BAB I - II AdkL Conblok Selorejo

download BAB I - II AdkL Conblok Selorejo

of 19

description

abcd

Transcript of BAB I - II AdkL Conblok Selorejo

19

BAB I

PENDAHULUANA. Latar BelakangDalam era pembangunan sekarang ini, industri di Indonesia tumbuh sangat pesat, baik industri besar ataupun kecil dan industri formal maupun informal. Keberadaan industri tersebut di pengaruhi karena meningkatnya permintaan masyarakat akan kebutuhan yang harus di penuhi.

Perkembangan industri di Indonesia pada umumnya tidak merata, sehingga masalah lingkungan hidup yang timbul juga berbeda. Kota dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menimbulkan masalah lingkungan hidup yang berbeda dengan kota yang laju pertumbuhan penduduknya rendah. Kebutuhan untuk memenuhi hidup juga berbeda. Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan jumlah penduduk yang relatif banyak yang menyebabkan berkembangnya pula berbagai aktifitas terutama oleh kegiatan sektor perindustrian, perdagangan, dan transportasi yang secara tidak sadar mengahasilkan berbagai masalah kesehatan lingkungan. Masalah kesehatan lingkungan yaing dimaksud antara lain seperti pencahayaan, kebisingan, suhu, kelembaban dan kadar debu.Salah satu jenis industri yang terdapat di Yogyakarta adalah industri timbangan X yang terletak di Keparakan Lor, Yogyakarta. Industri timbangan semakin berkembang seiring dengan meningkatnya kebutuhan terhadap timbangan. Timbangan adalah alat yang dipakai melakukan pengukuran massa suatu benda dan merupakan suatu benda yang penting dalam sektor perdagangan.Alasan pemilihan lokasi penelitian di industri timbangan X adalah karena letak industri yang berada di tengah-tengah pemukiman. Sehingga keberadaan industri timbangan X akan berdampak langsung ke masyarakat. Selain itu sebelumnya belum pernah dilakukan penelitian di lokasi tersebut oleh mahasiswa Poltekkes Yogyakarta.

Usaha pembuatan timbangan X ini telah dilakukan keluarga Pak Supardi sejak 1975 dan dilakukan secara turun-temurun. Bahan baku yang digunakan adalah plat yang kemudian dibentuk dan dirakit menjadi sebuah timbangan. Setelah itu timbangan di cat sesuai warna yang dikehendaki agar lebih menarik. Dengan 6 orang pekerja, dalam seminggu, pabrik Pak Supardi memproduksi sekitar 120 timbangan. Masing-masing timbangan dihargai 260 ribu rupiah. Untuk pemasarannya, pemilik pabrik timbangan X tidak perlu repot-repot karena semua timbangan ini sudah ada yang mengambil secara rutin.Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja pekerja di pabrik timbangan "X" antara lain Pencahayaan, Suhu, Kelembaban, Kebisingan dan Kadar Debu. Pencahayaan yang terlalu redup atau terlalu silau maka akan menyebabkan kelelahan mata yang selanjutnya menjadi kelelahan kerja bahkan kecelakaan kerja yang akan menurunkan produktivitas dalam bekerja. Sistem pencahayaan yang baik akan memungkinkan kita dapat beraktivitas atau pun bekerja dalam keseharian kita secara jelas, tepat tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Pencahayaan mempunyai pengaruh terhadap kesehatan mata sendiri. Bahkan, lebih jauh lagi terhadap keselamatan kerja dan produktivitas kerja. Kebisingan yang dimaksud adalah suara yang tidak diinginkan dan mengganggu. Suara ini berasal dari suara pukulan alat dan mesin yang digunakan untuk membentuk plat menjadi timbangan. Apabila kebisingan melebihi standar, yaitu 60-70 dB akan menimbulkan dampak bagi pekerjanya yaitu gangguan pendengaran dan gangguan psikologis, sehingga mempengaruhi kinerja pekerja.Suhu dan kelembaban juga sangat mempengaruhi kinerja pekerja. Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Kelembaban adalah. Suhu yang sesuai standar berkisar antara 18 28oC sedangkan standar untuk kelembaban adalah presentase jumlah uap air yang terdapat di udara. Apabila suhu dan kelembaban tidak memenuhi standar, maka akan mengganggu kenyamanan pekerja sehingga menurunkan produktivitas. Debu merupakan campuran partikulat organik dan anorganik yang terdapat di udara. Dalam hal ini debu berasal dari serpihan plat sebagai bahan baku pembuatan timbangan . Saat plat dibentuk dengan mesin ataupun manual, ada serpihan yang terlempar dan menyatu di udara. Berdasarkan Kepmenkes RI No 1405 /Menkes/SK/XI/2002 nilai ambang batas kadar debu yaitu 1,5 mg/m3 setiap 8 jam.B. Rumusan Masalah

1. Apakah pencahayaan di pabrik timbangan X sudah memenuhi kebutuhan ?2. Apakah suhu dan kelembaban di pabrik timbangan X sudah memenuhi standar ?3. Apakah intensitas kebisingan di pabrik timbangan X sudah memenuhi standar ?

4. Apakah kadar debu di pabrik timbangan X sudah memenuhi standar ?C. Tujuan 1. Mengetahui intensitas pencahayaan di pabrik timbangan X apakah sesuai dengan standar atau tidak.2. Mengetahui suhu dan kelembaban di pabrik timbangan X apakah sesuai dengan standar atau tidak.3. Mengetahui intensitas kebisingan di pabrik timbangan X apakah sesuai dengan standar atau tidak.4. Mengetahui kadar debu di pabrik timbangan X apakah sesuai dengan standar atau tidak.D. Ruang Lingkup

1. Lokasi

Lokasi penelitian terletak di Pabrik Timbangan X di Keparakan Lor, Yogyakarta.2. Waktu

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 20123. Parameter pemeriksaan

a. Intensitas pencahayaanb. Suhu dan kelembabanc. Kebisingand. Kadar debuE. Manfaat

1. Bagi Masyarakat

a. Mengetahui dampak pencahayaan yang tidak baik di lingkungan kerja.b. Mengetahui pengaruh suhu dan kelembaban yang tidak sesuai standar terhadap pekerja.c. Mengetahui bahaya yang terjadi akibat kebisingan yang melewati ambang batas.d. Megetahui dampak kadar debu yang melewati ambang batas.2. Bagi mahasiswa

Menambah pengetahuan tentang cara mengukur intensitas pencahayaan, suhu, kelembaban, kebisingan dan kadar debu di pabrik timbangan X di Keparakan Lor, Yogyakarta.BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Pencahayaaan1. Pengertian Pencahayaan

Pencahayaan berasal dari terjemahan kata illumination yang dapat diartikan sebagai pencahayaan cahaya pada suatu obyek. Pencahayaan sangat dikaitkan dengan visual (penglihatan) yaitu mengenai kelebihan atau kekurangan intensitas cahaya yang menerangi obyek penelitian (Sumamur, 1994). Kuat pencahayaan adalah banyaknya sinar cahaya yang diterima. Satuan yang digunakan adalah lux dimana satu lux adalah kuat pencahayaan pada sebuah bidang yang biasanya 1 m2, menerima sinar cahaya 1 lumen (Sumamur, 1994).

2. Pengertian Pencahayaan di Tempat Kerja

Pencahayaan di tempat kerja adalah intensitas suatu sumber cahaya yang menerangi benda di tempat kerja. Pencahayaan dapat berasal dari cahaya alami dan buatan (Sumamur, 1995). Intensitas pencahayaan juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja dalam industri, kekurangan pada lingkungan fisik dalam bentuk yang kurang sesuai dengan jenis pekerjaan dapat menyebabkan cepat lelah, kejenuhan dalam bekerja dan menimbulkan gangguan psikis (Depkes, 1991). Jadi pencahayaan merupakan salah satu komponen agar pekerja dapat bekerja/mengamati benda yang sedang dikerjakan secara jelas, cepat, nyaman dan aman. Lebih dari itu pencahayaan yang memadai akan memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang menyegarkan (Subaris dan Haryono, 2007).

3. Sumber Pencahayaan

Siswanto (1993) menerangkan sumber pencahayaan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Pencahayaan Alami

Sumber pencahayaan alami berasal dari sinar alami pada waktu siang hari untuk keadaan selama 12 jam dalam sehari, untuk mendapatkan cahaya matahari harus memperhatikan letak jendela dan lebar jendela. Luas jendela untuk pencahayaan alami sekitar 20% luas lantai ruangan. Pencahayaan alami dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : musim, waktu, jam, jauh dekatnya gedung yang bersebelahan, dan luas jalan masuk pencahayaan alami.

Pandapotan (1989), menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi jumlah cahaya siang sering yang memasuki ruangan yaitu :

1) CuacaPada hari yang cerah kekuatan ilumensi sinar matahari lebih tinggi dibandingkan hari yang mendung.

2) Tinggi tempat permukaan lautDaerah pegunungan biasanya sering kabut sehingga sinar matahari yang diterima menjadi berkurang.3) WaktuKekuatan iluminasi sinar matahari pada waktu siang lebih besar pada waktu sore.

4) Ada atau tidaknya embunEmbun, kabut dari asap mengurangi sinar matahari yang masuk ke ruangan.

5) Jauh dekatnya dan rendah tingginya gedungDekat dan tingginya gedung yang besebelahan dapat mempengaruhi jumlah sinar yang masuk dalam ruangan sehingga rumah perlu diatur letaknya.

6) Ukuran dan posisi letak jendelaJendela yang kecil dan salah dalam penempatannya akan mengurangi jumlah sinar yang masuk terutama ke sudut ruangan.

b. Pencahayaan Buatan

Sumber pencahayaan buatan berasal dari lampu buatan seperti listrik, gas, atau minyak. Pencahayaan buatan dari suatu tempat kerja bertujuan menunjang dan melengkapi pencahayaan alami, juga dimaksudkan agar suatu ruangan kerja tercipta suasana yang menyenangkan dan terasa nyaman untuk mata.

Sumamur (1998), menjelaskan bahwa dalam penggunaan pencahayaan listrik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Pencahayaan listrik harus cukup intensitasnya sesuai dengan pekerjaan yang dilakukan.

2) Pencahayaan listrik tidak menimbulkan pertambahan suhu udara di tempat kerja yang berlebihan. Jika hal itu terjadi, maka diusahakan suhu dapat turun, misalnya dengan ventilasi dan kipas angin.

3) Sumber cahaya listrik harus memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tepat, menyebar, merata tidak berkedip-kedip, tidak menyilaukan, serta tidak menimbulkan bayangan yang mengganggu.

4. Pengaruh Pencahayaan yang Kurang Baik

Pencahayaan yang kurang baik ditandai oleh cahaya yang tidak cukup, cahaya yang menyilaukan, penyebaran yang tidak merata dan ketidakcocokan warna dapat menyebabkan kelelahan mata dan sakit kepala. Selain itu pencahayaan yang kurang baik juga dapat mengurangi efisiensi kerja dan merupakan penyebab yang biasa dari kecelakaan kerja (Hersusanto, 1995). Pencahayaan yang buruk dapat berakibat kelelahan mata, memperpanjang waktu kerja, keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata, kerusakan indra mata dan kelelahan mental. Timbulnya kelelahan pada mata mengakibatkan berkurangnya daya dan efisiensi kerja, menimbulkan kelelahan kerja serta meningkatkan kecelakaan kerja (Wardhani, 2004).Andarwendah (1991), menyebutkan bahwa apabila pencahayaan dalam tempat kerja tidak terpenuhi maka akan berakibat pada :

a. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja.

b. Kelelahan mental.

c. Keluhan pegal di sekitar mata dan sakit kepala di sekitar mata.

d. Kerusakan alat penglihatan.

e. Meningkatnya kecelakaan.

5. Persyaratan Pencahayaan

Intensitas pencahayaan yang dibutuhkan di masing-masing tempat kerja ditentukan dari jenis dan sifat pekerjaan yang dilakukan. Semakin tinggi tingkat ketelitian suatu pekerjaan, maka akan semakin besar kebutuhan intensitas pencahayaan yang diperlukan, demikian juga sebaliknya. Pembagian tingkat pencahayaan dan intensitas pencahayaan diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, Kebersihan Serta Pencahayaan Dalam Tempat Kerja pasal 14 yang dikelompokkan menjadi:a. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya membedakan barang kasar yaitu 50 lux (5 ft candles).

Contoh : mengerjakan bahan-bahan yang besar.

b. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan-pekerjaan yang membedakan barang-barang kecil secara sepintas lalu yaitu 100 lux (10 ft candles).

Contoh : mengerjakan bahan-bahan pertanian.

c. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang-barang kecil yang agak teliti yaitu 200 lux (20 ft candles).

Contoh : menjahit tekstil dan pemasangan alat-alat yang sedang.

d. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan pembedaan yang teliti daripada barangbarang kecil dan halus yaitu 300 lux (30 ft candles).

Contoh : pembuatan tepung.

e. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang-barang halus dengan contrast yang sedang dan dalam waktu yang lama yaitu 500-1000 lux (50-100 ft candles).

Contoh : pekerjaan kayu yang halus (ukir-ukiran)

f. Pencahayaan yang cukup untuk pekerjaan membeda-bedakan barang-barang yang sangat halus dengan contrast yang sangat kurang untuk waktu yang lama yaitu 2000 lux (200 ft candles).

Contoh : pemasangan yang ekstra halus (arloji).Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1405 tahun 2002 kebutuhan pencahayaan di ruang kerja adalah sebesar 100 lux.

6. Cara Pengukuran Pencahayaan

Budiono (2003), menyebutkan bahwa pengukuran intensitas pencahayaan dilakukan dengan menggunakan alat Lux Meter atau Ligh Meter. Alat ini bekerja berdasarkan pengubahan energi cahaya menjadi energi listrik oleh photo electric cell. Intensitas pencahayaan diukur dengan dua cara, yaitu:a. Pencahayaan umum, penentuan titik setiap meter persegi luas lantai, dengan tinggi pengukuran kurang lebih 85 cm dari lantai.

b. Pencahayaan lokal, diukur di tempat atau meja kerja pada obyek yang dilihat oleh tenaga kerja. Intensitas pencahayaan dinyatakan dalam Lux.7. Perencanaan Pemenuhan Kebutuhan Pencahayaan

Pemenuhan kebutuhan pencahayaan tergantung dari kondisi yang ada, dan yang efektif. Pemenuhan kebutuhan yang sesuai dan aplikatif dapat membantu kegiatan yang sedang berlangsung.

Secara garis besar langkah-langkah perencanaan pemenuhan kebutuhan masalah pencahayaan di tempat kerja (Anonim, 2007), yaitu:

a. Modifikasi sistem pencahayaan yang sudah ada, seperti:1) Menaikkan atau menurunkan letak lampu didasarkan pada objek kerja.

2) Mengubah posisi lampu.

3) Menambah atau mengurangi jumlah lampu.4) Mengganti jenis lampu yang lebih sesuai.

5) Mengganti tudung lampu.

6) Mengganti warna lampu yang digunakan.

b. Modifikasi pekerjaan, seperti:

1) Membawa pekerjaan lebih dekat ke mata, sehingga objek dapat dilihat dengan jelas.

2) Mengubah posisi kerja untuk menghindari bayang-bayang, pantulan, sumber kesilauan dan kerusakan penglihatan.

c. Pemeliharaan dan pembersihan lampu, seperti:

1) Membersihkan debu-debu yang menempel pada lampu.

2) Pemeliharaan secara berkala pada lampu.

d. Penyediaan pencahayaan lokal, seperti:

1) Posisi sumber pencahayaan yang sesuai di tempat kerja.

2) Obyek yang diterangi harus jelas.

B. Kebisingan1. Pengertian BunyiBunyi adalah perubahan tekanan yang dapat dideteksi oleh telinga atau kompresi mekanikal atau gelombang longitudinal yang merambat melalui medium, medium atau zat perantara ini dapat berupa zat cair, padat, gas.

Kebanyakan suara adalah merupakan gabungan berbagai sinyal, tetapi suara murni secara teoritis dapat dijelaskan dengan kecepatan osilasi atau frekuensi yang diukur dalam Hertz (Hz) dan amplitude atau kenyaringan bunyi dengan pengukuran dalam desibel. Manusia mendengar bunyi saat gelombang bunyi, yaitu getaran udara atau medium lain, sampai kegendang telinga manusia. Batas frekuensi bunyi yang dapat didengar oleh telinga manusia kira-kira dari 20 Hz sampai 20 kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dalam kurva responya. Suara diatas 20 kHz disebut ultrasonic dan dibawah 20 Hz disebut infrasonik.2. Pengertian Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan dan kenyamanan lingkungan yang dinyatakan dalam satuan desibel (dB). Kebisingan juga dapat didefinisikan sebagai bunyi yang tidak disukai, suara yang mengganggu atau bunyi yang menjengkelkan. Berdasarkan Kepmenaker, kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat, proses produksi yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan pendengaran.

Bunyi yang menimbulkan kebisingan disebabkan oleh sumber suara yang bergetar. Getaran sumber suara ini mengganggu keseimbangan molekul udara sekitarnya sehingga molekul-molekul udara ikut bergetar. Getaran sumber ini menyebabkan terjadinya gelombang rambatan energi mekanis dalam medium udara menurut pola ramatan longitudinal. Rambatan gelombang diudara ini dikenal sebagai suara atau bunyi sedangkan dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan.

3. Sumber kebisinganSumber bising ialah sumber bunyi yang kehadirannya dianggap mengganggu pendengaran baik dari sumber bergerak maupun tidak bergerak. Umumnya sumber kebisingan dapat berasal dari kegiatan industri, perdagangan, pembangunan, alat pembangkit tenaga, alat pengangkut dan kegiatan rumah tangga. Di Industri, sumber kebisingan dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu :a. Mesin

Kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesin.b. VibrasiKebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan akibat gesekan, benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi pada roda gigi, roda gila, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.

c. Pergerakan udara, gas dan cairan

Kebisingan ini di timbulkan akibat pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan lain-lain.4. Dampak Kebisingan

a. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah ( 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan evek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak nafas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.

b. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.c. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang.

d. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.

e. Efek pada pendengaran

Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan pemuliahan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas kefrekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan.

Macam-macam gangguan pendengaran (ketulian), dapat dibagi atas :1) Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali.

2) Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis), besarnya PTS di pengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :

(a) Tingginya level suara(b) Lama paparan(c) Spektrum suara(d) Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan terjadi TTS akan lebih besar(e) Kepekaan individu(f) Pengaruh obat-obatan, beberapa obat-obatan dapat memperberat (pengaruh synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaan dengan kontak suara, misalnya quinine, aspirin, dan beberapa obat lainnya(g) Keadaan Kesehatan3) Trauma Akustik Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.4) PrebycusisPenurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan gejala yang dialami hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis (menurunnya daya dengar pada nada tinggi). Gejala ini harus diperhitungkan jika menilai penurunan daya dengar akibat pajanan bising ditempat kerja.5) TinitusTinitus merupakan suatu tanda gejala awal terjadinya gangguan pendengaran . Gejala yang ditimbulkan yaitu telinga berdenging. Orang yang dapat merasakan tinitus dapat merasakan gejala tersebut pada saat keadaan hening seperti saat tidur malam hari atau saat berada diruang pemeriksaan audiometri (ILO, 1998).5. Nilai Ambang Batas KebisinganBerdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 718/MENKES/PER/XI/1987, nilai ambang kebisingan di bagi menjadi beberapa zona :

a. Zona A (Kebisingan antara 35 dB sampai 45 dB)

Zona yang diperuntukkan bagi penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial dan sejenisnya.

b. Zona B (Kebisingan antara 45 dB sampai 55 dB)

Zona yang diperuntukkan bagi perumahan, tempat pendidikan, rekreasi dan sejenisnya.

c. Zona C (Kebisingan antara 50 dB sampai 60 dB)

Zona yang diperuntukkan bagi perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar dan sejenisnya.

d. Zona D (Kebisingan antara 60 dB sampai 70 dB)

Zona yang diperuntukkan bagi industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bus dan sejenisnya.C. Suhu dan Kelembaban1. SuhuSuhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut. Suhu juga disebut temperatur yang diukur dengan alat termometer.2. KelembabanKelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau apda kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air (pada keadaan jenuh) tergantung pada suhu udara.

Defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap aktual. Pengembunan akan terjadi bila kelembaban nisbi mencapai 100 %.3. Standar Suhu dan Kelembaban

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri baku mutu suhu berkisar antara 18 28oC dan kelembaban sebesar 40-60 %.

D. Kadar Debu1. Pengertian Debu

Partikulat debu adalah campuran dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang layang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara. Partikel debu pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda, dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbeda pula, tergantung dari mana sumber emisinya. Berdasarkan KeputusanMenteri Kesehatan RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang nilai ambang batas (NAB) kadar debu diudara tidak boleh lebih dari 0,15 mg/m3 setiap 8 jam.Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik.

Partikulat debu melayang juga dihasilkan dari kepadatan kendaraan bermotor.yang dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relative lama dalam keadaan melayang-layang dan dapat masuk melalui saluran pernafasan.Debu memiliki karakter atau sifat yang berbeda-beda, antara lain debu fisik (debu tanah, batu, dan mineral), debu kimia (debu organik dan anorganik), dan debu biologis (virus, bakteri, kista), debu eksplosif atau debu yang mudah terbakar (batu bara, Pb), debu radioaktif (uranium, tutonium), debu inert (debu yang tidak bereaksi kimia dengan zat lain). 2. Klasifikasi DebuBerdasarkan macamnya, debu dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yaitu:a. Debu organik adalah debu yang berasal dari makhluk hidup (debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dan sebagainya).

b. Debu metal adalah debu yang di dalamnya terkandung unsur-unsur logam (Pb, Hg, Cd, dan Arsen)

c. Debu mineral ialah debu yang di dalamnya terkandung senyawa kompleks ( SiO2, SiO3, dll).

Menurut Depkes RI Ditjen PPM dan PL, Dampak Pemanfaatan Batubara Terhadap Kesehatan tahun 2001 berdasarkan macamnya, ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit pada saluran pernafasan. Dari hasil penelitian ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut :

a. Partikel diameter > 5,0 mikron terkumpul di hidung dan tenggorokan., ini dapat menimbulkan efek berupa iritasi yang ditandai dengan gejala faringitis.

b. Partikel diameter 0,5 5,0 mikron terkumpul di paru paru hingga alveoli, ini dapat menimbulkan efek berupa bronchitis, alergi, atau asma

c. Partikel diameter < 0,5 mikron terkumpul di alveoli dan dapat terabsorbsi ke dalam darah.

Keterangan :

* = Partikel debu > 5,0 * = Partikel debu < 0,5

* = Partikel debu 0,5 5,0 3. Gangguan kesehatah yang disebabkan oleh debuPneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru.Penyakit pnemokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru.Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu Silikosis, Asbestosis, Bisinosis, Antrakosis dan Beriliosis.E. Pengelolaan Lingkungan

Pengelolaan lingkungan ialah usaha atau upaya agar tanah, air dan udara tidak tercemar oleh air buangan, sehinngga tidak menimbulkan pencemaran potensial lebih lanjut terhadap penderita pencemaran potensial yaitu manusia dan makhluk hidup lain. Tujuan pengelolaan adalah terkendalinya dan terpeliharanya kesehatan lingkungan secara menyeluruh. Cara pengelolaan air buangan dilakukan berdasarkan jenis dan sumber air buangan, serta memperhatikan besar debit buangan persatuan waktu. Agar tidak terlalu besar sistem pengumpulan air buangan dengan konsentrasi pencemar atau polutan yang tinggi, maka air buangan hendaknya sudah mulai diolah sejak dari sumber asalnya. Sistem individual atau disebut onsite sanitation adalah contoh pengelolaan air buangan setempat, merupakan effluent dari rumah tangga atau kompleks bangunan. Sifat pengelolaannya sederhana dan murah.F. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (UU No. 23 Tahun 1997 Psl 1 ayat (21).

ADKL (Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan) merupakan suatu pendekatan dalam kajian kesehatan masyarakat pada sumber dampak, media lingkungan, populasi terpajan dan dampak kesehatan yang meliputi kegiatan identifikasi, pemantauan, dan penilaian secara cermat terhadap parameter lingkungan, karakteristik masyarakat, kondisi sanitasi lingkungan, status gizi, dan sumber daya kesehatan yang berhubungan potensi besarnya risiko kesehatan (Kepmenkes No.872/MENKES/SK/VIII/1997).1. Penerapan Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan dapat dikembangkan dalam dua hal pokok yaitu sebagai :Kajian aspek kesehatan masyarakat dalam rencana usaha atau kegiatan pembangunan baik yang wajib menyusun studi AMDAL, meliputi dokumen : Kerangka Acuan (KA ANDAL), Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) atau yang tidak wajib menyusun studi AMDAL, meliputi dokumen RKL dan RPL.

2. Kajian aspek kesehatan masyarakat dan atau kesehatan lingkungan dalam rangka pengelolaan kualitas lingkungan hidup yang terkait erat dengan masalah kesehatan masyarakat.Berdasarkan Kep.Menkes Nomor : 872/MENKES/SK/VIII/1997 telaah Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan sebagai pendekatan kajian aspek kesehatan masyarakat meliputi :

1. Parameter lingkungan yang diperkirakan terkena dampak rencana pembangunan dan berpengaruh terhadap kesehatan.

2. Proses dan potensi terjadinya pemajanan3. Potensi besarnya risiko penyakit (angka kesakitan dan angka kematian)4. Karakteristik penduduk yang berisiko5. Sumber daya kesehatanTelaah tersebut di atas dilakukan dengan pengukuran pada :

1. Sumber dampak atau sumber perubahan (emisi)

2. Media lingkungan (ambien) sebelum kontak dengan manusia

3. Penduduk terpajan (biomaker)

4. Potensi dampak kesehatan.E.Kerangka Konsep

F.Hipotesis

1. Intensitas pencahayaan di pabrik timbangan X belum mencukupi.2. Intensitas kebisingan di pabrik timbangan X melebihi nilai ambang batas.3. Suhu dan kelembaban di pabrik timbangan X melebihi nilai ambang batas.4. Kadar debu di pabrik timbangan X melebihi nilai ambang batas.industri

Pencahayaan

Kelelahan Kerja

Kebisingan

Suhu dan Kelembaban

Kadar debu

Gangguan Kesehatan dan Kenyamanan

1