653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang...

13
653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla serrata DENGAN PEMBERIAN PAKAN ALAMI BERBEDA JENIS PENGAYANYA Gunarto, Bunga Rante Tampangallo, Herlinah, dan Muhammad Nur Syafaat Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail: [email protected] ABSTRAK Kualitas pakan alami larva kepiting bakau, Scylla serrata dapat ditingkatkan dengan pengayaan terlebih dahulu sebelum diberikan ke larva. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis pengkaya terbaik untuk nauplius artemia yang dijadikan pakan larva kepiting bakau stadia zoea-3 hingga stadia megalopa dengan indikasi terjadi peningkatan rasio DHA/EPA, vitalitas larva meningkat, produksi krablet menjadi lebih banyak. Larva yang baru menetas dan sehat dipelihara di 12 unit bak fiber kerucut volume 250 L diisi air laut steril sebanyak 200 L masing-masing dengan padat tebar 100 ind./L. Larva diberi pakan rotifer dan nauplius artemia yang sudah diperkaya dengan HUFA. Selain itu, nauplius artemia juga dikayakan dengan beberapa jenis pengaya lainnya sebagai perlakuan yaitu a) nauplius artemia tidak diperkaya dengan jenis pengaya lainnya, b). nauplius artemia diperkaya dengan Nannochloropsis sp., c). nauplius artemia diperkaya dengan vitamin C, dan d). nauplius artemia diperkaya dengan Nannochloropsis sp. dan vitamin C. Masing-masing perlakuan dengan tiga kali ulangan. Monitoring dilakukan pada rasio DHA/EPA pada nauplius artemia yang diperkaya dengan jenis pengkaya berbeda, perkembangan dan populasi larva, kualitas air, populasi Vibrio sp., total hemosit dan produksi krablet dari setiap perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio DHA/EPA pada nauplius artemia yang diperkaya dengan Nannochloropsis sp. adalah tertinggi dibandingkan dengan jenis pengkaya lainnya. Nilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85), kemudian larva di perlakuan A dan D masing-masing dengan (4,58). Jumlah krablet D-10 terbanyak di perlakuan B (109,5 +36,1 ekor), disusul perlakuan C (82,0 +26,9 ekor), keduanya tidak berbeda nyata (P>0,05) tetapi keduanya berbeda nyata dengan produksi krablet di perlakuan D (33 +21,21 ekor) dan perlakuan A (27,5 +12,02 ekor). Produksi krablet tertinggi di perlakuan B tersebut didukung dengan jumlah sel haemosit tertinggi pada larva zoea-5 di perlakuan B. KATA KUNCI: larva Scylla serrata; pengaya; HUFA; vitamin C; Nannochloropsis sp. PENDAHULUAN Kepiting bakau jenis Scylla spp. mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di pasaran negara-negara kawasan Asia Tenggara termasuk di Filipphina (Baylon, 2011), di Malaysia (Anuar et al., 2011), di Vietnam (Truong et al., 2007), dan di Indonesia (Zafran et al., 2004; Gunarto et al., 2011). Pembenihan kepiting bakau baik di Indonesia maupun di luar negeri telah banyak dilakukan (Quinitio et al., 2001; Hamasaki et al., 2002; Truong et al., 2007; Anuar et al., 2011; Suprayudi et al., 2012; Gunarto et al., 2014), namun hingga sekarang teknologi produksi benih secara massal belum dikuasai. Vitalitas larva kepiting bakau selain ditentukan oleh kualitas telurnya juga ditentukan oleh kualitas pakan larva tersebut (rotifer dan nauplius artemia), terutama kandungan DHA, EPA (Truong et al., 2007; Gunarto & Herlinah, 2015) dan total asam lemak 3 (Churchil, 2003). endahnya kualitas pakan larva menyebabkan vitalitas larva rendah berakibat pada jumlah larva yang berhasil berkembang hingga stadia krablet sedikit. Perbaikan kualitas pakan untuk larva mutlak harus dilakukan dalam rangka meningkatkan produksi krablet. Pemilihan bahan pengaya rotifer dan nauplius artemia yang tepat mampu meningkatkan rasio DHA/EPA, mempercepat pertumbuhan larva dan meningkatkan sintasan larva adalah sangat penting. Oleh karena itu, perlu diketahui apakah rotifer dan nauplius artemia cukup hanya diperkaya dengan HUFA (High Unsaturated Fatty Acid) atau diperkaya dengan fitolpankton, Nannochloropsis . atau diperkaya dengan vitamin C, askorbil palmitat atau harus dikombinasi antara bahan pengayanya tersebut. Fitoplankton jenis Nannochloropsis sp. baik yang

Transcript of 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang...

Page 1: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016

PEMELIHARAAN LARVA KEPITING BAKAU, Scylla serrata DENGANPEMBERIAN PAKAN ALAMI BERBEDA JENIS PENGAYANYA

Gunarto, Bunga Rante Tampangallo, Herlinah, dan Muhammad Nur SyafaatBalai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau

Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi SelatanE-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kualitas pakan alami larva kepiting bakau, Scylla serrata dapat ditingkatkan dengan pengayaan terlebihdahulu sebelum diberikan ke larva. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui jenis pengkaya terbaikuntuk nauplius artemia yang dijadikan pakan larva kepiting bakau stadia zoea-3 hingga stadia megalopadengan indikasi terjadi peningkatan rasio DHA/EPA, vitalitas larva meningkat, produksi krablet menjadi lebihbanyak. Larva yang baru menetas dan sehat dipelihara di 12 unit bak fiber kerucut volume 250 L diisi air lautsteril sebanyak 200 L masing-masing dengan padat tebar 100 ind./L. Larva diberi pakan rotifer dan naupliusartemia yang sudah diperkaya dengan HUFA. Selain itu, nauplius artemia juga dikayakan dengan beberapajenis pengaya lainnya sebagai perlakuan yaitu a) nauplius artemia tidak diperkaya dengan jenis pengayalainnya, b). nauplius artemia diperkaya dengan Nannochloropsis sp., c). nauplius artemia diperkaya denganvitamin C, dan d). nauplius artemia diperkaya dengan Nannochloropsis sp. dan vitamin C. Masing-masingperlakuan dengan tiga kali ulangan. Monitoring dilakukan pada rasio DHA/EPA pada nauplius artemia yangdiperkaya dengan jenis pengkaya berbeda, perkembangan dan populasi larva, kualitas air, populasi Vibriosp., total hemosit dan produksi krablet dari setiap perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasioDHA/EPA pada nauplius artemia yang diperkaya dengan Nannochloropsis sp. adalah tertinggi dibandingkandengan jenis pengkaya lainnya. Nilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B(4,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85), kemudian larva di perlakuan A dan D masing-masing dengan(4,58). Jumlah krablet D-10 terbanyak di perlakuan B (109,5+36,1 ekor), disusul perlakuan C (82,0+26,9ekor), keduanya tidak berbeda nyata (P>0,05) tetapi keduanya berbeda nyata dengan produksi krablet diperlakuan D (33+21,21 ekor) dan perlakuan A (27,5+12,02 ekor). Produksi krablet tertinggi di perlakuanB tersebut didukung dengan jumlah sel haemosit tertinggi pada larva zoea-5 di perlakuan B.

KATA KUNCI: larva Scylla serrata; pengaya; HUFA; vitamin C; Nannochloropsis sp.

PENDAHULUAN

Kepiting bakau jenis Scylla spp. mempunyai nilai ekonomis yang tinggi di pasaran negara-negarakawasan Asia Tenggara termasuk di Filipphina (Baylon, 2011), di Malaysia (Anuar et al., 2011), diVietnam (Truong et al., 2007), dan di Indonesia (Zafran et al., 2004; Gunarto et al., 2011). Pembenihankepiting bakau baik di Indonesia maupun di luar negeri telah banyak dilakukan (Quinitio et al., 2001;Hamasaki et al., 2002; Truong et al., 2007; Anuar et al., 2011; Suprayudi et al., 2012; Gunarto et al.,2014), namun hingga sekarang teknologi produksi benih secara massal belum dikuasai.

Vitalitas larva kepiting bakau selain ditentukan oleh kualitas telurnya juga ditentukan oleh kualitaspakan larva tersebut (rotifer dan nauplius artemia), terutama kandungan DHA, EPA (Truong et al.,2007; Gunarto & Herlinah, 2015) dan total asam lemak 3 (Churchil, 2003). endahnya kualitaspakan larva menyebabkan vitalitas larva rendah berakibat pada jumlah larva yang berhasil berkembanghingga stadia krablet sedikit. Perbaikan kualitas pakan untuk larva mutlak harus dilakukan dalamrangka meningkatkan produksi krablet. Pemilihan bahan pengaya rotifer dan nauplius artemia yangtepat mampu meningkatkan rasio DHA/EPA, mempercepat pertumbuhan larva dan meningkatkansintasan larva adalah sangat penting. Oleh karena itu, perlu diketahui apakah rotifer dan naupliusartemia cukup hanya diperkaya dengan HUFA (High Unsaturated Fatty Acid) atau diperkaya denganfitolpankton, Nannochloropsis. atau diperkaya dengan vitamin C, askorbil palmitat atau harusdikombinasi antara bahan pengayanya tersebut. Fitoplankton jenis Nannochloropsis sp. baik yang

Page 2: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

654Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla serrata ..... (Gunarto)

masih hidup ataupun telah dikonsentrasi (dalam bentuk pasta) telah digunakan untuk memperkayarotifer maupun nauplius artemia (Matthew et al., 2006: Gunarto & Herlinah, 2013).

Vitamin C dapat berfungsi sebagai stimulan untuk sistem pertahanan tubuh non spesifik, sehinggadiharapkan mampu meningkatkan kekebalan tubuh non sp.esifik pada larva kepiting bakau yangdipelihara pada akhirnya akan meningkatkan produksi krablet. Tujuan penelitian adalah mendapatkanjenis pengaya terbaik untuk pakan (nauplius Artemia) yang diberikan ke larva kepiting bakau stadiazoea-3 hingga menjadi megalopa dengan indikasi terjadi peningkatan rasio DHA/EPA, vitalitas larvameningkat, produksi krablet menjadi lebih banyak.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilakukan di hatcheri kepiting bakau di Instalasi Penelitian Marana, Maros, milik BalaiPenelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, pada bulan Agustus-Nopember tahun 2015. Larvakepiting bakau yang baru menetas stadia zoea-1 dan sehat dipelihara di dalam bak fibre glass kerucutkapasitas 250 L, diisi air laut steril salinitas 30 ppt sebanyak 200 L. Larva ditebar dengan kepadatan100 ekor/L. Larva pada stadia zoea-1 diberi pakan rotifera dengan kepadatan 20 ind./ mL yangdiperkaya dengan HUFA dosis 100 mg/L. Setelah mencapai stadia zoea-3, selain rotifera, larva juga

diberi pakan naupli artemia juga diperkaya dengan HUFA dosis 200 mg/L. Pemberian pakan larvasecara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Naupli artemia sebelum diberikan ke larva zoea-3 hingga stadia megalopa, terlebih dahuludiperkaya dengan berbagai bahan pengkaya tambahan sebagai perlakuan yaituA) Naupli artemia tidak ditambahkan bahan pengkaya hanya pengkaya HUFA sesuai SOPB) Naupli artemia diperkaya dengan Nannochloropsis sp. (636 x 104 sel/mL)C) Naupli artemia diperkaya dengan vitamin C (ascorbil palmitat) dosis 250 mg/L.D) Nauplius artemia diperkaya dengan vitamin C (ascorbil palmitat) dosis 250 mg/L dan Nannochloropsis

sp. (636 x 104 sel/mL).

Pengayaan rotifer dengan HUFA 100 mg/L dilakukan selama satu jam (hasil terbaik uji pendahuluan),sedangkan pengayaan nauplius artemia dengan bahan pengkaya tambahan seperti Nannochloropsissp. dan vitamin C, askorbil palmitat dilakukan selama 5 jam (hasil terbaik uji pendahuluan). Khususpada perlakuan B dan D, setelah larva masuk ke stadia zoea-5, nauplius Artemia yang akan dijadikanpakan larva tersebut diperkaya dengan Nannochloropsis sp. (Tabel 2). Kandungan vitamin C, DHA, EPAdan ARA pada rotifera dan naupli artemia yang telah diperkaya dengan vitamin C askorbil palmitat,HUFA dan Nannochloropsis sp. masing-masing dikeringkan dalam freeze drier, kemudian masing-masingsampel sebanyak 2 g baik dari rotifer maupun naupli artemia yang telah diperkaya, selanjutnyadikirim ke PT Saraswanti Indo Genetech, di Bogor untuk dianalisis kandungan vitamin C, asam askorbatdengan metode titrasi juga kandungan DHA, EPA dan ARA.

Kepadatanrotifera

KepadatanNaupli Artemia

(ind./mL) (ind/mL)Zoea-1 1 20Zoea-2 1 20Zoea-3 1 20 1Zoea-4 1 10 2Zoea-5 1 - 2

Megalopa 1 - 2

StadiaFrekuensi

pemberianpakan

Tabel 1. Dosis pakan harian yang diberikan selama pemeliharaanlarva kepiting bakau

Page 3: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

655 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016

Pergantian air pada saat pemeliharaan larva mulai dilakukan setelah tujuh hari pemeliharaanyaitu sebanyak 5% dari volume total. Selanjutnya jumlah air yang diganti disesuaikan dengan kondisiair pemeliharaan larva. Populasi larva zoea-1 hingga zoea-5 dimonitor dengan cara mengambil airbeberapa kali menggunakan mangkok yang telah diketahui volume airnya. Jumlah larva yang ikutdalam air tersebut dihitung dan dirata-ratakan selanjutnya dikonversi ke volume air satu liter danvolume air bak. Sampel larva sebanyak 20 ekor dari setiap perlakuan diambil untuk dimonitorperkembangan larva. Untuk membandingkan perkembangan larva di antara ke empat perlakuan,maka dihitung rata-rata indek perkembangan larva (IPL) dari setiap perlakuan berdasarkan metodedari Truong et al. (2007) yaitu dengan cara menentukan nilai untuk setiap stadia, zoea-1 = 1, zoea-2 = 2 dan seterusnya sampai pada megalopa dengan nilai = 6. Penentuan nilai IPL adalah sebagaiberikut, misalnya dari 30 zoea yang diambil sebagai sampel terdiri dari 17 ekor Zoea-5, 10 ekorzoea-4 dan tiga ekor zoea-3. Dengan demikian nilai IPL adalah:

Panjang duri dorsal, karapas dan abdomen larva diamati dengan cara melakukan pengukuranmenggunakan mikroskop inverted terhadap sampel larva sebanyak 10 ekor dari setiap ulangan disetiap perlakuan pada hari ke 11 dan 20 pemeliharaan. Larva, selain diukur juga diambil sampellarva stadia zoea-5 untuk melihat parameter imun yaitu total sel hemositnya. Perhitungan totalhemosit mengacu pada metode dari Blakxhall dan Daishley (1973) dengan beberapa modifikasi.Sebanyak 10 ekor larva zoea-5 diambil kemudian ditiriskan diatas tissu lalu dimasukkan ke dalamefendorf yang telah berisi 300 µL antikoagulan kemudian digerus. Sebanyak 20 µL cairan tersebutdiambil dan diteteskan ke hemositometer untuk pengamatan total sel hemosit dan 100 µL diambiluntuk pengamatan proPO. Sel hemosit dihitung dengan bantuan mikroskop cahaya binokuler padapembesaran 400x. Total sel hemosit dihitung menggunakan rumus (Blakxhall dan Daishley (1973):

di mana:N = Jumlah sel hemosit (sel/mL)1, n2, n3, n4, n5 = jumlah sel hemosit dalam kotak kecil hemositometer.25 x 104 = ketetapan untuk satuan volume haemositometer dalam mL

Tabel 2. Perlakuan pengayaan naupli artemia sebelum diberikan sebagai pakan larva kepiting bakauS. serrata.

Perlakuan

Pengayaan rotifer(diberikan padastadia zoea-1 s/d

stadia zoea-3)

Pengayaan naupliartemia (diberikanpada stadia zoea-3

s/d stadiamegalopa

Pengayaan naupliartemia dengan Vit C

(diberikan padastadia zoea-3 s/dstadia megalopa)

Pengayaan naupliartemia dengan

Nannochloropsis sp.(diberikan pada stadia

zoea-5 s/d stadiamegalopa)

A HUFA (100 mg/L) HUFA (200 mg/L) - -B HUFA (100 mg/L) HUFA (200 mg/L) - 6.360.000 sel/mLC HUFA (100mg/L) HUFA (200 mg/L) Vitamin C 250 mg/L -D HUFA (100mg/L) HUFA (200 mg/L) Vitamin C 250 mg/L 6.360.000 sel/mL

4,4730

17x5 4x103x3

410x25x5

n5n4n3n2nN

Page 4: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

656Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla serrata ..... (Gunarto)

Setelah mulai muncul megalopa, maka larva dipindahkan ke bak fiber bulat volume 4 ton yangdiisi air laut steril salinitas 30 ppt sebanyak 2 ton dan air dibuat sirkulasi dengan bantuan aerasi.Populasi megalopa yang muncul di bak 4 ton dimonitor dengan cara mengambil air dengan mangkokvolume 1000 mL di tiga titik berbeda di bak pemeliharaan larva. Jumlah megalopa dan larva yangmasih stadia zoea yang masuk ke dalam air di mangkok dihitung. Pengambilan hingga mencapaijumlah larva tertentu, misalnya 90 ekor dan dihitung jumlah megalopa yang ikut terbawa masukselanjutnya dijadikan nilai Indeks Kemunculan megalopa. Jumlah krablet yang dihasilkan dihitungdengan cara dipanen total krablet yang dihasilkan setelah krablet berumur 10 hari.

Sebagai data penunjang dilakukan pengukuran beberapa peubah kualitas air media pemeliharaanlarva yang meliputi amoniak, nitrit, BOT, total Vibrio sp.. Untuk mengetahui pengaruh perlakuanpada sintasan larva, megalopa dan produksi kepiting muda, maka data yang diperoleh dari setiapperlakuan dibandingkan dan dianalisis menggunakan analisis varians pola Rancangan Acak Lengkap(RAL). Sebagai alat bantu untuk melaksanakan uji statistik tersebut digunakan paket program SP.SS(Statical Product Service Solution).

HASIL DAN BAHASAN

Pengkayaan rotifer dan nauplius Artemia dengan HUFA (High Unsaturated Fatty Acid) adalahmerupakan standart operational prosedure dalam pemeliharaan larva untuk meningkatkan kandunganDHA dan EPA pada rotifer dan nauplius Artemia sehingga kualitas sebagai pakan larva meningkat.Dengan pakan kualitas lebih bagus, larva mampu berkembang dan sukses bermetamorfosis ke stadiaberikutnya hingga sampai ke stadia krablet, meningkatkan sintasan, pertumbuhan dan tahan stres(Karim, 2006). Hasil analis kandungan DHA, EPA, ARA dan rasio DHA/EPA pada rotifer dan naupliusArtemia yang dikayakan dengan HUFA disajikan pada Tabel 3.

Rotifer yang tidak diperkaya dengan HUFA diperoleh rasio DHA/EPA paling rendah yaitu 0,063.Pengayaan rotifera dengan HUFA pada konsentrasi 100 mg/L yang terbaik adalah dengan lamapengayaan satu jam. Hal ini dilihat dari rasio DHA/EPA yang paling tinggi (0,861) jika dibandingkandengan pengayaan rotifer dengan HUFA dengan lama waktu pengayaan dua dan tiga jam, masing-masing diperoleh rasio DHA/EPA adalah 0,616 dan 0,649. Nauplius Artemia yang tidak diperkayadengan HUFA diperoleh rasio DHA/EPA = 0,073. Sedangkan nauplius Artemia yang diperkaya denganHUFA 200 mg/L rasio DHA/EPA = 0,6. Namun setelah nauplius Artemia diperkaya dengan HUFA danvitamin C, terjadi penurunan rasio DHA/EPA = 0,475. Hal ini berbeda apabila nauplius Artemia diperkayaHUFA dan Nannochloropsis sp. akan terjadi peningkatan yaitu rasio DHA/EPA = 0,743.

Pengayaan nauplius Artemia dengan HUFA dan vitamin C, harus di atas dua jam agar diperolehkandungan vitamin C yang tinggi (>1000 µg/g bobot kering). Berdasarkan hasil analisis terhadap

Tabel 3. Kandungan DHA, EPA, ARA dan rasio DHA/EPA pada rotifera dan nauplius Artemia yangdikayakan dengan HUFA

DHA EPA ARA Rasio(mg/100g) (mg/100g) (mg/100g) DHA/EPA

Rotifera/Rotifer, Brachionus sp. 3,28 52,03 0,063Rotifera/Rotifer HUFA 100 mg/L 1 jam 330 383,3 114,3 0,861Rotifera/Rotifer HUFA 100 mg/L 2 jam 357,5 580,3 106,8 0,616Rotifera/Rotifer HUFA 100 mg/L 3 jam 346,9 533,7 163,6 0,649Rotifera HUFA 100 mg/L 3 jam & Nannochloropsis sp. 3,42 23,26 21,65 0,147Artemia 19 260 93,7 0,073Artemia Vit C 250 mg/L 5 jam 11,8 298,9 103,5 0,039Artemia HUFA 200 mg/L 5 jam 255 425 123,1 0,6Artemia HUFA 200 mg/L Vit C 250 mg/L 5 jam 165,45 348,55 110 0,475Artemia HUFA 200 mg/L Nanno Vit C250 mg/L 5 jam 219 388 119 0,564Artemia HUFA 200 mg/L Nannochloropsis sp. 5 jam 273,05 367,05 106,05 0,743

Sampel

Page 5: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

657 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016

kandungan vitamin C setelah nauplius Artemia diperkaya dengan vitamin C, periode pengayaanterbaik adalah selama 5 jam. Nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan vitamin C 250 mg/L selama 5 jam adalah yang terbaik karena mengandung vitamin C tertinggi yaitu sebanyak 1711,87

µg/g berat kering, dibandingkan dengan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan vitaminC 250 mg/L selama 2 jam (961,54 µg/g berat kering) dan nauplius Artemia yang diperkaya denganHUFA dan vitamin C selama 10 jam (1452,2 µg/g bobot kering) (Tabel 4).

Perkembangan Larva Kepiting Bakau

Perkembangan larva hingga mencapai krablet diperlukan beberapa kali metamorfosis yaitu darilarva stadia zoea-1 berkembang menjadi larva stadia zoea-2. Pada periode tersebut populasi larvamasih cukup tinggi (>80%) di semua perlakuan. Dari stadia zoea-2 ke zoea-3 populasi larva tertinggidijumpai di perlakuan B (70,81%). Populasi larva terendah (62,01%) di perlakuan C, sedangkanperlakuan A dan D populasi larva masing-masing sekitar (65%).

Penurunan populasi larva cukup drastis terjadi pada stadia zoea-3 ke zoea-4 di semua perlakuan.Penurunan populasi larva tertinggi dijumpai di perlakuan B sekitar 41%, kemudian disusul olehperlakuan A sekitar 34%, perlakuan D 33% dan selanjutnya yang paling rendah (31%) adalah diperlakuan C. Penurunan populasi larva terus berlanjut hingga mencapai stadia zoea-5. Pada stadiatersebut populasi larva di perlakuan A sebanyak 6,68+ 2,89%, perlakuan B sebanyak 10,04+6,30%,perlakuan C sebanyak 9,32+0,56% dan perlakuan D adalah sebanyak 5,72+1,69%. Dengan demikiannampak bahwa pada stadia zoea-5 baru kelihatan pengaruh perlakuan terhadap sintasan larva, dimanasintasan tertinggi adalah larva di perlakuan B (larva yang diberi pakan rotifer dan nauplius Artemiayang diperkaya dengan HUFA dan Nannochloropsis sp.) dan perlakuan C (larva yang diberi pakanrotifer dan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan vitamin C). Hal ini sejalan denganyang dikemukakan Suprayudi (2003) bahwa Nannochloropsis sp. memiliki potensi yang baik sebagaibahan pengkaya karena memiliki profil asam lemak yang baik ditinjau dari ketersediaan n-3 HUFA.Nannochloropsis sp. memiliki kandungan triglicerida (TAG) yang tinggi dan merupakan algae tunggalyang mempunyai kandungan nutrien yang lengkap seperti protein, mineral dan vitamin.

Pada hari ke-19 pemeliharaan larva, mulai muncul megalopa, namun tidak secara sinkron. Moni-toring populasi megalopa di bak kerucut di hari pertama kemunculannya masih sangat rendah yaitusatu individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuan A, satu individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuanB, enam individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuan C dan dua individu megalopa/90 zoea-5 padaperlakuan D. Pada hari kedua kemunculan megalopa terjadi sedikit peningkatan jumlah megalopayaitu menjadi dua individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuan A, 12 individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuan B, 12 individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuan C dan tujuh individu megalopa/90 zoea-5 pada perlakuan D (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa pakan larva yang diperkayadengan tambahan bahan pengkaya seperti Nannochloropsis sp. (perlakuan B) dan vitamin C (perlakuanC), sedikit meningkatkan kecepatan perkembangan larva dibanding apabila pakan larva hanyadiperkaya dengan bahan pengkaya dasar seperti hanya dengan HUFA atau pakan larva diperkayadengan kombinasi Nannochloropsis sp. dan vitamin C.

Vit C(µg/g bobot kering)

1 Artemia 3102 Artemia HUFA 200 mg/L Vit C 250 mg/L 2 jam 961,543 Artemia HUFA 200 mg/L Vit C 250 mg/L 5 jam 1711,874 Artemia HUFA 200 mg/L Vit C 250 mg/L 10 jam 1452,2

No Sampel

Tabel 4. Kandungan vitamin C pada rotifera dan nauplius Artemia yang diperkayadengan vitamin C

Page 6: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

658Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla serrata ..... (Gunarto)

Tabe

l 5.

Kepa

data

n se

tiap

sta

dia

larv

a hi

ngga

men

jadi

kra

blet

pad

a la

rva

yang

di

beri

pak

an n

aupl

ius

Arte

mia

yan

g di

perk

aya

deng

anN

anno

chlo

rops

is sp

.da

n vi

tam

in C

, as

corb

il pa

lmit

at.

Page 7: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

659 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016

Berdasarkan hasil analisis kandungan DHA dan EPA, nampak bahwa pada artemia yang diperkayadengan HUFA dan Nannochloropsis sp. mempunyai rasio DHA/EPA tertinggi yaitu =0,743. Nannochloropsissp. adalah satu diantara beberapa jenis fitoplankton yang terbaik untuk pakan rotifer, dengankandungan asam lemak 20:5ù-3 (EPA) sebanyak 3,84-4,31% berat kering (Zitteli et al., 1999).Penambahan Nannochloropsis sp. pada pemeliharaan larva ikan/crustasea mampu meningkatkan vitalitaslarva, kandungan EPA dan DHA pada rotifer yang ada di bak larva menjadi meningkat, dibandingkandengan rotifer yang tidak diperkaya dengan Nannochloropsis sp. (Okauchi, 2004).

Larva kepiting bakau S. serrata dan S. paramamosain memerlukan n-3HUFA pada tingkat yanglebih tinggi pada waktu pakannya berupa artemia, bila dibandingkan pada waktu larva pakannyaberupa rotifer (Takeuchi & Murakami, 2007). Oleh karena itu dosis pengkayaan dengan HUFA jugalebih tinggi pada nauplii artemia dimana pada penelitian ini nauplius Artemia diperkaya denganHUFA pada konsentrasi 200 mg/L, padahal menurut Truong et al. (2007) untuk larva S. paramamosaindosis untuk pengkayaan nauplius Artemia hanya mencapai 100 mg/L. Hal yang berlawanan dilaporkanoleh Davis (2004) bahwa meskipun larva diberi pakan artemia yang diperkaya dengan HUFA danterjadi peningkatan kandungan HUFA di larva, tetapi hal tersebut tidak berkorelasi secara signifikandengan peningkatan perkembangan, sintasan dan metamorfosis larva. Gunarto & Herlinah , (2015)melaporkan bahwa rasio DHA/EPA meningkat lebih tinggi sebanyak 69,23% pada rotifera yang diperkayadengan HUFA dan pada nauplius Artemia hanya meningkat sebanyak 28,72%.

Berdasarkan pengamatan di bawah mikroskop dari sampel larva yang diambil dari setiap perlakuan,nampak bahwa setelah 19 hari pemeliharaan larva di perlakuan A meskipun sudah didominasi olehlarva stadia zoea-5 dan mulai muncul megalopa yaitu sebanyak 58,3%, dan sisanya adalah larvastadia zoea-3 dan zoea-4 yaitu sebanyak 41,7%. Di perlakuan B menunjukkan 33,3% larva stadiazoea-4 dan 66,7% adalah larva stadia zoea-5 dan megalopa. Di perlakuan C larva terdiri dari zoea-4sebanyak 41,7%. dan zoea-5 serta megalopa sebanyak 59,3%,. Sedangkan di perlakuan D larva stadiazoea-4 sebanyak 50% dan zoea-5 dan megalopa sebanyak 50%. Apabila dilihat dari nilai IndeksPerkembangan Larva (IPL) yang tertinggi adalah di perlakuan B (4,91) disusul oleh larva di perlakuanC (4,85), kemudian larva di perlakuan A dan D masing-masing dengan nilai Indek perkembanganlarva yang sama (4,58).

Jumlah krablet D-10 terbanyak diperoleh di perlakuan B (109,5+36,1 ekor), di mana larva diberipakan rotifer dan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan tambahan bahan pengkayaberupa Nannochloropsis sp., kemudian disusul oleh larva di perlakuan C (82,0+26,9 ekor) di manalarva diberi pakan rotifer dan nauplius Artemia yang dikayakan dengan HUFA dan tambahan bahanpengkaya berupa vitamin C. Selanjutnya larva di perlakuan D (33+21,21 ekor) di mana larva diberipakan rotifer dan nauplius Artemia yang dikayakan dengan HUFA, dan tambahan bahan pengkayaberupa vitamin C dan Nannochloropsis sp. Jumlah krablet yang paling sedikit (27,5+12,02 ekor) adalahdi perlakuan A di mana larva diberi pakan rotifer dan nauplius Artemia yang diperkaya denganbahan pengkaya dasar berupa HUFA. Berdasarkan analisis statistik jumlah krablet di perlakuan B danC tidak berbeda nyata (P>0,05), tetapi keduanya berbeda nyata (P<0,05) dengan jumlah krabletyang dihasilkan pada berlakuan A dan D.

Rendahnya jumlah krablet di semua perlakuan disebabkan karena produksi megalopa juga rendahdi semua perlakuan dengan demikian zoea-5 mengalami gagal molting menjadi megalopa dan tidaksemua megalopa yang ada sukses menjadi krablet. Hamasaki et al. (2002) melaporkan bahwa kematianlarva S. serrata stadia zoea-5 secara massal gagal menjadi megalopa akibat gagal molting karena dibak larva stadia zoea-5 terlalu padat ditambahkan Nannochloropsis sp..yaitu mencapai kepadatan1x1010 sel/mL sehingga larva zoea-5 banyak mengalami abnormal. Pada penelitian ini Nannochloropsissp. tidak ditambahkan langsung ke bak larva seperti yang dilakukan oleh Hamasaki et al. (2002),tetapi Nannochloropsis sp. dengan kepadatan 638 x 104 sel/mL hanya digunakan untuk pengkayaannauplius Artemia selama lima jam sebelum nauplius Artemia diberikan ke larva zoea-5 dan megalopasebagai pakannya. Pada penelitian ini sintasan dari larva S. serrata dari stadia zoea-1 hingga menjadikrablet masih <1%, sedangkan di India untuk sp.esies S. tranquebarica dilaporkan telah diperolehsintasan sebanyak 6,9% (Thirunavukkarasu et al, 2014).

Page 8: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

660Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla serrata ..... (Gunarto)

Nannochloropsis sp. banyak mengandung EPA, sehingga kalau terlalu banyak di bak larva, makarotifer akan banyak makan Nannochloropsis sp., sehingga kandungan EPA dalam rotifer terlalu tinggidan akan menyebabkan larva tumbuh secara tidak normal (hypermorfogenesis) (Hamasaki et al., 2002).Menurut Suprayudi et al. (2002) rotifer dengan kandungan asam lemak esensial sebanyak 0,8% n-3HUFA adalah yang paling optimum meningkatkan sintasan larva hingga stadia krablet-1. Selanjutnyadikemukakan pula bahwa nauplius Artemia yang diperkaya dengan kombinasi fosfolipid dan asamlemak esensial menyebabkan terjadinya peningkatan ganti kulit lebih sinkron/serentak pada larvakepiting bakau S. serrata. Selanjutnya dikemukakan bahwa larva kepiting bakau, S. serratamembutuhkan 0,5% kolesterol pada pakan hidupnya, sehingga larva bisa tumbuh maksimal dengansintasan yang tinggi. (Suprayudi et al., 2012).

Rendahnya produksi krablet pada penelitian ini juga diakibatkan terjadinya kematian megalopayang sudah turun ke dasar bak dan gagal bermetamorfosis menjadi krablet. Selain itu, juga disebabkantidak semua zoea-5 berhasil menjadi megalopa, tetapi mati pada waktu dipindah dari bak kerucut kebak segi empat/bulat volume 4 ton. Kematian larva zoea-5 dan megalopa yang demikian kemungkinanakibat larva mudah sekali stres dan akhirnya mati sesudah dipindah. Selain itu rendahnya produksikrablet karena produksi megalopa juga rendah, akibat larva tidak berkembang secara sinkron tetapisangat bervariasi perkembangannya, sehingga kemunculan megalopa juga tidak secara sinkron.

Ukuran Larva Kepiting Bakau yang Diberi Pakan Diperkaya dengan Bahan Pengaya Berbeda

Hasil monitoring ukuran larva S. serrata pada hari ke-11 pemeliharaan larva di mana larva sebagiansudah mulai masuk ke stadia zoea-3, nampak bahwa larva di perlakuan D ukurannya lebih besar danberbeda nyata (P<0,05) dengan ukuran larva di perlakuan A, B dan C (Tabel 6). Setelah umur 20 haripemeliharaan larva, di mana larva sudah mulai menjadi megalopa, dijumpai ukuran panjang duridorsal, panjang abdomen dan lebar karapas di perlakuan A, B, C dan D tidak berbeda nyata (P>0,05).Sedangkan ukuran panjang tubuh larva tertinggi dijumpai pada larva di perlakuan C, disusul olehlarva di perlakuan B dan keduanya tidak berbeda nyata (P>0,05), tetapi keduanya berbeda nyata

(P<0,05) dengan panjang tubuh larva di perlakuan A dan D (Tabel 7). Dengan demikian dapatdisimpulkan bahwa pertumbuhan larva di perlakuan D hingga hari ke-11 sangat cepat, namun haltersebut tidak berlangsung hingga larva mencapai stadia megalopa (hari ke-20). Hal ini karena padahari ke 20 ukuran larva di perlakuan D lebih kecil dari pada ukuran larva di perlakuan B dan C.Dengan demikian larva yang cepat tumbuh di perlakuan D telah mati duluan sebelum hari ke 20.Kematian diakibatkan larva yang tumbuh terlalu cepat tersebut gagal molting menjadi megalopa.

Seperti biasanya dijumpai bahwa semakin besar ukuran panjang tubuh larva, maka keberhasilanlarva menjadi megalopa akan semakin tinggi. Dengan demikian nampak bahwa larva di perlakuan Bdan C adalah yang paling sukses untuk menjadi megalopa. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlahmegalopa terbanyak di kedua perlakuan tersebut apabila dibandingkan dengan perlakuan lainnya.Namun demikian ukuran panjang tubuh larva zoea-5 terbesar pada penelitian ini yaitu spesies S.serrata di perlakuan B (pengayaan dengan HUFA dan Nannochloropsis sp.) dan C (pengayaan denganHUFA dan vitamin C dosis 250 mg/L) masing-masing 306,14+22,39 µm dan 312,62+18,18 µm

PerlakuanPanjang duridorsal (µm)

Lebar karapas(µm)

Panjangabdomen (µm)

Panjang tubuh(µm)

A). HUFA 12,60+2,51a 14,20+1,92a 25,82+8,29a 44,60+9,81a

B). HUFA & Nanno 11,60+1,67a 13,20+1,30a 26,38+2,24a 44,20+3,11a

C). HUFA Vit. C 13,60+2,07a 15,0+1,02a 24,68+5,78a 44,0+9,46a

D). HUFA, Nanno & Vit. C 18,20+7,79b 18,00+7,12b 36,86+13,01b 64,60+26,01b

Tabel 6. Ukuran panjang duri dorsal, abdomen, tubuh dan lebar karapas larva kepiting bakauScylla serrata hari ke 11, yang diberi pakan nauplius Artemia dengan jenis pengkaya berbeda

Page 9: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

661 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016

masih lebih rendah dibanding ukuran larva zoea-5 yang diberi pakan rotifer dan nauplius Artemiayang diperkaya dengan HUFA dan vitamin C dosis 250 mg/L yang diperoleh pada penelitian sebelumnyamenggunakan spesies S. paramamosain yaitu mencapai 373,66+30,24 µm (Gunarto et al., 2014).

Total Haemosit pada Larva Zoea-5 Kepiting Bakau S. serrata

Dalam tubuh krustase termasuk kepiting bakau tidak mempunyai immunoglobulin yang berperandalam kekebalan, tetapi hanya mempunyai sel haemosit yang merupakan faktor pertahanan selulerdan humoral yang penting sebagai pertahanan tubuh melawan serangan organisme patogen. Selhaemosit berfungsi fagositose, proses koagulasi, dan pelepasan propenoloksidase, sinthesis alpha-2

makroglobulin dengan glutinin dan peptida anti bakteri (Gilles & Haffner, 2000). Penyebaran danpeningkatan jumlah haemosit merupakan bentuk dari resp.on imun seluler pada tubuh krustasea(Itami, 1994). Pada penelitian ini total hemosit tertinggi (5,5 x 107 sel/mL) (Tabel 8), dijumpai padalarva zoea-5 yang diberi pakan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan Nannochloropsissp. (perlakuan B). Sedangkan total haemosit terendah dijumpai pada larva yang diberi pakan yangdiperkaya dengan HUFA, vitamin C dan Nannochloropsis sp. (perlakuan D). Hal ini karena berdasarkannilai rasio DHA/EPA terjadi penurunan setelah ditambahkan pengayaan dengan vitamin C (Tabel 3),sehingga larva zoea-5 banyak mengalami gagal molting menjadi megalopa.

Total Vibrio sp. dan Kualitas Air di Bak Pemeliharaan Larva

Beberapa parameter kualitas air yang dimonitor adalah salinitas yaitu pada kisaran 28-30 ppt disemua perlakuan. pH air relatitif stabil yaitu 7,5-8,0. Suhu air pada kisaran 25-28oC di semua perlakuan.Populasi Vibrio sp. ditunjukkan pada Tabel 9, di mana populasi Vibrio sp. pada waktu larva umur 11hari (stadia zoea-3) adalah pada kepadatan 103 CFU/mL di semua perlakuan dan menunjukkanperbedaan tidak nyata (P>0,05) di antara ke empat perlakuan yang diuji. Pada waktu larva telahmenjadi megalopa yaitu pada hari pemeliharaan ke-21, populasi Vibrio sp. meningkat menjadi 104

Tabel 7. Ukuran panjang duri dorsal, abdomen, tubuh dan lebar karapas larva kepiting bakauScylla serrata hari ke 20, yang diberi pakan rotifer dan nauplius Artemia dengan pengkayaanberbeda

A). HUFA 78,12+19,90a 119,18+26,08a 131,9+32,83a 259,18+43,33a

B). HUFA & Nanno 92,00+2,16a 138,71+12,54a 158,42+33,12a 306,14+22,39b

C). HUFA Vit. C 71,29+20,14a 131,75+22,67a 153,50+30,03a 312,62+18,18b

D). HUFA, Nanno & Vit. C 81,40+16,02a 127,88+30,23a 143,66+22,39a 284,66+22,39a

Angka dalam satu baris yang sama dan diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0,05)

PerlakuanPanjang duridorsal (µm)

Lebar karapas(µm)

Panjangabdomen (µm)

Panjang tubuh(µm)

Jumlah larvadigerus (ekor)

Sel hemosit THC

A). HUFA A (20 ) 2333,3 2,333 x 107 sel/mLB). HUFA & Nanno B (30) 5500 5,5 x 107 sel/mLC). HUFA Vit. C C (30 ) 1800 1,8 x 107 sel/mLD). HUFA, Nanno & Vit. C D (35 ) 1733,3 1,733 x 107 sel/mL

Zoea-5Perlakuan

Tabel 8. Total sel hemosit pada zoea-5 yang diberi pakan dan nauplius Artemia yangdiperkaya dengan cara berbeda

Page 10: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

662Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla serrata ..... (Gunarto)

CFU/mL di semua perlakuan (Tabel 9). Populasi bakteri Vibrio berpendar yaitu V. harveyi dengankepadatan 101 cfu/mL dijumpai hanya di bak C pada waktu larva sebagian telah menjadi megalopadi hari ke-21. Sedangkan di bak lainnya tidak dijumpai bakteri V. harveyi. Meski demikian produksikrablet di perlakuan C masih lebih tinggi dibanding dengan produksi krablet di perlakuan A dan D.Hal tersebut kemungkinan ada peranan vitamin C yang mampu meningkatkan kekebalan tubuhlarva di perlakuan C.

Kualitas Air di Bak Pemeliharaan Larva

Kualitas air sangat berperan penting pada kesehatan larva. Untuk menjaga kualitas air tetap baik,maka penggantian air setiap dua hari sekali dilakukan mulai hari ke-7 pemeliharaan larva sebanyak5% dari volume air total. Konsentrasi nitrit pada hari ke-10 pemeliharaan larva kepiting bakau S.serrata cukup tinggi di semua perlakuan yaitu 2,215+0,31 mg/L (A), 2,173+0,55 mg/L (B), 2,25+0,13mg/L (C) dan 1,99+0,43 mg/L (D). Pada hari ke 20 pemeliharaan larva, konsentrasi nitrit semakin

meningkat yaitu mencapai 3,671+0,62 mg/L (A), 4,302+1,68 mg/L (B), 3,244+0,45 mg/L (C) dan3,901+0,43 mg/L (D).

Pada hari ke-10 konsentrasi amoniak masih rendah di semua perlakuan yaitu sekitar 0,7 mg/L.Sedangkan pada hari ke-20 konsentrasi amoniak semakin menurun di semua perlakuan. Hal ini akibat

Tabel 9. Populasi Vibrio sp. di bak pemeliharaan larva kepiting bakau S. serrata denganpakan nauplius Artemia yang diperkaya dengan cara berbeda

Populasi Vibrio sp.hari ke-11

Populasi Vibrio sp.hari ke-21/

(Log cfu/mL) (Log cfu/mL)A). HUFA 100 3,85+0,26 4,49+0,32B). HUFA & Nanno 100 3,59+0,29 4,24+0,37C). HUFA Vit. C 100 3,55+0,09 4,15+0,36D). HUFA, Nanno & Vit. C 100 3,59+0,42 4,18+0,47

PerlakuanKepadatan larva

Hari 1

Nitrit (mg/L) 2,215+0,31 2,173+0,55 2,25+0,13 1,99+0,43Amoniak (mg/L) 0,757+0,38 0,713+0,29 0,78+0,11 0,78+0,23BOT (mg/L) 58,32+0,58 58,13+1,34 53,67+2,53 58,71+1,77

ParameterA).

HUFAB).

HUFA & NannoC).

HUFA & Vit. CD).

HUFA, Nanno &Vit. C

Tabel 10.Beberapa nilai parameter kualitas air hari ke-10 pada pemeliharaan larva kepitingbakau, S. serrata dengan pengayaan pakan berbeda

ParameterA).

HUFAB).

HUFA & NannoC).

HUFA & Vit. CD).

HUFA, Nanno &Vit. C

Nitrit (mg/L) 3,671+0,62 4,302+1,68 3,244+0,45 3,901+0,43Amoniak (mg/L) 0,103+0,05 0,122+0,03 0,152+0,01 0,105+0,07BOT (mg/L) 55,03+2,42 53,86+1,46 54,25+2,32 48,63+5,27

Tabel 11.Beberapa nilai parameter kualitas air (hari ke-20) pada pemeliharaan larva kepitingbakau, S. serrata dengan pengayaan pakan berbeda

Page 11: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

663 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016

pergantian air dilakukan secara rutin dua hari sekali dan volumenya semakin lama semakin meningkathingga 30% dari volume air total dalam bak pemeliharaan larva. Konsentrasi bahan organik total(BOT) pada hari ke 10-20 pemeliharaan larva mencapai 53-58 mg/L. Konsentrasi BOT tersebut cukuptinggi dan mampu meningkatkan populasi bakteri Vibrio sp. di bak pemeliharaan larva ataupunmegalopa.

KESIMPULAN

Nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan Nannochloropsis sp. (perlakuan B) adalah yangterbaik untuk pakan larva kepiting bakau S. serrata, karena memiliki nilai rasio DHA/EPA tertinggi(0,742) panjang tubuh larva, jumlah sel haemosit dan produksi krablet D-10 terbanyak (109,5+36,1ekor). Kemudian disusul oleh perlakuan C, produksi krablet 82,0+26,9 ekor, dimana larva diberipakan nauplius Artemia yang diperkaya dengan HUFA dan vitamin C. Selanjutnya perlakuan D,produksi krablet sebanyak 33+21,21 ekor, dimana larva diberi pakan nauplius Artemia yang dikayakandengan HUFA, vitamin C dan Nannochloropsis sp. Produksi krablet yang paling rendah adalah larva diperlakuan A (27,5+12,02 ekor) dimana larva diberi pakan nauplius Artemia yang diperkaya denganHUFA.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis banyak mengucapkan terima kasih kepada saudari Masyita Makmur, Sainal, M. Risal danKamaruddin yang telah membantu jalannya penelitian ini hingga selesai dengan baik.

DAFTAR ACUAN

Anuar, H., Hai, T. N., Anil, C., & M. Sukumaran. (2011). Preliminary study on the feeding regime oflaboratory reared mud crab larva, Scylla serrata (Forsskal, 1775). Word Applied Sciences Journal,14(11), 1651-1654.

Blaxhall, P., & Daishley, K. (1973). Some blood parameters of the Rainbow Trout I. The Kamloopsvariety. J. Fish. Biol., 5: 1-8.

Bachere, E. (2000). Shrimp immunity and diseases control. Aquaculture, 191, 3-11.Bailon, J.C. (2011). Survival and development of larvae and juvenile of the mud crab (Scylla olivacea

Forskal (Crustacea: Decapoda: Portunidae) at various temperature and salinities. Philipp AgricScientist 94 (2) : 195-204.

Churchill, G.J. (2003). An investigation into the captive sp.awning, egg characteristics and egg qualityof the mud crab (Scylla serrata) in South Africa. MSc. Thesis (pp. 86). Rhodes University, Grahamstown,Afrika Selatan.

Davis, J.A. (2004). Development of hatchery techniques for the mud crab Scylla serrata (Forskal) inSouth Africa. Ph.D Thesis (pp. 156) in Applied Biological Sciences. University Gent. Belgia.

Gilles Le Moullac & Haffner, P. (2000). Environmental factors affecting immune resp.onses in crustacea.Aquaculture, 191, 121-131.

Gunarto & Widodo, A.F. (2011). Pengaruh perbedaan suhu air pada perkembangan larva kepitingbakau, Scylla olivacea. Prosiding FITA tahun 2012. Puslitbang Perikanan Budidaya, Jakarta.

Gunarto & Herlinah Jompa. (2013). Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla olivacea menggunakansistem air hijau. Dalam Haryanti et al. (Eds.). Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013(hlm. 1207-1213). Perakitan Strain dan Pemanfaatan Induk Unggul Kesehatan Ikan dan Lingkungan.Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budidaya, Jakarta.

Gunarto, Herlinah, Tonnek, S., Syafaat, N., Nurbaya & Tampangalo, B.R. (2014). Pengembangan teknologibudidaya kepiting bakau. Laporan Teknis Akhir Kegiatan Penelitian, Kementerian Kelautan dan PerikananTahun 2014 (hlm. 33).

Gunarto & Herlinah. (2015). Tingkat produksi crablet kepiting bakau, Scylla paramamosain denganpemberian pakan diperkaya dengan HUFA dan vitamin C pada fase larva. Jurnal Ilmu TeknologiKelautan Tropis 7(2),511-520.

Page 12: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

664Pemeliharaan larva kepiting bakau, Scylla serrata ..... (Gunarto)

Hamasaki, K., Suprayudi, M.A. & Takeuchi, T. (2002). Mass mortality during metamorphosis tomegalops in the seed production of mud crab Scylla serrata (Crustacea, Decapoda, Portunidae).Fish. Sci., 68, 1226-1232.

Karim, M. Y. (2006). Resp.on fisiologis larva kepiting bakau (Scylla serrata) yang diberi nauplius Artemiahasil bioenkapsulasi dengan asam lemak -3 Hufa. Jurnal Protein, 13(1), 74-80.

Matthew, R.P., Cynthia, K.F. & G.J. Holt. (2006). Highly unsaturated fatty acid composition of rotifers(Brachionus plicatilis) and Artemia fed varoius enrichments. Journal of the World Aquaculture Society,37(1),126-131.

Okauchi, M. (2004). An assesment of the beneficial roles of Nannochloropsis oculata in larval rearing ofmarine finfish. Bull. Fish Res. Agen (1), 83-90.

Quinitio, E.T., Parado-Estepa, F.D., Millamena, O.M., Rodriguez, E. & Borlongan, E. (2001). Seedproduction of mud crab Scylla serrata juveniles. Asian Fisheries Science, 14, 161-174.

Suprayudi, M.A., Takeuchi, T., Hamazaki, K. & Hirokawa, J. (2002). Effect of N-3HUFA content in roti-fers on the development and survival of mud crab, Scylla serrata, larvae. Suisanzoshoku, 50(2), 205-212.

Suprayudi, M.A. (2003). Pengaruh dari macam dan dosis bahan pengkaya terhadap kualitas nutrisirotifera Brachionus rotundiformis khususnya n3-HUFA. Jurnal Akuakultur Indonesia, 2(1), 21-25.

Suprayudi, M. A., Takeuchi, T. & Hamasaki, K. (2004). Effects of artemia enriched with eicosapentaenoicand docosahexaenoic acid on survival and occurence of molting failure in megalop larvae of themud crab Scylla serrata. Fisheries Science, 70(4), 650-658.

Suprayudi, M.A., Takeuchi, T., and K. Hamasaki. (2012). Phosp.holipids effect on survival and moltingsynchronicity of larvae mud crab, Scylla serrata. Hayati Journal of Biosciences 19 (4) : 163-168.

Takeuchi, T. & Murakami, K. (2007). Crustacean nutrition and larval feed, with emphasis on Japanesesp.iny loster, Panulirus japonicus. Bull. Fish. Res., Agen (20), 15-23.

Thirunavukkarasu, N., Nesakumari, S.A., & Shanmugam, A. (2014). Larva rearing and seed productionof mud crab Scylla transquebarica (Fabricius, 1798). International Journal of Fisheries and AquaticStudies 2 (2) : 19-25.

Truong, T. N., Mathieu, W., Tran, C. B., Hoang, P. T., Nguyen, V. D. & Sorgeloos, P. (2007). Improvedtechniques for rearing mud crab Scylla paramamosain (estampador 1949) larvae. Aquaculture Research,38, 1539-1553.

Zafran, Des Roza, Johnny, F., Mahardika, K., & Rusdi, I. (2004). Aplikasi bakterin dalam pemeliharaanlarva kepiting bakau Scylla paramamosain skala massal. JPPI. 10(2),71 – 75.

Zittelli, G.C., Lavista, F., Bastianini, A., Rodolfi, L., Vincencini, M., & Tredici, M.R. (1999). Production ofeicosapentaenoic acid by Nannochloropsis sp. cultures in outdoor tubular photobioreactors. Journalof Biotechnology, 70, 299-312.

Page 13: 653 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ... fileNilai Indeks Perkembangan Larva yang tertinggi adalah di perlakuan B (4 ,91) disusul oleh larva di perlakuan C (4,85),

665 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016

DISKUSI

Nama Penanya:

Woro Hastuti

Pertanyaan:

Pengkayaan yang digunakan antara 1 jam dengan 5 jam bagaimana ?

Tanggapan:

Untuk rotifer paling bagus yg 1 jam dibanding jika diperkaya lebih dari 1 jam untuk artemia ygpaling baik adalah yg 5 jam. Jadi harus sama-sama diperkaya