BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang · mendapat perhatian yang utama disamping kurikulum, karena...

42
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keberhasilan proses pembelajaran di kelas dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait satu dengan yang lain. Meskipun demikian, guru merupakan faktor penentu yang sangat strategis dalam penentuan keberhasilan proses pembelajaran. Keberhasilan pendidikan tidak mutlak ditentukan oleh tersedianya sarana yang lengkap dan keuangan yang mencukupi. Oleh karena itu Usman (1999) menegaskan bahwa keberhasilan suatu pendidikan salah satunya ditentukan oleh faktor guru. Mulyasa (2003) dan Widoyoko (2005) menambahkan bahwa dari berbagai faktor yang mempengaruhi efektivitas sekolah, faktor guru mendapat perhatian yang utama disamping kurikulum, karena baik buruknya kurikulum pada akhirnya bergantung pada aktivitas dan efektivitas guru dalam menjabarkan dan merealisasikan kurikulum tersebut. Hamalik (2006) menjelaskan bahwa guru yang berkompeten akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga kegiatan belajar siswa berada pada tingkat optimal. Studi yang dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Lengkapnya hasil studi itu adalah di 16 negara sedang berkembang, guru memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34%, sedangkan manajemen 22%, waktu belajar 18% dan sarana fisik 26%. Di 13 negara industri, kontribusi guru adalah 36%, manajemen 23%, waktu belajar 22% dan sarana fisik 19% (Supriadi dalam Widoyoko (2005). Kebutuhan akan peningkatan kompetensi guru tidak semata-mata karena adanya kurikulum baru, namun juga karena adanya kenyataan bahwa tidak sedikit guru yang kompetensinya tidak seperti yang diharapkan. Dalam seminar tentang rivalitas sumber daya manusia dalam upaya pemberdayaan madrasah di Jakarta, pertengahan bulan September 2001, terungkap bahwa jumlah guru madrasah yang berkualitas di Indonesia hanya 203.485 orang saja atau 53,2 % dari jumlah seluruh

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang · mendapat perhatian yang utama disamping kurikulum, karena...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Keberhasilan proses pembelajaran di kelas dipengaruhi oleh banyak faktor

yang saling terkait satu dengan yang lain. Meskipun demikian, guru merupakan

faktor penentu yang sangat strategis dalam penentuan keberhasilan proses

pembelajaran. Keberhasilan pendidikan tidak mutlak ditentukan oleh tersedianya

sarana yang lengkap dan keuangan yang mencukupi. Oleh karena itu Usman

(1999) menegaskan bahwa keberhasilan suatu pendidikan salah satunya

ditentukan oleh faktor guru. Mulyasa (2003) dan Widoyoko (2005) menambahkan

bahwa dari berbagai faktor yang mempengaruhi efektivitas sekolah, faktor guru

mendapat perhatian yang utama disamping kurikulum, karena baik buruknya

kurikulum pada akhirnya bergantung pada aktivitas dan efektivitas guru dalam

menjabarkan dan merealisasikan kurikulum tersebut. Hamalik (2006) menjelaskan

bahwa guru yang berkompeten akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga

kegiatan belajar siswa berada pada tingkat optimal.

Studi yang dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara

menemukan bahwa di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu

pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan

oleh guru. Lengkapnya hasil studi itu adalah di 16 negara sedang berkembang,

guru memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34%, sedangkan

manajemen 22%, waktu belajar 18% dan sarana fisik 26%. Di 13 negara industri,

kontribusi guru adalah 36%, manajemen 23%, waktu belajar 22% dan sarana fisik

19% (Supriadi dalam Widoyoko (2005).

Kebutuhan akan peningkatan kompetensi guru tidak semata-mata karena

adanya kurikulum baru, namun juga karena adanya kenyataan bahwa tidak sedikit

guru yang kompetensinya tidak seperti yang diharapkan. Dalam seminar tentang

rivalitas sumber daya manusia dalam upaya pemberdayaan madrasah di Jakarta,

pertengahan bulan September 2001, terungkap bahwa jumlah guru madrasah yang

berkualitas di Indonesia hanya 203.485 orang saja atau 53,2 % dari jumlah seluruh

2

guru madrasah yang ada di Indonesia. Sedangkan sisanya, 179.329 atau 46,8 %

dianggap tidak berkualitas (http://www.gamma.co.id/artikel/31-3/pendidikan-

GM.10109-98,shtml).

Untuk menentukan keberhasilan dalam mengemban peran sebagai guru,

diperlukan adanya standar kompetensi guru. Undang-undang Sisdiknas No 14

pasal 10 menentukan empat kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik,

profesional, kepribadian, dan sosial. Kompetensi pedagogik berkaitan dengan

kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran dan peserta didik.

Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pelajaran

secara luas dan mendalam. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi

profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam

tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan

metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat

dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi

keperibadian berkaitan dengan keperibadian guru yang mantap, berakhlak mulia,

arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Terakhir,

kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk

berkomunikasi dan bergaul secara efektif (Mulyasa, 2007).

Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan

pembelajaran merupakan bagian dari kompetensi pedagogik, sedangkan

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri

merupakan bagian dari kompetensi professional. Dalam penelitian ini ingin dikaji

sejauh mana pemanfaatan teknologi informasi (Information and Communication

Technology/ICT) oleh guru. Selain itu, kompetensi guru dalam menguasai materi

juga dikaji karena penguasaan materi memberi pengaruh besar terhadap

keefektifan pembelajaran. Untuk menggambarkan proses pembelajaran yang

terjadi di kelas perlu juga dikaji lebih jauh kompetensi guru dalam memotivasi

siswa karena motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dorongan

siswa untuk belajar, yang berakibat pada hasil belajar siswa (Suryabrata, 2002).

3

Selanjutnya pada Pasal 4 Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen di tegaskan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi

untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Guru yang mampu meningkatkan

mutu pendidikan nasional adalah guru yang memiliki standar kualifikasi akademik

dan empat kompetensi dasar guru seperti yang dijelaskan di atas.

Kualifikasi guru menurut Permendiknas no 16 tahun 2007 yaitu untuk TK

adalah minimum D-IV/S1 dalam pendidikan usia dini atau psikologi dari

program studi terakreditasi. Guru SD/MI minimum wajib berijazah D-IV/S1

PGSD/PGMI atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

Sementara itu kualifikasi akademik guru SMP/MTs dan SMA/MA adalah minimum

D-IV/S1 program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu,

dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.

Setelah dikeluarkannya UU di atas, banyak guru yang melanjutkan

pendidikannya ke jenjang minimum, yaitu D-IV/S1. Bahkan beberapa perguruan

tinggi membuka kelas jauh untuk membantu guru memenuhi kualifikasi akademik

tersebut. Untuk itu perlu diketahui kondisi nyata di lapangan pasca

dikeluarkannya UU guru dan dosen, yaitu hubungan terpenuhinya kualifikasi

akademik dengan kompetensi guru. Oleh karena itu perlu dilakukan

pengamatan dan wawancara tentang penguasaan kompetensi oleh guru dan

hubungannya dengan kualifikasi akademik.

Faktor lain yang menentukan kompetensi guru adalah pengalaman

mengajar guru. Berdasakan penelitian Widoyoko (2005) terhadap 149 guru IPS

di Purworejo, ditemukan bahwa (1) latar belakang pendidikan guru memberi

sumbangan sebesar 11,11 % ( ry1.23 = 0,3333; p < 0,05) terhadap kompentensi

mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, (2) pengalaman mengajar guru

memberi sumbangan sebesar 6,35% (ry2.13 = 0,2520; p < 0,05) terhadap

kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, (3) etos kerja memberi

sumbangan positif sebesar 16,59% ( ry3.12 = 0,4074; p < 0,05) terhadap

kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo. Hasil analisis regresi

ganda mengungkapkan adanya sumbangan positif yang signifikan secara bersama-

sama dari latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar dan etos kerja sebesar

4

46,3 % (R = 0,680; F = 30,990; sig. < 0,05) terhadap kompetensi mengajar IPS

SMA Kabupaten Purworejo. Dalam penelitian ini, pengalaman mengajar yang

akan diteliti difokuskan pada lama mengajar guru atau masa kerja guru. Ingin

diketahui apakah semakin lama masa kerja guru memberikan pengaruh terhadap

peningkatan kompetensi mereka.

Jumlah terbanyak guru di Indonesia adalah guru sekolah dasar,

sedangkan S1 PGSD baru dimulai sekitar 5 tahun yang lalu. Oleh karena itu

perlu dikaji lebih lanjut hubungan peningkatan kualifikasi pendidikan guru SD

dan pengalaman mengajar mereka terhadap kompetensi mengajar, terutama

untuk Provinsi Aceh karena provinsi ini pernah mengalami konflik

berkepanjangan serta sebagian wilayahnya pernah pula dihantam tsunami.

Kondisi demikian tentu berdampak terhadap pelaksanaan pendidikan dan

recovery yang dilakukan pemerintah dalam lima tahun terakhir tentunya

diharapkan berdampak signifikan pula terhadap kualitas guru yang ada.

2. Masalah Penelitian

Permasalah utama dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah kompetensi

guru SD/MI di Provinsi Aceh?”. Permasalahan ini diuraikan dalam beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut.

a. Bagaimanakah kemampuan guru dalam menggunakan teknologi

informasi?

b. Bagaimanakah kompetensi pedagogik guru?

c. Bagaimanakah kompetensi guru dalam menguasai materi pelajaran?

d. Bagaimanakah kompetensi guru dalam memotivasi siswa?

e. Apakah terdapat korelasi yang positif antara kompetensi (pedagogic,

professional, social, dan keperibadian) dan kualifikasi pendidikan?

f. Apakah terdapat korelasi yang positif antara kompetensi (pedagogik,

profesional, sosial, dan kepribadian) dan lama mengajar?

5

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kompetensi Guru

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kompetensi adalah kewenangan

(kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu. Sedangkan pada Oxford

Advanced Learner’s Dictionary tertera bahwa “Competence is the abilty to do

something well”. Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh

setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi

tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional

dalam menjalankan fungsinya sebagai guru.

Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah

kemampuan atau kecakapan. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi

kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang

direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Tujuan pembelajaran

matematika di SD/MI Berdasarkan Depdiknas (2004:6) “Tujuan pembelajaran

matematika adalah melatihdan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis,

logis, kritis, kreatif dan konsisten. Serta mengembangkan sikap gigih dan percaya

diri sesuai dalam menyelesaikan masalah.”

Kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 Undang-

Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 meliputi kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi

profesional. Hal ini didukung oleh Permendiknas nomor 16 tahun 2007 didalam

lampiranya menyatakan bahwa: ” Standar kompetensi guru ini dikembangkan

secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik,

kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi

dalam kinerja guru.”

6

a. Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pertama adalah kompetensi pedagogik. Secara etimologis

pedagogik berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki dan

“agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah berarti

pembantu anak laki-laki pada zaman Yunani kuno, yang pekerjaannya

mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan, pedagogik

ialah seorang ahli, yang membimbing anak ke arah tujuan hidup tertentu.

Kompetensi pedagogik Guru merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan

pembelajaran dan peserta didik. Berdasarkan Permendiknas nomor 16 tahun

2007, seorang guru SD/MI harus:

1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial,

kultural, emosional, dan intelektual.

Lebih rinci di uraikan:

1.1. Memahami karakteristik peserta didik usia sekolah dasar yang

berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral,

spiritual, dan latar belakang sosial-budaya.

1.2. Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang

diampu.

1.3. Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran

yang diampu.

1.4. Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran

yang diampu.

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

Lebih rinci diuraikan lagi menjadi:

2.1. Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran

yang mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu.

2.2. Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik

pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang

diampu.

3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang

pengembangan yang diampu. Lebih rinci diuraikan:

7

3.1. Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.

3.2. Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu.

3.3. Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang diampu.

3.4. Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan

pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran.

3.5. Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan

yang dipilih dan karakteristik peserta didik.

3.6. Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian.

4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

Lebih lanjut diuraikan meliputi:

4.1. Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik.

4.2. Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran.

4.3. Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan

di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan.

4.4. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium,

dan di lapangan dengan memeprhatikan standar keamanan yang

dipersyaratkan.

4.5. Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan

dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu

untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh..

4.6. Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu

sesuai dengan situasi yang berkembang.

5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan

pembelajaran.

6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

6.1. Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong

peserta didik mencapai prestasi belajar secara optimal.

6.2. Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk

mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya.

8

7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

7.1. Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik dan

santun, baik secara lisan maupun tulisan.

7.2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta

didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi pembelajaran yang

terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta

didik, (b) memberikan pertanyaan atau tugas sebagai undangan kepada

peserta didik untuk merespons, (c) respons peserta didik, (d) reaksi

guru terhadap respons peserta didik, dan seterusnya.

8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Meliputi:

8.1. Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil

belajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu.

8.2. Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk

dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang

diampu.

8.3. Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.

8.4. Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil

belajar.

8.5. Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara

berkesinambungan dengan mengunakan berbagai instrumen.

8.6. Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai

tujuan.

8.7. Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar.

9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

Lebih lanjut diuraikan menjadi:

9.1. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan

ketuntasan belajar.

9.2. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang

program remedial dan pengayaan.

9

9.3. Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku

kepentingan.

9.4. Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran

untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Lebih rinci diuraraikan menjadi:

10.1. Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan.

10.2. Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan

pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.

10.3. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu.

b. Kompetensi Kepribadian

Kompetensi kedua adalah kompetensi kepribadian. Guru sebagai tenaga

pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang

sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia.

Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang

baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil

sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan

“ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya). Kepribadian guru merupakan faktor

terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat

dalam Syah (2000:225-226) menegaskan bahwa “kepribadian itulah yang akan

menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak

didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak

didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka

yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah)”. Berdasarkan

Permendiknas nomor 16 tahun 2007, seorang guru harus:

1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan

nasional Indonesia.

1.1. Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut,

suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender.

10

1.2. Bersikap sesuai dengan norma agama yangdianut, hukum dan norma

sosial yang berlaku dalam masyarakat, serta kebudayaan nasional

Indonesia yang beragam.

2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan

bagi peserta didik dan masyarakat.

2.1. Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi.

2.2. Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia.

2.3. Berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan anggota

masyarakat di sekitarnya.

3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan

berwibawa.

3.1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil.

3.2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa.

4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi

guru, dan rasa percaya diri.

4.1. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi.

4.2. Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri.

4.3. Bekerja mandiri secara profesional.

5. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

5.1. Memahami kode etik profesi guru.

5.2. Menerapkan kode etik profesi guru.

5.3. Berperilaku sesuai dengan kode etik guru.

c. Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari

masyarakat. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial

mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta

didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota

masyarakat.

11

Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan

melaksanakan tanggung jawab sosial. Kompetensi ini sekurang-kurangnya

meliputi:

1. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena

pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang

keluarga, dan status sosial ekonomi.

1.1. Bersikap inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat dan

lingkungan sekitar dalam melaksanakan pembelajaran.

1.2. Tidak bersikap diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat,

orang tua peserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama,

suku, jenis kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi.

2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik,

tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.

2.1. Berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya

secara santun, empatik dan efektif.

2.2. Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat secara

santun, empatik, dan efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan

peserta didik.

2.3. Mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program

pembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik.

3. Beradaptasi di tempat bertugas diseluruh wilayah Republik Indonesia yang

memiliki keragaman sosial budaya.

3.1. Beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka

meningkatkan efektivitas sebagai pendidik.

3.2. Melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja untuk

mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang

bersangkutan.

4. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan

dan tulisan atau bentuk lain.

12

4.1. Berkomunikasi dengan teman sejawat, profesi ilmiah, dan komunitas

ilmiah lainnya melalui berbagai media dalam rangka meningkatkan

kualitas pembelajaran.

4.2. Mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas

profesi sendiri secara lisan dan tulisan maupun bentuk lain.

d. Kompetensi Profesional

Kompetensi terakhir yang harus dipenuhi oleh seorang guru adalah

kompetensi profesional. Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang

Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi

pelajaran secara luas dan mendalam. Arikunto (1993:239) mengemukakan

kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan

dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan

metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat

dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi ini

meliputi:

1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang

mendukung mata pelajaran yang diampu.

2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang

diampu.

2.1. Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang diampu.

2.2. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu.

2.3. Memahami tujuan pembelajaran yang diampu.

3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.

3.1. Memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat

perkembangan peserta didik.

3.2. Mengolah materi pelajaran yang diampu secara kreatif sesuai dengan

tingkat perkembangan peserta didik.

4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan

tindakan reflektif.

13

4.1. Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus.

4.2. Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan

keprofesionalan.

4.3. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk peningkatan

keprofesionalan.

4.4. Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber.

5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk

mengembangkan diri.

5.1. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam

berkomunikasi.

5.2. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk

pengembangan diri.

Keempat kompetensi yang dipaparkan di atas bersifat holistik dan integratif dalam

kinerja guru. Untuk mengetahui keempat kompetensi guru, perlu tidak bisa

diketahui melalui pengamatan dalam waktu yang singkat, oleh karena itu dalam

penelitian ini dilakukan pengamatan proses pembelajaran yang dilanjutkan dengan

wawancara.

3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Guru

Widoyoko (2005) menjelaskan bahwa kompetensi guru dipengaruhi oleh

berbagai faktor. Dengan mengadopsi pendapat Sutermeister (dalam Widoyoko,

2005) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kerja karyawan, maka kompetensi

guru juga dipengaruhi oleh faktor diri atau faktor internal dan faktor situasional

atau faktor eskternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri individu

guru yang meliputi: latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, penataran

dan pelatihan, etos kerja, dan sebagainya, sedangkan faktor situasional yang dapat

mempengaruhi kompetensi guru meliputi: iklim dan kebijakan organisasi,

lingkungan kerja, sarana dan prasarana, gaji, lingkungan sosial dan sebagainya.

Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi kompetensi guru

dalam mengajar. Oleh karena itu untuk meningkatkan kompetensi guru perlu dikaji

faktor-faktor yang kemungkinan besar mempengaruhinya.

14

a. Latar Belakang Pendidikan

Latar belakang pendidikan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kesesuaian

antara bidang ilmu yang ditempuh dengan bidang tugas dan jenjang pendidikan.

Untuk profesi guru sebaiknya juga berasal dari lembaga pendidikan keguruan.

Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah

menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan

seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Sedangkan guru yang bukan

berlatar belakang pendidikan keguruan akan banyak menemukan masalah di kelas.

Terjun menjadi guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori

pendidikan dan keguruan (Djamarah, 1997).

b. Pengalaman Mengajar

Pengalaman mengajar pada hakekatnya merupakan rangkuman dari

pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dialami dalam mengajar, sehingga

hal-hal yang dialami tersebut telah dikuasainya, baik tentang pengetahuan,

ketrampilan maupun nilai-nilai yang menyatu pada dirinya. Apabila dalam

mengajar seseorang guru menemukan hal-hal yang baru, dan hal-hal yang baru

dipahaminya, maka guru tersebut akan memperoleh pengalaman kerja baru.

Dengan pengalaman kerja seseorang akan banyak mendapatkan tambahan

pengetahuan dan ketrampilan tentang bidang kerjanya. Latar belakang pendidikan

dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi

seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran (Djamarah, 1997: 28). Guru

pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan

diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat

teori sebagai pendukung pengabdiannya. Pengalaman mengajar guru dapat diukur

dari jumlah tahun lamanya ia mengajar, khususnya dalam mata pelajaran yang

diampunya.

Menurut Supriadi (dalam Widoyoko, 2006) bahwa profesionalisme guru

merupakan hasil dari profesionalisasi yang dijalaninya secara terus menerus.

Artinya semakin lama seseorang menekuni profesi sebagai seorang guru akan

samakin tinggi juga tingkat profesionalismenya, begitu juga sebaliknya.

15

Dalam penelitian ini, lama mengajar yang dimaksud adalah masa kerja

guru. Ingin diketahui apakah semakin lama masa kerja guru memberikan pengaruh

terhadap peningkatan kompetensi mereka.

c. Etos Kerja

Dalam kamus umum bahasa Indonesia (Depdikbud, 1991) etos kerja

diartikan sebagai semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang

atau suatu kelompok. Tinggi rendahnya etos kerja seseorang banyak dipengaruhi

oleh lingkungan kerja dan faktor diri seseorang. Seorang guru yang mempunyai

etos kerja yang tinggi akan mengerjakan pekerjaannya lebih semangat dan

menekuni pekerjaannya dengan tanggung jawab besar,sehingga akan berpengaruh

terhadap keberhasilan kerjanya.Guru yang memiliki etos kerja yang tinggi akan

memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja. Hasan (dalam Widoyoko, 2006)

mengatakan bahwa guru yang memiliki motivasi tinggi dalam mengajar ilmu-ilmu

sosial akan memperlihatkan unjuk kerja yang jauh berbeda dari guru yang

memiliki motivasi rendah.

Berdasarkan hasil penelitian Novianto (2009) terhadap 38 guru di SMPN 2

Sukoharjo tentang prioritas faktor yang mempengaruhi kinerja guru diperoleh

kesimpulan bahwa prioritas pertama faktor internal dengan bobot prioritas 0,755.

Prioritas kedua faktor eksternal dengan bobot prioritas 0,245. Dengan demikian

faktor yang memerlukan perhatian dan pertimbangan sekolah untuk peningkatan

kinerja adalah faktor internal dengan perolehan bobot prioritas terbesar. Dari

faktor Internal, faktor pendidikan merupakan faktor yang memiliki bobot prioritas

tertinggi yaitu 0,182. Sedangkan dari faktor eksternal, faktor tuntutan sekolah

memiliki bobot prioritas yang terbesar yaitu 0,342. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa faktor pendidikan merupakan faktor yang terpenting dalam

faktor internal karena dalam suatu sekolah dibutuhkan guru yang memiliki

pendidikan yang tinggi dan handal di bidangnya agar nantinya dapat

melaksanakan tugas dengan baik. Sedangkan faktor tuntutan sekolah merupakan

hal yang terpenting pada faktor eksternal karena begitu pentingnya posisi guru

dalam pendidikan, maka guru dituntut menjadi guru yang berkualitas dan

profesional. Dengan demikian disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat

16

pendidikan semakin tinggi skor kinerja guru. Tetapi untuk guru yang mengajar

tidak sesuai jurusan pendidikan yang diambil, setelah dilakukan penilaian

kinerjanya didapat skor kinerja yang rendah.

Selanjutnya, hasil penelitian Widoyoko (2005) terhadap 149 guru IPS,

diperoleh kesimpulan bahwa (1) latar belakang pendidikan guru memberi

sumbangan sebesar 11,11 % ( ry1.23 = 0,3333; p < 0,05) terhadap kompentensi

mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, (2) pengalaman mengajar guru

memberi sumbangan sebesar 6,35% (ry2.13 = 0,2520; p < 0,05) terhadap

kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, (3) etos kerja memberi

sumbangan positif sebesar 16,59% ( ry3.12 = 0,4074; p < 0,05) terhadap

kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo. Hasil analisis regresi

ganda mengungkapkan adanya sumbangan positif yang signifikan secara bersama-

sama dari latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar dan etos kerja sebesar

46,3 % (R = 0,680; F = 30,990; sig. < 0,05) terhadap kompetensi mengajar IPS

SMA Kabupaten Purworejo.

Penelitian Kumalasari (2010) terhadap 56 guru PKn di SMPN Kota

Surakarta menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara

pengalaman mengajar dengan kompetensi pedagogik guru PKn di SMPN Kota

Surakarta tahun 2009. Berkaitan dengan kemampuan guru menggunakan media,

Malik (2006) melakukan penelitian terhadap 56 guru SDN kelas V di Proppo

Kabupaten Pamekasan. Ditemukan bahwa secara terpisah maupun bersama-sama,

tingkat pendidikan, pengalaman mengajar, dan ketersediaan media berhubungan

dengan kemampuan guru menggunakan media pembelajaran.

17

BAB III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menggali informasi tentang

kompetensi yang dimiliki guru SD/MI di Provinsi Aceh dan hubungannya dengan

kualifikasi pendidikan. Adapun tujuan khusus adalah sebagai berikut.

a. Mendeskripsikan kemampuan guru dalam menggunakan teknologi informasi.

b. Mendeskripsikan kompetensi pedagogic guru.

c. Mendeskripsikan kompetensi guru dalam menguasai materi pelajaran.

d. Mendeskripsikan kompetensi guru dalam memotivasi siswa.

e. Menganalisis korelasi antara kompetensi (pedagogic, professional, social, dan

keperibadian) dan kualifikasi pendidikan.

f. Menganalisis korelasi antara kompetensi (pedagogic, professional, social, dan

keperibadian) dan lama mengajar.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan manfaat kepada berbagai pihak seperti berikut.

a. Manfaat bagi dinas pendidikan provinsi Aceh adalah memberikan informasi

tentang kompetensi guru dan hubungannya dengan kualifikasi pendidikan serta

lama mengajar, sehingga pemerintah daerah dapat memberikan masukan

terhadap jenis kualifikasi pendidikan yang sesuai untuk guru SD sebagai guru

kelas

b. Manfaat bagi LPTK adalah memberikan informasi tentang kompetensi guru

sehingga bermanfaat untuk peningkatan kualitas calon guru

c. Manfaat bagi guru adalah memberikan informasi tentang kompetensi guru

sebagai evaluasi bagi guru bersangkutan sehingga guru dapat mengetahui

posisi kompetensinya dibanding guru lain di provinsi Aceh

18

BAB IV

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang kompetensi yang

dimiliki guru SD/MI di Provinsi Aceh dan hubungannya dengan pengalaman

mengajar guru dan kualifikasi pendidikan guru. Pada penelitian ini, sekolah

SD/MI dikategorikan kedalam dua kelompok yaitu sekolah high dan low. Sekolah

High adalah sekolah yang memiliki jumlah guru bergelar S1 lebih banyak dari

sekolah low. Selain itu, dalam pengklasifikasian ini juga digunakan data dan

informasi dari kantor pendidikan di daerah tersebut dan juga dari masyarakat.

SD/MI yang menjadi sekolah favorit bagi masyarakat di daerah tersebut adalah

dikategorikan sebagai sekolah high dan SD/MI yang tidak menjadi sekolah favorit

adalah sekolah low. Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, penelitian ini dapat

diklasifikasikan sebagai penelitian ex post facto yang bertujuan untuk

menggambarkan fenomena yang terjadi pada populasi yang besar dan juga

mencoba untuk mencari hubungan antar variabel yang diteliti.

2. Variabel Penelitian

Ada empat variabel yang diteliti pada penelitian ini, yang meliputi dua

variabel bebas (independen) dan satu variabel terikat (dependen). Berikut adalah

variabel-variabel yang dimaksud.

a. Variabel Bebas

Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah pengalaman

guru, kualifikasi pendidikan dan level sekolah. Pengalaman guru diukur

berdasarkan lamanya mereka mengajar/menjadi guru, yang dikelompokkan

kedalam enam kelompok yaitu: 1-3 tahun, 4-6 tahun, 7-9 tahun, 10-12 tahun, 13-

15 tahun, dan 16-30 tahun. Kualifikasi pendidikan ditentukan berdasarkan

19

tingkat/srata pendidikan formal yang telah ditempuh guru. Kualifikasi pendidikan

ini dibagi kedalam empat kelompok yaitu: S0, D2, S1, dan S2.

b. Variabel Terikat

Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kompetensi guru.

Ada empat aspek kompetensi guru yang dievaluasi yaitu aspek pedagogik,

profesional, social, dan kepribadian. Keempat aspek ini tercakup semua dalam

instrumen penelitian, dimana pengukuran tingkat kompetensi guru diukur dengan

menggunakan skala likert.

3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini ada dua macam, yaitu 1)

hubungan antara kualifikasi pendidikan dan kompetensi guru dan 2) hubungan

antara pengalaman mengajar dan kompetensi guru. Hipotesis benar jika hipotesis

alternative (Ha) terbukti kebenarannya.

Ha1: adanya korelasi positif antara kualifikasi pendidikan guru SD/MI di Provinsi

Aceh dengan kompetensi mereka

Ho1: tidak adanya korelasi positif antara kualifikasi pendidikan guru SD/MI di

Provinsi Aceh dengan kompetensi mereka

Ha2: adanya korelasi positif antara lama mengajar guru SD/MI di Provinsi Aceh

dengan kompetensi yang dimiliki

Ho2: tidak adanya korelasi positif antara lama mengajar guru SD/MI di Provinsi

Aceh dengan kompetensi yang dimiliki

4. Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian ini adalah Guru SD/MI di seluruh Propinsi Aceh,

dimana pada penelitian ini dibagi kedalam tiga zona, yaitu Zona 1 (Utara-Timur),

Zona II (Tengah) dan Zona III (Barat-Selatan). Untuk pengambilan sampel pada

penelitian ini digunakan teknik Purposive Sampling yaitu sebuah teknik sampling

20

yang memberi kesempatan pada peneliti untuk memilih sampel karena peneliti

memiliki informasi tentang sampel yang akan dipilih. Pada penelitian ini, kepala

sekolah yang membantu peneliti untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan

maksud penelitian ini.

Ada 18 sekolah yang menjadi lokasi penelitian ini yang tersebar di

Propinsi Aceh yang dibagi kedalam tiga zona yaitu Zona 1 (Utara-Timur), Zona II

(Tengah) dan Zona III (Barat-Selatan). Di setiap zona ada 6 sekolah yang

menjadi lokasi penelitian yang tersebar di 3 Kabupaten/Kota. Di setiap

Kabupaten/Kota ada 2 sekolah yang dipilih yang dikategorikan kedalam dua

kategori yaitu sekolah High dan Low. Kategori ini didasarkan pada jumlah guru

yang telah bergelar S1, dimana yang banyak gelar S1 nya dikategorikan sebagai

sekolah High dan yang lebih sedikit dikategorikan sebagai Low. Selain itu,

kategori High dan Low ini juga dipengaruhi oleh reputasi sekolah tersebut selama

ini, dimana sekolah yang berada dikota dan menjadi sekolah favorit di daerah

tersebut di kategorikan sebagai sekolah High dan yang kurang favorit serta berada

di desa dikategorikan sebagai sekolah Low. Kemudian setiap sekolah dipilih 2

orang guru SD/MI yang dijadikan sebagai sampel sehingga jumlah semua sampel

menjadi 36 guru.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah

melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen.

Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang

digambarkan akan terjadi. Dari penelitia yang telah berpengalaman diperoleh

suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi

juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu

skala bertingkat. Pada penelitian ini digunakan instrumen penelitian yaitu lembar

observasi dan pedoman wawancara. Instrumen ini dikembangkan oleh tim peneliti

sendiri dengan mengikuti beberapa langkah penyusunan intrumen yaitu uji coba

21

dan validasi instrumen. Ujicoba dilakukan pada guru dalam kelompok kecil di

SD/MI di Kota Banda Aceh pada tanggal 10 Juli 2010. Kemudian setelah itu

dilakukan validasi instrumen pada tanggal 12-17 Juli 2010. Instrumen tersebut

direvisi berdasarkan informasi yang didapatkan dari ujicoba dan kemudian

digunakan sebagai instrumen penelitian ini pada kelompok besar yang dilakukan

di tiga zona provinsi Aceh. Observasi di sekolah di seluruh Aceh dilakukan pada

tanggal 19-29 Juli 2010.

Lembar observasi yang dikembangkan pada penelitian ini adalah bertujuan

untuk mengobservasi dan mengukur tingkat kompetensi profesional, pedagogik,

kepribadian, dan sosial yang dimiliki guru SD/MI di Propinsi Aceh. Jadi,

instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat kuantitatif,

dimana pada lembar observasi dilakukan perangkingan tingkat kompetensi yang

dimiliki guru. Pada perangkingan ini digunakan Skala likert yaitu 1 (tidak baik), 2

(kurang baik), 3 (baik), dan 4 (sangat baik). Untuk setiap pertanyaan di lembaran

observasi dilengkapi dengan rubrik sehingga memudahkan untuk pengambilan

keputusan dalam pemberian nilai pada skala likert (seperti nampak pada lampiran

I). Observasi pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yang bertujuan

untuk menguatkan dan menambah keyakinan dalam pemberian nilai untuk setiap

kompetensi yang diobservasi.

b. Wawancara

Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan informasi secara

langsung dari pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan permasalahan yang

diteliti (Miles dan Hubermann, 1994), yang dalam hal ini mereka adalah para guru

SD/MI di seluruh Propinsi Aceh. Wawancara yang terstruktur (semi structured

interview) telah dilakukan supaya semua responden yang ikut dalam fokus grup

wawancara ini, akan mempunyai kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang

sama (Yin, 1984). Kemudian transkrip wawancara dievaluasi dan diidentifikasi.

Pada wawancara ini banyak informasi yang didapatkan oleh peneliti dan

semuanya penting untuk perumusan kesimpulan penelitian. Ashworth dan Lucas

(2000) menyatakan bahwa walaupun generalisasi ide-ide dari semua individu

22

mempunyai nilai yang signifikan tetapi keunikan masukan dari setiap individu

jangan sampai terabaikan.

Pada penelitian ini, setelah semua sampel di observasi secara langsung

sebanyak 2 kali kemudian mereka diwawancara secara langsung. Semua

pertanyaan bertanda bintang (*) pada lembaran observasi akan ditanyakan kepada

responden untuk penguatan terhadap informasi yang telah diperoleh selama

observasi dilakukan. Sebagian pertanyaan pada lembaran observasi diberi tanda

bintang yang menandakan pertanyaan tersebut perlu untuk diperdalam dalam

wawancara. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara.

Semua proses wawancara direkam dalam MP4.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat dideskripsikan

kompetensi guru dalam hal penggunaan ICT, pedagogik, memotivasi siswa, dan

penguasaan materi. Data ini berguna untuk menjawab pertanyaan penelitian 1-4.

6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian ini dikembangkan dari Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan

Kompetesi Guru di Negara Republik Indonesia. Kompetensi guru dibagi kedalam

empat aspek yaitu aspek pedagogik, profesional, social, dan kepribadian.

7. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian expost facto. Untuk data yang

berkaitan dengan deskripsi kompetensi guru dianalisi secaras kualitatif dalam

bentuk narasi. Narasi dibuat berdasarkan hasil pengamatan dan reduksi hasil

wawancara.

Data kuantitatif berupa korelasi antara kompetensi dengan kualifikasi

pendidikan dan lama mengajar dianalisis secara kuantitatif menggunakan statistic

korelasi dengan bantuan program SPSS. Hasil analisis nantinya akan disajikan

dalam bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan dan diiterpretasikan dalam

suatu uraian serta untuk menganalisis apakah Ha/Ho diterima. Teknik analisa data

ini merupakan langkah yang digunakan untuk menjawab apakah ada korelasi

positif antara lama mengajar guru dan kualifikasi pendidikan guru SD/MI di

Provinsi Aceh dengan kompetensi mengajar.

23

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

a. Deskripsi Kompetensi Guru dalam Menggunakan ICT

1) Zona Timur

Penguasaan ICT guru SD di wilayah Timur secara umum masih sangat

lemah. Dari 12 orang sampel yang diteliti hanya 2 orang guru yang mampu

menggunakan internet, itupun hanya untuk chatting; 6 guru bisa menggunakan

Microsoft word saja; 2 orang guru pernah belajar computer tetapi sekarang sudah

lupa kerena tidak pernah digunakan lagi; dan 2 orang guru malah tidak menguasai

computer sama sekali. Dari sekian orang guru yang menguasai computer, hanya 1

orang guru dari sekolah High yang menguasai power point, meskipun program ini

sangat dibutuhkan untuk kegiatan belajar mengajar. Hal ini ada kaitannya dengan

fasilitas ICT yang sangat terbatas dimiliki oleh sekolah-sekolah yang diteliti dan

juga kurangnya pemahaman oleh guru dan kepala sekolah tentang pentingnya ICT

dalam proses pembelajaran. Salah satu alas an guru tidak menggunakan internet

adalah biaya untuk menggunakan internet mahal.

Dari informasi yang diperoleh melalui wawancara, guru-guru yang

menguasai computer mengatakan bahwa salah satu kegunaan menguasai computer

mereka gunakan untuk mengetik RPP. Namun, dari portofolio yang dikumpulkan,

hanya 3 guru (berasal dari skeolah high) yang memiliki RPP diketik, yang lainnya

ditulis tangan, dan satu difotokopi dari buku RPP yang sudah ada di sekolah. Hal

ini menjadi suatu indikasi bahwa kebenaran guru-guru yang mengatakan

menguasai computer perlu dipertanyakan, bahwa sebenarnya mereka tidak

menguasai computer atau tidak bisa lagi menggunakannya.

2) Zona Tengah

Berdasarkan hasil survey dan observasi di kelas pada dua belas SD/MI di

zona tengah dapat diketahui bahwa penguasaan ICT para guru masih rendah.Hasil

pengamatan juga memperlihatkan bahwa disekolah yang di observasi tidak

24

semuanya memiliki perangkat computer. Sedangkan beberapa sekolah yang

memiliki computer, penggunaannya masih sebatas kebutuhan administrasi

sekolah. Dari duabelas guru yang diwawancarai mengatakan bahwa dalam

pembelajaran belum menggunakan ICT, selain karena alasan belum ada fasilitas

ICT yang memadai di sekolah juga karena kemampuan guru menggunakan ICT

masih rendah misalnya hanya mampu menggunakan computer sebatas untuk

mengetik (word). Hanya satu orang guru yaitu Ibu Is. yang mengaku menguasai

word dan power point serta mengakses internet. Meskipun demikian guru

tersebut, yang memiliki kualifikasi pendidikan magister, tetap belum

menggunakan media power point di saat mengajar atau menggunakan sumber

belajar yang diunduh dari internet. Salah satu alasan guru yang bersangkutan

belum mencoba mencari sumber belajar dari internet adalah terbatasnya jaringan

internet di kota dimana tempat yang bersangkutan menetap. Ada enam guru yang

mengaku dapat menggunakan computer untuk mengetik namun tidak begitu

lancar, sementara itu lima orang guru lainnya mengaku selalu meminta bantuan

pihak lain jika ingin menyusun RPP menggunakan word atau power point atau

ingin mengakses informasi dari internet. Secara umum indicator rendahnya

penguasaan ICT para guru yang diobservasi pada Zona Tengah yaitu:

a. RPP ditulis tangan

b. Ketersediaan computer di sekolah yang terbatas (hanya dua sekolah

yang memiliki satu unit PC) atau sama sekali tidak tersedia.

c. Pengakuan para guru selalu meminta bantuan pihak lain jika ingin

mengakses informasi dari internet atau mengembangkan media power

point atau menggunakan word.

d. Tidak menggunakan power point atau media atau bahan ajar yang

diunduh atau dipersiapkan dengan menggunakan computer.

3) Zona Barat

Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan dengan 12 orang

guru di enam sekolah yang berada di tiga kabupaten, maka dapat disimpulkan

bahwa moyoritas guru yang bertugas di wilayah tersebut tidak dapat

25

menggunakan ICT dengan baik apalagi mengaplikasikan pada pengajaran di

sekolah. Ada tiga orang guru yang mengajar di sekolah-sekolah unggul sama

sekali tidak dapat menggunakan ICT. Guru tersebut tidak mampu untuk

menggunkan Microsoft Word yang biasa digunakan untuk pengetikan.

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan bahwa untuk keperluan pengajaran

seperti untuk pengetikan RPP selalu menggunakan jasa orang lain seperti anak,

suami dan jasa rental. Ke 11 orang guru tersebut adalah ibu guru dan 1 orang

bapak guru, 2 orang sarjana bahasa Indonesia, 10 orang guru yang lainnya lulusan

program Diploma 2 di universitas swasta yang ada di daerah barat provinsi Aceh.

12 orang guru tersebut terdiri dari 5 orang diantara mereka mengajar di sekolah-

sekolah yang berada di kampung-kampung dan 7 orang dari mereka mengajar di

sekolah unggul yang berlokasi di ibu kota kabupaten. 1 guru diantara mereka

yang mengajar di kelas unggul lulusan program D2 dari universitas Negeri di

Provinsi Aceh. Guru tersebut dapat menggunakan program Microsoft Word untuk

mengetik dengan kemampuan yang telah dimilikinya. Jadi sebagian besar dari

guru tersebut mengetik pada orang lain untuk kebutuhan pengajaran seperti

pengetikan RPP. Tidak ada dari guru perempuan ini yang mampu menggunakan

program selain Microsotf Word seperti Excel dan Power Point. Mereka sama

sekali tidak bisa mengoperasikan internet otomastis mereka tidak menggunakan

fasilitas internet untuk menggali informasi bagi pengajaran mereka. Guru-guru ini

semua tidak ada yang memiliki komputer secara pribadi kecuali keluarga mereka

seperti anak dan suami mereka.

Satu orang guru laki-laki dari 12 guru yang diwawancarai memiliki

kemampuan dan skill yang sangat baik dalam hal pengunaan ICT. Beliau adalah

guru lulusan program D2 dari Universitas Negeri di ibu kota Provinsi Aceh. Guru

tersebut selalu menggunakan ICT untuk persiapan pengajaran walaupun

sebenarnya guru tersebut mengajar di sekolah yang berlokasi di kampung yang

sangat jarang menggunakan ICT dalam hal pengajaran. Dari wawancara dan

pengamatan peneliti, guru tersebut mampu menggunakan semua aplikasi Micosoft

Office dengan sangat baik bahkan guru tersebut diminta kepala sekolah untuk

membantu proses administrasi di sekolah di tempat beliau mengajar. Semua bahan

26

untuk pengajaran disiapkan dengan baik dengan menggunakan ICT, seperti

pengetikan RPP dan bahan presentasi. Guru ini mampu merancang animasi yang

baik untuk pembelajaran sehingga pengajaran menjadi lebih menyenangkan bagi

siswa. Guru ini memiliki akses ke internet setiap hari dengan fasilitas Modem

yang dimiliki sehingga banyak bahan ajar yang terus diperbaharui melalui

informasi yang didapatkan di internet. Guru tersebut tentunya memiliki fasilitas

komputer (laptop) yang baik yang diperoleh dengan cara membeli sendiri.

b. Deskripsi Kompetensi Pedagogik Guru

1) Zona Timur

a) Penyusunan Perencanaan

Dalam penyusunan perencanaan pembelajaran, 9 dari 12 guru yang diteliti

masih sangat lemah dalam menentukan sumber belajar, media dan alat peraga.

Guru tersebut hanya mengandalkan buku paket sebagai satu-satunya sumber

belajar. Begitu juga dengan media dan alat peraga, meskipun dalam proses

pembelajaran mereka menggunakan beberapa media dan alat peraga, tetapi di

perencanaan tidak mereka cantumkan. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan

kurangnya pemahaman dari guru tentang media dan alat peraga. Namun, ada 3

orang guru yang berasal dari sekolah high yang mencantumkan sumber belajar

yang bervariasi pada RPP mereka seperti kartu bilangan, gambar-gambar

mengenai contoh keluarga, dan potongan lidi. Pada RPP mereka yang bertiga ini

juga menuliskan metode inkuiri, ceramah bervariasi, dan demosntrasi. Berarti

mereka lebih memahami cara penulisan RPP yang baik. Bahkan pada kegiatan inti

Ibu Nh menuliskan kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif, seperti berikut.

- Siswa menyebutkan anggota tubuh

- Menghitung banyak anggota tubuh

- Memperkenalkan lambang bilangan 1-5

- Membaca lambang bilangan yang diperlihatkan guru melalui kartu

- Menuliskan lambing bilangan sesuai jumlah benda yang ada pada gambar.

27

Guru juga melengkapi RPP dengan jenis instrumen dan contoh instrumen, namun

tidak menuliskan rubrik penskoran.

Kelemahan yang lain adalah menentukan pendekatan, model dan metode

pembelajaran. Hampir semua guru tidak menuliskan model atau pendekatan

pembelajaran, hanya metode saja yang dituliskan, mungkin mereka masih belum

memahami perbedaan antara pendekatan, model dan metode. Pada umumnya guru

terlalu umum menuliskan langkah-langkah pembelajara. Sebagai contoh kegiatan

awal tidak terurai secara jelas karena hanya menuliskan motivasi, apersepsi, dan

prasyarat. Bentuk motivasi dan apersepsi yang dimaksud tidak dituliskan secara

jelas.

Berkaitan dengan RPP tematik, guru belum dapat menuliskannya dengan

baik. Sebagai contoh, guru As menuliskan 3 bidang studi, yaitu PKn: Sikap cinta

alam dan lingkungan, B.Indo: memperakan teks percakapan melalui telpon, dan

Matematika: menyebutkan bilangan dalam bentuk panjang untuk 3x35 menit.

Waktu yang dialokasikan terlalu singkat sehingga tidak dapat mencapai indikator.

b) Pelaksanaan proses pembelajaran

Secara umum, pelaksanaan proses pembelajaran ada upaya untuk

melibatkan siswa secara aktif, namun hampir 50% guru masih menggunakan buku

teks sebagai satu-satunya sumber belajar dan menggunakan papan tulis sebagai

media pembelajaran.

Ada 3 guru dari sekolah high yang menerapkan pembelajaran aktif dengan

baik. Sebagai contoh guru Nh mengawali pelajaran dengan membuat kaitan antara

materi dengan kehidupan sehari-hari, yaitu mengaitkan dengan banyak anggota

tubuh, sehingga kegiatan pembelajaran menyenangkan terlihat dari lebih dari

hampir semua siswa betah/asyik/fokus. Lalu guru meminta siswa mengambil

kartu bilangan di depan kelas sesuai dengan bilangan yang disebutkan guru.

Setelah itu guru memberikan gambar anggota badan seperti dua kaki, dua tangan,

satu mulut, dan dua mata. Lalu siswa diminta menyebutkan banyak anggota badan

tersebut dan menuliskan lambang bilangannya. Guru memberi kesempatan kepada

siswa untuk menghitung sendiri, mencoba menuliskan lambang bilangannya, dan

mengemukakan pendapat sendiri dengan menggunakan berbagai sumber belajar

28

serta menerapkan metode yang bervariasi (yaitu ceramah, tanya jawab, dan

penemuan). Namun karena siswa baru belajar di sekolah selama seminggu, siswa

mengalami kesulitan menuliskan lambang bilangan. Untuk itu guru memberikan

bimbingan kepada siswa untuk menulis lambang bilangan. Sesuatu yang kurang

sempurna dilakukan guru adalah guru tidak memberikan tugas yang berbeda

kepada siswa sesuai kemampuan. Selain itu pengelolaan kelas hanya individu dan

klasikal, tidak ada diskusi. Berdasarkan wawancara diketahui bahwa diskusi

belum bisa diterapkan karena siswa baru masuk sekolah selama 1 minggu. Guru

Nn menggunakan stik es dan menuliskan bilangan ratusan, puluhan, satuan pada

stik tersebut sehingga membantu siswa untuk menggunakan sifat asosiatif. Ada

juga guru Ns yang membagikan teks bacaan rakyat kepada sisw. Sedangkan guru

As meminta siswa mensimulasikan cara berkomunikasi melalui telpon ke depan

kelas.

Berkaitan dengan penilaian dan tindak lanjut, hanya 4 guru (dari Sekolah

high) dari 12 guru yang menjelaskan bahwa hubungan guru dengan orang tua

sangat dekat dalam hal mamantau kemajuan siswa. Karena di SD 1 Langsa,

hampir setiap hari orang tua dating ke sekolah mangantar atau menjemput anak

mereka. Saat itulah guru dapat berkomunikasi dengan orang tua, terkadang orang

tua dikirimi surat dan bersedia dating ke sekolah. Kelemahan lain dari segi

penilaian atau pemberian soal, semua guru memberikan level soal yang sama

kepada siswa mereka, mereka belum memperhatikan kemampuan siswa yang

berbeda-beda.

2) Zona Tengah

Penguasaan kompetensi pedagogic oleh guru diindikasikan oleh beberapa

indicator. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 16 tahun 2007

tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru ada 10 indikator

bagi seorang guru untuk dapat dikatakan menguasai kompetensi pedagogic.

Kelimabelas indicator tersebut yaitu sebagai berikut.

1. Menguasai karateristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial,

kultural, emosional, dan intelektual.

29

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik

3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang

diampu.

4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.

5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk

kepentingan pembelajaran.

6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk

mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar.

9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan

pembelajaran.

10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

Secara umum kompetensi pedagogic guru yang diobservasi untuk Zona

Tengah berada dalam interval 57.6-75%. Kelemahan nyata yang terlihat pada

kompetensi ini adalah kemampuan guru mengembangkan RPP, terutama pada

pengembangan indicator komptensi dan evaluasi. Beberapa guru masih

menggunakan kata-kata tidak operasional dan tingkatnya masih di bawah kata

operasional KD. Hanya dua orang guru yaitu EH dan Ani yang teramati

melaksanakan evaluasi menurut ketentuan yaitu evaluasi berbasis kelas. Ani

melakukan penilain siswa yang aktif dan yang tidak aktif saat belajar kelompok

seperti berani tampil dan mengajukan pertanyaan. Akan tetapi seluruh guru

mengaku melakukan penilaian proses meski tidak teramati oleh pengamat saat

melaksanakan PBM. Lima guru lainnya hanya memberikan nilai jika siswa

mampu menjawab pertanyaan guru, meski metode yang digunakan diskusi. Selain

itu, tiga orang guru yaitu EH, Ani dan ZR yang menggunakan metode mengajar

bervariasi yaitu ceramah dan diskusi serta menerapkan active learning. Berikut ini

beberapa indicator yang menunjukkan belum paripurnanya kompetensi pedagogic

guru yang diamati di Zona Tengah.

30

(1)Kelemahan pada pengembangan perangkat pembelajaran. Indikasi yaitu

masih menggunakan kata-kata yang tidak operasional, seperti mengenal,

mengingat, memahami

(2) Pada umumnya belum menggunakan media.

(3) Belum menerapkan active learning atau lebih kepada TLC

(4) Guru belum memperlihatkan pengelolaan kelas yang baik.

(5) Pembelajaran belum bersifat reflektif yang terbukti tidak satupun guru

melaksanakan sesi refleksi pada akhir PBM.

(6) Sumber belajar hanya buku ajar

(7) Melaksanakan penilaian produk, bukan proses

Kemampuan guru dalam pengelolaan kelas adalah hal yang sangat penting

dalam kegiatan belajara mengajar. Pengelolaan yang baik akan menciptakan

suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Sebaliknya pengelolaan kelas

yang tidak baik akan menyebabkan suasana kelas kurang terkendali misalnya

diskusi menjadi kurang terorganisir, riuh dan sebagainya. Hasil observasi pada

zona tengah ditemukan seorang guru yang mampu mengelola kelas sangat baik

yaitu Ibu Ani yang mengajar Bahasa Indonesia di SD 18 Bireuen. Diskusi kelas

yang dilaksanakan dalam pembelajaran oleh Ibu Ani sangat aktif dan siswa dalam

kelompok mengajukan pertanyaan, pendapat dan gagasannya dalam suasana akrab

sesuai pengelolaan guru. Bentuk motivasi berupa aplaus yang diberikan kepada

siswa yang menampilkan hasil kerjanya membuat suasana kelas menjadi hidup.

Hasil pengamatan ditemukan dua orang guru yakni masing-masing Ibu Fat di SD

Weh Pesam Bener Meriah dan pak Bus di MIN Bireuen yang kemampuannya

mengelola kelas dianggap belum baik. Ibu Fat dan pak Bus melakukan

pendekatan diskusi kelompok dalam pembelajaran, namun karena pengelolaannya

kurang sehingga diskusi yang dilakukan anak-anak dalam kelompok kurang

terarah dan kelas menjadi riuh. Demikian juga hasil diskusi tidak dirangkum

untuk membei penguatan hasil belajar. Pada pengamatan kedua, ditemukan

bahwa pak Bus masih menggunakan pembelajaran konvensional yakni anak

mendekte (membaca) suatu bagian atau paragrap dari buku kemudia secara

31

bergiliran disambung oleh siswa lainnya. Sementara siswa yang satu membaca

maka siswa lainnya ada yang mendengar atau menyimak tetapi banyak

diantaranya yang berbicara atau tidak mengikuti pelajaran.

3) Zona Barat

Dari 12 guru yang diwawancarai dan diobservasi ada 7 orang guru yang

memiliki kemampuan pedagogik yang sangat baik. Dua orang dari mereka adalah

guru lulusan program studi D2 dari Universitas Negeri yang berada di ibu kota

Provinsi Aceh dan telah menjadi guru sekolah dasar selama 5 dan 6 tahun. 5 guru

lagi adalah lulusan Universitas Swasta yang ada di ibu kota kabupaten di wilayah

provinsi Aceh dan telah mengajar di sekolah dasar selama 21 tahun. Sebagian dari

guru tersebut mengajar di sekolah unggul/favorit yang berada di ibu kota

kabupaten dan satu orang guru mengajar di sekolah yang berada di kampung yang

jauh dari ibu kota kabupaten dan malah agak sulit untuk dijangkau. Guru-guru

yang memiliki skill yang bagus dalam aspek pedagogik memiliki kemampuan

yang sangat baik seperti untuk merancang RPP. Indikator pembelajaran yang

mereka kembangkan sudah sangat jelas karena sudah diturunkan dari SK dan KD

dengan sangat baik. Mereka juga dapat menggunakan kata kerja operasional

dengan sangat baik dalam perumusan indikator sehingga mudah diaplikasikan

dalam pembelajaran di kelas. Dari observasi yang dilakukan di kelas, guru

tersebut mampu mencapai semua indikator pembelajaran yang direncanakan.

Mereka juga mampu untuk menyusun langkah-langkah pembelajaran dan

pemilihan media pembelajaran dengan baik. Langkah-langkah pembelajaran telah

disusun secara efektif dan efisien dan media yang dipilih juga sangat sesuai

dengan materi pembelajaran. Teknik penilaian dan model pembelajaran yang

dipilih juga sudah sangat relevan sehingga secara keseluruhan RPP yang mereka

susun sudah sangat baik.

Di sisi yang lain, ada 5 orang guru yang memiliki kemampuan pedagogik

yang tidak baik. Dua orang dari mereka adalah guru lulusan universitas swasta

yang ada di ibukota provinsi Aceh dan yang satunya lagi adalah lulusan kelas jauh

32

yang ada didaerah dari Universitas Swasta yang ada di ibu kota provinsi Aceh.

Mereka semua adalah guru yang mengajar di sekolah yang berada di kampung

yang jauh dari ibukota kabupaten. Kemampuan yang mereka miliki dalam hal

perancangan RPP sangat sedikit. Pengembangan indikator pembelajaran tidak

jelas dalam artian didak merefleksi SK dan KD yang telah dirumus. Sehingga

ketika RPP diaplikasikan diruang kelas mereka menjadi bingung sendiri. Hal ini

menyebabkan mereka banyak melakukan improvisasi sendiri didalam kelas

ditambah lagi kondisi kelas yang kurang kondusif, banyak anak-anak yang

berbicara sendiri duluar kontrol guru. Langkah-langkah pemebalajaran dan

pemilihan media juga kurang tepat dan tidak relevan. Dalam artian, langkah-

langkah pembelajarannya tidak jelas dan terstruktur dengan baik. Media yang

dipilih sulit diaplikasikan dan susah digunakan pada anak-anak disekolah tersebut.

Mereka juga tidak konsisten dalam perancangan instrumen penilaian. Mereka

tidak memiliki teknik penskoran yang konsisten sehingga bisa terjadi penskoran

yang berbeda untuk setiap siswa. Model pembelajaran yang dipilih juga masih

sangat kaku tidak berubah-rubah dari satu RPP ke RPP lainnya. Dan mereka juga

jarang mengunakan model pembelajaran yang telah direncanakan dikelas karena

kelas yang kurang kondusif mereka katakan.

c. Deskripsi Kompetensi Guru Menguasai Materi

1) Zona Timur

Sebagian besar guru masih sangat kurang dalam mengolah materi menjadi

menarik karena dalam proses pembelajaran guru sangat tergantung pada buku

teks. Dalam menjelaskan guru tersebut sangat konseptual, sama sekali tidak

berusaha dan mampu mengaitkat materi pelajaran yang diajarkan dengan

lingkungan sekitar siswa dan dengan disiplin ilmu lain. Hal ini mungkin ada

kaitannya dengan latar belakang pendidikan mereka yang hampir semua kurang

sesuai untuk menjadi guru SD.

Namun ada 2 guru yang menguasai materi dengan baik. Guru pertama Nh

lulusan D2 PGSD FKIP Unsyiah dan melanjutkan ke S1 Sejarah Universitas

33

Samudera (Unsam) penguasaan materinya berada pada kategori baik. Guru Nh

mampu mengelola materi menjadi menarik sesuai dengan kebutuhan dan

perkembangan siswa SD kelas I, seperti dijelaskan pada bagian pelaksanaan

proses pembelajaran di atas. Guru Nh juga mengikuti KKG yang diadakan di

sekolah dengan mendatangkan guru yang berpengalaman dan ahli dari LPMP

Aceh. Namun, guru belum pernah mengikuti pelatihan/penataran pengembangan

profesi. Satu lagi guru Ns, penguasaan guru ini bagus dalam hal bahasa Indonesia

dan menjadi fasilitator untuk Kabupaten dalam hal implementasi PAKEM yang

bekerja sama dengan CLCC UNICEF Provinsi Aceh. Guru Ns juga merupakan

tim penulis soal UASBN Provinsi Aceh untuk bidang bahasa Indonesia. Berkaitan

dengan KKG, guru sebagai guru pemandu untuk sekolah inti dan sekolah imbas.

Guru sering mengikuti pelatihan CLCC di provinsi maupun Kabupaten tentang

MBS, PAKEM, dan PSM. Namun, guru kesulitan menulis PTK, karena belum ada

pelatihan khusus yang diikuti. Namun, dalam hal matematika guru ini kurang

menguasai konteks yang sesuai untuk mengajarkan FPB.

Ada guru Nn berlatarbelakang pendidikan S1 Matematika, tetapi kurang

bisa menyesuaikan pembelajaran amtematika untuk siswa SD. Guru Nn terkesan

kurang sistematis menjelaskan sifat komutatif dan asosiatif kepada siswa.

Dari 12 sampel yang diteliti 6 diantaranya berlatar belakang Pendidikan

Agama Islam (3 orang S1 dan 3 orang D-II), 1 orang S1 Pendidikan bahasa

Indonesia, 1 orang S1 Pendidikan sejarah, 1 orang S1 Pendidikan Matematika,

dan 2 orang berpendidikan SPG. Hal lain yang juga diduga berpengaruh terhadap

penguasaan materi guru adalah dikarenakan jarangnya guru mengikuti pelatihan

yang berkaitan dengan bidang studi yang diajarkan, padahal mereka adalah guru

kelas yang mengajarkan lebih dari 3 bidang studi.

Hampir semua guru ataupun sekolah yang diteliti masih belum menjalin

kerjasama dengan LPTK atau lembaga terkait dalam upaya meningkatkan kualitas

pembelajaran yang mereka lakukan. Kalau ada permasalahan di kelas hampir

semua dari mereka hanya mengkonsultasikan dengan teman sejawat dan teman

saat kuliah dulu. Di samping itu, semua guru yang diteliti sama sekali tidak pernah

melakukan penelitian dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran.

34

2) Zona Tengah

Guru-guru yang diamati pada survey ini terlihat menguasai materi yang

diajarkannya dengan baik. Hanya satu guru yaitu AN yang terlihat sangat

kesulitan untuk mengajarkan materi ajarnya. Hal ini boleh jadi disebabkan adanya

perbedaan latar belakang pendidikan guru dengan mata pelajaran yang

diampunya. Guru yang bersangkutan terlihat mengalami kesulitan untuk

menyebutkan kata dengan pronunciation tepat atau bahkan membiarkan pelafazan

siswa yang tidak tepat. Selain AN, seluruh guru menyampaikan materi dengan

rinci, runtun, dan berkaitan dengan mata pelajaran lain, atau bahkan ada yang

bersifat kontekstual (missal HR dan IS). Ibu HR yang mengajarkan Kata Tanya

meminta siswa untuk memberikan contoh kata tanya yang sering digunakan saat

berbelanja. Sementara itu Ibu IS yang mengajarkan tentang Menyimak cerita Efek

Global Warming mengingatkan siswanya untuk tetap menjaga kelestarian hutan

dan lingkungan.

3) Zona Barat

Sama halnya dengan kompetensi lain untuk guru di zona barat, peneliti

juga mendapatkan gambaran yang sama, bahwa dari 12 guru yang di wawancara

dan di observasi, ada 7 orang guru yang sangat menguasai materi yang diajarkan.

Guru yang mengajar disekolah unggul memiliki kemampuan yang sangat baik.

Tujuh orang guru yang mengajar di sekolah unggul diantaranya mengajar

pelajaran bahasa Indonesia dengan materi perkembangan kecamatan. Beliau

mampu menjelaskan materi dengan menggunakan contoh dengan sangat baik.

Beliau mengetahui perkembangan kecamatan yang ada di kabupatennya beserta

dengan historisnya dengan sangat baik. Materi ajar pun disampaikan dengan

sangat teratur sesuai dengan langkah-langkah yang telah disusun pada RPP. Guru

ini telah mengajar selama 21 tahun di sekolah dasar. Demikian juga dengan guru

sekolah unggul yang lainnya, beliau juga memiliki pengetahuan yang sangat baik

pada materi yang diajarkan sehingga dia dapat mengajar dengan sangat leluasa.

Materi yang diajarkan adalah operasi bilangan, pelajaran Matematika. Guru

tersebut menyampaikan materi dengan cara memberi contoh secara yang bersifat

35

aplikatif. Misalnya, guru tersebut memberi contoh ke siswa “ketika kamu

memiliki tiga buah pinsil dan dua buah buku kemudian kamu meminjamkan satu

buah pinsil dan satu buah buku kepada kawan kamu, sisanya kamu memiliki

berapa buah pinsil dan buku”. Kelas sangat riyuh tetapi guru tersebut dapat

mengendalikannya dengan baik karena memiliki pengusaan materi yang sangat

baik. Ada satu guru yang lain, laki-laki juga memiliki kemmapuan yang sangat

baik dalam penguasaan materi. Beliau mengajar di sekolah yang ada di kampung

yang jauh dari kota. Guru tersebut mengajar pelajaran Bahasa Indonesia dengan

materi mengenal petunjuk di tempat umum untuk siswa kelas dua sekolah Dasar.

Beliau mampu menggambarkan dengan baik contoh-contoh petunjuk di tempat

umum dengan semua fungsinya. Beliau telah menyiapkan media belajar berupa

gambar-gambar petunjuk di tempat umum yang didapatkan di internet.

Sedangkan 5 orang guru yang lain memiliki kemampuan yang sangat

terbatas pada materi yang ingin disampaikan. Mungkin mereka mengerti materi

tersebut dengan baik tetapi dari pengamatan yang dilakukan mereka tidak mampu

mengeksplorasinya dengan baik sehingga siswa menjadi bosan dalam belajar.

Misalnya ada seorang guru yang mengajarkan materi organ manusia dan hewan.

Guru tersebut sangat terpaku pada bahan yang ada di buku cetak yang menjadi

pegangan bersama guru dan siswa. Tidak ada bahan lain dan guru juga menyuruh

siswa untuk mencatat seperti yang ada di buku cetak. Setiap kelompok yang

terdiri dari empat orang diberikan satu buku kemudian diminta untuk mencatat

secara bersama-sama. Ketika dikonfirmasi kepada guru tersebut mengenai hal ini,

guru tersebut menjelaskan tujuan mencatat seperti itu supaya siswa bisa diam dan

tidak ribut. Memang kemudian guru tersebut menjelaskan materi yang telah

dicatat oleh siswa tetapi elaborasi yang dilakukan masih sangat terbatas.

d. Deskripsi Kompetensi Guru dalam Memotivasi Siswa

1) Zona Timur

Hampir semua guru yang diteliti menunjukakan indikator kompetensi

kepribadiannya yang bagus. Mereka menghargai peserta didik dengan memberi

respons kepada siswa, tidak mencemooh dan memberi penghargaan kepada siswa

36

yang berprestasi. Hampir semua dari mereka juga menunjukkan etos kerja yang

tinggi ditandai dengan kedisiplinan, tanggung jawab dan sabar, minimal pada saat

diamati.

Sebagian besar guru yang diamati telah memberi dorongan kepada siswa

untuk belajar. Pada saat diamati, mereka terlihat dengan serius membimbing siswa

untuk bisa belajar. Mereka juga dengan sabar memahami dan memperlakukan

siswa dengan adil. Dari hasil wawancara juga hampir semua mereka menyebutkan

bahwa mereka selalu mengikuti perkembangan siswa yang mereka asuh, baik

melalui pengamatan, interview maupun dengan catatan harian mereka tulis.

Namun ada juga guru yang kurang memahami perkembangan siswa dengan alasan

mereka bukan guru kelas, tetapi guru bidang studi yang frekuensi bertemu dengan

siswa lebih terbatas dibanding dengan guru kelas.

Beberapa contoh motivasi yang diberikan oleh guru adalah menggunakan

sumber belajar yang bervariasi seperti gambar anggota keluarga, kartu bilangan,

stik es, cerita rakyat, potongan lidi, bercerita, dan simulasi berkomunikasi melalui

telpon. Namun ada guru, yaitu guru As menampilkan 4 lagu untuk mengakhiri

pelajaran, karena guru As menanggap agar siswa refreshing . Akibatnya tujuan

pembelajaran tidak tercapai.

2) Zona Tengah

Memotivasi siswa adalah salah satu indicator dari penguasaan kompetensi

kepribadian dari seorang guru. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap dua belas

guru di tiga kabupaten berbeda, terlihat bahwa guru menghargai siswa. Guru

selalu merespon setiap upaya siswa untuk bertanya atau menjawab pertanyaan

guru dengan santun. Guru selalu mendorong siswa untuk berani tampil ke depan

atau mengemukakan pendapat. Siswa yang mengalami kesulitan selalu mendapat

bimbingan guru secara personal atau berkelompok (terutama pada MIN Bom

Takengon dan SDN 16 Blang keutumba). Sebagai contoh Ibu AN yang begitu

tekun dan bersemangat memberikan dorongan kepada siswanya yang tertatih-tatih

menyelesaikan soal FPB dan KPK di papan tulis. Ada tiga guru yaitu EL, IS dan

Bus yang kurang bersemangat memotivasi siswanya dalam belajar di kelas. Hal

37

ini boleh jadi disebabkan ketidaksesuaian latar belakang pendidikan dengan mata

pelajaran yang diampu. Sementara guru Bs, sebagaimana keterangan yang peneliti

dapatkan dari temannya bahwa pak Bs pernah mengalami trauma konflik dan saat

itu rummahnya terbakar. Berdasarkan pengakuan pak Bs bahwa berkas-berkas

seperti Ijazah dan surat penting lainnya termasuk RPP yang dimanta tidak ada

lagi. Mungkin hal tersebut yang menyebabkan guru Bs kurang bersemangat dalam

mengajar.

3) Zona Barat

Dari 12 guru yang diwawancara dan di observasi, peneliti dapat

menyimpulkan bahwa ada 5 orang guru yang sangat baik dalam memotivasi

siswa. Guru laki-laki dan 4 orang guru yang mengajar di sekolah unggul. Guru-

guru tersebut sangat sabar dalam mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam

kelas untuk belajar. Kadang-kadang hal sederhana yang dilakukan yaitu siapa

yang paling baik nilainya hari ini boleh ikut naik Honda guru saat pulang. Guru

tersebut mengajar di sekolah di kampung dimana kebanyakan siswa berjalan kaki

ke sekolah bersama teman mereka. Jadi ketika ada tawaran naik sepeda motor

guru tentunya siswa sangat senang dan akan termotivasi belajarnya. Hal lain yang

dilakukan guru tersebut adalah memberikan kesempatan keluar pertama pada saat

jam pulang bagi siswa yang aktif belajar dilihat dari seringnya siswa tersebut maju

kedepan.

Sedangkan 7 orang guru yang lain tidak baik dalam hal memotivasi siswa

menurut peneliti termasuk kedalamnya guru yang telah mengajar sangat lama

yaitu 20 tahun. Menurut pengamatan peneliti guru tersebut sangat fokus pada

pencapain materi yang telah direncanakan pada RPP. Sehingga, langkah-langkah

pembelajarnnya sangat kaku seperti yang ada di RPP padahal kondisi kelas

membutuhkan motivasi yang banyak bagi siswa. Namun karena guru tersebut

mengajar di sekolah dan di kelas yang mayoritas siswanya pandai-pandai

sehingga kelas memang nampak hidup. Selama pengamatan hampir tidak ada

pujian yang diberikan kepada siswa yang memberi pendapat yang bagus dan

menarik, kalaupun ada dilakukan itupun dalam waktu yang sangat singkat

38

sehingga siswa tidak mendapatkan dan merasakanya. Malahan pujian yang

diberikan tidak terekspresikan pada wajah guru tersebut. Empat guru yang lain

malah ada yang marah-marah kepada siswa ketika mereka tidak mampu

melakukan hal-hal yang sederhana menurut guru tersebut. Mereka sulit

mengontrol dirinya walaupun diamati oleh orang lain. Menurut peniliti hal ini

disebabkan karena mereka sudah terbiasa dengan hal tersebut.

e. Korelasi Kompetensi Guru Kualifikasi Pendidikan dan Lama Mengajar

Sebelum menentukan korelasi antar variable bebas dan variable terikat,

semua data kompetensi guru yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara

diberi skor dan dihitung jumlahnya. Begitu juga dengan kualifikasi pendidikan

guru dan lama mengajar guru, seperti terlihat pada table berikut.

39

Tabel Data Inisial Guru, Kompetensi Guru, Lama Mengajar, dan

Kualifikasi Pendidikan No Nama High/ Low X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7

1 Nurhafni, S.Pd 2 120 67 32 19 7 S1

239

2 Nana Puspita, S.Pd 1 97 57 21 16 1 S1

194

3 Asriani, A.Ma.Pd 1 85 60 21 18 1 D2

189

4 Nurhadiana, S. Pd.I 2 114 57 18 20 5 S1

209

5 Eva Dewi 2 111 55 20 20 4 D2

206

6 Nurjannah, S. Pd. 1 94 51 16 15 12 S1

176

7 Luqman 1 100 49 19 20 24 SPG

188

8 Marzuki, S. Pd.I. 1 101 59 19 13 11 S1

192

9 Junita S., S.Pd.I. 2 117 59 19 20 4 S1

215

10 Apita Siregar 2 110 55 23 20 4 D2

208

11 Fera Yanti 1 95 48 19 18 4 D2

180

12 Nurhayati, S.Pd 2 128 56 21 17 8 S1

222

13 Fatimah A, Ma,Pd 2 113 59 20 19 3 D2

211

14 Nurhayati, S.Pd 2 106 58 23 18 27 S1

205

15 Fatmawati A, Ma.Pd 2 107 52 24 20 3 D2

203

16 Anizar 2 161 68 27 20 12 D2

276

17 Bustaniswar 2 104 52 24 20 5 D2

200

18 Anizar, A.Md.Pd 2 107 55 23 20 6 D2

205

19 Elizar, S.Pd.I 1 99 56 19 20 6 S1

194

20 Isnaini, M.Ag 1 93 60 25 20 11 S2

198

21 Zubaidah, A.Md.Pd 1 83 44 22 20 3 D2

169

22 Encu Aidar 2 107 64 24 20 11 S1 215

23 Hadimah Ramli, A.Md.Pd 2 108 62 26 20 29

D3 216

24 Asnawiyah, Ama.Pd 1 75 20 32 20 10 D2

147

25 Cut Rita Hastuti,Ama.Pd 1 91 47 25 18 4

D2 181

26 Zuriat, A.MaPd 1 65 29 18 14 2 D2

138

27 Anhar, A.Ma 1 69 51 21 15 2 D2

161

28 Neneng Suryani,A. Ma 1 51 32 17 11 1

D2 111

29 Karlinda,A.Ma 1 58 32 17 12 1 D2

116

30 Nursakdiah 1 80 44 20 16 3 S1

168

31 Aliyana 1 87 49 22 18 4 D2

176

32 Sri Wahyuni 1 84 39 21 19 2 D2

172

33 Salmina 1 94 51 18 18 6 D2

198

34 Nilawati 2 103 53 24 18 2 D2

212

35 Laila Warsiah,S.Pd 2 111 58 24 19 6 S1

214

36 Nurlis, S.Pd 2 110 63 24 19 6 S1

218

40

Keterangan: X1= pedagogik

X2=Profesional

X3=Sosial

X4=Kepribadian

X5=Lama Mengajar (Tahun)

X6=Kualifikasi Pendidikan

X7=Total

Data lama mengajar dan kualifikasi pendidikan guru diberi kode seperti yang telag

dijelaskan pada bab Metode penelitian. Setelah diolah dengan menggunakan

SPSS, diperoleh hasil seperti terlihat pada table berikut.

Tabel Korelasi antara Kompetensi Guru dengan Lama Mengajar

dan Kualifikasi Pendidikan

Kompetensi

rata-rata

pedagogik

rata-rata

profesional

rata-rata sosial

rata-rata

kepribadian

lama menga jar

(tahun)

Kualifikasi pendi-dikan

Covariance rata-rata pedagogik 0.577 0.362 -0.046 0.211 -0.312 0.327 rata-rata profesional 0.362 0.408 -0.023 0.183 -0.299 0.113 rata-rata sosial -0.046 -0.023 0.300 0.103 -0.276 0.062 rata-rata kepribadian

0.211 0.183 0.103 0.619 -0.197 -

0.214 lama mengajar

(tahun) -0.312 -0.299 -0.276 -0.197 2.974 -

0.183 latar belakang

pendidikan 0.327 0.113 0.062 -0.214 -0.183 1.683

Correlation rata-rata pedagogik 1.000 0.746 -0.110 0.354 -0.238 0.331 rata-rata profesional 0.746 1.000 -0.067 0.364 -0.272 0.136 rata-rata sosial -0.110 -0.067 1.000 0.239 -0.292 0.088 rata-rata kepribadian

0.354 0.364 0.239 1.000 -0.145 -

0.210 lama mengajar

(tahun) -0.238 -0.272 -0.292 -0.145 1.000 -

0.082 latar belakang

pendidikan 0.331 0.136 0.088 -0.210 -0.082 1.000

1) Korelasi Kompetensi Guru dan Kualifikasi Pendidikan

Dari table di atas diketahui bahwa terdapat korelasi yang positif antara

kompetensi pedagogic, professional, social, dan kepribadian, dengan kualifikasi

pendidikan. Dengan demikian hipotesis diterima pada taraf signifikansi 95%. Oleh

karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan guru maka

41

semakin tinggi pula kompetensi guru tersebut. Dari empat kompetensi tersebut,

kompetensi pedagogic paling tinggi korelasinya dengan kualifikasi pendidikan.

2) Korelasi Kompetensi Guru dan Lama Mengajar

Dari table di atas diketahui bahwa terdapat korelasi yang negative antara

kompetensi pedagogic, professional, social, dan kepribadian, dengan lama

mengajar. Dengan demikian hipotesis ditolak pada taraf signifikansi 95%. Oleh

karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin lama guru mengajar tidak berakibat

pada semakin tinggi kompetensi guru tersebut.

2. Pembahasan

42

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto (1993)…. kompetensi

Ashworth, P., and U. Lucas (2000), Empathy and Engagement: A Practical

Approach to the Design, Conduct and Reporting of Phenomenographic

Research, Studies in Higher Education 25, 295–308.

Djamarah, Saiful Bakri. (1994). Prestasi belajar dan kompetensi Guru. Surabaya:

Usaha Nasional

Hamalik, Oemar (2006) Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.

Jakarta: Bumi Aksara.

Kumalasari, Weni (2010). Hubungan antara Pengalaman Mengajar dengan

Kompetensi Pedagogic Guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP Negeri di

Kota Surakarta tahun 2009. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Malik, Abdul (2006) Hubungan antara Tingkat pendidikan, Pengalaman

Mengajar, dan Ketersediaan Media dengan Kemampuan Guru

Menggunakan Media dalam Pembelajaran IPS. Dalam Jurnal Didaktika 1

(2), 116-132.

Minichiello, V., R. Aroni, E. Timewell, and L. Alexander (1995), In-Depth

Interviewin. Longman Australia. Melbourne. Vic.

Mulayasa, E. (2007) Standar Kompetensi Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Novianto, Ajeng Tyas (2009) Penentuan Prioritas Faktor yang Mempengaruhi

Kinerja Guru dengan Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus di SMP

Negeri 2 Sukoharjo). Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Permendiknas No. 16 Tahun 2007 (2007) tentang Standar Kualifikasi Akademik

dan Kompetensi Guru.

Surayabrata, Sumadi (2002) Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Widoyoko, S. Eko Putro (2005) Kompetensi Mengajar Guru IPS SMA Kabupaten

Purworejo. Laporan Penelitian Dosen Muda Dikti.

Yin, R. K. (1984), Case Study Research: Design and Methods. Sage, Beverly

Hills, CA.