BAB I IB

download BAB I IB

of 24

Transcript of BAB I IB

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Identifikasi Maslah C. Pembatasan Masalah D. Perumusan Masalah E. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Tujuan dari praktik kerja lapangan ini adalah untuk melengkapi persyaratan mata kuliah program S1 Jurusan Pendidikan Biologi FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta untuk mengetahui bagaimana manajemen reproduksi sapi perah. C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Manfaat dari praktik kerja lapangan ini adalah: 1. Mahasiswa Mahasiswa mendapatkan pegetahuan, pemahaman, pelajaran serta praktikkan tentang manajemen sapi perah baik melalui TE maupun Inseminasi Buatan. 2. Instansi Instansi dapat membantu para mahasiswa selama melaksanakan praktik keja lapangan. 3. Masyarakat Umum Masyarakat umum dapat mengetahui tentang manajemen sapi perah.

BAB II TEORI/TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Sapi Perah Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa. Sapi merupakan jenis ternak yang tergolong ternak ruminansia besar, hewan pemamah biak, dan merupakan hewan mamalia yang menyusui anak-anaknya. Jenis sapi tertentu, misalnya sapi Fries Holland, Brown Swiss dapat menghasilkan air susu yang mempunyai nilai gizi tinggi dan sangat baik dikonsumsi oleh masyarakat. Sapi perah adalah jenis hewan ternak anggota familia Bovidae dan subfamilia Bovinae. Sapi dipelihara terutama untuk dimanfaatkan susu dan dagingnya sebagai bahan pangan. Hasil sampingan, seperti kulit, jeroan, dan tanduknya juga kemudian dimanfaatkan. Di sejumlah tempat, sapi juga dipakai untuk membantu bercocok tanam, seperti menarik gerobak atau bajak. Sapi ternak saat ini merupakan keturunan dari jenis liar yang dikenal sebagai Auerochse atau Urochse (bahasa Jerman berarti "sapi kuno", nama ilmiah: Bos primigenius), yang sudah punah di Eropa sejak 1627. Sapi ternak meski banyak jenisnya tetapi umumnya digolongkan menjadi satu spesies saja. Klasifikasi Sapi Perah: Kingdom Phylum Sub phylum Class Ordo : Animalia : Chordata : Vertebrata : Mamalia : Artiodactyla

Sub ordo Family Genus Sub Genus Spesies

: Ruminantia : Bovidae : Bos (Cattle) : Taurinae : Bos Taurus (Sapi Eropa) Bos Indicus (Sapi India/Zebu) Bos Sondaicus (Banteng/Sapi Bali)

2 2

Manajemen Reproduksi Sapi Perah Reproduksi merupakan suatu hal yang istimewa bagi tubuh yang secara

Reproduksi

fisiologik tidak penting bagi kehidupan individual namun sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewn. Produktifitas ternak tergantung langsung maupun tidak langsung pada kmampuan reproduksinya. Ternak dengan kecepatan reproduksi tinggi, disertai seleksi yang baik dan perkawinannya pasti akan meningkatkan produki hasil ternaknya. Target manajemen reproduksi pada suatu kelompok ternak: 1. Mendapatkan pedet yang sehat dari suatu kelahiran pertahun 2. Meningkatkan mutu genetik pedet 3. Waktu laktasi 305 hari Untuk meningkatkan efisiensi reproduksi: 1. Penyembuhan uterus normal selama 6 minggu 2. Penampakan tanda birahi dan recover ovulasi 3. Deteksi birasi seecara tepat dan peningkatan kebuntingan setelah IB 4. Semen dengan kualitas baik di IBkan pada 12-18 jam sebelum ovulasi.

2

Sejarah Inseminasi Buatan Inseminasi Buatan (IB) pada hewan peliharaan telah lama dilakukan sejak

berabad-abad yang lampau. Seorang pangeran arab yang sedang berperang pada abad ke-14 dan dalam keadaan tersebut kuda tunggangannya sedang mengalami birahi. Kemudian dengan akar cerdinya, sang pangeran dengan menggunakan suatu tampon kapas, sang pangeran mencuri semen dalam vagina seekor kuda musuhnya yang baru saja dikawinkan dengan pejantan yang dikenal cepat larinya.Tampon tersebut kemudian dimasukan ke dalam vagina kuda betinanya sendiri yang sedang birahi. Alhasil ternyata kuda betina tersebut menjadi bunting dan lahirlah kuda baru yang dikenal tampan dan cepat larinya. Inilah kisa awal tentang IB, dan setelah itu tidak lagi ditemukan catatan mengenai pelaksanaan IB atau penelitian ke arah pengunaan teknik tersebut. Tiga abad kemudian, barulah ada pengamatan kembali tentang reproduksi. Tepatnya pada tahun 1677, Anthony van Leeuwenhoek sarjana Belanda penemu mikroskop dan muridnya Johan amm merupakan orang pertama yang melihat sel kelamin jantan dengan mikroskop buatannya sendiri. Mereka menyebut sel kelamin jantan yang tak terhitung jumlahnya tersebut animalcules atau animalculae yang berarti jasad renik yang mempunyai daya gerak maju progresif. Di kemudian hari sel kelamin jantan tersebut dikenal dengan spermatozoatozoa. Pada tahun berikutnya, 1678, seorang dokter dan anatomi Belanda, Reijnier (Regner) de Graaf, menemukan folikel pada ovarium kelinci. Penelitian ilmiah pertama dalam bidang inseminasi buatan pada hewan piarann dialkukan oleh ahli fisiologi dan anatomi terkenal Italia, yaitu Lazzaro Spallanzani pada tahun 1780. Dia berhasil menginseminasi amphibia, yang kemudian memutuskan untuk melakukan percobaan pada anjing. Anjing yang dipelihara di rumahnya setelah muncul tanda-tanda birahi dilakukan inseminasi dengan semen yang dideposisikan langsung ke dalam uterus dengan sebuah spuit lancip. Enam

puluh hari setelah inseminasi, induk anjing tersebut melahirkan anak tiga yang kesemuanya mirip dengan induk dan jantan uang dipakai semennya. Dua tahun kemudian (1782) penelitian spallanzani tersebut diulangi oleh P. Rossi dengan hasil yang memuaskan. Semua percobaan ini membuktikan bahwa kebuntingan dapat terjadi dengan mengunakan inseminasi dan menghasilkan keturunan normal. Spallanzani juga membuktikan bahwa daya membuahi semen terletak pada spermatozoatozoa, bukan pada cairan semen. Dia membuktikannya dengan menyaring semen yang baru ditampung. Cairan yang tertinggal diatas filter mempunyai daya fertilisasi tinggi. Peneliti yang sama pada tahun 1803, menyumbangkan pengetahuannya mengenai pengaruh pendinginan terhadap perpanjangan hidup spermatozoatozoa. Dia mengamati bahwa semen kuda yang dibekukan dalam salju atau hawa dimusim dingin tidak selamanya membunuh spermatozoatozoa tetapi mempertahankannya dalam keadaaan tidak bergerak sampai dikenai panas dan setelah itu tetap bergerak selama tujuh setengah jam. Hasil penemuannya mengilhami peneliti lain untuk lebih mengadakan penelitian yang mendalam terhadap sel-sel kelamin dan fisiologi pembuahan. Dengan jasa yang ditanamkannya kemudian masyarakat memberikan gelar kehormatan kepada dia sebagai Bapak Inseminasi. Perkenalan pertama IB pada peternakan kuda di Eropa, dilakukan oleh seorang dokter hewan Perancis, Repiquet (1890). Dia menasehatkan pemakaian teknik tersebut sebagai suatu cara untuk mengatasi kemajiran. Hasil yang diperoleh masih kurang memuaskan, masih banyak dilakukan penelitian untuk mengatasinya, salah satu usaha mengatasi kegagalan itu, Prof. Hoffman dari Stuttgart, Jerman, menganjurkan agar dilakukan IB setelah perkawinan alam. Caranya vagina kuda yang telah dikawinkan dikuakkan dan dengan spuit diambil semennya. Semen dicampur dengan susu sapi dan kembali diinsemiasikan pada uterus hewan tersebut. Namun diakui cara ini kurang praktis untuk dilaksanakan.

Pada tahun 1902, Sand dan Stribold dari Denmark, berhasil memperoleh empat konsepsi dari delapan kuda betina yang di IB. Mereka menganjurkan IB sebagai suatu cara yang ekonomis dalam pengunaan dan penyebaran semen dari kuda jantan yang berharga dan memajukan peternakan pada umumnya. Penanganan IB secara serius dilakukan di Rusia, sebagai usaha untuk memajukan peternakan. Peneliti dan pelopor terkemuka dalam bidang IB di Rusia adalah Elia I. Ivannoff. Tahun 1899 ia diminta Direktur Peternakan Kuda Kerjaaan Rusia, untuk menentukan kemungkinan-kemungkinan pemakaian IB. Dan dilah orang pertama yang berhasil melakukan IB pada sapi dan domba. Hasil spektakuler dan sukses terbesar yang diperoleh adalah di Askaniya-Nova (1912) yang berhasil menghasilkan 31 konsepesi yang 39 kuda yang di IB, sedang dengan perkawinan alam hanya diperoleh 10 konsepsi dari 23 kuda yang di IB. Tahun 1914, Geuseppe amantea Guru Besar fisiologi manusia di Roma, banyak mengadakan penelitian tentang spermatozoatologi, dengan hewan percobaan anjing, burung merpati dan ayam. Kemudian dia berhasil membuat vagina buatan pertama untuk anjing. Berdasar penemuan ini banyak peneliti lain membuat vagina buatan untuk sapi, kuda dan domba. Tahun 1926, Roemelle membuat yang pertama kali membuat vagina buatan untuk sapi, dan orang pertama yang membuat vagina buatan untuk domba dan kambing adalah Fred F. Mckenzie (Amerika Serikat) pada tahun 1931. Pada tahun 1938 Prof. Enos J. Perry mendirikan koperasi IB pertama di Amerika Serikat yang terletak di New Jersey. Kemajuan pesat dibidang IB, sangat dipercepat dengan adanya penemuan teknologi pembekuan semen sapi yang disposori oleh C. Polge, A.U. Smith dan A.S. Parkes dari Inggris pada tahun 1949. Mereka berhasil menyimpan semen untuk waktu panjang dengan membekukan sampai -79 0C dengan mengunakan CO2 pada (dry ice) sebagai pembeku dan gliserol sebagai pengawet. Pembekuan ini disempurnakan lagi, dengan dipergunakannya nitrogen cair sebagai bahan pembeku, yang menghasilkan

daya simpan yang lebih lama dan lebih praktis, dengan suhu penyimpanan -169 0C.

2

Sejarah Inseminasi Buatan di Indonesia Inseminasi Buatan pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada awal tahun

limapuluhan oleh Prof. B. Seit dari Denmark di Fakultas Hewan dan Lembaga Penelitian Peternakan Bogor. Dalam rangka rencana kesejahteraan istimewa (RKI) didirikanlah beberpa satsiun IB di beberapa daerah di awa Tenggah (Ungaran dan Mirit/Kedu Selatan), Jawa Timur (Pakong dan Grati), Jawa Barat (Cikole/Sukabumi) dan Bali (Baturati). Juga FKH dan LPP Bogor, difungsikan sebagai stasiun IB untuk melayani daerah Bogor dan sekitarnya, Aktivitas dan pelayanan IB waktu itu bersifat hilang, timbul sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat. Pada tahun 1959 dan tahun-tahun berikutnya, perkembangan dan aplikasi IB untuk daerah Bogor dan sekitranya dilakukan FKH IPB, masih mengikuti jejak B. Seit yaitu penggunaan semen cair umtuk memperbaiki mutu genetik ternak sapi perah. Pada waktu itu belum terfikirkan untuk sapi potong. Menjelang tahun 1965, keungan negara sangat memburuk, karena situasi ekonomi dan politik yang tidak menguntungkan, sehingga kegiatan IB hampir-hampir tidak ada. Stasiun IB yang telah didirikan di enam tempay dalam RKI, hanya Ungaran yang masih bertahan. Di Jawa Tenggah kedua Balai Pembenihan Ternak yang ditunjuk, melaksanakan kegiatan IB sejak tahun1953, dengan tujuan intensifikasi onggolisasi untuk Mirit dengan semen Sumba Ongole (SO) dan kegiatan di Ungaran bertujuan menciptakan ternak serba guna, terutama produksi susu dengan pejantan Frisien Holstein (FH). Ternyata nasib Balai Pembibitan Ternak kurang berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik, kecuali Balai Pembibitan Ternak Ungaran, dan tahun1970 balai ini diubah namanya menjadi Balai Inseminasi Buatan Ungaran, dengan daerah pelayanan samapi sekarang di daerah jalur susu Semarang Solo Tegal. Inseminasi buatan telah pula digalakkan atau diperkenalkan oleh FKH IPB, di

daerah Pengalengan, Bandung Selatan, bahkan pernah pula dilakukan pameran pedet (Calf Show) pertama hasil IB. Kemajuan tersebut disebabkan adanya sarana penunjang di daerah tersebut yaitu 1) rakyat pemelihara sapi telah mengenal tandatanda berahi dengan baik, 2) rakyat telah tahu dengan pasti bahwa peningkatan mutu ternak melalui IB merupakan jalan yang sesingkat-singkatnya menuju produksi tinggi, 3) pengiriman semen cair dari Bogor ke Pengalengan dapat memenuhi permintaan, sehingga perbaikan mutu genetik ternak segera dapat terlihat. Hasil-hasil perbaikan mutu genetik ternak di Pengalengan cukup dapat memberi harapan kepda rakyat setempat. Namun sayangnya peningkatan produksi tidak diikuti oleh peningkatan penampungan produksi itu sendiri. Susu sapi umumnya dikonsumsi rakyat setempat. Akibatnya produsen susu menjadi lesu, sehingga perkembangan IB di Pangalengan sampai tahun 1970, mengalami kemunduran akibat munculnya industri-industri susu bubuk yang menggunakan susu bubuk impor sebagai bahan bakunya. Kekurang berhasilan program IB antara tahun 1960-1970, banyak disebabkan karena semen yang digunakan semen cair, dengan masa simpan terbatas dan perlu adanya alat simpan sehingga sangat sulit pelaksanaanya di lapangan. Disamping itu kondisi perekonomian saat itu sangat kritis sehingga pembangunan bidang peternakan kurang dapat perhatian. Dengan adanya program pemerintah yang berupa Rencana Pembangunan Lima Tahun yang dimulai tahun 1969, maka bidang peternakan pun ikut dibangun. Tersedianya dana dan fasilitas pemerintah akan sangat menunjang peternakan di Indonesia, termasuk program IB. Pada awal tahun 1973 pemerintah measukan semen beku ke Indonesia. Dengan adanya semen beku inilah perkembangan IB mulai maju dengan pesat, sehingga hampir menjangkau seluruh provinsi di Indonesia. Semen beku yang digunkan selema ini merupakan pemberian gratis pemerintah Inggris dansSelandia Baru. Selanjutnya pada tahun 1976 pemerintah Selandia Baru membantu mendirikan Balai Inseminasi Buatan, dengan spesialisasi memproduksi semen beku yang terletak di daerah Lembang Jawa Barat. Setahun

kemudian didirikan pula pabrik semen beku kedua yakni di Wonocolo Suranaya yang perkembangan berikutnya dipindahkan ke Singosari Malang Jawa Timur. Untuk kerbau pernah pula dilakukan IB, yakni di daerah Serang, Banten, dengan IPB sebagai pelaksana dan Dirjen Peternakan sebagai sponsornya (1978). Namun perkembangannya kurang memuaskan karena dukungan sponsor yang kurang menunjang, disamping reproduksi kerbau belum banyak diketahui. IB pada kerbau pernah juga diperkenalakan di Tanah Toraja Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara dan Jawa Timur. Hasil evaluasi pelaksanaan IB di Jawa, tahun 1972-1974, yang dilaksanakan tahun 1974, menunjukan anka konsepsi yang dicapai selama dua tahun tersebut sangat rendah yaitu antara 21,3 38,92 persen. Dari survei ini disimpulkan juga bahwa titik lemah pelaksaan IB, tidak terletak pada kualitas semen, tidak pula pada keterampilan inseminator, melainkan sebagian besar terletak pada ketidak suburan ternak-ternak betina itu sendiri. Ketidak suburan ini banyak disebabkan oleh kekurangan pakan, kelainan fisiologi anatomi dan kelainan patologik alat kelamin betina serta merajalelanya penyakit kelamin menular. Dengan adanya evaluasi terebut maka perlu pula adanya penyemopurnaan bidang organisasi IB, perbaikan sarana, intensifikasi dan perhatian aspek pakan, manajemen, pengendalian penyakit. Walaupun hasilnya sampai saat ini sudah dirasakan oleh masyarakat yang ditandai dengan tingginya harga jual dari ternak hasil IB, namun demikian pelaksanaannya di lapangan belum optimal sehingga hasilnya (tingkat kelahiran) dari tahun ke tahun berfluktuasi. Tingkat kelahiran hasil IB pada sapi potong dan kerbau berfluktuasi setiap tahunnya. Perlakuan IB harus di tangani oleh ahlinya, IB butuh ketelitian,kecermatan,kerapihan , kebersihan dan tentunya kehati-hatian maka diperlukan inseminator yang ahli dalam bidang ini. Tingkat kerumitan IB membuat suatu kekhususan dalam penanganannya yang tidak bisa dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya karena saat pelaksanaa IB semen harus benar-benar dapat masuk ke pintu rahim(carpus) yang berjumlah 4 pintu. Jadi saat memasuki pintu 1, 2, 3 harus hati-hati benar agar semen dapat ditembakan dengan tepat saat di pintu ke-4.

2

Pengertian Inseminasi Buatan Inseminasi Buatan (IB) adalah memasukkan semen kedalam alat kelamin

ternak betina sehat dengan menggunakan alat inseminasi dengan tujuan agar ternak bunting. Inseminasi Buatan (IB) adalah teknologi terapan yang dipakai dalam program pemuliabiakan ternak dengan memanfaatkan biit unggul secara maksimal untuk peningkatan produktivitas ternak. Inseminasi Buatan merupakan salah satu teknologi tepat guna yang dapat digunakan untuk memanfaatkan penggunaan bibit pejantan unggul dalam perbaikan mutu ternak pada sapi perah. Di Indonesia IB dimulai sejak tahun 1972 dan hingga saat ini pelaksanaannya telah berkembang dengan pesat. 2 Keuntungan Teknologi Inseminasi Buatan (IB) Beberapa keuntungan teknologi IB antara lain: 1. Merupakan teknologi cukup murah untuk memperbaiki mutu genetik; 2. Mudah diaplikasikan secara massal; 3. Menghindari penularan penyakit melalui perkawinan; 4. Menghindari terjadinya perkawinan sedarah (inbreeding); 5. Meningkatkan produksi ternak secara cepat; 6. Dapat mengawinkan ternak yang berbeda ukuran; 7. Dapat mengawinkan ternak yang berbeda jarak; 8. Mengurangi biaya perawatan saapi pejantan; 9. Penyebarab bibit unggul dapat berlangsung cepat; 10. Semen/sperma dapat disimpan dalam waktu lama walau pejantan sudah mati. 2 Kekurangan teknologi Inseminasi Buatan (IB) Beberapa kekurangan teknologi IB adalah:

1. Petugas

inseminator

yang

kurang

terampil

mengakibatkan

keberhasilan IB rendah; 2. Petani peternak yang tidak mengetahui tanda-tanda birahi/terlambat dalam melaporkan birahi mengakibatkan keberhasilan IB rendah; 3. Adanya beberapa peternak yang belum mau melaksanakan IB karena dianggap tabu. Program IB mencakup kegiatan-kegiatan: 1. Pembentukan dan pengembangan organisasi penyediaan; 2. Sumber daya manusia (SDM); 3. Penyediaan sarana dan prasarana; 4. Seleksi dan pengelolaan pejantan unggul; 5. Produksi dan distribusi semen (semen cair dan semen beku) 6. Pengamatan dan pelaporan birahi; 7. Teknik IB, pencatatan dan evaluasi hasil IB. Program IB harus dilanjutkan dengan pelaksanaan-pelaksanaan kegiatan lanjutan: 1. Pemeriksaan kebuntingan akseptor hasil IB, pemeliharaan dan pengelolaan betina bunting; 2. Pengamatan dan pertolongan kelahiran; 3. Pemeliharaan dan pengelolaan neonatus (pedet), ternak muda sampai dewasa; 4. Pengelolaan kesehatan reproduksi (diagnosis dan penanggulangan kegagalan reproduksi). 2 Faktor Penentu Keberhasilan Inseminasi Buatan (IB) Beberapa faktor penentu keberhasilan IB antara lain: 1. Ternak Betina Ternak betina yang mempunyai kelainan alat reproduksi dan tanda-tanda birahi yang kurang jelas akan menyulitkan penentuan waktu IB.

2. Keterampilan Inseminator Inseminator yang kurang terampil dalam melaksanakan Inseminasi Buatan (deteksi birahi). 3. Pemilik/Petugas Kandang Pemilik atau petugas kandang kurang terampil dalam deteksi birahi sehingga keterlambatan melaporkan kepada inseminator. 4. Tenaga Lapangan Tenaga lapang pelaksana teknis IB harus memiliki SDM dan Pengetahuan dalam mensukseskan proses reproduksi seperti: a. Dokter hewan (drh) b. Inseminator c. Pemeriksa kebuntingan (PKB) d. Asisten teknisi reproduksi (ATR) 5. Semen Beku Semen yang digunakan adalah semen beku yang dihasilkan oleh pejantan unggul dari Balai Inseminasi Buatan yang sudah teruji. Untuk memudahkan mengenali jenis serta bangsa sapi dan kerbau, maka diberi kode warna straw sebagai berikut:No Bangsa Sapi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bali Ongole Friesien (FH) Brahman Brangus Hereford Simmental Limousine Taurindicus Madura Warna Straw Merah Biru Muda Abu-abu Biru Tua Hijau Coklat Putih Merah Jambu Hitam Hijau

11

Kerbau

Ungu

2

Pentahapan pada Pelaksanaan IB Pada dasarnya pelaksanaan IB dapat diklasifikasikan atas 4 tahapan dalam

Unit Wilayah IB (UWIB) yaitu: 1. Tahap Pra Pengenalan Tujuan dari tahapan ini adalah IB memperkenalkan program IB untuk menghilangkan keraguan peternak dan menyiapkannya calon lokasi IB sehingga secara sosial program IB dapat diterima oleh masyarakat. Kegiatan terdiri atas penyuluhan tentang tujuan dan manfaat dari IB. Ciri-ciri tahap pra pengenalan yaitu: a. Baru mengenal teknologi IB atau belum pernah melaksanakan IB b. Pemeliharaan ternak secara ekstensif tradisional c. Pembiyaan 100% menjadi tanggung jawab Pemerintah. 2. Tahap Pengenalan Ciri-ciri tahap dari tahap pengenalan ini adalah: a. Sudah mengenal teknologi IB dengan (100%) baik dan sudah melaksanakan IB selama 1-2 tahun b. Cara pemeliharaan ternak seni intensif/ekstensif c. Pembiyaan 100% menjadi tanggung jawab Pemerintah 3. Tahap Pengembangan Dalam tahap ini IB di suatu daerah sudah dilaksanakan secara baik dengan target dan hasil IB yang sudah ditetapkan. Ciri-ciri tahap dari tahap pengembangan ini adalah: a. Sudah mengetahui dan akin terhadap guna dan manfaat guna dan manfaat IB

b. Sudah melaksanakan IB lebih dari dua tahun c. Cara pemeliharaan semi intensif dan merupakan cabang usaha d. Pembiyaan oleh pemeliharaan dan oleh swasta/koperasi lebih dari 50% 4. Tahap Swadaya Tahap swadaya adalah merupakan akhir dari pembinaan pelaksanaan IB di suatu daerah atau sudah melaksanakan seluruh kegiatan inseminasi, di mana telah tercapai keadaan sebagai berikut: a. Peternak sudah menghayati dan tergabung dalam suatu wadah kelompok/koperasi b. Cara pemeliharaan ternak sudah intensif c. Pembiyaan 100% ditanggung jawab peternak/swasta 2 Pubertas Perkembangan dan pendewasaan alat kelamin dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah bangsa sapi dan manajemen pemberian pakan. Dalam kondisi pemberian pakan yang baik pubertas pada sapi betina dapat terjadi pada umur 5-15 bulan. Berat badan dan atau besar tubuh lebih penting daripada umur, sebab sapi yang diberi pakan rendah dua kali lebih tua daripada umur yang dicapai oleh sapi dengan tingkatan yang lebih tinggi. Dimana bobot badan yang ideal untuk pubertas berkisar 227-272 kg pada umur rata-rata 15 bulan. Kisaran umur pubertas hewan:Umur Pubertas (Bulan) Bangsa Kambing-domba Babi Sapi Betina 7-10 4-7 8-11 4-6 4-8 10-12 Jantan

Sapi Brahman Kuda

15-18 15-18 13-18

Biasanya waktu pubertas lebih dipengaruhi oleh perkembangan tubuh dibandingkan dengan umur.% Berat Badan Saat pubertas Sapi Perah Sapi Potong Kambing 30-40% BB dewasa 45-55% BB dewasa 40-60% BB dewasa

2

Siklus Birahi Birahi adalah saat dimana hewan betina bersedia menerima pejantan untuk

kopulasi. Kopulasi menghasilkan kebuntingan dan selanjutnya dapat menghasilkan anak. Sedangkan siklus birahi adalah jarak antara birahi yang satu sampai pada birahi berikutnya. Ciri-ciri sapi betina birahi antara lain: a. Vulva nampak membengkak, berwarna kemerahan dan bila diraba terasa hangat b. Vulva mengeluarkan lendir transparan dan sering menempel pada pangkal ekor dan paha c. Saling menaiki sesama betina dan diam bila dinaiki sapi lain d. Nafsu makan berkurang e. Gelisah, selalu ribut (bersuara) Urutan waktu dalam siklus birahi a. Lama siklus birahi: 18-24 hari atau 21 hari b. Lama birahi: 6-30 jam atau rata-rata 17 jam, tergantung umur dari masing-masing sapi Sapi dewasa 1 jam

Sapi dara 16 jam Birahi mulai sore lebih lama 2-4 jam daripada birahi pagi c. Waktu ovulasi: sejak awal birahi sampai ovulasi berkisar antara 16-65 jam atau rata-rata 25-30 jam. Dalam satu siklus birahi terbagi menjadi 4 fase, yaitu: 1. Proestrus Proestrus adalah fase persiapan, fase ini biasanya pendek, gejalanya berupa perubahan-perubahan tingkah laku dan perubahan pada alat kelamin bagian luar. Tingkah laku betina menjadi sedikit gelisah, memperdengarkan suara yang tidak biasa terdengar atau malah diam saja. Alat kelamin luar mulai memperlihatkan tandatanda seperti terjadi peningkatan peredaran darah dan hewan betina masih menolak pejantan yang datang karena tertarik oleh perubahan tingkah laku tersebut. 2. Estrus Estrus adalah fase yang terpenting dalam siklus birahi, karena dalam fase ini hewan betina memperlihatkan gejala yang khusus untuk tiap-tiap hewan, dan pada fase ini hewan betina mau menerima pejantan untuk kopulasi. Ciri khas dari fase ini adalah terjadinya kopulasi. Tanda lain yang umumnya mereka perlihatkan yaitu tanda gelisah, nafsu makan bekurang atau hilang sama ssekali, menghampiri pejantan dan tidak lari bila pejantan menungganginya. Perubahan pada alat kelamin bagian dalam pada waktu estrus ialah; pertumbuhan folikel yang telah dimulai pada waktu proestrus, kini mencapai dimensi maksimalnya. Terjadi ovulasi pecahnya dinding folikel dan keluarnya ovum dari folikel, hanya tinggal menunggu saatnya saja. Kapan folikel ini mengalami ovulasi sangat tergantung dari spesies hewan. Pada sapi ovulasi terjadi setelah gejala estrus selesai. VARIASI SIKLUS ESTRUS PADA BERBAGAI SPESIES HEWAN

Domba Lama Birahi Lama Birahi Waktu Ovulasi 24-36 jam 24-36 jam (setelah awal birahi) Waktu Buatan untuk 12-18 jam setelah awal estrus Siklus 14-19 hari

Babi 17-22 hari 48-72 jam 35-45 jam (setelah awal birahi) 16-24 jam setelah awal birahi

Sapi 18-24 hari 12-19 jam 10-11 (setelah akhir birahi)

Kuda 16-24 hari 2-11 jam 1-2 hari (sebelu m akhir estrus) Hari kedua dan harihari lain selama birahi

7-18 jam setelah awal birahi

Inseminasi

3. Metestrus Maestrus adalah fase pada siklus birahi, yang terjadi segera setelah estrus selesai. Gejala yang dapat terlihat dari luar tidak terlihat nyata, namun pada umumnya masih didapatkan sisa-sisa gejala estrus. Bedanya dengan strus adalah bahwa meskipun gejala estrus masih dapat dilihat tetapi hewan betina telah menolakpejantan untuk aktivitas kovulasi. Perubahan alat-alat reproduksi yang tidak dapat dilihat dari luar ialah perubahan pada ovarium, endometrium dan servik. Pada ovarium terjadi pembentukan korpus haemoragicum ditempat folikel de graaf yang baru selesai melepaskan ovum. Ovum yang baru saja keluar dari folikel telah berada dalam tuba fallopii menju ke uterus. Kelenjar-kelenjar endometrium lebih panjang hingga dibeberapa tempat telah mulai berkelok-kelok. Servic telah menutup, kelenjarkelenjar servic merubah sifat hasil eksresinya dari cair menjdai kental. Lendir kental

ini berfungsi sebagai sumbat lumen servic. Pada sapi, sebelum servic menutup rapat, sering terlihat adanya sedikit darah yang mengalir keluar dari uterus ke vagina. Darah ini terlihat pada vulva. Darah ini berasal dari pembuluh kapiler darah yang berasal pada karunkula, karena pada akhir uterus estrus karunkula memperoleh saplai darah cukup banyak hingga kapiler pada karunkula menjadi tegang dan diantaranya pecah dan mengeluarkan darah. 4. Diestrus Diestrus adalah fase dalam siklus birahi yang ditandai oleh tidak adanya kebuntingan, tidak adanya aktivitas kelamin dan hewan menjadi tenang. Dalam priode permulaan dari diestrus, endometrium masih memperlihatkan kegiatan, yaitu pertumbuhan kelenjar-kelenjar endometrium dari panjang menjadi berkelok-kelok dan banyak diantaranya berkelok hingga membentuk spiral. Tetapi pada pertengahan fase diestrus kelenjar-kelenjar endometrium ini berdegenerasi yang akhirnya hanya tinggal kelenjar-kelenjar permukaan yang cetek. Dalam periode permulaan diestrus, corpus haemragicum mengkerut karena dibawah lapisan hamoragik ini tumbuh sel-sel kuning yang disebut luteum. Diestrus adalah fase yang terlama diantara fase-fase yang terdapat dalam siklus birahi. 2 Deteksi Birahi Peternak atau petugas akan mudah melakukan deteksi birahi apabila memahami tanda-tanda birahi sapi terjadi serta kebiasaan rutin sapi tersebut. Oleh sebab itu perlu adanya pola rutin deteksi birahi: a. Deteksi 3 kali sehari yaitu pada pagi hari saat pagi, pada siang hari saat sapi dalam kondisi tenang/istirahat dan pada sore hari. b. Waktu pengamatan birahi dilakukan sesuai dengan siklus birahi yaitu setiap hari ke -19 -23 (rata-rata pada hari ke -21) setelah birahi sebelmnya. c. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan bantuan kalender IB danjika ada tandatanda segera lapor kepada petugas IB.

d. Petugas dapat melakukan palpasi rectal untuk mengetahui kondisi ovarium. Angka kebuntingan tertinggi atau waktu IB terbaik adalah 4-20 jam sejak awal birahi. Waktu yang tepat untuk pelaksanaan IB adalah 7-18 jam setelah awal tandatanda birahi. Petunjuk waktu melakukan IB pada sapi:Pertama kali terlihat birahi Pagi hari Siang hari Waktu terbaik inseminasi Sore hari Malam s/d pagi hari berikutnya Terlambat Ditangguhkan sampai besok Siang hari berikutnya

Sore atau malam Besok pagi sebelum jam 12.00 Sesudah jam 12.00 esok harinya hari siang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Taman Ternak Sapi Perah Pondok Ranggon berlokasi di Jl. TPU Pondok Ranggon, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, jakarta Timur yang dikelola oleh UPT Balai Teknologi Pengembangan Produksi Peternakan, Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta pada tanggal 05 Juli s/d 29 Juli 2011. 3.2.Alat dan Bahan 3 Alat dan Bahan Pemberian Pakan Ampas tahu, konsentrat, hijauan (rumput), clurit, dan air

3

Alat dan Bahan Pemerahan Susu Mentega, ember besar, air, literan (1 dan 2 Liter). corong, penyaring besar dan kecil, tabung milk besar dan kecil

3 3 3

Alat dan Bahan Pembersihan Kandang Wipper, sapu lidi, selang air dan sikat Alat dan Bahan Pengobatan Luka Kaki Sapi Gusanex Alat dan Bahan Pengobatan Sapi yang Sakit Alat: tas, jarum suntik, sarung tangan latex Bahan: Obat-obatan seperti multivitamin, vetoxyla, vetadryl, sulpidon. Inj.

3

Alat dan Bahan Inseminasi Buatan Bahan: Nitrogen cair 250 l Alat: Alat Lapangan: - Werpak - plastik gloves - Sepatu boot - Tas - Semen beku 3.3.Langkah/Prosedur Kerja 1 stel 1000 bt. 1 ps. 1 bh. Insemination Kit:1 set - Insemination gun - gunting - Pinset - Tissue - Termos 2 bh. 2 bh. 2 bh. 24 rol 1 bh.

- Container depo 1 bh.

No 1 2

Urutan Kerja Melakukan persiapan alat dan bahan Melakukan pengamatan birahi

Uraian Siapkan alat dan bahan Amati tanda-tanta birahi antara lain: Vulva terasa hangat dan bengkak apabila diraba; Vulva terlihat kemerahan;

Keluar lendir transparan dari vulva; Diam apabila dinaiki ternak lain; Gelisah; Nafsu makan berkurang

3

Melakukan persiapan IB

Ambil straw dari container lapangan Thawing dengan hangat selama 10 detik, gosok dengan tissue

4

Melakukan IB

Setelah semen di thawing: Set pada gun dengan posisi sumbat lab diatas; Gunting ujung sumbat lab 1 cm; Tutup dengan plastik sheat kemudian kunci plastik sheat dengan pengunci gun IB; Gigit gun yang telah siap dengan bibir; Pegang sapi, buka vulva dan lap dengan tissue; Masukan sapu tangan dan cari servic; Masukan gun pada corpus uteri (posisi IV); Deposikan semen pada posisi IV

3.4.Analisis Data Inseminasi Buatan yang dilakukan pertama kali ketika penulis melaksanakan

kegiatan PKL yaitu tanggal 07 Juli 2011 pada salah satu ternak sapi yang berada di blok atas dengan nomor 3072 yang merupakan sapi dara yang sudah cukup umur untuk pertama kali di IB dan pelakasananya adalah Pak Darwin. Straw yang digunakan adalah sperma yang berasal dari sapi pejantan yang bernama Tynho dengan kode straw SG TYNHO II 018 30783 BBIB SINGOSARI FH. Sebenarnya selain teknologi IB dalam reproduksi ternak ada lagi yang lain yaitu Tranfer Embrio (TE) sejenis bayi tabung jika pada manusia, namun kegiatan TE jarang dilakukan karena tingkat kesulitan yang lebih tinggi dan tingkat keberhasilan yang cukup rendah yakni hanya sekitar 30%, proses dapat TE dilaksanakan 7 hari setelah tanda-tanda birahi pada ternak sapi.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DAPTAR PUSTAKA