BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang -...

19
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Investasi merupakan salah satu hal penting bagi pertumbuhan ekonomi, percepatan pembangunan ekonomi di suatu negara dan perbaikan bagi produktifitas kerja. Investasi dapat digunakan sebagai alat untuk memulihkan perekonomian, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. Tanpa investasi akan sulit untuk melakukan ekspansi usaha. Maka Penanaman Modal Asing ( PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri ( PMDN ) merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan akan investasi. Namun ada beberapa faktor yang menghambat investor untuk menanamkan modalnya di suatu negara maupun di daerah, baik dari keadaan ekonomi, situasi politik dan pelayanan perizinan. Pelayanan perizinan merupakan faktor yang signifikan enggannya investor untuk berinvestasi, terbukti Indonesia berada pada peringkat ke-126 dalam hal pelayanan perizinan menurut Suhardi. Untuk meningkatkan dan menarik investor ke dalam negeri Badan Kerjasama Penanaman Modal (BKPM) melalui Perpres No.27/2009 berusaha memperbaikinya dengan mendirikan kantor Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di semua daerah dimana saat ini sudah ada 17 kantor dari 33 provinsi seluruh Indonesia. Di sisi lain banyaknya penawaran angkatan kerja menjadi kendala tersendiri mengingat tingginya penawaran tidak didukung dengan lapangan pekerjaan yang mencukupi ditambah lagi dengan rendahnya kualitas skill angkatan kerja. Tingginya suku bunga dalam negeri menjadi perhatian bagi para investor untuk menanamkan modalnya didukung dengan nilai tukar rupiah yang semakin melemah beberapa akhir tahun ini. Rendahnya mutu sarana dan prasarana menjadi faktor yang tidak bisa dimarginalkan karena menjadi acuan dalam perhitungan suatu perusahaan, secara tidak langsung akan mempengaruhi biaya produksi dan hasil produksi. Penelitian yang dilakukan oleh Ni Putu Wiwin Setyari Dkk tentang determinan investasi di Indonesia menyatakan dengan teknik error correction methode (ECM) akan mendatangkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan model regresi biasa. Dari studi empiris menunjukkan walaupun faktor ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan , iklim investasi menjadi sorotan yang lebih. Kondisi masih tingginya pengangguran terkait dengan pertambahan penduduk, kualitas pendidikan dan skill sebagian besar SDM yang ada. Disisi lain kerentanan pasar tenaga kerja dimana amat mahal bagi perusahaan untuk mengurangi

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang -...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Investasi merupakan salah satu hal penting bagi pertumbuhan ekonomi, percepatan

pembangunan ekonomi di suatu negara dan perbaikan bagi produktifitas kerja. Investasi

dapat digunakan sebagai alat untuk memulihkan perekonomian, menciptakan lapangan kerja

dan mengurangi kemiskinan. Tanpa investasi akan sulit untuk melakukan ekspansi usaha.

Maka Penanaman Modal Asing ( PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri ( PMDN )

merupakan solusi untuk memenuhi kebutuhan akan investasi. Namun ada beberapa faktor

yang menghambat investor untuk menanamkan modalnya di suatu negara maupun di daerah,

baik dari keadaan ekonomi, situasi politik dan pelayanan perizinan. Pelayanan perizinan

merupakan faktor yang signifikan enggannya investor untuk berinvestasi, terbukti Indonesia

berada pada peringkat ke-126 dalam hal pelayanan perizinan menurut Suhardi. Untuk

meningkatkan dan menarik investor ke dalam negeri Badan Kerjasama Penanaman Modal

(BKPM) melalui Perpres No.27/2009 berusaha memperbaikinya dengan mendirikan kantor

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di semua daerah dimana saat ini sudah ada 17 kantor

dari 33 provinsi seluruh Indonesia. Di sisi lain banyaknya penawaran angkatan kerja menjadi

kendala tersendiri mengingat tingginya penawaran tidak didukung dengan lapangan

pekerjaan yang mencukupi ditambah lagi dengan rendahnya kualitas skill angkatan kerja.

Tingginya suku bunga dalam negeri menjadi perhatian bagi para investor untuk menanamkan

modalnya didukung dengan nilai tukar rupiah yang semakin melemah beberapa akhir tahun

ini. Rendahnya mutu sarana dan prasarana menjadi faktor yang tidak bisa dimarginalkan

karena menjadi acuan dalam perhitungan suatu perusahaan, secara tidak langsung akan

mempengaruhi biaya produksi dan hasil produksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Ni Putu Wiwin Setyari Dkk tentang determinan

investasi di Indonesia menyatakan dengan teknik error correction methode (ECM) akan

mendatangkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan model regresi biasa. Dari studi

empiris menunjukkan walaupun faktor ekonomi memiliki pengaruh yang signifikan , iklim

investasi menjadi sorotan yang lebih. Kondisi masih tingginya pengangguran terkait dengan

pertambahan penduduk, kualitas pendidikan dan skill sebagian besar SDM yang ada. Disisi

lain kerentanan pasar tenaga kerja dimana amat mahal bagi perusahaan untuk mengurangi

2

tenaga kerjanya bila pasar lesu. Lemahnya kegiatan investasi dan permasalahan fundamental

terkait dengan ketidakpastian hukum menjadi kendala bagi pengusaha untuk menanamkan

modalnya.

Jamzoni Sodik dan Didi Nuryadin melalui kajian tentang determinan investasi di

daerah : studi kasus provinsi di Indonesia. Dengan dynamic methode of fanel dan fixxed

effect diperoleh hasil indikator market size yakni PDRB, indikator infrastuktur yakni listrik

menjadi faktor penentu bagi investor untuk berinvestasi atau dengan kata lain kedua indikator

tersebut signifikan meskipun berlawanan arah dengan teori sedangkan indikator tingkat

keterbukaan ekonomi yakni ekspor belum begitu besar perannya dalam menarik investor.

Eni Setyowati Dkk (2008) melakukan penelitian tentang kausalitas investasi asing

terhadap pertumbuhan ekonomi dimana mengkaji variabel investasi asing terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia dan sebaliknya dengan menggunakan metode model koreksi

kesalahan Engle-Granger (EG-ECM). Dengan metode tersebut dapat dijelaskan dalam jangka

pendek dan jangka panjang variabel yang berpengaruh dan signifikan adalah variabel

investasi asing berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, begitu juga

sebaliknya variabel pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap investasi asing di

Indonesia.

Tabel 1.1.1

Perkembangan Realisasi Investasi Menurut Pulau

Tahun Lokasi

PMA PMDN

Proyek

Nilai

Investasi

(US $ Juta)

Proyek

Nilai

Investasi (Rp

Miliar)

2008

Sumatera

Jawa

Kalimantan

Sulawesi

Bali & Nusa Tenggara

Maluku & Papua

95

947

19

14

59

4

1.010,0

13.566,7

115,2

65,3

95,6

18,6

34

183

12

5

2

3

4.840,2

12.230,6

1.821,5

1.147,4

29,0

294,7

2009

Sumatera

Jawa

Kalimantan

Sulawesi

Bali & Nusa Tenggara

Maluku & Papua

123

946

31

16

100

5

776,1

9.370,5

284,3

141,6

233,9

8,7

39

174

22

7

5

1

7.819,7

25.766,5

2.934,5

1.187,4

50,8

41,1

3

Lanjutan Tabel 1.1.1

Perkembangan Realisasi Investasi Menurut Pulau

Tahun Lokasi

PMA PMDN

Proyek Nilai Investasi

(US $ Juta) Proyek

Nilai Investasi

(Rp Miliar)

2010

Sumatera

Jawa

Kalimantan

Sulawesi

Bali & Nusa Tenggara

Maluku & Papua

362

1.976

253

81

374

35

747,1

11.498,8

2.011,4

859,1

502,7

595,7

222

397

149

58

39

10

4.224,2

35.140,3

14.575,6

4.337,6

2.119,3

229,3

2011

Sumatera

Jawa

Kalimantan

Sulawesi

Bali & Nusa Tenggara

Maluku & Papua

667

2.632

331

146

474

92

2.076,6

12.324

1.918,8

715,3

952,7

1.486,6

370

601

198

82

32

30

16.334,3

37.176,2

13.467,4

7227,5

356,7

1.438,6 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Tabel 1.1.2

Perkembangan Realisasi Investasi di Daerah Istimewa Yogyakarta

Tahun

PMA PMDN

Proyek Nilai Investasi

(US $ Juta) Proyek

Nilai Investasi

(Rp Miliar)

2008 6 16,7 - 18,1

2009 5 8,1 2 33,4

2010 20 4,9 3 10,0

2011 22 2,4 7 1,6 Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Tabel 1.1.1. menunjukkan perkembangan realisasi investasi asing dan domestik yang

secara keseluruhan mengalami kenaikan baik dari jumlah proyek maupun nilai investasi.

Pada tahun 2011, realisasi PMDN tumbuh 25 persen disumbang oleh realisasi investasi di

Papua yang tumbuh 521 persen, diikuti oleh pulau Sumatera yang tumbuh sebesar 287 persen

serta Sulawesi tumbuh 67 persen, sementara untuk Bali dan Nusa Tenggara mengalami

pertumbuhan yang negatif. Untuk PMA, pertumbuhan tahun 2011 total sebesar 20 persen

dibanding tahun sebelumnya, dan pertumbuhan ini disumbang oleh pertumbuhan realisasi

4

investasi wilayah papua yang tumbuh sebesar 288 persen dan wilayah sumatera yang tumbuh

sebesar 178 persen, sementara Maluku maupun Sulawesi mengalami pertumbuhan yang

negatif dibanding tahun sebelumnya. Adapun untuk lima lokasi utama yang diminati oleh

investor baik domestik maupun asing, pulau Jawa tetap merupakan lokasi yang paling

diminati investor.

Tabel 1.1.2. menunjukkan perkembangan realisasi investasi di Propinsi D.I

Yogyakarta. Pada tahun 2011 nilai investasi baru (PMDTB) tercatat tumbuh sebesar 4,57 %

yoy, lebih tinggi dari tahun sebelumnya 3,41 %. Ekspansi investasi pada tahun 2011 antara

lain terkait dengan pembangunan beberapa proyek infrastruktur dan properti, termasuk hotel

di DIY sejalan dengan membaiknya perekonomian nasional dan DIY sendiri. Paska erupsi

merapi, DIY justru semakin eksotis dan menjadi daya tarik bagi investor untuk

mengembangkan kegiatan disektor PHR; sektor jasa-jasa; dan sektor keuangan, persewaan

dan jasa perusahaan.

Dari latar belakang beberapa aspek diatas menarik peneliti untuk melakukan kajian

dengan memfokuskan pada masalah investasi domestik, angkatan kerja, nilai kurs, dan

produk domestik regional bruto. Dengan memfokuskan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh pendapatan regional (PDRB) terhadap perkembangan

investasi (PMDN) di D.I. Yogyakarta ?

2. Apakah terdapat pengaruh angkatan kerja terhadap perkembangan investasi

(PMDN) di D.I. Yogyakarta ?

3. Apakah terdapat pengaruh nilai kurs rupiah terhadap perkembangan investasi

(PMDN) di D.I. Yogyakarta ?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan regional (PDRB) terhadap

perkembangan investasi (PMDN) di D.I. Yogyakarta.

5

2. Untuk mengetahui pengaruh angkatan kerja terhadap perkembangan investasi

(PMDN) di D.I. Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui pengaruh nilai kurs terhadap perkembangan investasi (PMDN)

di D.I. Yogyakarta.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Sehubungan dengan faktor keterbatasan yang ada dan mengingat banyaknya

faktor yang mempengaruhi investasi (PMDN), maka penelitian hanya membahas

pada :

1 Variabel-variabel yang dianggap berpengaruh terhadap besar kecilnya

investasi (PMDN) di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu pada produk

domestik regional bruto, nilai kurs rupiah terhadap dollar US, infrastruktur,

dan angkatan kerja.

2 Data yang digunakan adalah data tahunan yaitu dari tahun 1990 sampai 2011

terdiri atas :

a) Produk domestik regional bruto

b) Tingkat Penanaman Modal Dalam Negeri

c) Banyaknya penduduk angkatan kerja

d) Nilai kurs rupiah terhadap dollar US

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada berbagai pihak yang terkait

dalam studi ini. Manfaat tersebut sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan

pemerintah daerah untuk meningkatkan minat investor menanamkan modalnya di

D.I. Yogyakarta

2. Bagi dunia akademik, hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai

referensi pembanding dan stimulan bagi penelitian selanjutnya.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori dan Penelitian Terdahulu

2.1.1. Pengertian Investasi

Sadono Sukirno (2000) mendefinisakan investasi sebagai pengeluaran-

pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi

dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam

perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa

depan. Dengan kata lain, investasi berarti kegiatan perbelanjaan untuk meningkatkan

kapasitas memproduksi suatu perekonomian.

Menurut Dornbusch dan Fischer (2004), investasi adalah arus pengeluaran

yang menambah stock modal fisik. Dimana modal merupakan stock ketika nilai uang

dari gedung-gedung, mesin-mesin, dan inventaris lain adalah tetap pada suatu waktu.

Dengan membagi investasi dalam tiga kategori yaitu, investasi bisnis tetap, investasi

perumahan, dan investasi inventori.

Menurut Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus (1998), investasi

adalah pengeluaran yang dilakukan oleh para penanam modal yang menyangkut

penggunaan sumber-sumber seperti peralatan, gedung, peralatan produksi dan mesin-

mesin baru lainnya atau persediaan yang diharapkan akan memberikan keuntungan

dari investasi tersebut. Kekuatan ekonomi utama yang menentukan investasi adalah

hasil biaya investasi yang ditentukan oleh kebijakan tingkat bunga dan pajak, serta

harapan mengenai masa depan.

2.1.1.1. Teori Investasi Klasik

Teori ekonomi klasik menyatakan bahwa keinginan individu atau masyarakat

untuk menabung adalah sama dengan keinginan perusahaan untuk melakukan

investasi. Pandangan ini dapat ditulis sebagai :

I = S..............................................................................................................(2.1)

7

Dalam teori investasi klasik diasumsikan bahwa :

1. Tabungan adalah fungsi dari tingkat bunga

Yaitu semakin tinggi tingkat bunga, semakin tinggi pula keinginan masyarakat

untuk menabung. Artinya bahwa pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat

akan terdorong untuk mengurangi pengeluaran untuk konsumsi dengan maksud

untuk menambah tabungan.

2. Investasi juga merupakan fungsi dari tingkat bunga

Yaitu semakin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi akan

semakin rendah. Dimana investasi akan dilakukan apabila pendapatan dari

investasi (return on investment) lebih besar dari tingkat bunga yang berlaku atau

tingkat riil sebab tingkat bunga merupakan biaya atau ongkos penggunaan dana

(Cost of Capital).

Dengan demikian, teori klasik merupakan hubungan antara tabungan dan

investasi dengan tingkat bunga yang digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1.1.1.1

Hubungan Investasi dan Tabungan Dengan Tingkat Bunga

Menurut Klasik

Dari gambar diatas dapat diterangkan bahwa kurva tabungan (S) menunjukkan

tingkat tabungan pada kesempatan kerja penuh atau full employment pada berbagai

tingkat bunga sedangkan keinginan berinvestasi perusahaan ditunjukkan oleh kurva I0.

Sehingga bila pada mulanya keseimbangan diantara tabungan dan investasi (I0 = S0)

dicapai pada titik E0, dimana keseimbangan tingkat bunga ada pada titik R0.

E0

E1

Tingkat Bunga

R0

R1

I1

I0 I0=S1 I0=S0 Investasi dan Tabungan

S

I0

8

Apabila misalnya permintaan investasi berubah dari I0 menjadi I1 maka pada

tinhkat bunga R0 sebanyak S0 tabungan ditawarkan dalam pasar, sedangkan investasi

yang terjadi akan merosot menjadi I0. Kelebihan tabungan inilah yang akan

menurunkan tingkat bunga menjadi R1 sehingga terjadi keseimbangan baru pada titik

E1, dimana tabungan yang baru telah lama kembali dengan permintaan investasi (I1 =

S1). Hal ini terjadi karena pada saat terjadi kelebihan tabungan maka para penabung

akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya sehingga akan menekan tingkat

bunga. Demikian juga bila terjadi kondisi sebaliknya.

Teori investasi klasik ini dapat disimpulkan bahwa terdapat fleksibilitas

tingkat bunga yang akan menjamin terwujudnya keadaan tabungan selalu sama

dengan investasi (I = S) sehingga keseimbangan antara tabungan dan investasi selalu

tercapai. Dengan kata lain, tingkat bunga merupakan hasil interaksi antara tabungan

(S) dan investasi (I).

2.1.1.2. Teori Investasi Keynes : The Marginal Efficiency of Capital

Dasar teori permintaan dari Keynes adalah konsep Marginal Efficiency of

Capital (MEC). MEC didefinisikan sebagai tingkat pendapatan bersih yang

diharapkan diperoleh dari tambahan pengeluaran investasi. Dimana angka MEC ini

adalah angka yang menyamakan harga investasi dengan nilai sekarang (Present

Value) dari semua penerimaan yang diharapkan dari pengoprasian suatu proyek

investasi ditambah nilai sekarang dari nilai sisa (residu) investasi tersebut.

Rumus MEC adalah :

.................................2.2

Keterangan :

C = Pengeluaran untuk memperoleh investasi hingga siap pakai

R1, R2,..Rn = Penerimaan bersih yang diperkirakan diperoleh dari proyek investasi

1,2.......n = periode waktu dari masing-masing penerimaan

S = Nilai residu

r = MEC atau internal rate of return

9

Keputusan menjalankan investasi :

Bila MEC > suku bunga, maka proyek dijalankan

Bila MEC = suku bunga, maka proyek dijalankan atau tidak sama saja

Bila MEC < suku bunga, maka proyek tidak dijalankan

2.1.2. Produk Domestik Regional Bruto

Menurut Sadono Sukirno (2011), Produk Domestik Bruto (PDB) adalah nilai

barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksikan oleh faktor-faktor produksi

milik warga negara tersebut dan negara asing dalam satu tahun tertentu.

Menurut Susanti, dkk (2000 :23-24) indikator yang digunakan untuk

mengukur pertumbuhan ekonomi adalah tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto

(PDB). Ada bebarapa alasan yang mendasari pemilihan pertumbuhan ekonomi

menggunakan Produk Domestik Bruto (PDB) bukan indikator lainnya yaitu :

1) PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas

produksi didalam perekonomian. Hal ini berarti peningkatan PDB juga

mencerminkan peningkatan balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang

digunakan dalam aktivitas produksi tersebut.

2) PDB dihitung atas dasar konsep aliran (flow concept), artinya perhitungan

PDB hanya mencakup nilai produk yang dihasikan kepada suatu priode

tertentu.

3) Batas wilayah perhitungan PDB adalah negara (perekonomian domestik)

Menurut Todaro (2000:137) ada tiga faktor komponen utama dalam

pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa, yaitu :

1) Akumulsi modal, yakni meliputi semua bentuk atau jenis investasi yang

ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal atau sumber daya manusia.

2) Pertumbuhan penduduk, yang beberapa tahun selanjutnya akan memperbanyak

angkatan kerja.

3) Kemajuan teknologi.

10

2.1.3. Angkatan Kerja

Tenaga kerja merupakan seluruh penduduk yang dianggap memiliki potensi

untuk bekerja secara produktif (Adioetomo :2010). Hal ini berarti penduduk yang

mampu menghasilkan barang dan jasa dapat disebut sebagai tenaga kerja. Terdapat

tiga pendekatan pemberdayaan yang didasarkan pada pengukuran kegiatan ekonomi

yang dijadikan tolok ukur untuk analisis ketenagakerjaan yaitu Gainful Worker

Approach, Labor Force Approach dan Labor Utilization Approach. Masing-masing

konsep tersebut atau teori tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1) Konsep Gainful Worker Approach

Konsep ini menjelaskan tentang aktivitas ekonomi orang yang pernah bekerja

atau biasa dilakukan seseorang(usual activity). Kata biasa dalam hal ini dapat

disimpulkan bahwa usaha tidak menggangap penting kegiatan-kegiatan lain yang

tidak termasuk biasa dilakukan. Contohnya orang yang biasanya sekolah namun pada

kondisi sekarang sedang mencari kerja maka hal ini diklasifikasikan sebagai orang

yang sekolah. Teori ini tidak dapat menggambarkan secara statistik mengenai kondisi

mereka yang bekerja dan sedang mencari pekerjaan sehingga angka pengangguran

terbuka relatif kecil.

2) Konsep Angkatan Kerja (Labor Force Approach)

Pendekatan ini memberikan batas yang jelas tentang kegiatan yang dilakukan

dalam semiggu ini, sehingga secara tegas dapat diketahui kegiatan apa yang benar-

benar dilakukan sebagai kegiatan utamanya. Pendekatan ini lebih dikenal sebagai

pendekatan aktivitas kini dengan jangka waktu tertentu (Mantra ,2009) .

Menurut Adioetomo, 2010 terdapat dua perbaikan yang diusulkan dalam

konsep yaitu :

a) Activity Concept, bahwa yang termasuk dalam angkatan kerja (labor force)

haruslah orang yang secara aktif bekerja atau sedang aktif mencari pekerjaan.

11

b) Aktivitas tersebut dilakukan dalam suatu batasan waktu tertentu sebelum

wawancara. Dengan kata lain, konsep angkatan kerja umumnya disertai

dengan referensi waktu.

Berdasarkan konsep tersebut , angkatan kerja (labor force) dibagi menjadi dua yaitu :

1) Bekerja

2) Mencari pekerjaan (menganggur), yang dapat dibedakan antara :

a. Mencari pekerjaan, tetapi sudah pernah bekerja sebelumnya

b. Mencari pekerjaan untuk pertama kalinya (belum pernah bekerja

sebelumnya)

Angkatan kerja dapat dikatakan sebagai bagian dari tenaga kerja yang

sesungguhnya terlibat atau berusaha untuk terlibat dalam kegiatan produktif, yaitu

memproduksi barang dan jasa dalam kurun waktu tertentu. Oleh karena itu, dalam

konsep angkatan kerja ini harus ada referensi waktu yang pasti, misalnya satu minggu

sebelum pencacahan.

3) Konsep Pemanfaatan Tenaga Kerja ( Labor Utilization Approach)

Pendekatan ini awalnya dikembangkan oleh Philip M Hauser untuk

memperbaiki konsep Labor Force, Pendekatan Labor Utilization dimaksudkan untuk

lebih menyempurnakan konsep angkatan kerja, terutama supaya lebih sesuai dengan

keadaan negara berkembang. Pendekatan dalam konsep ini lebih ditujukan untuk

melihat potensi tenaga kerja, apakah telah dimanfaatkan secara penuh. Dengan konsep

ini, angkatan kerja dikelompokkan sebagai berikut :

a. Pemanfaatan penuh (Full Utilized)

b. Pemanfaatan kurang (Under-Utilized), karena jumlah jam kerja yang rendah,

pendapatan upah atau gaji yang rendah dan tidak sesuai dengan kemampuan atau

keahliannya, biasa disebut setengah penganggur. Untuk point a dan b didasarkan

pada jumlah jam kerja seminggu.

c. Pengangguran terbuka (Open Unemployment)

12

2.1.4. Nilai Kurs

Nilai tukar atau kurs merupakan harga mata uang satu negara terhadap harga

mata uang negara lain. Menurut Krugman (2000) mengartikan nilai tukar adalah harga

sebuah mata uang dari sebuah negara yang diukur dan dinyatakan dengan mata uang

lain. Nilai tukar mata uang dapat didefinisikan sebagai harga relatif dari mata uang

terhadap mata uang negara lainnya.

Ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu

(Madura Jeff, 1993) :

1. Faktor Fundamental

Faktor fundamental berkaitan dengan indikator ekonomi seperti inflasi, suku

bunga, perbedaan relatif pendapatan antar negara, ekspektasi pasar dan intervensi

bank sentral.

2. Faktor Teknis

Faktor teknis berkaitan dengan kondisi permintaan dan penawaran devisa pasa

saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawran tetap, maka

harga valuta asingakan terapresiasi, sebaliknya apabila ada kekurangan permintaan,

sementara penawaran tetap maka nilai tukar valuta asing akan terdepresiasi.

3. Sentimen Pasar

Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita politik yang

bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valuta asing naik atau turun secara

tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau beritasudah berlalu, maka nilai tukar

akan kembali normal.

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Ni Putu Wiwin Setyari Dkk tentang

determinan investasi di Indonesia menyatakan dengan teknik error correction

methode (ECM) akan mendatangkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan

model regresi biasa. Dari studi empiris menunjukkan walaupun faktor ekonomi

13

memiliki pengaruh yang signifikan , iklim investasi menjadi sorotan yang lebih.

Kondisi masih tingginya pengangguran terkait dengan pertambahan penduduk,

kualitas pendidikan dan skill sebagian besar SDM yang ada. Disisi lain kerentanan

pasar tenaga kerja dimana amat mahal bagi perusahaan untuk mengurangi tenaga

kerjanya bila pasar lesu. Lemahnya kegiatan investasi dan permasalahan fundamental

terkait dengan ketidakpastian hukum menjadi kendala bagi pengusaha untuk

menanamkan modalnya.

Jamzoni Sodik dan Didi Nuryadin melalui kajian tentang determinan

investasi di daerah : studi kasus provinsi di Indonesia. Dengan dynamic methode of

fanel dan fixxed effect diperoleh hasil indikator market size yakni PDRB, indikator

infrastuktur yakni listrik menjadi faktor penentu bagi investor untuk berinvestasi atau

dengan kata lain kedua indikator tersebut signifikan meskipun berlawanan arah

dengan teori sedangkan indikator tingkat keterbukaan ekonomi yakni ekspor belum

begitu besar perannya dalam menarik investor.

Eni Setyowati Dkk (2008) melakukan penelitian tentang kausalitas investasi

asing terhadap pertumbuhan ekonomi dimana mengkaji variabel investasi asing

terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan sebaliknya dengan menggunakan

metode model koreksi kesalahan Engle-Granger (EG-ECM). Dengan metode tersebut

dapat dijelaskan dalam jangka pendek dan jangka panjang variabel yang berpengaruh

dan signifikan adalah variabel investasi asing berpengaruh signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia, begitu juga sebaliknya variabel pertumbuhan

ekonomi berpengaruh signifikan terhadap investasi asing di Indonesia.

2.3. Hipotesis

Beberapa hipotesis yang akan di uji dalam penelitian ini adalah :

Hipotesis 1 Diduga Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif

terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta

Hipotesis 2 Diduga Angkatan Kerja berpengaruh positif terhadap Penanaman

Modal Dalam Negeri (PMDN) di propinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta

Hipotesis 3 Diduga Nilai Tukar Kurs terhadap dollar US berpengaruh negatif

terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di propinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta

14

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.1.1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini variabel terikat (dependent variabel) yang digunakan adalah

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Sedangkan variabel bebasnya (independent

variabel) yaitu produk domestik regional bruto, nilai kurs terhadap dollar US (KURS) dan

angkatan kerja (AK).

3.1.2. Definisi Operasional Variabel

Variabel yang akan digunakan dalam analisis ini didefinisikan sebagai berikut :

1. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Penanaman Modal Dalam Negeri adalah realisasi investasi perseorangan atau perusahaan

yang berasal dari dalam negeri/domestik pada perusahaan yang berlokasi di propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB adalah keseluruhan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit

usaha atau seluruh unit ekonomi di suatu wilayah atas dasar harga konstan.

3. Angkatan Kerja (AK)

Angkatan Kerja yang dimaksudkan disini adalah jumlah penduduk berumur 10 tahun

keatas yang bekerja berdasarkan kegiatan selama seminggu yang lalu di Daerah

Istimewa Yogyakarta, yang dinyatakan salam bentuk satuan orang.

4. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar US (KURS)

Nilai tukar atau kurs merupakan harga mata uang satu negara terhadap harga mata uang

negara lain / harga sebuah mata uang dari sebuah negara yang diukur dan dinyatakan

15

dengan mata uang lain. Nilai tukar yang digunakan kurs rupiah terhadap dollar selama

periode 1990 – 2010 yang dinyatakan dalam rupiah.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data runtut

waktu (time series) dengan rentang waktu 22 tahun. Data yang dipilih adalah data dari tahun

1990 sampai 2011. Sedangkan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah dengan cara mencari data yang berhubungan dengan variabel penelitian secara urut

sesuai dengan tahun penelitian dan mendokumentasikannya, data-data tersebut dikumpulkan

dari berbagai sumber yaitu , Badan Pusat Statistik (BPS-Yogyakarta), Badan Koordinasi

Penanaman Modal (BKPM) dan Bank Indonesia Daerah Yogyakarta.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang dipakai dalam pengumpulan data adalah melalui studi pustaka. Studi

pustaka merupakan teknik untuk mendapatkan informasi melalui catatan, literatur,

dokumentasi dan lain-lain yang masih relevan dengan penelitian ini. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi dari Badan

Pusat Statistik Yogyakarta. Data yang diperoleh adalah data dalam bentuk tahunan untuk

masing – masing variabel.

3.4. Metode Analisis

Dalam penelitian ini dilakukan dua analisis, yaitu analisis keseimbangan jangka

panjang dengan menggunakan persamaan kointegrasi (cointegration test) dan analisis jangka

pendek dengan metode regresi linier ECM (Error Correction Methode). Sebelum melakukan

analisis harus dilakukan uji terhadap kestationeran data. Konsep terkini yang banyak dipakai

untuk menguji kestationeran data runtut waktu adalah uji akar unit (unit root test) atau

dikenal juga dengan Uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Pengujian akar-akar unit untuk

semua variabel yang digunakan dalam analisis runtut waktu perlu dilakukan untuk memenuhi

keshahihan analisis ECM (Error Correction Methode). Ini berarti bahwa data yang

digunakan harus bersifat stasioner, atau dengan kata lain perilaku data yang stasioner

memiliki varians yang tidak terlalu besar dan mempunyai kecenderungan untuk mendekati

nilai rata-ratanya. Hipotesis yang dikemukan adalah :

16

H0 : = 0 artinya terjadi unit root (data tidak stasioner)

H1 : ≠ 0 artinya tidak terjadi unit root (data stasioner)

Teknik pengujian adalah dengan membuat regresi antara dan Yt-1 sehingga akan

didapat koefisien regresinya, yaitu . Regresi metode yang sama secara parsial juga akan

dilakukan terhadap semua variabel independen yang digunakan. Namun signifikansi tidak

dapat dilakukan dengan uji t karena hipotesis diatas tidak mengikuti distribusi t. Dickey-

Fuller membuktikan bahwa Uji t terhadap hipotesis diatas mengikuti statistik ɩ (tau). Statistik

ini selanjutnya dikembangkan oleh Mc Kinnon. Model yang akan digunakan adalah model

dengan intersep (Nachrowi, 2006), yaitu :

Keterangan :

m = panjangnya lag yang digunakan.

H0 ditolak bila nilai ADF lebih kecil atau lebih besar dibandingkan dengan nilai kritis mutlak

Mc Kinnon pada level 1%, 5%, dan 10%, yang juga berarti bahwa distribusi (t) mengarah

pada kondisi yang signifikan.

3.4.1. Pengujian Kointegrasi

Jika semua variabel lolos dari uji akar unit, maka selanjutnya dilakukan uji

kointegrasi (cointegration test) untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keseimbangan

atau kestabilan jangka panjang diantara variabel-variabel yang diamati. Dalam penelitian ini

digunakan metode Engel dan Granger untuk menguji kointegrasi variabel-variabel yang ada

dengan memanfaatkan uji statistik DF-ADF untuk melihat apakah residual regresi kointegrasi

stasioner atau tidak. Untuk menghitung nilai DF dan ADF terlebih dahulu adalah membentuk

persamaaan regresi kointegrasi dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS). Persamaan

regresi yang akan diujikan pada penelitian ini adalah seperti yang dikemukakan

Nachrowi(2006).

INVt = β0 + β1PDRBt + β2AKt + β3KURSt + et

17

Keterangan :

β0 = intersep/konstanta

β1, β2, β3 = koefisien regresi

INVt = nilai investasi pada periode t

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto pada periode t

AKt = Angkatan Kerja pada periode t

KURSt = nilai tengah kurs rupiah terhadap dolar Amerika pada periode t

et = error term

Dari regresi terhadap persamaan diatas didapatkan nilai residunya. Kemudian nilai

residu (et) tersebut diuji menggunakan metode Augmented Dickey Fuller untuk melihat

apakah nilai residual tersebut stasioner atau tidak. Nilai residu dikatakan stasioner apabila

nilai hitng mutlak ADF lebih kecil atau lebih besar daripada nilai kritis mutlak Mc Kinnon

pada α = 1%, 5%, atau 10% dan dapat dikatakan regresi tersebut adalah regresi yang

terkointegrasi. Dalam ekonometrika variabel yang saling terkointegrasi dikatakan dalam

kondisi keseimbangan jangka panjang. Pengujian ini sangat penting apabila model dinamis

akan dikembangkan. Dengan demikian, interpretasi denga menggunakan model diatas tidak

akan menyesatkan, khususnya untuk analisis jangka panjang.

3.4.2.Analisis Error Corecction Model (ECM)

Teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju pada

keseimbangan jangka panjang disebut Error Corecction Model (ECM). Metode ini adalah

suatu regresi tunggal menghubungkan diferensi pertama pada variabel terikat ( dan

diferensi pertama untuk semua variabel bebas dalam model. Metode ini

dikembangkan oleh Engel dan Granger pada tahun 1987. Bentuk umum metode

ECM (Nachrowi:2006) adalah sebagai berikut :

18

Untuk mengetahui spesifikasi model dengan ECM merupakan model yang valid,

dapat terlihat pada hasil uji statistik terhadap koefisien atau residual dari regresi

pertama, yang selanjutnya akan disebut Error Corecction Term (ECT). Jika hasil

pegujian terhadap koefisien ECT signifikan, maka spesifikasi model yang diamati valid. Pada

penelitian ini model analisis ECM yang digunakan dapat dirumuskan secara lengkap sebagai

berikut :

INVt = f (PDRBt , AKt, KURSt, ECTt-1)

Keterangan :

INVt = nilai investasi pada periode t

PDRBt = Produk Domestik Regional Bruto pada periode t

AKt = Angkatan Kerja pada periode t

KURSt = rata-rata nilai tengah kurs rupiah terhadap dolar pada periode t

= error correction term pada periode sebelumnya

Berdasarkan hasil perhitungan dengan analisis regresi linear ECM diatas, maka dapat

diketahui nilai variabel ECT (error correction term), yaitu variabel yang menunjukkan

keseimbangan investasi. Hal ini dapat menjadikan indikator bahwa spesipikasi model baik

atau tidak melalui tingkay signifikansi koefisien koreksi kesalahan(Wing Wahyu, 2007). Jika

variabel ECT signifikansi pada α = 5%, maka koefisien tersebut akan menjadi penyesuaian

bila terjadi fluktuasi variabel yang diamati menyimpang dari hubungan jangka panjang.

Dengan kata lain spesipikasi model sudah shahih (valid) dan dapat menjelaskan variasi

variabel tak bebas.

19

DAFTAR PUSTAKA

Dornbusch, R and Fischer S.2003. Makroekonomi.PT. Media Global Edukasi.Jakarta

Febriananda, Fajar. Analisis Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Investasi Dalam Negeri Di

Indonesia Periode Tahun 1988 – 2009. Skripsi Sarjana. Semarang. Fakultas Ekonomi

Universitas Diponegoro.2011

Setyowati, Eni, dkk.Kausalitas Investasi Asing Terhadap Pertumbuhan Ekonomi: Error

Correction Model.Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan.Volume 9.Nomor 1.April 2008

Setyari, Ni Putu W, dkk.Determinan Investasi Di Indonesia.Buletin Studi

Ekonomi.Vol.13.No.2.2008

Sodik, Jamzoni dan Didi Nuryadin.Determinan Investasi Di Daerah: Studi Kasus Propinsi Di

Indonesia.Jurnal Ekonomi Pembangunan.Vol.13.No.1.April 2008.

Sukirno, Sadono.2011.Makroekonomi Teori Pengantar.Edisi Ketiga. PT.Raja Grafindo

Persada

WEBSITE

Bank Indonesia

Badan Koordinasi Penanaman Modal

Badan Pusat Statistik