BAB I PENDAHULUANrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42122/4/Chapter I.pdf · pangagung(menak;...
Transcript of BAB I PENDAHULUANrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/42122/4/Chapter I.pdf · pangagung(menak;...
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya dengan budaya, yang
selaras dan didukung oleh beragam etnik yang menyatu dalam sebuah bangsa.
Kesenian merupakan hasil produk budaya, yang dalam keberadaannya selalu tidak
lepas dari masyarakat, karena kesenian itu lahir dari gagsasan dan aktivitas
masyarakat itu sendiri. Kesenian pun tidak akan pernah hilang kalau masih
difungsikan masyarakat pendukungnya.
Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Ilmu Antropologi (1986),
menyebutkan kebudayaan dapat dibagi menjadi tujuh unsur. Salah satu unsur
kebudayaan adalah kesenian. Di sisi lain, kesenian itu sendiri masih terdiri dari
beberapa sub bagian seperti seni: musik, sastra (cerita rakyat, pantun), tari, teater,
dan lain-lain. Demikian pula kesenian dalam masyarakat Sunda.
Masyarakat Sunda memiliki begitu banyak kesenian, salah satunya
adalah 1
1 Disini penulis hanya memaparkan sedikit tentang gamelan sunda yaitu gamelan degung dengan tujuan untuk memperkenalkan sekilas tentang kesenian gamelan khas masyarakat sunda.
gamelan. Gamelan Sunda yang merupakan salah satu bentuk kesenian
musik masyarakat Sunda. Gamelan ini ada yang berlaras salendro, pelog, dan
degung Secara budaya, istilah degung memiliki dua pengertian, yaitu: (a) nama
seperangkat gamelan yang digunakan oleh masyarakat Sunda, yakni gamelan-
degung. Gamelan ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan gamelan pelog
dan salendro, baik dari jenis instrumennya, lagu-lagunya, teknik memainkannya,
Universitas Sumatera Utara
maupun konteks sosialnya; (b) Nama laras 2
http://www.wikipedia.com
(tangga nada) yang merupakan
bagian dari laras salendro berdasarkan teori R. Machjar Angga Koesoemahdinata.
Dalam teori tersebut, laras degung terdiri dari degung dwiswara (tumbuk nada) mi
(2) dan la (5) dan degung triswara (tumbuk nada da (1), na (3), dan ti (4).
(sumber: ).
Karena perbedaan inilah maka degung dimaklumi sebagai musik yang khas
dan merupakan identitas kebudayaan masyarakat Sunda. Arti degung dalam
konteks Nusantara sebenarnya memiliki hubungan dengan kebudayaan sejenis,
yaitu gangsa di Jawa Tengah, gong di Bali, atau goong di Banten. Semuanya
merujuk kepada musik gamelan. Gamelan merupakan sekelompok waditra 3
Jaap Kunst dalam bukunya Toonkunst van Java (Kunst, 1934), mencatat
bahwa awal perkembangan degung adalah sekitar akhir abad ke-18 sampai awal
abad ke-19. Dalam studi literaturnya, disebutkan bahwa kata degung pertama kali
muncul tahun 1879, yaitu dalam kamus yang disusun oleh H.J. Oosting.
dengan cara membunyikan alatnya kebanyakan dipukul. (sumber:
http://www.wikipedia. com).
Dugaan-dugaan masyarakat Sunda yang mengatakan bahwa degung
merupakan musik kerajaan atau kadaleman dihubungkan pula dengan kirata basa
(bahasa Sunda Lama) yaitu bahwa kata degung berasal dari kata ngadeg (berdiri)
dan agung” (megah), atau pangagung (menak; bangsawan), yang mengandung
2Laras (berasal dari bahasa Jawa) mengandung pengertian yang sama dengan tangga nada pada musik barat, yakni: deretan nada-nada, baik turun maupun naik, yang disusun dalam satu oktaf dengan interval tertentu.
3Wadrita adalah istilah dalam bahasa sunda yang berarti sebutang untuk alat-alat bunyi yang biasa dipergunakan sebagai alat musik tradisional, nama wadrita dipergunakan sebagai nama perusahaan sesuai dengan nama produk yang dibuat yaitu alat musik tradisional Sunda. Waditra dikelompokkan menjadi enam rumpun, yaitu waditra berperangkat, waditra tiup, waditra gesek, waditra tepuk, waditra petik, dan waditra tatabeuhan.
Universitas Sumatera Utara
pengertian bahwa kesenian ini digunakan bagi kemegahan (keagungan) martabat
bangsawan.
Nama-nama wadrita yang terdapat dalam gamelan degung ini adalah:
1. Bonang, terdiri dari 14 penclon. Bonang biasanya sebagai pembawa
melodinya.
2. Saron/Cempres, terdiri dari 14 bilah.
3. Panerus, bentuk dan jumlah nada sama dengan saron, hanya berbeda
dalam oktafnya.
4. Jengglong terdiri dari 6 buah gong kecil. Penempatannya ada yang
digantung ada pula yang disimpan.
5. Suling, suling yang digunakan biasanya mempunyai 4 buah lobang
udara.
6. Kendang, terdiri dari satu buah kendang besar, dan dua buah kendang
kecil (kulanter).
7. Gong, pada mulanya hanya satu gong besar saja, kemudian sekarang
memakai kempul, seperti yang digunakan pada gamelan pelog-
salendro.
(sumber: www.wikipedia.com)
Di antara wadrita di atas, selain suling, kendang juga merupakan alat musik
pembawa irama. Menurut pernyataan Yudoyono (1998:84), “Dari seperangkat alat
gamelan jawa, yang paling menjadi pusat perhatian atapun pendengar gending-
gending adalah alat yang disebut kendang”.
Universitas Sumatera Utara
Kendang adalah salah satu wadrita yang berperan penting dalam suatu
pementasan, karena kendang menjadi pendukung yang sangat dominan dan
komunikatif, mengendalikan tempo dan irama setiap lagu, baik tempo pokok
maipun irama cepat atau lambat, ditangkap dengan bunyi kendang termasuk
didalamnya mengawali dan mengakhiri gendingan. Selain itu ritmis kendang dan
melodi kendang dapat menghantarkan kita kedalam suasana riang dan gembira.
Menurut Soepandi (1987:21) fungsi kendang didalam karawitan sunda
sedikitnya ada 5 kategori, hal itu disebut Panca pramakaras yang berarti 5 huruf
pertama sebagai berikut:
1. Anggeran wiletan yaitu penjaga irama.
2. Anceran wiletan yaitu pemberi irama baik pada awal lagu maupun
pertengahan lagu sesuai kebutuhan.
3. Amardawa lagu yaitu sebagai melodi lagu.
4. Arkuh lagu yaitu kerangka lagu.
5. Adumanis lagu yaitu pendukung ritmis pada wadrita-wadrita lain dan
sinden yang memberi variasi.
Kendang pada mulanya ditemukan oleh manusia di peradaban awal yang
memiliki kebiasaan memukul-mukul benda sekitarnya untuk mengekspresikan
kegembiraan, misalnya saat berhasil menangkap binatang buruan.
Dalam 4
4 Ekskavasi = penggalian yg dilakukan di tempat yg mengandung benda purbakala
ekskavasi di berbagai wilayah di dunia ditemukan kendang/drum tertua
dari masa neolitikum.
Universitas Sumatera Utara
Kendang merupakan salah satu instrument tradisional Sunda yang boleh
dikatakan memberi pengaruh besar terhadap kesenian lain diluar kesenian Sunda.
Pada perkembangan musik gamelan Jawa yaitu pada musik campursari (satu
genre musik populer Jawa), kendang yang digunakan adalah kendang Sunda. Alat
musik kendang merupakan alat musik tradisional yang dimainkan dengan cara
dipukul dengan kedua telapak tangan, dan diredam oleh telapak kaki kiri
pemainnya. Ditempatkan di depan pemain secara horizontal. Biasanya pemain
kendang Sunda memainkan dua kendang yaitu kendang dan kulanter (kendang
kecil).
Dalam konteks budaya, berdasarkan bentuk dan wujudnya, terdapat 2
jenis waditra kendang Sunda, antara yaitu:
1. Kendang besar (indung) yang berukuran besar, Kendang yang biasa
dipergunakan dalam jaipongan, wayangan (teater wayang kulit atau golek),
kacapian (ensambel kecapi Sunda), dan lain-lain. Membran atas disebut
kempyang dan membran bawh disebut gedug.
2. Kulanter adalah kendang yang berukuran kecil. Kendang ini berperan untuk
menambah variasi tabuhan kendang sedang, sebab pemakaiannya tidak
terlepas dari kendang indung (wawancara dengan Ade Herdiyat Januari 2014).
Membran atas disebut kutiplak dan membran bawah disebut kutipang.
Seiring berjalannya waktu, Instrumen tradisional kendang Sunda kini
tengah diupayakan agar diakui UNESCO (Unites Nations Educations and Science
Organization) sebagai warisan budaya dunia asal Indonesia. Saat ini, kendang
Sunda juga tengah diupayakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat agar masuk ke
dalam daftar Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI), dari pengakuan seorang
Universitas Sumatera Utara
seniman Bandung yang bernama Wahyu Roche, seniman asal Kabupaten Bandung
yang juga berdinas di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat (wawancara
dengan Asep Permata Bunda, 4 Mei 2014 di Medan).
Hal ini yang sebenarnya menjadi perhatian penulis, ketika kendang Sunda
ingin dijadikan warisan kebudayaan dunia, hingga kini masih sulit mencari
pembuat kendang diluar tempat asalnya. Padahal kesenian Sunda juga harus tetap
dijaga sekalipun jauh dari tempat asalnya.
Pada 4 Mei 2014, penulis bertemu dan berbincang dengan seorang
pembuat kendang Sunda di Medan, tepatnya di Jalan Antariksa Gang Kembar No.
16 Medan Polonia, yang bernama Asep Permata Bunda (panggilan akrabnya Kang
Asep). Kang Asep adalah satu-satunya pembuat kendang di Medan. Menurut
beliau, kendang masuk ke dalam budaya Sunda sebelum zaman penjajahan
Belanda dan digunakan sebagai penyebaran agama Islam.
Kang Asep mulai tertarik terhadap kendang Sunda semenjak tahun 1984
sejak beliau masih kecil lagi. Dia mengikuti jejak kakeknya yang pada saat itu
juga membuat kendang Sunda. Menurut pengakuannya, Kang Asep pada awalnya
hanya penasaran membedah alat musik kendang yang dibuat kakeknya dan
mengatakan bahwa bahan yang dibuat untuk membuat kendang itu tidaklah begitu
sulit didapat dan pembuatannya masih manual bahkan hingga sekarang. Bahan
yang diperlukan untuk membuat kendang adalah kayu nangka (Artocarpus
heterophyllus) yang mempunyai tekstur yang lunak, kulit kerbau jantan yang
sudah dikeringkan, tali rotan, alat bubu kayu, pahatan, palu, batu. Karena merasa
mampu, perlahan Kang Asep mencoba-coba membuat kendang dan mulai bisa
menyetem rotan (sebagai alat penyetem nada pada kendang). Lama kelamaan
Universitas Sumatera Utara
beliau mulai tertarik untuk membuat kendang sendiri. Hingga akhirnya kendang
buatannya bisa diperjualbelikan.
Menurut Kang Asep, kesulitan dalam pembuatan kendang hanyalah pada
saat mencari kayu terbaik dan mengeringkan kulit kerbau yang diperlukan.
Keunikan kendang yang dibuat oleh Kang Asep tidak terlepas dari bahan
pembuatannya. Kang Asep menggunakan kayu mahoni untuk pembuatan
kendangnya. Karena menurut Kang Asep, sudah sulit untuk mencari pohon
nangka yang berkualitas. Sampai kini, menurut pengakuan Kang Ade Herdiyat
(dosen praktik musik Sunda Etnomusikologi USU), Kang Asep ini adalah satu-
satunya pembuat kendang Sunda di Medan.
Dengan melihat keadaan yang seperti itu, maka penulis tertarik untuk
mengkaji kendang Sunda buatan Kang Asep Permata Bunda ini, dari perspektif
Etnomusikologi, ilmu yang selama empat tahun ini penulis pelajari di Departemen
Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.
Tentu saja perlu dipahami apa itu etnomusikologi dalam konteks penelitian ini.
Untuk mengkaji aspek organologis kendang Sunda buatan Kang Asep
Permata Bunda di medan ini, penulis akan mengkajinya dari disiplin
etnomusikologi. Penjelasan mengenai apa itu etnomusikologi adalah seperti
kutipan dari laman web resmi Society for Ethnomusicology sebagai berikut.
Ethnomusicology encompasses the study of music-making throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music. European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban song, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary--many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and
Universitas Sumatera Utara
history. Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions. Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices. Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world’s music. Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit our guide to Programs in Ethnomusicology (http://webdb.iu.edu)
Dalam situs web tersebut dipaparkan bahwa etnomusikologi adalah kajian
yang menjangkau terbentuknya musik di seluruh dunia ini, dari masa dahulu
hingga sekarang. Etnomusikologi mengeksplorasi segala gagasan, kegiatan, alat-
alat musik, suara ang dihasilkan (alat-alat musik atau vokal), dengan masyarakat
yang menghasilkan musik tersebut. Musik klasik Eropa dan China, tarian Cajun,
nyanyian masyarakat Kuba, hip hop, juju dari Nigeria, gamelan Jawa, ritual
penyembuhan penyakit masyarakat Indian Navaho, nyanyian keagamaan Hawaii,
adalah beberapa ccontoh budaya kajian terhadap musik di seluruh dunia, yang
dilakukan oleh para etnomusikolog. Etnomusikologi merupakan disiplin ilmu
pengetahuan yang sifatnya interdisiplin. Beberapa etnomusikolog mempunyai
latar belakang tidak hanya di dalam musik tetapi ada yang berasal dari bidang
ilmu antropologi, folklor, tari, linguistik, psikologi, dan sejarah. Etnomusikologi
secara umum melibatkan metode etnografi dalam penelitiannya. Para
etnomusikolog mengkaji musik dalam dimensi waktu dan komunitas
pendukungnya, mengamati, mengumpulkan dokumen tentang apa yang terjadi,
Universitas Sumatera Utara
bertanya tentang apa yang diteliti, dan juga turut terlibat memainkan musik seperti
yang dilakukan komunitasnya. Para etnomusikolog juga melakukan studi terhadap
arsip, perpustakaan, dan museum, untuk mencari sumber-sumber yang berkaitan
dengan sejarah musik. Kadangkala etnomusikolog melakukan dokumentasi dan
mempromosikan pertunjukan musik. Sebahagian besar etnomusikolog biasanya
menjadi ilmuwan di berbagai jenis pendidikan dan universitas. Sejumlah karya
penting mereka berkaitan dengan museum, festival, arsip, perpustakaan, label
rekaman, sekolah, berbagai institusi, di mana mereka memfokuskan pencerahan
kepada pengetahuan dan apresiasi musik di seluruh dunia. Beberapa perguruan
tinggi dan universitas mempunyai program etnomusikologi.
Dari kutipan di atas dengan jelas menyatakan bahwa etnomusikologi
adalah ilmu yang mengkaji budaya musik di seluruh dunia dari masa dahulu
sampai sekarang. Di antara kajian itu adalah tentang alat musik, termasuk
gamelan Jawa. Dalam skripsi nantinya penulis akan mengkaji alat musik kendang
Sunda, dari sisi organologis.
Kajian organologi atau kebudayaan material musik dalam etnomusikologi
telah dikemukakan oleh Merriam (1964) sebagai berikut. Wilayah ini meliputi
kajian terhadap alat musik yang disusun oleh peneliti dengan klasifikasi yang
biasa digunakan, yaitu: idiofon, membranofon, aerofon, dan kordofon. Selain itu
pula, setiap alat musik harus diukur, dideskripsikan, dan digambar dengan skala
atau difoto; prinsip-prinsip pembuatan, bahan yang digunakan, motif dekorasi,
metode dan teknik pertunjukan, menentukan nada-nada yang dihasilkan, dan
masalah teoretis perlu pula dicatat. Selain masalah deskripsi alat musik, masih
ada sejumlah masalah analitis lain yang dapat menjadi sasaran penelitian lapangan
Universitas Sumatera Utara
etnomusikologi. Apakah ada konsep untuk memperlakukan secara khusus alat-
alat musik tertentu di dalam suatu masyarakat? Adakah alat musik yang
dikeramatkan? Adakah alat-alat musik yang melambangkan jenis-jenis aktivitas
budaya atau sosial alain selain musik? Apakah alat-alat musik tertentu merupakan
pertanda bagi pesan-pesan tertentu pada masyarakat luas? Apakah suara-suara
atau bentuk-bentuk alat musik tertentu berhubungan dengan emosi-emosi khusus,
keberadaan manusia, upacara-upacara, atau tanda-tanda tertentu?
Nilai ekonomi alat musik juga penting. Mungkin ada beberapa spesialis yang
mencari nafkahnya dari membuat alat musik. Apakah ada atau tidak spesialis
pada suatu masyarakat? Apakah proses pembuatan alat musik melibatkan waktu
pembuatnya? Alat musik dapat dijual dan dibeli, dapat dipesan; dalam keadaan
apa pun, produksi alat musik merupakan bagian dari kegiatan ekonomi di dalam
masyarakatnya secara luas. Alat musik mungkin dianggap sebagai lambang
kekayaan; mungkin dimiliki perorangan; jika memilikinya mungkin diakui secara
individual akan tetapi untuk kepentingan praktis diabaikan; atau mungkin alat-alat
musik ini menjadi lambang kekayaan suku bangsa atau desa tertentu. Penyebaran
alat musik mempunyai makna yang sangat penting di dalam kajian-kajian difusi
dan di dalam rekonstruksi sejarah kebudayaan, dan kadang-kadang dapat memberi
petunjuk atau menetukan perpindahan penduuduk melalui studi alat musik.
Sesuai pendapat Merriam tersebut, kendang Sunda termasuk kajian budaya
material musik. Alat musik ini termasuk ke dalam klasifikasi membranofon.
Selanjutnya adalah gendang yang berbentuk barel. Dipukul dengan dua telapak
tangan pemain dan kadangkala diredam dengan tumit kaki kiri pemainnya. Alat
musik ini akan penulis ukur, difoto, baik bagian eksternal maupun internalnya.
Universitas Sumatera Utara
Seterusnya penulis akan memperhatikan dekorasi, pengecatan, warna, dan
seterusnya. Selain itu, penulis akan bertanya bagaimana persepsi pemain musik,
seniman Sunda, dan masyarakat Sunda mengenai kendang ini. Apakah ia
memiliki lambang? Semua yang dipertanyakan Merriam mengenai alat musik
akan penulis teliti dalam penelitian ini. Aspek kedua adalah mengenai sisi
ekonomi dalam alat musik, dalam hal ini kendang Sunda. Penelitian tentang hal
ini berkaitan dengan distribusi dan penjualannya, terutama di Medan, Sumatera
Utara, dan sekitarnya. Apakah Kang Asep Permata Bunda mengutamakan sisi
ekonomi atau mengutamakan sisi budaya, atau gabungan keduanya dalam konetks
pembuatan kendang Sunda ini.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk
meneliti lebih dalam lagi tentang kendang sunda buatan Kang Asep. Penelitian ini
akan dibuat ke dalam karya tulis ilmiah dengan judul: Kajian Organologis
Kendang Sunda Buatan Kang Asep Permata Bunda di Jalan Antariksa Gang
Kembar No. 16 Medan Polonia.
2. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan
sebelumnya, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan
ini, yaitu Bagaimana struktur organologis kendang Sunda buatan Kang Asep
Permata Bunda di Medan? Kajian organologi ini berkaitan dengan aspek
struktural dan fungsional. Struktural yang dimaksud adalah bagian-bagian
kendang, seperti badan, kulit, penalian, penyeteman, rotan, dan lain-lainnya.
Sedangkan aspek fungsional adalah apa fungsi bagian-bagian kendang Sunda itu
Universitas Sumatera Utara
secara musikal, seperti fungsi pembawa ritme, fungsi menghasilkan warna suara
atau onomatope, dan hal-hal sejenis.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian terhadap Kendang Sunda adalah untuk mengetahui struktur
organologis dan fungsi musikal kendang Sunda buatan Kang Asep Permata Bunda
di Medan.
4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai:
1. Sebagai dokumentasi untuk menambah referensi mengenai
kendang Sunda di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk penelitian
selanjutnya di kemudian hari.
3. Sebagai proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama
mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.
4. Untuk memenuhi syarat menyelesaikan program studi S-1 di
Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara.
Universitas Sumatera Utara
5. Konsep dan Teori
5.1 Konsep
Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
peristiwa kongkret (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka,2005).
Organologi adalah bidang kajian dalam etnomusikologi yang memfokuskan
perhatian kepada struktur dan fungsi alat musik. Ketika membicarakan tentang
kajian organologi, maka aspek yang ikut dibahas di antaranya adalah ukuran dan
bentuk fisiknya termasuk hiasannya, bahan dan prinsip pembuatannya, metode
dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek
sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut.
Seperti yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi
yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri. Selanjutnya
menurut beliau organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya
meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan
ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain : teknik pertunjukan,
fungsi musikal, dekoratif dan variasi dari sosial budaya.
Dari uraian tersebut, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa studi
organologis adalah suatu penyelidikan yang mendalam untuk mempelajari
instrumen musik baik mencakup aspek sejarahnya maupun deskripsi alat musik
itu sendiri dari berbagai pendekatan ilmu sosial budaya.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Teori
Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan dapat
meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan
menjadi keterangan-keterangan empiris yang berpencar (Moh. Nazir, 1993 : 22 -
25).
Untuk mengkaji secara organologis mengenai alat musik dalam hal ini alat
musik kendang Sunda, penulis menggunakan teori struktural dan fungsional yang
dikemukakan oleh Susumu Khasima. Menurutnya dua pendekatan yang dapat
dilakukan untuk membahas alat musik, yakni pendekatan struktural dan
fungsional. Secara struktural yaitu aspek fisik instrumen musik, pengamatan,
mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen, ukurannya,
konstruksinya, dan bahan yang dipakai.
Di sisi lain, secara fungsional, yaitu: fungsi instrumen sebagai alat untuk
memproduksi suara. Selanjutnya meneliti, melakukan pengukuran dan mencatat
metode, memainkan instrumen, penggunaan bunyi yang diproduksi, (dalam
kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan suara.
Di dalam penulisan ini selain teori yang dikemukakan oleh Susumu
Khasima di atas penulis juga menggunakan teori-teori lain yang menyinggung
tentang pendeskripsian alat musik khususnya alat musik kendang, sebagai acuan
dalam pendeskripsian alat musik kendang. Sedangkan mengenai klasifikasi alat
musik kendang dalam penulisan ini penulis mengacu pada teori yang di
kemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961) mengenai pengklasifikasian
alat musik yaitu: ”Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber
Universitas Sumatera Utara
penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian
yaitu:
- Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu
sendiri,
- Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara,
- Membranofon, penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran,
- Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.
Mengacu pada teori tersebut , maka kendang sunda adalah instrument musik
membranofon dimana penggetar utama bunyinya melalui membran atau kulit.
Salah satu perhatian etnomusikologi adalah studi tentang peralatan musik
yang dipakai sebagai media ekspresi dari sebuah kebudayaan (musikal). Hal ini
diperte
gas lagi dengan pendapat bahwa kajian etnomusikologi bukan hanya dari
aspek yang berhubungan dengan bunyi musikal, aspek sosial, konteks budaya
psikologis dan estetika melainkan juga paling sedikit ada enam aspek yang
menjadi perhatiannya. Salah satu diantaranya adalah materi kebudayaan musikal
(Merriam, 1964: 45). Bidang ini adalah lahan penelitian bagi ilmu organologi
yang merupakan bagian dari etnomusikologi itu sendiri. Pembahasan bidang ilmu
ini meliputi bidang semua aspek yang berkaitan dengan alat musikal,seperti
ukuran dan bentuk (termasuk pola hiasan) fisiknya,bahan dan prinsip
pembuatannya,metode dan teknik memainkannya,bunyi/nada dan wilayah nada
yang dihasilkannya.Serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
6. Metode Penelitian
Arti metode pada tulisan ini adalah sebagai suatu cara atau teknis yang
dilakukan dalam proses penelitian. Sedangkan penelitian diartikan sebagai upaya
dalam bidang ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta
dan prinsip-prinsip dengan sabar dan hati-hati serta sistematis untuk mewujudkan
kebenaran (Mardalis, 2003:24).
6.1 Studi Kepustakaan
Sebelum mengadakan penelitian lapangan, terlebih dahulu dilakukan studi
kepustakaan yaitu dengan membaca bahan yang relevan, baik itu tulisan-tulisan
ilmiah, literatur, majalah, situs internet dan catatan-catatan yang berkaitan dengan
objek penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data relevan untuk
mendukung penulisan skripsi ini.
6.2 Kerja Lapangan
Penulis melakukan kerja lapangan dangan observasi langsung ke daerah
penelitian yaitu rumah Kang Asep dan mencari narasumber dari tokoh masyarakat
Sunda yang ada di kotamadya medan sebagai narasumber lainya.
6.3 Observasi
Observasi adalah suatu penyelidikan yang dijalankan secara sistematis dan
sengaja diadakan dengan menggunakan alat indra terutama mata terhadap
kejadian-kejadian yang langsung (Bimo Walgito, 1987:54).
Universitas Sumatera Utara
6.4 Wawancara
Penulis berpedoman pada metode wawancara yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat untuk melakukan wawancara (1985:139) yaitu: wawancara
berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview,) dan wawancara
sambil lalu (casual interview). Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan
daftar pertanyaan dan pernyataan yang akan ditanyakan pada saat wawancara.
Pertanyaan bisa diajukan secara bebas ataupun tertuju dari satu topik ke topik lain
yang dimana materinya tetap berkaitan dengan topik penelitian.
Penulis akan melakukan wawancara langsung terhadap informan, yang
dimana dalam hal ini Kang Asep selaku informan kunci dan beberapa informan-
informan lainnya.
6.5 Kerja Laboratorium
Penulis akan mengumpulkan data-data dari hasil kerja lapangan yang
diperoleh dari objek penelitian penulis dengan data dan informasi yang didapat
dari beberapa informasi tertulis maupun lisan. Keseluruhan data yang telah
terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses dalam kerja laboratorium. Data-
data yang bersifat analisis nantinya akan disusun dengan sistematika penulisan
ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti kembali sesuai ukuran yang
telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya. Semua hasil pengolahan data
tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian berbentuk skripsi (Meriam,
1995:85).
Universitas Sumatera Utara
Untuk membantu proses penulisan ini, penulis juga mengambil data
beberapa tulisan yang membahas tentang kendang sehingga dapat membantu
penulis untuk melihat eksistensinya dalam masyarakat. Untuk melihat tehnik
pembuatan alat musik ini, penulis akan langsung belajar dengan informan kunci
penulis yaitu Kang Asep Permata Bunda walaupun sementara penulis hanya
memperhatikan beliau dalam membuat instrumen ini.
Universitas Sumatera Utara