BAB I KEL 5
-
Upload
anisah-muallifah -
Category
Documents
-
view
5 -
download
1
description
Transcript of BAB I KEL 5
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Menurut bahasa, kata aqidah berasal dari bahasa Arab yaitu [- �ْع�ِق�ُد�- َي َع�ِق�ُد�
artinya adalah mengikat atau mengadakan perjanjian. Sedangkan Aqidah [َع�ِق�ُد
menurut istilah adalah urusan-urusan yang harus dibenarkan oleh hati dan diterima
dengan rasa puas serta terhujam kuat dalam lubuk jiwa yang tidak dapat
digoncangkan oleh badai subhat (keragu-raguan).
Dalam definisi yang lain disebutkan bahwa aqidah adalah sesuatu yang
mengharapkan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang tentram kepadanya
dan yang menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa aqidah adalah
dasar-dasar pokok kepercayaan atau keyakinan hati seorang muslim yang bersumber
dari ajaran Islam yang wajib dipegangi oleh setiap muslim sebagai sumber keyakinan
yang mengikat.
Sementara kata “akhlak” juga berasal dari bahasa Arab, yaitu [خلق]
jamaknya [أخالق] yang artinya tingkah laku, perangai tabi’at, watak, moral atau
budi pekerti.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan budi pekerti,
kelakuan. Jadi, akhlak merupakan sikap yang telah melekat pada diri seseorang dan
secara spontan diwujudkan dalam tingkah laku atau perbuatan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian aqidah dan akhlak?
2. Bagaimana ruang lingkup aqidah dan akhlak?
1
3. Bagaimana prinsip-prinsip dasar ajaran islam dalam aspek aqidah dan akhlak?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Al
islam II yang berjudul “Prinsip-prinsip Dasar Ajaran Islam Dalam Aspek Aqidah dan
Ahlaq”.
Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa lebih
mengetahui prinsip dasar ajaran islam yang sesunggunya.
1.4 Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan melakukan studi pustaka dari berbagai referensi
dan internet.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Aqidah dan Akhlak
A. Pengertian Aqidah
Aqidah secara Bahasa
Aqidah secara bahasa berasal dari kata ( َعِقُد) yang berarti ikatan.
Secara istilah adalah keyakinan hati atas sesuatu. Kata ‘aqidah’ tersebut
dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam Islam, dan dapat pula
digunakan untuk ajaran lain di luar Islam.
Aqidah berasal dari kata “aqada” artinya ikatan dua utas tali dalam
satu buhul sehingga bersambung. Aqad berarti pula janji, ikatan
(kesepakatan) antara dua orang yang mengadakan perjanjian.
Aqidah secara Istilah
a. Menurut Hasan Al Bana :
نفسك اليها وتطمئّن� قلبك بها َيصُد�ق أن َيجب �تي ال االمور هي َعُد الْعِقا
شك� لطه َيخا وال رَيب زجه َيما ال َعنُدك َيِقينا وتكون
Aqa’id (bentuk jamak dari aqidah) artinya beberapa perkara yang
wajib diyakini oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa dan
menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-
raguan.
b. Abu Bakar Jabir al Jazairy :
�ة البُدهي الحق� َيا قضا مّن مجموَعة هي الْعِقيُدة
االنسان َعليها َيْعِقُد والفطرة والسمع بالْعِقل �مة المسل
بوجودها طْعا قا بصح�تها جازما صُدره َعليها �ي وَيثن قلبها
أبُدا َيكون أن َيصّح� �ه أن خالفها َيرى ال وثبوتها
3
Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum
(aksioma) oleh manusia berdasarakan akal, wahyu dan fitrah.
Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini
kesahihan dan keberadaannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu
yang bertentangan dengan kebenaran itu.
B. Pengertian Akhlak
Akhlak secara Bahasa
Kata “Akhlak” berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun yang
menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan
khalqun yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan
khaliq yang berarti pencipta; demikian pula dengan makhluqun yang
berarti yang diciptakan.
Akhlak secara Istilah
a. Ibnu Maskawaih memberikan definisi sebagai berikut :
GةH و�َي و�ر� Gر� ف�ك �ر� َغ�ي م�ّن� �ه�ا �ف�ْع�ال ا �ى �ل ا � له�ا Kة� ي د�اَع� Hف�ِس� �لن ل َح�اًل
Artinya:
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih
dahulu)”.
b. Imam Al-Ghozali mengemukakan definisi Akhlak sebagai berikut:
ف�ْع�اًل� �ال� ا �ص�ُد�ر� ت �ه�ا َع�ن Gخ�ة اِس� ر� Hف�ِس� الن ف�ى Gة� �ئ ه�ي َع�ّن� Kة �ار� ب َع� ل�ق� �خ� �ل ا GةH و�َي و�ر� Gر� ف�ك �ل�ى ا Gَح�اج�ة �ر� َغ�ي رGم�ّن� �س� و�َي Gة� ه�و�ل �س� ب
Artinya:
4
“Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya
timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memertrlukan
pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
c. Prof. Dr. Ahmad Amin memberikan definisi, bahwa yang disebut
akhlak “Adatul-Iradah” atau kehendak yang dibiasakan. Definisi ini
terdapat dalam suatu tulisannya yang berbunyi:
�اد�ْت� اَع�ت �َذ�ا ا اد�ة� ر� �إِل� ا Hن� أ �ى �ْع�ن َي اد�ة� ر� �ال� ا َع�اد�ة� Hه� ن
� �َأ ب �ق� ل �لخ� ا �ْع�ض�ه�ْم� ب َف� َع�ر��ق� ل �خ� �ال ب مHاة� �م�س� ال ه�ي� �ه�ا ف�ْع�اد�ت
�َأ ي ش�
Artinya:
“Sementara orang membuat definisi akhlak, bahwa yang disebut akhlak
ialah kehendak yang dibiasakan. Artinya bahwa kehendak itu bila
membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinakamakan akhlak.”
Makna kata kehendak dan kata kebiasaan dalam penyataan
tersebut dapat diartikan bahwa kehendak adalah ketentuan dari beberapa
keinginan manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan ialah perbuatan
yang diulang-ulang sehingga mudah melakukannya. Masing-masing dari
kehendak dan kebiasaan ini mempunyai kekuatan, dan gabungan dari
kekuatan dari kekuatan yang besar inilah dinamakan Akhlak.
Sekalipun ketiga definisi akhlak diatas berbeda kata-katanya,
tetapi sebenarnya tidak berjauhan maksudnya, Bahkan berdekatan
artinya satu dengan yang lain. Sehingga Prof. Kh. Farid Ma’ruf
membuat kesimpulan tentang definisi akhlak ini sebagai berikut:
“Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan
mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran
terlebih dahulu”.
2.2 Ruang Lingkup Aqidah dan Akhlak
5
A. Ruang Lingkup Aqidah
Menurut Hasan Al-Bana menujukan empat bidang yang berkaitan
dengan lingkup pembahasan mengenai aqidah, yaitu:
• Ilahiyyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
Illah (Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, asma Allah, sifat- sifat yang
wajib ada pada Allah, dan lain- lain.
• Nubuwiyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan rosul- rosul Allah, termasuk kitab suci, mu’jizat dan lain- lain.
• Ruhaniyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan
alam roh atau metafisik, seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh dan lain-
lain.
• Sam’iyat, pembahasan tentang segala sesuatu yang hamya bias diketahui
melalui sam’I (dalil naqli: Al-Qur’an dan Assunnah) seperti surga
neraka, alam barzakh, akhirat, kiamat, dan lain- lain.
B. Ruang Lingkup Akhlak
• Akhlak terhadap diri sendiri
meliputi kewajiban terhadap dirinya disertai dengan larangan merusak,
membinasakan dan menganiyaya diri baik secara jasmani (memotong dan
merusak badan), maupun secara rohani (membirkan larut dalam
kesedihan).
• Akhlak dalam keluarga
meliputi segala sikap dan perilaku dalam keluarga, contohnya berbakti
pada orang tua, menghormati orang tua dan tidak berkata-kata yang
menyakitkan mereka.
• Akhlak dalam masyarakat
meliputi sikap kita dalam menjalani kehidupan soaial, menolong sesama,
menciptakan masyarakat yang adil yang berlandaskan Al-Qur’an dan
hadist
6
• Akhlak dalam bernegara
meliputi kepatuhan terhadap Ulil Amri selama tidak bermaksiat kepada
agama, ikut serta dalam membangun Negara dalam bentuk lisan maupun
fikiran.
2.3 Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Islam Dalam Aspek Aqidah Dan Akhlak
A. Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Islam Dalam Aspek Aqidah
1. Aqidah Islam sebagai sesuatu yang diwahyukan Allah
Aqidah Islam itu bersumber dari wahyu Allah yang diturunkan
melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW, untuk diajarkan kepada
ummatnya dan terpelihara kemurniaannya sampai hari akhir zaman.
Aqidah Islam bukanlah hasil rekayasa perasaan atau pemikiran
Nabi Muhammad SAW sendiri, akan tetapi merupakan ajaran langsung
dari Allah SWT sebagaimana yang disebutkan di dalam al-Quran, surat
al-Najm ayat 3-4:
Artinya:
”Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan
hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).” (QS. Al-Najm:3-4)
2. Aqidah Islam pada Dasarnya Tidak Berbeda dengan Aqidah yang
Diajarkan oleh Para Nabi Terdahulu
Nabi dan Rasul bertugas menyampaikan ajaran-ajaran Allah, oleh
karena sumber ajaran yang dibawakan oleh para nabi dan rasul itu
7
adalah satu, yaitu berasal dari Allah, maka isi ajaran yang diajarkan
sejak nabi Adam hingga Nabi Muhammad adalah sama, yaitu Islam.
Sehingga di antara mereka tidak ada perbedaan dalam mengajarkan
aqidah kepada ummatnya.
Allah berfirman dalam surat Asy-Syuura, ayat 13:
Artinya:
“Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan
kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa
dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu
seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan member petunjuk kepada (agama)-Nya orang
yang kembali (kepada-Nya).
Agama yang dimaksud di sini adalah mengesakan Allah, beriman
kepada-Nya. Jadi jelas bahwa aqidah Islam yang diajarkan oleh Nabi
Muhammad adalah sama seperti yang diajarkan oleh para nabi dan rasul
terdahulu.
Perbedaan ajaran para nabi dan rasul terdahulu itu hanya terletak
pada syari’at-syari’atnya yang berupa amalan-amalan. Perbedaan
syari’at itu terjadi karena perbedaan situasi, cara berfikir, kondisi sosial
yang ada, dan sesuai dengan cara pandang msyarakat pada masanya.
8
3. Aqidah Islam meluruskan Aqidah-aqidah yang Diselewengkan
Aqidah Islam yang dibawa dan diajarkan Nabi Muhammad bukan
aqidah yang baru atau merombak aqidah yang diajarkan para nabi dan
rasul terdahulu. Melainkan hanya meluruskan aqidah yang dibawa
mereka setelah diselewengkan oleh umatnya terdahulu.
Aqidah yang diselewengkan misalnya, adalah penyelewengan
yang dilakukan oleh orang-orang yahudi terhadap nabi Sulaiman putra
Dawud, mereka menuduh nabi Sulaiman menghimpun kitab yang
mengandung sihir dan disimpannya di bawah tahtanya, kemudian
dikeluarkan dan disiarkan. Dalam usaha mengacaukan ajaran Islam
(aqidah Islam), orang-orang yahudi berusaha menyebarkan sihir yang
mereka anggap berasal dari bani Sulaiman. Padahal sebenarnya nabi
Sulaiman tidak mengajarkan atau mempraktikkan sihir. Beliau jelas
mengetahui dan memahami bahwa perbuatan sihir adalah termasuk
pengingkaran terhadap Allah Azza wa Jalla. Sebab sihir sebenarnya
adalah tipuan dan muslihat yang hanya dilakukan oleh setan.
Dalam hal ini Allah berfirman :
9
Artinya:
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa
kerajaan sulaimaan (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu
mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan
sihir), hanya syaitan-syaitan yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka
mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua
orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya
tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: “
Maka mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya
kepada seorangpun, kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari
sesuatu yang tidak memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi
manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah menyakini bahwa barang
siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu,tiadalah baginya
keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual
dirimya dengan sihir, kalau mereka mengetahui.”
Contoh lain dari penyelewengan aqidah adalah penyimpangan
orang-orang yahudi dan nasrani dalam memahami Isa al-Masih. Islam
menjelaskan bahwa nabi Isa adalah putra Maryam yang diangkat oleh
Allah menjadi rasul-Nya. Isa adalah anak suci dan bukan anak zina
seperti yang dituduhkan oleh orang-orang Yahudi. Beliau juga manusia
biasa yang memiliki kelebihan, dan kemudian diangkat oleh Allah
menjadi rasul-Nya. Beliau juga bukan Tuhan seperti yang dituduhkan
orang Nasrani kepadanya.
Orang yahudi mengingkari keberadaan nabi Isa. Mereka menuduh
Maryam melakukan zina dengan seorang yang bernama Yusuf al-Najjar,
sehingga melahirkan Isa. Mereka menuduh Isa adalah anak zina. Selain
itu orang yahudi dan nasrani melakukan kesalahan, karena mengakui
telah membunuh dan melakukan penyaliban terhadap Isa putra Maryam,
padahal mereka sebetulnya tidak membunuhnya dan tidak pula
10
menyalibnya. Akan tetapi yang mereka bunuh dan disalib adalah orang
yang diserupakan Isa bernama Yudas Iskariot bekas muridnya.
Jelaslah bahwa Islam datang untuk meluruskan penyelewengan-
penyelewengan aqidah yang dilakukan oleh ummat terdahulu. Islam
memberikan informasi dan pengukuhan bahwa aqidah Islam adalah
aqidah atau keyakinan yang benar dan lurus serta wajib untuk dianut dan
dipertahankan oleh seluruh ummat manusia.
B. Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Islam Dalam Aspek Akhlak
Dalam ajaran Islam yang menjadi dasar-dasar akhlak adalah
berupa al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Baik dan buruk
dalam akhlak Islam ukurannya adalah baik dan buruk menurut kedua
sumber itu, bukan baik dan buruk menurut ukuran manusia. Sebab jika
ukurannya adalah manusia, maka baik dan buruk itu bisa berbeda-beda.
Seseorang mengatakan bahwa sesuatu itu baik, tetapi orang lain belum
tentu menganggapnya baik. Begitu juga sebaliknya, seseorang menyebut
sesuatu itu buruk, padahal yang lain bisa saja menyebutnya baik.
Semua ummat Islam sepakat pada kedua dasar pokok itu (al-
Quran dan Sunnah) sebagai dalil naqli yang tinggal mentransfernya dari
Allah Swt, dan Rasulullah Saw. Keduanya hingga sekarang masih
terjaga keautentikannya, kecuali Sunnah Nabi yang memang dalam
perkembangannya banyak ditemukan hadis-hadis yang tidak benar
(dha’if/palsu).
Melalui kedua sumber inilah kita dapat memahami bahwa sifat
sabar, tawakkal, syukur, pemaaf, dan pemurah termasuk sifat-sifat yang
baik dan mulia. Sebaliknya, kita juga memahami bahwa sifat-sifat
syirik, kufur, nifaq, ujub, takabur, dan hasad merupakan sifat-sifat
tercela. Jika kedua sumber itu tidak menegaskan mengenai nilai dari
sifat-sifat tersebut, akal manusia mungkin akan memberikan nilai yang
berbeda-beda. Namun demikian, Islam tidak menafikan adanya standar
11
lain selain al-Quran dan Sunnah untuk menentukan baik dan buruknya
akhlak manusia.
Selain itu standar lain yang dapat dijadikan untuk menentukan
baik dan buruk adalah akal dan nurani manusia serta pandangan
umum masyarakat. Islam adalah agama yang sangat mementingkan
Akhlak dari pada masalah-masalah lain. Karena misi Nabi Muhammad
diutus untuk menyempurnakan Akhlak. Manusia dengan hati nuraninya
dapat juga menentukan ukuran baik dan buruk, sebab Allah memberikan
potensi dasar kepada manusia berupa tauhid. Allah Swt. berfirman:
Artinya:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka
menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
“Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)”.” (QS. al-A’raf: 172).
Prinsip Akhlak dalam Islam terletak pada Moral Force. Moral
Force Akhlak Islam adalah terletak pada iman sebagai Internal Power
yang dimiliki oleh setiap orang mukmin yang berfungsi sebagai motor
penggerak dan motivasi terbentuknya kehendak untuk merefleksikan
dalam tata rasa, tata karsa, dan tata karya yang kongkret. Dalam
hubungan ini Rosulullah Saw, bersabda:
12
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik
akhlaknya. Dan sebaik-baik diantara kamu ialah yang paling baik
kepada istrinya”
Selain itu yang menjadi dasar pijakan Akhlak adalah Iman, Islam,
dan Islam. Al-Qur’an menggambarkan bahwa setiap orang yang
beriman itu niscaya memiliki akhlak yang mulia yang diandaikan seperti
pohon iman yang indah hal ini dapat dilihat pada surat Ibrahim ayat 24,
yang berbunyi:
Artinya:
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh
dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya
pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu
ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk,
yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak
dapat tetap (tegak) sedikit pun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang
yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia
dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan
memperbuat apa yang Dia kehendaki”.
Dari ayat diatas dapat kita ambil contoh bahwa ciri khas orang
yang beriman adalah indah perangainya dan santun tutur katanya, tegar
dan teguh pendirian (tidak terombang ambing), mengayomi atau
melindungi sesama, mengerjakan buah amal yang dapat dinikmati oleh
lingkungan. Namun disisi lain, sebenarnya masih banyak teori-teori
13
yang berbicara mengenai dasar-dasar akhlak dengan menafikan
pemikiran Islam, seperti relativisme akhlak. Yang mana berkat
pembuktian realisme, maka kemutlakan akhlak adalah pendapat yang
sahih dan relativisme akhlak tidak dapat diterima.
Ada sebuah ungkapan yang mengatakan bahwa, kita akan
memanen apa yang kita tanam. Dari ungkapan tersebut dapat kita tarik
benang merah, bahwasannya apa yang kita lakukan tidak ada
hubungannya dengan sesuatu diluar diri kta, karena hubungan perbuatan
kita berhubungan langsung dengan Tuhan. Tanpa ada pihak ke-3. Oleh
karena itulah dasar Ahklak memerlukan Disipln Moral.
Kant, filosof Jerman berpendapat bahwa Rasio Spekulatif, yaitu
agen didalam mekanisme tidak bernilai tinggi; namun rasio praktis,
yaitu agen dari pelaksanaan hal-hal praktis, yang juga dimaknai sebagai
“kesadaran akhlak” memiliki kegunaan yang pasti dan printah-
printahnya bersifat mengikat. Dan hal ini sering di maknai sebagai
“kesadaran akhlak”.
14
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan1. Aqidah adalah sesuatu yang mengharuskan hati membenarkannya,
membuat jiwa tenang, dan menjadi keprcayaan yang bersih dari
kebimbangan dan keraguan. Dan ruang lingkunya meliputi rukun iman.
2. Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena
akhlak mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi’at, perangai,
karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya
dengan Khaliq atau dengan sesama makhluk.
3. Ruang lingkup aqidah Islam meliputi penanaman, pemahaman, dan
keyakinan terhadap aqidah Islam agar tetap terpelihara pada setiap diri
orang muslim.
4. Ruang lingkup akhlak islam itu sendiri meliputi beberapaasfek yang
sangat berkaitan dalam kehidupan, seperti akhlak terhadap diri sendiri,
akhlak dalam berkeluarga, akhlak dalam masyarakat, akhlak dalam
bernegara, dan akhlak terhadap agama.
5. Aqidah Islam bukanlah hasil rekayasa perasaan atau pikiran Nabi
Muhammad SAW sendiri, melainkan merupakan ajaran langsung dari
Allah SWT. Landasan aqidah Islam, dan tidaklah yang diucapkan itu
menurut keinginannya. Akan tetapi, tidak lain adalah wahyu yang
diwahyukan kepadanya. (QS. Al-Najm:3-4)
6. Ajaran Islam menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dasar akhlak,
dan menjadikan kedua sumber tersebut sebagai ukuran baik dan buruknya
sebuah akhlak. Serta Islam tidak menapikan akal dan nurani sebagai alat
untuk menentukan nilai baik dan buruk.Selain itu akhlak dalam islam
terletak pada Moral Force yang merupakan Internal Power yang dimiliki
oleh setiap orang mukmin yang berfungsi sebagai motor penggerak dan
15
motivasi terbentuknya kehendak untuk merefleksikan dalam tata rasa, tata
karsa, dan tata karya yang kongkret.
3.2 SaranDengan dibuatnya makalah tentang al islam diharapkan nantinya
akan memberi manfaat bagi para pembaca, terutama pemahaman yang
berhubungan dengan bagaimana prinsip-prinsip dasar ajaran islam dalam
aspek aqidah dan ahlaq..
Namun penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saran maupun kritik yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah ini, dengan
demikian penulisan makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis atau pihak lain
yang membutuhkannya.
16