BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.uph.edu/8119/4/Chapter1.pdf · 2020. 2. 27. · 1...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangrepository.uph.edu/8119/4/Chapter1.pdf · 2020. 2. 27. · 1...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era globalisasi perdagangan dewasa ini, kondisi persaingan semakin
ketat dimana masing-masing negara saling membuka pasarnya. Pengembangan
produk diversifikasi kopi olahan, seperti roasted coffee, instant coffee, coffee mix,
decaffeinated coffee, soluble coffee, beer coffee, ice coffee mempunyai arti
penting, karena dapat menjadi komoditas unggulan yang mempunyai daya saing
tinggi di pasar internasional. Indonesia sebagai negara tropis disamping
berpeluang untuk pengembangan produk diversifikasi kopi olahan, juga
berpotensi untuk pengembangan produk industi speciality coffee (Nalurita,
Asmarantaka, & Jahroh, 2014).
Salah satu minuman yang paling populer dan banyak di konsumsi oleh
masyarakat di dunia adalah kopi (Taylor & Demmig-Adams, 2007). Hampir 500
milyar cangkir kopi dikonsumsi setiap tahun di seluruh dunia (Bidel &
Tuomilehto, 2013). Kopi juga merupakan komoditas tropis utama yang
diperdagangkan di seluruh dunia dengan berkontribusi sebesar setengah dari total
ekspor komoditas tropis. Berdasarkan USDA (United States Department of
Agriculture) dan ICO (International Coffee Organization), Indonesia adalah
produsen kopi terbesar keempat di dunia setelah Brasil, Vietnam dan Kolombia.
Detil pertumbuhan produksi kopi dunia dapat dilihat pada tabel berikut.
2
Tabel 1.1 Pertumbuhan Produksi Kopi Dunia 2014-2019
(In Thousand 60-Kilogram Bags)
Negara 2014/15 2015/16 2016/17 2017/18 Juni
2018/19
Desember
2018/19
Brazil 54,300 49,400 56,100 50,900 60,200 63,400
Vietnam 27,400 28,930 26,700 29,300 29,900 30,400
Colombia 13,300 14,000 14,600 13,825 14,500 14,300
Indonesia 10,470 12,100 10,600 10,400 11,100 10,900
Sumber: United States Department of Agriculture (2018)
Dari hasil Tabel 1.1 dapat dilihat untuk pertumbuhan kopi di dunia dari
tahun tahun ke tahun selama tahun 2014-2019, dari empat negara tertinggi, yang
paling besar dalam tingkat pertumbuhannya berada pada negara Brazil sebesar
63,400 bulan Desember 2018/2019, diikuti oleh negara Vietnam sebesar 29,900,
Colombia sebesar 14,500, dan yang terakhir negara Indonesia sebesar 10,900. Hal
ini dapat menjadi acuan Indonesia sebagai negara yang mempunyai tanah yang
subur untuk meningkatkan produksi mereka dalam komoditi kopi.
Menurut data statistik yang disediakan oleh ICO, Indonesia yang
termasuk sebagai negara pengekspor biji kopi mengalami penurunan dalam
produksi kopi dari tahun ke tahun (2015-2018). Detil untuk pernyataan tersebut
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.2 Total Produksi Kopi Negara-Negara Pengekspor 2015-2018 (crop year)
(In Thousand 60-Kilogram Bags)
Negara 2015 2016 2017 2018 % 2017-
2018
Brazil 52,871 56,788 52,740 62,925 19.3%
Vietnam 28,737 25,540 27,888 31,174 11.8%
Colombia 14,009 14,634 13,824 13,858 0.2%
Indonesia 12,585 11,541 10,852 9,418 -13.2%
Sumber: International Coffee Organization (2019)
3
Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat untuk Indonesia mengalami penurunan
produksi kopi dari tahun 2015 sebesar 12,585 menjadi 11,541 di tahun 2016,
berlanjut menjadi 10,852 pada tahun 2017 dan terakhir menjadi 9,418 pada tahun
2018 atau sebesar 13.2%. Tingkat produksi ini dilihat berdasarkan crop year yaitu
periode 12 bulan dimulai pada hari pertama bulan di mana panen dimulai, negara-
negara anggota pengekspor kopi dikelompokan berdasarkan crop year mereka,
dimana crop year yang saat ini digunakan oleh organisasi dimulai pada 1 April, 1
Juli, dan 1 Oktober (International Coffee Organization, 2019). Berdasarkan hasil
tersebut negara Indonesia berada pada posisi ke-empat bila dibandingkan Brazil,
Vietnam, dan Colombia dalam kategori tingkat produksi negara pengekspor kopi.
Sejalan dengan pertumbuhan produksi kopi di Indonesia, pertumbuhan
pada konsumsi kopi di Indonesia juga meningkat. Selain disebabkan oleh tinggi
nya tingkat produksi kopi di Indonesia, faktor lain yang menyebabkan
pertumbuhan tingkat konsumsi kopi di Indonesia adalah strategi pemasaran dan
upaya dalam kesadaran merek (Wang, Ghalih, & Porter, 2017). Pertumbuhan
konsumsi didorong oleh ekspansi kedai kopi ritel, termasuk waralaba dan usaha
kecil lokal. Gerai kopi menargetkan konsumen di pusat perbelanjaan, pusat bisnis,
dan fasilitas umum seperti bandara dan stasiun kereta (Wang & Ghalih, 2017).
Tabel 1.3 Pertumbuhan Konsumsi Dunia Negara-Negara Pengekspor 2014-2018
(crop year)
In thousand 60-Kilogram Bags
Negara 2014/15 2015/16 2016/17 2017/18 CAGR
Brazil 20,333 20,508 21,225 21,997 2.7%
Indonesia 4,417 4,550 4,650 4,700 2.1%
Ethiopia 3,625 3,700 3,725 3,750 1.1%
Philipines 2,800 3,000 3,000 3,000 2.3%
Sumber: International Coffee Organization (2019)
4
Berdasarkan (ICO, 2019) dalam tabel 1.3 diatas, terlihat bahwa konsumsi
kopi di Indonesia telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir dengan nilai
Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 2.7%. CAGR adalah tingkat
pengembalian yang diperlukan untuk investasi yang bertumbuh dari saldo awal ke
saldo akhir, dengan asumsi laba diinvestasikan kembali pada setiap akhir tahun
dalam masa hidup investasi. CAGR bukan merupakan tingkat pengembalian yang
sebenarnya, melainkan angka representasional, pada dasarnya adalah
menggambarkan tingkat dimana investasi akan tumbuh jika tingkat tumbuh sama
setiap tahun dan keuntungan diinvestasikan kembali pada setiap akhir tahun,
CAGR dapat digunakan untuk memperlancar pengembalian sehingga lebih mudah
dipahami (Investopedia, 2019). Tingginya tuntutan pecinta kopi di Indonesia ini
membuat peluang bisnis yang besar bagi pengusaha kedai kopi dari luar negeri
seperti Starbucks, Coffee Bean dan lainnya. Ini sangat disayangkan bagi negara
penghasil kopi terbesar keempat di dunia karena untuk menikmati produksi kopi
mereka sendiri, masyarakat harus membayar lebih kepada pengusaha warung kopi
di luar. Sejalan dengan meningkatnya penggemar kopi di Indonesia, bisnis kedai
kopi mulai bermunculan yang menyajikan kenikmatan kopi Indonesia dengan cara
yang berbeda.
Pergeseran pasar konsumen di seluruh dunia untuk produk artisan,
layanan, minuman handcrafted dan speciality telah menyebabkan tren baru-baru
ini terlihat jelas di kalangan konsumen. Konsumen menjadi lebih berpengetahuan
tentang produk dan memiliki apresiasi yang lebih baik terhadap kualitas produk,
yang memengaruhi industri perhotelan internasional (Kreko, 2019). Hal ini pun
5
memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional terutama dalam bisnis
hospitality (HORECA). Istilah HORECA mengacu pada saluran distribusi di
industri layanan makanan. Ini adalah akronim yang dibentuk dengan
menghubungkan kata-kata Hotel, Restaurant dan Catering/Cafe (Cueto &
Gallego, 2009). Para turis berkontribusi pada penjualan, laba, pekerjaan,
pendapatan pajak, dan pemasukan di suatu daerah. Efek langsung yang terjadi
dalam sektor pariwisata utama - penginapan, restoran, transportasi, hiburan, dan
perdagangan ritel (Stynes). Retail layanan makanan adalah salah satu usaha
terbesar di seluruh dunia. Industri jasa makanan berkembang pesat sebagai akibat
dari perubahan gaya hidup konsumen. Kepercayaan konsumen pada industri
makanan menghasilkan permintaan konsumen yang lebih jauh, asli, transparansi,
dan kredibilitas dari semua pemain industri tersebut (Ryu, Lee, & Kim, 2012).
Kafe dan bar, restoran dengan layanan lengkap, dan restoran cepat saji
merupakan segmen utama dari industri layanan makanan. Ini terdiri dari lebih dari
8 juta gerai makanan mulai dari unit milik keluarga kecil hingga rantai
multinasional besar yang mengoperasikan ribuan toko di seluruh dunia (Putiy,
2011). Sedangkan Indonesia sendiri berkinerja baik selama dua tahun terakhir,
menghasilkan tingkat pertumbuhan di atas ekonomi nasional secara keseluruhan
dan menunjukkan potensi yang kuat (Foodservice Profile - Indonesia, 2019).
Orang Indonesia rela berbelanja lebih untuk makanan atau minuman di luar
rumah. Munculnya komunikasi digital dalam beberapa tahun terakhir semakin
mendiversifikasi industri jasa makanan dan minuman. Konsumen Indonesia lebih
aktif di media sosial, dan gerai makanan mendapatkan manfaat digital dari Word
of Mouth melalui layanan jejaring sosial seperti Instagram, serta situs ulasan
6
seperti Trip Advisor, Zomato, Qraved dan Ulasan Google. Influencer media sosial
terus meningkat dalam popularitas dan gerai makanan terus menggunakan layanan
mereka sebagai pemasaran untuk mencapai target pasar mereka.
Tabel 1.4 Nilai Penjualan Jasa Makanan Asosiasi PBB Asia Tenggara 2015-2022
(dalam jutaan US $)
Negara 2015 2018
CAGR
% 2015-
2018 2019 2022
CAGR %
2019-2022
Indonesia 43773,3 49510,6 4,2 51349,2 56730,3 3,4
Malaysia 17342,5 20068,1 5,0 20985,3 23796,3 4,3
Philippines 11504,9 13190,9 4,7 13847,3 16205,1 5,4
Singapore 8600,1 9788,7 4,4 10150,9 11485,7 4,2
Thailand 28035,8 30910,2 3,3 31625,7 33475,8 1,9
Sumber: Agriculture and Agri-Food Canada (2019)
Indonesia, dengan populasi sekitar 267 juta, adalah pasar jasa makanan
terbesar di kawasan ASEAN. Berdasarkan tabel diatas, dengan meningkatnya
pendapatan di antara kelas menengah yang tumbuh dan gaya hidup yang berubah,
sektor jasa makanan negara ini tumbuh pada CAGR sebesar 4,2% dari tahun 2015
hingga 2018, mencapai penjualan US $ 49,5 miliar pada tahun 2018, yaitu US $
18,6 miliar lebih tinggi dibandingkan dengan negara Thailand. Sektor jasa
makanan Indonesia diproyeksikan tumbuh pada CAGR 3,4% dari 2019 hingga
2022, mencapai US $ 56,7 miliar pada tahun 2022.
Pada jaman sekarang, berkumpul di kafe adalah tren gaya hidup remaja
dan eksekutif. Persaingan di kafe semakin meningkat. Kafe tradisional telah
menghadapi dan tekanan dari kafe alternatif atau modern. Kafe modern
menawarkan dan menciptakan pengalaman yang lebih intim dan inovatif bagi
pengunjung dengan penekanan pada lokasi strategis, konsep baru dan lingkungan
sosial, memaksimalkan interaksi antara pelanggan, ruang kerja, beragam
7
minuman dan menu makanan, berbagai cara penyajian dan suasana nyaman. Agar
kafe memiliki daya tarik, kafe harus memiliki lingkungan fisik yang baik seperti
denah lantai, kondisi lingkungan, suhu udara, kualitas udara, kebisingan, musik,
gaya dekorasi dan banyak lagi. Para peneliti mencurahkan banyak upaya untuk
memahami efek dari lingkungan fisik pada konsumen yang diakui memainkan
peran dalam respons pelanggan (Situmorang, Mulyono, & Azmi, 2017).
Para pelanggan saat ini meminta elemen tambahan seperti suasana toko
dibandingkan dengan kualitas makanan (Hussain & Ali, 2015). Kafe dengan
suasana toko yang menyenangkan lebih mungkin untuk menarik pelanggan yang
datang yang memicu niat mengunjungi kembali mereka. Kafe biasanya hadir di
sebagian besar wilayah perkotaan dan pinggiran kota. Karena konsep kreatif dan
suasana santai, harga di kafe biasanya lebih eksklusif dan premium daripada
restoran biasa (Bernson, 2011). Café, juga dapat disebut kafe adalah tempat
makan dan minum kecil, secara historis adalah sebuah kedai kopi, biasanya
menampilkan menu terbatas; awalnya perusahaan ini hanya menyajikan kopi.
Cafe adalah istilah Inggris, yang dipinjam dari Perancis, berasal dari bahasa Turki
kahve, yang berarti kopi (Britannica).
Tren speciality coffee telah tumbuh dalam konsumsi dan menjadi
fenomena dalam beberapa tahun terakhir secara global, dan menjadi kegiatan
sosial yang populer. Bisnis kopi spesialis dengan inovasi yang berkembang dan
meningkatnya persaingan di industri telah menunjukkan permintaan (Friend,
2016). Hal ini telah menjadi alasan bagi banyak orang untuk bersosialisasi dan
melakukan kegiatan terkait bisnis. Budaya kopi ini telah meningkatkan kesadaran
dan pengetahuan untuk seni membuat kopi yang berkualitas baik. Budaya ini telah
8
menyebabkan pengenalan speciality coffee kepada konsumen. Kopi ini terkait
dengan kualitas, kesesuaian, dan teknik penyeduhan yang benar (Urwin, Kesa, &
Joao, 2019).
Melalui pengembangan kopi dan prosesnya, berbagai gelombang diberi
nama untuk menggambarkan perubahan yang terlihat dalam pertumbuhan industri
kopi. Gelombang pertama kopi dimulai pada abad ke-19 dan menghasilkan mesin
espresso dan kopi instan. Gelombang ini berfokus pada produksi massal dan
membawa kopi ke dunia. Gelombang kedua dimulai pada 1960-an. Starbucks
menjadi identik dengan gelombang ini untuk memberikan pengalaman kepada
konsumen berupa coffee shop. Melalui branding dan pemasaran kopi memberikan
pandangan yang berbeda kepada konsumen dan peningkatan kualitas dari
gelombang sebelumnya. Gelombang muncul karena perkembangan baru dalam
pemanggangan, pencampuran biji dan sumber biji kopi hijau. Gelombang ketiga
kopi membawa kesadaran baru kepada konsumen tentang kopi berkualitas dan
berbagai teknik penyeduhan (Urwin, Kesa, & Joao, 2019). Bisnis kopi
menunjukkan minat dalam pembelian biji kopi hijau yang etis dan berkelanjutan
metode penyeduhan yang berbeda dan menciptakan pengalaman kopi untuk
konsumen seperti cold brew, siphon, aeropress, dan pour over (Primich & Stern,
2014).
Gelombang ini membawa bisnis roastery dan kopi independen. Konsumen
mulai mempertanyakan standar masa lalu yang menunjukkan peningkatan
kesadaran akan preferensi individu dari pilihan yang ditawarkan, dengan
kesadaran baru oleh konsumen, kopi dengan kualitas lebih baik, dan berbagai
metode penyeduhan berkembang di pasarpermintaan (Urwin, Kesa, & Joao,
9
2019). Kafe XYZ berdiri pada tahun 2013, kafe XYZ telah berada di garis depan
pergerakan kopi gelombang ketiga dan sejak itu telah berbagi ratusan kopi dengan
ribuan pelanggan yang bersemangat. Misi kafe XYZ yaitu untuk mengekspresikan
hasrat terhadap biji kopi arabica Indonesia dan membuatnya mudah diakses,
dihargai, dan mudah dinikmati (Coffee, 2013).
Fenomena pertama, media sosial saat ini menjadi peran penting untuk
menilai kinerja sebuah bisnis. Ketika konsumen semakin berinteraksi dengan
perusahaan melalui saluran digital, pebisnis harus menyadari perlunya melacak
interaksi ini dan mengukur kinerja mereka (Chaffey & Patron, 2012). Untuk
tujuan ini, perusahaan harus mengadopsi “Web Analytics” (WA), yang
didefinisikan sebagai “pengukuran, pengumpulan, analisis, dan pelaporan data
internet untuk tujuan memahami dan mengoptimalkan penggunaan web” (Web
Analytic Association, 2014). Data WA digunakan untuk memahami perilaku
konsumen online, untuk mengukur respons konsumen online terhadap rangsangan
digital marketing, dan untuk mengoptimalkan elemen dan tindakan digital
marketing yang menumbuhkan perilaku konsumen yang menguntungkan bisnis
(Nakatani & Chuang, 2011). Untuk hal itu seorang store manager dapat melihat
dari jejaring sosial Social Blade. Jejaring sosial Social Blade adalah salah satu
jejaring sosial yang memberikan akses database publik kepada semua pengguna
yang disediakan oleh jejaring sosial tersebut menggunakan teknologi yang
mutakhir, yang dapat menyediakan analisis global untuk semua content creator,
live streamer, atau brand. Berikut detil gambar dari statistik instagram kafe XYZ.
10
Gambar 1.1. Statistik Instagram Kafe XYZ
Sumber: www.socialblade.com
Dapat dilihat dari Gambar 1.1 kafe XYZ memiliki nilai peringkat (B-)
dari total database pada Social Blade. Peringkat ini bertujuan untuk mengukur
pengaruh akun tersebut berdasarkan berbagai metrik, jika memiliki nilai A+, A,
dan A- maka akun tersebut dianggap sangat berpengaruh (Social Blade). Untuk
engagement rate berada pada 0,70% berdasarkan 20 gambar terakhir yang di
upload pada media sosial Instagram. Sedangkan untuk tingkat followers
mengalami penurunan sebesar 36,8% dalam sebulan terakhir. Dari kesimpulan
tersebut dapat dilihat bahwa aktivitas media sosial dari kafe XYZ tidak terlalu
tinggi dengan rata-rata sejumlah 33 upload dalam sebulan terakhir. Hal tersebut
menyebabkan kafe XYZ tidak mendapatkan target audience engagement yang
besar.
Fenomena kedua, kafe XYZ mempunyai banyak cabang di Jakarta
maupun luar Jakarta. Setiap cabang kafe XYZ memiliki perbedaan dalam nilai
11
rating menurut berbagai jaringan sosial. Rating ini diberikan oleh individu yang
merasakan pengalaman mereka di dalam kafe XYZ, selain memberikan nilai
rating mereka dapat memberikan ulasan mereka mengenai pelayanan, kualitas
makanan dan minuman, lingkungan sekitar, dan lain-lain. Untuk penelitian ini
menggunakan jaringan sosial Zomato untuk melihat rating dan ulasan dari
konsumen. Zomato adalah jaringan sosial aggregator makanan terbesar di dunia
menyediakan informasi tentang makanan dan minuman untuk banyak orang.
Tidak hanya menyambungkan dari konsumen ke konsumen lain bahkan mereka
bekerjasama dengan restoran-restoran untuk menghasilkan ekosistem yang
sustainable.
Gambar 1.2. Statistik Zomato Kafe XYZ
Sumber: www.zomato.com
Pada Gambar 1.2 dapat dilihat dari banyak cabang nilai yang diberikan
oleh konsumen berbeda-beda. Nilai tertinggi berada pada kafe XYZ cabang
Pasific Place, SCBD dengan nilai 4.2. Selanjutnya diikuti oleh kafe XYZ cabang
Gandaria, Ahmad Dahlan sebesar 4.1. Nilai paling kecil terdapat pada kafe XYZ
12
cabang Sopo Del Tower, Kuningan dengan nilai 3.6. Perbedaan nilai tersebut
berdasarkan dari pengalaman konsumen pada masing-masing cabang. Konsumen
mayoritas memberi penilaian atau ulasan dari servicescape cafe dan pelayanan
yang diberikan oleh pegawai kafe XYZ. Detil untuk hal tersebut dapat dilihat
pada gambar berikut.
Gambar 1.3. Ulasan Pelanggan Kafe XYZ (berbagai cabang)
Sumber: www.zomato.com, www.tripadvisor.com
Berdasarkan Gambar 1.3 mengenai ulasan pelanggan kafe XYZ dari
berbagai cabang di Jakarta, dapat dilihat bahwa beberapa pelanggan memberikan
komentar atau ulasan negatif ketika berada pada kafe XYZ. Mayoritas para
konsumen memberikan ulasan negatif terhadap servicescape dan service
pelayanan kafe XYZ. Maka penelitian ini adalah modifikasi model dari jurnal
sebelumnya dari penelitian (Lee, KharKiaw, & Kim, 2015) ditambah dengan
13
model dari penelitian (Yang, 2016) dengan satu variabel dependen yaitu eWOM
intentions. Pada penelitian ini menggunakan willingness to share positive eWOM
sebagai eWOM intentions dan satu variabel independen yaitu servicescape yang
terdiri dari tiga dimensi, yang dimediasi oleh dua variabel yaitu customer emotion
serta customer satisfaction, dan akan diuji pada konsumen kafe XYZ.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam penelitian ini dapat disusun rumusan
masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian (research questions) sebagai berikut:
1. Apakah facility aesthetics berpengaruh positif terhadap customer emotion
pada pelanggan kafe XYZ di Jakarta?
2. Apakah background music berpengaruh positif terhadap customer emotion
pada pelanggan kafe XYZ di Jakarta?
3. Apakah layout accessibility berpengaruh positif terhadap customer
emotion pada pelanggan kafe XYZ di Jakarta?
4. Apakah customer emotion berpengaruh positif terhadap customer
satisfaction pada pelanggan kafe XYZ di Jakarta?
5. Apakah customer emotion berpengaruh positif terhadap willingness to
share positive eWOM pada pelanggan kafe XYZ di Jakarta?
6. Apakah customer satisfaction berpengaruh positif terhadap willingness to
share positive eWOM pada pelanggan kafe XYZ di Jakarta?
14
1.3. Tujuan Penelitian
Dengan adanya rumusan dan identifikasi masalah seperti yang sudah dibahas
maka tujuan penelitian yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji pengaruh facility aesthetics terhadap customer emotion
pada pelanggan kafe XYZ di Jakarta
2. Untuk menguji pengaruh background music terhadap customer emotion
pada pelanggan kafe XYZ di Jakarta
3. Untuk menguji pengaruh layout accessibility terhadap customer emotion
pada pelanggan kafe XYZ di Jakarta
4. Untuk menguji pengaruh customer emotion terhadap customer satisfaction
pada pelanggan kafeXYZdi Jakarta
5. Untuk menguji pengaruh customer emotion terhadap willingness to share
positive eWOM pada pelanggan kafe XYZ di Jakarta
6. Untuk menguji pengaruh customer satisfaction terhadap willingness to
share positive eWOM pada pelanggan kafe XYZ di Jakarta
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat dalam penelitian ini dapat bersifat teoritis dan praktis. Secara
teoritis, penelitian ini bertujuan untuk memberikan tambahan bagi ilmu
pengetahuan, khususnya dibidang digital marketing, dalam memahami
servicescape, customer emotion, customer satisfaction, dan willingness to share
positive eWOM khususnya pada pelanggan kafe XYZ di Jakarta.
15
1.4.2. Manfaat Praktis
Selain itu, secara praktis penelitian ini diharapkan mampu memberikan
implikasi yang berguna, khususnya bagi industri bisnis yang bergerak di bidang
ritel coffee shop di Jakarta, Indonesia untuk dapat mengetahui seberapa besar
pengaruh servicescape terhadap customer emotion, customer satisfaction, dan
willingness to share positive eWOM.
1.5. Pembatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini adalah replikasi dari penelitian yang telah
dilakukan oleh dengan judul penelitian “Servicescape and Customer Behavioral
Intention: The Impact of Servicescape on Customer Emotion Responses towards
Customer Satisfaction and Behavioral Intention in Local Coffee Shops in Kuala
Lumpur, Malaysia”. Variabel yang akan dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari
dua jenis yaitu variabel dependent dan variabel independent. Variabel independent
pada penelitian ini adalah servicescape. Variabel dependent pada penelitian ini
adalah customer emotion, customer satisfaction, dan willingness to share positif
eWOM. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan hasil penelitian yang
sudah dilakukan peneliti sebelumnya dengan objek penelitian pelanggan kafe
XYZ di wilayah Jakarta saja.
1.6. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dan memberikan gambaran yang jelas dan
terperinci, maka secara sistematis penelitian ini dilakukan dengan pembagian
sebagai berikut:
16
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang permasalahan, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah dan
sistematika penulisan yang merupakam sub bab terakhir dalam bab pendahuluan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan penjabaran teori yang menjadi landasan penelitian,
yaitu pengertian akan servicescape, facility aesthetics, background music, layout
accessibility, customer emotion, customer satisfaction, dan willingness to share
positive eWOM. Sebagai tambahan bab ini juga menjelaskan tentang penelitian-
penelitian sebelumnya yang dipakai sebagai acuan, hipotesis penelitian dan juga
model penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan tentang cara penelitian, yaitu penentuan lokasi
penelitian, penentuan data dan sumber data, metode pengolahan data, metode
analisis data, serta hasil uji studi pendahulu.
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Membahas lebih lanjut tentang hasil hipotesis yang berasal dari survei
responden masyarakat Indonesia dengan menghubungkan variabel servicescape,
17
customer emotions, customer satisfaction, willingness to share positive eWOM.
Pada bab ini juga di bahas analisis data statistik dan interpretasinya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memberikan kesimpulan atas pertanyaan penelitian dan juga
menyampaikan saran – saran yang dapat diberikan atas kekurangan penelitian ini
dari bab sebelumnya.