 191). Lévi-Strauss

membangun kajian strukturalisme yang berbeda dari model kajian strukturalisme

sastra.

Sebagaimana model-model kajian naratif yang lainnya, model kajian

strukturalisme Lévi-Strauss pun memiliki sebuah kelemahan, yakni perumusan

mythéme yang bersifat subjektif dan pembagian kolom-kolom yang tidak mudah

dirunut (Ahimsa-Putra, 2011: 192). Meskipun demikian, kelemahan ini dapat

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

20

diatasi dengan menyederhanakan rumus-rumus dan skema-skema yang terlalu

rumit dan dapat diganti dengan mengambil satu tema-tema pokok sehingga

menghasilkan mythéme yang mewakili setiap alur cerita.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan berupa cerita genuk kemiri yang diperoleh dari hasil

wawancara dan studi pustaka serta data etnografi kebudayaan masyarakat Pati.

Data hasil wawancara merupakan data primer yang kemudian akan dipadukan

dengan data hasil dari studi pustaka dan data etnografi yang berasal dari buku-

buku tentang masyarakat Pati. Data etnografi dan kebudayaan Pati dikumpulkan

melalui studi pustaka dan pengamatan langsung.

1.6.2 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif

kualitatif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu wawancara dan

observasi langsung ke lokasi. Metode analisis data yang dilakukan peneliti yaitu

memverifikasi data dengan cara membuat asumsi-asumsi teoritis dalam suatu

bagian yang dipentingkan.

Berikut cara kerja analisis mitos genuk kemiri.

1. Pencarian data yang berupa cerita genuk kemiri dengan teknik

wawancara. Data hasil wawancara dipadukan dengan data hasil studi

pustaka yang selanjutnya diolah dan direkonstruksi membentuk cerita

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

21

genuk kemiri secara utuh. Hasil rekonstruksi inilah yang dijadikan data

primer.

2. Data primer yang sudah ada dibagi ke dalam beberapa episode

berdasarkan asumsi teoritis.

3. Episode-episode yang telah ada kemudian disusun menjadi beberapa

unit-unit cerita.

4. Unit-unit cerita dikelompokkan ke dalam beberapa kolom berdasarkan

deretan sinkronis dan diakronis untuk menemukan unsur-unsur terkecil

bahasa mitos atau disebut dengan istilah mythéme oleh Lévi-Strauss atau

ceriteme menurut Ahimsa Putra.

5. Mengelompokkan unit-unit peristiwa yang mempunyai kesamaan ke

dalam beberapa kolom untuk selanjutnya digunakan sebagai analisis

sitagmatik dan paradigmatik untuk mencari surface structure atau

struktur permukaan.

6. Melakukan penomoran pada unit-unit cerita untuk memudahkan

penyusunan deretan sintagmatik dan paradigmatik untuk menemukan

surface sturucture.

7. Mencari oposisi biner berdasarkan mythéme yang telah ditemukan untuk

mencari deep structure atau struktur dalam.

8. Mencari deep structure atau struktur dalam dengan pendekatan

interdisipliner yaitu antropologi dan sejarah yang dapat menjadi latar

belakang mitos dengan kehidupan nyata pada masyarakat Pati.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68348/potongan/S1-2014... · Data etnografi yaitu data kebudayaan suatu masyarakat yang telah diterbitkan

22

9. Menarik kesimpulan dari surface structure „struktur permukaan‟ dan

deep structure „struktur dalam‟.

1.7 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian penelitian ini dibagi ke dalam 4 (empat) bab. Bab I

adalah pendahuluan yang berisi uraian tentang latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian dan

sistematika penyajian. Bab I adalah landasan pokok bagi bab II sampai bab IV.

Bab II berisi uraian mengenai kebudayaan masyarakat Pati

Bab III berisi uraian mengenai cerita mitos genuk kemiri yang ada di desa

Sarirejo, Kabupaten Pati Jawa Tengah. Cerita mitos genuk kemiri merupakan hasil

dari rekonstruksi wawancara dengan tiga narasumber serta hasil studi pustaka

buku Sejarah Pati dan Babad Pati.

Dalam bab tiga, rekonstruksi cerita genuk kemiri dibagi ke dalam beberapa

episode yang selanjutnya dibagi lagi ke dalam unit-unit cerita. Unit-unit cerita

selanjutnya dikelompokkan ke dalam kolom-kolom deretan sinkronis –diakronis

yang selanjutnya dikelompokkan lagi ke dalam kolom deretan sintagmatik –

paradigmatik. Analisis cerita mitos genuk kemiri dibagi ke dalam beberapa

mythéme atau ceriteme untuk menemukan struktur dalam dan struktur

permukaannya. Setelah struktur dalam dan struktur permukaannya dapat

ditemukan, barulah dicari fungsi mitos terhadap masyarakat di Kabupaten Pati.

Bab IV penutup berisi kesimpulan dan saran.