Skripsi Larva Chironomus 2

66
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN LARVA Chironomus sp. PADA LEVEL BAHAN ORGANIK BERBEDA DALAM SKALA LABORATORIUM SITI ANINDITA FARHANI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

description

tentang cacing darah

Transcript of Skripsi Larva Chironomus 2

Page 1: Skripsi Larva Chironomus 2

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

LARVA Chironomus sp. PADA LEVEL BAHAN ORGANIK

BERBEDA DALAM SKALA LABORATORIUM

SITI ANINDITA FARHANI

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: Skripsi Larva Chironomus 2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

Pertumbuhan dan Perkembangan Larva Chironomus sp. pada Level Bahan

Organik Berbeda dalam Skala Laboratorium

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

Siti Anindita Farhani

C24070014

Page 3: Skripsi Larva Chironomus 2

RINGKASAN

Siti Anindita Farhani. C24070014. Pertumbuhan dan Perkembangan Larva

Chironomus sp. pada Level Bahan Organik Berbeda dalam Skala

Laboratorium. Di bawah bimbingan Majariana Krisanti dan Yusli

Wardiatno.

Chironomida adalah salah satu serangga air yang memiliki beragam

kegunaan. Chironomida pada stadia larva memiliki peran dalam jaring-jaring

makanan yakni sebagai sumber pakan alami invertebrata lain, ikan, amfibi

maupun burung. Larva chironomida juga dimanfaatkan sebagai bioindikator

lingkungan. Beberapa spesies bersifat sensitif dan beberapa yang lain bersifat

toleran terhadap kondisi kualitas air. Selain itu, peran larva chironomida yang tak

kalah penting adalah dari aspek paleolimnologi. Larva chironomida mampu

memberikan informasi mengenai keadaan iklim dan lingkungan pada masa

lampau lewat penelitian yang terfokus pada kapsul kepala. Hal ini dapat

dilakukan karena kapsul kepala larva chironomida terbuat dari zat kitin yang

mampu bertahan untuk jangka waktu yang lama. Minimnya informasi mengenai

larva chironomida seringkali diakibatkan karena sulitnya pengamatan yang

dilakukan di alam. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan dalam skala

laboratorium dengan melibatkan pengujian pengaruh bahan organik bagi pola

perkembangan larva chironomida genus Chironomus sp.

Pengamatan dilakukan selama 3 minggu dengan tiga perlakuan yang

berbeda terdiri dari perlakuan tanpa penambahan bahan organik, dan perlakuan

dengan bahan organik konsentrasi 0,5 mg/l dan 1,0 mg/l. Berdasarkan penelitian,

dapat dibuktikan bahwa larva Chironomus sp. bergantung pada bahan organik

sebagai sumber makanan maupun bahan pembuatan tubes. Hal ini digambarkan

oleh pertumbuhan larva yang lebih pesat pada wadah dengan penambahan bahan

organik. Larva Chironomus sp. dapat tumbuh dengan baik pada wadah dengan

bahan organik sedangkan pada wadah tanpa penambahan bahan organik, larva

Chironomus sp. hanya mampu tumbuh hingga minggu pertama. Selain itu, larva

pada perlakuan tanpa bahan organik hanya hidup pada stadia planktonik dan instar

pertama.

Berdasarkan analisis distribusi panjang, diketahui bahwa larva

Chironomus sp. mengalami pertumbuhan dari minggu ke minggu pada perlakuan

dengan bahan organik. Larva juga mengalami perubahan instar sebanyak 4 kali.

Melalui uji tabel anova rancangan acak lengkap diketahui bahwa minimal ada satu

perlakuan yang mempengaruhi perubahan ukuran larva Chironomus sp.

Page 4: Skripsi Larva Chironomus 2

i

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

LARVA Chironomus sp. PADA LEVEL BAHAN ORGANIK

BERBEDA DALAM SKALA LABORATORIUM

SITI ANINDITA FARHANI

C24070014

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 5: Skripsi Larva Chironomus 2

ii

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Perkembangan Larva Chironomus sp.

pada Level Bahan Organik Berbeda dalam Skala

Laboratorium

Nama Mahasiswa : Siti Anindita Farhani

NIM : C24070014

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc

NIP. 19691031 199512 2 001 NIP. 19660728 199103 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc

NIP. 19660728 199103 1 002

Tanggal Ujian: 13 Januari 2012

Page 6: Skripsi Larva Chironomus 2

iii

PRAKATA

Puji syukur atas nikmat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi yang berjudul

Pertumbuhan dan Perkembangan Larva Chironomus sp. pada Level Bahan

Organik Berbeda dalam Skala Laboratorium disusun berdasarkan kegiatan

penelitian pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

yang dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2011.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing

pertama dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku dosen pembimbing kedua serta

Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil selaku Komisi Pendidikan S1 MSP yang telah

banyak membantu dalam pemberian bimbingan, masukan, dan arahan sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan

keterbatasan pengetahuan penulis. Akan tetapi, skripsi ini diharapkan dapat

memberikan masukan dan tambahan informasi bagi dunia akademis maupun

penelitian-penelitian selanjutnya.

Bogor, Januari 2012

Penulis

Page 7: Skripsi Larva Chironomus 2

iv

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si dan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc, selaku

komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama

penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

2. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah

banyak memberikan nasihat dan bimbingan selama penulis menyelesaikan

studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, IPB.

3. Dr. Ir. Isdrajad Setyobudiandi, M.Sc dan Ir. Agustinus M. Samosir, M.Phil

selaku dosen penguji tamu dan dari program studi yang telah memberikan

masukan dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini.

4. Staf dan karyawan Departemen Sumberdaya Perairan serta Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan atas semua bantuannya.

5. Keluarga tercinta (Ayah, Mama, dan Nur Rafidah) dan Reiza Maulana

Aditriawan yang telah memberikan dukungan penuh serta kasih sayang kepada

penulis.

6. Ade Willy, Desnita, dan Hendry sebagai rekan satu penelitian di Danau Lido

atas kerjasama dan dukungan selama penulis melaksanakan penelitian hingga

penulisan skripsi.

7. Sahabat-sahabat tersayang (Dayu, Septi, Uswah, Wulan, Pipit, Dhila, Caca)

atas bantuan dan dukungannya selama penulis menyelesaikan studi.

8. Tim Lido I (Ayu, Amanah, Ekie, Marthin, dan Arif) dan Kru Bimi (Dede, Nto,

Nta, Ilman, Zulmi, Mega, Icha, Cmay,Furry, Rini, Ipul,) atas dukungannya.

9. Teman-teman MSP khususnya angkatan 44 serta 43, 45, dan 46 juga semua

pihak yang tidak bisa disebutkan namanya atas dukungan dan bantuan untuk

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Page 8: Skripsi Larva Chironomus 2

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Jambi pada tanggal 1 Juni 1989

dari pasangan Bapak Marzuki Nurdin dan Ibu Zuleha Sy.

Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara.

Pendidikan formal ditempuh di SDN 42/IV Kota Jambi,

SMPN 7 Kota Jambi, dan SMAN 1 Kota Jambi. Pada

tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut

Pertanian Bogor melalui jalur penerimaan USMI. Setelah melewati tahap Tingkat

Persiapan Bersama selama satu tahun, penulis masuk ke departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi asisten

mata kuliah Ekologi Perairan (2008 dan 2009), Limnologi (2009 dan 2010), dan

Dinamika Populasi (2009). Selain itu penulis juga ikut serta pada kelembagaan

mahasiswa yakni Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Pertumbuhan dan

Perkembangan Larva Chironomus sp. pada Level Bahan Organik Berbeda

dalam Skala Laboratorium”.

Page 9: Skripsi Larva Chironomus 2

vi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ............................................................................................... viii

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... x

1. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 2

1.3. Tujuan ........... ............................................................................................ 3

1.4. Manfaat .......... ........................................................................................... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4

2.1. Chironomida .............................................................................................. 4

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup .............................................. 5

2.2.1. Suhu ................................................................................................ 5

2.2.2. Oksigen terlarut ............................................................................... 6

2.2.3. Chemical Oxygen Demand (COD) ............................................... 6

2.2.4. pH ................................................................................................... 7

2.2.5. Bahan organik ................................................................................ 7

3. METODE PENELITIAN ............................................................................. 9

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................... 9

3.2. Tahapan Penelitian .................................................................................... 9

3.2.1. Persiapan ........................................................................................ 9

3.2.2. Pelaksanaan .................................................................................... 10

3.2.3. Pengambilan contoh ....................................................................... 12

3.2.4. Analisis laboratorium ..................................................................... 13

3.3. Pengolahan Data ........................................................................................ 14

3.3.1. Penentuan kohort melalui analisis distribusi

frekuensi panjang larva chironomida ............................................. 14

3.3.2. Rancangan acak lengkap ................................................................ 15

3.3.2. Analisis kelompok .......................................................................... 15

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 17

4.1. Hasil ................................................................................................... 17

4.1.1. Deskripsi lokasi pengambilan massa telur dan penelitian .............. 17

4.1.2. Larva chironomida ......................................................................... 17

4.1.3. Perkembangan larva Chironomus sp. ............................................. 19

4.1.4. Keadaan fisika kimia wadah pemeliharaan .................................... 20

4.1.5. Pengelompokan larva chironomida berdasarkan instar................... 24

4.1.6. Penentuan kohort berdasarkan analisis distribusi frekuensi panjang

larva chironomida dengan metode NORMSEP ............................ 31

Page 10: Skripsi Larva Chironomus 2

vii

4.1.7. Pengaruh perbedaan perlakuan bahan organik terhadap berbagai

parameter pertumbuhan .................................................................. 33

4.2. Pembahasan ................................................................................................ 34

5. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 39

5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 39

5.2. Saran ................................................................................................... 39

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40

Page 11: Skripsi Larva Chironomus 2

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Metode dan alat yang digunakan pada pengukuran

parameter fisika-kimia perairan ................................................................... 13

2. Karakteristik ukuran larva Chironomus sp. berdasarkan instar .................. 24

3. Karakteristik ukuran larva dan waktu capaian instar C. Calligraphus ....... 27

4. Karakteristik ukuran larva dan waktu capaian instar berdasarkan

penelitian .............................................................................................. 28

Page 12: Skripsi Larva Chironomus 2

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema perumusan masalah mengenai pola pertumbuhan dan perkembangan

larva Chironomus sp. skala laboratorium .................................................... 3

2. Wadah pemeliharaan larva chironomida skala laboratorium ...................... 11

3. Tampak atas posisi peletakkan kantung bahan organik pada wadah

pemeliharaan ............................................................................................. 11

4. Massa telur chironomida genus Chironomus sp. ......................................... 17

5. Bagian kepala dari larva chironomida genus Chironomus sp. yang

memperlihatkan bagian mentum ................................................................ 18

6. Larva chironomida genus Chironomus sp. .................................................. 19

7. Pupa Chironomus sp. .................................................................................. 20

8. Nilai COD pada tiga perlakuan berbeda ..................................................... 20

9. Nilai suhu pada tiga perlakuan berbeda ...................................................... 22

10. Nilai pH pada tiga perlakuan berbeda ......................................................... 22

11. Nilai oksigen terlarut pada tiga perlakuan berbeda ..................................... 23

12. Pengelompokan instar I larva Chironomus berdasarkan panjang total dan

lebar kapsul kepala pada wadah tanpa penambahan bahan organik .......... 25

13. Tahap perkembangan larva Chironomus berdasarkan panjang total dan

lebar kapsul kepala perlakuan dengan penambahan bahan organik 0,5

mg/l dan 1,0 mg/l ........................................................................................ 26

14. Perbandingan kapsul kepala dan lebar badan setiap instar pada perlakuan

penambahan bahan organik 0,5 mg/l .......................................................... 29

15. Perbandingan kapsul kepala dan lebar badan setiap instar pada perlakuan

penambahan bahan organik 1,0 mg/l .......................................................... 30

16. Distribusi panjang Chironomus sp. ............................................................. 32

17. Hubungan waktu dengan modus panjang total Chironomus sp. ................. 32

Page 13: Skripsi Larva Chironomus 2

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Foto lokasi pengambilan massa telur .......................................................... 43

2. Alat yang digunakan untuk pengambilan massa telur ................................. 44

3. Alat dan bahan untuk pemeliharaan chironomida ........................................ 44

4. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kualitas air ........................ 45

5. Data perubahan nilai modus (FISAT II) ..................................................... 46

6. Tabel Anova: single factor rancangan acak lengkap ................................... 48

7. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis chironomida ...................... 50

8. Parameter fisika kimia air pada wadah pemeliharaan .................................. 52

Page 14: Skripsi Larva Chironomus 2

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu indikator biologi untuk kesehatan ekosistem perairan adalah

larva chironomida (Carew et al. 2003). Chironomida atau yang biasa disebut

„non-biting midges‟ adalah lalat kecil mirip nyamuk yang mempunyai panjang

yang bervariasi yakni 2-18 mm bergantung pada spesies. Kumpulan chironomida

ini dapat dilihat pada subuh atau petang hari di kawasan dekat pinggiran danau

dan hampir di semua tempat yang berdekatan dengan perairan terbuka baik yang

stagnan maupun mengalir. Perbedaan chironomida dengan nyamuk adalah

chironomida tidak menggigit dan tidak menjadi pembawa penyakit (Bay 2003).

Larva chironomida digunakan sebagai indikator lingkungan dan perubahan

iklim karena sangat cepat merespon perubahan kondisi perairan (Walkel 2001 in

Heinrich et al. 2006). Selain itu larva chironomida memiliki manfaat yang sangat

besar pada jaring-jaring makanan di lingkungan akuatik, yakni sebagai pakan

alami ikan dan membantu membongkar sedimen-sedimen organik (Bay 2003).

Sementara itu, di Indonesia belum banyak penelitian yang dilakukan untuk

mengembangkan potensi biota akuatik yang satu ini padahal insekta ini memiliki

distribusi yang sangat luas di lingkungan air tawar. Chironomida dapat tumbuh

dan berkembang pada perairan yang telah terkontaminasi misalnya kolam

stabilisasi limbah di mana larva chironomida menjadi makroinvertebrata yang

mendominasi (Winner et al. 1980 in Halpern et al. 2002).

Chironomida telah digunakan untuk menjelaskan perubahan suhu,

ketersediaan oksigen, nutrien, kedalaman, klorofil a, dan banjir baik yang terjadi

pada masa sekarang maupun masa lampau (Velle & Larocque 2007). Selain itu,

berdasarkan penelitian Lobinske et al. (2002) yang berlokasi di dua danau di

Central Florida diketahui bahwa larva chironomida merupakan salah satu

makanan alami dari ikan bluegill (Lepomis macrochirus). Pentingnya peranan

larva chironomida secara ekologis maupun ekonomis menuntut penggalian

informasi lebih lanjut mengenai siklus hidup biota akuatik ini. Akan tetapi,

penelitian mengenai chironomida seringkali mengalami kesulitan dalam

mengkuantifikasi biota ini di alam. Kebiasaan chironomida dewasa meletakkan

Page 15: Skripsi Larva Chironomus 2

2

telur di permukaan air yang nantinya akan tenggelam ke dasar maupun tersangkut

di bagian tumbuhan yang bersifat subemerged menjadi penyebab sulitnya

kuantifikasi chironomida. Oleh karena itu, digunakan metode pengamatan skala

laboratorium untuk mengatasi kesulitan tersebut.

Pengetahuan ini dapat digunakan sebagai dasar kegiatan perbanyakan

larva chironomida yang diharapkan dapat menguntungkan secara ekologis

maupun ekonomis, yakni sebagai indikator lingkungan dan budidaya pakan alami.

Kebutuhan informasi mengenai pola pertumbuhan dan perkembangan biota ini

sebagai dasar dari penelitian-penelitian lain untuk mengembangkan potensi

chironomida baik dengan tujuan ekologis maupun ekonomis melatarbelakangi

penelitian yang dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Chironomida merupakan salah satu jenis serangga yang larvanya memiliki

peranan penting baik secara ekologis maupun ekonomis. Namun sayangnya

penelitian mengenai biota ini masih sangat minim. Permasalahan keterbatasan

informasi menjadi alasan mengapa potensi serangga ini belum dimanfaatkan

secara optimal. Chironomida merupakan salah satu contoh biota yang melakukan

metamorfosis. Siklus hidupnya dibagi menjadi empat fase, yakni telur, larva,

pupa, dan dewasa. Hal yang menarik adalah bahwa chironomida mengalami fase

larva dalam jangka waktu yang jauh lebih lama dibandingkan ketiga fase hidup

lainnya. Penelitian mengenai perkembangan dan pertumbuhan larva chironomida

ini diharapkan dapat melihat potensi yang ada pada chironomida dan

kemungkinan pemanfaatan chironomida dari segi ekologi maupun ekonomi.

Page 16: Skripsi Larva Chironomus 2

3

1.3. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perkembangan dan

pertumbuhan larva chironomida khususnya genus Chironomus sp. yang

ditumbuhkan di laboratorium pada level bahan organik yang berbeda.

1.4. Manfaat

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

dinamika populasi larva Chironomus sp. yang mencakup pola perkembangan dan

pertumbuhan pada lingkungan buatan. Selanjutnya hasil penelitian dapat

dijadikan rujukan dan masukan bagi penelitian lain mengenai larva chironomida

terkait dengan potensi pengembangan budidaya larva ini sebagai pakan alami ikan

maupun pemanfaatan chironomida sebagai bioindikator dan aspek paleolimnologi.

Gambar 1. Skema perumusan masalah mengenai pola pertumbuhan dan

perkembangan larva Chironomus sp. skala laboratorium

Perkembangan

ukuran larva

Chironomus sp.

Pola pertumbuhan dan perkembangan

Chironomus sp. pada lingkungan buatan

Larva Chironomus sp. Kualitas air Bahan organik

+

-

Page 17: Skripsi Larva Chironomus 2

4

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Chironomida

Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di

lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang

dapat ditemukan sebagai benthos adalah Ordo Diptera dari Famili Chironomidae.

Kebanyakan spesies anggota chironomida ini memiliki kebiasaan hidup meliang

pada sedimen yang lunak pada fase larva. Larva akan berkembang menjadi pupa

setelah ± 1 bulan untuk daerah tropis. Pupa selanjutnya akan berkembang

menjadi chironomida dewasa. Setelah melakukan pemijahan, chironomida

dewasa akan meletakkan telurnya di permukaan air dalam bentuk gelatin yang

kompleks. Telur-telur ini selanjutnya akan tenggelam dan menetap pada sedimen

maupun tanaman air dan benda-benda lain yang tenggelam.

Chironomida adalah serangga kecil yang mirip nyamuk, memiliki variasi

panjang tubuh mulai dari 2 hingga 18 milimeter bergantung pada masing-masing

spesies. Warnanya pun juga bervariasi sesuai spesies, berkisar dari yang benar-

benar terang, hijau pucat hingga hampir mendekati hitam pekat. Ratusan spesies

chironomida tersebar luas di dunia, dan spesies-spesies yang berbeda

mendominasi populasi-populasi tertentu di tempat-tempat yang berdekatan dengan

danau, kolam, atau aliran sungai. Tidak seperti larva nyamuk, yang sebagian

besar hidupnya berada di permukaan air dengan tujuan untuk bernafas, larva

chironomida hidup di dasar atau pada tanaman dan benda-benda tenggelam

lainnya.

Chironomida, seperti layaknya anggota diptera memiliki empat fase hidup,

yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Siklus hidup dari telur hingga dewasa

berkisar dalam rentang waktu satu minggu hingga lebih dari satu tahun

bergantung pada spesiesnya (Bay 2003). Larva adalah fase hidup yang paling

lama, diperkirakan mencapai satu bulan untuk daerah tropis dan dapat mencapai

satu tahun untuk daerah bermusim empat. Larva chironomida ini memiliki tipe

dan cara makan yang bervariasi, ada yang bersifat detritivor yakni memakan

organisme yang sudah mati, grazer yaitu memakan algae dan fitoplankton, dan

ada pula yang bersifat predator atau memangsa avertebrata lain yang lebih kecil.

Page 18: Skripsi Larva Chironomus 2

5

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup

Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang

mempengaruhi pemanfaatan suatu perairan (Boyd 1998). Karakteristik dari suatu

perairan akan mempengaruhi ketahanan hidup, reproduksi, pertumbuhan,

termasuk manajemen pengelolaan perikanan. Oleh karena itu, aspek kualitas air

menjadi fokus perhatian sebelum dilakukan pemanfaatan dari perairan itu sendiri.

Parameter fisika yang diamati pada penelitian ini adalah suhu sedangkan

parameter kimia yang diamati adalah pH, oksigen terlarut, dan COD.

2.2.1. Suhu

Suhu adalah suatu ukuran dari energi kinetik rata-rata dari molekul-

molekul, dengan suhu yang lebih tinggi aksi molekul meningkatkan tekanan dan

menyebabkan mengembangnya material (Odum 1992). Suhu menjadi parameter

penting dalam perairan dan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung

terhadap kehidupan di perairan. Suhu disebutkan memberikan pengaruh bagi

proses kimia maupun biologi di perairan. Secara umum, tingkat reaksi kimia dan

biologi meningkat menjadi dua kali lipat untuk setiap kenaikan suhu sebesar 100C.

Hal ini menunjukkan bahwa organisme akuatik menggunakan oksigen terlarut dua

kali lebih banyak untuk suhu 30 ºC dibandingkan suhu 20 ºC, dan reaksi kimia

menunjukkan kemajuan dua kali lebih cepat pada suhu 30 ºC dibandingkan suhu

20 ºC (Boyd 1998).

Thompson (1942) dan Johnson et al. (1942) in Odum (1992) menunjukkan

banyak proses dengan kurva respons terhadap suhu yang menyerupai bentuk

punuk (hump-shaped). Berdasarkan hal tersebut, proses-proses mencapai

maksimum pada suhu menengah. Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya

peningkatan dekomposisi bahan organik oleh mikroba, dengan kata lain banyak

proses yang berjalan maksimum saat suhu optimum.

Kondisi suhu tidak dapat terlepas dari kehidupan chironomida. Beberapa

faktor sangat krusial mempengaruhi keberadaan spesies maupun komposisi

komunitas. Salah satu faktor kunci yang sangat berpengaruh adalah suhu. Pada

beberapa kasus suhu air adalah faktor yang memiliki proporsi persentase besar

dalam mempengaruhi variasi dari komposisi komunitas, walaupun faktor-faktor

yang lain juga sama pentingnya (Rossaro 1991). Suhu diketahui berkorelasi

Page 19: Skripsi Larva Chironomus 2

6

dengan oksigen terlarut yang merupakan faktor pembatas bagi kehidupan

chironomida.

2.2.2. Oksigen terlarut

Oksigen adalah salah satu elemen yang dapat ditemukan dalam banyak

bentuk di lingkungan alami termasuk badan air. Bentuk pradominan di atmosfer

adalah gas oksigen, yakni lebih kurang 21% dari keseluruhan gas-gas di atmosfer.

Oksigen juga ditemukan berikatan dengan elemen-elemen lainnya. Oksigen

sebagai komponen mayor bahan organik dan secara biologi relevan dengan

komponen-komponen anorganik (Kodds 2002).

Jumlah oksigen yang terlarut di perairan adalah fungsi dari banyak faktor,

termasuk tingkat aktivitas metabolisme. Fotosintesis adalah salah satu sumber

terbesar penghasil oksigen. Cahaya, suhu, dan nutrien adalah pengontrol proses

fotosintesis. Sementara itu, aktivitas respirasi adalah salah satu pemakai terbesar

dari oksigen di perairan. Volume dari oksigen terlarut di suatu perairan pada

waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain: suhu badan air, tekanan

parsial gas di atmosfer yang berhubungan langsung dengan air, serta konsentrasi

dari salinitas (garam-garaman), khusus untuk air laut.

Oksigen terlarut adalah faktor pembatas yang sangat penting di habitat

danau. Nilai dari oksigen terlarut ini berkaitan langsung dengan suhu karena

tingkat atau persentase saturasi dari oksigen dipengaruhi oleh suhu perairan.

Ketersediaan oksigen adalah salah satu variabel yang memiliki pengaruh langsung

bagi distribusi larva chironomida (Jo ´nasson, 1972, 1984; Heinis & Davids, 1993;

Hamburger 1998 in Brodersen et al. 2008). Hal ini membuktikan bahwa oksigen

sangat berpengaruh dan menjadi salah satu faktor pembatas bagi kehidupan

chironomida.

2.2.3. Chemical Oxygen Demand (COD)

COD menggambarkan besarnya bahan organik yang dioksidasi dengan

agen pengoksidasi kuat seperti K2Cr2O7 (Nemerow 1991). Perbedaan utama

antara COD dengan BOD adalah COD menggambarkan tidak hanya bahan

organik yang bisa terdekomposisi secara biologi (biodegradable) seperti halnya

pada BOD namun juga bahan-bahan yang tidak bisa terdekomposisi secara biologi

Page 20: Skripsi Larva Chironomus 2

7

melainkan secara kimia. Oleh karena itu, nilai COD besarnya sama atau lebih

besar dari nilai BOD. Pengukuran COD untuk memperkirakan nilai oksigen

ekuivalen dari bahan organik pada air yang dirasa tercemar yang dapat dioksidasi

secara kimiawi dengan menggunakan dikromat dalam larutan asam (Metcalf &

Eddy 2004).

COD diukur dengan mengkonversi semua bahan organik pada air contoh

menjadi karbondioksida dan air melalui proses oksidasi dengan melibatkan

potassium dikromat dan asam sulfat (Boyd 1998). Sumber dari bahan organik ini

biasanya berasal dari alam maupun aktivitas rumah tangga dan industri. Perairan

yang memiliki nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan dan

pertanian.

2.2.4. pH

Konsentrasi ion hidrogen adalah salah satu parameter kualitas air yang

sangat penting baik untuk perairan alami maupun air limbah. Definisi yang

biasanya digunakan untuk menyatakan konsentrasi hidrogen adalah pH, yang

didefinisikan sebagai logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen. Kisaran

konsentrasi pH bagi keberadaan hampir semua kehidupan biologi biasanya sangat

sempit dan kritis (6-9) (Metcalf & Eddy 2004).

Alat yang umumnya digunakan dalam pengukuran pH adalah pH-meter.

Selain itu, juga ada berbagai variasi dari kertas pH dan larutan indikator yang

mengalami perubahan warna untuk mengukur nilai pH suatu perairan.

Pengukuran pH dilakukan dengan membandingkan warna dari kertas atau larutan

dengan seri warna standar yang telah ditetapkan.

2.2.5. Bahan organik

Seperti yang telah diketahui bahwa chironomida pada fase larva adalah

pemakan bahan organik. Komponen organik itu sendiri secara normal tersusun

dari ikatan-ikatan karbon, hidrogen, oksigen, dan terkadang bersama-sama dengan

nitrogen (Metcalf & Eddy 2004). Secara umum analisis yang digunakan untuk

memperkirakan jumlah bahan organik di suatu perairan adalah BOD dan COD.

Bahan organik ini biasanya berbentuk terlarut maupun partikulat yang dapat

dijumpai baik di perairan laut maupun tawar. Bahan organik di perairan biasanya

Page 21: Skripsi Larva Chironomus 2

8

berasal dari tanaman maupun hewan yang sudah mati. Sumber bahan organik bisa

berasal dari perairan itu sendiri (autochtonous) maupun dari ekosistem lain

(allochtonous). Kebanyakan makroinvertebrata memanfaatkan bahan organik

sebagai sumber makanan. Beberapa bersifat grazer, collector, maupun scavenger.

Oleh karena itu, ketersediaan bahan organik di perairan sangat berpengaruh bagi

pertumbuhan organisme akuatik yang memanfaatkannya.

Bahan-bahan organik ini selanjutnya akan didekomposisi oleh bakteri

dekomposer. Hasil dekomposisi ini adalah unsur-unsur hara yang bisa

dimanfaatkan oleh organisme autotrof seperti tanaman air maupun fitoplankton.

Oleh karena itu, bahan organik sering diasosiasikan dengan kesuburan perairan

dan produktivitas primer. Oksigen yang merupakan salah satu faktor pembatas di

perairan apabila tidak mencukupi jumlahnya akan mempengaruhi kehidupan biota

akuatik.

Page 22: Skripsi Larva Chironomus 2

9

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2011, berlokasi di

Laboratorium Biologi Mikro I, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan,

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor.

Penelitian dilakukan pada skala laboratorium dan lingkungan yang terkontrol.

Wadah plastik berukuran 34x26x7 cm3 digunakan sebagai tempat hidup larva

chironomida yang menjadi objek penelitian. Pertimbangan penggunaan wadah

plastik ini adalah untuk mempermudah pemeliharaan, kuantifikasi, maupun

pengamatan larva chironomida itu sendiri. Massa telur chironomida diperoleh

dari Danau Lido (Lampiran 1) yang terletak di Desa Watesjaya, Kecamatan

Cigombong, 25 km dari arah Kota Bogor ke arah Sukabumi.

3.2. Tahapan Penelitian

3.2.1. Persiapan

Tahap persiapan dilakukan dengan menyiapkan peralatan yang akan

digunakan untuk mengambil larva chironomida dari Danau Lido. Pada tahap ini

dibutuhkan wadah berupa botol sampel sebagai tempat untuk menampung massa

telur chironomida. Jumlah botol yang dibutuhkan adalah sembilan buah sesuai

dengan wadah pemeliharaan di laboratorium. Selanjutnya dilakukan pengambilan

massa telur yang berlokasi di Danau Lido. Pengambilan telur dilakukan pada pagi

hari. Massa telur yang diambil diusahakan dalam kuantitas yang sama untuk

masing-masing botol sampel agar jumlah larva yang nantinya dipelihara untuk

masing-masing wadah pemeliharaan jumlahnya seragam. Pengambilan massa

telur dilakukan di sekitar Karamba Jaring Apung dengan menggunakan bantuan

kuas (Lampiran 2). Selain massa telur, dilakukan pula pengambilan air dari

Danau Lido tersebut sebagai media pemeliharaan larva chironomida di

laboratorium.

Page 23: Skripsi Larva Chironomus 2

10

3.2.2. Pelaksanaan

Larva chironomida yang ditumbuhkan di laboratorium diambil dalam

bentuk massa telur yang berasal dari Danau Lido. Massa telur ditetaskan pada

cawan petri yang berbeda untuk masing-masing wadah. Pengamatan selama lebih

kurang 24 jam pertama sejak telur diambil dari alam dilakukan setiap 4 jam

dengan kamera yang dihubungkan dengan mikroskop. Setelah telur menetas

menjadi larva, larva kemudian dipindahkan ke wadah plastik pemeliharaan

berukuran 34x26x7 cm3 yang diisi air Danau Lido setinggi 4 cm. Wadah

pemeliharan (Lampiran 3) ini dilengkapi dengan penutup yang dibuat dari kain

kassa nyamuk (Gambar 2). Hal ini dilakukan untuk menghindari insekta lain

yang berpotensi menjadi predator bagi larva chironomida.

Media kultur massa telur yang dipelihara di dalam wadah pemeliharaan

adalah air yang diberi tambahan bahan organik berupa kotoran kuda.

Pertimbangan penambahan bahan organik didasarkan pada teknik kultur

chironomida oleh Mc Larney et al. (2003). Teknik kultur dilakukan dengan

menumbuhkan chironomida pada kolam berukuran 2 m x 1 m x 0.5 m. Bahan

organik yang digunakan adalah kotoran kuda dengan konsentrasi 1,0 mg/l.

Penelitian dilakukan dengan menerapkan dua perlakuan. Wadah pertama adalah

kontrol berupa media air dari Danau Lido tanpa penambahan bahan organik,

perlakuan kedua ditambahkan bahan organik dengan konsentrasi 0,5 mg/l, dan

perlakuan ketiga dengan konsentrasi 1 mg/l. Penelitian pendahuluan yang

dilakukan dengan mencobakan bahan organik konsentrasi 1 mg/l dan 2 mg/l

menyebabkan massa telur chironomida membusuk. Oleh karena itu, penelitian ini

menggunakan konsentrasi bahan organik 0,5 mg/l dan 1,0 mg/l. Bahan organik

yang digunakan dibungkus dengan kain kassa dan diletakkan di masing-masing

sudut wadah pemeliharaan (Gambar 3). Kotoran kuda yang sudah dikeringkan

diayak hingga diperoleh bagian yang halus (Lampiran 3). Bagian inilah yang

digunakan sebagai sumber bahan organik dalam wadah pemeliharaan.

Masing-masing variasi perlakuan dicobakan dalam 3 ulangan sehingga

wadah pemeliharaan yang digunakan terdiri dari 9 wadah. Ketika massa telur

yang dipelihara menetas menjadi larva chironomida, larva dipindahkan ke wadah

plastik. Pengamatan terhadap pertumbuhan larva chironomida dilakukan setiap

Page 24: Skripsi Larva Chironomus 2

11

hari. Pengukuran kualitas air berupa suhu, DO, dan COD dilakukan setiap tiga

hari sekali, sedangkan pengukuran pH dilakukan setiap satu minggu sekali. Suhu

dan DO diukur dengan menggunakan DO meter sedangkan pH diukur dengan pH

meter. Parameter in situ langsung dilakukan di ruang pemeliharaan sementara

untuk parameter ex situ yakni COD dilakukan di Laboratorium Fisika Kimia

Perairan bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor (Lampiran 4).

Gambar 2. Wadah pemeliharaan larva chironomida skala laboratorium

Gambar 3. Tampak atas posisi peletakkan kantung bahan organik

pada wadah pemeliharaan

Bahan Organik

Wadah Pemeliharaan

X

Keterangan:

X: Penutup dari kassa nyamuk

A1,A2,A3: Kontrol (tanpa penambahan bahan organik)

B1,B2,B3: Penambahan bahan organik konsentrasi 0,5 mg/l

C1,C2,C3: Penambahan bahan organik konsentrasi 1 mg/l

A1 A2 A3

B1 B2 B3

C1 C2 C3

Page 25: Skripsi Larva Chironomus 2

12

3.2.3. Pengambilan contoh

Metode pengambilan contoh yang digunakan dalam pengambilan massa

telur dari Danau Lido untuk kemudian dipelihara di laboratorium adalah metode

purposive sampling yaitu metode pengambilan contoh dengan didasarkan pada

pertimbangan-pertimbangan yang sudah ada. Pengambilan larva dilakukan pada

lokasi Karamba Jaring Apung (KJA), dengan pertimbangan bahwa chironomida

dewasa diketahui lebih menyukai KJA sebagai tempat meletakkan massa telurnya.

Pengambilan dilakukan dengan menggunakan bantuan kuas dan disimpan dalam

botol sampel dengan jumlah sama dengan jumlah wadah pemeliharaan dan

kuantitas telur untuk masing-masing wadah diseragamkan secara visual. Massa

telur selanjutnya dimasukkan ke dalam botol kaca berukuran sedang. Botol kaca

tersebut sebelumnya telah diisi dengan air yang berasal dari Danau Lido.

Kemudian massa telur dibawa ke Laboratorium Biologi Mikro I dan ditetaskan di

cawan petri. Pengamatan dilakukan setiap 4 jam sekali dengan mikroskop

majemuk yang dihubungkan dengan kamera dan program video Quickcam.

Setelah seluruh telur menetas, larva dipindahkan ke wadah plastik yang diletakkan

di ruangan tertutup dengan kisaran suhu 26,1-27,4 0C. Wadah plastik diletakkan

pada bagian ruangan yang tidak terkena sinar matahari secara langsung untuk

menekan pertumbuhan alga yang diperkirakan dapat mengganggu pertumbuhan

larva chironomida.

Pengambilan contoh yang dilakukan di laboratorium, yaitu pengambilan

contoh larva yang dilakukan secara acak (randomize sampling) setiap hari selama

21 hari. Sampel larva diambil dengan menggunakan pipet drop. Larva yang

diambil setiap pengambilan contoh berjumlah 10 ekor dari masing-masing wadah

pemeliharaan. Jumlah pengambilan disesuaikan dengan perkiraan jumlah telur

yang ditetaskan. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam botol film dan diberi

alkohol sebagai usaha preservasi atau pengawetan. Tahapan berikutnya, sampel

dianalisis di laboratorium. Kualitas air di wadah pemeliharaan dipantau untuk

memastikan kehomogenan kondisi lingkungan tempat pemeliharaan. Parameter

yang diukur meliputi suhu, pH, dan COD dapat dilihat pada Tabel 1. Pengambilan

sampel air dilakukan pada semua wadah pemeliharaan yang selanjutnya dianalisis

di laboratorium.

Page 26: Skripsi Larva Chironomus 2

13

Tabel 1. Metode dan alat yang digunakan pada pengukuran parameter fisika-

kimia perairan.

Parameter Unit Alat Metode Pustaka Acuan

FISIKA

1. Suhu oC DO meter - APHA 1995

KIMIA

1. pH 2. DO 3. COD

- mg/l mg/l

pH meter DO meter

-

- -

Heat Dillution Method

APHA 1995 APHA 1995 Boyd 1998

3.2.4. Analisis laboratorium

Analisis sampel larva chironomida dilakukan di Laboratorium Biologi

Mikro I, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen

Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Sampel larva chironomida yang

telah diambil dari wadah pemeliharaan dan diawetkan dengan alkohol 70%

dipindahkan ke dalam botol kaca yang telah diberi KOH 10%. Pemberian KOH

dilakukan untuk membersihkan jaringan-jaringan internal chironomida untuk

mempermudah proses identifikasi. Perendaman dengan KOH disesuaikan dengan

ukuran chironomida. Setelah dirasa cukup bersih, chironomida disusun di atas

kaca preparat dengan bantuan mikroskop bedah lalu diangin-anginkan hingga

kering. Selanjutnya diberi Entellan® dan ditutup dengan menggunakan kaca

penutup. Preparat inilah yang akan diidentifikasi dan dihitung ukuran tubuh yang

terdiri dari panjang total, lebar badan, panjang kepala, dan lebar kepala. Proses

identifikasi sekaligus pengukuran dilakukan dengan bantuan mikroskop majemuk

yang terhubung dengan kamera optilab dan dilengkapi program Image Raster

(Lampiran 7).

Pengukuran panjang total dilakukan dengan menarik garis lurus mulai dari

ujung kepala hingga ujung bagian ekor larva chironomida. Pengukuran lebar

badan dilakukan pada segmen kelima tubuh dihitung dari segmen sesudah kepala.

Sedangkan pengukuran panjang kapsul kepala dilakukan dengan menarik garis

lurus mulai dari ujung terdepan hingga sebelum segmen pertama. Lebar kepala

diukur dengan menarik garis tegak lurus panjang kepala.

Page 27: Skripsi Larva Chironomus 2

14

3.3. Pengolahan Data

3.3.1. Penentuan kohort melalui analisis distribusi frekuensi panjang larva

chironomida

Data yang diperoleh selama pengamatan berlangsung akan diolah untuk

menghasilkan penjelasan secara deskriptif. Ciri-ciri penting sejumlah besar data

dengan segera dapat diketahui melalui pengelompokan data tersebut ke dalam

beberapa kelas dan kemudian dihitung banyaknya pengamatan yang masuk ke

dalam tiap kelas. Susunan dari data ini biasanya disajikan dalam bentuk tabel

yang disebut sebaran frekuensi (Walpole 1992). Data yang disajikan dibuat dalam

bentuk kelompok untuk memperoleh gambaran yang lebih baik mengenai

populasi yang sedang diamati.

Penentuan selang kelas berdasarkan Walpole (1992) adalah dengan

menentukan banyaknya kelas yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai

berikut, dengan n sebagai jumlah data panjang:

Kemudian ditentukan wilayah dengan mengurangi nilai maksimum dengan

minimum data keseluruhan. Selanjutnya adalah penentuan lebar kelas sesuai

dengan rumus:

Langkah selanjutnya adalah mendaftar selang kelas atas dan selang kelas

bawah dengan data terkecil sebagai permulaan selang kelas bawah. Sedangkan

batas kelas diperoleh dengan menambah atau mengurangi selang kelas dengan ½

kali nilai satuan terkecil. Nilai tengah didapat dengan merata-ratakan batas kelas

atas dan batas kelas bawah. Selanjutnya nilai frekuensi ditentukan pada masing-

masing kelas dan yang terakhir adalah pengecekan jumlah kolom frekuensi

memiliki jumlah yang sama terhadap banyaknya total pengamatan.

Penentuan kohort larva chironomida dilakukan dengan menggunakan data

yang sudah terdistribusi pada selang kelas tertentu. Kohort merupakan gambaran

mengenai organisme yang memiliki umur yang sama dan berada pada kondisi

lingkungan perairan yang sama (Battacharya 1967 in Spare & Venema 1999).

Penentuan nilai kohort pada larva chironomida dapat menjelaskan mengenai

kelompok ukuran larva chironomida pada setiap waktu pengamatan. Penentuan

Page 28: Skripsi Larva Chironomus 2

15

kohort dan sebaran distribusinya per minggu dilakukan dengan metode

NORMSEP (Normal Separation) dan bantuan program FISAT II.

3.3.2. Rancangan acak lengkap

Rancangan acak lengkap adalah salah satu rancangan percobaan yang

paling sederhana. Metode ini digunakan untuk mengetahui apakah perlakuan

bahan organik yang berbeda mempengaruhi perubahan ukuran larva chironomida.

Rancangan ini digunakan apabila bahan maupun kondisi percobaan bersifat

homogen. Rancangan ini digunakan karena relatif lebih mudah dan analisis

statistiknya sederhana. Penelitian kali ini menggunakan perlakuan yang

dibedakan berdasarkan konsentrasi bahan organik yang digunakan. Hipotesis

yang digunakan yaitu sebagai berikut:

H0 : semua αi = 0 (atau tidak ada pengaruh perlakuan bahan organik terhadap

pertumbuhan larva chironomida)

H1 : minimal ada satu αi ≠ 0 (atau minimal ada satu perlakuan bahan organik

yang mempengaruhi pertumbuhan larva chironomida)

Jika Ftabel>Fhitung maka keputusan yang diperoleh adalah terima H0 sedangkan jika

Ftabel<Fhitung maka keputusan yang diperoleh adalah tolak H0 atau terima H1.

Selanjutnya, kesimpulan yang diperoleh jika keputusannya terima H0 adalah tidak

ada satu pun perlakuan yang memberikan perbedaan yang nyata terhadap

pertumbuhan larva chironomida. Sementara itu jika keputusan yang didapat tolak

H0 atau terima H1, maka kesimpulan yang bisa diambil adalah minimal ada satu

perlakuan yang mempengaruhi pertumbuhan larva chironomida. Parameter yang

digunakan dalam rancangan acak lengkap adalah panjang total, lebar badan,

panjang kepala, dan lebar kepala.

3.3.3. Analisis kelompok

Analisis kelompok adalah teknik multivariat yang bertujuan untuk

mengelompokkan objek-objek berdasarkan karakteristik yang dimilikinya.

Analisis kelompok digunakan untuk mengklasifikasi objek sehingga setiap objek

yang paling dekat kesamaannya dengan objek lain berada dalam kelompok yang

sama. Larva chironomida diketahui mengalami empat tahap yang disebut instar.

Analisis kelompok digunakan untuk mengelompokkan larva chironomida

Page 29: Skripsi Larva Chironomus 2

16

berdasarkan instarnya. Pengelompokan ini dilakukan dengan bantuan program

MINITAB 14 dan panduan penentuan centroid atau pusat data berdasarkan

Dettinger-Klemm (2003) dan Zilli et al. (2008).

Page 30: Skripsi Larva Chironomus 2

17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Deskripsi lokasi pengambilan massa telur

Lokasi pengambilan massa telur yang digunakan untuk penelitian utama

adalah kawasan Karamba Jaring Apung Danau Lido. Lokasi ini dipilih

berdasarkan hasil pengamatan pendahuluan dan survei yang dilakukan bahwa

chironomida dewasa sering meletakkan telurnya pada jaring karamba yang

terdapat di Danau Lido. Lokasi pengambilan terletak dekat dengan jalan raya dan

restoran terapung serta rumah makan di pinggir danau. Lokasi ini memiliki

kedalaman sekitar 9,5 m dan tidak ditemukan adanya tumbuhan air. Massa telur

diambil dari jaring karamba maupun benda-benda terapung di sekitar KJA. Massa

telur berbentuk seperti gumpalan bening gelatin yang bila diperhatikan dengan

seksama terdiri dari butir-butir telur berwarna kecoklatan (Gambar 4). Satu massa

telur umumnya terdiri dari 200 butir telur chironomida.

Gambar 4. Massa telur chironomida genus Chironomus sp.

Sumber: Dokumentasi pribadi

4.1.2. Larva chironomida

Chironomida memiliki hubungan yang relatif dekat dengan nyamuk

(Culicidae) dan agas penggigit (Ceratopogonidae). Oleh karena itu, Chironomida

adalah kelompok diptera dengan subordo Nematocera. Biasanya disebut non-

biting midges (agas yang tidak menggigit) atau blind mosquitoes (nyamuk buta)

ketika dewasa dan bloodworms (cacing darah) ketika masih dalam fase larva.

Chironomidae biasanya menjadi kelompok makroinvertebrata paling melimpah,

Page 31: Skripsi Larva Chironomus 2

18

baik dalam jumlah spesies maupun jumlah individu yang dapat ditemukan pada

hampir seluruh habitat air tawar (Eppler 2001).

Chironomida yang menjadi objek penelitian ini adalah pada fase larva

chironomida Subfamili Chironominae yang memiliki ciri berupa antena yang

terdiri dari 4-8 segmen merupakan subfamili yang ditemukan paling melimpah

baik di air tawar, payau, maupun laut. Sebagian besar larva membangun silken

tubes, sejenis tabung sebagai tempat tinggal di dalam maupun di atas substrat.

Beberapa bersifat grazer dan beberapa yang lain bersifat predator. Beberapa taksa

larva subfamili ini memiliki hemoglobin yang memberi warna merah pada

tubuhnya. Hal ini memungkinkan larva chironomida subfamili ini untuk bertahan

hidup pada kondisi oksigen yang rendah (Eppler 2001). Sedangkan fokus dari

penelitian ini adalah larva chironomida dari subfamili Chironominae dan genus

Chironomus sp. (Gambar 5). Adapun klasifikasi genus Chironomus sp. menurut

Eppler (2001) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insekta

Ordo : Diptera

Famili : Chironomidae

Subfamili : Chironominae

Genus : Chironomus sp.

Gambar 5. Bagian kepala dari larva chironomida genus Chironomus sp. yang

memperlihatkan bagian mentum

Sumber: A. Dokumentasi pribadi, B. Zilli et al. (2008)

B A

Page 32: Skripsi Larva Chironomus 2

19

Gambar 6. Larva chironomida genus Chironomus sp.

Sumber: Dokumentasi pribadi

Gambar 5 dan 6 merupakan larva chironomida dari genus Chironomus sp.

Genus ini dapat dibedakan dengan bentuk mentum yang terdiri dari 3 atau 4 gigi

tengah yang terpisah dari bagian lateral mentum oleh garis mulai dari gigi paling

belakang hingga sudut anterimedial dari lempeng ventromental.

4.1.3. Perkembangan larva Chironomus sp.

Larva chironomida termasuk Chironomus sp. memiliki empat fase

metamorphosis, yaitu dewasa dalam bentuk serangga atau insekta, telur, larva,

dan pupa. Siklus hidup dari telur hingga dewasa berkisar dalam rentang waktu

satu minggu hingga lebih dari satu tahun bergantung pada spesiesnya (Bay 2003).

Pada penelitian ini, diperoleh hasil bahwa telur memerlukan waktu lebih kurang

17 jam dari waktu pengambilan hingga menetas pada kondisi lingkungan yang

homogen. Fase hidup selanjutnya adalah larva. Larva Chironomus sp. pada

wadah tanpa bahan organik hanya dapat bertahan hidup selama lebih kurang satu

minggu dengan sifat hidup planktonik. Hal yang berbeda ditunjukkan pada wadah

dengan penambahan bahan organik sebanyak 0,5 mg/liter dan 1,0 mg/l, yaitu larva

Chironomus sp. dapat berkembang hingga mencapai fase pupa (Gambar 7) dan

dewasa. Larva pada wadah dengan tambahan bahan organik ini memerlukan

waktu lebih kurang tiga minggu untuk menjadi pupa. Selanjutnya pupa akan

hidup selama 24-48 jam sebelum akhirnya menjadi Chironomus sp. dewasa.

Page 33: Skripsi Larva Chironomus 2

20

Gambar 7. Pupa Chironomus sp. (A. Pupa dengan isi, B. Pupa kosong/exoviae)

Sumber: Dokumentasi pribadi

4.1.4. Keadaan fisika kimia air wadah pemeliharaan

Pengukuran parameter fisika maupun kimia air dilakukan untuk melihat

pengaruh perlakuan penambahan bahan organik terhadap kecenderungan keadaan

fisika kimia air pada wadah pemeliharaan. Nilai parameter fisika kimia yang telah

diukur disajikan pada Lampiran 8.

Hari ke-

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

Nil

ai

CO

D (

mg/l

)

0

20

40

60

80

100

tanpa penambahan bahan organik

bahan organik 0.5 mg/l

bahan organik 1.0 mg/l

Gambar 8. Nilai COD pada tiga perlakuan berbeda

COD (Chemical Oxygen Demand) merupakan gambaran besarnya bahan

organik di suatu perairan yang dapat didekomposisi secara biologi maupun kimia.

Pengukuran COD dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan pengaruh

penambahan bahan organik terhadap kandungan bahan organik di masing-masing

A B B

Page 34: Skripsi Larva Chironomus 2

21

wadah pemeliharaan. Berdasarkan Gambar 8 dapat dilihat bahwa terdapat

perbedaan besarnya nilai COD. Ketiga perlakuan memiliki kecenderungan variasi

perubahan yang sama untuk nilai COD, yakni mengalami kenaikan sampai hari

tertentu dan mengalami penurunan hingga pengamatan terakhir.

Nilai COD paling tinggi adalah pada wadah dengan konsentrasi bahan

organik sebesar 1,0 mg/l dengan nilai 86,67 mg/l pada pengamatan hari ke-12.

Sedangkan nilai COD tertinggi pada perlakuan bahan organik 0,5 mg/l adalah

59,33 mg/l pada hari ke-15 dan untuk dan perlakuan tanpa penambahan bahan

organik adalah 20,67 mg/l untuk pengamatan hari ke-6. Kisaran nilai COD untuk

perlakuan tanpa bahan organik adalah 16,67-20,67 mg/l. Perlakuan dengan bahan

organik 0,5 mg/l memiliki kisaran 14,33-59,33 mg/l. Sedangkan pada wadah

perlakuan dengan penambahan bahan organik 1,0 mg/l, nilai COD berkisar antara

15,67-86,67 mg/l. Perbedaan nilai COD ini disebabkan oleh perbedaan jumlah

bahan organik yang ditambahkan pada masing-masing wadah perlakuan.

Salah satu parameter fisika yang diukur adalah suhu, yakni salah satu

parameter yang berpengaruh langsung terhadap kehidupan biota air. Metabolisme

biota akan meningkat jika terjadi kenaikan suhu hingga batas tertentu dan

sebaliknya, akan terjadi penurunan tingkat metabolisme bila terjadi penurunan

suhu. Pengukuran parameter suhu dilakukan setiap tiga hari. Suhu yang tercatat

berkisar antara 26,1-27,4 ºC. Kecenderungan variasi suhu untuk masing-masing

perlakuan sama, seperti yang terlihat pada Gambar 9. Masing-masing wadah

pemeliharaan tidak memperlihatkan kenaikan maupun penurunan suhu yang

signifikan. Suhu paling tinggi terjadi pada pengamatan hari ke-9 dan paling

rendah terjadi pada pengamatan hari ke-6.

Gambar 10 menggambarkan keadaan pH pada masing-masing wadah

pemeliharaan. Pengukuran pH dilakukan setiap minggu dan ditampilkan dalam

bentuk grafik dalam bentuk rata-rata untuk masing-masing perlakuan. Nilai pH

tertinggi tercatat pada pengamatan minggu pertama pada wadah pemeliharaan

tanpa penambahan bahan organik dan terendah pada wadah dengan bahan organik

0,5 mg/l untuk pengamatan minggu terakhir. Kisaran nilai pH berada pada

rentang 6,9-7,7. Variasi nilai pH kecil dan masih memenuhi syarat hidup untuk

biota perairan yakni 6-9.

Page 35: Skripsi Larva Chironomus 2

22

hari ke-

2 4 6 8 10 12 14 16

nil

ai

suhu

(0

C)

25,0

25,5

26,0

26,5

27,0

27,5

28,0tanpa penambahan bahan organik

bahan organik 0.5 mg/l

bahan organik 1.0 mg/l

Gambar 9. Nilai suhu pada tiga perlakuan berbeda

minggu ke-

0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5

nil

ai

pH

6,0

6,5

7,0

7,5

8,0

Gambar 10. Nilai pH pada tiga perlakuan berbeda

Parameter selanjutnya adalah oksigen terlarut (Dissolved Oxygen).

Hampir sama seperti suhu, nilai DO juga sangat mempengaruhi aktivitas

metabolisme biota air termasuk larva chironomida. DO digunakan sebagai

Page 36: Skripsi Larva Chironomus 2

23

masukan untuk respirasi bagi mahluk hidup heterotrof. Nilai DO sangat

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti aktivitas fotosintesis organisme

autotrof, difusi udara, maupun mixing. Pada penelitian kali ini tidak ada

penambahan kadar oksigen yang dilakukan secara sengaja. Fotosintesis yang

berlebihan pun secara tidak langsung dihindari dengan cara penempatan wadah di

ruang tertutup. Cara ini dilakukan untuk menghindari tumbuhnya perifiton yang

diperkirakan akan mengganggu pertumbuhan larva chironomida itu sendiri.

Gambar 11 menunjukkan variasi nilai DO yang cenderung mengalami

penurunan. Variabilitas nilai DO untuk setiap perlakuan hampir sama. Perlakuan

tanpa penambahan bahan organik menunjukkan kisaran nilai DO yang lebih tinggi

dari dua perlakuan yang lain. Nilai DO berkisar antara 3,8-7,8 mg/l. Perlakuan

dengan penambahan bahan organik 0,5 mg/l berkisar antara 4,7-6,7 mg/l.

Sedangkan untuk perlakuan dengan bahan organik 1,0 mg/l yakni kandungan

bahan organik paling tinggi, nilai DO berkisar antara 3,8-5,3 mg/l.

hari ke-

2 4 6 8 10 12 14 16

nil

ai

oksi

gen

ter

laru

t (m

g/l

)

0

2

4

6

8

tanpa penambahan bahan organik

bahan organik 0.5 mg/l

bahan organik 1.0 mg/l

Gambar 11. Nilai oksigen terlarut pada tiga perlakuan berbeda

Page 37: Skripsi Larva Chironomus 2

24

4.1.5. Pengelompokan larva chironomida berdasarkan instar

Fase hidup chironomida saat larva adalah tahapan hidup paling lama dari

keempat siklus hidup chironomida. Perkembangan larva chironomida di daerah

tropis umumnya membutuhkan waktu ± 1 bulan. Selama fase ini, chironomida

mengalami empat instar. Waktu capaian masing-masing instar dari larva

chironomida berbeda-beda bergantung pada spesiesnya. Penentuan capaian instar

dari larva chironomida pada penelitian ini dilakukan dengan mengukur panjang

dan lebar kapsul kepala. Kapsul kepala dari larva chironomida terbuat dari zat

kitin. Penentuan instar didasarkan pada pergantian kulit (molting) pada kapsul

kepala yang menandai terjadinya pergantian instar. Tabel 2 merupakan dasar

pengelompokan instar berdasarkan penelitian Dettinger-Klemm (2003).

Tabel 2. Karakteristik ukuran larva Chironomus sp. berdasarkan instar

Instar Head L (µm) Head W (µm) Body L (mm) Body W (µm)

I 105-108; 123 ± 10,9 101-184; 112 ± 11,2 0,7-2,0 40-201

II 182-224; 199 ± 10,7 159-208; 190 ± 9,9 1,7-3,8 102-347

III 270-405; 355 ± 29,7 245-356; 311 ± 22,3 3,0-7,5 161-564

IV 494-649; 585 ± 40,3 409-592; 510 ± 37,1 4,7-12,8 353-1128

Tabel 2 dijadikan pedoman dalam menentukan centroid atau pemusatan

data panjang dan lebar kapsul kepala dari larva chironomida. Selanjutnya data

diolah dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB 14. Larva

dikelompokkan menjadi 4 instar. Masing-masing instar memiliki kisaran panjang

dan lebar kapsul kepala yang berbeda. Berikut ditampilkan grafik pengelompokan

larva berdasarkan instar dengan pedoman ukuran dari Dettinger-Klemm (2003).

Gambar 12 menunjukkan bahwa berdasarkan penelitian, pada wadah

dengan perlakuan tanpa penambahan bahan organik hanya terdapat satu kelompok

larva chironomida, yakni instar satu. Kisaran panjang kapsul kepala untuk instar

satu adalah antara 15-121 µm dan lebar kapsul kepala berkisar antara 12,5-91,4

µm. Keterbatasan bahan organik adalah faktor yang mempengaruhi terhambatnya

pertumbuhan larva Chironomus sp. pada perlakuan tanpa penambahan bahan

organik. Kurangnya bahan organik sebagai sumber makanan dan bahan

pembuatan tubes bagi larva chironomida menyebabkan terganggunya

pertumbuhan larva.

Page 38: Skripsi Larva Chironomus 2

25

0 200 400 600

0

200

400

600instar I

Gambar 12. Pengelompokan instar I larva Chironomus sp. berdasarkan panjang

total dan lebar kapsul kepala pada wadah tanpa penambahan bahan organik

Gambar 13 (bagian atas) menunjukkan grafik pengelompokan instar pada

wadah perlakuan dengan penambahan bahan organik dengan kadar 0,5 mg/l.

Bahan organik menjadi sumber makanan dan bahan pembuatan tubes bagi larva

Chironomus sp. Oleh karena itu, dapat dilihat bahwa terjadi pertumbuhan larva

yang ditandai oleh perkembangan instar mulai dari instar I hingga instar IV pada

Gambar 13. Instar I memiliki kisaran panjang kapsul kepala antara 38-183 µm

dan lebar kapsul kepala antara 24-126 µm. Larva Chironomus sp. instar II

memiliki kisaran panjang dan lebar kapsul kepala antara 187-270 µm dan 185-232

µm. Instar III dengan kisaran panjang kapsul kepala antara 287-475 µm dan lebar

kapsul kepala 253-356 µm. Sedangkan untuk lava Chironomus sp. instar IV

memiliki kisaran panjang dan lebar kapsul kepala antara 476-515 µm dan 358-428

µm.

Page 39: Skripsi Larva Chironomus 2

26

0 100 200 300 400 500 600

0

100

200

300

400

500

600

0 100 200 300 400 500 600

0

100

200

300

400

500

600

Gambar 13. Tahap perkembangan larva Chironomus sp. berdasarkan panjang

total dan lebar kapsul kepala perlakuan dengan penambahan bahan

organik 0,5 mg/ l (atas) dan 1,0 mg/l (bawah)

Gambar 13 (bagian bawah) menunjukkan informasi mengenai

perkembangan larva Chironomus sp. yang terbagi menjadi empat instar. Masing-

masing instar memiliki kisaran yang berbeda baik dari segi panjang maupun lebar

kapsul kepala. Penelitian menunjukkan bahwa pada kondisi perlakuan dengan

penambahan bahan organik 1,0 mg/l, larva Chironomus sp. dapat tumbuh dengan

Page 40: Skripsi Larva Chironomus 2

27

baik dan mencapai empat instar hingga dewasa. Berdasarkan Gambar 13 dapat

diketahui bahwa kisaran panjang kapsul kepala untuk instar I berkisar antara 44,5-

160 µm dan lebar kapsul kepala 40,9-137 µm. Kisaran panjang dan lebar kapsul

kepala untuk instar II berkisar antara 193-228 µm dan 166-208 µm. Larva

Chironomus sp. instar III memiliki panjang kapsul kepala sebesar 229-405 µm

dan lebar kapsul kepala antara 209-353 µm. Instar terakhir (instar IV) panjang

dan lebar kapsul kepala berkisar antara 408-572 µm dan 360-404 µm.

Berdasarkan perbandingan kedua grafik tersebut, dapat dilihat bahwa penambahan

bahan organik yang lebih banyak akan menyebabkan terjadinya pertumbuhan

yang lebih besar. Titik-titik pada grafik menunjukkan bahwa pada penambahan

bahan organik 1,0 mg/l mengakibatkan pertumbuhan lebih besar pada instar IV.

Berdasarkan pengelompokan instar, dapat diketahui waktu capaian

masing-masing instar dengan membandingkan kisaran panjang total larva

Chironomus sp. dengan waktu. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Zilli et al.

(2008) yang menyatakan bahwa kurva pertumbuhan populasi erat kaitannya

dengan pertumbuhan panjang total berdasarkan waktu. Tabel 3 menggambarkan

hasil penelitian Zilli et al. (2008) mengenai waktu capaian instar pada spesies C.

calligraphus.

Tabel 3. Karakteristik ukuran larva dan waktu capaian instar C. calligraphus

Instar Lebar Kapsul

Kepala (µm) Tingkat

Pertumbuhan Panjang Total

(µm) Jangka

Waktu (hari)

I 115,2±6,9 1,58 1109±193,4 5±1,2

II 182,2±10,8 1,62 2449,1±701,4 3±0,7

III 295,3±19,1 1,6 5121,1±750,7 6±2,6

IV 472,8±30,9 1,6 8943,6±1672,7 10±1,7

Penentuan waktu capaian instar dilakukan dengan membandingkan data

panjang total berdasarkan penelitian Zilli et al. (2008) dengan panjang total

berdasarkan penelitian. Panjang total untuk masing-masing perlakuan dirata-

ratakan setiap harinya dan dilakukan penentuan waktu capaian berdasarkan

pengelompokan panjang total pada Tabel 3. Sehingga diperoleh waktu capaian

instar yang ditampilkan pada Tabel 4 berikut.

Page 41: Skripsi Larva Chironomus 2

28

Tabel 4. Karakteristik ukuran larva dan waktu capaian instar berdasarkan

penelitian

Instar

Waktu Capaian Instar (± hari)

Bahan Organik

0 mg/l Bahan Organik

0,5 mg/l Bahan Organik

1,0 mg/l

I 7* 4 4

II - 2 2

III - 13 10

IV - 2** 5** *waktu capaian instar I tidak bisa ditentukan karena terjadi kematian seluruh individu

pada hari ke-7

**waktu capaian ketika sudah ada chironomida yang mencapai fase pupa

Berdasarkan hasil penelitian dapat dibandingkan jangka waktu yang

dibutuhkan larva pada masing-masing perlakuan untuk melewati masing-masing

instar. Larva pada perlakuan tanpa penambahan bahan organik hanya bertahan

hingga pengamatan hari ke-7 karena tidak tersedianya bahan organik sebagai

sumber makanan. Fase hidup larva chironomida pada perlakuan ini hanya fase

planktonik dan instar I. Perlakuan dengan penambahan bahan organik 0,5 mg/l

dan 1,0 mg/l memiliki pola yang sama untuk jangka waktu instar I dan II. Akan

tetapi terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada instar III dan IV.

Penambahan bahan organik yang lebih tinggi menyebabkan larva Chironomus sp.

lebih cepat mencapai instar IV, namun jangka waktu untuk instar IV menjadi lebih

lama. Hal ini membuktikan, bahan organik memberikan pengaruh bagi waktu

capaian instar pada Chironomus sp.

Berdasarkan tingkatan instar yang telah diperoleh dari nilai rata-rata

panjang total, larva chironomida dikelompokkan berdasarkan keempat tingkatan

instar tersebut. Gambar 14 dan 15 menunjukkan perbandingan panjang dan lebar

kapsul kepala (kiri) dan lebar badan (kanan) larva chironomida untuk masing-

masing instar pada perlakuan penambahan bahan organik. Berdasarkan gambar

tersebut dapat terlihat bahwa terjadi perubahan ukuran kapsul kepala dan lebar

badan. Perlakuan dengan penambahan bahan organik lebih tinggi menyebabkan

perubahan ukuran lebih cepat karena ketersediaan makanan yang lebih tinggi.

Namun, pada perlakuan ini memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai

instar IV.

Page 42: Skripsi Larva Chironomus 2

29

Gambar 14. Perbandingan kapsul kepala dan lebar badan setiap instar pada

perlakuan penambahan bahan organik 0,5 mg/l

60 µm

Page 43: Skripsi Larva Chironomus 2

30

Gambar 15. Perbandingan kapsul kepala dan lebar badan setiap instar pada

perlakuan penambahan bahan organik 1,0 mg/l

60 µm

Page 44: Skripsi Larva Chironomus 2

31

4.1.6. Penentuan kohort berdasarkan analisis distribusi frekuensi

panjang larva chironomida dengan metode NORMSEP

Larva chironomida yang diamati memperlihatkan perubahan ukuran baik

panjang total, lebar badan, panjang kepala, maupun lebar kepala. Hal ini

membuktikan bahwa larva chironomida mengalami pertumbuhan. Analisis

pertumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode NORMSEP

(Normal Separation). Larva chironomida diklasifikasikan menjadi beberapa

selang kelas panjang dan diolah dalam bentuk grafik distribusi panjang dengan

perangkat lunak FISAT II.

Berdasarkan data panjang total larva chironomida yang telah

dikelompokkan berdasarkan selang kelas tertentu, perlakuan tanpa penambahan

bahan organik tidak menunjukkan pertumbuhan yang signifikan sehingga tidak

dapat dideskripsikan dengan menggunakan metode ini. Gambar 15 menunjukkan

perbandingan grafik distribusi panjang untuk perlakuan dengan penambahan

bahan organik sebanyak 0,5 mg/l dan 1,0 mg/l. Setiap grafik menunjukkan hanya

ada satu sebaran normal untuk masing-masing perlakuan. Hal ini menjelaskan

bahwa hanya ada satu kohort (kelompok umur) pada kedua perlakuan ini.

Pergeseran garis merah ke arah kanan menggambarkan terjadinya

perubahan nilai modus setiap minggunya. Berdasarkan metode ini dapat

dijelaskan bahwa pertumbuhan panjang larva chironomida cukup signifikan

dilihat dari pergerakan ke kanan dari nilai modus yang terjadi (Lampiran 5).

Pergesaran nilai modus ke arah kanan lebih signifikan terjadi pada

perlakuan dengan penambahan bahan 1,0 mg/l. Nilai modus pada minggu

pertama adalah 2490 µm, minggu kedua 5730 µm dan minggu ketiga 6140 µm.

Sedangkan untuk penambahan bahan organik 0,5 mg/l, nilai modus yang

ditemukan lebih kecil dari perlakuan penambahan bahan organik 1,0 mg/l, yaitu

berturut-turut dari minggu pertama hingga minggu ketiga adalah 2214, 4966 dan

5605 µm. Hal ini menjelaskan bahwa perubahan ukuran panjang total dari larva

Chironomus sp. lebih cepat terjadi pada perlakuan dengan penambahan bahan

organik yang lebih tinggi. Pertumbuhan panjang ini dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan dan ketersediaan makanan. Apabila kedua hal ini telah tercukupi dan

tersedia dalam kondisi optimum, pertumbuhan larva juga akan optimum.

Page 45: Skripsi Larva Chironomus 2

32

Gambar 16. Distribusi panjang total Chironomus sp.

(kiri: bahan organik 0,5 mg/l, kanan: bahan organik 1,0 mg/l)

Berdasarkan pergeseran nilai modus, diperoleh hubungan regresi linier

sederhana antara waktu dengan modus panjang total larva Chironomus sp.

Perlakuan dengan penambahan bahan organik 1,0 mg/l menyebabkan kenaikan

nilai modus sebesar 1136 µm setiap satu minggu. Perlakuan dengan penambahan

bahan organik yang lebih sedikit, yaitu 0,5 mg/l menunjukkan kenaikan nilai

modus yang lebih kecil, yakni 870,6 µm. Gambar 17 memperlihatkan grafik

hubungan antara waktu dengan penambahan nilai modus.

minggu ke-

0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5

nil

ai

modu

s

2214

4966

5605

2490

5730

6140

penambahan bahan organik 0.5 mg/l

penambahan bahan organik 1.0 mg/l

penambahan bahan organik 0.5 mg/l

penambahan bahan organik 1.0 mg/l

Gambar 17. Hubungan waktu dengan modus panjang total Chironomus sp.

Page 46: Skripsi Larva Chironomus 2

33

Selain menggunakan hubungan regresi linier sederhana untuk

menunjukkan perbedaan pengaruh penambahan bahan organik, dilakukan uji

rancangan acak lengkap untuk melihat pengaruh bahan organik terhadap nilai

modus yang dicapai dari grafik distribusi frekuensi panjang. Berdasarkan tabel

pengujian rancangan acak lengkap, diperoleh hasil Fhitung>Ftabel. Keputusan yang

diperoleh adalah tolak H0 yang artinya perlakuan mempengaruhi nilai modus yang

diperoleh berdasarkan waktu. Hal ini menggambarkan bahwa penambahan bahan

organik memberikan pengaruh bagi pertumbuhan panjang total larva chironomida.

4.1.7. Pengaruh perbedaan perlakuan bahan organik terhadap berbagai

parameter pertumbuhan

Pertumbuhan adalah salah satu ciri mahluk hidup yang membedakannya

dari mahluk tak hidup. Secara teoritis pertumbuhan dapat diartikan sebagai

perubahan dimensi (panjang, berat, ukuran, volume, dan jumlah) per satuan waktu

baik individu, stok maupun komunitas. Pertumbuhan banyak dipengaruhi oleh

faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor keturunan, jenis

kelamin, umur, ketahanan terhadap penyakit, dan kemampuan dalam

memanfaatkan makanan. Sedangkan faktor eksternal meliputi jumlah makanan

yang tersedia di perairan, ukuran makanan, kandungan gizi makanan, dan faktor

lingkungan.

Pertumbuhan ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif.

Pertumbuhan positif ditandai oleh selisih yang nilainya positif, sedangkan

pertumbuhan negatif ditandai oleh selisih yang nilainya negatif atau dengan kata

lain mengalami penurunan. Berdasarkan faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan, penelitian ini mengambil aspek bahan organik yang dalam

kehidupan larva chironomida berperan sebagai sumber makanan dan bahan

pembuatan tubes. Tiga perlakuan bahan organik diamati pengaruhnya bagi

pertumbuhan larva Chironomus sp. Berdasarkan data yang diambil setiap hari

selama tiga minggu pada fase larva, diperoleh empat parameter pertumbuhan

yakni panjang total, lebar badan, serta panjang dan lebar kapsul kepala.

Dalam rangka mengetahui pengaruh penambahan bahan organik terhadap

pertumbuhan larva Chironomus sp, maka data parameter pertumbuhan tersebut

Page 47: Skripsi Larva Chironomus 2

34

dimasukkan ke dalam tabel rancangan acak lengkap. Pengujian dilakukan dengan

menggunakan tabel ‟Anova: single factor‟ pada perangkat lunak Ms. Excell.

Berdasarkan tabel hasil pengujian rancangan acak lengkap untuk keempat

parameter, yakni panjang total, lebar badan, serta panjang dan lebar kapsul kepala

diperoleh nilai Ftabel<Fhitung. Keputusan yang dihasilkan adalah tolak H0, artinya

minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi pertumbuhan larva Chironomus

sp. Hal ini menggambarkan bahwa bahan organik yang ditambahkankan pada

wadah pemeliharan larva Chironomus sp. memberikan pengaruh bagi

pertumbuhan larva tersebut.

4.1. Pembahasan

Larva, pupa, maupun chironomida dewasa membentuk bagian yang

terintegrasi pada jaring-jaring makanan. Organisme ini berperan sebagai makanan

bagi invertebrata yang lebih besar, ikan, amfibi maupun burung (Eppler 2001).

Peran chironomida lainnya adalah sebagai bioindikator untuk memantau kondisi

dan kesehatan suatu perairan. Beberapa genus dari subfamili chironomidae

bersifat toleran terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Selain itu, penggunaan

chironomida dalam fungsi paleolimnologi juga mulai dikembangkan.

Penggunaan analisis isotop terhadap sedimen memungkinkan rekonstruksi ulang

beberapa hal di masa lampau seperti variasi fisik, iklim dan lingkungan. Hal ini

dilakukan dengan menguji rekaman sedimen lewat penggunaan sisa-sisa biologis

termasuk chironomida (Velle & Laroque 2007). Pengujian seringkali dilakukan

dengan menggunakan kapsul kepala karena bagian kepala larva chironomida ini

terbuat dari zat kitin yang bisa bertahan sangat lama di alam tanpa terdekomposisi.

Oleh karena, itu dibutuhkan penelitian yang lebih spesifik mengenai chironomida

untuk mengetahui seberapa besar potensinya dapat dimanfaatkan bagi

kepentingan lingkungan dan manusia.

Penelitian ini dilakukan dengan memelihara chironomida mulai dari fase

telur hingga menjadi pupa dan tumbuh menjadi chironomida dewasa di

laboratorium dengan perlakuan penambahan kadar bahan organik yang berbeda.

Pemeliharaan dilakukan di laboratorium dengan tujuan untuk mempermudah

pengkajian baik dari segi pengamatan siklus hidup maupun pertumbuhan.

Page 48: Skripsi Larva Chironomus 2

35

Chironomida memiliki empat fase metamorfosis. Fase pertama yakni fase telur,

dimulai dari pemijahan dewasa yang pada sebagian besar spesies chironomida

terjadi di udara dan di tanah untuk beberapa spesies. Selanjutnya chironomida

meletakkan telurnya di permukaan air. Beberapa saat setelah peletakkan, telur

akan dibungkus oleh struktur kompleks berupa gelatin. Massa telur kemudian

tenggelam ke dasar perairan atau tersangkut di beberapa tumbuhan air yang

tenggelam. Beberapa spesies chironomida, massa telurnya tetap mengapung di

permukaan air dalam bentuk massa gelatin. Masing-masing massa telur

berjumlah kurang dari 100 hingga 2000 telur bergantung pada spesies (Bay 2003).

Telur-telur ini biasanya memerlukan waktu tetas sekitar 24 sampai 36 jam (Bay

2003) bahkan bisa mencapai 3 hari (Zilli et al. 2008). Sedangkan pada penelitian

ini, telur membutuhkan waktu ±17 jam sejak pengambilan massa telur dari alam

hingga menetas. Kemungkinan yang terjadi adalah massa telur telah diletakkan

cukup lama oleh chironomida dewasa sehingga hanya memerlukan waktu kurang

dari 24 jam untuk menetas.

Pemeliharaan chironomida setelah menetas dilakukan di wadah dengan

perlakuan yang berbeda. Wadah tanpa penambahan bahan organik, wadah dengan

penambahan bahan organik sebesar 0,5 mg/l, dan wadah dengan penambahan

bahan organik 1,0 mg/l. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan

bahan organik diduga berperan sebagai sumber makanan maupun bahan pembuat

tubes bagi chironomida. Kotoran kuda kering adalah bahan organik yang

digunakan dalam penelitian kali ini.

Selama penelitian berlangsung, parameter fisika kimia yang diamati antara

lain suhu, pH, DO dan COD. Suhu yang teramati hanya berkisar antara 26,1-27,4

ºC. Suhu yang cenderung stabil disebabkan pemeliharaan yang dilakukan di

laboratorium sehingga suhu air dalam wadah tidak terlalu dipengaruhi oleh suhu

lingkungan. Begitu pula dengan nilai pH, berkisar antara 6,9-7,7. Nilai tersebut

masih mendukung kehidupan biota air sehingga tidak terlalu berpengaruh

terhadap kehidupan larva chironomida.

Parameter selanjutnya, yakni nilai DO atau oksigen terlarut. Nilai DO

yang teramati bervariasi berdasarkan kadar bahan organik pada wadah

pemeliharaan. Kisaran nilai DO tertinggi ada pada wadah perlakuan tanpa

Page 49: Skripsi Larva Chironomus 2

36

penambahan bahan organik karena tidak dilakukannya penambahan bahan organik

sehingga oksigen yang terlarut di air tidak terlalu banyak dimanfaatkan untuk

dekomposisi bahan organik. Kisaran ini menurun seiring penambahan kandungan

bahan organik. Wadah perlakuan dengan penambahan bahan organik paling

tinggi yakni 1,0 mg/l memiliki kisaran nilai DO yang paling kecil karena oksigen

digunakan untuk proses dekomposisi (perombakan bahan organik). Sedangkan

untuk nilai COD, kecenderungan nilainya hampir sama untuk setiap wadah

perlakuan yakni rendah pada pengamatan awal, kemudian mengalami kenaikan

hingga titik tertentu dan kembali turun hingga hari terakhir pengamatan. Hal ini

disebabkan karena pada awal pengamatan, bahan organik belum begitu

berpengaruh pada kondisi kualitas air pada wadah. Selanjutnya COD mengalami

kenaikan karena bahan organik mulai mempengaruhi air dan kembali mengalami

penurunan seiring pertumbuhan chironomida. Hal ini menjelaskan bahwa bahan

organik digunakan oleh larva chironomida sebagai sumber makanan dan bahan

pembuatan tubes.

Larva chironomida yang diamati pada penelitian ini berasal dari subfamili

Chironominae dan genus Chironomus sp. Identifikasi dilakukan dengan

mengamati bagian mentum larva dan berpedoman pada buku identifikasi Eppler

(2001). Siklus hidup Chironomus sp. terdiri dari 4 fase, yakni telur, larva, pupa

dan dewasa. Fase larva merupakan fase terlama yang terdiri dari ± 21 hari pada

wadah dengan penambahan bahan organik. Sedangkan pada tanpa penambahan

bahan organik, pertumbuhan larva hanya sampai ± 1 minggu dan hanya tumbuh

hingga instar I dengan sifat hidup planktonik. Terhambatnya pertumbuhan larva

pada kondisi minim bahan organik disebabkan karena kekurangan bahan makanan

dan tidak tersedianya bahan untuk pembuatan tubes sehingga larva hanya bersifat

planktonik. Pada wadah B dan C, larva menjadi bersifat bentik secara

keseluruhan pada hari ke-4. Bahan organik yang tersedia memungkinkan larva

untuk membentuk tubes. Larva terus mengalami perkembangan dari segi ukuran

hingga minggu ke-3. Minggu ke-3 larva membentuk pupa. Fase ini hanya

berlangsung selama 24-48 jam dan selanjutnya pupa akan keluar membentuk

chironomida dewasa.

Page 50: Skripsi Larva Chironomus 2

37

Larva Chironomus sp. membutuhkan waktu ± 3 minggu untuk berubah

menjadi pupa. Selama waktu tersebut, larva Chironomus sp. mengalami

perubahan ukuran kapsul kepala sebanyak empat kali. Perubahan ukuran ini lebih

dikenal dengan sebutan pergantian instar. Kapsul kepala merupakan satu-satunya

bagian tubuh Chironomus sp. yang terbuat dari zat kitin. Oleh karena itu,

perkembangan ukurannya tidak mengikuti layaknya perkembangan ukuran tubuh.

Ukurannya hanya berubah sebanyak 4 kali dalam suatu kelompok selang per

instar. Parameter yang biasa digunakan sebagai penentuan instar ini adalah

panjang dan lebar kapsul kepala. Penelitian ini berpedoman pada Dettinger-

Dettinger-Klemm (2003) untuk pengelompokan larva Chironomus sp.

berdasarkan instar.

Pengelompokan berdasarkan instar terdiri dari 4. Hasil yang diperoleh

menunjukkan bahwa larva Chironomus sp. yang ditemukan terdiri dari 4 instar

untuk perlakuan dengan penambahan bahan organik. Sedangkan untuk perlakuan

tanpa penambahan bahan organik hanya ditemukan larva instar I. Hal ini terjadi

karena ketidaktersediaan bahan organik pada wadah perlakuan tanpa penambahan

bahan organik sehingga pertumbuhan larva terhambat. Berdasarkan waktu

capaian instar juga dapat dilihat pengaruh bahan organik bagi jangka waktu yang

dibutuhkan untuk melewati satu instar. Perlakuan dengan kandungan bahan

organik yang lebih tinggi menyebabkan larva Chironomus sp. lebih cepat

mencapai instar IV. Namun membutuhkan jangka waktu yang lebih lama pada

instar IV. Hal ini membuktikan bahwa penambahan bahan organik dapat

meningkatkan pertumbuhan larva chironomida.

Berdasarkan hasil penelitian larva Chironomus sp. yang ditemukan

diketahui hanya terdiri dari satu kelompok umur. Hal ini terjadi karena

pengumpulan massa telur dilakukan pada waktu dan lokasi yang sama. Larva

Chironomus sp. pada wadah dengan penambahan bahan organik baik 0,5 mg/l

maupun 1,0 mg/l mengalami pertumbuhan yang digambarkan oleh pergeseran

modus ke kanan pada grafik distribusi panjang. Pergeseran modus lebih cepat

terjadi pada perlakuan dengan penambahan bahan organik 1,0 mg/l. Hal ini

membuktikan bahwa penambahan bahan organik sebagai sumber makanan bagi

larva chironomida dapat mempercepat pertumbuhan. Sedangkan pada wadah

Page 51: Skripsi Larva Chironomus 2

38

tanpa penambahan bahan organik tidak terjadi pertumbuhan. Larva Chironomus

sp. hanya bertahan hingga selama lebih kurang satu minggu. Larva Chironomus

sp. pada perlakuan tanpa penambahan bahan organik tidak tumbuh karena tidak

tersedianya makanan sebagai sumber energi untuk melakukan proses

metabolisme. Perbedaan pertumbuhan juga diperlihatkan pada uji rancangan acak

lengkap. Berdasarkan uji Anova: Single factor (Lampiran 6), diperoleh hasil

bahwa minimal ada satu perlakuan yang mempengaruhi pertumbuhan larva

Chironomus sp. Hasil tersebut ditunjukkan pada empat parameter yang diuji

yakni panjang total, lebar badan, serta panjang dan lebar kapsul kepala.

Berdasarkan hasil pengamatan di Danau Lido, keberadaan Keramba Jaring

Apung memiliki dampak negatif, yaitu menambah masukan bahan organik ke

Danau Lido yang bersumber dari pelet atau pakan buatan ikan budidaya. Dampak

negatif ini dapat dikurangi dengan mempertimbangkan peran larva chironomida

sebagai pakan alami ikan. Larva chironomida diharapkan dapat mengurangi

pencemaran akibat masukan bahan. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui

kondisi perairan yang optimum bagi pertumbuhan maupun perkembangan larva

Chironomus sp. sehingga dapat dilakukan optimalisasi larva chironomida sebagai

pakan alami untuk mengurangi jumlah pakan buatan yang digunakan dalam

budidaya ikan di Danau Lido.

Peran larva chironomida lainnya yakni sebagai indikator lingkungan.

Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan perkembangan dan pertumbuhan

larva chironomida pada dua perlakuan penambahan bahan organik yang berbeda

konsentrasi. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar indikator perubahan

lingkungan yang disebabkan oleh bahan organik. Badan air dengan penambahan

bahan organik yang lebih tinggi yaitu 1,0 mg/l akan ditunjukkan oleh

pertumbuhan dan perkembangan larva chironomida yang lebih cepat. Peran

chironomida sebagai indikator juga digambarkan pada penelitian yang dilakukan

di 13 danau yang berada di daerah Inggris dan Skotlandia bagian selatan.

Penelitian tersebut membuktikan bahwa chironomida dapat digunakan untuk

menggambarkan perubahan pola total phospor dan klorofil-a (Langdon et al.

2006).

Page 52: Skripsi Larva Chironomus 2

39

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Perlakuan dengan penambahan bahan organik 0,5 mg/l dan 1,0 mg/l

menunjukkan pertumbuhan panjang hingga 3 minggu, sedangkan pada perlakuan

tanpa penambahan bahan organik, kelangsungan hidup larva hanya mencapai 1

minggu dan instar pertama.

5.2. Saran

Penelitian akan menjadi lebih baik apabila pemeliharaan Chironomus sp.

dapat dimulai dari fase pemijahan sehingga diperoleh informasi mengenai telur

secara keseluruhan untuk melengkapi deskripsi siklus hidup Chironomus sp.

Page 53: Skripsi Larva Chironomus 2

40

DAFTAR PUSTAKA

Bay EC. 2003. Chironomida midges. Emeritus urban entomologist WSU

Puyallup. 3 pp.

Boyd C. 1998. Water quality for pond aquaculture. Auburn University. Alabama.

36 pp.

Brodersen KP, Pederson Ole, Walker IR, & Jensen MT. 2008. Respiration of

midges (Diptera; Chironomidae) in British Columbian Lakes: oxy-

regulation, temperature and their role as paleo-indicator. Freshwater

Biology 53: 593-602.

Carew ME, Pettigrove V, & Hoffmann AA. 2003. Identifying chironomidas

(Diptera: Chironomidae) for biological monitoring with PCR-RFLP.

Bulletin of Entomological Research 93: 483-490.

Eppler JH. 2001. Identification manual for the larval Chironomidae (Diptera) of

North and South Carolina. EPA Region 4 and Human Health and

Ecological Criteria Division. Crawfordville.

FISAT. 2005. Fisat Version 1.2.2. FAO. Rome, Italy.

Halpern M, Gasith A, & Broza M. 2002. Does the tube of a benthic chironomida

larva play a role in protecting its dweller against chemical toxicants?

Hydrobiologia 470: 49-55.

Heinrich M, Barnekov L, & Rosenberg S. 2006. A comparison of chironomida

biostratigraphy from Lake Vuolep Njakajaure with vegetation, lake-level,

and climate changes in Abisko National Park, Sweden. J Paleolimnol 36:

119-131.

Dettinger-Klemm. 2003. Chironomidas (Diptera, Nematocera) of temporary pools

– an ecological case study [disertasi] Universitast Marburg. Philipps.

Kodds WK 2002. Freshwater ecology concepts and environmental applications.

Academic Press. United States of America.

Langdon PG, Ruiz Z, Brodersen KP, & Foster IDL. 2006. Assessing lake

eutrophication using chironomidas understanding the nature of community

response in different lake types. Freshwater biology 51: 562-577.

Lobinske RJ, Cichra CE, & Ali A. 2002. Predation by bluegill (Lepomis

macrochirus) on larval Chironomidae (Diptera) in relation to midge standing

crop in two central Florida lakes. Florida entomologist. 85(2): 372-375.

Page 54: Skripsi Larva Chironomus 2

41

McLarney WO, Henderson S, & Sherman MM. 1974. A new mthed for culturing

Chironomus tentans Fabricus larvae using burlap substrate in fertilized

pools. Aquaculture 4: 267-276.

Metcalf & Eddy, Inc. 1991. Wastewater engineering (Treatment, disposal, &

reuse), 3th

edition. McGraw-Hill book company. New York.

MINITAB, Inc. 2003. Minitab Release 14 for Windows.

Nemerrow NL. 1991. Stream, lake, estuary, and ocean pollution, 2nd

edition. Van

Nostrand Reinhold. New York.

Odum HT. 1992. Ekologi sistem. suatu pengantar. W.B. Gadjah Mada University

Press.

Rossaro B. 1991. Chironomidas and water temperature. Aquatic insects 13 (2):

87-98.

Sparre P & Venema SC. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis. FAO. 436

pp.

Velle G & Larocque I. 2007. Assesing chironomida head capsule Consentrations

in sediments using exotic markes. J Paleolimnol: 13 pp.

Walpole RE. 1992. Pengantar statistika edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. 512.

Zilli FL, Montalto L, Paggi AC, & Marchese MR. 2008. Biometry and life cycle

of Chironomus sp. calligraphus Goeldi 1905 (Diptera, Chironomidae) in

laboratory conditions). Interciencia 33 (10): 767-770.

Page 55: Skripsi Larva Chironomus 2

42

LAMPIRAN

Page 56: Skripsi Larva Chironomus 2

43

Lampiran 1. Foto lokasi pengambilan massa telur

Page 57: Skripsi Larva Chironomus 2

44

Lampiran 2. Alat yang digunakan untuk pengambilan massa telur

Lampiran 3. Alat dan bahan untuk pemeliharaan chironomida

Botol Kaca Kuas

Wadah plastik Ruangan pemeliharaan

Cawan petri Kotoran kuda kering

Page 58: Skripsi Larva Chironomus 2

45

Lampiran 4. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kualitas air

H2SO4 pekat Alat kaca

Akuades pH-meter

Pipet larutan Bahan kimia

HCl bilasan Buret

Page 59: Skripsi Larva Chironomus 2

46

Lampiran 5. Data Perubahan Nilai Modus (FISAT II)

A. Perlakuan dengan penambahan bahan organik 0.5 mg/l

Page 60: Skripsi Larva Chironomus 2

47

B. Perlakuan dengan penambahan bahan organik 1.0 mg/l

Page 61: Skripsi Larva Chironomus 2

48

Lampiran 6. Tabel anova: single factor rancangan acak lengkap

Panjang Kepala

Anova: Single Factor

SUMMARY

Groups Count Sum Average Variance

Column 1 3 198.9334 66.31114 4.866792

Column 2 3 746.9428 248.9809 36.28612

Column 3 3 835.5225 278.5075 699.9667

ANOVA

Source of

Variation SS df MS F P-value F crit

Between

Groups 79267.36 2 39633.68 160.4344 6.18E-06 5.143253

Within Groups 1482.239 6 247.0399

Lebar Kepala

Anova: Single Factor

SUMMARY

Groups Count Sum Average Variance

Column 1 3 496.5223 165.5074 9951.449

Column 2 3 472.2016 157.4005 8476.391

Column 3 3 460.3862 153.4621 7432.895

ANOVA

Source of

Variation SS df MS F P-value F crit

Between

Groups 226.3246 2 113.1623 0.013128 0.986987 5.143253

Within Groups 51721.47 6 8620.245

Panjang Total

Anova: Single Factor

SUMMARY

Groups Count Sum Average Variance

Column 1 3 2085.807 695.269 85.89971

Column 2 3 13363.66 4454.552 33611.07

Column 3 3 14958.69 4986.231 379876.4

Page 62: Skripsi Larva Chironomus 2

49

ANOVA

Source of

Variation SS df MS F P-value F crit

Between

Groups 32827244 2 16413622 119.062 1.48E-05 5.143253

Within Groups 827146.7 6 137857.8

Lebar Badan

Anova: Single Factor

SUMMARY

Groups Count Sum Average Variance

Column 1 3 159.9159 53.30529 2.63094

Column 2 3 834.768 278.256 138.1716

Column 3 3 935.5527 311.8509 1372.474

ANOVA

Source of

Variation SS df MS F P-value F crit

Between

Groups 118577.3 2 59288.64 117.5369 1.54E-05 5.143253

Within Groups 3026.553 6 504.4256

Page 63: Skripsi Larva Chironomus 2

50

Lampiran 7. Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis chironomida

Mikroskop bedah Mikroskop majemuk

Kamera Dino lite Kamera OptiLab

Kaca objek

Kaca penutup

Page 64: Skripsi Larva Chironomus 2

51

Botol film Botol kaca

Entellan

Page 65: Skripsi Larva Chironomus 2

52

Lampiran 8. Parameter fisika kimia air pada wadah pemeliharaan

Hari/ Tanggal Sampel DO (mg/l)

Rata-

rata

Suhu

(0C)

Rata-

rata pH

Rata-

rata

Senin, 300511

A1 7.2

6.9

26.8

27.0

7.42

7.71 A2 6.9 26.9 7.98

A3 6.6 27.2 7.73

B1 6.5

6.4

26.8

26.9

7.57

7.5 B2 6.9 26.8 7.58

B3 5.9 27 7.48

C1 5

5.3

26.8

26.9

7.6

7.6 C2 5.6 26.9 7.61

C3 5.2 26.9 7.67

Kamis, 020611

A1 8.3

7.8

26.3

26.1

A2 6.4 26.4

A3 8.7 25.6

B1 6.9

6.7

26.4

26.4 B2 6.6 26.4

B3 6.6 26.4

C1 5.4

5.3

26.3

26.4 C2 4.4 26.6

C3 6.1 26.2

Senin, 060611

A1 7.2

7.2

27.2

27.4

6.9

7.4 A2 7.3 27.3 7.93

A3 7.2 27.7 7.42

B1 4.6

5.2

27.2

27.3

7.45

7.6 B2 5.4 27.2 7.74

B3 5.5 27.5 7.49

C1 3.6

3.8

27.3

27.2

7.42

7.3 C2 3.6 27.3 7.09

C3 4.3 27.1 7.42

Kamis, 090611

A1 7.4

8.0

26.3

26.7

A2 7.8 26.9

A3 8.8 26.8

B1 5.1

4.9

26.3

26.4 B2 5.1 26.4

B3 4.6 26.4

C1 3.9

4.0

26.4

26.5 C2 4.2 26.7

C3 3.9 26.4

Senin, 130611

B1 5.1

4.7

26.1

26.2

6.9

6.9 B2 5.2 26.1 7.09

B3 3.9 26.3 6.85

C1 3.3

4.2

26.3

26.3

6.91

7.1 C2 4.7 26.2 7.28

C3 4.5 26.4 7.21

Page 66: Skripsi Larva Chironomus 2

53