BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha...

169
Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019 Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menempati ranking ke tiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana sebagai produser biji kakao dengan produksi 410.000 ton biji kering pada tahun 2013, dan diperkirakan akan menurun menjadi 320.000 ton biji kering pada tahun 2015 (ICCO, 2015). Volume ekspor kakao Indonesia tahun 2013senilai 1.151.494.000 US$, sedang volume impor senilai 204.730.000 US$. Ini berarti neraca ekspor-impor biji kakao menunjukan surplus senilai 946.764.000 US$. Walaupun demikian, produksi biji kakao dan neraca ekspor-impor kakao Indonesia cenderung menurun dalam delapan tahun terakhir(Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Statistik perkebunan yang dikeluarkan oleh Ditjenbun menunjukkan bahwa luas areal perkebunan kakao diperkirakan mencapai 1.704.982 ha pada tahun 2015, yang terdiri atas 1.622.600 ha berbentuk perkebunan kakao rakyat (dikelola petani kecil), 39.127 ha dikelola oleh pemerintah dalam bentuk perkebunan negara, dan 43.255 ha dikelola oleh swasta. Total produksi biji kakao dari perkebunan kakao di Indonesia diperkirakan mencapai 701.299 ton pada tahun 2015. Kontribusi produksi biji kakao terhadap total produksi kakao Indonesia sebesar 91,55% (641.997 ton) dari kebun kakao rakyat, 4,04% (28.346 ha) dari perkebunan negara, dan 4.40% (30.887 ha) dari kebun swasta (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014). Enam wilayah perkebunan kakao di Indonesia, yakni wilayah Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku dan Papua. Area perkebunan kakao terluas dari keenam wilayah tersebut adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (57.24%) dengan total produksi 460.024 ton (64,85%) pada tahun 2013. Dari total luas kebun kakao di Sulawesi, seluas 975.821 ha berbentuk kebun kakao rakyat dengan total produksi 456.965 ton, 54 ha berbentuk

Transcript of BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha...

Page 1: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia menempati ranking ke tiga di dunia setelah Pantai Gading

dan Ghana sebagai produser biji kakao dengan produksi 410.000 ton biji

kering pada tahun 2013, dan diperkirakan akan menurun menjadi 320.000

ton biji kering pada tahun 2015 (ICCO, 2015). Volume ekspor kakao

Indonesia tahun 2013senilai 1.151.494.000 US$, sedang volume impor

senilai 204.730.000 US$. Ini berarti neraca ekspor-impor biji kakao

menunjukan surplus senilai 946.764.000 US$. Walaupun demikian,

produksi biji kakao dan neraca ekspor-impor kakao Indonesia cenderung

menurun dalam delapan tahun terakhir(Direktorat Jenderal Perkebunan,

2014).

Statistik perkebunan yang dikeluarkan oleh Ditjenbun menunjukkan

bahwa luas areal perkebunan kakao diperkirakan mencapai 1.704.982 ha

pada tahun 2015, yang terdiri atas 1.622.600 ha berbentuk perkebunan

kakao rakyat (dikelola petani kecil), 39.127 ha dikelola oleh pemerintah

dalam bentuk perkebunan negara, dan 43.255 ha dikelola oleh swasta.

Total produksi biji kakao dari perkebunan kakao di Indonesia diperkirakan

mencapai 701.299 ton pada tahun 2015. Kontribusi produksi biji kakao

terhadap total produksi kakao Indonesia sebesar 91,55% (641.997 ton)

dari kebun kakao rakyat, 4,04% (28.346 ha) dari perkebunan negara, dan

4.40% (30.887 ha) dari kebun swasta (Direktorat Jenderal Perkebunan,

2014).

Enam wilayah perkebunan kakao di Indonesia, yakni wilayah

Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan

Maluku dan Papua. Area perkebunan kakao terluas dari keenam wilayah

tersebut adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha

(57.24%) dengan total produksi 460.024 ton (64,85%) pada tahun 2013.

Dari total luas kebun kakao di Sulawesi, seluas 975.821 ha berbentuk

kebun kakao rakyat dengan total produksi 456.965 ton, 54 ha berbentuk

Page 2: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 2

perkebunan negara dengan produksi 5 ton, dan seluas 8.165 ha berbentuk

perkebunan swasta dengan produksi 3.054 ton. Perkebunan kakao dalam

wilayah Sulawesi tersebar di enam provinsi, yakni Sulawesi Utara,

Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan

Sulawesi Tenggara. Luas perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara

menempati urutan ketiga setelah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan,

yakni seluas 247.236 ha. Sementara itu, total produksi perkebunan kakao

Sulawesi Tenggara menempati urutan kedua setelah Sulawesi Tengah,

yakni sebesar 118.316 ton. Perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara

didominasi oleh perkebunan kakao rakyat sekitar 98,70% (244.031 ha) dari

total luas perkebunan kakao di Sulawesi Tenggara dengan total produksi

117.684 ton pada tahun 2013 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).

Produktivitas kebun kakao rakyat di Sulawesi Tenggara sebesar 0,48

ton/ha/tahun lebih rendah dibanding produktivitas kakao di Sulawesi

Tengah sebesar 0,52 ton/ha/tahun, dan lebih tinggi bila dibanding

produktivitas kakao kebun rakyat nasional yang mencapai 0,39

ton/ha/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014).

Data statistik produksi kakao di Sulawesi Tenggara dalam tiga tahun

terkahir cenderung menurun, dengan rata-rata penurunan produksi

sebesar 2.320 ton/tahun (BPS, 2015). Volume perdagangan kakao

Sulawesi Tenggara mencapai 147.390 ton dengan nilai Rp.

3.323.500.000,- jauh lebih tinggi dibanding nilai perdagangan sembilan

komoditas lainnya, yakni kopra, mete gelondongan, cengkeh, kopi, pinang

biji, lada, biji kapuk, dan buah pala (BPS Provinsi Sulawesi Tenggara,

2014).Ini berarti kebun kakao rakyat memainkan peran penting dalam

menunjang PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara.

Dari aspek kesehatan lingkungan, biji kakao yang dihasilkan dari

kebun kakao rakyat di Indonesia, khususnya petani kakao Sulawesi

Tenggara memiliki keunggulan tidak mengandung pestisida dan melting

point Cocoa Butter lebih tinggi dibanding biji kakao dari Ghana dan Pantai

Gading (Ditjen Industri dan Agrokimia, 2009). Pada sisi lain, sejumlah

Page 3: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 3

kelemahan yang dimiliki biji kakao dari Sulawesi Tenggara, diantaranya

prosesing biji kurang terfermentasi, biji tidak cukup kering, ukuran biji tidak

seragam, kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam,

dan tidak konsisten. Akibatnya harga biji kakao Indonesia relatif lebih

rendah dan dikenakan potongan harga dibandingkan dengan harga biji

kakao dari negara produser lain.

Kebutuhan kakao dunia pada tahun 2014/2015 diperkirakan

mencapai 4 juta ton dan diperkirakan akan terus meningkat sampai 4,4 juta

ton pada tahun 2017/2018. Industri pengolahan kakao Indonesia

meningkat 87% dan khususnya di Sulawesi Tenggara telah terpasang

industri pengolahan biji kakao dengan kapasitas 35.000 ton (Laporan

Lokakarya Kakao Indonesia, 2013). Berdasarkan potensi perkebunan

kakao rakyat di Sulawesi Tenggara maka pemerintah melalui Kepmentan

RI No 46/Kpts-PD.300/1/2015 menetapkan lima kabupaten di Sulawesi

Tenggara sebagai daerah pengembangan kakao nasional, yakni

Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Utara dan Kolaka

Timur.Untuk mendukung pengembangan kakao tersebut perlu disusun

kerangka kerja yang terencana dan terarah berdasarkan kesesuaian

sumberdaya lahan dalam arti luas (kesesuaian biofisik, sosial, ekonomi,

dan politik) untuk menjamin kontinuitas pasokan biji kakao dari perkebunan

rakyat ke industri pengolahan biji kakao dalam negeri. Kerangka kerja

tersebut dituangkan dalam bentuk Masterplan Kawasan Pengembangan

Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016 – 2019.

1.2. Maksud dan Tujuan

Maksud penyusunan Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao

Nasional di Sulawesi Tenggara 2016 – 2019 adalah:

1. Mengimplemetasikan kebijakan pengembangan kakao nasional di

Sulawesi Tenggara.

2. Mendorong peningkatan produktivitas kebun kakao rakyat

berkelanjutan dalam mendukung pengembangan industri

Page 4: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 4

pengolahan kakao nasional, khususnya industri pengolahan kakao

di Provinsi Sulawesi Tenggara.

3. Menyediakan arahan strategis terkait pemanfaatan ruang untuk

pengembangan perkebunan kakao rakyat dan industri pengolahan

kakao nasional di Sulawesi Tenggara.

Tujuan penyusunan Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao

Nasional di Sulawesi Tenggara 2016 – 2019 adalah :

1. Mensinkronkan kebijakan pengembangan kakao nasional dengan

kondisi perkebunan kakao existing dan kebijakan daerah di

Sulawesi Tenggara.

2. Menetapkan isu-isu strategis terkait pengembagan perkebunan

kakao existing yang menjamin keberlanjutan pasokan biji kakao

untuk pemenuhan kebutuhan industri pengolahan kakao di Sulawesi

Tenggara dan nasional.

3. Menentukan program strategis dan rencana aksi pengembangan

kakao nasional di Sulawesi Tenggara.

1.3. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penyusunan masterplan pengembangan kawasan

berbasis komoditi perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara adalah :

1. Merupakan rencana yang tidak terpisahkan dengan RTRW Provinsi

Sulawesi Tenggara sesuai peraturan daerah No. 3 Tahun 2004

tentang rencana tata ruang wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara

Tahun 2004-2019 serta mengikuti ketentuan yang terdapat dalam

UU No. 26 Tahun 2007 tentang tata ruang.

2. Merupakan implementasi UU No. 24 Tahun 2007 tentang tata ruang.

3. Menyusun rencana strategis pengembangan kakao nasional di

Sulawesi Tenggara 2016 – 2019.

4. Rencana strategis pengembangan kakao nasional mencakup lima

kabupaten, yakni Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka,

Kolaka Utara dan Kolaka Timur.

Page 5: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 5

BAB II. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PENGEMBANGANKAWASAN KAKAO NASIONAL DI SULAWESI TENGGARA

2.1. Visi dan Misi

Visi pemerintah daerah Sulawesi Tenggara adalah “Mewujudkan

Sulawesi Tenggara Sejahtera, Mandiri dan Berdaya saing tahun 2013-

2018. Selanjutnya, visi pemerintah daerah tersebut dijabarkan ke dalam

visi Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 2013-

2018: “Kejayaan Perkebunan dan Hortikultura secara berkelanjutan untuk

mewujudkan Sulawesi Tenggara Sejahtera, Mandiri dan Berdaya Saing”.

Dari visi Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara

diturunkan menjadi visi pengembangan kakao nasional di Sulawesi

Tenggara dengan rumusan seperti berikut: “Kejayaan Perkebunan Kakao

secara berkelanjutan untuk mendukung industri pengolahan kakao

nasional dalam mewujudkan Sulawesi Tenggara Sejahtera, Mandiri dan

Berdaya Saing tahun 2016 - 2019”.

Untuk mencapai harapan yang terkandung dalam visi

pengembangan kakao nasional di Sulawesi Teggara, maka ditetapkan

rumusan misi sebagai berikut :

1. Meningkatkan Sumber Daya Manusia guna mewujudkan sistem

pengemangan kakao yang efektif, efisien dan berwawasan

lingkungan.

2. Meningkatkan produksi, produktifitas dan mutu biji kakao yang

berdaya saing dan berkelanjutan.

3. Mewujudkan kemandirian kelembagaan petani kakao kecil.

4. Menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mendorong

terwujudnya kemitraan usaha yang sehat, jujur dan berkeadilan

antara petani dan pembeli.

Page 6: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 6

5. Meningkatkan pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana

pengembangan kakao nasional yang berkelanjutan di Sulawesi

Tenggara.

2.2. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Kakao Nasional

Tujuan pengembangan perkebunan kakao ini sesuai dengan tujuan

pembangunan kawasan pertanian yaitu untuk memadukan serangkaian

program dan kegiatan pertanian menjadi suatu kesatuan yang utuh baik

dalam perspektif sistem maupun kewilayahan, sehingga dapat mendorong

peningkatan daya saing komoditas wilayah serta pada gilirannya

kesejahteraan petani sebagai pelaku usaha tani. Adapun tujuan

pembangunan kawasan pertanian adalah mendukung tercapainya empat

target sukses kementrian pertanian yaitu :

1. Pencapaian swasembada berkelanjutan.

2. Peningkatan diversifikasi pangan.

3. Peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, serta

4. Peningkatan kesejahteraan petani.

Kawasan perkebunan atau kawasan pengembangan perkebunan

adalah wilayah pembangunan perkebunan sebagai pusat pertumbuhan

dan pengembangan dan usaha agribisnis perkebunan yang berkelanjutan

(Sesuai UU No. 18 Tahun 2004). Kawasan tersebut disatukan oleh faktor

alamiah, kegiatan ekonomi, sosial budaya dan berbagai infrastruktur

pertanian, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sehingga

mencapai skala ekonomi dan efektivitas manajemen usaha perkebunan.

Kawasan perkebunan dapat berupa kawasan yang telah ada maupun

lokasi baru yang sesuai dengan persyaratan bagi masing-masing jenis

budidaya tanaman, perkebunan dan lokasinya disatukan oleh

agroekosistem yang sama, sehingga tujuan yang akan dicapai melalui

penyusunan masterplan kawasan pengembangan kakao nasional di

Sulawesi Tenggara (2016-2019) adalah :

Page 7: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 7

1. Mengidentifikasi dan menginventarisir potensi internal dan eksternal

program pengembangan kawasan kakao nasional di Sulawesi

Tenggara.

2. Mengklasifikasi permasalahan pengembangan kawasan berbasis

komoditi kakao di Sulawesi Tenggara.

3. Menyusun serangkaian strategi dan peta jalan pengembangan

kawasan berbasis komoditi kakao di Sulawesi Tenggara.

4. Menyiapkan fokus prioritas pengembangan kawasan berbasis

komoditi kakao di Sulawesi Tenggara.

Sasaran yang ingin dicapai melalui penyusunan masterplan

kawasan pengembangan kakao nasional di Sulawesi Tenggara (2016-

2019) adalah :

1. Tersusunnya masterplan pengembangan kawasan berbasis

komoditi perkebunan untuk komoditas kakao di lima kabupaten,

yakni : Kabupaten Kolaka, Kolaka Utara, Kolaka Timur, Konawe,

dan Kabupaten Konawe Selatan.

2. Menata pemanfaatan ruang perkebunan yang terencana dan

terarah berdasarkan potensi sumber daya lahan wilayah Provinsi

Sulawesi Tenggara.

3. Terbangunnya sentra-sentra produksi perkebunan di kawasan

berbasis komoditi perkebunan pada tingkat Provinsi dan Kabupaten.

4. Menempatkan perkebunan yang tangguh sebagai core bussiness

wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

5. Menciptakan sistem perkebunan yang produktif, aman dan

berkelanjutan di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara.

Page 8: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 8

BAB III. KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR PENGEMBANGANKAWASAN KAKAO NASIONAL DI SULAWESI TENGGARA

3.1. Pembangunan Pertanian

Pembangunan daerah diarahkan untuk memacu pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya dalam rangka meningkatkan

kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran aktif masyarakat

serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah secara optimal juga

diarahkan untuk lebih mengembangkan dan menyesuaikan laju

pertumbuhan antardaerah, antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan

(Suyatno, 2000). Perencanaan pembangunan daerah dimaksudkan agar

semua daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional

dan merata sesuai dengan potensi yang ada di daerah tersebut. Manfaat

perencanaan pembangunan daerah adalah untuk pemerataan

pembangunan atau perluasan dari pusat ke daerah. Bila perencanaan

pembangunan daerah dan pembangunan daerah berkembang dengan baik

maka diharapkan bahwa kemandirian daerah dapat tumbuh dan

berkembang sendiri (mandiri) atas dasar kekuatan sendiri. Dengan

demikian maka kenaikan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di

daerah tersebut tidak terlalu bergantung dari pusat tetapi relatif cukup

didorong dari daerah yang bersangkutan (Soekartawi, 1990).

Pembangunan pertanian diartikan sebagai proses yang ditujukan

untuk selalu menambah produk pertanian untuk tiap konsumen sekaligus

mempertinggi pendapatan dan produktivitas usaha petani dengan jalan

menambah modal dan skill untuk memperbesar campur tangan manusia di

dalam perkembangbiakan tumbuhan dan hewan. Penambahan produksi,

pendapatan maupun produktivitas itu berlangsung terus, sebab apabila

tidak, berarti pembangunan terhenti (Surahman dan Sutrisno, 1997).

Pembangunan pertanian harus mampu memanfaatkan dalam

meningkatkan keunggulan sumber daya wilayah dan dapat berkelanjutan,

maka kebijaksanaan pembangunan pertanian harus dirancang dalam

perspektif ekonomi wilayah. Dalam kebijaksanaan pembangunan pertanian

Page 9: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 9

saat ini secara implisit dirancang dalam perspektif ekonomi wilayah. Hal ini

terlihat jelas dari peran daerah dalam merencanakan dan

mengimplementasikan program-program. Pemerintah Pusat dalam hal ini

hanya merancang pelaksanaan yang bersifat makro, sedangkan

Pemerintah Daerah merancang pelaksanaan pencapaian target sesuai

dengan kondisi wilayah. Dalam perspektif kebijakan yang demikian, maka

Pemerintah Daerah benar-benar dituntut agar mampu melaksanakan

kebijakan tersebut secara maksimal, untuk mengelola sumber daya

spesifik lokasi. Sebagai bahan perencanaan diperlukan analisis potensi

wilayah baik dalam aspek biofisik maupun sosial ekonomi. Pemanfaatan

potensi tersebut, peran serta masyarakat secara partisipatif perlu didorong

dan dikembangkan (Sudaryanto et al., 2002).

Tanaman perkebunan memiliki dua potensi pasar yaitu di dalam dan

di luar negeri. Tanaman perkebunan di dalam negeri dapat dikonsumsi

langsung oleh masyarakat, diperlukan sebagai bahan baku industri. Hal ini

menunjukkan bahwa tanaman perkebunan memiliki arti ekonomi yang

penting. Artinya, bila diusahakan secara sungguh-sungguh atau

profesional bisa menjadi suatu bisnis yang menjadikan keuntungan besar

(Rahardi et al., 1993).

3.2. Pengembangan Kawasan Perkebunan

Pengembangan kawasan pertanian telah ditetapkan menjadi

pendekatan pembangunan pertanian ke depan. Hal tersebut tertuang

dalam permentan No. 50 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengembangan

Kawasan Pertanian. Seyogyanya perlu disadari bahwa pembangunan

pertanian dengan pendekatan kawasan bukanlah merupakan hal yang

baru bagi Indonesia. Bukti menunjukkan bahwa pengembangan kawasan

pertanian telah dilakukan jauh sebelum Republik Indonesia berdiri.

Pendekatan kawasan dalam pembangunan pertanian telah dilakukan sejak

masa pemerintahan sebelum penjajahan, masa penjajahan kolonial

Belanda, masa kemerdekaan dan pemerintahan Orde Baru. Oleh karena

Page 10: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 10

itu pendekatan kawasan lebih merupakan upaya re-orientasi manajemen

pembangunan pertanian yang merubah cara pandang pembangunan

pertanian dari sudut pandang sentra produksi yang segregatif menjadi cara

pandang kawasan yang memiliki ciri kerja sama jaringan kelembagaan

antar wilayah dengan komoditas unggulan sebagai perekat utamanya.

Melalui pendekatan kawasan ini daya saing wilayah dan komoditas akan

dapat dirancang secara optimal, karena dirumuskan sesuai dengan potensi

dan prospek daya dukung sumberdaya wilayah hingga mencapai titik

optimumnya.

Kawasan komoditas unggulan yang dikembangkan pada masing-

masing kabupaten/kota harus terintegrasi dengan kawasan-kawasan lain

yang ada didalamnya dan komoditas unggulan yang dikembangkan

merupakan komoditas yang terpilih pada sektor unggulan masing-masing

kabupaten/kota, khususnya untuk komoditas unggulan tanaman pangan,

hortikultura, perkebunan dan peternakan. Oleh karenanya terdapat prinsip-

prinsip tertentu dalam pengembangan kawasan pertanian yang mencakup

diantaranya: (1) setiap kawasan harus memiliki spesialisasi dan

kompetensi inti dalam pengembangan komoditas unggulan masing-

masing; (2) terdapat kegiatan subsektor hulu dan hilir yang dapat menjadi

pendorong pengembangan komoditas unggulan yang memiliki kemampuan

daya saing; (3) mempunyai keterkaitan antara pengembangan subsistem

usaha tani komoditas dengan subsistem agribisnis hulu dan hilir, serta

penunjangnya; (4) memiliki fokus pengembangan kepada produk yang

memiliki nilai tambah dan kontribusi yang tinggi dalam peningkatan

pendapatan dan kesejahteraan petani dan perekonomian daerah; (5)

memiliki fokus pengembangan kepada produk yang berdaya saing dan

berorientasi pada pasar regional, nasional dan ekspor dalam rangka

swasembada, swasembada berkelanjutan maupun ekspor; (6) memiliki

sinergitas antar program, antar kawasan dan antar wilayah; (7) perlunya

peran pemerintah sebagai katalisator dan fasilitator; (8) perlunya dukungan

Page 11: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 11

penempatan kawasan komoditas unggulan dalam tata ruang wilayah

nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

Hasil-hasil studi mengenai daya saing menunjukkan bahwa unit-unit

usaha dan komoditas yang berada dalam suatu kesatuan wilayah atau

kawasan memiliki tingkat pertumbuhan, efisiensi dan daya saing lebih

tinggi jika dibandingkan yang berada di luar kawasan dan terpencar-pencar

(Blakely, 2002; Bregman, 2003; JICA, 2003; Porter, 1998, 2000, 2003;

Solvell et al., 2003). Pemerintah menghadapi masalah keterbatasan

anggaran dalam peningkatan produksi pertanian. Oleh karenanya, sangat

diperlukan fokus dalam meningkatkan efisiensi dan efektifitas dalam

pembangunan pertanian. Setiyanto (2011a) menyatakan bahwa

pembangunan pertanian ke depan diarahkan dan diupayakan untuk

dilaksanakan dalam bentuk kawasan. Secara teoritis, suatu kawasan

secara alamiah akan mengembangkan keunggulan kompetitif berdasarkan

kemampuan inovasi dari para pelaku usaha yang ada di dalamnya dan

vitalitas ekonomi suatu wilayah merupakan hasil langsung dari persaingan

usaha yang ada di kawasan tersebut. Sekilas sejarah pengembangan

kawasan memberikan gambaran bahwa campur tangan pemerintah

sebagai faktor yang juga berperan secara signifikan dalam perkembangan

suatu kawasan. Suatu kawasan memiliki peran penting dalam

perekonomian suatu wilayah. Pada beberapa kasus, suatu kawasan hanya

terpusat di suatu wilayah kecil, seperti suatu desa atau kecamatan.

Sementara yang lain meliputi beberapa kecamatan atau kabupaten/kota,

dan mungkin lintas provinsi. Strategi pembangunan ekonomi wilayah harus

dapat mengarahkan secara efektif dukungan kebijakan, pengembangan

infrastruktur, bahkan insentif investasi dan subsidi sektor pemerintah dan

swasta pada kawasan-kawasan komoditas unggulan.

Page 12: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 12

3.3. Kerangka Pemikiran Penyusunan Masterplan KawasanPengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara (2016-2019)

Masterplan pengembangan kawasan perkebunan adalah rancang

bangun dan instrumen perencanaan untuk menjabarkan arah kebijakan,

strategi, tujuan program dan sasaran kegiatan pengembangan komoditas

unggulan nasional di tingkat provinsi. Penyusunan Masterplan

pengembangan kawasan perkebunan berpedoman, mengacu dan

memperhatikan:(1) dokumen perencanaan jangka menengah nasional di

bidang pertanian (Rencana Strategis Kementerian Pertanian/Renstra K/L

dan Rencana Strategis Direktorat Jenderal/Badan lingkup Kementerian

Pertanian); (2) dokumen perencanaan jangka menengah daerah di bidang

pertanian (Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah/Renstra-

SKPD di bidang pertanian). Ruang lingkup komponen isi dari Masterplan

pengembangan kawasan perkebunan adalah: (1) isu-isu strategis; (2)

skenario arah kebijakan; (3) strategi pengembangan; dan (4) tujuan dan

sasaran pengembangan jangka menengah (5 tahun).

Rencana Aksi (action plan) adalah rancang bangun dan instrumen

perencanaan untuk menjabarkan secara lebih operasional Masterplan

yang telah disusun. Rencana Aksi merupakan rencana detail kawasan

pertanian di kabupaten/kota yang disusun setiap tahun dan kemudian

direkap untuk jangka waktu 5 tahun. Rencana aksi disusun dalam bentuk

matriks rencana program yang komponen isinya mencakup: (1) jenis

kegiatan dan volume; (2) lokasi (kecamatan/desa); (3) jadwal pelaksanaan;

(4) satuan kerja pelaksana; (5) proyeksi kebutuhan dan sumber

pendanaan; (6) Indikator ouput dan outcome. Jenis kegiatan dalam matriks

rencana aksi disusun menurut nomenklatur kegiatan yang ada di

Kementerian Pertanian berdasarkan aspek sub-sistem agribisnis yang ada.

Selanjutnya jadwal pelaksanaan dapat diartikan suatu agenda tentatif

mulai dari pengajuan proposal kegiatan dan anggaran yang akan dibahas

pada forum perencanaan, hingga ke tahap implementasi kegiatan di

lapangan.

Page 13: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 13

BAB IV. METODE PENELITIAN

Penyusunan Masterplan Pengembangan Kawasan Berbasis

Komoditi Perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara dibagi dalam dua

kelompok kegiatan utama, yaitu pengumpulan data dan analisis data.

Berikut diuraikan teknik pengumpulan data, analisis data dan pendekatan

pendekatan yang digunakan.

4.1. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penyusunan Masterplan

Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditi Perkebunan Provinsi

Sulawesi Tenggara meliputi data primer dan data sekunder. Data primer

adalah data yang dikumpulkan secara langsung, baik di lapangan maupun

di laboratorium. Sedangkan data sekunder adalah data yang dikumpulkan

dari instansi-instansi terkait.

4.1.1. Data Primer

Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan meliputi pengecekan kondisi penggunaan lahan

eksisting hasil interpretasi citra satelit dan berbagai jenis peta tematik,

serta pengamatan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan tanaman kakao termasuk kondisi tanah,

iklim, topografi serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat.

Pengecekan kondisi penggunaan lahan hasil interpretasi dilakukan untuk

memverifikasi dan memvalidasi data, kondisi dan sebaran pertanaman

kakao pada berbagai wilayah sentra, termasuk daerah-daerah yang

berpotensi sebagai wilayah pengembangan .

Citra satelit yang digunakan dalam penyusunan masterplan

pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan khususnya

tanaman kakao dalam menentukan penggunaan lahan eksisting tanaman

kakao menggunakan citra satelit Landsat 8 Path 122/Row 63;

Page 14: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 14

Path113/Row62, dan Path113/Row63 tahun 2014 serta Citra SRTM 90

meter dengan metode interpretasi citra visual (on screen digitizing) maupun

digital.

Peta tematik yang digunakan adalah Peta Rupa Bumi Indonesia

(RBI) Se-Sulawesi Tenggara Skala 1:50.000 Tahun 1999; Peta Sistem

Lahan dan Kesesuaian Lahan (land system and land suitability) Sulawesi

Tenggara Skala 1:250.000 Tahun 1988; Peta Jenis Tanah Prov. Sultra

Skala 1:250.000 Tahun 1988; Peta Fungsi Kawasan Hutan Sulawesi

Tenggara Skala 1:250.000 Tahun 2011; Peta Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara, Peta Administrasi Kabupaten Se-

Sulawesi Tenggara.

Pengumpulan Data Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat

Data sosial ekonomi dikumpulkan melalui pengisian kuisioner dan

wawancara dengan petani atau petugas pertanian di lapangan. Data yang

dikumpulkan meliputi: jenis komoditas, input yang digunakan, seperti bibit,

jumlah, jenis dan harga pupuk, jumlah tenaga kerja, harga produk

pertanian persatuan harga. Aksesibilitas seperti keberadaan pasar,

lembaga permodalan seperti bank, sarana dan prasarana transportasi dan

lain-lain yang mempengaruhi terhadap analisis sosial ekonomi dan budaya

masyarakat.

4.1.2. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan dari instansi-instansi terkait, seperti

data iklim, uraian mengenai keadaan wilayah kabupaten/kecamatan secara

keseluruhan, karakteristik penduduk, kelembagaan, pemerintahan dan

faktor-faktor lain yang terkait dengan penyusunan Masterplan

Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditas Perkebunan Provinsi

Sulawesi Tenggara.

Page 15: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 15

4.2. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan penilaian terhadap berbagai

keadaan yang dilakukan dengan berbagai pendekatan dan metode

tertentu. Berikut disajikan teknik analisis pada masing-masing data yang

digunakan dalam penyusunan Masterplan Pengembangan Kawasan

Berbasis Komoditas Perkebunan Provinsi Sulawesi Tenggara.

4.2.1. Analisis Ketersediaan dan Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan dilakukan dalam keadaan aktual

(kesesuaian lahan aktual) dan kesesuaian lahan setelah dilakukan

perbaikan (improvement) atau kesesuaian lahan potensial. Penilaian

dilakukan dengan cara mencocokkan (matching) antara karakteristik lahan

(land characteristics) dengan persyaratan tumbuh tanaman (land use

requirement). Penilaian kesesuaian lahan mengacu kepada Kriteria

Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian yang disusun oleh

Djaenudin et al. (1994; 2003).

4.2.2. Analisis Usahatani

Suatu usahatani dikatakan layak secara ekonomi, apabila komoditas

pertanian tersebut memenuhi persyaratan dari parameter-paremeter

ekonomi yang ditetapkan. Kelayakan ekonomi yang digunakan adalah Net

Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost Ratio

(B/C). Suatu komoditas tahunan dikatakan layak secara ekonomi apabila

NPV, IRR, dan B/C lebih besar atau sama dengan suatu nilai yang

ditetapkan.

Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Sulawesi

Tenggara. Komoditas unggulan adalah komoditas yang mempunyai nilai

unggul baik secara kompetitif maupun komparatif. Keunggulan kompetitif

menunjukkan tingkat efisiensi suatu komoditas pertanian di suatu wilayah

dibandingkan dengan wilayah lainnya yang merupakan hasil interaksi

Page 16: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 16

keunggulan komparatif dan distorsi pasar. Unggul secara kompetitif

dapatdikatakan sebagai komoditas yang unggul atau layak secara

ekonomi. Sedangkan unggul secara komparatif merupakan hasil interaksi

kesesuaian biofisik lahan, penguasaan teknologi dan kemampuan

mengelola sistem usahatani atau dapat dikatakan komoditas yang sesuai

dengan kondisi fisik lahannya. Dengan keunggulan komparatif suatu

wilayah dapat menonjol bahkan memonopoli suatu produk pertanian.

Selain unggul secara kompetitif dan komparatif, keunggulan suatu

komoditas juga perlu dilihat dari komoditas yang umum dibudidayakan

masyarakat. Karena selain masyarakat sudah mengenal komoditas

tersebut, sehingga teknologi pengelolaan lahan lebih mudah diterapkan,

juga diversifikasi produk atau produk turunan dari komoditas tersebut lebih

mudah diintroduksikan. Hal ini merupakan pertimbangan utama dalam

menetapkan komoditas unggulan daerah.

4.2.3. Analisis Pengembangan Kawasan Budidaya

Analisis pengembangan kawasan budidaya ditujukan untuk

pengembangan komoditas unggulan, khususnya tanaman kakao. Selain

kesesuaian lahan dan kelayakan ekonomi, dianalisis pula kebutuhan

pengembangan komoditas-komoditas tersebut, seperti sarana dan

prasarana perekonomian, meliputi perhubungan, pasar dan lembaga

permodalan dan tenaga kerja.

4.2.4. Analisis Kependudukan

Penduduk sebagai pelaku pertanian memegang peranan penting

dalam keberhasilan suatu usaha pertanian. Karakteristik penduduk yang

penting dianalisis adalah jumlah dan perkembangan penduduk, tingkat

pendidikan, dinamika, distribusi, struktur, proyeksi jumlah penduduk dan

lapangan pekerjaan. Karakteristik penduduk terutama jumlah dan

perkembangan penduduk serta tingkat pendidikan sangat penting untuk

mengetahui kemampuan penduduk mengadopsi teknologi sumberdaya

Page 17: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 17

lahan dan penduduk sebagai pengguna teknologi sumberdaya lahan

tersebut untuk pengembangan komoditas unggulan.

4.2.5. Analisis Sosial Ekonomi dan Budaya

Analisis sosial ekonomi ditujukan untuk melihat perkembangan

ekonomi regional, pendapatan perkapita dan ekonomi kerakyatan. Analisis

sosial budaya bertujuan untuk menilai kondisi kemasyarakatan serta

pergeseran nilai-nilai budaya yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara, baik

pada saat sekarang maupun yang akan datang.

4.2.6. Penyusunan Masterplan Pertanian

Masterplan pertanian disusun berdasarkan potensi sumberdaya

lahan dengan mempertimbangkan penggunaan lahan saat ini (present

landuse), kawasan lindung, kelayakan usahatani, ketersediaan tenaga

kerja, sosial ekonomi dan budaya masyarakat, sarana dan prasarana

transportasi serta sarana dan prasarana perekonomian lainnya.

Penyusunan Masterplan Pertanian untuk Pengembangan

Komoditas Unggulan, diawali dengan pemisahan Kawasan Budidaya

dalam hal ini berupa kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dengan

Kawasan non Budidaya atau Non-APL (Kawasan Lindung). Kawasan

Lindung mengacu pada Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 tentang

pengelolaan Kawasan Lindung. Kawasan lindung juga ditetapkan

berdasarkan kondisi fisik lahan, seperti lereng >40% dan tanah sangat

dangal (<25 cm).

Sesuai Keppres dan kondisi fisik lahannya, maka bentuk-bentuk

kawasan lindung tersebut adalah: 1) Kawasan yang memberikan

perlindungan pada kawasan di bawahnya, 2) kawasan perlindungan

setempat, 3) kawasan suaka alam dan cagar budaya dan 4) kawasan

rawan bencana.

Kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan di

bawahnya meliputi: kawasan hutan lindung, kawasan gambut dalam

Page 18: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 18

(ketebalan >200 cm) dan kawasan resapan. Kawasan perlindungan

setempat meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar

danau dan kawasan sekitar mata air. Kawasan suaka alam meliputi

kawasan suaka alam, pantai berhutan bakau, kawasan suaka alam laut

dan perairan lainnya, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata

alam. Keberadaan kawasan lindung perlu dipertahankan, termasuk dari

kegiatan pengembangan pembangunan. Oleh karena itu, kawasan lindung

menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan Masterplan

Pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan Provinsi Sulawesi

Tenggara.

Page 19: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 19

BAB V. POTENSI WILAYAH DAN KAWASAN PENGEMBANGANKAKAO NASIONAL DI SULAWESI TENGGARA

5.1. Penetapan Komoditas Prioritas

Komoditi tanaman yang berada dibawah binaan Dinas Perkebunan

dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara terkhusus dibidang Produksi

terdiri dari 18 Komoditi terdiri dari kelompok tanaman tahunan, tanaman

semusim dan tanaman rempah penyegar, namun demikian komoditi yang

prioritaskan pengembangannya selama ini adalah komoditi kakao, dengan

pertimbangan bahwa komoditias tersebut selain termasuk ke dalam

kelompok tanaman rempah penyegar juga merupakan salah satu

komoditas unggulan lokal,regional, nasional dan internasional serta

mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan

perkebunan meliputi penerimaan devisa negara, peningkatan pendapatan

petani, penyediaan lapangan kerja, penyuplai/penyedia bahan baku

industri kecil dan besar, serta pengembangan wilayah.Salah satu alasan

tanaman kakao dijadikan sebagai komoditas prioritas karena lebih dari

97% petani berusaha sebagai pekebun kakao sebagaimana disajikan

Tabel 5.1..

Tabel 5.1. Data perkembangan kakao di Sulawesi Tenggara

No TahunLuas Areal (ha) Produksi

(ton)

Produktivitas

(Kg/ha)

Jumlah

PetaniTBM TM TTR Jumlah

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10

11

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

30.229

33.841

63.883

65.282

58.060

42.714

39.487

50.715

36.868

38.019

39.179

95.138

99.172

108.283

122.744

132.633

148.208

146.367

151.758

176.635

180.941

179.616

2.181

3.328

3.182

3.982

6.191

9.119

16.158

33.471

27.929

27.549

32.312

127.547

136.345

175.348

192.008

196.884

200.041

202.012

235.944

241.432

246.508

251.107

93.900

99.471

110.521

126.813

124.921

134.755

115.898

131.830

145.818

146.705

158.396

986.99

1.003.01

1.020.67

1.033.15

941.85

909.23

791.83

868.69

825.53

810.79

881.86

141.433

127.334

119.900

108.239

103.298

101.062

87.800

95.652

150.767

159.174

160.314

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014

Page 20: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 20

5.2. Penetapan Kawasan Sentra Produksi

Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki 12 Kabupaten/Kota penghasil

Kakao, namun wilayah sebarannya tidak beraturan. Oleh karena itu Dinas

Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara menetapkan

wilayah yang memiliki potensi produksi yang terbesar sebagai

simpul/sentra pengembangan wilayah komoditi kakao dengan wilayah

lainnya sebagai penghasil kakao.

Pola pengembangan wilayah kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara

sebelum adanya program Gernas Kakao ditandai dengan lokasi yang

terpencar-pencar dan dalam luasan yang tidak kompak sehingga tidak

ekonomis, bibit yang digunakan sebagian besar kurang jelas asal

usulnya.Dengan kondisi lokasi kegiatan yang terpencar-pencar tersebut

sangat menyulitkan dalam pembinaan maupun dalam pengembangan

usahatani yang mengarah kepada pengembangan kawasan kakao, karena

sebagian besar lokasi-lokasi tersebut masih belum terjangkau sarana dan

prasarana pelayanan, khususnya transportasi dan infrastruktural. Oleh

karena itu Penataan dan Penyusunan rencana penetapan kawasan kakao

pada suatu wilayah tertentu merupakan langka strategi sebagai landasan

dan arah pengembangan wilayah kakao di Sulawesi Tenggara.

Berdasarkan hasil identifikasi yang disesuaikan dengan potensi yang

ada baik potensi Sumber Daya Alam, Sumber Modal maupun Sumber

Daya Manusia, maka kawasan pengembangan kakao untuk Provinsi

Sulawesi Tenggara diantaranya Kabupaten Kolaka, Konawe, Konawe

Selatan dan kolaka Utara (ditahun 2013) yang nantinya diharapkan dapat

membentuk suatu kawasan pengembangan komoditi kakao.

Strategi pengembangan kawasan budidaya kakao nasional di Sulawesi

Tenggara salah satunya diarahkan pada pembagian klaster. Pembagian

simpul/sentra dibagi menurut klaster tersebut antara lain;

1. Klaster Lambandia meliputi seluruh wilayah kecamatan yang ada di

Kabupaten Kolaka danKolaka Timur dengan sentralnya di Kecamatan

Lambandia.

Page 21: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 21

2. Klaster Lalembuu meliputi seluruh wilayah kecamatan yang ada di

Kabupaten Konawe Selatan dan Bombana dengan sentralnya di

Kecamatan Lalembuu.

3. Klaster Besulutu meliputi seluruh wilayah kecamatan yang ada di

Kabupaten Konawe, Konawe Utara, Muna, Muna Barat, Buton,dan

Buton Utara dengan sentralnya di Kecamatan Besulutu.

4. Klaster Pakue meliputi seluruh wilayah kecamatan yang ada di

Kabupaten Kolaka Utara dengan sentralnya di Kecamatan Pakue.

Dengan adanya pembagian wilayah/klaster diharapkan mampu

memudahkan program/kegiatan pengembangan kakao antara lain: dengan

terbangunnya simpul-simpul sentra pengembangan kakao akan

memudahkan proses pemasaran (agribisnis), pengolahan dan

permasalahan transportasi yang selama ini menjadi kendala dalam

memasarkan kakao.

Gambar 5.1. Wilayah sentra dan pendukung pengembangan kakaonasional di Sulawesi Tenggara

Page 22: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 22

5.3. Aspek Wilayah Administrasi

Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di jazirah Tenggara Pulau

Sulawesi. Secara geografis terletak di bagian Selatan Garis Khatulistiwa,

memanjang dari Utara ke Selatan di antara 02°45'-06°15' Lintang Selatan

dan membentang dari Barat ke Timur di antara 120°45'-124°45' Bujur

Timur. Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah Utara berbatasan dengan

Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi Sulawesi Tengah, sebelah Selatan

berbatasan dengan Provinsi NTT di Laut Flores, sebelah Timur berbatasan

dengan Provinsi Maluku di Laut Banda dan sebelah Barat berbatasan

dengan Provinsi Sulawesi Selatan di Teluk Bone.

Secara Geografis Kabupaten Konawe terletak pada posisi 02°45'-

04°15' LS dan 121°15'-123°30' BT. Kabupaten Konawe Selatan terletak

pada posisi 03°45'-04°45' LS dan 121°45'-123°00' BT. Kabupaten Kolaka

terletak pada posisi 02°00'-05°00' LS dan 120°45'-124°06' BT. Kabupaten

Kolaka Timur terletak pada posisi 03°50'-04°20' LS dan 121°36'-122°40'

BT. Kabupaten Kolaka Utara terletak pada posisi 02°45'-04°00' LS dan

120°45'-121°30' BT. Batas administrasi lokasi kawasan perkebunan

berbasis Kakao mencakup Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka,

Kolaka Timur dan Kolaka Utara Provinsi Sulawesi Tenggara yaitu

Kabupaten Konawe di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten

Konawe Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Konawe

Selatan, di sebelah Timur berbatasan dengan Kota Kendari, di sebelah

Barat berbatasan dengan Kolaka Timur. Peta wilayah administrasi

Kabupaten Konawesebagaimana disajikan pada Gambar 5.2.

Page 23: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 23

Gambar 5.2. Wilayah Administrasi Kabupaten Konawe

Kabupaten Konawe Selatan di sebelah Utara berbatasan dengan

Konawe, Kota Kendari, Konawe Selatan dan Kolaka, di sebelah Selatan

berbatasan dengan Muna, Bombana dan Buton, di sebelah Timur

berbatasan dengan Kabupaten Konawe Kepulauan dan Buton Utara, di

sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka. Peta wilayah

administrasi Kabupaten Konawe Selatan sebagaimana disajikan pada

Gambar 5.3.

Page 24: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 24

Gambar 5.3. Wilayah Administrasi Kabupaten Konawe Selatan

Kabupaten Kolaka di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten

Kolaka Utara, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten

Bombana, di sebelah Timur berbatasan dengan Konawe, Konawe Utara,

Kolaka Timur dan Konawe Selatan, di sebelah Barat berbatasan dengan

Teluk Bone. Peta wilayah administrasi Kabupaten Kolaka sebagaimana

disajikan pada Gambar 5.4.

Page 25: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 25

Gambar 5.4. Wilayah Administrasi Kabupaten Kolaka

Kabupaten Kolaka Timur di sebelah Utara berbatasan dengan

Kabupaten Konawe, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten

Bombana, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Konawe dan

Konawe Selatan, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka.

Peta wilayah administrasi Kabupaten Kolaka Timur sebagaimana disajikan

pada Gambar 5.5.

Page 26: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 26

Gambar 5.5. Wilayah Administrasi Kabupaten Kolaka Timur

Kabupaten Kolaka Utara di sebelah Utara berbatasan dengan

Provinsi Sulawesi Tengah, di sebelah Selatan berbatasan dengan

Kabupaten Kolaka, di sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten

Kolaka dan Konawe Utara, di sebelah Barat berbatasan dengan Teluk

Bone. Peta wilayah administrasi Kabupaten Kolaka Timur sebagaimana

disajikan pada Gambar 5.6.

Page 27: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 27

Gambar 5.6. Wilayah Administrasi Kabupaten Kolaka Utara

Provinsi Sulawesi Tenggara yang terdiri dari beberapa pulau besar

dan kecil dengan total luas 153.019 km2, yang meliputi 38.140 km2 luas

daratan dan 114.879 km2 luas lautan, dengan jumlah penduduk

2.117.456.Peta wilayah administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara

sebagaimana disajikan pada Gambar 5.7.

Page 28: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 28

Gambar 5.7. Wilayah Administrasi Provinsi Sulawesi Tenggara

kakao nasional di Sulawesi Tenggara disajikan pada Lampiran.

5.4. Aspek Biofisik Lokasi Perkebunan Kakao Di Sulawesi Tenggara

Jenis Tanah

Jenis tanah yang terdapat dilokasi pengembangan kawasan

perkebunan berbasis komoditas Kakao yaitu Dystropepts, Eutropepts,

Humitropepts, Fluvaquents, Hydraquents, Tropaquepts, Tropopsammenst,

Tropudults, Troposaprist, Tropudalfs, Haplorthox, Rendolls. Luasan jenis

tanah di lokasi pengembangan kawasan perkebunan berbasis kakao di

Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Timur dan Kolaka

Utara selengkapnya disajikan pada Tabel 5.2.

Page 29: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 29

Tabel 5.2. Luas sebaran tanaman kakao pada berbagai Jenis Tanah di wilayahsentra pengembangan kakao Sulawesi Tenggara

No. Jenis Tanah Konawe KonaweSelatan Kolaka Kolaka

TimurKolakaUtara

1. Dystropepts 3858.69 1549.65 26649.67 31927.40 44610.84

2. Eutropepts 16.99 0.49 - 1.60 19525.11

3. Humitropepts 14.77 - - - -

4. Fluvaquents 1312.21 739.39 121.13 3.78 -

5. Hydraquents 12.30 28.97 24.18 - 1558.60

6. Tropaquepts 7480.45 5385.22 2667.02 25508.52 12672.38

7. Tropopsamments - - 161.97 - 334.50

8. Tropudults 2198.73 12343.55 99.99 8422.80 862.57

9. Troposaprists - - - 1347.89 -

10. Tropudalfs 1169.86 109.91

11. Haplorthox 24.01 104.71 - - -

12. Rendolls - 54.11 30.03 - -

Jumlah 16088,00 20316,00 29745,00 67212,00 79564,00Sumber: Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun1988

Jenis tanah terluas di Kabupaten Konawe adalah Tropaquepts

seluas 7.480,45 Ha atau 46,50% dan jenis tanah dengan luasan terendah

adalah Hydraquents seluas 12,30 Ha atau 0,08% dari total luas kebun

kakao. Jenis tanah terluas di Kabupaten Konawe Selatan adalah

Tropudults seluas 12.343,55 Ha atau 60,76% dan jenis tanah dengan

luasan terendah adalah Eutropepts seluas 0,49 Ha atau 0,002% dari total

luas kebun kakao. Jenis tanah terluas di Kabupaten Kolaka adalah

Dystropepts seluas 26.649,67 Ha atau 89,57% dan jenis tanah dengan

luasan terendah adalah Hydraquents seluas 24,18 Ha atau 0,08% dari

total luas kebun kakao. Jenis tanah terluas di Kabupaten Kolaka Timur

adalah Dystropepts seluas 31.927,40 Ha atau 47,50% dan jenis tanah

dengan luasan terendah adalah Eutropepts seluas 1,60 Ha atau 0,002%.

Jenis tanah terluas di Kabupaten Kolaka Utara adalah Dystropepts seluas

Page 30: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 30

44.610,84 Ha atau 56,07% dan jenis tanah dengan luasan terendah adalah

Tropopsamments seluas 334,50 Ha atau 0,42% dari total luas kebun

kakao.

Topografi

Kelas kemiringan lereng yang terdapat dilokasi pengembangan

kawasan perkebunan berbasis komoditas Kakao yaitu Datar, Agak Landai,

Landai, Agak Curam, Curam, Sangat Curam, dan Ekstrim Curam. Luasan

wilayah pengembangan kakao berdasarkan kelas kemiringan lereng dan

penyebarannya di Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka

Timur dan Kolaka Utara selengkapnya sebagaimana disajikan pada Tabel

5.3.

Tabel 5.3.Luas sebaran tanaman kakao pada berbagai kemiringan lereng diwilayah sentra pengembangan kakao Sulawesi Tenggara

No. KemiringanLereng(%) Konawe Konawe

Selatan Kolaka KolakaTimur

KolakaUtara

1. 0-3(Datar) 7900.96 12361.11 2719.33 21013.03 13246.42

2. 3-8(Agak Landai) 3641.34 5376.02 2456.49 12535.03 7399.62

3. 8-15(Landai) 1769.91 1569.30 4582.25 11359.05 9244.04

4. 15-30(Agak Curam) 2167.70 873.15 15276.59 17094.64 23880.66

5. 30-45(Curam) 533.92 126.52 4200.36 4645.37 17906.57

6.45-65

(SangatCuram)

73.79 9.89 474.53 548.63 7004.63

7.>65

(EkstrimCuram)

0.39 - 44.44 16.24 882.06

Jumlah 16088.00 20316.00 29754.00 67212.00 79564.00Sumber: Hasil analisis spasial lereng citra SRTM 90 m

Kelas kemiringan lereng terluas di Kabupaten Konawe adalah 0-3%

(Datar) seluas 7.900,96 Ha atau 49,11% dan kelas kemiringan lereng

dengan luasan terendah adalah >65% (Ekstrim Curam) seluas 0,39 Ha

atau 0,002%dari total luas kebun kakao. Kelas kemiringan lereng terluas di

Kabupaten Konawe Selatan adalah 0-3% (Datar) seluas 12.361,11 Ha

Page 31: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 31

atau 31,26% dan kelas kemiringan lereng dengan luasan terendah adalah

>65% (Ekstrim Curam) seluas 16,24 Ha atau 0,02% dari total luas kebun

kakao. Kelas kemiringan lereng terluas di Kabupaten Kolaka adalah 15-

30% (Agak Curam) seluas 15.276,59 Ha atau 51,34% dan kelas

kemiringan lereng dengan luasan terendah adalah >65% (Ekstrim Curam)

seluas 44,44 Ha atau 0,15% dari total luas kebun kakao. Kelas kemiringan

lereng terluas di Kabupaten Kolaka Timur adalah 15-30% (Agak Curam)

seluas 17.094,64 Ha atau 25,43% dan kelas kemiringan lereng dengan

luasan terendah adalah >65% (Ekstrim Curam) seluas 16,24 Ha atau

0,02% dari total luas kebun kakao. Kelas kemiringan lereng terluas di

Kabupaten Kolaka Utara adalah 15-30% (Agak Curam) seluas 13.880,66

Ha atau 30,01% dan kelas kemiringan lereng dengan luasan terendah

adalah >65% (Ekstrim Curam) seluas 882,06 Ha atau 1,11% dari total luas

kebun kakao. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan kakao umumnya

menyebar pada berbagai kondisi lereng mulai datar sampai agak curam.

5.5. Kawasan Peruntukan Lahan Perkebunan Kakao

Kawasan budidaya kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara umunya

dilakukan dalam wilayah APL, areal non APL (HP, HPK, HPT, HL, dan

HSA) dan areal konsesi (Izin Usaha Pertambangan). Masyarakat

membudayakan kakao umunya dalam wilayah Areal Penggunaan Lain

(APL) yaitu wilayah yang memang diperuntukkan bagi kegiatan budidaya.

Selain itu, masyarakat juga melakukan kegiatan budidaya kakao dalam

wilayah kawasan hutan dan kawasan konsesi pertambangan dan

perkebunan yang tidak diperuntukkan bagi kegiatan budidaya pertanian.

Luas perkebunan kakao esksisting di Kabupaten Konawe dalam kawasan

APL adalah 11.489,30 Ha; dalam kawasan hutan adalah 3.328,93 Ha dan

dalam kawasan konsesi adalah 1.269,77 Ha.

Luas perkebunan kakao terluas menurut kecamatan dalam kawasan

APL di Kabupaten konawe terdapat di Kecamatan Puriala seluas 1.475,71

Ha dan luas perkebunan kakao terendah dalam kawasan APL terdapat di

Page 32: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 32

Kecamatan Sampara seluas 1,04 Ha. Selain itu, terdapat kecamatan di

Kabupaten Konawe yang tidak memiliki perkebunan kakao dalam wilayah

APL yaitu Kecamatan Anggaberi, Asinua dan Rauta. Kecamatan yang

memiliki perkebunan kakao dalam kawasan non APL adalah Kecamatan

Abuki, Anggaberi, Asinua, Lambuya, Meluhu, Onembute, Rauta, Tongauna

dan Uepai. Luas areal kawasan kakao di Kabupaten Konawe

selengkapnya disajikan pada Tabel 5.4.Sedangkan penyebarannya secara

spasial kebun kakao di Kabupaten Konawe disajikan sebagaimana pada

Gambar 5.8.

Tabel 5.4.Luas dan sebaran kakao berdasarkan arahan fungsi peruntukanpenggunaan lahan pada setiap Kecamatan di KabupatenKonawe

No. Kecamatan Kawasan Luas(Ha) %APL Non-APL Konsesi

1. Abuki 1.182,78 985,20 - 2.167,98 13,482. Amonggedo 128,02 - - 128,02 0,803. Anggaberi - 267,38 - 267,38 1,664. Asinua - 851,51 - 851,51 5,295. Besulutu 1.320,16 - - 1.320,16 8,216. Bondoala 254,08 - - 254,08 1,587. Kapoiala 12,27 - - 12,27 0,088. Konawe 1.173,34 - - 1.173,34 7,299. Lalonggasumeeto 562,99 - - 562,99 3,50

10. Lambuya 900,66 78,49 - 979,16 6,0911. Meluhu 304,92 128,85 - 433,77 2,7012. Onembute 1.242,81 38,89 - 1.281,70 7,9713. Pondidaha 162,28 - - 162,28 1,0114. Puriala 1.475,71 - - 1.475,71 9,1715. Rauta - 796,39 1269,77 2.066,16 12,8416. Sampara 1,04 - - 1,04 0,0117. Soropia 99,07 - - 99,07 0,6218. Tongauna 794,77 40,36 - 835,13 5,1919. Uepai 931,85 141,85 - 1.073,70 6,6720. Wawotobi 24,99 - - 24,99 0,1621. Wonggeduku 917,55 - - 917,55 5,70

Jumlah 11.489.30 3.328.93 1.269.77 16.088,00 100,00Sumber: Hasil Interpretasi Citra Landsat 8 dan survey lapangan Tahun 2015

Page 33: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 33

Gambar 5.8. Sebaran Eksisting Kakao di Kabupaten Konawe

Tanaman Kakao bagi masyarakat Kabupaten Konawe Selatan

merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang cukup

menguntungkan. Budidaya tanaman kakao oleh masyarakat di Kabupaten

Konawe Selatan telah dilakukan dalam waktu yang cukup lama.

Keseriusan masyarakat mengelola tanaman kakao terlihat dari luasnya

areal tanaman Kakao yang terdapat di seluruh Kecamatan dalam wilayah

Kabupaten Konawe Selatan. Luas areal eksisting tanaman Kakao di

Kabupaten Konawe Selatan dalam kawasan APL adalah 19.102,24 Ha;

luas areal eksisiting tanaman kakao dalam kawasan non APL adalah

596,74 Ha dan luas areal eksisting tanaman kakao dalam kawasan

konsesi adalah 617,02 Ha.

Luas perkebunan kakao terluas menurut kecamatan dalam kawasan

APL di Kabupaten konawe Selatan terdapat di Kecamatan Buke seluas

4.574,04 Ha dan luas perkebunan kakao terendah dalam kawasan APL

terdapat di Kecamatan Tinanggea seluas 38,80 Ha. Selain itu, terdapat

Page 34: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 34

Kecamatan yang memiliki perkebunan kakao dalam kawasan non APL dan

kawasan konsesi yaitu Kecamatan Basala dan Lalembuu dalam kawasan

hutan serta Kecamatan Konda dan Moramo Utara dalam kawasan konsesi.

Luas areal kawasan kakao di Kabupaten Konawe Selatan selengkapnya

disajikan pada Tabel 5.5. Sedangkan penyebarannya secara spasial kebun

kakao di Kabupaten Konawe Selatan sebagaimana disajikan pada Gambar

5.9.

Tabel 5.5. Luas dan sebaran kakao berdasarkan arahan fungsi peruntukanpenggunaan lahan setiap Kecamatan di Konawe Selatan

No KecamatanKawasan

Luas (Ha) %APL Non-APL Konsesi

1. Andoolo 53,43 - - 53,43 0,26

2. Angata 110,77 - - 110,77 0,55

3. Baito 95,36 - - 95,36 0,47

4. Basala 2.400,26 100,54 - 2.500,80 12,31

5. Benua 32,48 - - 32,48 0,16

6. Buke 4.574,04 - - 4.574,04 22,51

7. Kolono 101,89 - - 101,89 0,50

8. Konda 1.029,37 - 423,90 1.453,27 7,15

9. Laeya 77,69 - - 77,69 0,38

10. Lainea 134,83 - - 134,83 0,66

11. Lalembuu 2.187,80 496,20 - 2.684,01 13,21

12. Landono 1.868,95 - - 1.868,95 9,20

13. Laonti 117,60 - - 117,60 0,58

14. Moramo 294,86 - - 294,86 1,45

15. Moramo utara 600,99 - 193,11 794,10 3,91

16. Mowila 3.857,59 - - 3.857,59 18,99

17. Palangga 506,23 - - 506,23 2,49

18. Palangga selatan 39,25 - - 39,25 0,19

19. Ranomeeto 694,96 - - 694,96 3,42

20. Ranomeeto barat 46,62 - - 46,62 0,23

21. Tinanggea 38,80 - - 38,80 0,19

22. Wolasi 238,49 - - 238,49 1,17Jumlah 19102,24 596,74 617,02 20316.00 100,00

Sumber: Hasil Interpretasi Citra Landsat 8 dan survey lapangan Tahun 2015

Page 35: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 35

Gambar 5.9. Sebaran Eksisting Kakao di Kabupaten Konawe Selatan

Tanaman Kakao bagi masyarakat Kabupaten Kolaka merupakan

salah satu jenis tanaman perkebunan yang cukup menguntungkan.

Budidaya tanaman kakao oleh masyarakat di Kabupaten Kolaka telah

dilakukan dalam waktu yang cukup lama. Keseriusan masyarakat

mengelola tanaman kakao terlihat dari luasnya areal tanaman Kakao yang

terdapat di seluruh Kecamatan dalam wilayah Kabupaten Kolaka. Luas

areal eksisting tanaman Kakao di Kabupaten Kolaka dalam kawasan APL

adalah 24.052,93; luas areal eksisiting tanaman kakao dalam kawasan non

APL adalah 3.506,99 Ha dan luas areal eksisting tanaman kakao dalam

kawasan konsesi adalah 2.194,08 Ha.

Luas perkebunan kakao terluas menurut kecamatan dalam kawasan

APL di Kabupaten Kolaka terdapat di Kecamatan Samaturu seluas

11.631,30 Ha dan luas perkebunan kakao terendah dalam kawasan APL

terdapat di Kecamatan Pomalaa seluas 14,43 Ha. Selain itu, terdapat

Kecamatan yang memiliki perkebunan kakao dalam kawasan non APL

yaitu Kecamatan Kolaka, Latambaga, Samaturu, dan Watubangga, dan

kawasan konsesi yaitu Baula, Pomalaa, Wolo dan Wundulako serta

Page 36: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 36

sebagian pada Kecamatan Samaturu dan Watubangga.Luas areal

kawasan kakao di Kabupaten Kolaka selengkapnya disajikan pada Tabel

5.6. Sedangkan penyebarannya secara spasial kebun kakao di Kabupaten

Kolaka sebagaimana disajikan pada Gambar 5.10.

Tabel 5.6.Luas dan sebaran kakao berdasarkan arahan fungsi peruntukanpenggunaan lahan setiap Kecamatan di Kabupaten Kolaka

No. Kecamatan Kawasan Luas (Ha) %APL Non-APL Konsesi

1. Baula 13,15 - 244,39 257,53 0,322. Iwoimenda 54,29 - - 54,29 0,073. Kolaka 1.595,07 510,71 - 2.105,78 2,654. Latambaga 6.216,83 774,44 - 6991,26 8,795. Pomalaa 14,43 - 108,25 122,68 0,156. Samaturu 11.631,30 2.070,32 280,46 13.982,08 17,577. Toari 30,03 - - 30,03 0,048. Watubangga 1.059,58 151,53 15,17 1.226,28 1,549. Wolo 2.854,99 - 1.542,81 4.397,79 5,53

10. Wundulako 583,26 - 3,01 586,27 0,74Jumlah 24.052,93 3.506,99 2.194,08 29.754,00 100,00

Sumber: Hasil Interpretasi Citra Landsat 8 dan survey lapangan Tahun 2015

Gambar 5.10. Sebaran Eksisting Kakao di Kabupaten Kolaka

Page 37: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 37

Masyarakat di Kabupaten Kolaka Timur membudidayakan kakao

umunya dalam wilayah Areal Penggunaan Lain (APL) yaitu wilayah yang

memang diperuntukkan bagi kegiatan budidaya. Selain itu, masyarakat

juga melakukan kegiatan budidaya kakao dalam wilayah kawasan hutan

dan kawasan konsesi yang tidak diperuntukkan bagi kegiatan budidaya

pertanian. Luas perkebunan kakao esksisting di Kabupaten Kolaka Timur

dalam kawasan APL adalah 39.125,14 Ha; dalam kawasan non APL

adalah 12.433,94 Ha dan dalam kawasan konsesi adalah 15.652,93 Ha.

Luas areal kawasan kakao di Kabupaten Kolaka Timur selengkapnya

disajikan pada Tabel 5.7. Sedangkan penyebarannya secara spasial kebun

kakao di Kabupaten Kolaka Timur sebagaimana disajikan Gambar 5.11.

Tabel 5.7.Luas dan sebaran kakao berdasarkan arahan fungsi peruntukanpenggunaan lahan setiap Kecamatan di Kolaka Timur

No KecamatanKawasan

Luas (Ha) %APL Non-APL Konsesi

1. Aere 2.572,77 3.854,16 6.496,36 12.923,29 19,232. Dangia 882,13 36,80 - 918,93 1,373. Ladongi 3.079,08 1.268,12 3.579,11 7.926,31 11,794. Lambandia 7.742,69 2.498,72 612,39 10.853,80 16,155. Loea 3.461,35 164,50 1.149,71 4.775,56 7,116. Mowewe 2,72 4,84 - 7,57 0,017. Poli-Polia 6.737,13 218,24 3.815,35 10.770,72 16,028. Tinondo 2.347,69 753,09 - 3.100,78 4,619. Tirawuta 6.792,03 817,81 - 7.609,84 11,32

10. Ueesi 3.030,32 1.180,39 - 4.210,71 6,2611. Uluiwoi 2.477,23 1.637,27 - 4.114,50 6,12

Jumlah 39.125,14 12.433.94 15.652,93 67.212,00 100,00Sumber: Hasil Interpretasi Citra Landsat 8 dan survey lapangan Tahun 2015

Luas perkebunan kakao terluas menurut kecamatan dalam kawasan

APL di Kabupaten Kolaka Timur terdapat di Kecamatan Lambandia seluas

7.742,69 Ha dan luas perkebunan kakao terendah dalam kawasan APL di

Kabupaten Kolaka Timur terdapat di Kecamatan Mowewe seluas 2,72 Ha.

Selain itu, hamper seluruh kecamatan melakukan kegiatan budidaya kakao

dalam kawasan hutan Kecamatan yang memiliki perkebunan kakao dalam

Page 38: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 38

kawasan hutan. Kecamatan yang memiliki perkebunan kakao terluas

dalam kawasan hutan (non APL) adalah Kecamatan Aere seluas 3.854,16

Ha dan kecamatan yang memeiliki perkebunan kakao dengan luasan

terendah dalam kawasan hutan adalah Kecamatan Mowewe seluas 4,84

Ha. Selain itu, terdapat wilayah kecamatan yang membudidayakan kakao

dalam kawasan konsesi yaitu Kecamatan Aere, Ladongi, Lambandia,

Loea, dan Poli-polia.

Gambar 5.11. Sebaran Eksisting Kakao di Kabupaten Kolaka Timur

Masyarakat di Kabupaten Kolaka Utara juga membudidayakan

kakao umunya dalam wilayah Areal Penggunaan Lain (APL) yaitu wilayah

yang memang diperuntukkan bagi kegiatan budidaya dan dalam wilayah

kawasan hutan dan kawasan konsesi yang tidak diperuntukkan bagi

kegiatan budidaya pertanian. Luas perkebunan kakao esksisting di

Kabupaten Kolaka Utara dalam kawasan APL adalah 43.354,71 Ha; dalam

kawasan hutan adalah 16.665,53 Ha dan dalam kawasan konsesi adalah

19.543,76 Ha. Luas areal kawasan kakao di Kabupaten Kolaka Utara

selengkapnya disajikan pada Tabel 5.8. Sedangkan penyebarannya

Page 39: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 39

secara spasial kebun kakao di Kabupaten Kolaka Utara sebagaimana

disajikan pada Gambar 5.12.

Luas perkebunan kakao terluas menurut kecamatan dalam kawasan

APL di Kabupaten Kolaka Utara terdapat di Kecamatan Lasusua seluas

6.314,87 Ha dan luas perkebunan kakao terendah dalam kawasan APL di

Kabupaten Kolaka Utara terdapat di Kecamatan Wawo seluas 107,63 Ha.

Selain itu, hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Kolaka Utara

melakukan kegiatan budidaya kakao dalam kawasan hutan. Kecamatan

yang memiliki perkebunan kakao terluas dalam kawasan hutan di

Kabupaten Kolaka Utara adalah Kecamatan Ngapa seluas 3.399,48 Ha

dan kecamatan yang memeiliki perkebunan kakao dengan luasan terendah

dalam kawasan hutan adalah Kecamatan Wawo seluas 87,77 Ha. Selain

itu, terdapat wilayah kecamatan yang membudidayakan kakao dalam

kawasan konsesi yaitu Kecamatan Batu Putih, Lambai, Lasusua, Ngapa,

Pakue, Pakue Tengah, Pakue Utara, Porehu, Rante Angin, Tiwu, Tolala

dan Wawo.

Tabel 5.8. Luas dan sebaran kakao berdasarkan arahan fungsi peruntukanpenggunaan lahan setiap Kecamatan di Kolaka Utara

No KecamatanKawasan

Luas (Ha) %APL Non APL Konsesi

1. Batu Putih 6.110,27 1.011,67 1.255,38 8.377,32 10,532. Katoi 2.349,57 224,78 - 2.574,34 3,243. Kodeoha 2.278,58 451,83 - 2.730,41 3,434. Lambai 2.278,04 214,58 3.907,18 6.399,79 8,045. Lasusua 6.314,87 1.524,24 3.690,26 11.529,38 14,496. Ngapa 3.336,69 3.399,48 257,07 6.993,24 8,797. Pakue 2.913,05 1.690,07 2.090,00 6.693,12 8,418. Pakue Tengah 4.328,34 1.425,25 4,64 5.758,23 7,249. Pakue Utara 3.603,05 1.506,35 1.758,84 6.868,24 8,63

10. Porehu 5.813,70 500,58 3.933,13 10.247,41 12,8811. Rante Angin 473,83 981,25 342,78 1.797,86 2,2612. Tiwu 859,34 3.373,06 0,06 4.232,46 5,3213. Tolala 262,25 274,63 2.304,44 2.841,32 3,5714. Watunohu 2.325,50 - - 2.325,50 2,9215. Wawo 107,63 87,77 - 195,39 0,25

Jumlah 43.354,71 16.665,53 19.543,76 79.564,00 100,00Sumber: Hasil Interpretasi Citra Landsat 8 dan survey lapangan Tahun 2015

Page 40: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 40

Gambar 5.12. Sebaran Eksisting Kakao di Kabupaten Kolaka Utara

5.6. Aspek Ekonomi dan Perekonomian

Provinsi Sulawesi Tenggara berperan strategis secara nasional

sebagai pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan,

perikanan, serta pertambangan nikel khususnya sebagai simpul

pengolahan nikel, perkebunan kakao, dan perikanan. Kinerja perekonomian

Provinsi Sulawesi Tenggara periode 2006-2013 cukup baik,terlihat pada

meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi selama kurun waktu tersebut.

Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tenggara sebesar 8,17 persen

pertahun, lebih tinggi dari laju pertumbuhan ekonomi nasional sebesar

5,90persen pertahun.Kontribusi wilayah Sulawesi Tenggarater hadap

pembentukan PDRB Pulau Sulawesi a d a l a h sebesar 11,47 persen,

sementara itu kontribusi terhadap pembentukan PDB Nasional sebesar 0,15

persen. Kontribusi sektor ekonomi ini diharapkan mampu menjadi

penggerak ekonomi lokal Provinsi Sulawesi Tenggara sehingga kegiatan

Page 41: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 41

perekonomian penduduk menjadilebih signifikan untuk perekonomian di

wiayah tersebut (Perkembangan Pembangunan Provinsi SULTRA,

2014).

Kebijakan dan program pembangunan Pemerintah Provinsi Sulawesi

Tenggara dibidang pertanian, khususnya pengelolaan subsektor

perkebunan diarahkan pada penguatan modal bagi petani tanaman

perkebunan dalam rangka menunjang kesinambungan usahatani tanaman

perkebunan, pengembangan agroindustri dengan fungsi yang didasarkan

pada potensi (basis komoditas) tanaman perkebunan. Pengembangan

komoditi kakao rakyat dimulai pada tahun 2008 melalui kegiatan Bansos

berupa peremajaan (100 ha) yang tersebar di Kabupaten Kolaka (60 ha),

Kabupaten Kolaka Utara(40 ha), yang difasilitasi oleh Satker Dinas

Perkebunan dan Hortikultura melalui Dana APBN-TP. Sampai dengan

akhir tahun 2008 luas areal kakao rakyat di Provinsi Sulawesi Tenggara

mencapai 202.012 ha dengan produksi 115.898 ton kakao. Produksi

tersebut masih sangat rendah, karena produktivitasnya hanya 791,83 kg

kakao kering/ha/tahun, sementara potensi produksinya bisa mencapai

2.000 kg/ha/tahun.

Gambar 5.13. Grafik perkembangan produksi tanaman perkebunan diSulawesi Tenggara

Page 42: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 42

Gambar 5.14. Persentase Nilai Perdagangan Antar Pulau MenurutJenisKomoditas, 2013

Rendahnya produktivitas kakao disebabkan oleh berbagai faktor

pembatas baik faktor teknis seperti, masih terbatasnya penggunaan benih

unggul, masih rendahnya aplikasi pemupukan, sebagian klon tanaman

sudah tidak mampu beradaptasi dengan kondisi agroklimat sehingga

terjadi penurunan kesehatan tanaman, kurang intensifnya pemeliharaan

tanaman, intensitas gangguan OPT meningkat; faktor ekonomi seperti

lemahnya akses terhadap permodalan petani, rendahnya nilai jual produk,

tidak adanya nilai tambah produk akibat pola tanam monokultur; aspek

sosial yaitu belum optimalnya fungsi kelembagaan petani. Namun pada

tahun 2011 telah terjadi peningkatan hal ini karena hasil dari kerja keras

Dinas Perkebunan serta adanya dukungan dari pemerintah daerah dan

stakeholders yang terkait.Berdasarkan kajian dan analisis data atas kondisi

eksisting tersebut dalam rangka akselerasi peningkatan produktivitas

tanaman dan lahan, program pembangunan perkebunan kakao tahun

2009-2012 diarahkan pada peningkatan produksi dan produktivitas kebun

dilaksanakan melalui upaya peningkatan mutu intensifikasi tanaman belum

menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM1, TM2, TM3),

rehabilitasi tanaman menghasilkan (TM3), peremajaan tanaman tua/rusak

(TT/TR), perluasan dan aplikasi teknologi produksi. Dengan

mempertimbangkan potensi sumberdaya yang tersedia, serta peluang

Page 43: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 43

yang ada, target pembangunan tanaman kakao tahun 2009-2012 untuk

Provinsi Sultra ditetapkan seluas 83.133 ha atau 58 % dari luas areal yang

ada, dengan sasaran pembangunan untuk, intensifikasi 26.800 ha,

rehabilitasi 40.983 ha, dan peremajaan 15.350 ha.

5.6.1. Perkembangan Kontribusi Sektor Pertanian Perkebunan dalamPerekonomian Wilayah Provinsi dan Kabupaten

Struktur lapangan usaha masyarakat di Sulawesi Tenggara lebih

dominan di sektor pertanian meskipun cenderung memperlihatkan trend

yang menurun dari tahun ke tahun. Dsitribusi persentase PDRB atas dasar

harga berlaku pada sektor pertanian dari tahun 2009-2013 memperlihatkan

penurunan sampai 5,16%. Lapangan usaha yang memprlihatkan trend

peningkatan distribusi PDRB yaitu sektor perdagangan, hotel dan

transportasi meskipun perannya tidak sebesar sektor pertanian. Sektor

perdagangan, hotel dan restoran terus memperlihatkan trend meningkat

dari tahun ke tahun. Distribusi PDRB dari sector tersebut mengalami

peningkatan 19,75% dibanding pada tahun 2009 sekitar 17,45%. Distribusi

persentase PDRB Sulawesi Tenggara Tahun 2009-2013 selengkapnya

disajikan pada Tabel 5.9.

Tabel 5.9. Distribusi Persentase PDRB Sulawesi Tenggara menurutLapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku, 2009-2013

No. Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012*) 2013**)1. Pertanian 35,02 33,20 31,87 30,51 29,862. Pertambangan dan Penggalian 4,28 4,90 6,06 7,75 7,763. Industri Pengolahan 6,43 7,14 6,90 6,35 6,104. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,93 0,92 0,92 0,99 1,085. Konstruksi 7,72 8,26 8,54 8,79 8,906. Perdagangan, Hotel dan Restoran 17,45 18,12 18,57 19,09 19,757. Pengangkutan dan Komunikasi 9,26 9,30 9,20 8,99 8,878. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perushaan5,30 5,52 5,94 5,97 6,25

9. Jasa-jasa 13,61 12,64 12,00 11,56 11,43Produk Domestik Regional Bruto 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : Sulawesi Tenggara dalam Angka, 2014

Page 44: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 44

Struktur lapangan usaha masyarakat di Sulawesi Tenggara

berdasarkan distribusi persentase PDRB atas dasar harga constant lebih

dominan di sektor pertanian. Dsitribusi persentase PDRB atas dasar harga

konstant pada sektor pertanian dari tahun 2009-2013 memperlihatkan nilai

yang menurun sampai 6,23%. Lapangan usaha yang memprlihatkan trend

peningkatan distribusi PDRB yaitu sektor perdagangan, hotel dan

transportasi meskipun perannya tidak sebesar sektor pertanian. Sektor

perdagangan, hotel dan restoran terus memperlihatkan trend meningkat

dari tahun ke tahun. Distribusi PDRB dari sector tersebut mengalami

peningkatan 18,40% dibanding pada tahun 2009 sekitar 16,79%. Distribusi

persentase PDRB Sulaawesi Tenggara Tahun 2009-2013 atas dasar

harga constant selengkapnya disajikan pada Tabel 5.10.

Tabel 5.10. Distribusi Persentase PDRB Sulawesi Tenggara menurutLapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2009-2013

No. Lapangan Usaha 2009 2010 2011 2012*) 2013**)

1. Pertanian 33,11 30,98 29,16 27,49 26,882. Pertambangan dan Penggalian 5,12 5,18 7,21 9,34 9,293. Industri Pengolahan 8,01 8,80 8,59 7,97 7,784. Listrik, Gas dan Air Bersih 0,75 0,75 0,76 0,83 0,895. Konstruksi 8,54 9,10 9,42 9,61 9,746. Perdagangan, Hotel dan Restoran 16,79 17,36 17,71 17,96 18,407. Pengangkutan dan Komunikasi 8,77 8,83 8,89 8,83 8,838. Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perushaan5,74 6,01 6,50 6,53 6,89

9. Jasa-jasa 13,18 12,36 11,76 1,44 11,30Produk Domestik Regional Bruto 100,00100,00100,00 100,00 100,00

Sumber : Sulawesi Tenggara dalam Angka, 2014

5.6.2. Kontribusi Komoditas Kakao dalam Perekonomian WilayahProvinsi dan Kabupaten Lokasi Pengembangan KawasanBerbasis Komoditas Kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara

Perkebunan merupakan sub-sektor dengan kontribusi terbesar

sektor pertanian (32 persen). Namun, pada periode 2009-2011, sub-sektor

perkebunan mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) secara berturut-

turut. Pertumbuhan subsector perkebunan baru pulih pada tahun 2012

Page 45: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 45

dengan pertumbuhan sebesar 5,9 persen, namun stabilitas pertumbuhan di

sektor perkebunan masih perlu mendapat perhatian di masa depan. Hal ini

karena proses peremajaan tanaman kakao yang sudah melampaui masa

produktif belum berjalan secara menyeluruh di Sulawesi Tenggara.

Sektor Perkebunan di Sulawesi Tenggara didominasi oleh

perkebunan Kakao dengan porsi lahan terbesar di Kolaka dan Kolaka

Utara. Sebanyak 51 persen lahan perkebunan di Sulawesi Tenggara

adalah tanaman Kakao dengan proporsi lahan terbesar terdapat di Kolaka

dan Kolaka Utara (mencapai 72,2 persen total lahan kakao). Produksi

perkebunan kakao sempat menurun pada tahun 2011, namun sudah

mengalami peningkatan kembali pada tahun 2012. Perkembangan volume

produksi kakao meningkat sampai tahun 2010, namun kemudian

mengalami kontraksi sebesar minus 18,8 persen pada tahun 2011, yakni

dari 141,2 ribu ton (2010) menjadi hanya 114,6 ribu ton (2011).

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa penyuluh pertanian,

penurunan volume produksi ini disebabkan oleh beberapa faktor : (i)

mewabahnya hama penggerek batang kakao (PBK) pada beberapa area

perkebunan kakao; (ii) terlambatnya proses peremajaan tanaman kakao

yang sudah melampaui umur produksi (diatas 10 tahun), terutama di lahan

kakao perkebunan rakyat; dan (iii) sebagian besar tanaman kakao yang

sudah diremajakan belum memasuki masa pembuahan. Meskipun

demikian, pada tahun 2012, volume produksi kakao mengalami

peningkatan kembali menjadi 154,2 ribu ton, melebihi volume produksi

tahun 2010. Kenaikan volume produksi tahun 2012 salah satunya

diperkirakan karena program gerakan nasional untuk peningkatan produksi

dan mutu kakao (dikenal dengan Gernas) yang dimulai sejak tahun 2009

sudah mulai menunjukkan hasil. Gernas mencakup: (i) intensifikasi bagi

tanaman usia muda (3-6 tahun); (ii) rehabilitasi dengan cara sambung

samping; dan (iii) tanam baru.

Tanaman kakao bisa menghasilkan sampai umur lebih dari 20

tahun, tergantung bibit yang dipakai dan perawatannya. Produktivitasnya

Page 46: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 46

juga sangat bervariasi sesuai dengan umur tanaman. Selama 20 tahun,

usahatani kakao dengan kondisi eksisting di tingkat petani mampu

menghasilkan biji kakao kering sebanyak 13,14 ton/ha. Produktivitas

tertinggi dicapai pada tahun ke-7 sampai ke-15, yaitu 975 kg/ha/tahun.

Jumlah tersebut terus menurun sampai tahun ke-20. Jumlah produksi

berkaitan langsung dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani

dan juga penerimaan dari hasil penjualan kakao. Sebagian besar biaya

yang dikeluarkan oleh petani kakao adalah biaya tenaga kerja terutama

untuk proses panen dan pascapanen sehingga semakin tinggi produksi

kakao, biaya yang dibutuhkan menjadi semakin besar. Dalam penelitian

yang dilakukan Ermiati et al. (2014) bahwa, tenaga kerja keluarga petani

dimasukkan ke dalam struktur biaya dengan standar upah yang berlaku di

lokasi penelitian. Akumulasi biaya yang dibutuhkan selama periode

usahatani (20 tahun) mencapai Rp.105.695.550 ; sedangkan akumulasi

penerimaan petani mencapai Rp.236.556.000. Dengan demikian, selama

periode usahatani, pendapatan yang dapat diperoleh petani adalah

Rp.130.860.450. Jika dihitung dengan nilai sekarang (tingkat suku bunga

18%) maka nilai bersih pendapatan petani adalah Rp.19.646.384,00.

Akumulasi pendapatan petani sebesar Rp130.860.450,00 atau rata-

rata Rp.7.697.674 per tahun atau Rp.641.473 perbulan untuk satu keluarga

tentu sangat tidak mencukupi karena masih jauh di bawah upah minimum

regional (UMR) Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu

Rp1.400.000/bulan/orang pada tahun 2014. Jika sumber pendapatan

petani hanya berasal dari usahatani kakao dengan produktivitas minimal

779 kg/ha/tahun (Ditjenbun, 2012) maka untuk mencapai hidup layak

petani harus memilikil ahan kakao seluas 2 ha. Upaya perluasan areal

atau ekstensifikasi untuk petani akan sulit dilakukan sehingga upaya

intensifikasi atau meningkatkan produktivitas harus lebih diutamakan. Hal

tersebut cukup potensial mengingat produktivitas yang ada masih jauh

dibawah potensi produktivitas klon unggul kakao yang mencapai 2–3

ton/ha/tahun (Ermiati et al., 2014).

Page 47: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 47

Tabel5.11. Struktur Biaya Dan Pendapatan Usahatani Kakao Per HaDengan Produk Akhir Biji Kering Non-Fermentasi

Tahun Produksi(Kg)

Penerimaan(Rp)

Biaya(Rp)

Pendapatan(Rp)

PenerimaanBersih(Rp.)

Biaya Bersih(Rp.)

PendapatanBersih(Rp.)

0 0 0 1.464.300 -1.464.300 0 1.464.300 -1.464.3001 0 0 5.064.750 -5.064.750 0 4.292.161 -4.292.1612 0 0 1.528.200 -1.528.200 0 1.097.529 -1.097.5293 200 3.600.000 2.438.600 1.161.400 2.191.071 1.484.207 706.864

4 325 5.850.000 2.943.600 2.906.400 3.017.365 1.518.276 1.499.0895 500 9.000.000 3.928.600 5.071.400 3.933.983 1.717.227 2.216.7566 750 13500000 4.865.000 8.635.000 5.000.826 1.802.149 3.198.6767 975 17.550.000 6.547.500 11002500 5.509.384 2.055.424 3.453.9608 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 4.668.970 1.741.885 2.927.0859 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 3.956.754 1.476.174 2.480580

10 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 3.353.181 1.250.995 2.102.18711 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 2.841.679 1.060.165 1.781.51412 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 2.408.203 898.445 1.509.75813 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 2.040.850 761.394 1.279.45614 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 1.729.534 645.249 1.084.28515 975 17.550.000 6.547.500 11.002.500 1.465.706 546.821 918.88516 830 14.940.000 6.105.000 8.835.000 1.057.398 432.089 625.30917 663 11.934.000 5.450.000 6.484.000 715.800 326.891 388.91018 530 9.540.000 5.015.000 4.525.000 484.922 254.915 230.00819 345 6.210.000 4.090.000 2.120.000 267.506 176.183 91.32220 224 4.032.000 3 875000 157.000 147.191 141.459 5.731

Jumlah 13.142 236.556.000 105.695.550 130.860.450 44.790.323 25.143.939 19.646.384Sumber : (Ermiati et al., 2014)

Tabel 5.12. Kriteria Kelayakan Usahatani Kakao

No. Kriteria Nilai1. NPV Rp 19.646.384,002. IRR 51%3. B/C 2,87

Sumber : (Ermiati et al., 2014)

Hasil analisis usaha tani kakao dengan “discount factor” sebesar

18% menunjukkan usahatani kakao di Kabupaten Kolaka dengan teknik

budidaya dan pengelolaan yang masih sederhana dapat memberikan

pendapatan dengan keuntungan yang belum optimal. Berdasarkan hasil

perhitungan, diketahui NPV dari usahatani ini lebih besar dari nol, yaitu

Page 48: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 48

Rp.19.646.384. Sementara itu, nilai B/CRatio sebesar 2,87 dan IRR

sebesar 51%. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, usahatani kakao masih

menguntungkan dan layak untuk diusahakan.

Hasil analisis usahatani kakao, ternyata sejalan dengan hasil

analisis harga minimum kakao. Harga minimum kakao dengan tingkat

keuntungan 18% (sesuai dengan tingkat suku bunga bank yang berlaku)

dari harga pokok proses Rp. 8.043,00/kg, yaitu Rp. 9.490,00/kg. Harga

tersebut jauh lebih kecil dari harga aktual, yaitu Rp.18.000,00/kg sehingga

selisih harga tersebut merupakan tingkat keuntungan bagi petani. Hal ini

berarti dengan tingkat budidaya yang masih tradisional, petani sudah

mendapat keuntungan dari hasil usahataninya diatas tingkat suku bunga

bank yang berlaku.

Analisis titik impas (BEP) dilakukan terhadap harga, produksi, dan

waktu. Hasil perhitungan menunjukkan jangka waktu titik impas (BEP)

terjadi setelah tanaman kakao berumur 5,24 tahun atau pada tahun ke 6.

Sementara itu, BEP harga yang diperoleh adalah Rp.8.043,00/kg dan BEP

produksi 345,5 kg/ha/tahun. Informasi tentang taksiran jangka waktu titik

impas suatu usaha, penting diketahui oleh pengusahanya karena dengan

ini bisa diketahui berapa lama modalny atertanam dan kapan baru bisa

kembali.

5.6.3. Perkembangan Harga Kakao

Harga jual biji kakao tergantung pada tingkat kekeringan biji kakao

itu sendiri. Biji kakao yang dijemur 1–2 hari akan mengalami penyusutan

sekitar 8%–20% dengan harga jual Rp14.000,00– Rp16.000,00/kg. Biji

kakao yang dijemur 3–4 hari, mengalami penyusutan sekitar 20%–40%

dengan harga Rp16.000,00–Rp18.000,00/kg. Jika biji kakao dijemur

sampai 5 hari atau tingkat kekeringannya sudah mencapai 6%–7%, harga

jual mencapai Rp20.000,00/kg. Harga kakao yang berlaku umumnya adalah

Rp 16.000,00; Rp 18.000,00; dan Rp 20.000,00/kg dengan beberapa cara

pembayaran, yaitu (1) sebelum transaksi (ijon), (2) pada saat transaksi

Page 49: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 49

terjadi, dan (3) setelah biji kakao dijual oleh Gapoktan ke eksportir. Analisis

harga yang digunakan adalah harga rata-rata dari total harga yang berlaku,

yaitu Rp18.000,00/kg biji kering non- fermentasi (Ermiati et al., 2014).

5.6.4. Perkembangan Pendapatan Petani

Tantangan pembangunan sektor pertanian tidak hanya masalah

pertumbuhan melainkan juga tingkat kesejahteraan tenga kerja pertanian.

Seperti diketahui, sektor pertanian merupakan sektor dengan produktivitas

tenaga kerja terendah. Selain itu, terdapat kesenjangan produktivitas

tenaga kerja antara sektor pertanian dengan sektor lainnya walaupun

kesenjangan ini semakin kecil. Meski sumbangannya terhadap ekonomi

semakin menurun, namun sektor pertanian masih menjadi penopang hidup

sebagian besar penduduk di Sulawesi Tenggara. Lebih dari 60 persen

penduduk kuintil terendah bekerja di sektor pertanian, diikuti sektor

perdagangan sebesar 8 persen. Sebaliknya, hanya 23 persen penduduk

dengan kuintil tertinggi berkerja di sektor pertanian. Sebagian besar

penduduk di kuintil ini bekerja di sektor jasa (37 persen) dan perdagangan

(24 persen).

Pekerja di sektor pertanian juga memiliki produktivitas paling rendah

dibanding sektor lainnya. Pada tahun 2011, produktivitas sektor pertanian

di Sulawesi Tenggara merupakan yang terendah, sekitar Rp. 7,8 juta,

sementara 45 persen tenaga kerja berada di sektor tersebut. Produktivitas

ini jauh dibawah sektor keuangan ataupun utilitas yang masing-masing

memiliki produktivitas hampir 10 kali dan 7 kali lipat lebih tinggi

dibandingkan sektor pertanian, padahal kedua sektor tersebut menyerap

tenaga kerja yang sangat kecil yaitu 1,1 persen dan 0,2 persen dari total

tenaga kerja. Produktivitas tenga kerja sektor pertanian di Sulawesi

Tenggara juga masih jauh dibawah produktivitas petani pada tingkat

nasional.

Rendahnya pendapatan di sektor pertanian disebabkan oleh karena

sebagian besar status para pekerja di semua kuintil pendapatan

Page 50: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 50

merupakan pekerja tidak dibayar/keluarga. Pada tahun 2011, kuintil

pendapatan terendah yang bekerja di sektor pertanian Sulawesi Tenggara

sebagian besar berstatus pekerja tidak dibayar (42 persen), diikuti oleh

pengusaha yang dibantu buruh tidak tetap/dibayar (30 persen). Kondisi ini

serupa dengan kuintil pendapatan lainnya kecuali kuintil pendapatan

tertinggi dimana hanya 36 persen pekerjanya merupakan pekerja tidak

dibayar. Kemungkinan besar penyebab tidak dibayarnya pekerja di sektor

ini adalah karena output pertanian digunakan untuk konsumsi langsung,

sehingga para pekerja tersebut tidak dibayar menggunakan upah,

melainkan hasil produk pertanian itu sendiri.

5.7. Aspek Kependudukan dan Sosial BudayaJumlah penduduk Sulawesi Tenggara pada Tahun 2013 mencapai

2.360.61 jiwa. Pada tahun yang sama yakni pada tahun 2013 jumlah

penduduk di Kabupaten Konawe mencapai 223.727 jiwa, penduduk

Kabupaten Konawe Selatan mencapai 280.595 jiwa, penduduk Kabupaten

Kolaka mencapai 223.727 jiwa, penduduk Kabupaten Kolaka Timur

mencapai 113.834 jiwa dan penduduk Kabupaten Kolaka Utara mencapai

129.953 jiwa. Perkembangan jumlah penduduk dilokasi kawasan berbasis

komoditas Kakao selengkapnya disajikan pada Gambar 5.15.

Gambar 5.15. Perkembangan Jumlah Penduduk (Dalam 000 Jiwa) Sulawesi Tenggaradan Wilayah Kawasan Berbasis Komoditas Kakao Tahun 2011-2013

- 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000

SultraKonawe

KonselKolakaKoltim

Kolut

Sultra Konawe Konsel Kolaka Koltim Kolut

Tahun 2013 2.360 224 281 223 114 130Tahun 2012 23.186 221 275 218 111 127Tahun 2011 2.277 247 270 322 - 124

Page 51: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 51

Kepadatan penduduk Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2013

adalah 61 jiwa/Km2. Pada Tahun 2012 kepadatan penduduk di Kabupaten

Konawe adalah 37 jiwa/Km2 dan pada tahun 2013 kepadatan penduduk

Kabupaten Konawe meningkat menjadi 39 jiwa/Km2. Pada Tahun 2012

kepadatan penduduk di Kabupaten Konawe Selatan adalah 61 jiwa/Km2

dan pada tahun 2013 kepadatan penduduk Kabupaten Konawe Selatan

meningkat menjadi 62 jiwa/Km2. Pada Tahun 2012 kepadatan penduduk di

Kabupaten Kolaka adalah 48 jiwa/Km2 dan pada tahun 2013 kepadatan

penduduk Kabupaten Kolaka meningkat menjadi 77 jiwa/Km2. Pada Tahun

2012 kepadatan penduduk di Kabupaten Kolaka Timur adalah 28 jiwa/Km2

dan pada tahun 2013 kepadatan penduduk Kabupaten Kolaka Timur

adalah 28 jiwa/Km2. Pada Tahun 2012 kepadatan penduduk di Kabupaten

Kolaka Utara adalah 37 jiwa/Km2 dan pada tahun 2013 kepadatan

penduduk Kabupaten Kolaka Utara meningkat menjadi adalah 38 jiwa/Km2.

Perkembangan kepadatan penduduk dilokasi kawasan perkebunan

berbasis komoditas Kakao selengkapnya disajikan pada Gambar 5.16.

Gambar 5.16. Perkembangan Kepadatan Penduduk Sulawesi Tenggaradan Wilayah Kawasan Berbasis Komoditas Kakao

Jumlah angkatan kerja Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun

2012 adalah 1.016.957 jiwa dan pada tahun 2013 meningkat menjadi

1.014.192 jiwa. Pada Tahun 2013 jumlah angkatan kerja di Kabupaten

Sultra Konawe Konsel Kolaka Koltim Kolut

Tahun 2012 61 37 61 48 28 37Tahun 2013 62 39 61 77 28 38

-102030405060708090

Kepa

data

n pe

ndud

uk (J

iwa/

Km2 )

Page 52: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 52

Konawe adalah 107.001 jiwa. Pada Tahun 2012 jumlah angkatan kerja di

Kabupaten Konawe Selatan adalah 130.423 jiwa dan pada tahun 2013

jumlah angkatan kerja Kabupaten Konawe Selatan menurun menjadi

124.543 jiwa. Pada Tahun 2012 jumlah angkatan kerja di Kabupaten

Kolaka adalah 153.577 jiwa dan pada tahun 2013 jumlah angkatan kerja

Kabupaten Kolaka menurun menjadi 150.842 jiwa. Pada Tahun 2012

jumlah angkatan kerja di Kabupaten Kolaka Timur adalah 153.577 jiwa dan

pada tahun 2013 jumlah angkatan kerja Kabupaten Kolaka Timur adalah

163.157 jiwa. Pada Tahun 2012 jumlah angkatan kerja di Kabupaten

Kolaka Utara adalah 65.431 jiwa dan pada tahun 2013 jumlah angkatan

kerja Kabupaten Kolaka Utara meningkat menjadi adalah 69.455 jiwa.

Perkembangan jumlah angkatan kerja dilokasi kawasan berbasis

komoditas Kakao selengkapnya disajikan pada Gambar 5.

Jumlah penduduk bukan angkatan kerja Provinsi Sulawesi

Tenggara pada tahun 2012 adalah 493.026 jiwa dan pada tahun 2013

meningkat menjadi 527.285 jiwa. Pada Tahun 2013 jumlah bukan

angkatan kerja di Kabupaten Konawe adalah 57.663 jiwa. Pada Tahun

2012 jumlah bukan angkatan kerja di Kabupaten Konawe Selatan adalah

51.903 jiwa dan pada tahun 2013 jumlah bukan angkatan kerja Kabupaten

Konawe Selatan meningkat menjadi 59.385 jiwa. Pada Tahun 2012 jumlah

bukan angkatan kerja di Kabupaten Kolaka adalah 65.345 jiwa dan pada

tahun 2013 73.392 jiwa. Pada Tahun 2012 jumlah bukan angkatan kerja di

Kabupaten Kolaka Timur adalah 28 jiwa/Km2 dan pada tahun 2013 jumlah

angkatan bukan kerja Kabupaten Kolaka Timur adalah 28 jiwa/Km2. Pada

Tahun 2012 jumlah bukan angkatan kerja di Kabupaten Kolaka Utara

adalah 19.550 jiwa dan pada tahun 2013 jumlah bukan angkatan kerja

Kabupaten Kolaka Utara menurun menjadi 17.719 jiwa. Perkembangan

jumlah bukan angkatan kerja dilokasi kawasan berbasis komoditas Kakao

selengkapnya disajikan pada Gambar 5.17.

Page 53: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 53

Gambar 5.17. Perkembangan Jumlah Angkatan Kerja (Dalam 000 Jiwa)Sulawesi Tenggara Dan Wilayah Kawasan BerbasisKomoditas Kakao Tahun 2013

Jumlah TPAK Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2012 adalah

67,35% dan pada tahun 2013 menurun menjadi 65,79%. Pada Tahun 2013

jumlah TPAK di Kabupaten Konawe adalah 73,73%. Pada Tahun 2012

jumlah TPAK di Kabupaten Konawe Selatan adalah 71,53% dan pada

tahun 2013 jumlah TPAK Kabupaten Konawe Selatan menurun menjadi

67,71%. Pada Tahun 2012 jumlah TPAK di Kabupaten Kolaka adalah

70,15% dan pada tahun 2013 jumlah TPAK Kabupaten Kolaka menurun

menjadi 67,27%. Pada Tahun 2012 jumlah TPAK di Kabupaten Kolaka

Timur adalah 34% dan pada tahun 2013 jumlah TPAK Kabupaten Kolaka

Timur meningkat menjadi 71,89%. Pada Tahun 2012 jumlah TPAK di

Kabupaten Kolaka Utara adalah 77,07% dan pada tahun 2013 jumlah

TPAK Kabupaten Kolaka Utara meningkat menjadi adalah 79,67%.

5.7.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Lapangan PekerjaanUtama di Provinsi Sulawesi Tenggara

Perkembangan jumlah penduduk menurut lapangan pekerjaan,

menunjukkan bahwa sektor pertanian menyerap tenaga kerja paling tinggi.

Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian wilayah Provinsi

Sulawesi Tenggara adalah 402.377 jiwa.

Sultra Konawe Konsel Kolaka Koltim Kolut

Angkatan Kerja 1.014 107 124 150 163 69Bukan Angkatan Kerja 527 57 59 73 63 17TPAK (%) 65,79 73,73 67,71 67,27 71,89 79,67

-

200

400

600

800

1.000

1.200

Jum

lah

Angk

atan

Ker

ja

Page 54: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 54

Tabel 5.13.Perkembangan Penduduk yang Bekerja Menurut LapanganPekerjaan Utama di Sulawesi Tenggara dan WilayahKawasan Perkebunan Berbasis Komoditas Kakao Tahun2013

Wilayah Pertanian Industri PerdaganganLainnya

danJasa

Total

Sultra 402.377 55.217 176.665 185.858 820.117Konawe 40.022 11.235 16.251 21.051 88.559Konawe Selatan 69.376 6.673 18.068 18.031 112.148Kolaka 64.380 37.328 0 44.047 145.755Kolaka Timur 70.220 23.509 0 58.713 152.442Kolaka Utara 46.913 2.122 6.388 9.842 65.265

5.7.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin

Tingginya pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Tenggara

memberikan dampak positif terhadap penurunan kemiskinan di wilayah ini.

Selama kurun waktu 2005-2013 persentase penduduk miskin cenderung

menurun, terutama di perdesaaan. Secara nasional persentase penduduk

miskin di Sulawesi Tenggara tergolong tinggi. Pada tahun 2013 persentase

penduduk miskin secara nasional sudah mencapai 11,37persen, namun

tingkat kemiskinan di Sulawesi Tenggara masih sebesar 12,80 persen dan

15,80 di perdesaan. Faktor penyebab kemiskinan diperdesaan adalah

karena keterbatasan pengetahuan dan modal usaha, pekerjaan yang

kurang potensial, dan pola kehidupan masyarakat yang konsumtif.

Sementara itu ketergantungan terhadap hasil alam juga menjadi faktor

eksternal penyebab kemiskinan di suatu wilayah.

Kabupaten Kolaka Utara, Kolaka, dan Konawe termasuk kategori

daerah dengan pertumbuhan ekonomi dibawah rata-rata, tapi

pengurangan kemiskinan diatas rata-rata (lowgrowth, pro-poor). Tantangan

yang dihadapii oleh pemerintah daerah adalah menjaga efektvititas

dan efisiensi kebijakan dan program pengurangan kemiskinan, dan secara

bersamaan mendorong percepatan pembangunan ekonomi dengan

prioritas sektor atau kegiatan ekonomi yang punya potensi berkembang

Page 55: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 55

seperti pertanian, perkebunan, kelautan dan perikanan, serta perdagangan

dan jasa.

Kabupaten Konawe Selatan termasuk kategori daerah dengan

rata-rata pertumbuhan tinggi diatas rata- rata, tapi pengurangan

kemiskinan di bawah rata-rata (high-growth, less-pro poor). Kondisi ini

menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi di daerah tersebut

belum memberi dampak penurunan angka kemiskinan secara nyata.

Tantangan yang harus dihadapi oleh pemerintah daerah adalah

mendorong pengembangan sektor dan kegiatan ekonomi yang menyerap

tenaga kerja relatif tinggi seperti pertanian dan perkebunan, serta usaha

mikro, kecil, menengah dan koperasi. Tantangan lainnya adalah

meningkatkan koordinasi sinergi dalam mengoptimalkan kebijakan dan

program penanggulangan kemiskinan.

5.7.3. Perkembangan Jumlah Penduduk Menurut Lapangan PekerjaanUtama di Provinsi Sulawesi Tenggara

Perkembangan jumlah penduduk menurut lapangan pekerjaan,

menunjukkan bahwa sektor pertanian menyerap tenaga kerja paling tinggi.

Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian wilayah Provinsi

Sulawesi Tenggara adalah 402.377 jiwa.

Tabel 5.14.Perkembangan Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan PekerjaanUtama di Sulawesi Tenggara dan Wilayah Kawasan PerkebunanBerbasis Komoditas Kakao Tahun 2013

Wilayah Pertanian Industri Perdagangan Lainnyadan Jasa Total

Sultra 402.377 55.217 176.665 185.858 820.117Konawe 40.022 11.235 16.251 21.051 88.559Konawe Selatan 69.376 6.673 18.068 18.031 112.148Kolaka 64.380 37.328 0 44.047 145.755Kolaka Timur 70.220 23.509 0 58.713 152.442Kolaka Utara 46.913 2.122 6.388 9.842 65.265

Page 56: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 56

5.7.4. Sosial Budaya Pertanian Kakao di Provinsi Sulawesi Tenggara

Pembangunan perkebunan kakao akan mampu menyerap tenaga

kerja yang cukup banyak, mulai dari tahap persiapan lahan, sampai pasca

panen. Dengan demikian, aktivitas pembangunan perkebunan ini akan

memberikan dampak positif terhadap penduduk yang datang untuk ikut

dalam pembangunan perkebunan kakao. Selain itu, pengembangan

tersebut akan dapat meningkatkan pendapatan petani, dimana nantinya

akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani bersangkutan.

5.8. Aspek SaranaPembangunan perkebunan kakao akan mampu menyerap tenaga

kerja yang cukup banyak, mulai dari tahap persiapan lahan, sampai pasca

panen. Dengan demikian, aktivitas pembangunan perkebunan ini akan

memberikan dampak positif terhadap penduduk maupun transmigran yang

datang untuk ikut dalam pembangunan perkebunan kakao. Selain itu,

pengembangan tersebut akan dapat meningkatkan pendapatan petani,

dimana nantinya akan dapat meningkatkan kesejahteraan petani

bersangkutan.

Tersedianya Sarana dan Prasarana untuk mendukungterlaksananya kegiatan pengembangan kakao.

1. Peningkatan Infrastruktur jalan dan Jembatan khususnya untukmenjangkau sentra/klaster produksi kakao

2. Peningkatan Sarana Listrik dan komunikasi yang dapat diakses olehpetani perkebunan

3. Pengembangan sentra/Klaster Pemasaran kakao (titik simpulagribisnis) di wilayah pengembangan komoditi kakao

4. Bertambahnya dan berfungsinya UFBK disetiap wilayahpengembangan kakao

5. Bertambahnya lantai jemur disetiap lokasi pengembangan kakao

5.9. Aspek Pengolahan dan PemasaranKakao sebagian besar dipasarkan langsung dalam bentuk kakao

kering dan sebagian diolah dengan sederhana dalam bentuk kakao

Page 57: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 57

fermentasi. Unit-unit usaha pengolahan kakao berfermentasi telah

dikembangkan hal ini dikarenakan adanya dukungan permodalan, namun

masih dilakukan secara tradisional dan masih dikemas dengan

menggunakan kemasan sederhana (karung), Hasil sampingan

(pengembangan Industri) sebagian besar telah dapat diolah oleh petani.

Pengembangan industri hilir khususnya pengolahan biji kakao

berfermentasi untuk dapat meningkatkan nilai tambah. Upaya ini dilakukan

melalui kemitraan dengan berbagai perusahaan yang bergerak dibidang

industry pengolahan.

Di Sulawesi Tenggara melalui kebijakan pemerintah yang dilakukan

oleh bidang produksi bekerjasama dengan bidang pengolahan Dinas

Perkebunan dan Hortikultura telah mendirikan UFBK sebanyak 13 unit dan

telah berfungsi 4 unit UFBK yaitu terletak di Kabupaten Konawe Selatan,

di Kabupaten Kolaka Timur 6 Unit, di Kabupaten Bombana 2 Unit, di

Kabupaten Kolaka Utara 1 Unit, dan saat ini seluruh Unit UFBK telah

berfungsi.

Tabel 5.15. Data pembentukan UFBK di Sulawesi TenggaraNo Kabupaten Lokasi Desa Jumlah (unit)

1. Konawe Selatan Mokupa Jaya, Kapuwila, Teteinea,Purema

4

2. Kolaka Timur Andowengga, Aere,Iwoimenggura, Penanggosi, Bou,Tinete

6

3. Kolaka Utara Ngapa 1

4. Bombana Puunua, Tampabulu 2

5.9.Aspek Kelembagaan

Menciptakan iklim yang kondusif untuk mendukung terlaksananya

kegiatan pengembangan kakao melalui penetapan dan penyempurnaan

regulasi dan pembentukan kelembagaan petani, pengusaha dan badan

Page 58: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 58

usaha yang menangani kakao secara integrasi semacam Lembaga

Ekonomi Masyarakat dan terbentuknya LEM Sejahtera di setiap wilayah

pengembangan Kakao/setiap desa.

Tabel 5.16. Rencana Pembentukan LEM Sejahtera di Prov. Sultrakhususnya di Klaster Pengembangan Kakao

No UraianJumlah Lembaga Ekonomi Masyarakat

Target Realisasi (2009-2015) Rencana(2012-2015)

1 Klaster Pakue 40 14 25

2 Klaster Lambandia 50 26 38

3 KLaster Lalembuu 70 27 38

4 Klaster Besulutu 70 31 39

Jumlah 250 98 240Sumber: Lembaga Ekonomi Masyarakat DisbunHorti Prov. Sultra

5.10. Potensi Kesesuaian Lahan dan Agroklimat Wilayah LokasiPengembangan Kawasan Komoditi Kakao Sulawesi Tenggara

1. Kabupaten Kolakaa. Fisiografi, Bentuk Wilayah dan Kelerengan

Bentuk lahan (landform) Kabupaten Kolaka yang ditinjau dari aspek

faktor dan proses pembentukannya, secara umum dapat dipilah kedalam

18 (delapan belas) satuan fisiografi sebagaimana yang disajikan pada

Tabel 5.18.

Page 59: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 59

Gambar 5.18. Peta fisiografi Kabupaten Kolaka

Tabel 5.17. Satuan Fisiografi di Wilayah Kabupaten KolakaNo Satuan Fisiografi Luas (Ha) %

1Punggung bukit yang panjang dan sangat curam di atasbatuan metamorfik 498,02 0,15

2 Dataran banjir bergambut yang tergenang permukaan 2.665,93 0,813 Punggung gunung metamorfik terorientasi yang terjal 146.180,11 44,504 Dataran karstik berbukit kecil 774,57 0,245 Dataran gabungan endapan muara dan endapan sungai 1.387,16 0,426 Dataran lumpur antar pasang surut 1.247,40 0,387 Dataran banjir bergambut yang tergenang permanen 294,16 0,098 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng sedang 4.403,65 1,349 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng landai 17.376,25 5,29

10Punggung bukit cembung yang teorientasi di atas bahanultra basa 33.303,04 10,14

11 Kipas alluvial yang melereng landai pada daerah ultrabasa 882,14 0,2712 Dataran bergelombang dengan bukit kecil karst konikal 906,39 0,2813 Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi 65.178,32 19,8414 Punggung gunung dan bukit karstik yang tidak rata 42.813,05 13,0315 Beting pantai dan cekungan antar beting pantai 3.681,10 1,1216 Bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultrabasa 1.384,51 0,4217 Kuesta batupasir dengan arah lereng relatif sedang 1.382,22 0,4218 Dataran berbukit kecil di atas batu sedimen campuran 4.161,98 1,27

Jumlah 328.520,00 100,00

Page 60: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 60

Sumber :1. Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun 1988.2. Hasil Survei dan Pengukuran Peta Fisiografi Kabupaten Kolaka Skala 1 : 100.000 Tahun 2015.

Pada Tabel 5.17. menunjukkan bahwa satuan fisiografi punggung

gunung metamorfik terorientasi yang terjal menempati wilayah terluas yaitu

sebesar 146.180,11 Ha atau 44,50 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka,

sedangkan satuan fisiografi dataran banjir bergambut yang tergenang

permanenmenempati wilayah terkecil yaitu hanya 294,16 Ha atau 0,09 %

dari luas wilayah Kabupaten Kolaka.

Bentuk wilayah Kabupaten Kolaka terbagi dalam 7 (tujuh) satuan

bentuk wilayah yaitu bentuk wilayah Datar, Berombak, Bergelombang,

Berbukit, Agak curam, Curam, dan Sangat Curam (bergunung). Penentuan

bentuk wilayah didasarkan pada faktor ketinggian dan kelerengan. Satuan

bentuk wilayah di Kabupaten Kolaka sebagaimana disajikan pada Tabel

5.18.

Gambar 5.19. Peta lereng/bentuk wilayah Kabupaten Kolaka

Page 61: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 61

Tabel 5.18. Satuan Bentuk Wilayah di Wilayah Kabupaten Kolaka

No Bentuk Wilayah (Kelerengan) Luas (Ha) %1 Datar (0-3%) 39.069,92 11,892 Landai (3-8%) 52.481,19 15,983 Agak miring (8-15%) 49.326,56 15,014 Miring (15-30%) 102.079,18 31,075 Agak Curam (30-45%) 67.086,91 20,426 Curam (45-65%) 18.476,22 5,627 Sangat Curam (>65%) 3.801,09 1,16

Jumlah 328.520,00 100,00Sumber : Hasil Analisis Spasial Lereng Citra SRTM 90 meter Tahun 2015

Tabel 5.18. menunjukkan bahwa satuan bentuk wilayah Berbukit

menempati wilayah terluas yaitu sebesar 102.079,18 Ha atau 31,07 % dari

luas wilayah Kabupaten Kolaka, sedangkan satuan bentuk wilayah sangat

curam (bergunung) menempati wilayah terkecil yaitu hanya seluas 3.801,09

Ha atau 1,16 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka.

Berdasarkan kelas kelerengan pada wilayah Kabupaten Kolaka,

terkait kesesuaian karakteristik lahan kelerengan, maka secara umum

kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di

Kabupaten Kolaka termasuk kelas kesesuaian cukup sesuai (S2).

b. Tanah

Pembentukan tanah di Kabupaten Kolaka dibawah kondisi spesifik

menghasilkan berbagai jenis tanah, berdasarkan klasifikasi Soil Taxonomi

sampai pada tingkat great group, terdapat 8 (delapan) jenis tanahyang

berkembang di Kabupaten Kolaka. Jenis tanah (great group) yang

berkembang di Kabupaten Kolaka sebagaimana disajikan pada Tabel 5.19.

Page 62: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 62

Gambar 5.20. Peta jenis tanah Kabupaten Kolaka

Tabel 5.19. Jenis Tanah (Great Group) yang Berkembang di Kabupaten Kolaka

No. Jenis Tanah (Great Group) Luas (Ha) %1. Dystropepts 249.563,15 75,972. Eutropepts 43.587,62 13,273. Fluvaquents 1.681,32 0,514. Hydraquents 1.247,40 0,385. Rendolls 906,39 0,286. Tropaquepts 20.924,31 6,377. Tropopsamments 3.681,10 1,128. Tropudults 6.928,71 2,11

Jumlah 328.520,00 100,00Sumber :Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun1988.

Pada Tabel 5.19. menunjukkan bahwa jenis tanah Dystropepts

menempati wilayah terluas yaitu sebesar 249.563,15 Ha atau 75,97 % dari

luas wilayah Kabupaten Kolaka, sedangkan jenis tanah Rendolls

menempati wilayah terkecil yaitu hanya 906,39 Ha atau 0,28 % dari luas

wilayah Kabupaten Kolaka.

Page 63: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 63

Berdasarkan jenis tanah yang berkembang pada wilayah Kabupaten

Kolaka, terkait kesesuaian kualitas lahan (retensi hara dan hara tersedia),

maka secara umum kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan

tanaman kakao di Kabupaten Kolaka termasuk kelas kesesuaian cukup

sesuai (S2).

c. Iklim

Keadaan iklim di wilayah Kabupaten Kolaka didasarkan pada data

iklim dari 3 (tiga) stasiun curah hujan yaitu stasiun Toari, stasiun Tamboli,

dan stasiun Balandete; serta 1 (satu) stasiun klimatologi yaitu stasiun

Wundulako selama 15 tahun terakhir. Cakupan wilayah dari masing-

masing stasiun tersebut ditentukan melalui metode Thiessen (Polygon

Thiessen). Hasil tabulasi curah hujan dan hari hujan rata-rata pada stasiun

Curah Hujan di wilayah Kabupaten Kolaka Selama 15 Tahun terakhir

sebagaimana disajikan pada Tabel 5.20. sedangkan hasil tabulasi suhu

udara dan kelembaban udara rata-rata pada stasiun klimatologi di wilayah

Kabupaten Kolaka selama 15 Tahun terakhir sebagaimana disajikan pada

Tabel 5.21.

Tabel 5.20. Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata di Kabupaten Kolaka

No. Bulan

Stasiun Toari Stasiun Tamboli Stasiun BalandeteCurahhujan(mm)

HariHujan(hari)

Curahhujan (mm)

HariHujan(hari)

Curahhujan(mm)

HariHujan(hari)

1. Januari 43,50 8 137,14 11 208,89 132. Pebruari 79,00 10 145,29 10 150,33 113. Maret 75,67 10 145,78 12 146,80 114. April 79,33 11 117,88 13 215,70 155. Mei 109,00 12 152,43 13 212,60 126. Juni 62,17 9 80,67 12 181,50 127. Juli 43,33 7 147,63 13 144,60 118. Agustus 20,67 4 102,25 6 103,70 79. September 17,83 6 32,71 3 83,44 6

10. Oktober 40,67 6 70,14 4 157,11 911. November 39,00 11 122,83 7 127,00 1112. Desember 39,33 11 105,17 11 167,56 14

Tahunan 649,50 103 1.359,91 114 1809,80 132

Page 64: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 64

Berdasarkan beberapa stasiun curah hujan di Kabupaten Kolaka,

terkait kesesuaian karakteristik lahan (curah hujan dan bulan kering), maka

secara umum kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di

Kabupaten Kolaka termasuk sangat sesuai (S1) dan cukup sesuai (S2).

Tabel 5.21. Suhu Udara dan Kelembaban Udara Rata-rata di Kabupaten Kolaka

No. BulanStasiun Wundulako

Suhu Udara(oC)

Kelembaban Udara(%)

1. Januari 23,70 89,102. Pebruari 25,80 91,003. Maret 26,30 90,304. April 26,30 89,105. Mei 23,90 91,206. Juni 23,20 91,407. Juli 23,40 90,208. Agustus 23,90 91,509. September 23,70 89,42

10. Oktober 23,85 90,3311. November 23,70 84,4312. Desember 23,60 84,15

Rata-rata 24,28 89,34

Berdasarkan cakupan stasiun klimatologi di Kabupaten Kolaka,

terkait kesesuaian karakteristik lahan (suhu dan kelembaban), maka

secara umum kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di

Kabupaten Kolaka termasuk cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3).

2. Kabupaten Kolaka Timur

a. Fisiografi, Bentuk Wilayah dan Kelerengan

Bentuk lahan (landform) Kabupaten Kolaka Timur yang ditinjau dari

aspek faktor dan proses pembentukannya, secara umum dapat dipilah ke

dalam16 (enam belas) satuan fisiografi sebagaimana yang disajikan pada

Tabel 5.22.

Page 65: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 65

Gambar 5.21. Peta fisiografi Kabupaten Kolaka Timur

Tabel 5.22 Satuan Fisiografi di Wilayah Kabupaten Kolaka Timur

No Satuan Fisiografi Luas (Ha) %

1 Punggung bukit yang panjang dan sangat curam di atasbatuan metamorfik 8.132,82 2,08

2 Dataran banjir bergambut yang tergenang permukaan 4.921,36 1,263 Punggung gunung metamorfik terorientasi yang terjal 218.405,39 55,744 Dataran lakustrin 42.649,40 10,885 Dataran banjir bergambut yang tergenang permanen 1.087,29 0,286 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng sedang 1.397,26 0,367 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng landai 4.480,03 1,14

8 Punggung bukit cembung yang teorientasi di atas bahanultra basa 7.805,08 1,99

9 Dataran sedimen campuran yang berombak sampaibergelombang 2.575,94 0,66

10 Rawa gambut dangkal 5.969,17 1,52

11 Kipas alluvial yang melereng landai pada daerahultrabasa 693,55 0,18

12 Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi 17.210,69 4,3913 Punggung gunung dan bukit karstik yang tidak rata 67.491,67 17,2214 Teras sungai yang berombak sampai bergelombang 3.524,83 0,9015 Bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultrabasa 776,31 0,2016 Dataran berbukit kecil di atas batu sedimen campuran 4.717,20 1,20

Jumlah 391.838,00 100,00

Page 66: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 66

Sumber:1. Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun 1988.2. Hasil Survei dan Pengukuran Peta Fisiografi Kabupaten Kolaka Timur Skala 1 : 100.000

Tahun 2015.

Pada Tabel 5.22. menunjukkan bahwa satuan fisiografi punggung

gunung metamorfik terorientasi yang terjal menempati wilayah terluas yaitu

sebesar 218.405 Ha atau 55,74 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka

Timur, sedangkan satuan fisiografi kipas alluvial yang melereng landai

pada daerah ultrabasamenempati wilayah terkecil yaitu hanya 693.55 Ha

atau 0,18 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka Timur.

Bentuk wilayah Kabupaten Kolaka Timur terbagi dalam 7 (tujuh)

satuan bentuk wilayah yaitu bentuk wilayah Datar, Berombak,

Bergelombang, Berbukit, Agak Curam,Curam, dan Sangat Curam

(bergunung). Penentuan bentuk wilayah didasarkan pada faktor ketinggian

dan kelerengan. Satuan bentuk wilayah di Kabupaten Kolaka Timur

sebagaimana disajikan pada Tabel 5.23.

Gambar 5.22. Peta lereng/bentuk wilayah Kabupaten Kolaka Timur

Page 67: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 67

Tabel 5.23. Satuan Bentuk Wilayah di Wilayah Kabupaten Kolaka Timur

No Bentuk Wilayah (Kelerengan) Luas (Ha) %1 Datar (0-3%) 49.530,56 12,642 Landai (3-8%) 28.913,12 7,383 Agak miring (8-15%) 42.069,25 10,744 Miring (15-30%) 138.743,47 35,415 Agak Curam (30-45%) 99.223,95 25,326 Curam (45-65%) 29.488,31 7,537 Sangat Curam (>65%) 3.869,34 0,99

Jumlah 391.838,00 100,00Sumber : Hasil Analisis Spasial Citra SRTM 90 meter Tahun 2015

Tabel 5.23. menunjukkan bahwa satuan bentuk wilayah berbukit

menempati wilayah terluas yaitu sebesar 138.743,47 Ha atau 34,81 % dari

luas wilayah Kabupaten Kolaka Timur, sedangkan satuan bentuk wilayah

sangat curam (bergunung) menempati wilayah terkecil yaitu hanya seluas

3.869,34 Ha atau 0,99 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka Timur.

Berdasarkan kelas kelerengan pada wilayah Kabupaten Kolaka

Timur, terkait kesesuaian karakteristik lahan kelerengan, maka secara

umum kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di

Kabupaten Kolaka Timur termasuk cukup sesuai (S2).

b. Tanah

Pembentukan tanah di Kabupaten Kolaka Timur dibawah kondisi

spesifik menghasilkan berbagai jenis tanah, berdasarkan klasifikasi Soil

Taxonomi sampai pada tingkat great group, terdapat 6 jenis tanahyang

berkembang di Kabupaten Kolaka Timur. Jenis tanah (great group) yang

berkembang di Kabupaten Kolaka Timur sebagaimana disajikan pada

Tabel 5.24.

Page 68: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 68

Gambar 5.23. Peta jenis tanah Kabupaten Kolaka Timur

Tabel 5.24. Jenis Tanah (Great Group) di Wilayah Kabupaten Kolaka Timur

No Tanah Luas (Ha) %1 Dystropepts 256.476,08 65,452 Eutropepts 67.491,67 17,223 Fluvaquents 1.087,29 0,284 Tropaquepts 52.744,34 13,465 Troposaprists 5.969,17 1,526 Tropudults 8.069,45 2,06

Jumlah 391.838,00 100,00Sumber :Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun1988.

Pada Tabel 5.24. menunjukkan bahwa jenis tanah Dystropepts

menempati wilayah terluas yaitu sebesar 256.476,08 Ha atau 65,45 % dari

luas wilayah Kabupaten Kolaka Timur, sedangkan jenis tanah Fluvaquents

menempati wilayah terkecil yaitu hanya 1.087,29Ha atau 0,28 % dari luas

wilayah Kabupaten Kolaka Timur.

Berdasarkan jenis tanah yang berkembang pada wilayah Kabupaten

Kolaka Timur, terkait kesesuaian kualitas lahan (retensi hara dan hara

Page 69: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 69

tersedia), maka secara umum kelas kesesuaian lahan untuk

pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Kolaka Timur termasuk

cukup sesuai (S2)

c. Iklim

Keadaan iklim di wilayah Kabupaten Kolaka Timur didasarkan pada

data iklim dari 4 (empat) stasiun curah hujan yaitu stasiun Abuki, stasiun

Lambuya, stasiun stasiun Mowewe, dan stasiun Atari Lama; serta 3 (tiga)

stasiun klimatologi yaitu stasiun Unaaha, stasiun Andowengga, dan stasiun

Wundulako selama 15 tahun terakhir. Cakupan wilayah dari masing-

masing stasiun tersebut ditentukan melalui metode Thiessen (Polygon

Thiessen). Hasil tabulasi curah hujan dan hari hujan rata-rata selama 15

Tahun terakhir pada Stasiun Curah Hujan di wilayah Kabupaten Kolaka

Timur sebagaimana disajikan pada Tabel 5.25. Hasil tabulasi suhu dan

kelembaban udara rata-rata pada stasiun klimatologi di wilayah Kabupaten

Kolaka Timur selama 15 Tahun terakhir pada Stasiun Klimatologi di

wilayah Kabupaten Kolaka Timur sebagaimana disajikan pada Tabel 5.26.

Tabel 5.25. Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata di Kabupaten Kolaka Timur

No. Bulan

Stasiun Abuki StasiunLambuya

Stasiun Mowewe Stasiun AtariLama

Curahhujan(mm)

HariHujan(hari)

Curahhujan(mm)

HariHujan(hari)

Curahhujan(mm)

HariHujan(hari)

Curahhujan(mm)

HariHujan(hari)

1. Januari 109,64 12 138,00 8 100,60 9 108,63 122. Pebruari 114,90 10 121,56 7 84,90 8 137,09 143. Maret 79,88 10 176,22 10 99,17 9 167,77 144. April 104,56 9 238,89 11 140,90 10 131,30 125. Mei 77,97 11 225,78 11 121,35 7 152,30 136. Juni 107,57 13 234,56 11 108,90 8 213,44 157. Juli 78,01 9 164,33 11 93,90 6 117,15 88. Agustus 46,60 7 90,90 7 66,75 6 61,30 69. September 19,70 2 55,78 5 35,50 3 29,89 4

10. Oktober 26,40 3 102,67 7 64,88 4 67,44 711. November 63,30 6 152,00 7 81,74 6 60,10 812. Desember 135,89 11 176,33 8 59,33 6 115,90 7

Tahunan 964,42 104 1.877,02 103 1.057,92 81 1.362,32 119Sumber: Hasil Olahan Curah Hujan Balai Wilayah Sungai IV Sulawesi Tahun 2015

Page 70: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 70

Tabel 5.26. Suhu dan Kelembaban Rata-rata di Wilayah Kabupaten Kolaka Timur

No. Bulan

Stasiun Unaaha Stasiun Andowengga Stasiun WundulakoSuhuUdara(oC)

KelembabanUdara

(%)

SuhuUdara(oC)

KelembabanUdara

(%)

SuhuUdara(oC)

KelembabanUdara

(%)1. Januari 26,50 94,00 24,30 94,62 23,70 89,102. Pebruari 26,43 95,00 25,62 95,33 25,80 91,003. Maret 26,40 93,25 24,94 94,72 26,30 90,304. April 26,45 95,78 25,12 95,47 26,30 89,105. Mei 26,35 93,75 25,29 95,90 23,90 91,206. Juni 26,45 94,25 25,29 95,31 23,20 91,407. Juli 28,53 94,00 26,08 94,74 23,40 90,208. Agustus 26,38 91,50 26,10 95,23 23,90 91,509. September 26,57 91,33 25,66 94,00 23,70 89,42

10. Oktober 26,30 94,67 24,53 93,23 23,85 90,3311. November 26,53 92,67 24,21 93,19 23,70 84,4312. Desember 26,20 92,00 22,89 96,24 23,60 84,15

Rata-rata 26,58 93,52 25,00 94,83 24,28 89,34

Berdasarkan beberapa stasiun curah hujan di Kabupaten Kolaka

Timur, terkait kesesuaian karakteristik lahan (curah hujan dan bulan

kering), maka secara umum kesesuaian lahan untuk pengembangan

tanaman kakao di Kabupaten Kolaka Timur termasuk sangat sesuai (S1)

dan cukup sesuai (S2).

Berdasarkan beberapa stasiun klimatologi di Kabupaten Kolaka

Timur, terkait kesesuaian karakteristik lahan (suhu dan kelembaban), maka

secara umum kesesuaian lahan untuk potensi pengembangan tanaman

kakao di Kabupaten Kolaka Timur termasuk sangat sesuai (S1) dan sesuai

marginal (S3).

3. Kabupaten Kolaka Utaraa. Fisiografi, Bentuk Wilayah dan KelerenganBentuk lahan (landform) Kabupaten Kolaka Utara yang ditinjau dari

aspek faktor dan proses pembentukannya, secara umum dapat dipilah

kedalam 14 (empat belas) satuan fisiografi sebagaimana yang disajikan

pada Tabel 5.27.

Page 71: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 71

Gambar 5.24. Peta fisiografi Kabupaten Kolaka Utara

Tabel 5.27. Satuan Fisiografi di Wilayah Kabupaten Kolaka UtaraNo Satuan Fisiografi Luas (Ha) %

1 Punggung gunung metamorfik terorientasi yang terjal 182.533,54 53,822 Dataran berbukit kecil di atas batuan metamorfik campuran 503,60 0,153 Dataran karstik berbukit kecil 2.976,26 0,884 Kipas aluvial vulkanik berlereng sedang 312,79 0,095 Dataran lumpur antar pasang surut 4.780,75 1,416 Bukit karst di atas marmer dan batugamping 3.900,90 1,157 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng landai 14.292,19 4,21

8Punggung bukit cembung yang teorientasi di atas bahanultra basa 76.778,16 22,64

9 Kipas alluvial yang melereng landai pada daerah ultrabasa 1.039,60 0,3110 Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi 2.761,80 0,8111 Punggung gunung dan bukit karstik yang tidak rata 45.341,01 13,3712 Beting pantai dan cekungan antar beting pantai 532,05 0,1613 Bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultrabasa 438,78 0,1314 Dataran berbukit kecil di atas batu sedimen campuran 2.970,56 0,88

Jumlah 339.162,00 100,00Sumber:1. Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun 1988.2. Hasil Survei dan Pengukuran Peta Fisiografi Kabupaten Kolaka Utara Skala 1 : 100.000 Tahun

2015.

Page 72: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 72

Pada Tabel 5.27. menunjukkan bahwa satuan fisiografi punggung

gunung metamorfik terorientasi yang terjal menempati wilayah terluas yaitu

sebesar 182.533,54 Ha atau 53,82 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka

Utara, sedangkan satuan fisiografi Kipas aluvial vulkanik berlereng sedang

menempati wilayah terkecil yaitu hanya 312,79 Ha atau 0,09 % dari luas

wilayah Kabupaten Kolaka Utara.

Bentuk wilayah Kabupaten Kolaka Utara terbagi dalam 7 (tujuh)

satuan bentuk wilayah yaitu bentuk wilayah Datar, Berombak,

Bergelombang, Berbukit, Agak Curam,Curam, dan Sangat Curam

(bergunung). Penentuan bentuk wilayah didasarkan pada faktor ketinggian

dan kelerengan. Satuan bentuk wilayah di Kabupaten Kolaka Utara

sebagaimana disajikan pada Tabel 5.28.

Gambar 5.25. Peta lereng/bentuk wilayah Kabupaten Kolaka Utara

Page 73: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 73

Tabel 5.28. Satuan Bentuk Wilayah di Wilayah Kabupaten Kolaka Utara

No Bentuk Wilayah Luas (Ha) %1 Datar (0-3%) 19.927,40 5,882 Landai (3-8%) 18.508,50 5,463 Agak miring (8-15%) 34.724,17 10,244 Miring (15-30%) 117.037,66 34,515 Agak Curam (30-45%) 100.376,45 29,606 Curam (45-65%) 42.063,49 12,407 Sangat Curam (>65%) 6.524,33 1,92

Jumlah 339.162,00 100,00Sumber : Hasil Analisis Spasial Citra SRTM 90 meter Tahun 2015

Tabel 5.28. menunjukkan bahwa satuan bentuk wilayah berbukit

menempati wilayah terluas yaitu sebesar 117,037.66 Ha atau 34,51 % dari

luas wilayah Kabupaten Kolaka Utara, sedangkan satuan bentuk wilayah

sangat curam (bergunung) menempati wilayah terkecil yaitu hanya seluas

6,524.33 Ha atau 1,92 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka Utara.

Berdasarkan kelas kelerengan pada wilayah Kabupaten Kolaka

Utara, terkait kesesuaian karakteristik lahan kelerengan, maka secara

umum kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di

Kabupaten Kolaka Utara termasuk cukup sesuai (S2).

b. Tanah

Pembentukan tanah di Kabupaten Kolaka Utara dibawah kondisi

spesifik menghasilkan berbagai jenis tanah, berdasarkan klasifikasi Soil

Taxonomi sampai pada tingkat great group, terdapat 6 jenis tanah yang

berkembang di Kabupaten Kolaka Utara. Jenis tanah (great group) yang

berkembang di Kabupaten Kolaka Utara sebagaimana disajikan pada

Tabel 5.29.

Page 74: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 74

Gambar 5.26. Peta tanah Kabupaten Kolaka Utara

Pada Tabel 5.29. menunjukkan bahwa jenis tanah Dystropepts

menempati wilayah terluas yaitu sebesar 262,386.23 Ha atau 77,36 % dari

luas wilayah Kabupaten Kolaka Utara, sedangkan jenis tanah

Tropopsamments menempati wilayah terkecil yaitu hanya 532.05Ha atau

0,16 % dari luas wilayah Kabupaten Kolaka Utara.

Tabel 5.29. Jenis Tanah (Great Group) di Wilayah Kabupaten Kolaka UtaraNo Jenis Tanah (Great Group) Luas (Ha) %

1 Dystropepts 262386.23 77.362 Eutropepts 52218.22 15.403 Hydraquents 4780.75 1.414 Tropaquepts 15331.81 4.525 Tropopsamments 532.05 0.166 Tropudults 3912.94 1.15

Jumlah 339162.00 100.00Sumber :Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun1988.

Berdasarkan jenis tanah yang berkembang pada wilayah Kabupaten

Kolaka Utara, terkait kesesuaian kualitas lahan (retensi hara dan hara

Page 75: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 75

tersedia), maka secara umum kelas kesesuaian lahan untuk

pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Kolaka Utara termasuk

cukup sesuai (S2) sampai sangat sesuai (S1)

c. Iklim

Keadaan iklim di wilayah Kabupaten Kolaka Utara didasarkan pada

data iklim dari 1 (satu) stasiun curah hujan yaitu stasiun Lasusua dan 1

(satu) stasiun klimatologi yaitu stasiun Wundulako selama 15 tahun

terakhir. Hasil tabulasi curah hujan rata-rata dan hari hujan pada stasiun

Curah Hujan di wilayah Kabupaten Kolaka Utara sebagaimana disajikan

pada Tabel 5.30. sedangkan hasil tabulasi suhu rata-rata dan kelembaban

udara pada stasiun klimatologi di wilayah Kabupaten Kolaka Utara

sebagaimana disajikan pada Tabel 5.31.

Tabel 5.30. Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata di Kabupaten Kolaka Utara

No. BulanStasiun Onembute

CH Rata-rata (mm) Hari Hujan1. Januari 239,40 152. Pebruari 170,00 133. Maret 160,70 164. April 219,90 125. Mei 142,80 126. Juni 105,50 97. Juli 97,11 98. Agustus 49,67 89. September 53,90 610. Oktober 87,40 811. November 81,60 1112. Desember 157,40 16

Tahunan 1.565,38 134

Berdasarkan beberapa stasiun curah hujan di Kabupaten Kolaka

Utara, terkait kesesuaian karakteristik lahan (curah hujan dan bulan

kering), maka secara umum kesesuaian lahan untuk pengembangan

tanaman kakao di Kabupaten Kolaka Utara termasuk sangat sesuai (S1).

Page 76: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 76

Tabel 5.31. Suhu dan Kelembaban Rata-rata di Wilayah Kabupaten Kolaka Utara

No. BulanStasiun Wundulako

SuhuRata-rata(oC)

KelembabanUdara(%)

1. Januari 23,70 89,102. Pebruari 25,80 91,003. Maret 26,30 90,304. April 26,30 89,105. Mei 23,90 91,206. Juni 23,20 91,407. Juli 23,40 90,208. Agustus 23,90 91,509. September 23,70 89,4210. Oktober 23,85 90,3311. November 23,70 84,4312. Desember 23,60 84,15

Rata-rata 24,28 89,34

Berdasarkan cakupan stasiun klimatologi di Kabupaten Kolaka

Utara, terkait kesesuaian karakteristik lahan (suhu dan kelembaban), maka

secara umum kesesuaian lahan untuk potensi pengembangan tanaman

kakao di Kabupaten Kolaka Utara termasuk cukup sesuai (S2) dan sesuai

marginal (S3).

4. Kabupaten Konawea. Fisiografi, Bentuk Wilayah dan Kelerengan

Bentuk lahan (landform) Kabupaten Konawe yang ditinjau dari

aspek faktor dan proses pembentukannya, secara umum dapat dipilah

kedalam 32 satuan fisiografi sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5.33.

Page 77: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 77

Gambar 5.27. Peta fisiografi Kabupaten Konawe

Tabel 5.32. Satuan Fisiografi di Wilayah Kabupaten Konawe

No Fisiografi Luas (Ha) %

1Punggung gunung yang panjang di atas marmer dengansingkapan batugamping 3.333,92 0,57

2Punggung bukit yang panjang dan sangat curam di atasbatuan metamorfik 8.346,71 1,44

3 Dataran banjir bergambut yang tergenang permukaan 6.038,02 1,044 Dataran banjir yang berawa pada lembah sempit 1.494,40 0,265 Bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultrabasa 430,78 0,076 Punggung gunung metamorfik terorientasi yang terjal 135.012,81 23,287 Kerucut Vulkanik basa yang sangat muda 2.282,70 0,398 Dataran lakustrin 54.888,14 9,479 Dataran karstik berbukit kecil 859,14 0,15

10 Dataran ultrabasa berbukit kecil 3.808,73 0,6611 Kipas aluvial vulkanik berlereng sedang 614,35 0,1112 Dataran gabungan endapan muara dan endapan sungai 5.550,37 0,9613 Dataran lumpur antar pasang surut 2.982,11 0,5114 Bukit karst di atas marmer dan batugamping 5.686,94 0,9815 Dataran banjir bergambut yang tergenang permanen 16.473,86 2,8416 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng sedang 1.194,05 0,2117 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng landai 10.296,65 1,78

Page 78: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 78

No Fisiografi Luas (Ha) %

18Punggung bukit cembung yang teorientasi di atas bahanultra basa 111.646,69 19,25

19Dataran sedimen campuran yang berombak sampaibergelombang 6.393,72 1,10

20 Rawa gambut dangkal 596,23 0,10

21Kipas alluvial yang melereng landai pada daerahultrabasa 3.206,71 0,55

22 Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi 15.579,01 2,6923 Punggung gunung dan bukit karstik yang tidak rata 91.370,90 15,7624 Punggung bukit sedimen asimetrik yang tertoreh melebar 42.173,40 7,2725 Beting pantai dan cekungan antar beting pantai 957,98 0,1726 Jalur meander sungai besar dengan tanggul lebar 8.786,67 1,52

27Dataran bergelombang dengan bukit kecil diatas napaldan batu gamping 9.611,43 1,66

28Dataran vulkanik basa yang berombang sampaibergelombang 816,19 0,14

29 Teras sungai yang berombak sampai bergelombang 3.769,48 0,6530 Bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultrabasa 5.714,54 0,9931 Dataran berbukit kecil di atas batu sedimen campuran 16.452,02 2,8432 Punggung gunung granit terorientasi yang terjal 3.525,35 0,61

Jumlah 579.894,00 100,00Sumber :1. PetaLand Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun 1988.2. Hasil Survei dan Pengukuran Peta Fisiografi Kabupaten Konawe Skala 1 : 100.000 Tahun 2015.

Tabel 5.33. menunjukkan bahwa satuan fisiografi punggung gunung

metamorfik terorientasi yang terjal menempati wilayah terluas yaitu sebesar

135,012.81 Ha atau 23,28 % dari luas wilayah Kabupaten Konawe;

sedangkan satuan fisiografi bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultra

basah menempati wilayah terkecil yaitu hanya seluas 430.78 Ha atau

0,07% dari luas wilayah Kabupaten Konawe.

Bentuk wilayah Kabupaten Konawe terbagi dalam 7 (tujuh) satuan

bentuk wilayah yaitu Datar, Berombak, Bergelombang, Berbukit, Agak

Curam,Curam, dan Sangat Curam (bergunung). Penentuan bentuk wilayah

didasarkan pada faktor ketinggian dan kelerengan. Satuan bentuk wilayah

di Kabupaten Konawe sebagaimana disajikan pada Tabel 5.34.

Page 79: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 79

Gambar 5.28. Peta lereng/bentuk wilayah Kabupaten Konawe

Tabel5.33. Satuan Bentuk Wilayah di Wilayah Kabupaten Konawe

No Bentuk Wilayah (Kelerengan) Luas (Ha) %1 Datar (0-3%) 105.922,14 18,272 Landai (3-8%) 60.320,37 10,403 Agak miring (8-15%) 71.529,86 12,334 Miring (15-30%) 160.760,26 27,725 Agak Curam (30-45%) 121.873,47 21,026 Curam (45-65%) 51.800,23 8,937 Sangat Curam (>65%) 7.687,67 1,33

Jumlah 579.894,00 100,00Sumber : Hasil Analisis Spasial Citra SRTM 90 meter Tahun 2015

Pada Tabel 5.34. menunjukkan bahwa bentuk wilayah berbukit

menempati wilayah terluas yaitu sebesar 160.760,26 Ha atau 27,72% dari

luas wilayah Kabupaten Konawe; sedangkan bentuk wilayah sangat curam

(bergunung) menempati wilayah terkecil yaitu hanya seluas 7.687,67Ha

atau 1,33 % dari luas wilayah Kabupaten Konawe.

Berdasarkan kelas kelerengan pada wilayah Kabupaten Konawe,

terkait kesesuaian karakteristik lahan kelerengan, maka secara umum

Page 80: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 80

kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di

Kabupaten Konawe termasuk cukup sesuai (S2).

b. Tanah

Pembentukan tanah di Kabupaten Konawe dibawah kondisi spesifik

menghasilkan berbagai jenis tanah, berdasarkan klasifikasi Soil Taxonomi

sampai pada tingkat great group, terdapat 10 jenis tanah yang berkembang

di Kabupaten Konawe. Jenis tanah (great group) yang berkembang di

Kabupaten Konawe sebagaimana disajikan pada Tabel 5.35.

Gambar 5.29. Peta tanah Kabupaten Konawe

Page 81: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 81

Tabel5.34. Jenis Tanah (Great Group) di Wilayah Kabupaten Konawe

No Jenis Tanah (Great Group) Luas (Ha) %1 Dystropepts 279.927,80 48,272 Eutropepts 97.916,98 16,893 Fluvaquents 22.024,23 3,804 Haplorthox 3.808,73 0,665 Hydraquents 2.982,11 0,516 Tropaquepts 84.710,59 14,617 Tropopsamments 957,98 0,178 Troposaprists 596,23 0,109 Tropudalfs 10.427,63 1,80

10 Tropudults 76.541,72 13,20Jumlah 579.894,00 100,00

Sumber :Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun1988.

Tabel 5.35. menunjukkan bahwa jenis tanah Dystropepts

menempati wilayah terluas yaitu sebesar 279.927,80 Ha atau 48,27 % dari

luas wilayah Kabupaten Konawe; sedangkan jenis tanah Troposaprists

menempati wilayah terkecil yaitu hanya seluas 596,23 Ha atau 0,10 % dari

luas wilayah Kabupaten Konawe.

Berdasarkan jenis tanah yang berkembang pada wilayah Kabupaten

Konawe, terkait kesesuaian kualitas lahan (retensi hara dan hara tersedia),

maka secara umum kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan

tanaman kakao di Kabupaten Konawe termasuk kelas kesesuaian cukup

sesuai (S2).

c. IklimKeadaan iklim di wilayah Kabupaten Konawe didasarkan pada data iklim

dari 4 (empat) stasiun curah hujan yaitu stasiun Lambuya, stasiun Kendari, dan

stasiun Motaha; serta 3 (tiga) stasiun klimatologi yaitu stasiun Unaaha, stasiun

Andowia, dan stasiun Mowila selama 15 tahun terakhir. Cakupan wilayah dari

masing-masing stasiun tersebut ditentukan melalui metode Thiessen (Polygon

Thiessen). Hasil tabulasi curah hujan dan hari hujan rata-rata pada stasiun Curah

Hujan di wilayah Kabupaten Konawe sebagaimana disajikan pada Tabel 5.35.

Hasil tabulasi suhu rata-rata dan kelembaban udara pada stasiun klimatologi di

wilayah Kabupaten Konawe sebagaimana disajikan pada Tabel 5.36.

Page 82: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 82

Tabel 5.35.Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata di Kabupaten Konawe

No. Bulan

StasiunAbuki

StasiunLambuya

Stasiun Kendari StasiunMotaha

Curahhujan(mm)

HariHujan

(hari)

Curahhujan(mm)

HariHujan(hari)

Curahhujan(mm)

HariHujan(hari)

Curahhujan(mm)

HariHujan(hari)

1. Januari 109,64 12 138,00 8 179,89 12 61,30 62. Pebruari 114,90 10 121,56 7 120,14 10 72,33 63. Maret 79,88 10 176,22 10 159,03 12 71,70 74. April 104,56 9 238,89 11 184,81 11 93,00 105. Mei 77,97 11 225,78 11 129,67 11 76,00 96. Juni 107,57 13 234,56 11 141,33 11 101,10 97. Juli 78,01 9 164,33 11 94,37 8 75,20 78. Agustus 46,60 7 90,90 7 40,71 4 39,44 49. September 19,70 2 55,78 5 17,86 2 16,25 210. Oktober 26,40 3 102,67 7 27,00 3 44,56 511. November 63,30 6 152,00 7 68,11 5 57,48 712. Desember 135,89 11 176,33 8 160,47 7 52,49 9

Tahunan 964,42 104 1.877,02 103 1.323,39 95 760,85 82

Berdasarkan beberapa stasiun curah hujan di Kabupaten Konawe,

terkait kesesuaian karakteristik lahan (curah hujan dan bulan kering), maka

secara umum kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di

Kabupaten Konawe termasuk cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3).

Tabel 5.36.Suhu dan Kelembaban Rata-rata di Wilayah KabupatenKonawe

No. Bulan

Stasiun Unaaha Stasiun Andowia Stasiun MowilaSuhuUdara(oC)

Kelembab-anUdara

(%)

SuhuUdara(oC)

Kelembab-anUdara

(%)

SuhuUdara(oC)

Kelembab-anUdara

(%)1. Januari 26,50 94,00 27,20 72,10 32,95 90,752. Pebruari 26,43 95,00 27,20 72,61 32,95 88,753. Maret 26,40 93,25 27,80 72,64 32,75 91,504. April 26,45 95,78 27,80 72,87 33,03 90,905. Mei 26,35 93,75 27,60 75,31 32,60 91,256. Juni 26,45 94,25 27,60 77,93 31,30 92,257. Juli 28,53 94,00 28,60 75,55 32,06 93,008. Agustus 26,38 91,50 28,80 74,19 31,06 92,259. September 26,57 91,33 28,70 77,59 32,15 91,7510. Oktober 26,30 94,67 28,70 74,30 31,40 93,2511. November 26,53 92,67 28,50 70,95 32,25 90,0012. Desember 26,20 92,00 27,70 72,55 32,88 91,25

Rata-rata 26,58 93,52 28,02 74,05 32,28 91,41

Page 83: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 83

Berdasarkan cakupan stasiun klimatologi di Kabupaten Konawe,

terkait kesesuaian karakteristik lahan (suhu dan kelembaban), maka

secara umum kesesuaian lahan untuk potensi pengembangan tanaman

kakao di Kabupaten Konawe termasuk cukup sesuai (S2) dan sesuai

marginal (S3).

5. Kabupaten Konawe Selatana. Fisiografi, Bentuk Wilayah dan Kelerengan

Bentuk lahan (landform) Kabupaten Konawe Selatan yang ditinjau

dari aspek faktor dan proses pembentukannya, secara umum dapat dipilah

kedalam 26 satuan fisiografi sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5.37.

Gambar 5.30. Peta fisiografi Kabupaten Konawe Selatan

Page 84: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 84

Tabel 5.37. Satuan Fisiografi di Wilayah Kabupaten Konawe Selatan

No Fisiografi Luas (Ha) %

1Punggung bukit yang panjang dan sangat curam di atasbatuan metamorfik 11.644,83 2,58

2 Dataran banjir bergambut yang tergenang permukaan 390,17 0,093 Punggung gunung metamorfik terorientasi yang terjal 57.843,87 12,814 Dataran berbukit kecil di atas batuan metamorfik campuran 12.143,95 2,695 Dataran lakustrin 8.565,41 1,906 Dataran karstik berbukit kecil 3.068,07 0,687 Dataran ultrabasa berbukit kecil 481,87 0,118 Gunung karstik di atas marmer dan filit 51.184,22 11,349 Dataran gabungan endapan muara dan endapan sungai 2.209,26 0,49

10 Dataran lumpur antar pasang surut 24.781,68 5,4911 Bukit karst di atas marmer dan batugamping 6.909,51 1,5312 Dataran banjir bergambut yang tergenang permanen 6.962,91 1,5413 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng sedang 8.847,60 1,9614 Kipas alluvial non vulkanik yang melereng landai 20.473,03 4,54

15Punggung bukit cembung yang teorientasi di atas bahanultra basa 3.121,67 0,69

16Dataran sedimen campuran yang berombak sampaibergelombang 91.527,80 20,28

17 Rawa gambut dangkal 559,05 0,1218 Punggung bukit sedimen asimetrik tak terorientasi 43.199,31 9,5719 Punggung gunung dan bukit karstik yang tidak rata 2.186,26 0,4820 Punggung bukit sedimen asimetrik yang tertoreh melebar 11.835,75 2,6221 Dataran metamorfik yang berombak-bergelombang 4.969,35 1,1022 Jalur meander sungai besar dengan tanggul lebar 406,55 0,09

23Dataran bergelombang dengan bukit kecil diatas napal danbatu gamping 5.746,41 1,27

24 Bukit yang sangat tertoreh di atas batuan ultrabasa 573,21 0,1325 Kuesta batupasir dengan arah lereng relatif sedang 8.001,40 1,7726 Dataran berbukit kecil di atas batu sedimen campuran 63.786,85 14,13

Jumlah 451.420,00 100,00Sumber:1. Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun 1988.2. Hasil Survei dan Pengukuran Peta Fisiografi Kabupaten Konawe Skala 1 : 100.000 Tahun

2015.

Pada Tabel 5.38. menunjukkan bahwa satuan fisiografi dataran

sedimen campuran yang berombak-bergelombang menempati wilayah

terluas yaitu sebesar 91.527,80Ha atau 20,28% dari luas wilayah

Kabupaten Konawe Selatan, sedangkan satuan fisiografi dataran banjir

bergambut yang tergenang permukaan menempati wilayah terkecil yaitu

Page 85: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 85

hanya seluas 390,17 Ha atau 0,09 % dari luas wilayah Kabupaten Konawe

Selatan.

Bentuk wilayah Kabupaten Konawe Selatan terbagi dalam 7(tujuh)

satuan bentuk wilayah yaitu Datar, Berombak, Bergelombang, Berbukit,

Agak Curam,Curam, dan Sangat Curam. Penentuan bentuk wilayah

didasarkan pada faktor ketinggian dan kelerengan. Satuan bentuk wilayah

di Kabupaten Konawe Selatan sebagaimana disajikan pada Tabel 5.38.

Gambar 5.31. Peta lereng/bentuk wilayah Kabupaten Konawe Selatan

Tabel5.38. Satuan Bentuk Wilayah di Wilayah Kabupaten Konawe Selatan

No Bentuk Wilayah Luas (Ha) %1 Datar (0-3%) 159.877,01 35,422 Landai (3-8%) 107.714,47 23,863 Agak miring (8-15%) 63.751,50 14,124 Miring (15-30%) 89.205,94 19,765 Agak Curam (30-45%) 25.836,58 5,726 Curam (45-65%) 4.494,74 1,007 Sangat Curam (>65%) 539,76 0,12

Jumlah 451.420,00 100,00Sumber : Hasil Analisis Spasial Citra SRTM 90 meter Tahun 2015

Page 86: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 86

Tabel 5.39. menunjukkan bahwa satuan bentuk wilayah datar

menempati wilayah terluas yaitu sebesar 159877.01 Ha atau 35,42 % dari

luas wilayah Kabupaten Konawe Selatan, sedangkan satuan bentuk

wilayah Sangat Curam (bergunung) menempati wilayah terkecil yaitu

hanya seluas 539.76 Ha atau 0,12 % dari luas wilayah Kabupaten KonaweSelatan.

Berdasarkan kelas kelerengan pada wilayah Kabupaten Konawe

Selatan, terkait kesesuaian karakteristik lahan kelerengan, maka secara

umum kelas kesesuaian lahan untuk pengembangan tanaman kakao di

Kabupaten Konawe Selatan termasuk sangat sesuai (S1).b. Tanah

Pembentukan tanah di Kabupaten Konawe Selatan dibawah kondisi

spesifik menghasilkan berbagai jenis tanah, berdasarkan klasifikasi Soil

Taxonomi sampai pada tingkat great group, terdapat 10 jenis tanah yang

berkembang di Kabupaten Konawe Selatan. Jenis tanah (great group)

yang berkembang di Kabupaten Konawe Selatan sebagaimana disajikan

pada Tabel 5.39.

Gambar 5.32. Peta tanah Kabupaten Konawe Selatan

Tabel5.39. Jenis Tanah (Great Group) di Wilayah Kabupaten Konawe SelatanNo Jenis Tanah (Great Group) Luas (Ha) %

1 Dystropepts 124.657,29 27,612 Eutropepts 17.133,20 3,803 Fluvaquents 9.172,18 2,034 Haplorthox 481,87 0,115 Hydraquents 24.781,68 5,496 Rendolls 51.184,22 11,347 Tropaquepts 29.835,16 6,618 Troposaprists 559,05 0,129 Tropudalfs 5.746,41 1,27

10 Tropudults 187.868,95 41,62Jumlah 451.420,00 100,00

Sumber :Peta Land Systems and Land Suitability Sulawesi Tenggara Skala 1 : 250.000 Tahun1988.

Page 87: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 87

Pada Tabel 5.40. menunjukkan bahwa jenis tanah Dystropepts

menempati wilayah terluas yaitu sebesar 124.657,29 Ha atau 27,61 % dari

luas wilayah Kabupaten Konawe Selatan, sedangkan jenis tanah

Haplorthox menempati wilayah terkecil yaitu hanya 481,87 Ha atau 0,11 %

dari luas wilayah Kabupaten Konawe Selatan.

Berdasarkan jenis tanah yang berkembang pada wilayah

Kabupaten Konawe Selatan, terkait kesesuaian kualitas lahan (retensi hara

dan hara tersedia), maka secara umum kelas kesesuaian lahan untuk

pengembangan tanaman kakao di Kabupaten Konawe Selatan termasuk

cukup sesuai (S2)c. Iklim

Keadaan iklim di wilayah Kabupaten Konawe Selatan didasarkan

pada data iklim dari 6 (enam) stasiun curah hujan yaitu stasiun Onembute,

stasiun Kendari, stasiun Moramo, stasiun Motaha, stasiun Atari Lama, dan

stasiun Baito, serta 4 (empat) stasiun klimatologi yaitu stasiun Palangga,

stasiun Andowengga, stasiun Wolter Monginsidi, dan stasiun Mowila,

selama 15 tahun terakhir. Cakupan wilayah dari masing-masing stasiun

tersebut ditentukan melalui metode Thiessen (Poligon Thiessen).Hasil

tabulasi curah hujan dan hari hujan rata-rata pada stasiun Curah Hujan di

wilayah Kabupaten Konawe Selatan sebagaimana disajikan pada Tabel

5.40. sedangkan hasil tabulasi suhu udara dan kelembaban udara rata-rata

pada stasiun klimatologi di wilayah Kabupaten Konawe Selatan

sebagaimana disajikan pada Tabel 5.41.

Berdasarkan beberapa stasiun curah hujan di Kabupaten Konawe

Selatan, terkait kesesuaian karakteristik lahan (curah hujan dan bulan

kering), maka secara umum kesesuaian lahan untuk pengembangan

tanaman kakao di Kabupaten Konawe Selatan termasuk cukup sesuai (S2)

dan sesuai marginal (S3).

Berdasarkan cakupan stasiun klimatologi di Kabupaten Konawe

Selatan, terkait kesesuaian karakteristik lahan (suhu dan kelembaban),

maka secara umum kesesuaian lahan untuk potensi pengembangan

Page 88: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 88

tanaman kakao di Kabupaten Konawe Selatan termasuk cukup sesuai (S2)

dan sesuai marginal (S3).

Page 89: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 89

Tabel 5.40.Keadaan Curah Hujan dan Hari Hujan Rata-rata di Kabupaten Konawe Selatan

No. BulanStasiun Onembute Stasiun Kendari Stasiun Moramo Stasiun Motaha Stasiun Atari Lama Stasiun BaitoCH Rata-rata (mm)

HariHujan

CH Rata-rata (mm)

HariHujan

CH Rata-rata (mm)

HariHujan

CH Rata-rata (mm)

HariHujan

CH Rata-rata (mm)

HariHujan

CH Rata-rata (mm)

HariHujan

1. Januari 231,00 10 179,89 12 201,48 13 61,30 7 108,63 12 158,42 152. Pebruari 184,81 10 120,14 10 263,48 14 72,33 6 137,09 14 157,28 143. Maret 205,44 12 159,03 12 319,69 13 71,70 7 167,77 14 166,80 164. April 256,23 13 184,81 11 279,63 16 93,00 10 131,30 12 179,26 175. Mei 247,59 11 129,67 11 258,33 12 76,00 9 152,30 13 177,89 156. Juni 270,39 11 141,33 11 292,01 14 101,10 9 213,44 15 127,74 147. Juli 224,25 10 94,37 8 154,50 8 75,20 7 117,15 8 110,98 118. Agustus 188,34 5 40,71 4 88,33 5 39,44 4 61,30 6 46,40 69. September 41,60 2 17,86 2 33,00 4 16,25 2 29,89 4 41,44 610. Oktober 52,20 4 27,00 2 70,00 4 44,56 5 67,44 7 107,90 911. November 60,83 5 68,11 5 119,56 8 57,48 7 60,10 8 158,96 1412. Desember 176,18 6 160,47 7 190,32 6 52,49 9 115,90 7 165,50 8

Tahunan 2.138,86 99 1.323,39 95 2.270,33 117 760,84 82 1.362,32 119 1.598,57 144

Page 90: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 90

Tabel 5.41.Suhu udara dan Kelembaban udara Rata-rata di Wilayah Kabupaten Konawe Selatan

No. Bulan

Stasiun Palangga Stasiun Andowengga Stasiun Wundulako Stasiun WolterMonginsidi Stasiun Mowila

SuhuUdara(oC)

KelembabanUdara

(%)

SuhuUdara(oC)

KelembabanUdara

(%)

SuhuUdara(oC)

KelembabanUdara

(%)

SuhuUdara(oC)

KelembabanUdara

(%)

SuhuUdara(oC)

KelembabanUdara

(%)1. Januari 24,40 87,38 24,30 94,62 23,70 89,10 27,22 77,86 32,95 90,752. Pebruari 25,60 87,25 25,62 95,33 25,80 91,00 26,86 82,33 32,95 88,753. Maret 25,20 83,06 24,94 94,72 26,30 90,30 27,00 89,19 32,75 91,504. April 25,00 87,75 25,12 95,47 26,30 89,10 26,49 82,31 33,03 90,905. Mei 24,90 87,75 25,29 95,90 23,90 91,20 26,82 92,03 32,60 91,256. Juni 22,40 89,64 25,29 95,31 23,20 91,40 26,10 88,84 31,30 92,257. Juli 27,40 88,71 26,08 94,74 23,40 90,20 25,51 91,55 32,06 93,008. Agustus 26,10 90,20 26,10 95,23 23,90 91,50 25,08 77,22 31,06 92,259. September 25,66 89,86 25,66 94,00 23,70 89,42 26,60 87,23 32,15 91,7510. Oktober 24,53 88,25 24,53 93,23 23,85 90,33 27,46 85,74 31,40 93,2511. November 24,21 87,11 24,21 93,19 23,70 84,43 27,38 83,58 32,25 90,0012. Desember 22,89 87,11 22,89 96,24 23,60 84,15 28,34 89,00 32,88 91,25

Tahunan 24,86 87,84 25,00 94,83 24,28 89,34 26,74 85,57 32,28 91,41

Page 91: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 91

BAB VI. ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN KAWASAN KAKAONASIONAL DI SULAWESI TENGGARA

Dalam mencapai kesuksesan pembangunan pertanian ke depan

pendekatan yang dilakukan salah satunya adalah pendekatan kawasan.

Dalam rangka pengembangan kawasan perkebunan berbasis komoditas

kakao, kondisi sumberdaya manusia, dukungan anggaran, sarana dan

prasarana serta kelembagaan dan tata laksana penyelenggaraan tugas,

mempunyai peran besar terhadap kerberhasilan pelaksanaan tugas dan

fungsi dalam menghadapi dinamika pembangunan dan perubahan

lingkungan strategis di Sulawesi Tenggara. Sumberdaya yang ada dan

tersedia tersebut harus dapat dimanfaatkan secara optimal guna

terwujudnya pencapaian tujuan organisasi sesuai visi, misi, tujuan dan

sasaran yang telah ditetapkan.

Beberapa permasalahan yang dihadapi perlu segera dicarikan

solusi penyelesaiannya agar potensi yang ada dapat dimanfaatkan secara

optimal. Permasalahan internal yang masih dihadapai dalam pelaksanaan

tugas dan fungsi pelayanan, diantaranya adalah : 1). Masih terbatasnya

jumlah sumberdaya manusia dibandingkan dengan beban tugas yang

harus dilaksanakannya; 2). Belum optimalnya dukungan sarana dan

prasarana sebagai penunjang pelaksanaan tugas dan fungsi pelayanan;

3). Belum meratanya kapasitas dan kualitas sumberdaya manusia sesuai

kompetensinya; dan 4). Belum optimalnya koordinasi internal antar unit

kerja/bidang dalam melaksanakan tugas sebagai tanggung jawabnya.

Disamping faktor internal diatas, beberapa faktor eksternal juga

berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Perkebunan

dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara, dalam pengembangan

kawasan perkebunan berbasis komoditas kakao diantaranya adalah : 1).

Globalisasi, yang merupakan faktor lingkungan eksternal (Internasional)

sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pembangunan perkebunan

termasuk didalamnya tugas dan fungsi pelayanan, seperti semakin

terbukanya persaingan bebas dalam memasuki pasar global, arus

Page 92: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 92

perdagangan luar negeri, serta kemajuan dan perkembangan teknologi

informasi; 2). Peraturan Perundang-undangan, berpengaruh dalam

pelaksanaan manajemen pembangunan yang tidak dapat terlepas dari

landasan dan acuan hukum yang berlaku, seperti Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden,

Peraturan Menteri, Keputusan Menteri Terkait, Peraturan Daerah,

Peraturan Kepala Daerah, dan peraturan-peraturan lainnya. Berbagai

peraturan tersebut, belum sepenuhnya terintegrasi secara sinergis

sehingga dapat menimbulkan hambatan dalam pencapaian tujuan

pembangunan nasional dan daerah.

Beberapa permasalahan yang perlu untuk mendapatkan perhatian

dalam pembangunan perkebunan selama periode 5 (lima) tahun dari tahun

2015 sampai dengan 2019, adalah sebagai berikut:

1. Keterbatasan sarana dan prasarana sebagai penunjang/pendukung.

2. Terbatasnya dukungan sumberdaya manusia, dari segi kualitas

kompetensinya dalam menyerap/mengadopsi serta menerapkan

kemajuan teknologi dan informasi guna memasuki era globalisasi

dan liberalisasi pasar.

3. Rendahnya minat generasi muda untuk mengembangkan dan

terlibat dalam usaha bidang perkebunan.

4. Perubahan iklim global, berakibat terjadi perubahan musim,

sehingga muncul dan berkembangnya hama tanaman perkebunan

yang sulit terkendali.

5. Belum optimalnya pemanfaatan, pengembangan dan pengelolaan

lahan kering dengan komoditas perkebunan untuk tujuan konservasi

lahan.

6. Terbatasnya permodalan petani perkebunan, berakibat pada masih

minimnya tingkat pemahaman dan penerapan dalam proses

produksi, pengolahan dan pemasaran produk-produk perkebunan.

7. Lemahnya kapasitas kelembagaan petani perkebunan,

mengakibatkan para petani tidak memiliki nilai tawar produk,

Page 93: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 93

terhambatnya penyerapan teknologi tinggi dan kurang terkendalinya

polausaha tani komoditas perkebunan.

8. Meningkatnya kerusakan lingkungan akibat kesalahan pola tanam

mengakibatkan erosi/tanah longsor dan pemakaian pupuk kimia

serta pestisida yang tidak seimbang mengakibatkan rusaknya

kesuburan tanah.

9. Lemahnya status dan luas kepemilikan lahan, mengakibatkan petani

tidak dapat mengembangkan areal produksi, sehingga kesulitan

untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya.

10.Belum optimalnya pemakaian benih/bibit unggul yang bersertifikat,

mengakibatkan tanaman rentan terhadap hama penyakit berdampak

produktivitasnya rendah.

11.Petani belum terbiasa dan kurang tertarik menggunakan pestisida

nabati dan pengendali hama hayati yang ramah lingkungan, karena

hasilnya tidak langsung nampak.

12.Terbatasnya ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan

dan air, berakibat pada kesulitan dalam peningkatan produksi,

produktivitas komoditas perkebunan.

13.Pemakaian alat mesin perkebunan masih sangat tradisional/

sederhana, sehingga proses penyelesaian pekerjaan membutuhkan

waktu lebih lama, kurang mampu menyelesaikan pekerjaan dalam

skala besar, serta mutu yang dihasilkan masih rendah.

Isu-isu strategis didapatkan berdasarkan hasil analisis internal dan

eksternal permasalahan pembangunan perkebunan yang dihadapi selama

ini, yaitu kondisi yang menimbulkan peluang dan ancaman dalam kurun

waktu 5 (lima) tahun mendatang. Beberapa isu strategis dalam

pembangunan perkebunan, yaitu:

1. Masih rendahnya produksi dan produktivitas komoditas perkebunan

rakyat.

2. Belum optimalnya pemanfaatan benih unggul bersertifikat,

modernisasi alat mesin dan pembangunan infrastruktur perkebunan

Page 94: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 94

dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas komoditas

perkebunan.

3. Masih lemahnya kapasitas kelembagaan petani dan kualitas

sumberdaya perkebunan.

4. Masih rendahnya penyerapan tenaga kerja di pedesaan dalam

rangka mendukung pengurangan kemiskinan dan pengangguran.

5. Belum optimalnya penerapan/aplikasi pemanfaatan sarana produksi

organik.

6. Masih lemahnya daya saing produk perkebunan memasuki pasar

global dan jejaring pemasaran baik dalam skala nasional maupun

internasional.

Sektor ekonomi yang berbasis sumberdaya alamsampai saat ini

masih merupakan lokomotif ekonomi daerah dalam menggerakkan roda

perekonomian di Provinsi Sulawesi Tenggara. Produk-produk atau

komoditas yang dihasilkan dari sub sektor perkebunan, merupakan sebuah

kekuatan dalam mewujudkan ketahanan pangan baik dalam aspek

nasional, regional maupun aspek lokal. Disisi lain tingkat permintaan global

terhadap komoditi tersebut selalu menunjukkan peningkatan dalam setiap

waktu. Namun demikian, pengembangan komoditas tersebut dapat menuai

beberapa tantangan yang keberadaannya semakin terancam khususnya

dalam aspek kuantitas.

Beberapa ancaman yang cukup menarik perhatian adalah

pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat yang berimplikasi pada

peningkatan kebutuhan permukiman yang mengarah pada alih fungsi

lahan-lahan produktif sebagai pengembangan komoditas unggulan. Disisi

lain, ancaman pengembangan sektor industri dan jasa sangat

membutuhkan ruang atau lahan strategis sehingga mengedapkan lahan-

lahan produktif pula. Dengan demikian pembangunan ekonomi sebagai

tujuan mulia yaitu pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan dapat

diwujudkan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengembangan komoditas

unggulan diperlukan analisis kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang

Page 95: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 95

(SWOT) dari berbagai aspek dalam rangka pengembangan kawasan

kakao nasional di Sulawesi Tenggara.

Dalam pengembangannya komoditas-komoditas tersebut, dapat

pula dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor tersebut

merupakan faktor pendorong dan penarik dalam pengembangan

komoditas unggulan perkebunan. Dari hasil kajian dan analisis SWOT yang

didasarkan pada fenomena yang dilapangan dapat ditemukan beberapa

kekuatan dan peluang serta tantangan dan hambatan sebagai berikut :

Kekuatan (S):1. Banyak lahan potensial untuk dikembangkan untuk pengembangan

tanaman perkebunan.

2. Lahan perkebunan umumnya hak milik dengan luas rata-rata ± 1,5

hektar/KK.

3. Daya dukung lingkungan cukup memadai, air, curah hujan dan tanah

subur.

4. Prasarana dan sarana transportasi cukup memadai.

5. Umur petani rata-rata tergolong usia produktif dengan pengalaman

berusahatani rata-rata lebih 10 tahun.

6. Ada model kelembagaan petani kakao yaitu lembaga ekonomi

masyarakat sejahtera (LEM Sejahtera).

Kelemahan (W):1. Umur tanaman sudah melebihi umur produktif, sarana produksi

pertanian (saprodi) seperti pupuk, benih unggul, pestisida tidak tersedia

setiap saat serta tingkat serangan hama dan penyakit yang hampir tidak

bisa dikendalikan oleh petani tanaman perkebunan sehingga

produktivitas tanaman masih rendah

2. Minimnya penanganan pasca panen, serta rendahnya kualitas

sumberdaya petani serta minimnya teknologi yang dimiliki oleh petani

tersebut.

Page 96: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 96

3. Kualitas SDM rendah sehingga sering drainase lahan kebun kakao

masih jelek, pohon pelindung tidak ada dan jika ada tidak dikelola

dengan baik, pemeliharaan tanaman tidak maksimal dan juga petani

masih menanam secara monokultur sehingga petani sangat rentan

terhadap kegagalan panen dan income rendah.

4. Database sumberdaya dan perkakaon belum tersedia dan sulit diakses

5. Infrastruktur yang mendukung agroindustri kakao belum tersedia secara

baik.

Peluang (O):1. Kebutuhan produk-produk tanaman perkebunan meningkat baik di pasar

lokal maupun pasar regional serta global lebih khusus kita sudah masuk

era MEA.

2. Jarak dengan pasar lokal dan pasar antar regional relatif dekat dan

dapat dijangkau dengan menggunakan modal transportasi darat

maupun laut.

3. Peningkatan inovasi pada sekor industri pengolahan yang berorientasi

pada diversifikasi pangan.

4. Kebijakan pemerintah dengan kabinet kerja dengan misi kedaulatan

pangan serta kebijakan pemerintah daerah tentang pengembangan

komoditas unggulan.

Ancaman (T):

1. Krisis ekonomi global akan mengancam stabilitas harga komoditi

ekspor.

2. Perubahan iklim global dan dinamika perkembangan organisme

pengganggu tanaman

3. Adanya persaingan dengan sentra produksi lainnya di dalam maupun di

luar daerah.

4. Peningkatan pertumbuhan penduduk yang berimplikasi pada

peningkatan kebutuhan lahan permukiman yang mengarah pada alih

fungsi lahan produktif tanaman perkebunan dan hortikultura.

Page 97: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 97

5. Temuan potensi sumberdaya lainnya bersifat arenawable pada lahan

produktif sehingga lahan perkebunan semakin tertekan.

6. Konversi lahan perkebunan terhadap tanaman perkebunan lainnya

seperti kelapa sawit.

7. Alih fungsi tenaga kerja perkebunan ke sektor lainnya seperti jasa dan

industri.

Berdasarkan hasil identifikasi tentang dimensi kekuatan (S) dan

kelemahan (W) serta peluang (O) dan ancaman (T), maka dapat ditemukan

titik temu sebagai jawaban dari ke 4 (empat) dimensi tersebut. Pertemuan

antara SO dan WO serta ST dan WT, merupakan strategi dalam

pengembangan perkebunan, seperti disajikan pada matriks analisis SWOT

strategi pengembangan tanaman perkebunan (Tabel 6.1.).6.1. Kondisi Internal : lokasi (luas dan sebaran), produksi dan produktivitas, kesesuaian lahan, SDM (kelembagaan danSOSEK)6.2. Kondisi Eksternal : program nasional dan internasional terkait pengembangan kakao, industri kakao, pemasaran danpesaing, geopolitik dagang

SWOT

PELUANG (O)

1. MEA2. MENINGKATNYA

PERMINTAAN3. DIVERSIFIKASI

PANGAN4. KEBIJAKAN

NASIONAL/PUSAT

ANCAMAN( T)

1. DINAMIKAEKONOMI GLOBALDAN NASIONAL

2. PERTAMBAHANJUMLAHPENDUDUKAN

3. PERUBAHAN IKLIMDAN DINAMIKA OPT

4. KONVERSI DAN ALIHFUNGSI LAHAN

KEKUATAN (S)

1. Daya dukung lingkungan2. Benih unggul3. Potensi kebun4. Model kelembagaan5. Animo petani6. Kebijakan pemerintah

daerah

STRATEGI (S-O)

1. Peningkatan dayasaing (keunggulankomperatif kakao)(S1 ,S2,S3,S4-O1,O2)

2. Peningkatan mutu bijikakao (S1,S3,S5-O1,O2)

3. Inovasi produkolahan (S3,S4.S5,S6-

STRATEGI (S-T)

1.Pengembangan benihbermutu(S1,S2,-T1,T2, T3)

2. Peningkatan dayadukung lahan(S1,S2,S3,S4,S5,S6-T2,T3,T4)

Page 98: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 98

O1,O2,O3,O4)4. Membangun

Technopark BasisKakao (S1,S3,S4,S5-O2,O3,O4,O5)

5. Pengembanganagroindustri

2. Sosialisasi,Koordinasi, pelatihan(S1,S2,S3,S4,S5,S6-T1,T2,T3,T4)

3. Gerakanpemeliharaan kebunsehat (S3, S4, S5-T1,T2, T3, T4)

KELEMAHAN (W)

1. Produktivitas rendah2. Mutu yang rendah3. Sdm yang rendah4. Infrastruktur5. Database kakao

STRATEGI (W-O)

1. Peningkatanproduktivitas (W1,W2,W3-O2, O3,O4)

2. Peningkatan kualitasSDM Petani(W1,W2,W3)

3. PeningkatanInfrastrukturUsahatani

4. Penyediaan DatabaseKakao (ketersediaanWebsite kakao)W1,W3,W5 –O1,O2,O3)

STRATEGI (W-T)

1.SLPHT (W1, W2, W3-T2, T3, T4)

2, Mitigasi (W1,W2-T1,T3,T4)

3.Perbaikan danpengembanganinfrastruktur (W4-T4)

4. Pengembangandatabase berbasis IT(W5-T1, T2, T3, T4)

Page 99: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 99

BAB VII. PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN KAKAO NASIONALDI SULAWESI TENGGARA

7.1. Strategi Pengembangan

Kakao merupakan komoditi unggulan perkebunan yang berperan

penting sebagai sumber devisa negara, sumber pendapatan petani,

penciptaan lapangan kerja, mendorong agroindustri serta berperan penting

menjaga pelestarian keseimbangan lingkungan.Seiring dengan Peraturan

Menteri Pertanian Nomor: 50/Permentan/ Ot.140/8/2012 Tentang

Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian dan Keputusan Menteri

Pertanian Nomor: 46/Kpts/PD.300/1/2015 Tentang Penetapan Kawasan

Perkebunan Nasional, Sulawesi Tenggara hingga tahu 2015 memiliki areal

tanam mencapai 254.108 hadengan produksi 161.516 ton yang melibatkan

165.195 kekuarga petani (Tabel 7.1. dan Tabel 7.2.). Dengan adanya

pengembangan kawasan yang berbasis komoditi akan dapat menjamin

terpenuhinya ketersediaan pasokan produksi seiring dengan adanya

tantangan perkebunan yang semakin berat.

Tabel 7.1. Data Potensi Kakao Sulawesi Tenggara

No.

Kabupaten/Kota

Luas area (Ha) Produksi(Ton)

Produktivitas

(Kg/Ha)

Jumlahpetani(KK)TBM TM TTM Jumlah

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.

KonaweKolakaMunaButonKendariBau-bauKonselBombanaWakatobiKolutKonutButurKoltimKonkep

3.9315.2455.103

910175

204.8641.950

21.1211.198

21013.449

269

10.81616.462

9.5102.142

465131

15.4157.650

3973.388

2.7771.357

42.6862.951

1.3418.048

920317121

1937

6457

5.055294

1.64011.077

354

16.00829.75415.533

3.369761170

20.31610.245

4779.564

4.2693.207

67.2123.574

10.1729.760

12.816719342

379.0466.120

2375.703

590279

33.2762.632

940.44592.89

1347.63335.78735.48283.91586.83800.00597.40

1031.55212.46205.93779.56891.80

17.99321.14922.896

5.4921.306

29424.098

5.520231

26.3254.5184.092

27.4213.860

Jumlah Sultra 38.447 185.787 29.875 254.108 161.516 869.36 165.195

Page 100: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 100

Tabel 7.2. Realisasi Perbaikan Kakao 2009-2015

No. Kabupaten/ KotaRealisasi perbaikan kakao (Ha)

Intensifikasi Rehabilitasi Peremajaan TOTAL1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.

KolutKolakaKoltimKonaweKonselMunaBombanaKonutButonButur

8.0006.900

11.5005.1003.5002.7001.450

100--

6.6009.800

14.2508.4009.8005.1002.600

100100100

2.4003.4004.8503.3003.1002.0001.400

100100100

16.40021.30037.60016.80016.400

9.8005.450

100200200

Jumlah Sultra 52.050 62.200 19.150 133.400

7.2. Program Pengembangan

Program dan Kebijakan Pengembangan Kakao

Program

Peningkatan produksi, produktivitas, mutu dan pengembangan industri

kakao berkelanjutan.

Kebijakan Umum

Mensinergikan sumber daya guna meningkatkan produksi,produktivitas,

mutu, nilai tambah dan daya saing produk melalui partisipasi aktif

masyarakat yang berlandaskan kepada ilmu pengetahuan, teknologi

dan informasi serta didukung dengan tata kelola pemerintahan yang

baik.

Kebijakan Teknis

Meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu secara berkelanjutan

melalui pengembangan komoditas dan produk,peningkatan SDM,

reformasi birokrasi, penguatan kelembagaan petani, investasi dan

kemitraan usaha, sesuai kaidah pengelolaan SDA yang ramah

lingkungan.

Page 101: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 101

Membangun sistem agroindustri terpadu dengan melibatkan

berbagai elemen stakeholder mulai dari pemerintah baik provinsi maupun

pemerintah kabupaten, perbankan, perguruan tinggi dan badan litbang,

lembaga ekonomi, asosiasi serta lembaga penunjang lainnya.

Program kegiatan revitalisasi kakao dilakukan dengan berbagai

kegiatan seperti Intensifikasi, rehabilitasi, peremajaan, perluasan dan

optimasi kebun, Peningkatan mutu, Pengembangan perbenihan,

Pengembangan industri pedesaan, Pemberdayaan petani, Penguatan

kelembagaan, Permodalan kelompok tani, Gerakan pengendalian OPT

serta Pemberdayaan UPP.

Dalam pengembangan kawasan berbasis komoditi kakao di

Sulawesi Tenggara perlu diperhatikan pengalaman selama ini dalam

Gernas Kakao :

• Anjuran pola kawasan terkendala kebijakan Bupati yang cenderung

nyebar;

• Pola penanganan tidak berkelanjutan. bantuan kepada petani

masih terbatas dan hanya tahun pertama dan tahun berikutnya

diserahkan kepada petani secara swadaya dan atau pinjaman kredit

bank;

• Pinjaman kredit KPEN-RP tidak berjalan, karena belum bankable;

• Pola sharing kegiatan antara pusat dan daerah terkendala

ketidakmampuan Pemda memberikan dukungan APBD yg memadai

untuk kegiatan non fisik (CPCL, Sosialisasi, pelatihan dan

pemberdayaan)

• Peremajaan tanaman melalui SE kurang direspon petani akibat

kurangnya sosialisasi;

• Belum berhasilnya peningkatan mutu, karena masih terbatasnya

pembinaan, agroinput, sarana pasca panen dan lemahnya

peraturan;

• Kelembagaan petani belum berfungsi dengan baik.

Page 102: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 102

Beberapa regulasi kebijakan yang juga perlu diperhatikan dalam

pengembangan kawasan berbasis komoditi kakao antara laian :

• Pemberlakuan SNI wajib untuk produksi biji kakao;

• Penyempurnaan Permenkeu dan Permendag tentang penetapan

bea keluar (BK) yang besarnya tergantung harga terminal menjadi

sebesar 15 % bagi ekspor biji kakao non fermentasi;

• Menyempurnakan skim kredit program bagi petani;

• Perda tentang perwilayahan binaan bagi institusi swasta untuk

mencegah persaingan tidak sehat antar pembeli;

• Pelepasan/pinjam pakai kawasan hutan untuk lokasi kakao rakyat

yang bersinggungan dengan kawasan hutan;

7.3. Rencana Aksi Pengembangan

Tabel 7.3. Rencana Biaya Revitalisasi Kakao Sultra Per Tahun MenurutKegiatan Tahun 2016 -2019

KEGIATAN

Volume(ha,unit,

paket)

SatuanBiaya/Ha(Rp.000)

Rencana Anggaran (Rp. Juta) JumlahBiaya

(Rp. Juta)2016 2017 2018 2019

Perluasan 8.270 15.000 14.550 34.500 37.500 37.500 124.050

Intensifikasi 185.000 10.000 450.000 450.000 500.000 450.000 1.850.000

Rehabiltasi 40.000 11.000 110.000 110.000 110.000 110.000 440.000

Peremajaan 26.000 15.000 97.500 97.500 97.500 97.500 390.000

Pengutuhan 60.000 3.750 56.250 56.250 56.250 56.250 225.000

Naungan 20.000 2.400 12.000 12.000 12.000 12.000 48.000

Kakao + Ternak 16.000 25.000 100.000 100.000 100.000 100.000 400.000

UPPO 160 200.000 8.000 8.000 8.000 8.000 32.000

OPT 20.000 10.000 50.000 50.000 50.000 50.000 200.000

DMB 200 50.000 2.500 2.500 2.500 2.500 10.000

Industri Hilir 40 300.000 3.000 3.000 3.000 3.000 12.000

Pascapanen.Mutu 400 400.000 40.000 40.000 40.000 40.000 160.000

Manajemen.SDM Kel. TaniUPP

Macam-macam

Macam-macam 123.000

Pengembangan Database

457 50.000 5.000 5.950 5.950 5.950 22.850

Page 103: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 103

Mitigasi 24.800 5.000 25.000 30.000 39.000 30.000 124.000Teknopark

BerbasisKakao

99 750 8.250 16.500 33.000 16.50074.250

Jumlah Biaya (Rp.Juta) 4.235.150

Tabel 7.4. Rencana Aksi Pengembangan Kawasan Berbasis KomoditiKakao Sulawesi Tenggara. Tahun 2016 - 2019

KEGIATANSatuan

Biaya/Ha(Rp.000)

Target Kegiatan (Ha) JumlahBiaya

(Rp. Juta)2016 2017 2018 2019 Total

Perluasan 15.000 970 2.300 2.500 2.500 8.270 124.050

Intensifikasi 10.000 45.000 45.000 50.000 45.000 185.000 1.850.000

Rehabiltasi 11.000 10.000 10.000 10.000 10.000 40.000 440.000

Peremajaan 15.000 6.500 6.500 6.500 6.500 26.000 390.000

Pengutuhan 3.750 15.000 15.000 15.000 15.000 60.000 225.000

Naungan 2.400 5.000 5.000 5.000 5.000 20.000 48.000

Kakao + Ternak 25.000 4.000 4.000 4.000 4.000 16.000 400.000

UPPO 200.000 40 40 40 40 160 32.000

OPT 10.000 5.000 5.000 5.000 5.000 20.000 200.000

DMB 50.000 50 50 50 50 200 10.000

Industri Hilir 300.000 10 10 10 10 40 12.000

Pascapanen.

Mutu 400.000 100 100 100 100 400 160.000

Manajemen.Sdm Kel. TaniUpp

Macam-macam

Macammacam

Macammacam

Macammacam

Macammacam

Macam-macam 123.000

PengembanganDatabase

50.000 5.000 5.950 5.950 5.950 457 22.850

Mitigasi 5.000 25.000 30.000 39.000 30.000 24.800 124.000TeknoparkBerbasis Kakao 750 411.600 15.000 30.000 15.000 99 74.250

Jumblah Biaya (Rp.Juta) 4.235.150

Page 104: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 104

PERLUASAN AREAL (EKSTENSIFIKASI)

Areal kakao di kawasan Sulawesi pada tahun 2014 tercatat 254.108

ha(Statistik Perkebunan Provinsi. 2015). Dukungan masyarakat untuk

membudidayakan kakao kembali meningkat seiring dengan perhatian

pemerintah pada pelaksanaan Gernas kakao dan meningkatnya harga biji

kakao kering di tingkat desa mencapai Rp. 38.000.-/kg pada panen tahun

2014 yang lalu. Potensi lahan juga masih tersedia di semua wilayah sentra

pengembangan. Areal perluasan kakao dapat berupa lahan kosong atau

lahan-lahan tegalan yang telah ditanami komoditas perkebunan/kehutanan

lainnya seperti kelapa, mete, dan sengon.

Usulan kegiatan perluasan kakao menurut Kabupaten tahun 2016

s/d 2019 disajikan pada Tabel 7.5. Hingga tahun 2019 ditargetkan seluas

8.270 Ha dengan nilai investasi sebesar Rp. 124.050.000.000-. sehingga

pada tahun 2020 luas areal kakao Sulawesi Tenggara mencapai 260.000

Ha. Apabila kegiatan perluasan areal ini dapat dilaksanakan dengan baik

dan diikuti dengan kegiatan pemeliharaan tanaman selama periode belum

menghasilkan, maka dengan peningkatan produktivitas menjadi ± 2 ton per

hektar akan diperoleh tambahan produksi sebesar 8.270 Ha X 2 ton =

16.540 ton atau senilai 16.540.000 kg X Rp. 38.000.- (setara harga biji

kakao fermentasi saat ini) = Rp. 628.520.000.000.-/tahun. Catatan khusus

untuk alokasi perluasan areal kakao dengan tetap memasukkan

kabupaten-kabupaten penunjang.

Tabel 7.5. Perluasan Areal Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019

Kabupaten

Luaslahan

saat ini

TargetAreal2019

Rencana Perluasan Areal Kakao Sultra (Ha)

(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 - - - - - -

Kolaka 29.754 - - - - - -

Koltim 67.212 - - - - - -

Konawe 16.088 1.800 200 500 550 550 27.000.000.000

Konsel 20.316 2.320 270 650 700 700 34.800.000.000

Page 105: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 105

Muna 8.697 950 100 250 300 300 14.250.000.000

Muna Barat 11.387 1.100 100 300 350 350 16.500.000.000

Bombana 10.245 750 150 300 150 150 11.250.000.000

Konut 4.269 450 50 100 150 150 6.750.000.000

Buton 3.369 450 50 100 150 150 6.750.000.000

Butur 3.207 450 50 100 150 150 6.750.000.000

Sultra 254.108 8.270 970 2.300 2.500 2.500 124.050.000.00

Keterangan : Sasaran kegiatanadalah areal TM dan TBM. baik pada tanaman swadayamaupun areal perluasan / peremajaan / optimasi / rehabilitasi tahun sebelumnya

INTENSIFIKASIKegiatan Intensifikasi ditujukan untuk pemeliharaan bagi tanaman

yang belum menghasilkan maupun tanaman yang sudah menghasilkan

juga bagi tanaman yang telah direhabilitasi, diremajakan atau yang

diutuhkan pada tahun sebelumnya. Dari total tanaman belum

menghasilkan dan tanaman menghasilkan dikawasan Sulawesi Tenggara

pada tahun 2015 tercatat 254.108 ha terdiri dari TBM 38.447 dan TM

185.787 Ha.Usulan kegiatan Intensifikasi ini (Tabel 7.6) sampai dengan

tahun 2019 ditargetkan seluas 185.000 Ha dengan nilai investasi Rp

1.850.000.000.000.-. Bila dibandingkan dengan kondisi saat ini dengan

luas areal 254.108 Ha dengan produktivitas 869.36 kg/Ha hanya

diperoleh produksi sebesar 161.516 Ton. Melalui gerakan Intensifikasi

diharapkan akan terjadi peningkatan produktivitas ± 2 ton per hektar dan

diikuti dengan perbaikan mutu sesuai SNI. sehingga dari areal 185.000 Ha

X 2 ton = 370.000.000 kg X Rp. 40.000.-= Rp. 14.800.000.000.000.-/tahun.

Page 106: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 106

Tabel 7.6. Intensifikasi Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019

Kabupaten

ArealTM &TBM

Saat ini

TargetAreal2019

Rencana Intensifikasi Kakao Sultra (Ha)

(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 74.509 60.000 15.000 15.000 15.000 15.000 600.000.000

Kolaka 21.707 26.000 5.000 5.000 5.000 5.000 200.000.000

Koltim 56.135 40.000 10.000 10.000 10.000 10.000 400.000.000

Konawe 14.747 16.000 4.000 4.000 4.000 4.000 160.000.000

Konsel 20.279 20.000 5.000 5.000 5.000 5.000 200.000.00

Muna 7.129 4.800 1.200 1.200 1.200 1.200 48.000.000

Muna Barat 10.394 4.800 1.200 1.200 1.200 1.200 48.000.000

Bombana 9.600 6000 1.500 1.500 1.500 1.500 60.000.000

Konut 3.975 800 200 200 200 200 8.000.000

Buton 3.052 800 200 200 200 200 8.000.000

Butur 1.567 800 200 200 200 200 8.000.000

Sultra 224.234 185.000 45.000 45.000 45.000 45.000 1.850.000.000

REHABILITASI

Kegiatan rehabilitasi ditujukan untuk tanaman menghasilkan yang

tidak produktif. Dari total tanaman menghasilkan dikawasan Sulawesi

Tenggara pada tahun 2014 tercatat 185.787 Ha. Usulan kegiatan

rehabilitasi ini sampai dengan tahun 2019 ditargetkan seluas 40.000 Ha

dengan nilai investasi Rp 440.000.000.000.-. Bila dibandingkan dengan

kondisi saat ini dengan luas areal 185.787 Ha dengan produktivitas

tanaman yang kurang produktif 869.36 kg/Ha hanya diperoleh produksi

sebesar 161.516 Ton. Melalui gerakan rehabilitasi diharapkan akan terjadi

peningkatan produktivitas ± 2 ton per hektar dan diikuti dengan perbaikan

mutu sesuai SNI. sehingga dari areal 40.000 Ha X 2 ton = 80.000.000 kg

X Rp 40.000.- (setara harga biji kakao fermentasi saat ini) = Rp3.200.000.000.000.-

Page 107: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 107

Tabel 7.7. Rehabilitasi Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019

Kabupaten

JumlahTM

KurangProduktifSaat ini

TargetAreal2019

Rencana Rehabilitasi Kakao Sultra (Ha)

(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 73.388 16.000 4.000 4.000 4.000 4.000 176.000.000.000

Kolaka 16.467 3.600 900 900 900 900 39.600.000.000

Koltim 42.686 10.000 2.500 2.500 2.500 2.500 110.000.000.000

Konawe 10.816 2.400 600 600 600 600 26.400.000.000

Konsel 15.415 3.200 800 800 800 800 35.200.000.000

Muna 4.622 1.000 250 250 250 250 11.000.000.000

Muna Barat 8.832 1.000 250 250 250 250 11.000.000.000

Bombana 7.650 1.600 400 400 400 400 17.600.000.000

Konut 2.777 400 100 100 100 100 4.400.000.000

Buton 2.142 400 100 100 100 100 4.400.000.000

Butur 1.357 400 100 100 100 100 4.400.000.000

Sultra 185.787 40.000 10.000 10.000 10.000 10.000 440.000.000.000

PEREMAJAAN

Kegiatan peremajaan ditujukan untuk tanaman tua (tidak produktif).

Dari total tanaman tua di kawasan Sulawesi Tenggara pada tahun 2014

tercatat 29.875 Ha. Usulan kegiatan peremajaan ini sampai dengan tahun

2019 ditargetkan seluas 26.000 Ha. Dengan nilai Investasi sebesar Rp.

390.000.000.000.- Bila dibandingkan dengan kondisi saat ini dengan luas

areal 29.875 Ha dengan produktivitas tanaman yang tidak produktif 100

kg/Ha hanya diperoleh produksi sebesar 2.987.500 kg x Rp. 40.000.-

Berarti setara dengan Rp 119.500.000.000.-. Apabila kegiatan peremajaan

areal ini dapat dilaksanakan dengan baik dan diikuti dengan kegiatan

pemeliharaan tanaman selama periode belum menghasilkan dan diikuti

dengan perbaikan mutu sesuai SNI hingga tahun ke-4. maka akan

Page 108: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 108

diperoleh peningkatan produktivitas menjadi ± 2 ton per hektar. sehingga

dari areal 26.000 Ha X 2 ton = 52.000.000 kg X Rp 40.000.- (setara harga

biji kakao fermentasi saat ini) = Rp 2.080.000.000.000.-

Tabel 7.8. Peremajaan Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019

KabupatenTTR

saat ini

TargetAreal2019

Rencana Peremajaan Kakao Sultra (Ha)

(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 5.055 4.400 1.100 1.100 1.200 1.000 66.000.000.000

Kolaka 8.048 6.700 1.600 1.600 1.600 1.900 100.500.000.000

Koltim 11.077 10.550 2.600 2.600 2.600 2.750 19.500.000.000

Konawe 1.341 1.300 350 350 300 300 19.500.000.000

Konsel 37 - - - - - -

Muna 920 816 100 100 150 - 5.250.000.000

Muna Barat 526 400 100 100 100 100 6.000.000.000

Bombana 645 572 100 100 100 100 6.000.000.000

Konut 294 260 100 150 - - 3.750.000.000

Buton 317 280 100 100 100 - 4.500.000.000

Butur 1.640 1.452 350 300 350 350 15.000.000.000

Sultra 29.875 26.000 6.500 6.500 6.500 6.500 390.000.000.000

PENGUTUHANKegiatan pengutuhan ditujukan untuk mengutuhkan populasi

tanaman kakao dalam satuan hektar menjadi 1.000 pohon. Kegiatan ini

diharapkan dapat mengoptimalkan potensi produksi dengan meningkatnya

populasi tanaman. Berkurangnya populasi tanaman kakao petani antara

lain disebabkan karena serangan hama penyakit. Ketidak cukupan benih

pada saat awal penanaman dan mengganti tanaman yang sudah tua (tidak

produktif). Kegiatan pengutuhan ini dilakukan dengan memberikan benih

dan sarana produksi lainnya sesuai kebutuhan per kebun petani sasaran

dengan volume 250 pohon per hektar. atau sesuai dengan kebutuhan.

Page 109: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 109

Table 7.9. Pengutuhan Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019

Kabupaten

TBM +TM

saat ini

TargetAreal2019

Rencana Pengutuhan Kakao Sultra (Ha)

(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 74.509 24.000 6.000 6.000 6.000 6.000 90.000.000.000

Kolaka 21.707 6.400 1.600 1.600 1.600 1.600 24.000.000.000

Koltim 56.135 16.000 4.000 4.000 4.000 4.000 60.000.000.000

Konawe 14.747 4.000 1.005 1.005 1.005 1.005 15.075.000.000

Konsel 20.279 2.000 1.382 1.382 1.382 1.382 20.730.000.000

Muna 7.129 1.600 400 400 400 400 6.000.000.000

Muna Barat 10.394 2.000 500 500 500 500 6.000.000.000

Bombana 9.600 2.000 500 500 500 500 7.500.000.000

Konut 3.975 800 200 200 200 200 3.000.000.000

Buton 3.052 800 200 200 200 200 3.000.000.000

Butur 1.567 400 100 100 100 100 1.500.000.000

Sultra 224.234 60.000 15.000 15.000 15.000 15.000 225.000.000.000

NAUNGAN

Kondisi tanaman kakao di kawasan Sulawesi Tenggara saat ini

pada umumnya ditanam secara monokultur tanpa naungan. Pada awal

penanaman kakao petani telah menggunakan tanaman gamal sebagai

naungan. Namun karena mengalami kesulitan pemeliharaan naungan

pada musim hujan maka petani tidak lagi menggunakan tanaman gamal

sebagai naungan. Sebagai dampaknya. di musim kemarau tanaman

kakao mengalami mati ranting akibat serangan VSD.Naungan

dimaksudkan untuk menciptakan iklim mikro yang kondusif bagi tanaman

kakao. Bahan naungan yang digunakan adalah tanaman kelapa. sengon.

Dengan perlakuan ini diharapkan tanaman kakao dapat berproduksi

optimal dan berkelanjutan. Selain itu dengan penggunaan tanaman kelapa

sebagai naungan akan menambah sumber pendapatan bagi petani.

Page 110: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 110

Kegiatan naungan ini diberikan dengan melakukan penanaman naungan

diantara tanaman kakao dengan jarak 9 x 18 atau 12 x 12 Sehingga

populasi yang dibutuhkan setara dengan ½ populasi optimal (70 Pohon).

Penggunaan tanaman kelapa sebagai naungan diharapkan dapat

meningkatkan produksi kelapa nasional yang cenderung menurun.

Tabel 7.10. Pengadaan Naungan Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 -2019

Kabupaten

ArealkakaoTM &TBM

Saat ini

TargetAreal2019

Rencana Pengembangan Kelapa SebagaiNaungan Kakao Sultra (80 phn/ Ha)

(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 74.509 6.000 1.500 1.500 1.500 1.500 14.400.000.000

Kolaka 21.707 2.200 550 550 550 550 5.280.000.000

Koltim 56.135 4.800 1.200 1.200 1.200 1.200 11.520.000.000

Konawe 14.747 1.400 350 350 350 350 3.360.000.000

Konsel 20. 279 2.000 500 500 500 500 4.800.000.000

Muna 7.129 800 200 200 200 200 1.920.000.000

Muna Barat 10.394 800 200 200 200 200 1.920.000.000

Bombana 9.600 800 200 200 200 200 1.920.000.000

Konut 3.975 400 100 100 100 100 960.000.000

Buton 3.052 400 100 100 100 100 960.000.000

Butur 1.567 400 100 100 100 100 960.000.000

Sultra 224.234 20.000 5.000 5.000 5.000 5.000 48.000.000.000

Page 111: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 111

INTEGRASI KAKAO –TERNAK DANUNIT PENGOLAHAN PUPUK ORGANIK (UPPO)

Perkebunan kakao rakyat memiliki potensi limbah bahan organik

yang cukup besar berupa kulit buah kakao, hasil pangkasan pohon

pelindung dan pangkasan tanaman kakao yang selama ini belum

dimanfaatkan, dan justru berpotensi menjadi sumber berkembangnya

organisme pengganggu tanaman. Sebagai contoh dari total produksi

kakao kawasan Sulawesi Tenggara sebesar 161.516 Ton menghasilkan

lebih dari 789.813 ton limbah kulit buah kakao. Limbah bahan organik

tersebut dapat diolah menjadi pakan ternak dan selanjutnya limbah kotoran

ternak dapat diolah menjadi bahan baku pembuatan pupuk organik. Selain

itu dapat meningkatkan populasi ternak guna mendukung swasembada

daging nasional.

Kegiatan Integrasi kakao - ternak dilaksanakan dengan pemberian

bantuan ternak sapi 2 ekor/Ha atau ternak kambing 4 ekor/Ha dengan

perbandingan sapi jantan dan betina 1:9 dan perbandingan kambing jantan

dan betina 1:5. Pengolahan pakan ternak dan Unit Pengolahan Pupuk

Organik diberikan paket bantuan ternak dan alat pengolahan pakan dan

pupuk.

Dengan nilai investasi sebesar Rp 400 Triliuan akan menambah

populasi ternak sapi sebanyak 8.000 ekor atau ternak kambing sebanyak

4.000 ekor. Dengan potensi limbah kotoran ternak sebagai bahan pupuk

organik per tahun mencapai 272.000 ton atau setara dengan Rp 408

Milyar. Dengan perbandingan sapi jantan dan betina 1:9 diperkirakan

terjadi penambahan populasi ternak sapi di tahun ke dua akan meningkat 2

kali lipat.

Page 112: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 112

Tabel 7.11. Integrasi Kakao + Ternak Sulawesi TenggaraTahun 2016 -2019

Kabupaten

ArealkakaoTM &TBM

Saat ini

TargetAreal2019

Rencana Integrasi Kakao Ternak Sultra (Ha)(sapi= 2 ekor / Ha atau Kambing = 4 ekor / Ha)

(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 4.800 1.200 1.200 1.200 1.200 120.000.000.000

Kolaka 29.754 1.600 400 400 400 400 40.000.000.000

Koltim 67.212 4.800 1.200 1.200 1.200 1.200 120.000.000.000

Konawe 16.088 1.000 250 250 250 250 25.000.000.000

Konsel 20.136 1.200 300 300 300 300 30.000.000.000

Muna 6.836 400 100 100 100 100 10.000.000.000

Muna Barat 8.697 800 200 200 200 200 20.000.000.000

Bombana 10.245 800 200 200 200 200 20.000.000.000

Konut 4.269 200 50 50 50 50 5.000.000.000

Buton 3.369 200 50 50 50 50 5.000.000.000

Butur 3.207 200 50 50 50 50 5.000.000.000

Sultra 224.243 16.000 4.000 4.000 4.000 4.000 400.000.000.000

Tabel 7.12. Pengembagan Usaha Pengolahan Pupuk Organik (UPPO)Kakao Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019

Kabupaten

Arealkakao

Saat ini

TargetUPPO2019

Rencana Pengadaan UPPO Kakao Sultra (Unit)

(Ha) (unit) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 48 12 12 12 12 9.600.000.000

Kolaka 29.754 20 5 5 5 5 4.000.000.000

Koltim 67.212 40 10 10 10 10 8.000.000.000

Konawe 16.088 12 3 3 3 3 2.400.000.000

Konsel 20.316 12 3 3 3 3 2.400.000.000

Muna 8.697 4 1 1 1 1 800.000.000

Muna Barat 11.387 4 1 1 1 1 800.000.000

Page 113: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 113

Bombana 10.245 8 2 2 2 2 1.600.000.000

Konut 4.269 4 1 1 1 1 800.000.000

Buton 3.369 4 1 1 1 1 800.000.000

Butur 3.207 4 1 1 1 1 800.000.000

Sultra 254.108 160 40 40 40 40 32.000.000.000

DESA MANDIRI BENIH (DMB)

Selama ini petani terbiasa dengan melakukan pengembangan benih

asalan. Pengadaan benih bantuan oleh pemerintah melalui pola

kontraktual penuh selama ini terkendala dengan waktu penyediaan benih

yang tidak cukup bagi kontraktor sehingga diakhir periode kontraktor tidak

mampu menyediakan benih sesuai kontrak. Sehingga ketersediaan benih

tidak dapat dipenuhi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.

Program Desa Mandiri Benih (DMB) dilaksanakan dengan

melakukan pemurnian kebun-kebun entrees dan fasilitasi penangkar benih

di desa sebagai upaya menyediakan benih yang berkualitas, mudah dan

murah sekaligus sebagai lapangan kerja baru bagi pemuda desa dan

wahana edukasi bagi masyarakat. Kegiatan dilaksanakan dengan

pemberian bantuan sarana pembibitan (benih, paranet, polybag dan

sarana lainnya) serta kegiatan pelatihan perbenihan.

Nilai investasi Rp 50 Juta setiap paket dipergunakan untuk

pembelian biji sebanyak 60.000 untuk kebutuhan benih siap salur

sebanyak 50.000 dan pembelian sarana pembibitan lainnya. Hasil yang

diperoleh dari usaha pembibitan ini diperkirakan mencapai Rp 350 Juta

setiap paketnya atau setara dengan Rp 219.8 Milyar untuk 628 paket

dengan total nilai investasi sebesar Rp 31.4 Milyar.

Page 114: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 114

Tabel 7.13. Pengembangan Desa Mandiri BenihTahun 2016 – 2019

Kabupaten

Arealkakao

Saat ini

TargetDMB2019

Rencana Desa Mandiri Benih Kakao Sultra(Unit)

(Ha) (Desa) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 64 16 16 16 16 3.200.000.000

Kolaka 29.754 24 6 6 6 6 1.200.000.000

Koltim 67.212 52 13 13 13 13 2.600.000.000

Konawe 16.088 12 3 3 3 3 600.000.000

Konsel 20.316 16 4 4 4 4 800.000.000

Muna 8.697 8 2 2 2 2 400.000.000

Muna Barat 11.387 4 1 1 1 1 200.000.000

Bombana 10.245 8 2 2 2 2 400.000.000

Konut 4.269 4 1 1 1 1 200.000.000

Buton 3.369 4 1 1 1 1 200.000.000

Butur 3.207 4 1 1 1 1 200.000.000

Sultra 254.108 200 50 50 50 50 10.000.000.000

KEGIATAN PENGENDALIAN OPT

Beberapa tahun terakhir tingkat serangan Organisme Pengganggu

Tanaman (hama dan penyakit) pada tanaman kakao sangat tinggi. Kondisi

ini menyebabkan menurunnya tingkat produktivitas dan mutu kakao secara

drastis, yang menyebabkan kelesuan aktivitas pengelolaan kebun kakao

oleh petani. Kegiatan Pengendalian OPT dilaksanakan dengan melakukan

kegiatan Sekolah Lapang (SL) Pengendalian hama dan penyakit secara

terpadu dengan melakukan demplot pengendalian OPT yang disertai

dengan penyediaan sarana produksi (Pupuk, Pestisida, Gunting Pangkas,

Gergaji Pangkas dan Gunting Galah).

Usulan kegiatan pengendalian OPT ini sampai dengan tahun 2019

ditargetkan seluas 20.000 Ha dengan nilai investasi Rp 200.000.000.000.-

Page 115: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 115

Bila dibandingkan dengan kondisi saat ini dengan luas areal 254.108 Ha

dengan produktivitas tanaman yang kurang produktif akibat serangan OPT

300 kg/Ha hanya diperoleh produksi sebesar 30.060 Ton.

Tabel 7.14. Gerakan Pengendalian OPTTahun 2016 - 2019

Kabupaten

Arealkakao

Saat ini

TargetAreal2019

Rencana GerakanPengendalian OPT Kakao Sultra (Ha)

(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 6.400 1.600 1.600 1.600 1.600 64.000.000.000

Kolaka 29.754 2.000 500 500 500 500 20.000.000.000

Koltim 67.212 5.600 1.400 1.400 1.400 1.400 56.000.000.000

Konawe 16.088 1.200 300 300 300 300 12.000.000.000

Konsel 20.316 1.600 400 400 400 400 16.000.000.000

Muna 8.697 600 150 150 150 150 6.000.000.000

Muna Barat 11.387 600 150 150 150 150 6.000.000.000

Bombana 10.245 800 200 200 200 200 8.000.000.000

Konut 4.269 400 100 100 100 100 4.000.000.000

Buton 3.369 400 100 100 100 100 4.000.000.000

Butur 3.207 400 100 100 100 100 4.000.000.000

Sultra 254.108 20.000 5.000 5.000 5.000 5.000 200.000.000.000

PASCA PANEN DAN MUTU

Biji kakao yang dihasilkan petani saat ini, sebagian besar masih

bermutu rendah (asalan), karena masih terbatasnya sarana pasca panen

dan pengolahan. Kegiatan pasca panen dilaksanakan sebagai upaya

meningkatkan kualitas biji kakao melalui bantuan sarana pasca panen dan

pengolahan (kotak fermentasi, lantai jemur, para-para, mesin pengering,

pengukur kadar air dan gudang). Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya

menciptakan nilai tambah yang diperoleh petani dalam melaksanakan

kegiatan usahatani.

Page 116: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 116

Kegiatan pengelolaan pasca panen dan peningkatan mutu diusulkan

sebanyak 400 paket dengan nilai investasi Rp 160.000.000.000.- Dengan

upaya peningkatan mutu biji kakao melalui kegiatan fermentasi diharapkan

terjadi peningkatan harga jual biji kakao. Dari Rp 38.000.-/Kg menjadi Rp

40.000.-/Kg (selisih Rp 2.000.-). Sejalan dengan upaya peningkatan

produktivitas maka pada akhir program diharapkan total produksi kawasan

Sulawesi Tenggara mengalami peningkatan.

Tabel 7.15. Sarana Pasca Panen Di Sulawesi TenggaraTahun 2016 - 2019

Kabupaten

Arealkakao

Saat ini

Target2019

Rencana Sarana Pasca Panen Kakao Sultra( Rp. 40 juta / unit desa )

(Ha) (unit) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 128 32 32 32 32 51.200.000.000

Kolaka 29.754 48 12 12 12 12 19.200.000.000

Koltim 67.212 108 27 27 27 27 43.200.000.000

Konawe 16.088 28 7 7 7 7 11.200.000.000

Konsel 20.316 32 8 8 8 8 12.800.000.000

Muna 8.697 12 3 3 3 3 4.800.000.000

Muna Barat 11.387 12 3 3 3 3 4.800.000.000

Bombana 10.245 16 4 4 4 4 6.400.000.000

Konut 4.269 8 2 2 2 2 3.200.000.000

Buton 3.369 4 1 1 1 1 1.600.000.000

Butur 3.207 4 1 1 1 1 1.600.000.000

Sultra 254.108 400 100 100 100 100 160.000.000.000

PENGEMBANGAN INDUSTRI HILIR

Pengembangan agro industri hilir perdesaan dilaksanakan dengan

cara menjalin kemitraan dengan Industri. Petani sebagai penyedia bahan

baku berupa biji kakao yang sesuai standar SNI. Selanjutnya industri

menghasilkan powder yang sebagian dijual kembali kepada petani untuk

Page 117: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 117

diolah oleh ibu-ibu rumah tangga menjadi berbagai produk coklat dengan

tujuan pasar domestik, sekaligus mengatasi over produksi powder pada

industri coklat.

Tabel 7.16. Pengembangan Industri HilirTahun 2016 - 2019

Kabupaten

Arealkakao

saat ini

TargetIndustri

Hilir2019

Rencana Pengembangan Industri HilirKakao Sultra (unit)

(Ha) (Unit) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 8 2 2 2 2 2.400.000.000

Kolaka 29.754 5 2 1 1 1 1.500.000.000

Koltim 67.212 9 2 3 2 2 2.700.000.000

Konawe 16.088 4 1 1 1 1 1.200.000.000

Konsel 20.316 4 1 1 1 1 1.200.000.000

Muna 8.697 2 1 - 1 - 600.000.000

Muna Barat 11.387 2 - 1 - 1 600.000.000

Bombana 10.245 4 1 1 1 1 1.200.000.000

Konut 4.269 2 - - 1 1 6200.000.000

Buton 3.369 - - - - - -

Butur 3.207 - - - - - -

Sultra 254.108 40 10 10 10 10 12.000.000.000

Secara spasial rekomendasi beberapa rencana aksi pengembangankawasan berbasis komoditi kakao Sulawesi Tenggara tahun 2016 – 2019disajikan sebagaimana pada Gambar 7.1 sampai Gambar 7.12.

MANAJEMEN PERKEBUNAN RAKYAT, PENINGKATAN SDM,PENGUATAN KELEMBAGAAN TANI DAN PEMBERDAYAAN UPP

Manajemen atau tata kelola perkebunan kakao rakyat belum

dilaksanakan secara terencana dan berkesinambungan. Kondisi kakao

rakyat menghadapi berbagai persoalan (tingginya serangan hama dan

penyakit, mutu asalan) yang berdampak pada rendahnya produktivitas dan

Page 118: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 118

kurangnya kepastian harga menyebabkan sebagian petani mengganti

tanaman kakao dengan tanaman lain.

Untuk mengatasi persoalan ini, diperlukan langkah-langkah upaya

peningkatan produksi, produktivitas dan efisiensi usaha melalui upaya

peningkatan SDM petani dan petugas, penguatan kelembagaan petani

serta peningkatan fasilitas Unit Pelayanan Pengembangan (UPP).

Keberadaan UPP di setiap wilayah sentra pengembangan berperan

sebagai sentral layanan bagi masyarakat, wahana koordinasi antar

berbagai pihak terkait dan menjadi kantor bersama pelayanan terpadu

(Mantri Perkebunan, petugas UPP, Pengamat Hama, Penyuluh dan

petugas kredit). Kegiatan yang direncanakan berupa

pembinaan,pendampingan dan pelatihan petani, peningkatan kapasitas

petugas dan penyediaan sarana prasarana UPP.

MITIGASI

Kegiatan mitigasi ditujukan untuk memulihkan kesuburan tanah

(fisik, kimia dan biologi) kebun kakao serta untuk mengurangi dampak

negatif cekaman lingkungan. Dari luas lahan kebun kakao dikawasan

Sulawesi Tenggara saat ini 254.108 Ha. Usulan kegiatan mitigasi ini

sampai dengan tahun 2019 ditargetkan seluas 24.800 Ha dengan nilai

investasi Rp 124.000.000.000.-.Kondisi lahan saat ini dengan luas areal

254.108 Ha ternyata sebagian lahan kebun kakao mengalami degradasi

kesuburan akibat perubahan lingkungan dengan capaian produktivitas

tanaman kurang dari 1 ton/Ha. Melalui gerakan mitigasi diharapkan akan

terjadi peningkatan produktivitas ± 2 ton per hektar dan diikuti dengan

perbaikan mutu sesuai SNI.

Page 119: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 119

Tabel 7.17. Mitigasi Areal Pengembangan KakaoTahun 2016 - 2019

Kabupaten

Arealkakao

Saat ini

TargetMitigasi

2019

Rencana Mitigasi Sultra(Ha)

(Ha) (Ha) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 4.600 1.000 1.100 1.400 1.100 23.000.000.000

Kolaka 29.754 4.600 1.000 1.100 1.400 1.100 23.000.000.000

Koltim 67.212 4.700 1.100 1.200 1.200 1.200 23.500.000.000

Konawe 16.088 2.500 500 600 800 600 12.500.000.000

Konsel 20.316 2.500 500 600 800 600 12.500.000.000

Muna 8.697 700 100 200 200 200 3.500.000.000

Muna Barat 11.387 1.400 200 400 400 400 7.000.000.000

Bombana 10.245 1.100 300 200 400 200 5.500.000.000

Konut 4.269 900 100 200 400 200 4.500.000.000

Buton 3.369 900 100 200 400 200 4.500.000.000

Butur 3.207 900 100 200 400 200 4.500.000.000

Sultra 254.108 24.800 5.000 6.000 7.800 6.000 124.000.000.000

DATA BASE BERBASIS ICT

Database tetang perkakaoan merupakan salah satu komponen yang

penting dalam sistem informasi untuk pengembangan kakao di wilayah

Sultra sebagai pusat kawasan pengembangan kakao nasional, maupun ,

dalam rangka mendukung program perkakaoan nasional karena database

merupakan basis dalam menyediakan informasi bagi para pemakai

khususnya stakeholder yang terkait dengan kakao dan perekonomian

daerah, nasional dan global . Databse terdiri dari data yang akan

digunakan atau diperuntukan terhadap banyak user, dari masing-masing

user akan menggunakan data tersebut sesuai dengan tugas dan fungsinya

serta kepentingannya. Database yang diharapkan adalah data berkaitan

dengan perkakaon di Sultra (lahan, iklim, infrastruktur, SDM, ipteks,

produksi kakao, kualitas hasil dan diversivikasi produk , kelembagaan,

Page 120: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 120

produk olahan, pemasaran, publikasi dsb) dapat diakses dengan mudah

dan cepat serta akurat untuk mendukung pengembangan agroindustri

kakao di Sultra dan perkakaon nasional. Target pengembangan data base

berbasis ICT sampai tahun 2019 adalah 457 paket dengan totak anggaran

Rp 22.850.000.000,-

Tabel 7.18. Pengembangan DatabaseTahun 2016 - 2019

Kabupaten

Arealkakao

Saat ini

TargetDatabase

2019

Rencana Pengembangan Database Sultra(Paket)

(Ha) (Paket) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 62 14 16 16 16 3.100.000.000

Kolaka 29.754 48 10 12 14 12 2.400.000.000

Koltim 67.212 73 17 19 18 19 3.650.000.000

Konawe 16.088 54 12 14 14 14 2.700.000.000

Konsel 20.316 78 18 20 20 20 3.900.000.000

Muna 8.697 30 6 8 8 8 1.500.000.000

Muna Barat 11.387 29 6 8 7 8 1.450.000.000

Bombana 10.245 39 9 10 10 10 1.950.000.000

Konut 4.269 25 1 2 2 20 350.000.000

Buton 3.369 14 2 4 4 4 700.000.000

Butur 3.207 23 5 6 6 6 1.150.000.000

Sultra 254.108 457 100 119 119 119 22.850.000.000

TECHNOPARK BERBASIS KAKAO

Pengembangan teknopark berbasis kakao diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas tanamanan kakao, mutu hasil kakao dan

menumbuhkan wirausaha baru khususnya berasis kakoa sehingga dapat

meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani serta untuk kemajuan

dan kemandirian desa. Kegiatan dalam pengembangan teknopark meliputi

: penelitian dan aplikasi teknologi, pelatihan dan pendampingan, transfer

Page 121: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 121

teknologi serta pengembangan kelembagaan dan berusaha. Untuk

pengembangan technopark berbasis kakao di Sultra akan dibentuk

pelaksana kelompok kerja technopark yang terdiri dari Balai Diklat

Perkebunan, Badan Litbang, Akademisi, Pelaku usaha dan masyarakat

(LEM Sejahtera). Target technopark berbasis kakao sampai tahun 2019

adalah 99 paket dengan totak anggaran Rp 74.250.000.000,-

Tabel 7.19. Pengembangan Teknopark Berbasis Kakao (TBK) Tahun2016 - 2019

Kabupaten

Arealkakao

Saat ini

TargetTBK2019

Rencana Desa Teknopark Sultra(Paket)

(Ha) (Paket) 2016 2017 2018 2019 Total

Kolut 79.564 9 1 2 4 2 6.750.000

Kolaka 29.754 9 1 2 4 2 6.750.000

Koltim 67.212 9 1 2 4 2 6.750.000

Konawe 16.088 9 1 2 4 2 6.750.000

Konsel 20.316 9 1 2 4 2 6.750.000

Muna 8.697 9 1 2 4 2 6.750.000

Muna Barat 11.387 9 1 2 4 2 6.750.000

Bombana 10.245 9 1 2 4 2 6.750.000

Konut 4.269 9 1 2 4 2 6.750.000

Buton 3.369 9 1 2 4 2 6.750.000

Butur 3.207 9 1 2 4 2 6.750.000

Sultra 254.108 99 11 22 44 22 74.250.000.000

Page 122: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 122Gambar 7.1. Peta Rencana Perluasan Kakao Sulawesi Tenggara

Page 123: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 123Gambar 7.2. Peta Rencana Intesifikasi Kakao Sulawesi Tenggara

Page 124: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 124Gambar 7.3. Peta Rencana Rehabilitasi Kakao Sulawesi Tenggara

Page 125: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 125Gambar 7.4. Peta Rencana Peremajaan Kakao Sulawesi Tenggara

Page 126: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 126Gambar 7.5. Peta Rencana Pengutuhan Kakao Sulawesi Tenggara

Page 127: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 127Gambar 7.6. Peta Rencana Pengadaan Naungan/PelindungKakao Sulawesi Tenggara

Page 128: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 128Gambar 7.7. Peta Rencana Integrasi Kakao dan Ternak Sulawesi Tenggara

Page 129: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 129Gambar 7.8. Peta Rencana Pengembangan Usaha UPPO KakaoSulawesi Tenggara

Page 130: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 130Gambar 7.9. Peta Rencana Pengembangan Desa Mandiri Benih KakaoSulawesi Tenggara

Page 131: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 131Gambar 7.10. Peta Rencana Gerakan Pengendalian OPT KakaoSulawesi Tenggara

Page 132: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 132Gambar 7.11. Peta Rencana Sarana Pasca Panen KakaoSulawesi Tenggara

Page 133: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 133Gambar 7.12. Peta Rencana Sarana Pasca Panen KakaoSulawesi Tenggara

Page 134: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 134

DAFTAR PUSTAKA

Analisis Keuangan Publik Sulawesi Tenggara, 2014. MemeliharaMomentumPertumbuhan Tinggi, Berkelanjutan, dan InklusifdiSulawesi Tenggara Melalui Pembangunan SektorPertanian danInfrastruktur. Edisi Musrembang Provinsi.

Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bogor.

. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.

CSR/FAO Staff, 1983. Reconnaissance Land Resources Survey Centre forSoil research, Bogor. Indonesia.

Darwis, V dan N. K. Agustin. 2003. Perspektif Agribisnis Kakao di SulawesiTenggara. Pusat Analisis Sosek dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Dent, D. Dan A. Young, 1981. Soil Survey and Land Evaluation School andEnvironmental Science. University of East Anglea. Norwich.London.

Direktorat Jenderal Perkebunan, 2014. Statistik Perkebunan Indonesia(Kakao 2013-1015). Jakarta.

Djaenudin, D dan Basuni, 1994. Materi Latihan Evaluasi Lahan.Departemen Pertanian. Badan Pendidikan dan Latihan Pertaniandengan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor.

Djaenuddin.D., Basuni, Hardjowigeno.S., Subagyo,H., Sukardi.M.,Ismangun, Marsudi, Suharta.N., Hakim.L., Widagdo, Day.J.,Suwandi.S., Bachir dan Jordes, 1994. Kesesuaian Lahan UntukTanaman pertanian dan Tanaman Kehutanan. Centre For Soil andAgroclimate research. Bogor.

Ermiati., A. M. Hasibuan., A. Wahyudi. 2014. Profil Kelayakan UsahatniKakao di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. J. TIDP (3) :125-132.

FAO, 1976. A Framework for Land Evaluation. FAO. Soil Bulletin. No.32/I/ILRI Publication. No. 22. Rome. Italy. 30 h.

Page 135: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 135

Hardjowigeno, S., dan Widiatmaka.2001. Kesesuaian Lahan danPerencanaan Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah FakultasPertanian IPB. Bogor.

Listyati, D., A. Wahyudi., A. M. Hasibuan., 2014. Penguatan Kelembagaanuntuk Peningkatan Posisi Tawar Petani dalam Sistem PemasaranKakao. J. TIDP (1) : 15-28.

Pangudiyatno, 1988. Kebutuhan Data Lahan untuk PengembanganTanaman Keras (Perkebunan). Pusat Penelitian Tanah. Bogor.

PPTA, 1993. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan. Pusat Penelitian Tanah danAgroklimat Kerjasama Dengan Proyek Pembangunan PenelitianPertanian Nasional. Badan Penelitian dan PengembanganPertanian, Departemen Pertanian. Bogor.

Siregar, T.H.S., S. Riyadi, L. Nuraeni, 1988. Budidaya, Pengolahan danPemasaran Cokelat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sitorus, S.R.P., 1985. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito. Bandung.

, 2004. Evaluasi Sumber Daya Lahan. Tarsito. Bandung.

Page 136: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

Masterplan Kawasan Pengembangan Kakao Nasional di Sulawesi Tenggara 2016-2019

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 136

Page 137: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total
Page 138: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-138-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 138

Page 139: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-139-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 139

Page 140: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-140-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 140

Page 141: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-141-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 141

Page 142: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-142-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 142

Page 143: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-143-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 143

Page 144: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-144-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 144

Page 145: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-145-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 145

Page 146: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-146-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 146

Page 147: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-147-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 147

Page 148: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-148-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 148

Page 149: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-149-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 149

Page 150: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-150-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 150

Page 151: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-151-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 151

Page 152: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-152-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 152

Page 153: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-153-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 153

Page 154: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-154-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 154

Page 155: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-155-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 155

Page 156: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-156-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 156

Page 157: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-157-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 157

ROUTA

LATOMA

ASINUA

ABUKI

UEPAI

Sawa

Wolo

Konda

Abuki

Lapal

AtulaBaula

BarugaPoasia

PuwatuPohara

Tobisi

Mowewe

Kolaka

Timobu

Unaaha

Motaha

Landono

Kendari

Kendari

Andowia

Lambuya

Wanggudu

Toronipa

Sanggona

Wawotobi

Olopiono

RanomeetoLatambaga Rate-rate

Wondulako

Pondidaha

Batuputih

Dawi-dawi

Panggaluku

Ranteangin

Wanuambuteo

122°40'0"E

122°40'0"E

122°30'0"E

122°30'0"E

122°20'0"E

122°20'0"E

122°10'0"E

122°10'0"E

122°0'0"E

122°0'0"E

121°50'0"E

121°50'0"E

121°40'0"E

121°40'0"E

121°30'0"E

121°30'0"E

121°20'0"E

121°20'0"E

121°10'0"E

121°10'0"E

121°0'0"E

3°0'0"S 3°0'0"S

3°10'0"S 3°10'0"S

3°20'0"S 3°20'0"S

3°30'0"S 3°30'0"S

3°40'0"S 3°40'0"S

3°50'0"S 3°50'0"S

4°0'0"S 4°0'0"S

4°10'0"S 4°10'0"S

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PETA JALAN KABUPATEN KONAWE

DINAS PERKEBUNAN DAN HORTIKULTURAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

0 7 14 21 283,5Km

Skala 1:250.000

Sistim Grid : Grid Geografi dan Grid UTMDatum Horizontal : WGS_1984_UTM_Zone_51S

Proyeksi : Transverse Mercartor

Peta Orientasi

/

Sumber Data :1. Peta RBI Skala 1 : 25.000 Badan Informasi Geospasial (BIG)2. Data Program Perkebunan Berkelanjutan Tahun 2015

KEPALA DINAS PERKEBUNAN DAN HORTIKULTURAPROVINSI SULAWESI TENGGARA

Ir. BAMBANG, MMPembina Utama Muda Gol. IV/c

Nip. 19651108 199103 1 010

KETERANGAN :IbukotajalanSungai

Kebun Kakao Rakyat

Pemukiman

Batas KecamatanBatas Kabupaten-.-.-.-.-.-

Page 158: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-158-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 158

Page 159: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-159-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 159

Page 160: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-160-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 160

Page 161: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-161-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 161

Page 162: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-162-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 162

Page 163: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-163-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 163

Page 164: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-164-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 164

Page 165: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-165-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 165

Page 166: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-166-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 166

Page 167: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-167-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 167

Page 168: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-168-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 168

Page 169: BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang adalah wilayah perkebunan kakao di Sulawesi seluas 984.040 ha (5 7.24%) dengan total produksi 460.024 ton (6 4,85%) pada tahun 2013. Dari total

-169-

Dinas Perkebunan dan Hortikultura Provinsi Sulawesi Tenggara 169