BAB I PENDAHULUAN 1 -...
-
Upload
truongtruc -
Category
Documents
-
view
231 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1 -...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Korea Selatan adalah sebuah negara republik yang terletak di Semenanjung
Korea. Sejak kemerdekaannya pada tanggal 15 Agustus 1945, Korea Selatan telah
berkembang menjadi salah satu negara maju di Asia. Saat ini, masyarakat modern
Korea Selatan tidak terlepas dari berbagai masalah sosial, seperti tingginya tingkat
pengangguran, rendahnya angka kelahiran, serta bullying. Penelitian ini
mengambil salah satu masalah sosial yang berkembang diantara generasi muda di
Korea Selatan, yaitu bullying.
Bullying tidak hanya terjadi di Korea Selatan, tetapi juga di berbagai penjuru
dunia. Bullying di Korea Selatan antara lain disebabkan oleh tingkat persaingan
yang tinggi antarsiswa, persesuaian (conformity), jam sekolah yang panjang, serta
lemahnya pengawasan dari orang dewasa.
Pengertian Bullying adalah perilaku agresif yang tidak diinginkan yang terjadi
pada anak usia sekolah yang melibatkan ketidakseimbangan kekuatan antara
pelaku dan korban (https://www.stopbullying.gov). Jenis bullying yang paling
sering terjadi di Korea Selatan adalah bullying relasional (pengucilan) atau yang
umum dikenal dengan istilah wangtta (hangeul : 왕따).
Di Korea Selatan, tidak jarang kasus bullying yang berakhir dengan tindakan
bunuh diri oleh korban. Bunuh diri adalah penyebab kematian tertinggi diantara
2
individu usia 15-24 tahun. Peneliti yakin bahwa tingginya kasus bunuh diri di
Korea Selatan berkaitan dengan persaingan ketat di bidang akademis serta
dampak dari tindakan bullying yang berkembang di Korea Selatan
(http://chicagopolicyreview.org/).
Salah satu film yang menggambarkan tindakan bullying adalah film
Uahan Geojitmal. Film Uahan Geojitmal menceritakan gadis berusia 14 tahun,
Cheon-ji yang memilih bunuh diri sebagai jalan keluar dari tindakan bullying
yang dialaminya. Film Uahan Geojitmal adalah film asal Korea Selatan yang
dirilis tahun 2014. Film ini ditulis oleh Lee Sook-yeon dan Lee Han, serta
disutradarai oleh Lee Han. Film Uahan Geojitmal adalah film kelima yang
disutradarai oleh Lee Han. Sebelumnya, sutradara Lee Han mendapat
penghargaan sebagai sutradara terbaik untuk film Punch pada tahun 2011. Sama
seperti film karya sutradara Lee Han terdahulu Punch, film Uahan Geojitmal
menjadi salah satu film box office pada tahun 2014 dengan penjualan lebih dari
satu juta tiket.
Alasan pemilihan film Uahan Geojitmal sebagai objek penelitian ini adalah
adanya tindakan bullying yang berujung pada kematian korban yang tergambar
dalam film. Bullying adalah salah satu masalah sosial yang berkembang diantara
generasi muda Korea Selatan dewasa ini. Bullying yang berujung pada bunuh diri
korban mendapat perhatian dari pemerintah Korea Selatan, dimana dalam
pidatonya pada tahun 2012, mantan presiden Korea Selatan Lee Myung-bak
menyoroti tindakan bullying di sekolah dengan mengatakan bahwa bullying telah
menjadi masalah sosial yang serius, serta bullying tidak hanya memengaruhi
3
korban tetapi juga memberi pengaruh kepada remaja dan masyarakat sebagai
keseluruhan.
Film menurut Boggs dalam Sani (1992:23) adalah media yang unik, dengan
kelengkapan dan kekhususan yang membedakannya dengan bentuk-bentuk
kesenian lain seperti seni lukis, seni pahat, fiksi, dan drama. Film juga dalam
bentuknya yang paling populer dan paling kuat merupakan sebuah media untuk
bercerita yang memiliki unsur-unsur sama dengan cerita pendek dan novel.
Film sebagai karya sastra tentu tidak muncul begitu saja, melainkan ada
hubungan antara sastrawan, sastra, dan masyarakat. Pertanyaan-pertanyaan yang
memasalahkan hubungan timbal balik antara ketiga unsur tersebut, seperti
“Apakah latar belakang sosial pengarang menentukan isi karangannya?” atau
“Seberapa jauhkah karya sastra mencerminkan keadaan zamannya?” dapat
dijawab melalui pendekatan sosiologi sastra.
Sastra adalah institusi sosial yang menggunakan media bahasa (Wellek dan
Warren, 1990:109). Damono (2003:1) mengatakan bahwa sastra menampilkan
gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial.
Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antarmasyarakat,
antarmasyarakat dengan orang-seorang, antarmanusia, dan antarperistiwa yang
terjadi dalam batin seseorang.
Jdanov dalam Escarpit (2005:8) berpendapat bahwa sastra harus dipandang
dalam hubungan yang tak terpisahkan dengan kehidupan masyarakat, latar
belakang unsur sejarah serta unsur sosial yang memengaruhi pengarang. Dengan
kata lain, suatu karya sastra tidak lahir dari kekosongan sosial dan karya sastra
4
adalah tempat pengarang untuk menjawab berbagai fenomena yang terjadi di
sekitarnya termasuk fenomena sosial.
Van Luxemburg (1984:23-24) juga memiliki pendapat serupa, yaitu bahwa
sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial dan sastra yang ditulis pada
suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat
istiadat suatu zaman. Hubungan antara aspek-aspek teks sastra dan susunan
masyarakat dapat diteliti untuk mengetahui sistem masyarakat serta perubahannya
yang tercermin dalam sastra.
Pandangan bahwa sastra mencerminkan kehidupan juga dikemukakan oleh
kelompok New Critics yang menuduh ilmu dan teknologi menghilangkan nilai
perikemanusiaan dari masyarakat dan menjadikannya berat sebelah. Menurut
mereka, ilmu (sains) tidak memadai dalam mencerminkan kehidupan manusia,
sedangkan sastra terutama puisi dapat mengungkapkan situasi kehidupan manusia
dengan lebih sempurna (Van Luxemburg, 1984:52).
Swingewood dalam Wiyatmi (2013:6) mendefinisikan sosiologi sebagai studi
yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai
lembaga-lembaga, dan proses-proses sosial. Pendapat lainnya tentang sosiologi
adalah menurut Damono dalam Wahyuningtyas dan Santoso (2011:20) yaitu ilmu
pengetahuan yang mempelajari masyarakat dalam keseluruhannya, bukan suatu
segi khusus masyarakat terutama yang berhubungan dengan aspek-aspek
masyarakat yang menyangkut interaksi dan interelasi (hubungan satu sama lain)
antarmanusia, syarat-syaratnya dan akibat-akibatnya.
Sosiologi sastra didefinisikan sebagai salah satu pendekatan dalam kajian
5
sastra yang memahami dan menilai karya sastra dengan memandang segi-segi
kemasyarakatan (Damono, 1979:2). Sosiologi sastra berasal dari teori mimesis
Plato yang menganggap sastra sebagai tiruan dari kenyataan. Dikutip dari Watt
(dalam Damono, 1979:4) sosiologi karya sastra mengkaji sastra sebagai cermin
masyarakat, yang dimaksud dengan sastra sebagai cermin masyarakat adalah apa
yang tersirat dalam karya sastra dianggap mencerminkan atau menggambarkan
kembali realitas yang terdapat dalam masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam sebuah karya ilmiah adalah sesuatu yang harus diselesaikan
atau dipecahkan dalam sebuah penelitian (Dewojati, 2012:57). Berdasarkan latar
belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimanakah bentuk-bentuk bullying dalam film Uahan Geojitmal?
b. Bagaimanakah representasi dan kritik terhadap tindakan bullying dalam
masyarakat Korea melalui film Uahan Geojitmal?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh penulis (Dewojati, 2012:57).
Tujuan penelitian berisi upaya pokok yang akan dikerjakan dan garis besar hasil
yang hendak dicapai (Indrastuti dan Wahyuningsih, 2012:43). Tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah :
6
a. Mengetahui bentuk-bentuk bullying dalam film Uahan Geojitmal.
b. Mengetahui bentuk representasi dan kritik terhadapa tindakan bullying
dalam masyarakat Korea Selatan melalui film Uahan Geojitmal.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya pustaka referensi penelitian
sastra. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberi penjelasan dan
jawaban dari pertanyaan mengenai bullying serta representasi dan kritik
tindakan bullying dalam masyarakat Korea melalui film Uahan Geojitmal.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pemahaman mahasiswa maupun umum dalam sosiologi sastra.
1.5 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan bagian penting dari sebuah penelitian. Fungsi
tinjauan pustaka adalah mengetahui penelitian atau tulisan terdahulu yang
berhubungan dengan topik yang akan ditulis. Selain itu, tinjauan pustaka juga
berfungsi untuk mengetahui posisi penelitian yang akan ditulis. Yang dimaksud
dengan hal ini adalah letak perbedaan dan kebaruan (orisinalitas) karya ilmiah
yang akan ditulis (Indrastuti dan Wahyuningsih, 2012:43-44). Berdasarkan
tinjauan pustaka yang dilakukan, penulis menemukan penelitian terdahulu yang
membahas objek penelitian menggunakan pendekatan sosiologi sastra.
7
Pertama, penelitian oleh Anis Farida Pratamasari (2015) berjudul “Masalah-
masalah Sosial dalam Novel MAJUTSU WA SASAYAKU Karya Miyabe Miyuki :
Analisis Sosiologi Sastra”. Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan
realitas sosial historis yang tergambar dalam novel, serta menjelaskan respon
pengarang dalam menyikapi masalah sosial. Persamaan penelitian Pratamasari
dengan penulis terletak pada teori yang digunakan yaitu teori sastra sebagai
cermin masyarakat dan tujuan yang dituju yaitu untuk menelaah kehidupan
masyarakat pada zaman tertentu, sedangkan perbedaannya terletak pada objek
karya sastra.
Kedua, penelitian oleh Herlinda Yuniastuti (2015) berjudul “Diskriminasi dan
Eksploitasi terhadap Difabel dalam Novel DUGEUN-DUGEUN NAE INSAENG
Karya Kim Aeran : Kajian Sosiologi Sastra. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kehidupan difabel, diskriminasi, dan eksploitasi yang tercermin dalam
novel, khususnya di Korea Selatan. Persamaan penelitian Yuniastuti dengan
penulis terletak pada teori yang digunakan yaitu teori sastra sebagai cermin
masyarakat dan tujuan yang dituju yaitu untuk menelaah kehidupan masyarakat
pada zaman tertentu, sedangkan perbedaannya terletak pada objek karya sastra.
Ketiga, penelitian oleh Nurrochmah Septin K (2014) berjudul “Representasi
dan Dampak Hallyu Pada Kehidupan Masyarakat Korea dalam Drama Reply
1997 (응답하라 1997) : Kajian Sosiologi Sastra”. Penelitian ini bertujuan untuk
menemukan dan mengemukakan bentuk dan dampak dari fenomena hallyu dalam
drama Reply 1997. Persamaan penelitian Septin dengan penulis terletak pada teori
yang digunakan yaitu teori sosiologi sastra sebagai cermin masyarakat, sedangkan
8
perbedaannya terletak pada rumusan masalah dan objek penelitian.
1.6 Landasan Teori
Teori merupakan aturan (tuntunan kerja) untuk melakukan sesuatu (Moeliono
dalam Sangidu, 2004:13). Pemilihan teori diarahkan oleh masalah yang akan
dijawab dan tujuan yang akan dicapai melalui penelitian. Sosiologi adalah telaah
yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah (kajian)
tentang lembaga dan proses sosial. Seperti halnya sosiologi, sastra berurusan
dengan manusia dalam masyarakat, usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan
usahanya untuk mengubah masyarakat itu. Perbedaan antara keduanya adalah
sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan sastra menembus
permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan cara-cara manusia menghayati
masyarakat dengan perasaannya (Damono, 2002:8-10).
Herder dalam Damono (1979:19) berpendapat bahwa setiap karya sastra
berakar pada suatu lingkungan sosial dan geografis tertentu. Faktor lingkungan
sosial dan geografis yang berhubungan dengan karya sastra, menurut Herder
adalah iklim, lanskap, ras, adat istiadat, dan kondisi politik. Hubungan antara
karya sastra dengan iklim, geografi, lingkungan sosial, bahkan sifat-sifat suatu
bangsa seperti yang dikemukakan oleh Herder menunjukkan bahwa keberadaan,
ciri-ciri, dan perkembangan sastra tidak dapat dilepaskan dari subjek pencipta dan
masyarakat pembaca yang menikmatinya yang dibentuk oleh kondisi alam dan
lingkungan sosial-budayanya.
Grebstein dalam Damono (1979:4) mengatakan bahwa karya sastra tidak
9
dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila dipisahkan dari kebudayaan
atau peradaban yang telah menghasilkan. Pendapat ahli lain yang memperkuat
pendapat bahwa sastra dapat dinilai melalui pendekatan sosiologi adalah menurut
Roolvink dalam Damono (2002:21-22) yang mengatakan bahwa sastra pada
umumnya janganlah hanya dihargai dari sudut beletri (sastra indah), tetapi dapat
juga diamati sebagai pengukur barang apa yang hidup dalam jiwa suatu bangsa
dan pengukur watak masyarakatnya. Dengan kata lain, Roovlink menekankan
pentingnya pendekatan yang dicakup oleh sosiologi sastra dan menganggap
bahwa karya sastra sebagai dokumen sosial. Roovlink berpendapat bahwa tidak
selamanya suatu karya sastra hanya dilihat dari sisi keindahannya namun juga
dapat dianalisis berdasarkan hubungannya dengan masyarakat.
Swingewood dalam Faruk (2012:47) mencoba membangun pertalian antara
karya sastra dengan dunia sosial jauh ke belakang, hingga ke teori mimesis Plato.
Menurut Plato, dunia dalam karya sastra merupakan tiruan terhadap dunia
kenyataan yang sebenarnya juga merupakan tiruan terhadap dunia ide. Dengan
demikian, apabila dunia dalam karya sastra membentuk diri sebagai sebuah dunia
sosial, dunia tersebut merupakan tiruan terhadap dunia sosial yang ada dalam
kenyataan seperti yang dipelajari dalam sosiologi.
Sosiologi sastra merupakan pendekatan terhadap sastra yang
mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Sastra dapat dipandang sebagai
suatu gejala sosial. Jakob Seomardjo dalam Wahyuningtyas dan Santoso (2011:25)
mengatakan sifat dan persoalan suatu zaman dapat dibaca dalam karya-karya
sastranya. Begitu pula harapan-harapan, penderitaan-penderitaan, aspirasi-aspirasi
10
masyarakat menjadi bagian pribadi pengarang-pengarangnya.
Ian Watt melalui esainya Litetarure an Society dalam Damono (1979:3)
membedakan pendekatan sosiologi sastra menjadi tiga, yaitu sosiologi sastra yang
mengkaji konteks sosial pengarang, sastra sebagai cermin masyarakat, dan fungsi
sosial sastra. Wellek dan Warren (1990:111) juga mengungkapkan hal senada
tentang penggolongan pendekatan hubungan antara sastra dengan masyarakat
(sosiologi sastra), yaitu :
a. Sosiologi pengarang, profesi pengarang dan institusi sastra. Masalah yang
berkaitan di sini adalah dasar ekonomi produksi sastra, latar belakang
sosial, status pengarang, dan ideologi pengarang yang terlihat dari
berbagai kegiatan pengarang di luar karya sastra.
b. Isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra
itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial.
c. Permasalahan pembaca dan dampak sosial karya sastra.
Dikarenakan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk bullying
serta bentuk representasi dan kritik terhadap tindakan bullying dalam masyarakat
Korea melalui film Uahan Geojitmal, maka teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori sosiologi sastra dengan pendekatan kedua, yaitu
sosiologi karya sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri atau sastra
sebagai cermin masyarakat.
Bullying (bahasa Indonesia : penindasan) adalah sebuah hasrat untuk
11
menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi yang menyebabkan seseorang
menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seorang atau sekelompok yang
lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan
perasaan senang (Rigby dalam Astuti, 2008:3).
Bullying sering kali terlihat sebagai perilaku pemaksaan atau usaha
menyakiti secara fisik ataupun psikologis terhadap orang atau kelompok yang
dianggap lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang yang menganggap
dirinya lebih “kuat”. Perbuatan pemaksaan atau menyakiti ini terjadi dalam
sebuah kelompok, seperti kelompok teman sebaya di lingkungan sekolah.
Perbuatan bullying dapat berbentuk tindakan memukul, mendorong,
mengejek, mengancam, memaksa, memalak (meminta secara paksa) uang,
melecehkan, menjuluki, meneror, memfitnah, menyebarkan desas-desus,
mendiskriminasi, dan sebagainya. Persentase terbesar kejadian bullying berada
pada lingkungan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama (Gunawan dalam
Saripah, 2010).
Karakteristik bullying menurut Rigby dalam Astuti (2008:8) adalah :
a. Ada perilaku agresi (penyerangan) yang menyenangkan pelaku untuk
menyakiti korbannya,
b. Tindakan itu dilakukan secara tidak seimbang sehingga menimbulkan
perasaan tertekan pada korban,
c. Perilaku tersebut dilakukan secara berulang.
12
Saat ini, bullying tidak hanya dapat dilakukan dengan bertatap muka
secara langsung, tetapi bisa melalui fasilitas internet seperti surat elektronik,
media sosial, ruang obrolan, dan lain-lain. Barbara Coloroso (2006:47-50)
mengkategorikan bullying menjadi empat jenis, yaitu :
Bullying verbal; perilaku ini dapat berupa pemberian julukan yang bersifat
merendahkan, mencela, memfitnah, menghina, memberi pernyataan-
pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, teror,
surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar, gosip
(pergunjjingan), dan sebagainya. Bullying verbal adalah jenis bullying
yang paling mudah dilakukan serta dapat menjadi langkah awal dari
perilaku bullying lainnya,
Bullying fisik; yang termasuk dalam jenis bullying ini adalah tindakan
memukul, menendang, menampar, mencekik, menggigit, mencakar,
meludahi, merusak dan menghancurkan barang-barang milik korban, serta
tindakan lain yang menyakiti fisik korban. Meskipun jenis bullying ini
adalah yang paling menonjol dan mudah untuk diidentifikasi, namun
tindakan bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain.
Remaja yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk fisik kerap
merupakan remaja bermasalah dan cenderung akan beralih pada tindakan-
tindakan kriminal lebih lanjut,
Bullying relasional adalah pelemahan harga diri korban secara sistematis
melalui pengabaian, pengucilan, atau penghindaran. Perilaku ini dapat
mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan agresif, lirikan
13
mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek, dan bahasa tubuh yang
mengejek. Bullying relasional merupakan jenis perilaku bullying yang
paling sulit dideteksi dari luar. Bullying secara relasional mencapai
puncak kekuatannya diawal masa remaja, karena saat itu tejadi perubahan
fisik, mental, dan seksual remaja.
Bullying elektronik adalah bentuk perilaku bullying yang dilakukan
melalui sarana elektronik seperti komputer, telepon genggam, internet,
situs web, ruang obrolan, surat elektronik, pesan singkat, dan sebagainya.
Bullying elektronik biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan
menggunakan tulisan, animasi, gambar, dan rekaman video atau film yang
sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan.
Penyebab terjadinya bullying menurut National Youth Violence Prevention
Resource Center (dalam Saripah, 2010) adalah iklim sekolah yang tidak kondusif,
kurangnya pengawasan orang dewasa atau guru saat jam istirahat, ketidakpedulian
guru dan siswa terhadap perilaku bullying, serta penerapan peraturan anti-bullying
yang tidak konsisten.
Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak melakukan bullying fisik
sementara anak perempuan lebih banyak melakukan bullying secara relasional,
namun keduanya sama-sama melakukan bullying verbal. Perbedaan ini berkaitan
dengan pola sosialisasi yang terjadi antara anak laki-laki dan perempuan
(Coloroso, 2006:51).
Alasan pemilihan bullying sebagai objek dari penelitian ini bersumber
kepada teori sastra sebagai cerminan masyarakat. Tindakan bullying yang
14
digambarkan dalam film dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui lebih
lanjut mengenai bentuk-bentuk bullying serta bentuk representasi dan kritik
terhadap tindakan bullying dalam masyarakat Korea Selatan.
1.7 Metode Penelitian
Metode berasal dari bahasa Yunani methodos yang secara harfiah berarti cara
atau jalan. Dengan kata lain, metode adalah cara kerja yang bersistem untuk
memulai pelaksanaan suatu kegiatan penelitian guna mencapai tujuan yang telah
ditentukan (Sangidu, 2004:13). Ratna (2013:34) mengatakan metode berfungsi
untuk menyederhanakan permasalahan sehingga lebih mudah untuk dipecahkan
dan dipahami. Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pengumpulan
data dan tahap analisis data.
1.7.1 Metode Pengumpulan Data
Tahap pertama metode penelitian adalah pengumpulan data yang akan
dianalisis. Adapun data dalam penelitian ini adalah semua dialog dan adegan yang
terdapat dalam film Uahan Geojitmal. Berikut adalah langkah-langkah metode
pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini :
a. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah film berjudul Uahan
Geojitmal berdurasi 117 menit. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
menonton film tersebut, kemudian menentukan data-data yang diperlukan
sesuai dengan rumusan masalah dan teori yang digunakan serta
menerjemahkan dialog ke dalam bahasa Indonesia.
15
b. Studi pustaka, yaitu mengumpulkan informasi dari sumber kepustakaan
(buku dan hasil penelitian terdahulu) yang berhubungan dengan rumusan
masalah dalam penelitian ini.
c. Penelusuran internet digunakan untuk menambah informasi dan referensi
yang dibutuhkan dalam penelitian.
1.7.2 Metode Analisis Data
Tahap selanjutnya adalah metode analisis data. Setelah data-data yang
diperlukan terkumpul melalui metode pengumpulan data, penelitian dilanjutkan
ke tahap analisis data. Fungsi dari tahap analisis adalah mencari hubungan
antardata yang tidak akan pernah dinyatakan sendiri oleh data-data yang
bersangkutan (Faruk, 2012:25). Analisis data dilakukan menggunakan metode
deskriptif analisis, yaitu dengan mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian
disusul dengan analisis (Ratna, 2013:53).
Fokus penelitian ini adalah meneliti bentuk-bentuk bullying dalam film
Uahan Geojitmal serta bentuk representasi dan kritik tindakan bullying dalam
masyarakat Korea Selatan melalui film Uahan Geojitmal. Langkah-langkah
analisis data dalam penelitian dapat dilihat dalam bagan di bawah ini.
16
1.8 Sistematika Penyajian
Penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari
Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Tinjauan Pustaka, Landasan Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika
Penyajian. Bab II membahas bentuk-bentuk bullying dalam film Uahan Geojitmal.
Bab III berisi analisis masalah mengenai bullying dalam film Uahan Geojitmal
dan hubungannya sebagai representasi dan kritik terhadap tindakan bullying
dalam masyarakat Korea Selatan, dan bab IV merupakan kesimpulan dan saran
dari penelitian yang telah dilakukan.
Menentukan objek material penelitian :
film Uahan Geojitmal
Menerjemahkan dialog ke dalam bahasa Indonesia
Menganalisis bentuk bullying serta bentuk representasi dan kritik
terhadap tindakan bullying dalam masyarakat Korea Selatan
melalui film Uahan Geojitmal
Menonton film Uahan Geojitmal
Mendeskripsikan bentuk bullying serta bentuk representasi dan
kritik terhadap tindakan bullying dalam masyarakat
Korea Selatan melalui film Uahan Geojitmal