BAB I Lampiran

65
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas pangan terbesar di dunia. Dengan sumber daya alamnya yang melimpah, Indonesia mampu menghasilkan berbagai produk dalam bidang pertanian. Namun sampai saat ini masih dirasakan sulitnya mempertahankan produk pasca panen selama penyimpanan tanpa mengurangi kualitas produk itu sendiri. Permasalahan tersebut bertambah ketika petani konvensional masih menggunakan cara–cara tradisional dalam proses pengolahan produk hasil pertaniannya. Misalnya agar produk hasil pertanian tersebut tidak mengalami kerusakan yang berlanjut, mereka biasanya melakukan berbagai teknik pengawetan pangan secara konvensional. Teknik pengawetan konvensional yang sampai saat ini masih diterapkan untuk mempertahankan mutu sekaligus memperpanjang masa simpan bahan pangan antara lain pengeringan, penggaraman, pemanasan, pembekuan, dan fumigasi (pengasapan). Penambahan bahan sintesis yang mengandung zat-zat kimia masih seringkali digunakan meskipun memberikan dampak negatif bagi kesehatan yang mengonsumsinya.

Transcript of BAB I Lampiran

Page 1: BAB I Lampiran

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil

komoditas pangan terbesar di dunia. Dengan sumber daya

alamnya yang melimpah, Indonesia mampu menghasilkan

berbagai produk dalam bidang pertanian. Namun sampai saat ini

masih dirasakan sulitnya mempertahankan produk pasca panen

selama penyimpanan tanpa mengurangi kualitas produk itu

sendiri. Permasalahan tersebut bertambah ketika petani

konvensional masih menggunakan cara–cara tradisional dalam

proses pengolahan produk hasil pertaniannya. Misalnya agar

produk hasil pertanian tersebut tidak mengalami kerusakan yang

berlanjut, mereka biasanya melakukan berbagai teknik

pengawetan pangan secara konvensional. Teknik pengawetan

konvensional yang sampai saat ini masih diterapkan untuk

mempertahankan mutu sekaligus memperpanjang masa simpan

bahan pangan antara lain pengeringan, penggaraman,

pemanasan, pembekuan, dan fumigasi (pengasapan).

Penambahan bahan sintesis yang mengandung zat-zat kimia

masih seringkali digunakan meskipun memberikan dampak

negatif bagi kesehatan yang mengonsumsinya.

Untuk meminimalisir dampak negatif dari bahan

sintetis/zat-zat kimia tersebut, sekitar tahun 1950-an negara–

negara maju mulai memperkenalkan suatu teknik pengawetan

pangan alternatif berupa teknik pengawetan dengan

menggunakan “radiasi” dengan tujuan memperbaiki mutu dan

menanggulangi kerusakan pasca panen beberapa komoditas

Page 2: BAB I Lampiran

2

bahan pangan.1 Hasil riset para ilmuwan dari berbagai organisasi

dunia seperti FAO, IAEA, dan WHO,2 membuktikan bahwa iradiasi

pada sejumlah produk pangan memberikan pengaruh yang

cukup signifikan, diantaranya dalam hal memperpanjang masa

simpan berbagai komoditas pangan.

Berkaitan dengan hal tersebut, penulis melakukan

penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh radiasi

dalam mempertahankan masa simpan berbagai komoditas

pangan. Dalam proses iradiasi tersebut, energi yang digunakan

adalah energi yang dipancarkan oleh gelombang

elektromagnetik tertentu, yaitu radiasi pengion gamma yang

dipancarkan oleh unsur kobalt-60, jika energi tersebut

menumbuk atau mengenai sebuah materi akan memberikan efek

yang berbeda-beda (sesuai dengan dosis yang diberikan).

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan,

dapat diidentifikasi berbagai permasalahan, diantaranya:

1. Belum banyak diperkenalkan teknik pengawetan pangan

alternatif.

2. Belum banyak informasi mengenai sejauhmana pengaruh

radiasi dalam mempertahankan masa simpan berbagai

komoditas pangan.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah

diiuraikan, agar penelitian ini tidak terlalu luas ruang lingkupnya, maka penulis

memberikan batasan masalah sebagai berikut:

1 Tjahyono. Studi Aspek Dosimetri Pada Proses Radiasi Bahan Pangan dengan Sinar Gamma Kobalt-60 di PATIR – BATAN. Jakarta: 1994. Hal 2

2 J. Farkas. Irradiation For Better Foods. Central Food Research Institute. Budapest, Hungary: 2006

Page 3: BAB I Lampiran

3

1. Radiasi yang digunakan adalah radiasi sinar gamma yang berasal dari unsur

kobalt-60.

2. Komoditas pangan yang diteliti adalah berbagai komoditas yang cukup

familiar dalam kehidupan kita sehari-hari, yaitu brokoli (sayuran), tomat

(buah), kacang hijau (kacang-kacangan), dan roti (produk olahan). Masing –

masing sampel diradiasi dengan dosis tetentu sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.3

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah

pengaruh radiasi sinar gamma terhadap berbagai komoditas

pangan berjenis sayuran (brokoli), buah-buahan (tomat), biji-

bijian (kacang hijau), dan produk hasil olahan (roti)?”.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

pengaruh radiasi sinar gamma terhadap berbagai komoditas

pangan berjenis sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dan produk

hasil olahan.

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan suatu pemecahan masalah (Problem Solving)

dalam hal teknik memperpanjang masa simpan komoditas

pangan yang aman.

3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 701 Tahun 2009 tentang Pangan Iradiasi

Page 4: BAB I Lampiran

4

2. Menghasilkan suatu khazanah ilmu pengetahuan baru

mengenai teknik radiasi bagi peneliti khususnya, dan

masyarakat pada umumnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Radiasi

Dalam fisika, radiasi dideskripsikan sebagai proses di mana energi

bergerak melalui media atau melalui ruang, dan akhirnya diserap oleh benda lain.4

Energi tersebut merambat di dalam suatu ruang dalam bentuk gelombang

elektromagnetik atau partikel subatomik.5

Jika energinya mencukupi, radiasi elektromagnetik atau partikel subatomik

dapat melakukan suatu proses ionisasi yaitu proses mengeluarkan sebuah elektron

4 http://www.wikipedia.com/19-07-20105 Dr. Nada Marnada, M. Eng. Radiasi (Seminar Sehari: Pemanfaatn Teknologi

Radiasi Untuk Sterilisasi Produk Kesehatan dan Keamanan Bahan Pangan. Jakarta, 20 November 2007.

Page 5: BAB I Lampiran

5

dari kulit/orbital/selnya melalui suatu interaksi sehingga atom yang ditinggalkan

elektron tersebut menjadi ion positif. Sedangkan jika energinya tidak mencukupi,

radiasi hanya mampu menaikkan atom atau molekul ke tingkat energi yang lebih

tinggi.. proses ini disebut eksitasi. Ion positif, electron, dan atom atau molekul

yang tereksitasi merupakan dasar untuk mengamati perubahan kimia yang terjadi

pada materi yang diiradiasi. Jadi, dengan radiasi memungkinkan orang untuk

melakukan sintesa, modifikasi, crosslink, dan degradasi linier. Radiasi juga

memiliki kemampuan untuk memecah atau merusak rantai DNA sel suatu

organism.

DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan salah satu molekul

yang terdapat di inti sel, berperan untuk mengontrol struktur dan

fungsi sel serta menggandakan dirinya sendiri.

Setidaknya ada dua cara bagaimana radiasi dapat

mengakibatkan kerusakan pada sel. Pertama, radiasi dapat

mengionisasi langsung molekul DNA sehingga terjadi perubahan

kimiawi pada DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada DNA terjadi

secara tidak langsung, yaitu jika DNA berinteraksi dengan radikal

bebas hidroksil. Terjadinya perubahan kimiawi pada DNA

tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

menyebabkan efek biologis yang merugikan, misalnya timbulnya

kanker maupun kelainan genetik.

Radiasi pengion merupakan radiasi yang dapat

menimbulkan ionisasi dan eksitasi pada materi yang

ditembusnya.6 Radiasi elektromagnetik atau partikel yang

mampu mengionisasi, baik secara langsung maupun tidak

langsung, dalam lintasannya menembus materi disebut radiasi

pengion. Ionisasi ialah proses terjadinya ion (ion positif dan

elektron bebas) dari suatu atom netral dalam materi yang

dikenai energi. 

6 http://www.batan.go.id/radiasi/20-07-2010

4

Page 6: BAB I Lampiran

6

Radiasi ionisasi langsung bisa berupa partikel bermuatan

listrik (misalnya sinar 𝜶, 𝜷, dan proton), yang dapat

mengakibatkan ionisasi dengan memberikan energinya kepada

elektron orbital dalam suatu atom atau molekul. Sedang

gelombang elektromagnetik misalnya sinar-x, sinar gamma,

(yang juga  bersifat partikel,  yaitu foton), dan partikel tak

bermuatan listrik (misalnya neutron) menghasilkan partikel

bermuatan listrik pada saat berinteraksi dengan atom dalam

materi. Misalnya, foton mengeluarkan elektron, neutron

mengeluarkan proton. Neutrino (n) dikeluarkan pada saat

partikel 𝜷 dipancarkan dengan muatan berlawanan dengan

elektron. Partikel-partikel ini, karena massanya kecil dan tidak

bermuatan listrik, sulit berinteraksi dengan materi tetapi karena

dapat mengionisasi disebut radiasi pengion tak langsung.

Radiasi 𝜶, 𝜷 (elektron atau positron), 𝜸, dan neutron ialah

radiasi pengion yang dihasilkan dari inti atom yang mengalami

transformasi inti. Inti atom yang mengalami transformasi

(peluruhan) ialah inti atom yang bersifat tidak stabil, dan radiasi

pengion yang dipancarkannya disebut radiasi pengion nuklir.

Setelah mengalami peluruhan, inti atom yang tidak stabil akan

menjadi inti atom yang stabil. Inti atom yang mengalami

transformasi inti disebut inti induk, dan hasil transformasi inti

disebut anak luruh atau inti hasil peluruhan.

Radiasi pengion yang dihasilkan oleh transisi elektron

dalam kulit atom akibat tumbukan elektron berkecepatan tinggi

dengan atom logam berat, misalnya Pb atau Cu, disebut sinar-x.

Sinar-x ialah radiasi dalam bentuk gelombang elektromagnetik

yang mempunyai daya tembus tinggi.

Pada saat menembus materi sebagian radiasi pengion

diteruskan, sebagian dihamburkan, sebagian diserap, dan

Page 7: BAB I Lampiran

7

apabila energi radiasi cukup kuat akan terjadi reaksi ionisasi

yaitu terlepasnya elektron dari atom atau molekul. Apabila

energi radiasi hanya cukup untuk memindahkan elektron dari

orbit dalam ke orbit yang lebih luar maka tidak akan terjadi

ionisasi, tetapi hanya terjadi eksitasi.

Setelah terjadi ionisasi atau eksitasi, atom atau molekul

akan mengalami disintegrasi menjadi ion dan menghasilkan

radikal bebas. Molekul ion yang terbentuk akan mengalami

perubahan struktur bila bereaksi dengan molekul lain yang tidak

mengalami ionisasi atau eksitasi. Reaksi kimia yang berlangsung

pada proses reaksi kimia berikutnya disebut reaksi tidak

langsung. Interaksi antara radiasi dengan materi sangat

bergantung pada jenis dan energi radiasi.

Pada saat kembali pada kondisi stabil atom yang

mengalami eksitasi akan memancarkan foton (cahaya) karena

terjadinya efek fluoresensi. Radiasi mengakibatkan terjadinya

proses penghitaman film, mengakibatkan perubahan struktur

polimer, seperti polietilen, mengakibatkan terjadinya proses

polimerisasi pada molekul monomer dan lain-lain. Hal ini semua

terjadi karena efek ionisasi dan atau eksitasi. Demikian pula

proses ionisasi dan eksitasi akan terjadi pada makhluk hidup bila

terkena radiasi (misalnya efek sterilisasi). Proses meradiasi

materi dengan radiasi pengion disebut iradiasi.

1. Radiasi Alam

Radiasi alam adalah radiasi yang ada di alam berupa radiasi kosmik dan

radiasi yang berasal dari bahan radioaktif yang ada dalam kerak bumi

(radionuklida terestrial). Radiasi yang terpancar dari inti atom akibat interaksi

antara radiasi kosmik dengan inti atom yang ada di atmosfir bumi (radionuklida

kosmogenik) adalah radiasi yang paling umum. Gambar berikut adalah bentuk

radiasi alam dan sumbernya, dimana energi yang dipancarkan berasal dari radiasi

Page 8: BAB I Lampiran

8

kosmik primer yang berasal dari luar sistem tata surya yang bereaksi (reaksi inti)

dengan lapisan atmosfer bumi yang selanjutnya tersebar ke permukaan bumi

dalam bentuk gelombang elektromagnetik.

a. Radiasi Kosmik

Radiasi kosmik terdiri dari radiasi berenergi tinggi yang berasal dari luar

angkasa yang masuk ke atmosfir bumi (radiasi kosmik primer), partikel sekunder

dan gelombang elektromagnetik yang terjadi akibat interaksi radiasi kosmik

primer dengan inti atom yang ada di atmosfir. Radiasi kosmik dibagi menjadi dua

bentuk, yaitu radiasi kosmik primer dan radiasi kosmik sekunder.

i. Radiasi Kosmik Primer

Bagian terbesar dari radiasi kosmik primer adalah radiasi yang berasal dari

sistem tata surya, terutama partikel yang berasal dari flare matahari seperti

partikel proton (90 %) dan partikel alfa (10%). Selain itu, dalam jumlah yang

Gambar 2.1 Radiasi alam dan sumbernya

Gambar 2.1 Radiasi alam dan sumbernya

Page 9: BAB I Lampiran

9

kecil terdapat inti atom berat, elektron, foton, dan neutrino. Besarnya fluks radiasi

kosmik yang masuk ke bumi dipengaruhi oleh medan magnet bumi dan aktivitas

matahari. Di daerah pada garis lintang rendah, partikel berenergi rendah

dibelokkan kembali ke angkasa, sehingga fluks radiasi kosmik pada daerah

tersebut lebih rendah dari pada fluks di daerah pada garis lintang tinggi (efek

posisi lintang). Partikel proton berenergi rendah dari radiasi menunjukkan

fluktuasi dengan periode 11 tahun sesuai dengan aktivitas matahari (modulasi).

Fluks partikel tersebut akan menjadi sangat kecil pada saat aktivitas matahari

sangat tinggi, sebaliknya pada saat aktivitas matahari paling kecil fluksnya

menjadi paling besar.

ii. Radiasi Kosmik Sekunder

Setelah memasuki atmosfir, radiasi kosmik primer akan mengalami berbagai

reaksi dengan inti atom yang ada di atmosfir dan menghasilkan partikel dan inti

atom yang baru. Partikel radiasi kosmik berenergi tinggi mengalami reaksi inti

yang disebut reaksi tumbukan dengan inti atom udara dan menghasilkan materi

hasil reaksi partikel sekunder seperti neutron, proton, p meson, K meson dan lain-

lain, serta inti He-3 (helium), Be-7 (berilium), Na-22 (natrium). Selanjutnya

partikel proton, neutron, p meson berenergi tinggi bereaksi dengan inti atom yang

ada di udara, dan menghasilkan partikel sekunder lebih banyak (cascade).

Kemudian p meson meluruh dan berubah menjadi muon atau foton dan

menghasilkan penggandaan jenis yang lain. Partikel yang terjadi disebut radiasi

kosmik sekunder. Selain itu, H-3, Be-7, Na-22 adalah materi yang memancarkan

radiasi. Materi ini disebut radionuklida kosmogenik dan dianggap berbeda dengan

radiasi kosmik sekunder.

Radiasi kosmik dapat sampai ke permukaan bumi dan mengionisasi udara.

Besarnya ionisasi udara di sekitar permukaan laut sekitar 75% disebabkan oleh

elektron yang lepas karena tumbukan muon, dan 15% disebabkan oleh elektron

yang terjadi akibat peluruhan muon. Selain itu, neutron yang merupakan bagian

dari radiasi kosmik memberikan dosis efektif tahunan sekitar 8% dari partikel

yang dihasilkan karena ionisasi. Intensitas radiasi kosmik juga bervariasi

Page 10: BAB I Lampiran

10

bergantung pada ketinggian. Pada ketinggian 2.000 m jumlah ionisai yang terjadi

sekitar 2 kali jumlah ionisasi di permukaan laut, pada ketinggian 5.000 m sekitar

10 kali, dan pada ketinggian 10.000 m sekitar 100 kali.

B. Radioaktivitas

Radioaktivitas adalah kemampuan inti atom yang tak stabil untuk

memancarkan radiasi dan berubah menjadi inti stabil. Proses perubahan ini

disebut peluruhan dan inti atom yang tak-stabil disebut radionuklida. Materi yang

mengandung radionuklida disebut zat radioaktif. Peluruhan ialah perubahan inti

atom yang tak-stabil menjadi inti atom yang lain, atau berubahnya suatu unsur

radioaktif menjadi unsur yang lain.

Radioaktivitas ditemukan oleh Hans Becquerel pada tahun 1896. Becquerel

menamakan radiasi dengan uranium. Dua tahun setelah itu, Marie Curie meneliti

radiasi uranium dengan menggunakan alat yang dibuat oleh Pierre Curie, yaitu

pengukur listrik piezo (lempengan kristal yang biasanya digunakan untuk

pengukuran arus listrik lemah), dan Marie Curie berhasil membuktikan bahwa

kekuatan radiasi uranium sebanding dengan jumlah kadar uranium yang

dikandung dalam campuran senyawa uranium. Disamping itu, Marie Curie juga

menemukan bahwa peristiwa peluruhan tersebut tidak dipengaruhi oleh suhu atau

tekanan, dan radiasi uranium dipancarkan secara spontan dan terus menerus tanpa

bisa dikendalikan. Marie Curie juga meneliti campuran senyawa lain, dan

menemukan bahwa campuran senyawa thorium juga memancarkan radiasi yang

sama dengan campuran senyawa uranium, dan sifat pemancaran radiasi seperti ini

diberi nama radioaktivitas.

Pada tahun 1898, Marie Curie menemukan unsur baru yang sifatnya mirip

dengan bismut. Unsur baru ini dinamakan polonium diambil dari nama negara

asal Marie Curie, yaitu Polandia. Setelah itu Hans Becquerel dan Marie Curie

melanjutkan penelitiannya dengan menganalisis pitch blend (biji uranium).

Mereka berpendapat bahwa di dalam pitch blend terdapat unsur yang

Page 11: BAB I Lampiran

11

radioaktivitasnya lebih kuat daripada uranium atau polonium. Pada tahun yang

sama mereka mengumumkan bahwa ada unsur radioaktif yang sifatnya mirip

dengan barium. Unsur baru ini dinamakan radium (Ra), yang artinya benda yang

memancarkan radiasi.

Berdasarkan asalnya, radioaktivitas dikelompokkan menjadi radioaktivitas

alam, dan radioaktivitas buatan, yaitu hasil kegiatan yang dilakukan manusia.

Dalam radioaktivitas alam, ada yang berasal dari alam dan dari radiasi kosmik.

Radioaktivitas buatan dipancarkan oleh radioisotop yang sengaja dibuat manusia,

dan berbagai jenis radionuklida dibuat sesuai dengan penggunaannya.

C. Radiasi Sinar Gamma (𝜸)

Sinar Gamma (𝜸) merupakan bentuk radiasi

elektromagnetik yang dihasilkan dari interaksi partikel

pembentuk inti atom, proses annihilasi proton dan elektron, dan

peluruhan inti atom. Di dalam peluruhan, sebelum sinar gamma

dipancarkan didahului oleh peluruhan partikel radiasi alpha atau

beta. Akibat dari peluruhan ini, inti atom masih dalam keadaan

tereksitasi. Inti atom menjadi berada dalam keadaan ground

state setelah memancarkan sinar–𝜸. Gambar 2.2

memperlihatkan contoh peluruhan zat radioaktif Co-60 yang

menghasilkan radiasi partikel beta dan sinar gamma.

Page 12: BAB I Lampiran

12

Gambar 2.2 Skema peluruhan zat radioaktif

Radiasi sinar gamma dan sinar–x merupakan energi yang

merambat dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Karena

energi yang dimiliki, kedua jenis radiasi tersebut dapat

menembus mareti sampai pada kedalaman tertentu.7 Sinar-𝜸 memiliki panjang gelombang yang paling pendek diantara

panjang gelombang radiasi – radiasi yang lainnya. Umumnya,

frekuensi yang dimiliki sinar-𝜸 lebih tinggi dari frekuensi sinar-x.

Dengan energi yang dimilikinya, sinar-𝜸 dapat melakukan proses

ionisasi pada materi yang dilaluinya. Terdapat tiga kemungkinan

interaksi yang dapat dilakukan oleh sinar-𝜸 dengan materi, yaitu:

efek fotolistrik, hamburan Compton, dan produksi pasangan. Efek

fotolistrik dan hamburan Compton merupakan proses ionisasi

langsung oleh sinar-𝜸 pada atom atau molekul materi yang

dilaluinya. Uraian masing–masing proses tersebut dalah sebagai

berikut:

7 DR. Nada Marnada, M.Eng. Fasilitas Iradiasi Sebagai Alternatif Perlakuan Karantina. Jakarta: PATIR-BATAN, 2010.

Page 13: BAB I Lampiran

13

1. Efek Fotolistrik

Peristiwa terlepasnya elektron orbital suatu atom karena

interaksi dengan radiasi sinar-𝜸 dinamakan efek fotolistrik.

Elektron yang dilepaskan pada peristiwa tersebut disebut

fotoelektron, dan energi geraknya adalah selisih antara energi

ionisasi elektron orbital dan energi radiasi sinar-𝜸. Pada saat

energi radiasi sinar-𝜸 kecil, kebanyakan fotoelektron terlepas

dengan arah tegak lurus pada arah radiasi, tetapi bila energinya

besar maka fotoelektron terpancar ke arah depan dalam jumlah

yang banyak. Secara teori, semakin besar ikatan antara elektron

dan inti atom maka semakin besar persentase terjadinya efek

fotolistrik.

2. Hamburan Compton

Peristiwa terjadinya tumbukan antara foton dan elektron

dalam suatu atom yang mengakibatkan sebagian energi foton

menjadi energi gerak elektron dan sebagian energi hamburan

foton disebut efek Compton (Gambar 2.3). Bila energi foton

cukup besar, efek Compton dapat terjadi pada elektron orbital

yang energi ikatnya dapat diabaikan. Selanjutnya, seperti

diperlihatkan pada Gambar 2.3, elektron dianggap sebagai

elektron bebas, energi dan momentumnya sama besar sebelum

dan sesudah bertumbukan. Dalam hal ini terjadi tumbukan

elastis sempurna antara foton dan elektron. Koefisien atenuasi

pada efek Compton ialah jumlah dari perbandingan energi gerak

elektron antibonding dan perbandingan energi hamburan foton.

Koefisien atenuasi pada efek Compton sebanding dengan nomor

atom materi.

Page 14: BAB I Lampiran

14

Gambar 2.3 Hamburan Compton

3. Produksi Pasangan

Karena pengaruh gaya Coulomb, foton radiasi-𝜸 yang

melintas dekat inti atom akan menghilang. Sebagai gantinya terbentuk

pasangan elektron–positron spontan. Positron identik dengan

elektron, memiliki massa dan muatan sama tetapi nilai

muatannya positif. Massa diam kedua pasangan ini

(elektron+positron) adalah 1.02 MeV, karena itu diperlukan

energi foton yang lebih besar dari 1.02 MeV agar dapat terjadi

proses produksi pasangan. Kelebihan energi foton akan diberikan

kepada electron dan positron sebagai energi kinetik. Waktu

hidup positron yang dihasilkan dari proses ini sangat pendek dan

pada akhir lintasannya bergabung dengan elektron bebas.

Hasilnya adalah dua buah foton-𝜸 yang masing–masing memiliki

energi 0,51 MeV.

D. Radiasi Berbagai Komoditas Pangan

Penelitian pengembangan dan promosi teknologi iradiasi untuk

pengawetan dan keamanan bahan pangan dimulai tahun 1967/1968. Hasilnya

adalah legalisasi pengawetan pangan dengan radiasi oleh Menteri Kesehatan

berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 152/MENKES/SK/II/1995 dan No.

701/MENKES/PER/VIII/2009 serta beroperasinya Iradiator Komersial untuk

iradiasi produk pangan dan pertanian untuk tujuan ekspor.

Tabel 2.1 menyajikan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

tentang 5 komoditas pangan iradiasi yang diperbolehkan di Indonesia.

Page 15: BAB I Lampiran

15

Tabel 2.1 Peraturan Menteri Kesehatan No. 152/MENKES/SK/II/1995 tentang

pangan iradiasi8

No. Komoditas Tujuan Radiasi Dosis maks (kGy)

1.

Rempah/rimpang dan sayuran kering, bumbu.

Disinfestasi serangga dan dekontaminasi mikroba

10

2.Umbi-umbian segar

Menghambat pertunasan

0,15

3.Udang beku dan paha kodok beku

Mengeliminasi pertumbuhan Salmonella spp.

7

4.Ikan kering/asin Memperpanjang

masa simpan5

5.

Bebijian dan serealia

Disinfestasi serangga dan mengeliminasi bakteri patogen

5

Adapun Peraturan Menteri Kesehatan No.

701/MENKES/PER/VIII/2009 dapat dilihat pada lampiran 4.

E. Aplikasi dan Legalisasi Iradiasi Pengion Pada Bahan

Pangan

Secara hukum, makanan yang diiradiasi dapat dilegalisasi

pelepasannya ke masyarakat, jika dari penelitian-penelitian yang

telah dilakukan dapat dibuktikan bahwa makanan tersebut aman

untuk dikonsumsi manusia. Studi Wholesomeness (uji tingkat

keamanan makanan untuk layak dikonsumsi) iradiasi makanan

telah melakukan penelitian lebih dari 50 tahun. Dari hasil-hasil

berbagai penelitian, maka komisi gabungan para ahli FAO/WHO/IAEA pada

bulan November 1980 telah menyimpulkan dan merekomendasikan bahwa semua

8 Widjang Herry Sisworo, dkk. Isotop dan Radiasi Untuk Kemajuan Usaha Anda. Jakarta: PATIR-BATAN, 2008, hal.16

Page 16: BAB I Lampiran

16

bahan pangan dan makanan yang diiradiasi dengan dosis tidak melebihi 10 kGy

aman untuk dikonsumsi.9

F. Dosis Radiasi

Untuk mendapatkan efek radiasi sesuai dengan yang diharapkan, bahan

atau produk harus diradiasi dengan dosis yang tepat. Biasanya, sebelum dilakukan

proses iradiasi kondisi bahan atau produk diamati terlebih dahulu di dalam

laboratorium. Kondisi ini dibandingkan dengan kondisi setelah bahan diiradiasi

untuk melihat dampak yang ditimbulkan oleh radiasi. Dari perbandingan kondisi

sebelum dan sesudah iradiasi dapat ditetapkan berapa dosis yang diperlukan untuk

mencapai pengaruh yang diinginkan..

Dosis radiasi merupakan banyaknya energi yang diserap oleh bahan

(dalam hal ini komoditas pangan) pada saat proses radiasi berlangsung. Dosis

radiasi tersebut di ukur dengan menggunakan satuan yang dinamakan Gray (Gy),

atau sering kali dikonversi dengan satuan rad (1 Gy = 100 rads; 1 kGy = 1000

Gy).10 Menurut International Commission on Radiation Units and Measurements

(ICRU), secara matematis dosis radiasi ditulis :

D= dEdm

Dengan satuannya adalah Gy.

1 Gy = 1 Joule/Kg = 6,2418 x 1018 ev/Kg

Sebelumnya, satuan dosis radiasi dinyatakan dalam rad (radiation absorbed

dose).

dimana :

1 rad = 0,01 Gy = 100 erg/g = 6,245 x 1013 ev/g

1 kalori = 4,185 x 107 erg

Selanjutnya biasanya hubungan ini, dalam praktek dinyatakan :

100 rad = 1 Gy atau

1 Krad = 10 Gy atau

9 J. Farkas. Irradiation For Better Foods. Central Food Research Institute. Budapest, Hungary: 2006

10 ICGFI (International Consultative Group on Food Iradiation). “Facts About Food Iradiation”. IAEA, Vienna.

Page 17: BAB I Lampiran

17

1 Mrad = 10 Kgy

Satuan Gy atau kGy biasanya digunakan untuk dosis tinggi dan rad atau

krad digunakan untuk dosis rendah. Pengelola fasilitas radiasi melakukan kalibrasi

dosis atau pemetaan dosis (dose mapping) untuk menentukan dosis yang diterima

pada titik–titik tertentu disekitar bahan sampel. Nilai dosis yang dihasilkan

bergantung pada aktivitas sumber radiasi, kerapatan bahan, dan waktu iradiasi.

Dan dari hasil pemetaan dosis tersebut dapat ditentukan dosis maksimum dan

minimum pada setiap bahan atau produk radiasi.

Berikut ini beberapa penentuan dosis radiasi dan tujuannya:11

1. Dosis rendah (≤ 2 kGy)

Tujuan: menunda pertunasan dan pematangan pada buah, sayur, umbi dan

rimpang, serta disinfektansi serangga.

2. Dosis sedang (3–10 kGy)

Tujuan: dekontaminasi (menekan/mematikan) mikroba seperti kapang,

khamir, dan eliminasi bakteri pathogen pada biji–bijian, serealia, produk beku,

produk semi olahan, dan produk siap saji.

3. Dosis tinggi (≥ 10 kGy ¿

Tujuan: sterilisasi dan memperpanjang masa simpan makanan olahan dan siap

saji.

G. Pengenalan Fasilitas Iradiasi

Kelompok Iradiasi mempunyai tugas memberikan pelayanan iradiasi,

perawatan dan operasi iradiator, serta mesin berkas elektron dan alat iradiasi

lainnya.

Fasilitas iradiasi terpasang di PATIR terdiri dari  2 jenis fasilitas yaitu

iradiator gamma dan mesin berkas elektron yang masing-masing dimanfaatkan

untuk aplikasi iradiasi gamma dan elektron baik dalam skala laboratorium

maupun skala pilot untuk berbagai proses iradiasi seperti polimerisasi, grafting,

mutasi tanaman, sterilisasi/pengawetan bahan, pelapisan permukaan bahan.

11 PATIR-BATAN. Pengawetan Komoditi Bebijian Dengan Radiasi. Jakarta

Page 18: BAB I Lampiran

18

1. Fasilitas Iradiator Gamma

BATAN pertama kali memanfaatkan fasiitas iradiasi untuk penelitian dalah

pada tahun 1968. Fasilitas iradiasi tersebut oleh pabrikannya diberi nama Gamma

Cell 220 AECL, yaitu suatu fasilitas iradiasi gamma dengan zat radioaktif C0-60

sebagai sumber radiasinya. Berdasarkan kategori yang ditetapkan oleh IAEA,

Gamma Cell termasuk iradiator gamma kategori I. Walaupun beratnya sekitar 8

ton, Gamma Cell dapat dipindahkan ruangnya karena konstruksinya yang kompak

(dapat dilihat pada lampiran 2).

Gamma Cell 220 AECL digunakan untuk iradiasi sampel yang dimensinya

tidak terlalu besar, karena volume tempat meletakkan sampel sangat terbatas.

Sampel–sampel yang tepat untuk diiradiasi adalah benih tanaman, serangga, dan

bebijian.

Untuk mengembangkan penelitian yang memanfaatkan radiasi, BATAN

memfasilitsi kebutuhan tersebut melalui pengadaan iradiator gamma kedua pada

tahun 1978. Oleh pabrikannya, iradiator gamma ini diberi nama Panoramic Batch

Irradiator (disingkat Panbit Irradiator) atau Iradiator Panorama Serbaguna yang

disingkat me njadi IRPASENA. Menurut kategori IAEA, IRPASENA termasuk

kategori II. Pertama kali dipasang aktivitas IRPASENA adalah 75 Ci dengan

sumber radiasi C0-60. Desainnya sedemikian rupa sehingga memungkinkan untuk

meletakkan sampel penelitian di sekitar sumber radiasi dengan jarak, posisi, dan

vplume yang bervariasi. Diagram skematik dan konsul kendali IRPASENA dapat

dilihat pada lampiran 2.

Pada tahun 1983 BATAN mendapat bantuan fasilitas iradiasi gamma yang

penggunaannya khusus untuk penelitian bahan latex. Karena itu, iradiator gamma

tersebut diberi nama Latex Irradiator atau Iradiator Karet Alam yang disingkat

menjadi IRKA. Berdasarkan desain dan konstruksinya, IRKA dikategorikan

sebagai iradiator gamma kategori IV. Dibandingkan dengan Gamma Cell dan

IRPASENA, IRKA memiliki aktivitas paling besar. Karena pemanfaatan IRKA

untuk iradiasi latex tidak dilakukan terus–menerus secara kontinu, maka untuk

efisiensi sumber radiasi yang digunakan telah dilakukan modifikasi pada ruang

Page 19: BAB I Lampiran

19

iradiasi. Modifikasi dimaksudkan agar sampel penelitian yang dapat diiradiasi

tidak hanya latex, tetapi juga sampel penelitian lain. Dengan memanfaatkan hasil

penelitian, selain untuk penelitian pengembangan teknologi radiasi, IRKA telah

digunakan untuk pengawetan dan sterilisasi produk industri dalam skala

introduksi hingga saat ini. Foto ruang iradiasi dan konsul kendali IRKA dapat

dilihat pada lampiran 2.

Pengadaan iradiator berikutnya dilakukan pada tahun 1993 berupa iradiator

gamma kategori I yang berasal dari BARC, India, dan diberi nama Gamma

Chamber 4000A. Aktivitas awalnya adalah 10 kCi, sehingga keberadaannya dapat

menggantikan Gamma Cell 220 AECL yang aktivitas sumber radioaktifnya telah

jauh berkurang setelah 25 tahun melutuh. Sesuai dengan namanya, Chamber

4000A memiliki volume atau ruang iradiasi sebesar 4 liter (4000 cc).

Pengoperasian Gamma Chamber 4000A sama dengan pengoperasian Gamma Cell

220 AECL (dapat dilihat pada lampiran 2).

Dibawah ini adalah spesifikasi Spesifikasi Iradiator Gamma yang ada di

Balai Instrumentasi Elektromekanik dan Iradiasi PATIR-BATAN Pasar Jumat:

Tabel 2.2 Spesifikasi Iradiator Gamma di Balai IEI

NamaGammacell 220

IRPASENA IRKAGamma Chamber 4000 A

Keterangan

Tahun Pemasang

an1968 1979 1982 1992

Sumber radiasi Gamma

C0-60 C0-60 C0-60 Co-60Umur Paruh 5,261 tahun

Tipe Penyimpa

nan Sumber Radiasi

Shelf Shield/ Portable

Kering (Dry Source Storage

Menggunakan kolam

air (wet source

strorage)

Shelf Shield/por

table

Aktivitas maksimum C0-60

⁺ 10.000 Ci

80.000 Ci400.000

Ci⁺ 10.000

Ci

Page 20: BAB I Lampiran

20

Volume Maksimum bahan

yang diiradiasi per Batch

2 Liter 0,5 m3 1,2 m3 2 Liter

Untuk Vulkanisasi karet alam di

IRKA 1,2 ton

2. Fasilitas Iradiasi Elektron

Selain iradiator gamma, BATAN juga memiliki iradiator dengan radiasi

pengion berupa partikel bermuatan yang dihasilkan oleh satu uni mesin yang

disebut mesin berkas elektron atau disingkat MBE. Pada energi yang sama,

dibandingkan dengan sinar gamma, partikel elektron memiliki daya tembus yang

lebih pendek tetapi daya ionisasi yang lebih besar. Para peneliti memilih radiasi

gamma atau elektron yang akan digunakan berdasarkan karakteristik yang dimiliki

oleh masing–masing radiasi pengion tersebut.

Saat ini BATAN memiliki dua fasilitas iradiasi elektron, yaitu MBE

kategori I dengan energi 300 keV dan arus berkas elektron 50 mA, dan MBE

kategori II dengan energi 2000 keV dan arus berkas elektron 10 Ma. MBE

Kategori I dipasang pada tahun 1984 oleh Nissin High Voltage, Jepang, dan diberi

nama MBE EPS-300. Karena sebagian besar komponen EPS-300 sudah harus

diganti maka akan dilakukan revitalisasi dan modivikasi pada ruang iradiasinnya

agar pemakaiannya ekonomis. MBE kategori II dipasang pada tahun 1994 oleh

Xian Feng Electrical Manufacturing Company, China, dan diberi nama MBE GJ-

2. Hingga saat ini MBE GJ-2 masih berfungsi dengan baik dan digunakan untuk

berbagai kegiatan penelitian. Ruang iradiasi dan konsul kendali MBE GJ-2 dapat

dilihat pada lampiran 2.

Page 21: BAB I Lampiran

21

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai tanggal 5 Juli sampai 5 Agustus 2010 di

Balai Iradiasi Elektromekanik dan Instrumentasi Pusat Aplikasi Teknologi Isotop

dan Radiasi–BATAN Pasar Jumat Jakarta Selatan.

B. Alat dan Bahan yang digunakan

Peralatan yang digunakan yaitu fasilitas irradiator gamma

yang bernama Panoramic Batch Irradiator (disingkat Panbit

Iradiator) atau Iradiator Panorama Serbaguna yang disingkat

menjadi IRPASENA dengan aktivitas Co-60 sekitar 6.770,332 Ci

pada bulan Juli. Bahan–bahan objek penelitiannya (sampel)

berupa roti tawar (ukuran 5x5 cm), tomat segar (4 buah),

bawang merah (4 siung), dan biji kacang hijau.

Masing–masing sampel di atas dibuat dalam empat

kemasan, yaitu untuk sampel kontrol dan tiga variasi dosis

radiasi (contohnya dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini).

Gambar 3.1 Sampel roti (kontrol, dosis 1 kGy, dosis 2 kGy, dosis

3 kGy)

Khusus untuk kacang hijau dibuat 8 sampel, yaitu 4

kemasan untuk melihat pengaruh radiasi gamma terhadap biji

kacang hijau kering dan 4 kemasan lainnya di desain untuk

melihat pengaruh radiasi gamma terhadap pertumbuhan

19

Page 22: BAB I Lampiran

22

kecambah kacang hijau (setelah diradiasi, masing-masing

kemasan dituangkan ke dalam 1 cawan petri kemudian diberi air

secukupnya). Gambar 3.2 berikut ini merupakan sampel kacang

hijau setelah diradiasi untuk pengamatan pada pertumbuhan

kecambahnya.

Gambar 3.2 Sampel kecambah kacang hijau (kontrol, dosis 1

kGy, dosis 2 kGy, dosis 3 kGy)

C. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahap,

diantaranya:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, dilakukan beberapa kegiatan diantaranya adalah kegiatan

kajian pustaka meliputi buku teks, artikel, jurnal dan bacaan lain yang berkaitan

dengan penelitian yang hendak dilakukan, mempersiapkan alat dan bahan yang

diperlukan (sampel), serta melakukan pencarian data mengenai aktivitas Co-60

dan laju dosis IRPASENA bulan juli.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini, peneliti bersama petugas iradiasi

melakukan proses radiasi pada sampel–sampel yang akan diteliti

dengan prosedur sebagai berikut:

a. Sebelum sampel diiradiasi, dosis yang akan diterapkan sesuai

tujuannya harus sudah diketahui. Dosimetri ditujukan untuk

menetapkan tingkat keseragaman dosis, sehingga bahan

pangan/sampel yang diradiasi benar-benar menerima jumlah

Page 23: BAB I Lampiran

23

dosis yang sama sesuai dengan tujuan radiasi. Apabila terjadi

kekeliruan di dalam pengukuran dosimetri, maka bahan

pangan/sampel tersebut akan mengalami kerusakan.

b. Memberi label dosis radiasi pada masing–masing sampel.

Dalam penelitian ini, masing–masing sampel berjumlah

empat kemasan dengan spesifikasi 1 sampel kontrol dan 3

variasi dosis (kecuali tomat, hanya 2 variasi dosis), lihat tabel

3.1. Kemasan yang digunakan adalah plastik ber-strip, yaitu

plastik yang biasa digunakan untuk menyimpan obat.

c. Pengamatan efek radiasi terhadap brokoli dilakukan dalam

waktu tiga hari setelah dilakukan proses iradiasi. Hal ini

dilakukan karena dalam jangka waktu tiga hari, sampel

kontrol sudah mengalami pembusukan dan hancur (gambar

4.3), sehingga terlihat jelas perbedaan antara sampel kontrol

dan sampel–sampel yang telah diiradiasi dengan dosis–dosis

tertentu. Dalam penelitian ini, dosis yang diberikan adalah

sebesar 0,25 kGy (dosis rendah), 0,5 kGy (dosis sedang), dan

0,75 kGy (dosis tinggi). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk

mengetahui berapakah dosis yang tepat untuk diberikan

pada sayuran jenis brokoli dalam upaya memperpanjang

masa simpannya (keawetan).

d. Berbeda dengan brokoli, pengamatan efek radiasi sinar

gamma terhadap tomat ini dilakukan dalam jangka waktu

yang lebih lama, yaitu sekitar 15 hari dengan dosis radiasi

sebesar 0,25 kGy dan 0,75 kGy (dosis maksimum 1 kGy).

Namun, efek radiasi ini sudah dapat terlihat jelas pada hari

ke–8, yaitu pada saat sampel kontrol telah mengalami

pembusukan.

e. Untuk sampel roti, dosis radiasi yang digunakan adalah

sebesar 1 kGy, 2 kGy, dan 3 kGy (dosis maksimum 5 kGy).

Page 24: BAB I Lampiran

24

Pengamatan pada sampel ini dilakukan selama 6 hari (lihat

tabel 5.3), pengamatan ini berakhir pada saat sampel dengan

dosis tertinggi (3 kGy) sudah mulai berjamur (tidak layak

untuk dikonsumsi).

3. Tahap Pelaporan

Tahap ini merupakan tahap akhir dari penelitian, dimana diperoleh

kesimpulan dari hasil tahap pelaksanaan.

D. Data dan Metode

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data laju dosis bulan Juli

Iradiator Panorama Serbaguna (IRPASENA) yang dapat diketahui dari arsip data

petugas iradiasi, yaitu diperoleh aktivitas C0-60 pada bulan juli sebesar 6.770,332

Ci. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi,

dokumentasi, dan studi pustaka.

1. Metode observasi

Metode observasi merupakan cara memperoleh data melalui observasi atau

pengamatan langsung di lapangan, diantaranya observasi pada proses iradiasi

sampel pada iradiator yang digunakan, dan observasi pada beberapa iradiator

gamma lainnya yang ada di balai Iradiasi Elektromekanik dan Instrumentasi (IEI)

PATIR-BATAN.

2. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan cara memperoleh data melalui observasi

atau pengamatan langsung kemudian hasil observasi tersebut didokumentasikan

ke dalam bentuk gambar, foto, dan lain sebagainya.

3. Metode Studi Pustaka

Metode studi pustaka merupakan cara memperoleh data melalui hasil studi

pada berbagai macam buku sumber/literatur yang terkait.

E. Pengolahan Data

Page 25: BAB I Lampiran

25

Sebelum melakukan proses radiasi terhadap sampel–

sampel yang akan diteliti, ada beberapa langkah yang harus

dilakukan oleh peneliti, diantaranya:

1. Mengetahui data laju dosis Iradiator Panorama Serbaguna untuk nulan Juli

Data laju dosis Iradiator Panorama Serbaguna (IRPASENA) dapat

diketahui dari arsip data petugas radiasi pada iradiator Gamma Chamber balai IEI-

PATIR-BATAN diantaranya:

a. 1,573 kGy/jam untuk peradiasian roti dan biji kacang hijau

b. 878,84 Gy/jam untuk peradiasian produk sayuran (brokoli dan tomat), dan

c. 483,82 Gy/jam untuk peradiasian bawang merah.

2. Mengukur waktu yang diperlukan untuk meradiasi masing–masing sampel

Untuk mengukur waktu yang diperlukan untuk radiasi

dengan dosis dan laju dosis tertentu, digunakan persamaan

sebagai berikut:

t= DLD

×60

dengan:

t = Waktu yang diperlukan (menit)

D = Dosis radiasi (kGy)LD = Laju dosis (kGy/jam)

Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan persamaan di

atas, yaitu untuk menentukan waktu yang diperlukan untuk

meradiasi masing-masing sampel.

Tabel 3.1 Waktu yang diperlukan untuk radiasi (sesuai dosis

dan laju dosis)

No Bahan (sampel)

Laju dosis

(kGy/jam)

Dosis Radiasi (kGy)

Waktu (menit, detik)

1. Roti 1,573 1 38’8’’

Page 26: BAB I Lampiran

26

2 76’16’’3 114’25’’

2. Tomat 0,878840,25 17’4’’0,75 51’12’’

3. Brokoli 0,878840,25 17’4’’0,5 34’8’’0,75 51’12’’

4. Bawang Merah 0,483820,05 6’12’’0,1 12’24’’0,15 18’36’’

5. Kacang Hijau 1.5731 38’8’’2 76’16’’3 114’25’’

F.Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik

analisis data secara kualitatif, yaitu penelaahan data lebih lanjut

melalui berbagai literatur/referensi guna mencari fakta-fakta

pendukung/suumber informasi untuk data-data yang diperoleh

dari hasil pengamatan. Untuk data kuantitatif yang

membutuhkan perhitungan, analisis data dalam penelitian ini

menggunakan Microsoft Excel 2007, seperti pembuatan analisis

kurva pengaruh radiasi terhadap pertumbuhan kecambah

kacang hijau (melihat perbedaan panjang kecambah sampel

kontrol dengan kecambah yang diradiasi dengan dosis-dosis

tertentu).

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Hasil Pengamatan

Dari hasil penelitian yang dilakukan, maka diperoleh data

sebagai berikut:

Page 27: BAB I Lampiran

27

1. Sampel 1 (brokoli)

Berdasarkan analisis pengaruh radiasi terhadap masa

simpan brokoli diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil pengamatan efek radiasi terhadap sayuran

jenis brokoli

Pengamatan hari

ke-

BrokoliKontrol

Dosis 0,25 KGy

Dosis 0,5 KGy

Dosis 0,75 KGy

I (07-07-’10)

Sedikit membusuk

Sedikit membusuk (tetapi lebih

segar daripada sampel kontrol)

Masih segar

Masih segar

II (08-07-’10)

o Membusuk

o Keluar cairan dan bau menyengat

o Membusuk o Mulai

mengeluarkan cairan

Masih segar

Sedikit membus

uk

III(09-07-’10)

Membusuk (hancur)

Membusuk tetapi belum

hancur

Masih segar

Membusuk dan mulai

mengeluarkan cairan

dan bau menyeng

at.Ket: Diradiasi pada tanggal 06 Juli 2010

Hasil pengamatan pada sampel brokoli ini menunjukkan

bahwa radiasi sinar gamma memberikan pengaruh yang

bervariasi pada masing-masing sampel (sesuai dengan dosis

yang diberikan). Indikasi dari perbedaan tersebut yaitu pada

sampel kontrol (tidak diradiasi), pembusukan cenderung lebih

cepat terjadi karena bakteri atau mikroba yang mengontaminasi

24

Page 28: BAB I Lampiran

28

dapat tumbuh dengan subur. Pada sampel-sampel yang

diradiasi, daur hidup bakteri atau mikroba tersebut dihambat

oleh energi yang dipancarkan oleh sinar gamma. Namun,

penggunaan dosis yang berlebih pun ternyata tidak memberikan

efek yang baik. Sebaliknya, pembusukan akan tetap terjadi

karena energi yang berlebih dapat merusak sel atau struktur

jaringan brokoli. Untuk itu, ketepatan dalam pemilihan dosis

radiasi sangat diperlukan. Hasil pengamatan efek radiasi pada

brokoli dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Kontrol 0,25 kGy 0,5 kGy 0,75 kGy

Gambar 4.1 Pengamatan hari ke-1 setelah radiasi

Kontrol 0,25 kGy 0,5 kGy 0,75 kGy

Gambar 4.2 Pengamatan hari ke-2 setelah radiasi

Page 29: BAB I Lampiran

29

Kontrol 0,25 kGy 0,5 kGy 0,75 kGy

Gambar 4.3 Pengamatan hari ke-3 setelah radiasi

Dari gambar di atas terlihat bahwa dosis radiasi yang tepat

untuk diberikan pada brokoli adalah sebesar 0,5 kGy karena

dengan dosis ini, keadaan atau kondisi fisik sampel dengan dosis

tersebut masih terlihat segar. Hal tersebut berbeda dengan

sampel kontrol maupun sampel yang diiradiasi dengan variasi

dosis lainnya yang mengalami pembusukan.

2. Sampel II (tomat)

Berdasarkan analisis pengaruh radiasi terhadapa masa

simpan tomat diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil pengamatan efek radiasi terhadap tomat

Pengamatan

hari ke-

Tomat

KontrolDosis 0,25

KGy

Dosis 0,75

KGy

1 (07-07-’10)Masih

segar

Masih segarMasih segar

2 (08-07-’10)Masih

segar

Masih segarMasih segar

3 (09-07-’10)Masih

segarMasih segar

Masih segar

4 (10-07-’10)Masih

segarMasih segar

Masih segar

Page 30: BAB I Lampiran

30

5 (11-07-’10)Masih

segarMasih segar

Masih segar

6 (12-07-’10)Sedikit

empukMasih segar Masih segar

7 (13-07-’10) Empuk Masih segar Masih segar

8 (14-07-’10)Membusu

k Masih segar

Masih segar

9 (15-07-’10) Dibuang Masih segar Masih segar

10 (16-07-’10) Dibuang Masih segar Masih segar

11 (17-07-’10) Dibuang Masih segar Masih segar

12 (18-07-’10) Dibuang Masih segar Masih segar

13 (19-07-’10) Dibuang Masih segar Masih segar

14 (20-07-’10) Dibuang Masih segar Masih segar

15 (21-07-’10) Dibuang Masih segar Masih segar

Ket: Diradiasi pada tanggal 06 Juli 2010

Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa iradiasi dengan

sinar gamma ini memberikan efek yang cukup signifikan

terhadap masa simpan tomat. Walaupun penelitian ini dibatasi

hanya dalam jangka waktu maksimal satu bulan, namun sampai

bulan ke-2 setelah diradiasi yaitu sampai akhir bulan agustus

2010, tomat yang telah diradiasi masih tetap segar atau tidak

membusuk (dengan indikasi yang sama seperti pada sampel

brokoli).

3. Sampel III (roti)

Berdasarkan analisis pengaruh radiasi terhadap

pertumbuhan jamur pada roti diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.3 : Hasil pengamatan efek radiasi gamma terhadap roti

Pengamat Roti

Page 31: BAB I Lampiran

31

an hari ke- Kontrol Dosis 1 KGyDosis 2

KGy

Dosis 3

KGy

1 (07-

07-’10)Baik Baik Baik Baik

2 (08-

07-’10)

Mulai

berjamurBaik Baik Baik

3 (09-

07-’10)Berjamur

Mulai

berjamu

r

BaikBaik

4 (10-07-’10)

Tumbuh

jamur lebih

banyak

Berjamur Mulai berjamur

Baik

5 (11-

07-’10)

Timbul

bercak

hitam

Tumbuh

jamur lebih

banyak

Berjam

ur

Mulai

berjamur

6 (12-

07-’10)

Bercak

hitam

semakin

banyak

Timbul becak

hitam

Tumbuh

jamur

lebih

banyak

Berjamu

r

Ket: Diradiasi pada tanggal 06 Juli 2010

Tabel hasil pengamatan diatas memperlihatkan bahwa

pada sampel kontrol, terlihat jelas jumlah bercak hitam (jamur)

lebih banyak daripada sampel–sampel yang diradiasi. Perbedaan

tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Kontrol 1 kGy 2 kGy 3 kGy

Page 32: BAB I Lampiran

32

Gambar 4.4 Roti sebelum Iradiasi

Gambar 4.5 Pengamatan hari ke-6 setelah Iradiasi

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa roti yang diradiasi

dengan dosis 1 kGy dapat bertahan selama 3 hari (sampel

kontrol hanya dapat bertahan selama 2 hari), roti dengan dosis

radiasi 2 kGy dapat bertahan selama 3 hari, dan roti dengan

dosis radiasi 3 kGy dapat bertahan selama 5 hari setelah radiasi

dilakukan (pada hari ke–6 mulai berjamur).

4. Bawang merah

Dari hasil pengamatan selama kurang lebih satu bulan,

sampel bawang merah ini tidak memperlihatkan perubahan fisik

maupun kimia yang signifikan. Baik sampel kontrol (tidak

diradiasi), maupun sampel–sampel yang diradiasi dengan dosis

tertentu masih dalam keadaan baik (tidak mengalami

pembusukan).

5. Kacang hijau (biji kering)

Sama halnya dengan bawang merah, selama penelitian

berlangsung, sampel biji kacang hijau kering ini pun tidak

Page 33: BAB I Lampiran

33

memperlihatkan perubahan yang signifikan sebelum maupun

setelah diradiasi.

6. Kacang hijau (kecambah)

Berdasarkan analisis pengaruh radiasi terhadap

pertumbuhan kecambah kacang hijau diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 4.4 Hasil pengamatan efek radiasi terhadap kecambah

kacang hijau

Pengamatan

hari ke-

Kecambah Kacang Hijau

KontrolRadiasi

Dosis 1 kGy

Radiasi

Dosis 2

kGy

Radiasi

Dosis 3

kGy

1 (08-07-’10) 2,0 cm 1,7 cm 1.6 cm 1,5 cm

2 (09-07-’10) 3,5 cm 2,8 cm 1,9 cm 1,6 cm

3 (10-07-’10) 7,5 cm 5,5 cm 4,0 cm 3,0 cm

4 (11-07-’10) 10 cm 8,0 cm 4,5 cm 3,5 cm

5 (12-07-’10) 15 cm 10 cm 5,0 cm 4,0 cm

6 (13-07-’10) 17,5 cm 11,5 cm 5,0 cm 4,0 cm

7 (14-07-’10) 23,5 cm 15 cm 5,0 cm 4,0 cm

8 (15-07-’10) 24 cm 15,5 cmMembusu

k

Membusu

k

9 (16-07-’10)Membusu

k Membusuk

Membusu

k

Membusu

k

Ket: Diradiasi pada tanggal 07 Juli 2010

Dari data di atas terlihat bahwa pertumbuhan kecambah

pada sampel kontrol lebih cepat daripada sampel–sampel yang

diradiasi dengan variasi dosis tertentu. Perbedaan ukuran

kecambah tersebut dapat dilihat pada kurva dibawah ini:

Page 34: BAB I Lampiran

34

Kurva 4.1 Efek radiasi terhadap pertumbuhan kecambah

kacang hijau

0 1 2 3 4 5 6 7 8 90

5

10

15

20

25

30

KontrolRadiasi 1 kGyRadiasi 2 kGyRadiasi 3 kGy

Dari segi ukuran kecambah, sampel–sampel yang diradiasi

memiliki ukuran kecambah yang lebih kecil. Gambar dibawah ini

memperlihatkan perbedaan panjang kecambah kacang hijau

antara sampel kontrol dengan sampel-sampel yang diradiasi

dengan dosis-dosis tertentu.

Page 35: BAB I Lampiran

35

Gambar 4.6 Hasil pengamatan efek radiasi pada kecambah

kacang hijau

B. Pembahasan

Data hasil pengamatan diketahui radiasi sinar gamma

(yang berasal dari peluruhan inti kobalt 60) berpengaruh

terhadap materi atau objek yang diradiasinya (dalam hal ini

beberapa komoditas pangan), dan memberikan efek yang

bervariasi untuk masing–masing sampel. Variasi tersebut

diantaranya; pada sampel sayuran dan buah (brokoli dan tomat)

terlihat bahwa dosis radiasi yang tepat adalah sebesar 0,5 kGy,

karena pemberian dosis yang berlebih justru pembusukan tidak

dapat dihindarkan. Hal tersebut disebabkan oleh dosis yang lebih

besar dari 0,5 kGy akan merusak sel atau jaringan sayur atau

buah, karena energi yang diterima terlalu besar. Sampel roti

memperlihatkan bahwa semakin tingggi dosis (namun tidak

melebihi dosis maksimum)12, maka masa simpannya akan

semakin lama. Begitu pun dengan sampel biji kacang hijau

kering dan bawang merah. Berbeda dengan sampel lainnya,

sampel kecambah kacang hijau memperlihatkan bahwa radiasi

dapat menghambat pertumbuhan kecambah. Kecambah yang

tidak diradiasi (sampel kontrol) dapat tumbuh dengan cepat,

sedangkan untuk sampel-sampel yang diradiasi daur

pertumbuhannya terhambat, bahkan terjadi pembusukan pada

ujung kecambah (akar). Mengenai dosis radiasi, pada sampel

kecambah kacang hijau terlihat bahwa semakin tinggi dosis

(dengan catatan tidak melebihi dosis maksimum yang 12 sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan tentang pangan iradiasi

Page 36: BAB I Lampiran

36

ditentukan), maka daur pertumbuhan kecambah akan semakin

terhambat. Dalam hal ini radiasi berperan sebagai faktor pemicu

terjadinya dormansi, yaitu suatu keadaan berhenti tumbuh yang

dialami organisme hidup atau bagiannya sebagai tanggapan atas suatu keadaan

yang tidak mendukung pertumbuhan normal.13

Dari uraian di atas terlihat bahwa sinar gamma memiliki

karakteristik tertentu, sehingga memberikan efek yang

bervariasi untuk masing-masing sampel atau materi yang

ditumbuknya. Sinar gamma merupakan sinar yang dihasilkan

oleh inti atom yang mencapai keadaan dasar (stabil). Inti atom

tersebut akan memancarkan energi dalam bentuk-bentuk paket

energi yang dinamakan foton. Foton inilah yang selanjutnya

dikenal sebagai sinar gamma (γ). Pada saat penumbukkan,

energi yang dihasilkan partikel gamma mampu mengionisasi

molekul yang dilewatinya dan dapat memutus sel DNA mikroba,

salmonela, dan lain-lain sesuai takarannya. Jika sel DNA-nya

terputus, mikroba atau organisme tersebut tidak dapat

bereplikasi dan akhirnya mati sehingga tidak dapat berkembang

biak. Bila partikel gamma digunakan untuk mengiradiasi

makanan yang sudah dikemas dan kedap udara, mikroba

pembusukan di dalamnya akan mati. Hal ini membuat makanan

tidak mudah membusuk.

13 http://id.wikipedia.org/wiki/Dormansi diakses pada tanggal 20 Juli 2010

Page 37: BAB I Lampiran

37

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari data hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa radiasi

sinar gamma (𝜸) memberikan pengaruh yang cukup signifikan

terhadap beberapa komoditas pangan, diantaranya terkait

dengan masa simpannya. Fakta memperlihatkan bahwa teknik

iradiasi pada produk pangan terbukti efektif. Hal tersebut

disebabkan karena jika sinar gamma berinteraksi dengan materi

akan menyebabkan hal–hal sebagai berikut:

1. Memutus sel DNA mikroba, salmonela, dan bakteri pembusuk

lainnya (memperlambat proses pembusukan brokoli, tomat,

Page 38: BAB I Lampiran

38

dan bawang merah, menghambat pertumbuhan jamur pada

roti).

2. Menunda pematangan sayur dan buah segar (dalam hal ini

brokoli dan tomat)

3. Menghambat pertunasan/perkecambahan (menghambat

pertumbuhan kecambah kacang hijau)

4. Membasmi serangga dan parasit (memperpanjang masa

simpan biji kacang hijau kering).

B. Saran

Terkait dengan masih banyaknya kekurangan dalam

penelitian ini, maka diharapkan:

1. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam proses radiasi

dalam keadaan steril.

2. Pemilihan sampel homogen dan dalam keadaan baik

(berukuran sama untuk berbagai variasi dosis, termasuk

sampel kontrol).

3. Ketelitian dalam proses penghitungan waktu radiasi harus

benar–benar diperhatikan (jam, menit, maupun detiknya)

agar diperoleh data yang akurat dan sesuai dengan yang

diharapkan.

4. Setelah dilakukan penelitian, ternyata dosis yang tepat untuk

peradiasian sayuran jenis brokoli adalah sebesar 0,5 kGy.

Sehingga kedepannya dapat dijadikan sebagai salah satu

acuan dalam penentuan dosis yang tepat dan dapat

diaplikasikan dalam teknik iradisi pangan jenis sayuran.

Page 39: BAB I Lampiran

39

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zainal. Pengawetan Produk Pangan dengan Teknologi

Radiasi. Jakarta: Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN),

2010

Page 40: BAB I Lampiran

40

Farkas, J. Irradiation For Better Foods. Central Food Research

Institute. Budapest, Hungary, 2006

ICGFI (International Consultative Group on Food Iradiation).

“Facts About Food Iradiation”. IAEA, Vienna.

Irawati, Zubaidah. Implementasi Iradiasi Pangan: Keamanan

Mutu, Daya Simpan dan Regulasi. Jakarta: Pusat Aplikasi

Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR)–BATAN, 2010

Irawati, Zubaidah. Aplikasi Radiasi Pengion Pada Pembuatan

Makanan Steril Untuk Keperluan Khusus. Jakarta: Pusat

Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR)–BATAN, 2008

Maha, Munsiah. Prospek penggunaan tenaga nuklir dalam bidang teknologi

pangan, Bulletin BATAN. Jakarta. 1982.

Mardiani, Dewi. Pengawetan dengan Iradiasi makanan . Jakarta,

Mei 2010

Nada Marnada, Dr. Fasilitas Iradiasi Sebagai Alternatif Perlakuan

Karantina. Jakarta: PATIR-BATAN, 2010.

Nada Marnada, Dr. Radiasi (Seminar Sehari: Pemanfaatn

Teknologi Radiasi Untuk Sterilisasi Produk Kesehatan dan

Keamanan Bahan Pangan. Jakarta, November 2007.

PATIR-BATAN. Pengawetan Komoditi Bebijian Dengan Radiasi.

Jakarta, 2010

Ridwan, Muhammad “Pemanfaatan Teknologi Radiasi Untuk Pengawetan

Makanan”, disajikan dalam. Risalah Seminar Nasional Pengawetan

Makanan Dengan Iradiasi, Jakarta, Juni 1983

Tjahyono. Studi Aspek Dosimetri Pada Proses Radiasi Bahan

Pangan dengan Sinar Gamma Kobalt-60 di PATIR–BATAN.

Jakarta, 1994.

Widjang Herry Sisworo, dkk. Isotop Dan Radiasi Untuk Kemajuan

Usaha Anda. Jakarta, 2008.

Page 41: BAB I Lampiran

41

WHO. Wholesomeness of Irradiated Food, Report of Joint FAO/IAEAfWHO

Expert Committee, Technical Report Series 659, Geneva, 1981.

http://www.batan.go.id diakses pada tanggal 19 Juli 2010

http://www.wikipedia.com diakses pada tanggal 20 Juli 2010

http://www.ristek.go.id diakses pada tanggal 20 Juli 2010

http://jurnal.pdii.lipi.go.id diakses pada tanggal 28 Juli 2010

Page 42: BAB I Lampiran

42

Lampiran 1 : Profil Batan

A. Sejarah BATAN Pasar Jumat

Keputusan Presiden nomor 230 tahun 1954 merupakan tindakan

pemerintah Republik Indonesia yang pertama kali dibidang tenaga Atom. Dengan

keputusan tersebut terbentuk panitia negara yang diketuai Prof. G.A. Siwabessy

untuk melaksanakan penyelidikan radioaktivitas. Pelaksanaan kegiatan tersebut

meningkat setelah terbentuknya Badan Tenaga Atom Internasional (International

Atomic Energi Agency) pada tahun 1957 serta diselenggarakan konferensi

penggunaan tenaga atom untuk tujuan damai.

Maka pada tanggal 5 Desember 1958 dikeluarkan peraturan pemerintah

nomor 65 tahun 1958 tentang pembentukan Dewan Tenaga Atom dan Lembaga

Tenaga Atom.

Undang-undang nomor 31 tahun 1964 tentang ketentuan ketentuan pokok

tenaga atom yang menjadi landasan hukum pembentukan Badan Tenaga Atom

Nasional (BATAN) dan menetapkan tugas pokok BATAN yaitu melaksanakan,

mengatur, mengawasi penelitian serta penggunaan Tenaga Atom di Indonesia.

Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PATIR) BATAN didirikan pada

tanggal 20 Desember 1966 dibangun diatas tanah seluas 15 ha pada komplek

Penelitian Tenaga Atom Pasar Jum’at Jakarta Selatan. Pusat Aplikasi Isotop dan

Radiasi dahulu bernama Pusat Penelitian Pasar Jum’at, berdasarkan surat

keputusan Direktur Jendral BATAN sebagai peleburan dari proyek BATAN yaitu

proyek Isotop dan Laboratorium serta Proyek bahan-bahan tenaga Atom.

Untuk kelancaran dan pengelompokan yang lebih terarah maka

dikeluarkan surat keputusan Dirjen BATAN nomor 117/DJ/07/XI/47 tanggal 7

November 1974 tentang penyerahan satu laboratorium Bahan-bahan dan Geologi

secara organisator dipindahkan dari Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jum’at

ke Direktorat Survey Geologi BATAN.

Page 43: BAB I Lampiran

43

B. Denah lokasi BATAN Pasar Jumat

Page 44: BAB I Lampiran

44

C. Struktur Organisasi BATAN

Berdasarkan: Peraturan Kepala BATAN No.392/KA/XI/2005

Page 45: BAB I Lampiran

45

E. Gedung dan ruang Iradiator Gamma di PATIR-BATAN

Gedung 40 PATIR-BATAN

Ruang depan Iradiator Panorama Serbaguna (IRPASENA)

Page 46: BAB I Lampiran

46

Lampiran 2: Fasilitas Iradiator Gamma

Irradiator Gamma Cell 220 AECL

Iradiator Gamma Chamber 4000 A

Page 47: BAB I Lampiran

47

Diagram Skematik Iradiator Panorama Serbaguna (IRPASENA)

Konsul Kendali IRPASENA

Ruang IRPASENA (operator: Bapak Armanu)

Page 48: BAB I Lampiran

48

Lampiran 3: Foto-foto Kegiatan Praktek Kerja Lapangan

Peletakan sampel pada Iradiator Panorama Serbaguna oleh operator (Bapak Armanu)

Pengendalian Iradiator Panorama Serbaguna pada ruang kontrol oleh operator (Bapak

Bonang)

Para operator Lab/penanggungjawab iradiator pada saat jam istirahat (dari

kiri:Bapak Mujiono, Bapak Supandi, Bapak Armanu, dan Bapak Edi)

Penyerahan cendera mata kepada Kepala Balai IEI sekaligus Pembimbing 1, Bapak Nada

Marnada, M.Eng, pada saat hari terakhir Praktek Kerja Lapangan

Page 49: BAB I Lampiran

49

Lampiran 4: PERMENKES No. 701 Tahun 2009 tentang Pangan Iradiasi

PERATURAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 701/MENKES/PER/VIII/2009

TENTANG

PANGAN IRADIASI

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA