BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... ·...

119
1

Transcript of BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... ·...

Page 1: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

1

Page 2: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

2

Page 3: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

3

Page 4: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

4

Page 5: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

5

Page 6: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

6

Page 7: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

7

Page 8: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbincangan tentang ketaatan istri terhadap suami akan selalu

menjadi issu yang menarik terutama bagi para kyai pada saat memberikan

ceramah pada acara walimatul ‟ursy khususnya bagi masyarakat yang masih

mempertahankan budaya Islam di Jawa ini. Mengingat pada masa modern ini

sudah banyak masyarakat yang mengambil bentuk walimah dengan mengacu

budaya Barat (standing party). Pada acara ini para kyai selalu menerangkan

berbagai bentuk ketaatan istri terhadap suami dengan mengambil berbagai

dalil baik dari al Qur‟an maupun dari al Hadits Nabi Muhammad SAW. Selain

berdalil naqli para kyai juga sarat akan pengetahuan budaya Jawa terutama

tentang posisi perempuan ketika sudah menikah.

Masyarakat Jawa menganggap bahwa istri itu memiliki tugas tiga M

(macak, manak dan masak). Dengan mengacu pada pemahaman budaya Jawa

tentang posisi perempuan setelah menikah yang diletakkan pada posisi sub

ordinat tersebut, maka perempuan (istri) akan selalu terbelenggu dan

terkekang. Sehingga perempuan akan sulit menemukan jati dirinya dan tidak

berani mengembangkan bakat yang ada dalam dirinya.

Tidak hanya tiga M, dalam budaya jawa, banyak istilah yang

mendudukan posisi perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Dan istilah-

istilah itu sudah tertanam dalam masyarakat sehingga, diterima dan dimaklumi

begitu saja. Seperti contoh dalam istilah budaya jawa ada yang menyebutkan

bahwa istri sebagai kanca wingking (teman belakang) sebagai temen dalam

mengelolah urusan rumah tangga, kususnya urusan anak, memasak, mencuci

dan lain-lain. Istilah lain pun yang ditujukan kepada perempua suargo nunut

neroko katut , istilah ini juga diperuntutkan bagi para istri, bahwa suami

adalah yang menentukan istri akan masuk surga atau neraka.

Page 9: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

9

Citra, peran dan status bagi wanita telah diciptakan oleh budaya.

Citra bagi seorang wanita yang diidealkan oleh budaya jawa yaitu lemah

lembut, penurut, tenang, diam/kalem, tidak suka konflik, mementingkan

harmoni, menjunjung tinggi nilai keluarga, mampu mengerti dan memahami

orang lain, sopan, pengendalian diri tinggi/terkontrol, tidak membantah dan

tidak boleh melebihi laki-laki sebagai tanda penghormatan, daya tahan untuk

menderita tinggi, memegang peranan secara ekonomi, dan setia/loyalitas

tinggi. Istri di Jawa selama ini juga selalu mengerjakan tugas memasak,

mendidik anak-anak, membersihkan rumah, dan melayani suami sebagai

kerjaan istri. Istri yang tidak mau melakukan salah satu kerjaan tersebut

dianggap istri yang tidak berkompeten dan tidak layak dianggap sebagai istri

yang ideal. Suamipun terkadang tidak mau menerima kekurangan istri tersebut

sehingga sering memarahi, menyindir bahkan sampai memukul karena tidak

puas dengan pekerjaan istri di rumah. Tidak heranlah kalau kaum wanita

sekarang ini menganggap pekerjaan sebagai ibu rumah tungga adalah

pekerjaan rendahan karena memang banyak suami yang memperlakukan

istrinya seperti pembantu rumah tangga.

Sementara suami merasa sebaliknya berbuat layaknya raja yang

harus disiapkan segala kebutuhan sehari-harinya mulai bangun tidur hingga

tidur lagi. Suami merasa rendah ataupun hina jika melakukan pekerjaan

sebagaimana yang dilakukan oleh istrinya.

Budaya Jawa tersebut kini masih terus dilestarikan dengan mencoba

merelevansikan dengan dalil-dalil al Qur‟an dan juga hadis-hadis Nabi

Muhammad SAW, sehingga sampai saat ini ketaatan seorang istri kepada

suami di Jawa tidak bisa berubah bahkan cenderung meningkat. Dalil yang

selalu dijadikan dasar masyarakat akan kesubordinasian perempuan ini adalah

QS: Al Nisa: 34 yang aritinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi

perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki)

atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah

memberikan nafkah dan hartanya.”

Page 10: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

10

Dengan berdasarkan ayat tersebut masyarakat Jawa sekarang lebih

mementingkan kehidupan yang religius dengan mengacu kepada dalil-dalil di

mana dalil-dalil tersebut mendukung budaya Jawa yang sudah terlanjur

mendarah daging di masyarakat Jawa. Fenomena ini membuat banyak laki-

laki yang berasal dari luar Jawa bahkan laki-laki manca negara berniat

meminang perempuan dari Jawa.

Berbagai dalil al Qur‟an maupun hadis nampaknya menjustifikasi

budaya Jawa tersebut, namun sejatinya ajaran-ajaran agama Islam khususnya

telah merubah situasi dan status perempuan. Sebagaimana diterangkan dalam

Al Qur‟an Surat Al Hujurat:13 yang menegaskan bahwa kedudukan laki-laki

dan perempuan sederajat dihadapan Allah dan yang membedakannya adalah

kataqwaan mereka. Huzaimah T. Yanggo menerangkan bahwa Islam tidak

hanya menganggapa sederajat, akan tetapi juga menerima pendapat dan usulan

dari perempuan. (Huzaimah:2001: 127) Kehidupan perempuan di masa Nabi

perlahan-lahan sudah mengarah kepada kehidupan yang berkeadilan jender.

Akan tetapi setelah beliau wafat dan wilayah Islam semakin meluas, kondisi

ideal yang mulai diterapkan Nabi kembali mengalami kemunduran. Dunia

Islam mengalami enkulturasi dengan mengadopsi kultur-kultur androsentris

(untuk tidak menyebut kultur misogyny). Begitu juga kondisi perempuan di

Indonesia dan khususnya dalam budaya Jawa.

Menjadi menarik untuk dibahas lebih lanjut dalam bentuk penelitian

terhadap masyarakat khususnya tentang ketaatan istri terhadap suami di Jawa.

apakah ketaatan istri terhadap suami ini dilakukan atas dasar budaya Jawa

yang sudah ada ataukah karena ajaran-ajaran Islam yang telah disampaikan

oleh para guru, ustad ataupun kyai di mana mereka mendapatkan ilmu.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cllifford Geertz

masyarakat di Jawa terdiri dari masyrakat santri, abangan dan priyayi.1 Oleh

1 Abangan adalah sebutan untuk golongan penduduk Jawa Muslim yang

mempraktikkan Islam dalam versi yang lebih sinkretis bila dibandingkan dengan

golongan santri yang lebih ortodoks. (Muchtarom, Zaini. 1988. Santri dan

Abangan di Jawa. Jakarta: Inis) Istilah ini, yang berasal dari kata bahasa Jawa

yang berarti merah, pertama kali digunakakan oleh Clifford Geertz, namun saat

Page 11: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

11

karena itu penelitian akan difokuskan pada dua wilayah yang memiliki

masyarakat dengan karakter santri dan abangan juga priyayi. Untuk

masyarakat santri penilitian ini akan kami lakukan di kelurahan Tingkir

sedangkan untuk abangan dan priyayi akan dilakukan di kelurahan

Kutowinangun.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah:

1. Bagaimana bentuk-bentuk ketaatan istri terhadap suami di kelurahan

Tingkir Lor dan kelurahan Kutowinangun.

2. Apakah ada perbedaan bentuk dan persepsi istri tentang kataatan istri

terhadap suami antara masyarakat Tingkir Lor dan Kutowinangun.

3. Apakah yang mempengaruhi persepsi sekaligus bentuk ketaatan istri

terhadap suami di Kelurahan Tingkir Lor dan Kelurahan Kutowinagun?

C. Pentingnya Penelitian

Signifikansi penelitian ini bisa dibagi menjadi dua kategori yaitu

pertama, kepentingan pengembangan ilmu khusunya terkait dengan hukum

keluarga Islam di Indonesia dan yang kedua, kepentingan lembaga dalam hal

ini maknanya telah bergeser. Abangan cenderung mengikuti sistem kepercayaan

lokal yang disebut adat daripada hukum Islam murni (syariah). Dalam sistem

kepercayaan tersebut terdapat tradisi-tradisi Hindu, Buddha, dan animisme.

Namun beberapa sarjana berpendapat bahwa apa yang secara klasik dianggap

bentuk varian Islam di Indonesia, seringkali merupakan bagian dari agama itu

sendiri di negara lain. Sebagai contoh, Martin van Bruinessen mencatat adanya

kesamaan antara adat dan praktik yang dilakukan dahulu kala di kalangan umat

Islam di Mesir. (Geertz, Clifford. 1983. Abangan, Santri, Priyayi Dalam

Masyarkat Jawa. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya) Berdasarkan cerita

masyarakat, kata abangan diperkirakan berasal dari kata Bahasa Arab aba'an.[3]

Lidah orang Jawa membaca huruf 'ain menjadi ngain. Arti aba'an kurang lebih

adalah "yang tidak konsekwen" atau "yang meninggalkan". Jadi para ulama dulu

memberikan julukan kepada para orang yang sudah masuk Islam tapi tidak

menjalankan syari'at (Bahasa Jawa: sarengat) adalah kaum aba'an atau

abangan. Jadi, kata "abang" di sini bukan dari kata Bahasa Jawa abang yang

berarti warna merah.

Page 12: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

12

ini Institut Agama Islam Negeri Salatiga dalam rangkan merealisasikan visi

khususnya terkait dengan pusat pengembangan Islam Indonesia. Dengan

terjawabnya fokus penelitian di atas maka akan diketahui:

1. Pola ketaatan istri terhadap suami juga perbedaan ketaatan istri terhadap

suami dari masyarakat yang abangan, priyayi dan santri.

2. Ada dan tidak relevansi budaya dengan hukum Islam khususnya terkait

dengan kedudukan istri terhadap suami dalam hukum Islam yang kini

sudah menjadi hukum positif sebagaimana tercantun dalam UU No I

Tahun1974.

3. Mendapatkan pola atau bentuk Islam Indonesia khusunya terkait dengan

keilmuan hukum keluarga Islam di Indonesia.

D. Kerangka Teori

1. Istri dalam Budaya Jawa

Dalam konsep budaya Jawa terdapat beberapa istilah tentang

wanita, yaitu: wadon, pawèstri, putri, wanodya, retna, kusuma, memanis,

juwita, wanita, dan dayita. Masing-masing istilah ini mempunyai arti

tersendiri yang menunjukkan bahwa wanita dalam pandangan

masyarakat Jawa memiliki peran istimewa (Basuki, 2005:5 yang dikutip

oleh Sriyadi)

Menurut Christina, wanita selalu mempertahankan

keseimbangan batin dan berkelakuan sesuai dengan tuntutan keselarasan

sosial; dalam hal ini terkandung pula kepasrahan aktif yang total kepada

Tuhan. Di dalam kepasrahan inilah sesungguhnya rahasia ketahanan

perempuan Jawa untuk “menderita” yang begitu tinggi berada. Berkaitan

dengan ini maka “wanita” berasal dari kata “wani tapa” (berani bertapa),

yang berarti bahwa wanita berani menderita, seperti ia mengandung

sembilan bulan lamanya (Christina 2004: 210). Pengertian tersebut

berkaitan erat dengan peran wanita sebagai istri dan ibu rumah tangga.

Dalam masyarakat Jawa terdapat slogan yang disebut ma telu, yaitu (1)

Page 13: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

13

masak (memasak), (2) macak (berhias), dan (3) manak (memberi

keturunan).

Moch. Syarif Hidayatullah dalam makalah seminar

internasional menyampaikan tentang ketaatan istri terhadap suami dalam

Surat Centhini menunjukkan bagaimana bentuk ketaatan dan kepatuhan

seorang istri terhadap suami, agar terjaga kelestarian kehidupan rumah

tangganya. Hal ini dapat dilihat pada pupuh ke-81, bait ke-20 dan ke-21

berikut:

Mula binekten sireku, jejempol maring ing Hayang, den

kejempol ing tyas kinarseng kakung. Tegese pol den agampang,

sabarang karsaning laki. yang masksudnya: maka engkau dibekali

jempol, karena pol berarti gampang menuruti kehendak suami).

Mula ginawanan sira, ing panuduh aja kumawani, anikel

tuduhing kakung, sapakon lakonana, yang maksudnya: sarana panuduh

memberikan petunjuk agar engkau menuruti petunjuk atau perintah

suami. Kerjakan segala perintahnya.

(Sudewa dalam Budi Susanto, dkk; 2000: 40–41)Konsep

perempuan Jawa yang lain tertuang dalam Serat Candrarini, yang dapat

dirinci menjadi 9 butir: 1) Setia pada lelaki, 2) Rela dimadu, 3)

Mencintai sesama, 4) Trampil pada pekerjaan perempuan, 5) Pandai

berdandan dan merawat diri, 6) Sederhana, 7) Pandai melayani kehendak

laki-laki, 8) Menaruh perhatian pada mertua, 9) Gemar membaca buku-

buku yang berisi nasihat. (A.P Murniati dalam Budi Susanto, dkk; 2000:

24

Ada banyak kriteria ketataatan istri terhadap suami yang ada

dalam surat centhini juga Serat Candrarini yang nota bene menjadi

pedoman berkeluarga khususnya terkait dengan kehidupan berkeluarga

di Jawa. Kandungan ajaran yang ada di Serat Centhini ini jika

Page 14: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

14

dibandingkan dengan persepsi sekaligus praktik-praktik yang ada dalam

kehidupan keluarga di Jawa sangatlah nampak pengaruhnya. Istri di

Jawa tidak berani melawan atau menolak keinginan suami. Realitas

seperti ini bisa dilihat banyaknya perempuan yang rela untuk tidak

mengaktualisasikan diri dan ilmunya ketika dilarang oleh suami-suami

mereka. Seperti misalnya pandangan Kanjeng Ratu Hemas yang

diungkap dalam Kedaulatan Rakyat menyiratkan bahwa kedudukkan

istri yang lebih tinggi harus berani berkorban demi suami (Murniati

dalam Susanto, dkk; 2000: 28 yang dikutip oleh Catur Bidiarti). Dari

pandangan itu tersirat bahwa kedudukkan perempuan tergantung pada

suami, harus tetap patuh dan taat pada perintah suami dan ini akan

diikuti oleh anak-anaknya, termasuk kedudukkan anak perempuan yang

tergantung pada ayah atau saudara laki-lakinya. Kaum perempuan di

Indonesia masih terbelenggu oleh nilai-nilai budaya yang masih melekat

dalam kehidupan, sehingga sulit untuk menemukan jati dirinya dan tidak

berani untuk mengembangkan potensi yang dimiliki.

2. Istri dalam Ajaran Islam

Allah SWT menciptakan makhluknya laki-laki dan perempuan

dengan posisi yang sama dan yang membedakan adalah ketqwaannya.

(QS: Al Hujurat: 13), namun pemahaman tentang kewanitaan selalu

menarik perhatian, bukan karena keanggunan dan kelemah lembutannya

yang menawan, tetapi karena perlakuan terhadap dirinya tidak

menempatkannya sebagai sesama ciptaan. Hampir disetiap panjang

sejarah umat manusia, kapanpun, dimanapun dan bangsa apapun, pada

tingkat kebudayaan tingkat apapun wanita selalu ditempatkan sebagai

insan kelas dua. Hal ini terjadi karena penafsiran dan pemahaman ajaran

agama tidak pernah lahir dari ”ruang yang kosong” kebudayaan.

Dimensi ”historis” meminjam istilah Amin Abdullah agama tidak bisa

lepas dari kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang

dan waktu. (Hamim Ilyas:2005: 4-5)

Page 15: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

15

Sikap semacam ini agaknya didukung oleh beberapa

pernyataan hadis Rasulullah yang nampak meligitimasinya. Hadis-hadis

tersebut antara lain tentang penciptaan perempuan dari tulang rusuk laki-

laki, kodrat perempuan yang kurang akal dan kurang agama,

penghambaan istri terhadap suami, intervensi malaikat dalam hubungan

seksual, istri dilarang meminta cerai pada suami. Selain hadis tersebut

masih banyak lagi hadis-hadis misoginis yang nampak memarginalkan

perempuan (istri).

Dalil-dalil tersebut selalu saja dibaca sekaligus diterangkan

oleh para kyi, ustadz dalam acara walamatul ‟ursy, sebagai bekal

khususnya istri dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

Berdasarkan berbagai dalil ayat maupun hadis Nabi, ada

beberapa kewajiban istri terhadap suami sebagaimana diterangkan dalam

kitab Uqud al Lujjain yang dikutip oleh Amiur Nuruddin antara lain:

istri harus taat kepada suami, istri harus melaksakan kewajiban ketika

suami tidak ada di rumah, menjaga kehormatan, serta memelihara

rahasia dan harta suami sesuai dengan ketentuan Allah SWT.

Selain itu istri sebaiknya mengetahui kalau dirinya seperti

budak yang dinikahi tuannya dan dan tawaran yang lemah tak berdaya

dalam kekuasaan seseorang. Maka istri tidak boleh membelanjakan harta

suami untuk apa saja kecuali dengan izinnya. Bahkan mayoritas ulama

istri tidak boleh membelanjakan hartanya sendiri tanpa seizin suaminya.

Istri wajib merasa malu terhadap suami, harus menundukkan

muka dan pandangannya dihadapan suami, taat kepada suami ketika

diperintah apa saja selain maksiat, diam ketika suami berbicara, berdiri

ketika suami datang dan pergi, menampakkan cintanya terhadap

suaminya apabila suaminya mendekatinya, menampakkan kegembiraan

ketika suami melihatnya, menyenangkan suaminya ketika tidur,

mengenakan harum-haruman, membersihkan pakaian, membiasakan

berhias diri dihadapan suami dan tidak boleh berhias bila ditinggal

suami. (Amiur:2004: 181-184)

Page 16: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

16

Selanjuntnnya dalam hukum positif yakni UU No I Tahun 1974

pasal 30 sampai dengan pasal 34 yang menurut Sayuti Thalib dapat

diringkas menjadi lima prinsip: pertama, pergaulan hidup suami istri

yang baik dan tenteram dengan rasa cinta-mencintai santun menyantuni.

Kedua, suami memiliki kewajiban dalam posisinya sebagai kepala

rumah tangga dan istri juga memiliki kewajiban dalam posisinya sebagai

ibu rumah tangga. Ketiga, rumah kediaman disediakan suami dan suami

istri wajib tinggal dalam satu kediaman tersebut. Keempat, belanja

kehidupan menjadi tanggung jawab suami, sedangkan istri wajib

membantu suami mencukupi biaya hidup tersebut. Kelima, istri

bertanggungjawab mengurus rumah tangga dan membelanjakan biaya

rumah tangga yang diusahakan suaminya dengan cara-cara yang benar,

wajar dan dapat dipertanggungjawabkan. (Sayuthi Tahlib: 1982: 73-780)

Sedangkan konsep Islam tentang kebolehan seorang perempuan

atau istri aktif dalam ranah publik adalah apabila sesuai dengan

ketentuan-ketentuan syariat Islam. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah:

a Bahwa wanita itu, atau masyarakat, memang membutuhkan

pekerjaan itu, di mana tidak ada laki-laki yang dapat menangani

pekerjaan tersebut.

b Hendaknya wanita melakukan pekerjaan itu setelah menunaikan

pekerjaannya di rumah, yang merupakan tugas utamanya.

c Hendaknya pekerjaan itu dilingkungan wanita: seperti mengajar

wanita, mengobati dan merawat wanita. dan hendaknya pekerjaan itu

terpisah dari kaum laki-laki.

d Dalam menuntut ilmu perempuan diperbolehkan dengan syarat

bahwa dalam majlis tersebut hanya terdiri dari para wanita dan

terpisah dari laki-laki. Wanita juga boleh ikut majlis-majlis ta‟lim.

(Shalih:2005:27-28)

E. Kajian Pustaka

Masyarakat Indonesia dikenal dengan sistemnya yang patriarkis

meskipun sebenarnya terdapat variasi corak patriarki antar budaya. Salah satu

Page 17: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

17

masyarakat yang dikenal dengan kebudayaannya yang patriarkis adalah Jawa.

Corak patriarkhis ini sangat menonjol dalam kehidupan berkeluarga di Jawa.

Di mana seorang istri selalu saja diletakkan sebagai makhluk nomor dua, baik

dalam kehidupan domestik maupun kehidupan publik.

Fenomena ini selalu saja menarik untuk diperbincangkan dengan fokus

yang berbeda-beda. Karena tetap memiliki nilai-nilai ketertarikan tersendiri

bagi pemerhati gender, hukum perkawinan, sosiologi, baik untuk

mengapresiasi atau untuk mengkritiknya. Kajian terhadap tipologi ketaatan

istri terhadap suami tentu saja tidak dilepaskan dari nilai-nilai budaya

sekaligus norma yang berlaku di masyarakat Indonesia khususnya dalam

bingkai budaya Jawa. Keunikan kasus ini tidak saja terjadi di pedesaan yang

jauh dari hiruk pikuk kehidupan dan relatif tidak terpelajar namun juga di

perkotaan yang penuh dengan perkembangan peradaban dengan kepekaan

intelaktual yang tinggi.

Di antara kajian yang pernah dilakukan dalam kaitannya dengan tema

ini antara lain dilakukan oleh Syaiful Wildan dengan judul Kedudukan dan

Peram Perempuan sebagai Istri dalam Masyarakat Kraton Yogyakarta

Hadinigrat (Studi Pertautan antara Hukum Adat dan Hukum Islam). Fokus

pembahasan dalam penelitian ini adalah tentang peran perempuan sebagai istri

di kraton dan sejauhmana relevansi antara hukum adat dan hukum Islam. Hasil

penelitian tersebut menggambarkan bahwa ada perubahan peran perempuan

sebagai istri yang awalnya diposisikan di bawah suami sekarang memiliki

posisi yang seimbang dengan suami dan memiliki peran tidak hanya dalam

ranah domestik akan tetapi juga ranah publik. Adapun yang mempengaruhi

perubahan tersebut adalah perkembangan keadaan dan kondisi masyarakat,

serta kesesuain perubahan tersebut dengan hukum Islam.

Atik Catur Budiarti dalam majalah Pamator Volume 3 Nomor 1 April

2010 juga membahas panjang lebar dengan judul Aktualisasi Diri Perempuan

dalam Sistem Budaya Jawa (Persepsi Perempuan terhadap Nilai-Nilai

Budaya Jawa dalam Mengaktualisasikan Diri). Penelitian yang dilakukan di

Kelurahan Baluwarti Kecamatan Pasar Kliwon Kotamadya Surakarta ini

Page 18: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

18

berhasil menyimpulkan bahwa ajaran-ajaran dalam sistem budaya Jawa

merupakan nilai-nilai budaya yang kurang mendukung posisi kesetaraan

perempuan dalam berbagai sektor kehidupan. Nilai-nilai tersebut cenderung

memanjakan dan menikmatkan laki-laki dan menempatkan perempuan pada

posisi nomor dua di bawah kekuasaan laki-laki. Dengan adanya nilai-nilai

tersebut membuat perempuan merasa sulit berkembang sebagai pribadi dan

juga menemukan jati dirinya. Hal ini akhirnya membuat perempuan merasa

tidak berani dan tidak mampu untuk mengembangkan potensi yang selama ini

dimiliki. Tetapi dengan seiring perubahan jaman, menimbulkan keragaman

persepsi di antara kaum perempuan itu sendiri. Persepsi yang tradisional

masih menganggap bahwa sudah menjadi kodratnya perempuan itu tunduk

dan patuh pada laki-laki. Peran perempuan hanya sebatas pada wilayah

domestik yaitu melayani dan mengurus rumah tangga. Jika perempuan yang

harus terlibat dalam sektor ekonomi, hal itu hanya untuk membantu suami

karena gaji yang tidak mencukupi sehingga hanya alasan secara ekonomi.

Kajian yang bersifat artikel juga makalah-makalah sudah banyak juga

dilakukan oleh para pemerhati gender terutama kajian terhadap kesenjangan

perempuan dan laki-laki di Jawa, misalnya dilakukan oleh Sriyadi dengan

judul Nilai-nilai Kewanitaan dalam Budaya Jawa. Kajian ini menyimpulkan

bahwa Wanita sebagai ibu rumah tangga secara kejiwaan diidealkan memiliki

sifat mulia, yang berakar pada nilai gemi, nastiti, dan ngati-ati. Dalam budaya

Jawa istilah ini berkaitan erat dengan tata nilai kehidupan sehari-hari wanita

Jawa. Secara harfiah, gemi mengandung pengertian afektif rasa memiliki;

nastiti memiliki arti cermat dan teliti; dan ngati-ati berarti mempunyai sikap

hati-hati. Nastiti memiliki makna berhati-hati sekali. Sikap nastiti ini

berhubungan erat dengan penggunaan harta benda. Untuk mampu bersikap

nastiti, dituntut bersifat jujur, dapat dipercaya. Seorang wanita dalam hal

menggunakan harta benda keluarganya, dituntut bersikap hati-hati.

Pengeluaran uang hendaklah sesuai dengan „keputusan‟ keluarganya, sehingga

ia dapat memper-tanggungjawabkan ketika suami memintanya. Sebab, wanita

yang mempergunakan harta bendanya tanpa kontrol, akan melunturkan

Page 19: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

19

ke¬percayaan suami dan kondisi ini akan berakibat menggoyahkan kondisi

rumah tangga.

Kedua penelitian di atas menggambarkan tentang karakter perempuan

dalam hal ini istri sebagai ibu rumah tangga yang harus dan tunduk

sepenuhnya terhadap suami tanpa direlevansikan dengan ajaran agama yang

mereka anut.

Namun ada juga tuisan-tulisan yang ansih membahas tentang

kewajiban istri terhadap suami berdasarakan dalil-dalil al Quran dan juga

hadis tanpa mengkritik atau membahasnya dengan mencoba merelevansikan

dengan kehidupan perempuan modern. Pembahasan seperti ini banyak

dilakukan oleh ulama-ulama klasik yang kemudian menuai kritik dari ulama

kontemporer. Juga oleh para aktifis gender di lingkungan perguruan tinggi

Islam.

Kajian kritis terhadap hadis-hadis yang nampak misoginis ini misalnya

dilakukan oleh para aktifis gender yang tergabung dalam buku berjudul

Perempuan Tertindas Kajian Hadis-Hadis ”Misoginis”. Dalam buku para

penulis mencoba meneliti hadis tidak hanya dari segi sanad tapi juga kesuaian

matan dengan situasi di mana hadis waktu itu disabdakan oleh Nabi dengan

situasi sekarang.

Dari berbagai hasil penelitian dan juga kajian-kajian tersebut di atas

belum ada yang membahas tentang ketaatan istri terhadap suami antara

budaya dan ajaran agama (Islam) dengan fokus kajian tentang pola perilaku

istri terhadap suami dalam kehidupan sehari-hari, baik istri yang hanya

sebagai ibu rumah tangga maupun istri yang memiliki peran publik, perbedaan

pola perilaku istri yang bukan santri dengan perilaku istri yang abangan dan

priyayi, serta dasar ketaatan para istri terhadap suami, hal ini untuk menjawab

apakah ketaatan istri terhadap suami ini lebih didorong oleh budaya Jawa yang

patriakhis atau ajaran agama Islam.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis dan Fokus Penelitian

Page 20: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

20

Jenis penelitian yang akan dilakukan ini termasuk penelitian

kualitatif, dengan menggunakan pendekatan sosiologis-empiris. Adapun

lokasi penelitiannya adalah dua kelurahan yang ada di kecamatan Tingkir,

yaitu Keluarahan Tingkir Lor dan Kelurahan Kutowinangun. Dua wilayah

ini memiliki tradisi masyarakat serta karakter yang berbeda. Kelurahan

Tingkir sangat kentak dengan trasidi keagamaan karena masyarakat

mayoritas santri, sedangkan kelurahan Kutowinagun memiliki tradisi yang

hiterogen. Selain letaknya yang dekat dengan pusat kota Salatiga, karakter

masyarakatnyapun bermacam-macam.

Dalam penelitian kualitatif, pertama yang harus dilakukan adalah

menentukan research question atau fokus penelitian. Karena dalam

penelitian kualitatif gejala itu bersifat holistik atau menyeluruh dan tidak

dapat dipisahkan. makna yang terkandung didalamnya adalah kita tidak

akan menetapkan penelitian kita hanya berdasarkan pada variabel

penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang akan kita teliti yang

meliputi aspek tempat, pelaku, dan aktifitas yang berinteraksi secara

sinergis.

Pohan (2007:14) mengatakan bahwa membatasi penelitian

merupakan upaya pembatasan dimensi masalah atau gejala agar jelas

ruang lingkupnya dan batasan yang akan di teliti. dalam hasil hal ini kita

mengusahakan melakukan penyempitan dan penyederhanaan terhadap

sarana riset yang terlalu luas dan rumit. dan tidak berharap berada di hutan

belantara karena kan memboroskan tenaga dan biaya. Sebagai ilustrasi jika

fokus penelitian yaitu ketika kita ditengah hutan belantara kita sebagai

peneliti dan tidak mungkin kita meneliti semua isi hutan, mulai dari

hewan, tumbuhan dan apa yang ada dihutan. berapa waktu yang kita

butuhkan?berapa biaya yang akan kita gunakan?tentu tak terhitung..benar

gak?akan lebih baik kita buat fokus penelitian yaitu membuat batasan,

misalnya hanya meneliti tentang kayu jatinya. dalam penelitian kualitatif

lebih ditekankan pada fokus yang sempit tapi mendalam. artinya satu

Page 21: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

21

persoalan yang dikaji lebih baik daripada semua masalah di hutan dikaji

tapi tidak mengarah.

Fokus juga bisa di artikan sebagai domian tunggal atau beberapa

domain yang terkait dengan situasi sosial. menurt Sugiyono (2007:34)

pembatasan masalah dan topik dalam penelitian kualitatif lebih didasarkan

pada tingkat kepentingan, urgensi dan feasibility masalah yang akan

dipecahkan, selain juga faktor keterbatasan tenaga, dana dan waktu. suatu

masalah di katakan penting apabila masalah tersebut tidak dipecahkan

melalui penelitian akan semakin menimbulkan masalah baru.

Adapun yang akan menjadi fokus penelitian ini adalah perilaku

istri terhadap suami dalam kehidupan sehari-hari, baik istri yang hanya

sebagai ibu rumah tangga maupun istri yang memiliki peran publik.

Apakah ada perbedaan perilaku istri yang bukan santri dengan perilaku

istri yang santri. Apakah dasar ketaatan para istri terhadap suami, hal ini

untuk menjawab apakah ketaatan istri terhadap suami ini lebih didorong

oleh budaya Jawa yang patriakhis atau ajaran agama Islam.

Penentuan fokus penelitian ini bertujuan untuk memberikan arah

selama penelitian berlangsung. Utamanya pada saat pengumpulan data,

agar peneliti mampu membedakan antara data yang relevan dengan tujuan

penelitian. Namun fokus penelitian ini sangat memungkinkan berubah

pada saat berada di lapangan. (Bagong Suyanto: 2005: 170-171)

2. Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data bisa dilakukan dengan observasi

(pengamatan), interview (wawancara), dan juga dokumentasi. Dalam

penelitian ini kami akan menggunakan wawancara sekaligus pengamatan

ataupun observasi dan juga dokumentasi. Wawancara akan dilakukan

kepada para istri baik yang hanya sebagai ibu rumah tangga atau istri yang

memiliki peran publik. Wawancara ini dilakukan dalam rangka menggali

data yang berupa lesan. Wawancara dalam penelitian akan dilakukan

dengan dua cara yakni tersetruktur dan tidak terstruktur.(Sugoyono: 2010:

138-139)

Page 22: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

22

Sedangkan observasi atau pengamatan dilakukan dalam rangka

menggali data tentang gambaran umum tempat penelitian, serta pola

ketaatan istri terhadap suami dengan mengamati langsung pola perilaku

istri terhadap suami. Sedangkan dokumentasi dilakukan dalam rangka

memperoleh data tentang data-data yang berupa angka, mulai dari jumlah

penduduk, jumlah dan jenis pekerjaan, tingkat kesejahteraan, tingkat

pendidikan dan lain-lain. Agar penggunaan masing-masing metode ini

bisa sesuai dengan pedoman dalam penelitian kualitatif maka pendalama

teori tentang ketiga metode penggalian data tersebut menjadi sangat

penting.

3. Tehnik Analisi Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama dilapangan, dan setelah selesai di lapangan.

Dalam hal ini Nasutin yang dikutip Sogiyono menyatakan ”analisis telah

mulai sejak merumuskan dan mejelaskan masalah, sebelum terjun ke

lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian.

Adapun model analisis data yang akan digunakan dalam penelitian

ini adalah model analisis interaktif yang terdiri dari data reduction, yakni

dengan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-

hal yang penting dicari tema dan polanya.

Setelah data direduksi langkah selanjutnya adalah mendispaly data

dalam bentuk uraian singkat berupa uraian naratif. Langkah sekanjutnya

adalah conclusion drawing atau verification yaitu penarikan kesimpulan

dan verifikasi dalam rangke menjawab rumusan masalah. Jawaban dari

rumusan masalah ini merupakan temuan baru yang sebelumnya belum

pernah ada. (Sugiyono: 2010: 246-252)

Page 23: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

23

BAB II

ISTRI DALAM ISLAM DAN BUDAYA JAWA

A. Konsep Istri Dalam Islam

1. Keluarga Dalam Islam

Islam mendorong untuk membentuk keluarga. Islam mengajak

manusia untuk hidup dalam naungan keluarga, karena keluarga seperti

gambaran kecil dalam kehidupan stabil yang menjadi pemenuhan

keinginan manusia, tanpa menghilangkan kebutuhannya.

Keluarga merupakan tempat fitrah yang sesuia dengan keinginan

Allah SWT bagi kehidupan manusia sejak keberadaan khalifah, Allah

SWT berfirman dalam Q.S. Ar Ra‟du: 38 yang artinya: Dan sesungguhnya

Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami

memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.

Kehidupan manusia secara individu berada dalam perputaran

kehidupan dengan berbagai arah yang menyatu dengannya. Karena

sesungguhnya fitrah kebutuhan manusia mengajak untuk menuju keluarga

sehingga mencapai kerindangan dalam tabiat kehidupan. Bahwasanya

tiadalah kehidupan yang dihadapi dengan kesungguhan oleh pribadi yang

kecil. Bahkan telah membutuhkan unsur-unsur kekuatan

memperhatikannya kepada tempat-tempat berkumpul, tolong menolong

dalam menanggung beban, menghadapi kesulitan, dari segenap kebutuhan

aturan keluarga. (Ali Yusuf:2010: 23-24)

Page 24: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

24

Hal ini merupakan fitrah kehidupan dan penghidupan, manusia

dalam mengharap kemulian-Nya. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Ar-

Rum:30 yang artinya: (Tetaplah atas) fitrah Allah SWT yang telah

menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah

Allah.

Laki-laki dan perempuan harus bisa bekerjasama dalam dalam

hidup agar rumah tangga yang dibangun bisa harmonis. Pengertian rumah

tangga di sini adalah keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Kata

"keluarga" sendiri berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kula yang berarti

famili dan warga berarti anggota. Dengan demikian, keluarga adalah

anggota famili yang dalam hal ini terdiri dari bapak (suami), ibu (isteri)

dan anak.

Kehidupan berkeluarga dimulai sejak seorang laki-laki dan

seorang perempuan melaksanakan perkawinan. Perkawinan sah menurut

agama adalah apabila perkawinan itu dilaksanakan menurut syarat-syarat

yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan agama. Keyakinan yang

demikian sangat bermakna unruk membangun sebuah keluarga yang

dilandasi oleh nilai-nilai moral agama, yaitu pasangan suami isteri tidak

memiliki beban kesalahan atau dosa untuk hidup bersama, bahkan

memperoleh berkah dan pahala.

Di samping dilaksanakan menurut tuntunan agama, perkawinan

juga diharapkan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang yang

berlaku;, karena akan memperoleh kepastian dan perlindungan hukum

Page 25: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

25

sebagai warga jika timbul masalah di kemudian hari. Perkawinan yang

dilaksanakan menurut kedua sudut pandang tersebut menyebabkan anak-

anak yang dilahirkan memperoleh kejelasan status siapa ayah dan ibu

mereka di hadapan hukum.

Dalam perspektif ajaran agama Islam, keluarga terbentuk melalui

pertemuan suami isteri yang permanen dan dalam waktu yang lama,

sehingga berlangsung proses reproduksi demi kelangsungan generasi.

Oleh karena itu, keluarga dalam Islam mengemban fungsi yang kompleks,

mengingat kehidupan keluarga tumbuh dan berkembang sangat dinamis.

Sementara dari dimensi sosial, perkawinan juga diterima bagian

dari kultur yang berkembang di tempat masyarakat hidup, sehingga

lembaga keluarga memperoleh pengakuan dan diterima sebagai bagian

dari masyarakat. Pengakuan itu dibuktikan dengan adanya perlindungan

untuk hidup berdampingan berdasarkan tata aturan dan norma yang

berlaku di masyarakat.

Pada kenyataannya, lembaga keluarga tidak hanya sekedar

tempat melangsungkan reproduksi, tetapi lebih dari itu ia memiliki fungsi

religius, rekreatif, edukatif, social, dan protektif.

Dari uraian tersebut di atas, menjadi jelas bahwa perkawinan

adalah fondasi dasar pertama bagi sebuah bangunan rumah tangga. Di

dalam rumah tangga ada suatu keindahan, kebanggaan, dan pertumbuhan

yang menyenangkan serta kebersamaan. Oleh karena itu, dalam

membangun keluarga harus memperhatikan prinsip kesetaraan antara

Page 26: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

26

suami isteri. Antara yang satu dengan yang lain saling mengisi dan

menghargai sehingga akan terwujud keluarga yang kondusif. Keluarga

yang kondusif adalah keluarga yang dibangun atas dasar prinsip perjanjian

yang teguh, karena ia merupakan amanat yang masing-masing pihak

terikat untuk menjalankannya sesuai dengan ajaran Allah Swt. Peran

antara suami isteri diatur menurut prinsip kesetaraan dan keseimbangan

untuk saling mengisi dan menghargai satu dengan yang lain. Dari keluarga

yang kondusif seperti ini memungkinkan untuk dapat melahirkan

keturunan yang cerdas dan taqwa sehingga anak-anak yang dilahirkan

mempunyai kesempatan untuk berkembang secara baik. Keluarga yang

demikian dalam konsep keluarga Islam disebut keluarga sakinah

(TM.Fuaduddin,1999 :5).

Islam menganjurkan umat manusia untuk mendirikan rumah

tangga atas dasar iman, Islam, dan Ihsan, yaitu sebuah keluarga yang

didasari atas rasa cinta, kasih dan sayang (TM.Fuaduddin :23). Keluarga

yang dilandasi oleh ketiga unsur tersebut diyakini akan mudah

menumbuhkan kerjasama yang baik antara suami isteri beserta

anggotanya.

Fuaduddin mengemukakan bahwa ciri utama keluarga sakinah

adalah: pertama, adanya cinta kasih yang permanen antara suami dan

isteri (QS.4. An-Nisa' : 21); kedua, adanya kesetiaan dalam kasih sayang

antara ayah, ibu dan anak; dan ketiga, terciptanya sistem pembagian kerja

Page 27: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

27

yang adil antara suami dan isteri dengan melihat kebutuhan dan kenyataan

yang dihadapi (Abdul Hani Kisyik, 1996 : 120)

2. Hak dan Kewajiban Istri

Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan kehidupan

rumah tangga. Ada banyak ayat-ayat al Qur‟an ataupun hadis Nabi yang

membicarkan hal tersebut, yang kemudian ditafsirkan oleh para mufasir.

Adapun hak dan kewajiban seorang istri terhadap suaminya

menurut syariat Islam hanya ada dua, yaitu: (1) kewajiban melayani suami

secara biologis dan (2) kewajiban taat pada suaminya dalam segala hal

selain maksiat. Dalam suatu hadits, diriwayatkan Abdurrahman bin Auf

menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: yang artinya : “Apabila

seorang laki-laki mengajak istrinya ke ranjangnya, lalu sang istri tidak

mendatanginya, hingga dia (suaminya –ed) bermalam dalam keadaan

marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya hingga pagi tiba.” (HR.

Bukhari dan Muslim)

Hak dan Kewajiban Istri terhadap suami menurut Islam

Kewajiban istri untuk taat pada suami bermacam-macam bentuknya.

Misalnya menjaga harta suaminya saat ditinggal pergi, tidak memasukan

laki-laki lain kedalam rumah tanpa izin suaminya, tidak meninggalkan

rumah kecuali dengan izin suaminya, menjaga kehormatannya, dan lain-

lain.

Sedangkan ulama di Indonesia merumuskan hak dan kewajiban

istri dalm bentuk UU dan Kompialsi Hukum Islam yang mengatur tentang

Page 28: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

28

perkawinan. Sebagaimana yang tercantum dalam UU ataupun KHI secara

jelas menerangkan bahwa tujuan perkawinan yaitu untuk membina

keluarga yang bahagia, kekal dan abadi berdasarkan tuntunan syari‟at dari

Tuhan Yang Maha Esa. Jika tujuan perkawinan tersebut ingin terwujud,

sudah barang tentu tergantung pada kesungguhan dari kedua pihak, baik

itu dari suami maupun istri. Oleh karena itu perkawinan tidak hanya

dipandang sebagai media untuk merealisasikan syari‟at Allah agar

mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat, yang kemudian hanya

dimaknai dengan terpenuhinya kebutuhan seks saja. Implikasinya nanti

perempuan hanya sebagai objek kenikmatan laki-laki saja, sehingga

perempuan menjadi pihak yang dikuasai laki-laki.

Hakikat perkawinan dalam Islam sebenarnya adalah merupakan

ikatan kuat yang melahirkan hubungan yang seimbang. Sehingga tidak

saling menguasai. Posisi suami dan istri sama sejajar tanpa ada yang

merasa lebih tinggi, lebih berkuasa dan juga lebih berhak. Mereka harus

menyadari bahwa yang mempersatukan seorang laki-laki yang akhirnya

menjadi suami dan wanit menjadi istri adalah kata akad. (Amiur:2004:46-

48)

Sedangkan hak dan kewajiban istri terhadap suami dalm UU No I

Tahun 1975 sebagaimana diterangkan dalam pasal 30, 31, 32, 33, dan 34.

Dalam pasal 30 diterangakan: Suami istri memikul kewajiban yang luhur

untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan

mesyarakat.

Page 29: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

29

Dalam pasal 34 ayat 2 diterangkan bahwa: Istri wajib mengatur

urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Hal ini sejalan dengan KHI pasal

83:

(1) Kewajiban utama bagi seoarang isteri ialah berbakti lahir dan batin

kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam.

(2) Isteri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-

hari dengan sebaik-baiknya.

Selanjutnya dalam pasal 84 diterangkan bahwa:

(1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan

kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1)

kecuali dengan alasan yang sah

(2) Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya

tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-

hal untuk kepentingan anaknya.

(3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali

sesuadah isteri nusyuz

(4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus

didasarkan pada bukti yang sah.

Sedangkan dalam kitab Uqudulijain karya Imam An Nawawi al

Bantani2 dijelaskan bahwa, seorang istri yang solihah adalah mereka yang

taat kepada suami. Mereka yang melaksanakan kewajiban ketika suami

tidak di rumah, menjaga kehormatan, serta memelihara rahasia dan harta

2 Kitab karya Imam Nawawi ini memiliki tingkat popularitas dan apresiasi yang tinggi dalam

masyarakat pesantren hampir di seluruh Indonesia dan diajarkan selama kurang lebih dua abad.

Page 30: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

30

suami sesuai dengan ketentuan Allah SWT, karena Allah telah emnjaga

dan meberuikan pertolongan kepada mereka.

Pada teks yang lain dinyatakan bahwa para wanita sebaiknya

mengetahui kalau dirinya seperti budak yang dinikahi tuannya dan

tawanan yang lemah dan tak berdaya dalam kekuasaan seseorang. Maka

wanita tidak boleh membelanjakan harta suami untuk apa saja kecuali

dengan izinnya. Bahkan mayoritas ulama mengatakan bahwa istri tidak

boleh membelanjakan hartanya sendiri kecuali dengan izin suaminya. Istri

dilarang membelanjakan hartanya karena dianggap seperti orang yang

banyak hutang. (Mustafa Bisri: 2001:46)

Istri wajib merasa malu terhadap suami, harus menundukkan

muka dan pandangannya dihadapan suami, taat kepada suami ketika

diperintah apa saja selain maksiat, diam ketika suami berbicara, berdiri

ketika suami datang dan pergi, menampakkan cintanya kepada suaminya

ketika suami mendekatinya, menampakkan kegembiraan ketika suami

melihatnya, menyenangkan suami ketika tidur, mengenakan harum-

haruman, membiasakan merawat mulut dari bau yang tidak sedap dengan

memakai harum-haruman, membersihakn pakaian, membiasakan berhias

diri dihadapan suami dan tidak boleh berhias bila ditinggal mati suami.

(Mustafa Bisri:61)

3. Hak dan Kewajiban Suami

Peran suami dalam rumah tangga merupakan peran yang sangat

vital. Sering kali kita mendengar bahwa suami ibarat nahkoda perahu di

Page 31: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

31

lautan lepas. Ia sebagai pemimpin ke mana perahu akan diarahkan.

Sebagai pemimpin, ia juga dituntut bertanggung jawab atas keselamatan,

kenyamanan dan ketenteraman penumpangnya. Begitulah orang sering

menggambarkan suami dalam rumah tangga. Ia tidak hanya dituntut

memenuhi kebutuhan fisik keluarga, tetapi juga dituntut memberi

kenyaman, pengayoman, dan rasa aman seisi keluarga.

Dengan ilustrasi di atas, sebelum kita membahas mengenai

pengertian peran suami dalam rumah tangga ada baiknya perlu diketahui

lebih dahulu mengenai pengertian "peran". Kosa kata "peran" dalam

kamus bahasa Indonesia memiliki banyak pengertian, antara lain : pemain;

tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan

dalam masyarakat; bertindak sebagai; atau tindakan yang dilakukan oleh

seseorang di dalam suatu peristiwa (Em Zulfajri, tt : 64).

Dari pengertian di atas apabila dikaitkan dengan kata "suami"

berarti kedudukan yang dimiliki seorang laki-laki dalam keluarga yang

diharapkan dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawab dalam rumah

tangga. Sementara itu, keluarga adalah suami-isteri yang terbentuk melalui

perkawinan, maka hidup bersama dengan seorang wanita tidak dapat

dinamakan keluarga jika keduanya tidak diikat dengan perkawinan

(DEPAG, 2005 :4). Dengan demikian peran suami berarti kedudukan

seorang laki-laki yang diharapkan dapat melaksanakan tugas dan tanggung

jawab rumah tangga yang dibentuk melalui perkawinan.

Page 32: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

32

Dalam sebuah rumah tangga, suami biasanya berperan sebagai

kepala rumah tangga. Artinya, suami merupakan pemimpin yang memiliki

kekuasaan dalam pengambilan keputusan dalam urusan keluarga. Hal ini

karena suami mendapatkan tugas mencari nafkah dan bertanggung jawab

untuk melindungi dan mengayomi rumah tangga Dalam posisi ini, suami

mempunyai tugas yang berat bila dibandingkan dengan isteri.

Al-Qur'an telah menentukan laki-laki untuk menduduki jabatan

itu, bukan perempuan, karena ia memiliki kelebihan dalam menunaikan

kewajiban-kewajiban untuk kebaikan rumah tangga, namun lebih kepada

menjaga kelancaran jalannya rumah tangga. Untuk kelancaran tugas

memimpin rumah tangga ini, diperlukan kepatuhan dan ketaatan dari isteri

dan anggota lainnya.

Namun demikian, peran dan fungsi suami sebagai kepala rumah

tangga sebagaimana dikemukakan, akhir-akhir ini mulai menghadapi

gugatan (kritik) yang tajam terutama oleh para aktivis perempuan untuk

penguatan jender karena, menurut mereka, pembagian peran tersebut tidak

sejalan dengan ajaran Agama (Ratna Bantara Munti : 4).

Dalam Ajaran Islam, kedudukan suami dalam rumah tangga

merupakan berkedudukan yang telah ditetapkan secara jelas, yaitu sebagai

pemimpin keluarga. Al-Qur'an menegaskan :

" Laki-laki adalah pemimpin bagi wanita, sesuai dengan

kelebihan yang diberikan Allah kepada sebahagian kamu terhadap

sebahagian yang lain, dan juga karena laki-laki menafkahkan harta

mereka…" (QS. An-Nisa', 4 : 34). Dan bahwa "… suami mempunyai satu

tingkatan kelebihan dari pada wanita. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha

Bijaksana" (QS. Al-Baqarah, 2 : 228).

Page 33: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

33

Berdasarkan ayat di atas, ada dua alasan yang dapat ditangkap

kenapa suami diberi hak menjadi pemimpin keluarga : pertama, karena

laki-laki mempunyai kelebihan atas perempuan; kedua, karena laki-laki

telah menafkahkan sebahagian harta untuk biaya hidup.

Mengenai kelebihan laki-laki atas perempuan, Al-Qur'an tidak

menjelaskan apa kelebihan laki-laki atas perempuan. Kelebihan yang

diberikan Allah kepada laki-laki itu yang jelas, bukan berarti mencakup

keistimewaan-keistimewaan dalam memperoleh hak-hak dan kewajiban

dalam rumah tangga. Hal ini karena Al Qur'an telah menegaskan bahwa

kedua suami isteri memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama dan

seimbang.

" …. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan

kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi suami mempunyai

satu tingkatan kelebihan dari pada wanita. Dan Allah Maha Perkasa lagi

Maha Bijaksana" (QS. Al-Baqarah, 2 : 228). Juga firman Allah : "…dan

untuk para suami ada satu tingkatan kelebihan dari pada isterinya…" (QS.

Al-Baqarah, 2 : 228).

Menurut Mahmud al-Sabbagh, bahwa Al-Qur'an menentukan

laki-laki untuk menduduki jabatan sebagai kepala rumah tangga, karena

laki-laki memiliki kelebihan dalam menunaikan kewajiban-kewajiban

untuk kebaikan rumah tangga. Kelebihan yang dimiliki oleh suami hanya

merupakan cara membagi tugas dan meletakkan tanggung jawab yang

harus dilakukan di dalam rumah tangga. Dengan kata lain, kelebihan laki-

Page 34: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

34

laki hanya berlaku pada tingkatan hirarkhi di rumah tangga demi

kemaslahatan, yaitu agar perjalanan rumah tangga teratur menuju kebaikan

dan keselamatan (1994 : 129-131).

Dengan demikian, peran suami dalam rumah tangga lebih

menunjukkan ditegakkannya kesimbangan peran melalui pembagian

peran, tugas dan tanggung jawab dalam rumah tangga. Selanjutnya, untuk

mengetahui bagaimana suami memainkan perannya dalam rumah tanggga,

berikut ini akan dijelaskan mengenai dimensi-dimensi peran suami dalam

rumah tangga.

Untuk dapat melaksanakan peran sebagai pemimpin keluarga,

maka suami harus mampu melaksankan kewajiban terhadap keluarga.

Dalam hal ini Azhar Basyir mengemukakan bahwa kewajiban suami dapat

dibagi menjadi dua; pertama, kewajiban kebendaan, yatu mahar dan

nafkah; kedua, kewajiban bukan kebendaan, yaitu tidak berbuat yang

merugikan isteri, berbuat adil di antara para isteri dalam perkawinan

poligami (Fuaduddin, 1999 : 23).

Kewajiban kebendaan, kewajiban suami atas hak isteri dalam hal

kebendaan meliputi ; yang pertama adalah mahar atau maskawin, hal ini

terdapat dalam QS. An Nisa : 4 " Dan berikanlah maskawin kepada

perempuan-perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian wajib;

apabila mereka dengan senang hati memberikan sebagian maskawin itu

kepadamu, maka ambillah dia sebagai makanan yang sedap lagi baik

akibatnya"

Page 35: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

35

Dari ayat tersebut dapat diperoleh suatu pengertian bahwa

maskawin itu adalah harta pemberian wajib dari suami kepada isteri, dan

merupakan hak penuh bagi isteri yang tidak boleh diganggu oleh suami,

suami hanya dibenarkan ikut makan maskawin apabila diberikan oleh isteri

dengan sukarela.

Dengan demikian, mahar yang menjadi hak isteri dan kewajiban

atas suami itu hanya merupakan simbol kesanggupan suami untuk

memikul kewajiban-kewajibannya sebagai suami dalam hidup perkawinan

yang akan mendatangkan kemantapan dan ketentraman hati isteri. Jadi

bukan uang pembelian dan bukan pula sebagai upah bagi isteri yang telah

menyerahkan dirinya kepada suami.

Kedua adalah nafkah; yang dimaksud nafkah adalah

mencukupkan segala keperluan istri, meliputi makanan, pakaian, tempat

tinggal, pembantu rumah tangga dan pengobatan, meskipun isteri

tergolong kaya. Sebagaimana terdapat dalam QS. Al Baqarah : 233 "Dan

ayah berkewajiban mencukupkan kebutuhan makanan dan pakaian untuk

para ibu anak-anak dengan cara yang ma'ruf " dan dalam QS. At Thalaq :

6-7 mengajarkan " Tempatkanlah isteri-isteri dimana kamu bertempat

tinggal menurut kemampuanmu; janganlah kamu menyusahkan isteri-isteri

untuk menyempitkan hati mereka; apabila isteri-isteri yang kamu talak itu

dalam keadaan hamil, maka berikanlah nafkah kepada mereka hingga

bersalin…."ayat berikutnya memerintahkan " Orang yang mampu

hendaklah memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang

Page 36: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

36

kurang mampu pun supaya memberi nafkah dari harta pemberian Allah

kepadanya; Allah tidak akan membebani kewajiban kepada seseorang

melebihi pemberian Allah kepadanya ….".

Pada dasarnya berapa besar nafkah yang wajib deberikan oleh

suami kepada isteri adalah dapat mencukupi keperluan secara wajar,

meliputi keperluan makan,pakaian, perumahan dan sebagainya. Prinsip

"mencukupi keperluan" dapat diperoleh dari hadits Nabi tentang

dibenarkannya seorang Isteri mengambil uang suaminya tanpa izin apabila

nafkah yang diberikan tidak mencukupi.

Kata "ma'ruf" yang dipergunakan Al Qur'an dan hadits untuk

memberi ketentuan nafkah itu diberikan secara wajar (sedang, tengah-

tengah,tidak kurang dari kebutuhan tetapi tidak pula berlebihan). Jadi

sesuai dengan tingkat hidup dan keadaan isteri dan kemampuan suami.

Kata ma'ruf dapat berarti pula bahwa hal-hal yang memang dirasakan

menjadi kebutuhan hidup; seperti alat-alat rumah tangga, alat-alat kerapian

tata-busana yang tidak melampaui batas, bahkan juga perhiasan

sekedarnya apabila memang suami mampu, dapat termasuk hal-hal yang

wajib diperhatikan suami.

Selanjutnya kewajiban bukan kebendaan. Hak-hak bukan

kebendaan yang wajib ditunaikan suami terhadap isterinya, disimpulkan

dalam perintah QS. An Nisa : 19 agar para suami menggauli isteri-

isterinya dengan ma'ruf dan bersabar terhadap hal-hal yang tidak

disenangi, yang terdapat pada isteri. Menggauli isteri dengan cara yang

Page 37: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

37

ma'ruf dapat mencakup ;(a) sikap menghargai, menghormati dan

perlakuan-perlakuan yang baik serta meningkatkan taraf hidupnya dalam

bidang agama, akhlak dan ilmu pengetahuan yang diperlukan; (b)

melindungi dan menjaga nama baik; dan (c) memenuhi kodrat biologisnya

(Azhar Basyir, 1990 :48-49).

Menurut Soemiyati, yang dimaksud dengan nafkah ialah segala

kebutuhan isteri, meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain

yang termasuk kebutuhan rumah tangga pada umumnya.materi (1986 :

90). Sementara itu, Azhar Basyir, mendefinisikan nafkah adalah

mencukupkan segala keperluan isteri meliputi makanan, pakaian, tempat

tinggal, pembantu rumah tangga, dan pengobatan, meskipun isteri

tergolong kaya (Azhar Baasyir:1990 : 52).

Mengenai berapa kadar belanja yang harus disediakan oleh suami

itu harus mengingat kedudukan sosial dan tingkat kehidupan suami isteri.

Dengan kata lain, besarnya nafkah yang wajib diberikan oleh suami

kepada isteri adalah dapat mencukupi kebutuhan secara wajar, tidak

kurang tidak pula berlebihan. Hal ini disesuaikan dengan tingkat hidup dan

keadaan isteri serta tentu saja kemampuan suami. Yang ma'ruf bagi suami

berpangkat tinggi lain dengan yang ma'ruf bagi suami berpangkat rendah

(Azhar Basyir:1990 : 53).

Dengan demikian kata ma'ruf atau baik berarti bahwa hal-hal

yang memang dirasakan menjadi kebutuhan hidup, seperti alat-alat rumah

tangga, alat-alat kerapian tata busana yang tidak melampaui batas, bahkan

Page 38: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

38

juga perhiasan sekadarnya apabila memang suami mampu (Azhar

Basyir,1990 :53).

Selain keperluan belanja di atas, maka keperluan rumah tangga

yang wajib dipenuhi suami meliputi :

1. Memberi tempat tinggal yang layak

2. Belanja dan keperluan rumah tangga sehari-hari

3. Belanja pemeliharaan kehidupan anak-anak

4. Belanja sekolah dan pendidikan anak-anak

Secara umum, dimensi-dimensi peran suami dalam keluarga dapat

di bagi menjadi dua :

1. Dimensi domestik (kerumahtanggaan : membantu kerepotan isteri,

membantu mengasuh dan merawat anak-anak, pendidikan)

Suami sebagai ayah dari anak-anak pada umumnya adalah figure yang

diidolakan dalam setiap keluarga.

2. Dimensi Publik (pencari nafkah)

Suami sebagai kepala rumah tangga dan sebagai pelindung keluarga

harus mampu dan berani mengambil kebijakan-kebijakan yang bersifat

umum untuk mempertahankan dan membela kepentingan keluarga di

mata masyarakat.

Dalam UUP Tahun 1974 menerangakn bahwa suami memiliki

hak dan kewajiban yang tidak berbeda jauh dengan konstruk ulama fiqh.

Hal yang demikian, bisa dipahami karena proses proses pembuatannya

mengakomodir praktek-praktek dalam masyarakat, dan melibatkan ulama

Page 39: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

39

serta berbagai kitab rujukan fiqh khususnya dalam proses

pembuatan.(Imam Musabikin:2001:80)

Namun demikian jika dibandingnkan secara detail sebetulnya

UUP ada yang lebih demokratis. Misalnya dalam pasal 32 ayat 2

dinyatakan: Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal

ini ditentukan oleh suami istri bersama. Ini menunjukkan bahwa istri

mempunyai hak untuk berpendapat dalam menentukan di mana harus

bertempat tinggal.

Pernyataan ini juga berbeda dengan adapt yang terjadi di Jawa.

Dalam budaya Jawa istri harus taat, patuh bahkan takut kepada suami.

Penentuna tempat tinggal sepenuhnya ada dalam keputusan suami.

B. Konsep Istri Dalam Budaya Jawa

1. Masyarakat dalam Budaya Jawa

Masyarakat dalam budaya Jawa yang dimaksud adalah mereka

yang menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan yang masih

menjalankan nilai-nilai budaya Jawa baik kebiasaan perilaku maupun

seremonialnya. Saat ini etnis Jawa telah menyebar hampir disegala penjuru

Indonesia. Ditinjau dari geografis masa lampau, kehidupan masyarakat

Jawa ada di wilayah administrasi propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,

Jawa Tengah, dan Jawa Timur saat ini. Masyarakat terbagi dalam Jawa

pesisir utara dan pedalaman. Berdasar administrasi saat ini masyarakat

Jawa pesisir meliputi eks karesidenan Pekalongan, Semarang, Tuban, dan

Surabaya, sedangkan masyarakat Jawa pedalaman meliputi eks

Page 40: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

40

karesidenan Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta, serta Madiun,

Kediri, dan Malang, ketiga terakhir dikenal sebagai wilayah Mataraman.

Wilayah Tapalkuda merupakan wilayah yang pengaruh Jawanya

berkombinasi dengan pengaruh Madura. (http://geo.fis.unesa.ac.id)

Dalam masyarakat Jawa dikenal dua kaidah dasar kehidupan

yaitu prinsip kerukunan dan prinsip hormat (Suseno, 2001). Kedua prinsip

merupakan kerangka normatif yang menentukan bentuk kongkrit semua

interaksi. Rukun berarti berada dalam keadaan selaras, tenang dan tentram,

tanpa perselisihan dan pertentangan. Rukun merupakan keadaan yang

harus dipertahankan dalam semua hubungan sosial seperti rumah tangga,

dusun, desa, dan lainnya. Tujuan rukun adalah keselarasan sosial.

Sementara prinsip hormat merupakan cara seseorang dalam membawa diri

selalu harus menunjukkan sikap menghargai terhadap orang lain sesuai

derajat dan kedudukannya. Prinsip hormat didasarkan pada pandangan

bahwa semua hubungan dalam masyarakat teratur secara hirarkis yang

merupakan kesatuan selaras sesuai tatakrama sosial.

Kesadaran akan kedudukan sosial merupakan hal yang penting

dalam prinsip rukun dan hormat masyarakat Jawa. Interaksi sosial yang

berlangsung harus menyadari dengan siapa interaksi tersebut sedang

berlangsung. Dalam masyarakat Jawa dikenal adanya stratifikasi

masyarakat sebagai suatu warisan sistem kerajaan dan sistem feodal

penjajah masa lampau. Dua golongan stratifikasi masyarakat yang saling

berhadapan tersebut meliputi priyayi-wong lumprah, wong gedhe-wong

Page 41: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

41

cilik, pinisepuh-kawulo mudho, santri-abangan, dan sedulur-wong liyo

(Endraswara, 2003). Stratifikasi ini menuntut suatu komunikasi yang

berbeda dalam berinteraksi mengimplementasikan prinsip rukun dan

hormat.

Sebagai suatu sistem kebudayaan, dalam kehidupan masyarakat

Jawa juga memiliki suatu pengalaman religius yang khas. Secara umum

pengalaman religius khas masyarakat Jawa adalah (Suseno, 2001) : (1)

kesatuan masyarakat, alam dunia, dan alam adikodrati sebagai sesuatu

yang tidak terpecah belah, (2) sangkan paraning dumadi, dan (3) takdir.

Sementara paham sinkritisme, yaitu sikap mendua yang dapat diperankan

oleh orang Jawa, memiliki sisi positif seperti tingginya kemampuan

adaptasi masayarakat Jawa dimanapun berada, meskipun sisi negatif

seperti ketidakterusterangan sangat mewarnai dalam kehidupan.

Kesatuan masyarakat, alam dunia, dan alam adikodrati terungkap

dalam kepercayaan bahwa semua alam empiris berkaitan persis dengan

peristiwa di alam metaempiris. Manusia dalam berperilaku tidak boleh

gegabah sehingga bertabrakan dengan yang ada di alam metaempiris.

Satu-satunya cara menghindari tabrakan adalah dengan belajar dari

pengalaman dan dari tradisi yang ada. Tetapi bagaimana cara mengenali

alam adikodrati yang tidak terlihat ? Paham mengenal ‟‟tempat yang

tepat‟‟ berdasarkan dua tanda yang tidak bisa salah merupakan cara yang

harus ditempuh. Tanda pertama bersifat sosial yaitu keselarasan sosial, dan

tanda kedua bersifat psikologis yaitu ketenangan batin, ketiadaan rasa

Page 42: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

42

kaget, dan kebebasan dari ketegangan emosional. Tanda-tanda tersebut

dapat dipahami apabila prinsip rukun dan hormat ditegakkan.

Sangkan paraning dumadi merupakan paham asal usul dan apa

tujuan manusia di dunia. Paham ini mendorong manusia berhadapan

dengan hakekat yang bermakna dalam kehidupannya yaitu penyatuan diri

dengan Tuhannya. Manusia harus menyadari bahwa mereka berasal dari

Tuhan, mengemban misi di dunia dari Tuhan, dan kelak akan

mempertanggungjawabkan misi di dunia kepada Tuhan. Oleh sebab itu

pancaran Ilahiah dari Tuhan harus menjadi pedoman utama dalam

menjalankan misi di muka bumi. Akan tetapi pada akhirnya takdir

Tuhanlah yang lebih menentukan tanpa suatu keberdayaan manusia.

Manusia hanya bisa melakukan apa yang sesuai dengan ”tempatnya”,

sehingga dalam kehidupan harus selalu berusaha untuk bisa memahami

”tempatnya”.

2. Konsep Wanita (istri) dalam Budaya Jawa

Istilah wanita itu sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti

wani ditata (berani ditata). Pengertian ini telah mencirikan adanya tuntutan

kepasifan pada perempuan Jawa. Selain itu istilah putra mahkota (bukan

putri mahkota), kawin paksa, dan babakan pingitan yang diberlakukan

kepada perempuan yang akan menikah, ditangkap Widyastuti (2005)

sebagai persoalan gender yang dihadapi perempuan Jawa.

Page 43: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

43

Istilah “wanita” dari sudut pandang genetik dilawankan dengan

istilah “pria,” “putri” dilawankan dengan “putra,” dan “perempuan”

merupakan lawan jenis “laki-laki.” Secara fisik perempuan pada dasarnya

bukan sekedar tubuh yang berbeda dengan laki-laki. Secara biologis

perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan yang dapat ditengarai melalui

bentuk kelamin. Berdasarkan perbedaan tersebut, pernyataan bahwa

kekuatan perempuan lain dengan laki-laki biasa diucapkan. Laki-laki dan

perempuan sesungguhnya memiliki substansi sama dalam kepemilikan

“jiwa abadi” (manusia sebagai ciptaan Tuhan) yaitu jiwa yang tidak

mengenal perbedaan jenis seks.

Wanita Jawa sangat identik dengan kultur Jawa, seperti bertutur

kata halus, tenang, diam (kalem), tidak suka konflik, mementingkan

harmoni, menjunjung tinggi nilai keluarga, mampu mengerti dan

memahami orang lain, sopan, pengendalian diri tinggi atau terkontrol, dan

daya tahan untuk menderita tinggi. Bila ada perselisihan ia lebih baik

mengalah, tidak gegabah, tidak grusa-grusu, dan dalam mengambil

langkah mencari penyelesaian dengan cara halus.

Dalam konsep budaya Jawa terdapat beberapa istilah tentang

wanita, yaitu: wadon, pawèstri, putri, wanodya, retna, kusuma, memanis,

juwita, wanita, dan dayita. Masing-masing istilah ini mempunyai arti

tersendiri yang menunjukkan bahwa wanita dalam pandangan masyarakat

Jawa memiliki peran istimewa (Basuki, 2005:5).Terkait wanita dengan

Page 44: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

44

budaya Jawa tidak bisa lepas dari berbicara tentang budaya paternalistik

yang sudah dipraktekkan secara turun menurun. Menurut Indrawati

(2002), masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang memiliki

pembatasan-pembatasan tertentu dalam relasi gender yang

memperlihatkan kedudukan dan peran laki-laki yang lebih dominan

dibanding perempuan. Hal ini didukung oleh Handayani dan Novianto

(2004) yang menyatakan bahwa dalam budaya Jawa yang cenderung

paternalistik, laki-laki memiliki kedudukan yang istimewa. Indrawati

menambahkan bahwa perempuan Jawa diharapkan dapat menjadi seorang

pribadi yang selalu tunduk dan patuh pada kekuasaan laki-laki, yang pada

masa dulu terlihat dalam sistem kekuasaan kerajaan Jawa (keraton). Hal

ini senada dengan pendapat Widyastuti (2005) yang mengutip Kusujiarti,

perempuan Jawa lebih banyak menjadi sasaran ideologi gender yang

hegemonik yang menimbulkan subordinasi terhadap perempuan.

Selain itu bagi masyarakat Jawa, perempuan sejati adalah

perempuan yang tetap tampak lembut dan berperan dengan baik di rumah

sebagai ibu maupun istri, di dapur maupun di tempat tidur. Masyarakat

Jawa berharap perempuannya bersikap dan berperilaku halus, rela

menderita, dan setia. Ia diharapkan dapat menerima segala sesuatu bahkan

yang terpahit sekalipun.

Berkaitan dengan prinsip hormat, sedapat mungkin perempuan

Jawa tidak tampil dalam sektor publik karena secara normatif perempuan

Page 45: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

45

tidak boleh melebihi suami. Kalaupun kemungkinan untuk tampil tersedia,

perempuan Jawa diharapkan tidak menggunakan kesempatan itu jika dapat

mengganggu harmoni kehidupan keluarga. Dalam konteks ini, istri tidak

boleh mempermalukan suami. Istri harus selalu menghormati dan

menghargai suami, menempatkan suami begitu tinggi, dan memenuhi

segala kebutuhan suami.

Namun demikian, ada sebagian pendapat yang menyatakan

bahwa sistem bilateral, dan bukan paternalistik, yang justru tampak dalam

praktik hidup sehari-hari pada masyarakat Jawa. Sebagian orang

menganggap perempuan Jawa memiliki kekuasaan yang tinggi mengingat

sumbangannya yang umumnya cukup besar dalam ekonomi keluarga yang

dicapai melalui partisipasi aktif mereka dalam kegiatan produktif

(Widyastuti, 2005). Handayani & Novianto (2004) juga menyebutkan

fungsi istri sebagai manajer rumah tangga justru membuat posisi kontrol

perempuan Jawa menjadi lebih kuat.

Sebagaimana telah disinggung dalam masyarakat jawa, bahwa

selain laki-laki itu juga ada perempuan yang dalam masyarakat jawa

disebut Wadon, Wanita, Estri, Putri. Dan perlu kita dalami bahwa keempat

istilah tersebut bukanlah sekedar istilah semata melainkan mengandung

konsekuensi idiologis, yang disini disebut sebagai beban idiologis.

Wadon, kata wadon berasal dari bahasa Kawi wadu, yang secara

harfiah berarti kawula atau abdi. Istilah ini sering diartikan bahwa

Page 46: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

46

perempuan “dititahkan” di dunia ini, “ditakdirkan” sebagai abdi (pelayan)

sang guru laki (suami). Pengabdian seorang wanita harus mengikuti setiap

tataran “kehidupan”. Secara naratif, hal tersebut mengandung konsekuensi

logis, bahwa jika seorang suami meninggal, sang istri harus melanjutkan

pengabdiannya di Alam kubur dan begitu pula seterusnya.

Wanita, wanita berasal dari kata gabungan dua kata bahasa jawa

(kerata basa) wani (berani) dan tata (teratur).secara “gathukologis” kata

bentukan ini mengandung dua konotasi wani ditata dan wani nata,dalam

konotasi wani ditata bahwa perempuan tetap tunduk pada sang guru laki

sedangkan wanita harus bertanggung jawab atas pendidikan anak dan

seluruh pengaturan keluarga.

Estri, kata estri lahir dari kata estern dalam bahasa kawi berarti

penjurung (pendorong), dengan demikian sebutan estri pada manusia itu

harus mampu mendorong suami, membantu pertimbangan-timbangan

terutama saat jiwa dan semangat sedang melemah.

Putri, kata putri berarti anak perempuan. Dalam peradaban

tradisional jawa kata ini sering dibeberkan sebagai akronim dari kata-kata

putus tri perkawis, yang menunjuk kepada purna karya perempuan.

Dari semua istilah yang telah disebutkan bahwa kedudukan

seorang wanita tidak sejajar dengan kaum pria, semua menggambarkan

bahwa posisi perempuan selalu ada di bawah laki-laki.

Page 47: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

47

3. Hak dan Kewajiban Istri

Berbicara tentang hak dan kewajiban seorang istri dalam budaya

jawa tidak bisa lepasa dari pemaknaan dari wanita itu sendiri, sebagaimna

telah dijelaskan di atas. Dalam kehidupan keluarga, perempuan

berkedudukan sebagai istri (garwa), pendamping suami dan sebagai ibu

rumah tangga yang melahirkan, menjaga, dan memelihara anak. Secara

lebih luas sesuai perannya dalam keluarga, perempuan dalam Serat

Candrarini dilukiskan bisa macak, manak, dan masak.

Macak, yang berarti seorang perempuan harus bisa merias diri,

berdandan, ataupun berbusana yang sebaik-baiknya agar senantiasa

tampak cantik, menarik dan mempesona. Hal ini merupakan kewajiban

pokok yang harus dijaga sebagai bentuk perwujudan bekti dalam melayani

suami. Dengan demikian, jika perempuan selalu tampak menarik, ia akan

membuat suami betah tinggal dirumah.

Manak, pengertian tersebut tidak hanya sekedar mengandung,

melahirkan, dan menyusui saja tetapi juga menjaga, memelihara, dan

mendidik anak. Kemampuan berhias diri tampaknya bermuara kepada

perempuan yang kedua ini karena dengan menjaga kecantikannya seorang

perempuan akan memiliki daya tarik bagi suami.

Masak, mengurusi dapur, karena mengurusi dapur perempuan

sering disebut dengan istilah kanca wingking. Namun, kepandaian

memasak tidak hanya mengolah dan menyediakan makan dan minum,

tetapi juga mengatur anggaran belanja dengan sebaik-baiknya. Sebagai

Page 48: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

48

wujud dari sikap bekti terhadap suami, dalam urusan masak-memasak dan

segala sesuatu yang berhubungan makan dan minum, istri juga harus

memperhatikan selera dan kesenangan suami.

Ketiga istilah tersebut sering diidentikkan dengan jenis tempat

pekerjannya, yaitu dapur,pupur, sumur dan kasur. Selain itu seorang istri

juga masih dituntut untuk mengabdi dan berbakti, baik keluarga,

masyarakat maupun bangsa. Ia sadar bahwa tanpa berkarya yang berarti

seseorang tidak akan pernah bisa hidup dalam arti yang sebenarnya. Ia

berpendapat bahwa karya sangat bermanfaat bagi kualitas hidup itu

sendiri, idealisme, perkembangan ilmu pengetahuan, cinta, dan kasih

sayang. Dengan berkarya dan bekerja akan tercapai masyarakat yang adil

dan makmur, gemah ripah loh jinawi.

Dari gambaran mengenai peran dan kedudukan perempuan dalam

sastra jawa yang dihasilkan raja dan pujangga keraton abad XVIII dan

XIX diketahui bahwa peran dan kedudukan perempuan terbatas disektor

domestik. Adapun kedudukan perempuan yang disebutkan dalam beberapa

karya sastra jawa tersebut, antara lain sebagai berikut.

a Sebagai hamba Tuhan

Perempuan jawa pada umumnya menganut agam Islam,

Katolik, Protestan, Hindu dan Budha. Adupun agama yang dianut oleh

sebagian besar masyarakat termasuk perempuan dilingkungan keraton

adalah agama Islam yang tercampur dengan unsur-unsur ajaran Hindu

Budha, animisme, dan dinamisme. Pengembangan kebudayaan Jawa

Page 49: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

49

yang dimasuki unsur-unsur agama, terutama agama Islam dilakukan

oleh raja maupun pujangga. Melalui karya sastra, mereka

menganjurkan agar laki-laki dan perempuan selalu bersyukur atas

karunia Tuhan.

b Sebagai anak atau menantu

Anak perempuan sebelum kawin memiliki kewajiban bekti

(mengabdi) kepada orang tua. Setelah menikah pengabdian sebagai

anak bertambah dengan wajib bekti kepada mertua. Selanjutnya

dijelaskan pula alasan mengapa masing-masing perlu mendapatkan

penghormatan dari anak. Disebutkan bahwa bapak/ibu adalah sebagai

perantara anak lahir kedunia. Selain orang tua, mertua juga mempunyai

andil dalam menciptakan kebahagian anak/menantu, karena melalui

perantara mertua, perempuan mendapat suami yang dapat memberikan

kebahagiaan

c Sebagai istri

Dalam sastra jawa banyak ditemukan ajaran tentang tugas-

tugas istri sebagai pendamping suami. Karena kedudukan istri

ditempatkan sebagai pihak yang harus berbakti kepada suami. Dalam

kedudukan sebagai istri, perempuan berada dalam posisi yang lebih

rendah dari pada suami, sebab dalam konsep jawa istri harus

memperlakukan suami seperti dewa yang dipuji, ditakuti , dan

dihormati.

d Sebagai ibu

Page 50: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

50

Tugas perempuan dalam kedudukannya sebagai ibu tidak

banyak disinggung dalam karya sastra jawa. Yang sering ditemukan

dalam karya sastra jawa adalah hak ibu, termasuk bapak, untuk

mendapat penghormatan dan kebaktian dari anak. Hak orang tua untuk

dituruti perintahnya sangat besar, bahkan disamakan dengan raja

karena kedudukan orang tua sebagai panutan (teladan) bagi anaknya

sama dengan raja yang menjadi teladan bagi rakyatnya.

Secara garis besar budaya Jawa masih menempatkan istri dalam

posisi yang inferior. Menganggap sebagai barang yang tidak bisa memiliki

hak menentukan nasib sendiri. Perilakunya harus disesuaikan dengan

tradisi dan pandangan seperti halnya hidup yang dijalani harus diabdikan

sepenuhnya kepada laki-laki/suaminya. Kewajiban istri kepada suami

dapat dikategorikan dalam beberapa aspek:

a. Mengutamakan sifat keluhuran dan keutamaan. Istri harus dapat

memilah perlakuan yang baik dan yang jelek.

b. Takut dan berbakti pada suami. Perempuan sebagai seorang istri sudah

seharusnya takut dan berbakti kepada suami. Diwujudkan dengan

seorang istri harus bersedia menerima semua kemauan serta kehendak

suami, serta harus melaksanakan semua kehendak suami.

c. Cinta kasih dan setia kepada suami. Cinta seorang istri harus ikhlas

tanpa dan setulus hati tanpa mempertimbangkan untung dan rugi.

Perilaku yang mencerminkan ketidaktaatan istri kepada suami seperti

cemberut, tidak menyenagkan hati, bengis, pemarah, dan suka

Page 51: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

51

bertengkar harus dihindari.

d. Tidak menggunakan guna-guna atau jimat. Seorang istri tidak

diperkenankan menggunakan guna-guna atau jimat dalam menarik

simpati suami.

e. Selalu berhias setiap malam. Berhias merupakan bentuk perilaku yang

dipandang menyenangkan hati. Sebaiknya jika telah berbusana dengan

baik istri tetap tinggal di rumah. Istri yang demikian akan

mendapatkan Rahmat dari Tuhan.

Selain lima kewajiban tersebut dalam budaya Jawa terdapat tiga

kewajiban istri, yaitu, wedi, gemi, dan gumeati. Wedi, (takut) yaitu jangan

menyangkal pembicaraan atau menolak suruhan suami, dan melakukan

secara ikhlas lahir batin. Gemi, (hemat), artinya jangan boros, memelihara

setiap pemberiannya, menyimpan segala rahasia dan tidak banyak bicara.

Gumati, (setia) artinya cinta kepada semua yang disukai lelaki dan

menyediakannya. Tiga hal tersebut, semakin melegalkan aturan bahwa

wanita harus tunduk, patuh, dan takut kepada suami sehingga semakin

sempurnalah ideologi kekuasaan laki-laki terhadap perempuan.

(Informatika: 2011:105-106)

Dari kelima aspek tentang kewajiban istri terhadap suami tersebut

menggambarkan bahwa istri dalam budaya Jawa tidak memiliki

kewenangan apapun. Semua kehidupannya hanya untuk melayani suami

tanpa diperbolehkan untuk membantah apalagi berani kepada suami. Hal

ini membuktikan bahwa pola kehidupan keluarga di Jawa menganut

Page 52: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

52

paham ptatriakhis.

4. Hak dan Kewajiban Suami

Masyarakat Jawa abad XVII sampai XIX pada umunya

menonjolkan peran dominan kaum laki-laki. Sedang kaum perempuan

memperoleh kedudukan serta peranan yang kurang terkemukan. Pada

hakikatnya masyarakat yang didominasi oleh pria kekuasanya meliputi

berbagai aspek kehidupan. antara lain: bidang sosial politik, sosio cultural

religius. Dalam lingkungan keluarga, pria menjadi kepala keluarga

mempunyai kekuasaan sebagai pemberi keputusan sebagai pencari

nafkah, jabatannya menentukan status keluarga, penentu garis keturunan,

pemimpin kerabat. Dengan demikian pihak pria lebih banyak

berkomunikasi keluar, bertindak, bertanggungjawab, produktif dalam

pembagian pekerjaan, pihak pria dituntut untuk melakukan fungsi yang

tidak terikat kepada fungsi reproduksi. Hak dan kewajiban suami dalam

adat Jawa antara lain bisa digolongkan dalam huruf 5 A:

a Angayani, memberi nafkah lahir dan batin kepada istri dan anak-

anaknya.baik berupa makan maupun pakaian. Penanggungjawab

memberikan nafkah ini menjadi tanggungjawab suami. Karena suami

dalam lingkup Jawa dikatakan sebagai seorang yang aktif manah

memburu dan mencari. nafkah lahir ini banyak bentuknya, diantaranya

sang istri berhak meminta sang suami memberikan rumah jadi dan

bersih setiap hari, makanan siap saji setiap hari, pakaian bersih setiap

Page 53: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

53

hari,dll. nafkah batin ini juga banyak jenisnya diantaranya kepuasan

seksual, ketenangan bathin dalam urusan akhirat dan lain-lain.

b Angomahi, maksudnya suami berkewajiban membuat rumah sebagai

tempat berteduh istri dan anak-anaknya. Membuat rumah ini

merupakan kebutuhan pokok untuk menjamin kehidupan berkeluarga.

Adapun dalam menentukan tempat kediaman, suamilah yang

mempunyai hak dan kewajiban untuk menyediakannya. Karena dalam

budaya Jwa suami adalag desicion maker dalam keluarga, maka tidak

heran ini menjadi tanggungjawab suami tanpa campur tangan istri.

c Angayomi, suami menjadi pengayom dan pembimbing keluarga.

Suami mempunyai tugas membimbing rumah tangganya yang

menyangkut segala aspek kehidupan dalam keluarga. Seperti layaknya

pemimpin, laki-laki wajib mengawasi, melindungi, serta mengajari

hal-hal yang tidak diketahui istrinya. Suami wajib membimbing

keluarga. Dan tugas ini tidak mungkin dibebankan kepada istri karena

dianggap tidak memiliki kecakapan sebagaimana yang dimiliki oleh

suami. Pengayom dan pembimbing bisa dimaknai bahwa suami harus

bisa memberikan kedamaian, bisa membimbing keluarga dalam meraih

ridlo Ilahi. bimbingan ini bisa yang berkenaan dengan

hablumminallah, hablumminannas dan hablumminal alam.

d Angayemi, menentramkan keluarga. Yaitu suami berkewajiban

menjaga ketentraman dalam keluarga. Memberikan rasa tenang serta

aman bagi anak-anak dan istrinya. diantaranya, menjaga kebersihan

Page 54: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

54

rumah agar terbebas dari penyakit, menjaga dari gangguan manusia,

binatang maupun makhluk halus, menjaga kesetabilan perekonomian

keluarga, dan lain-lain.

e Angamajtani, mampu menurunkan bibit unggul. Tugas yang satu ini

diwujudkan ketika akan memilih istri dengan mempertimbangkan

bibit (keturunan), bobot (kekayaan), bebet (kedudukan). Ketiga hal

tersebut merupakan hak suami yang harus dipenuhi. Karena keturunan

menjadi hal yang sangat penting bagi laki-laki dalam hal meneruskan

sejarah keturunannya.

Kelima tugas atau kewajiban suami tersebut di atas mencerminkan

bahwa laki-laki memiliki otoritas dalam rumah tangga. Laki-laki Jawa

dianggap lebih terhormat, terpuji, selalu berada di depan, menjadi penguasa

rumah tangga, memiliki tanggung jawab yang lebih dibanding perempuan, dan

sebagai pribadi yang aktif. Sebaliknya perempuan selalu berada pada posisi di

bawah, hanya mengurusi masalah domestik. Hanya menjadi pendamping laki-

laki, serta pribadi yang pasif.

C. Pengaruh Budaya terhadap Perilaku Manusia

Budaya atau kebudayaan menurut Koentjara Ningrat (1987:180)

berasal dari bahasa sansekerta yaitu budhayyah yang merupakan bentuk jamak

dari kata budhi (akal) yang bermakna budi dan akal manusia. yang meliouti

keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka

kehidupan masyarakat yang dijadikan manusia dengan belajar. Dalam bahasa

Page 55: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

55

Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin colore yaitu

mengolah atau mengerjakan. Ahli sosiologi mengartikan kata kebudayaan.

Perilaku adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berbicara, berjalan,

tertawa, bekerja dan lain-lain. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud periaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik

yang diamati langsung, maupun yang tidak diamati langsung oleh pihak luar.

Dalam buku Pattern of Culture (1934), Ruth Benedict yang dikutip

Daniel L. Pals menjelaskan bahwa kebudayaan adalah kunci untuk memahami

umat manusia, bahkan untuk memahami seorang individu sekalipun. Orang

akan cenderung menyatakan bahwa kebiasaan seseorang adalah cerminan

kebudayaan, sebab kebudayaan itu sendiri sebenarnya adalah sumber tempat

individu mengambil pelajaran bagaimana harus bertindak dalam hidupnya.

(Danial: 2001:375-377)

Pernyataan ini sejalan dengan pengertian kebudayaan yang

dikemukakan oleh Melvile J. Herkovits bahwa segala sesuatu yang terdapat

dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat

itu sendiri.

Dari sini bisa diambil sebuah hipotesis bahwa ketaatan istri terhadap

suami sangat mungkin dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa yang patriarkhis

secara turun menurun. Hal ini bisa dilihat dari ketaatan ibu kepada ayah yang

kemudian menurun perilaku putrinya. Atau ada pengaruh ajaran agama

(Islam) terhadap perilaku ketaatan istri terhadap suami.

Page 56: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

56

Agama berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari kata a berarti

tidak dan gama berarti kacau. Dengan demikian makna agama adalah sesuatu

yang tidak kacau. Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia agama berarti

prinsip kepercayaan kepada Tuhan. (Suharso:2005:19) Jadi fungsi agama

adalah untuk memelihara intergeritas dari seseorang atau sekelompok orang

agar hubungannya dengan Tuhan, makhluk dan lingkungannya tidak kacau.

Dari definisi agama dan budaya tersebut nampak bahwa antara

agama dan budaya memiliki hubungan yang sangat erat dalam mempengaruhi

perilaku manusia. Kesimpulan ini sejalan dengan pernyataan Amin Abdullah

bahwa pemahaman ajaran agama tidak pernah lahir dari ”ruang yang kosong”

kebudayaan. Dimansi ”historis” agama tidak bisa lepas dari kesejarahan dan

kehidupan manusia yang berada dalam ruang dan waktu. (Hamim Ilyas:2005:

4-5)

Page 57: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

57

Page 58: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

58

BAB III

KETAATAN ISTRI TERHADAP SUAMI

DI KELURAHAN TINGKIR LOR DAN KUTOWINANGUN

A. Gambaran Umum Kelurahan Tingkir Lor

1. Letak Geografis Kelurahan Tingkir Lor

Kelurahan Tingkir Lor merupakan salah satu kelurahan di

wilayah Kecamatan Tingkir Kota salatiga. Secara geografis, Kelurahan

Tingkir Lor berbatasan dengan beberapa Kelurahan yang berada di

wilayah Kota salatiga serta dengan desa yang berada di wilayah

Kabupaten Semarang. Adapun Batas – batas Kelurahan Tingkir Lor adalah

sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kelurahan Kalibening dan Desa Nyamat

Sebelah Selatan : Kelurahan Tingkir Tengah Kecamatan Tingkir

Sebelah Timur : Kelurahan Tingkir Tengah Kecamatan Tingkir

Sebelah Barat : Kelurahan Tingkir tengah Kecamatan tingkir

Keadaan Wilayah Kelurahan Tingkir Lor dengan topografi atau

bentangan lahan yang terdiri dari daratan +- 105,08 ha, dan kondisi

geografis tinggi dari permukaan air laut 660 m serta keadaan suhu rata-rata

23 C, curah hujan rata-rata per tahun 2,250 mm, secara umum beriklim

tropis dan berhawa sejuk.

Adapun tingkat perkembangan Kelurahan Tingkir Lor didukung

berbagai faktor antara lain jarak orbitrasi / jarak dari pusat pemerintahan

sebagai berikut :

Jarak dari Kecamatan tingkir : 4 Km

Page 59: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

59

Jarak dari Pemerintahan Kota salatiga : 5 Km

Jarak dari Penerintahan Provinsi : 55 Km

Kelurahan Tingkir Lor sebelumnya merupakan desa di wilayah

Kabupaten Semarang, kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

69 Tahun 1992 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah

Tingkat II Salatiga dan Kabupaten Daerah Tingkat II Semarang, resmi

diperoleh berdasarkan Perda Kota Salatiga Nomor 11 Tahun 2003 tentang

Perubahan Desa menjadi Kelurahan.

Sebagian besar area di wilayah Kelurahan Tingkir Lor berupa

lahan pertanian berupa tanah persawahan, lahan pertanian kering jenis

tegalan dan sebagian tanah lainnya adalah kawasan perumahan penduduk.

Luas Kelurahan Tingkir Lor adalah 177,3 Ha yang terdiri dari :

Tanah Sawah seluas 75,992 Ha, dengan rincian :

Sawah Irigasi : 72,712 Ha

Sawah Tadah hujan : 3, 28 Ha

Tanah Kering seluas 101,308 Ha dengan rincian:

Tanah Tegalan : 45,365 Ha

Lain-lain : 55,943 Ha

2. Potensi Wilayah

Untuk mengetahui potensi wilayah beserta sumber daya manusia

yang tinggal di Kelurahan Tingkir Lor bisa dilihat dari jumlah penduduk

berdasarkan usia dan tingkat pendidikan. Jumlah penduduk di Kelurahan

Tingkir Lor sebanyak 4.874 orang terdiri dari 1.634 KK dengan perincian

menurut jenis kelamin laki-laki : 2.397 orang dan perempuan : 2.477

orang. Selanjutnya bisa dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Page 60: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

60

TABEL 1. DATA JUMLAH PENDUDUK

NO UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1. 0 – 4 tahun 186 197 383

2. 5 – 9 tahun 186 191 377

3. 10 – 14 tahun 188 179 367

4. 15 – 19 tahun 177 225 402

5. 20 – 24 tahun 168 193 361

6. 25 – 29 tahun 208 195 403

7. 30 – 34 tahun 230 232 462

8. 35 – 39 tahun 197 183 380

9. 40 – 44 tahun 203 185 388

10. 45 – 49 tahun 170 202 372

11. 50 – 54 tahun 160 160 320

12. 55 – 59 tahun 113 101 214

13. 60 – 64 tahun 82 83 165

14. 65 – 69 tahun 43 49 92

15. 70 – 74 tahun 33 41 74

16. > 75 tahun 53 61 114

J U M L A H 2.397 2.477 4.874

Page 61: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

61

Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Tingkir Lor bulan

Desember 2014

Sedangkan jika ditinjau dari keyakinannya, mayoritas penduduk

Kelurahan Tingkir Lor beragama Islam di samping agama-agama yang

lainnnya. Kerukunan umat dan antar agama sangat baik. Adapun rincian

jumlah penduduk menurut agama bisa dilihat dalam tabel berikut ini.

TABEL 2. DATA PENDUDUK MENURUT AGAMA

NO AGAMA JUMLAH

1. ISLAM 4.643

2. KRISTEN

PROTESTAN

158

3. KHATOLIK 71

4. HINDU -

5. BUDHA -

6. LAIN –LAIN 2

J U M L A H 4.874

Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Tingkir Lor bulan

Desember 2014

Jika dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat kelurahan Tingkir

Lor bisa sebetulnya bisa dibedakan menjadi dua. Yaitu pendidikan formal

dan pendidikan non formal. Yang dimaksud pendidikan non formal adalah

masyarakat yang menempuh pendidikan pesantren di mana pesantren

Page 62: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

62

tersebut tidak mengeluarkan ijazah. Data ini lumayan sulit untuk didata.

Akan tetapi banyak masyarakat yang berpendidikan pondok pesantren. Hal

ini terbukti banyaknya tokoh agama, kyai yang memiliki kemampuan

keagaamaan (Islam) yang tinggi. Para kyai memiliki majlis-majlis kajian

keagamaan. Adapun data pendidikan formal warga Kelurahan Tingkir Lor

dilihat dalam tabel di bawah ini.

TABEL 3. DATA TINGKAT PENDIDIKAN TERAKHIR

NO TINGKAT

PENDIDIKAN

JUMLAH

1. Tidak/Belum

Sekolah

700

2. Belum tamat SD 646

3. SD / Sederajat 1.045

4. SLTP 735

5. SLTA 1.231

6. D1 – D3 175

7. S1 318

8. S2 20

9. S3 4

Sumber : Laporan Monografi Dinamis Kelurahan Tingkir Lor bulan

Desember 2014

Dalam melihat potensi wilayah penting juga diperhatikan data

tentang sarana prasarana pembangunan. Karena hal ini merupakan salah satu

Page 63: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

63

kebutuhan masyarakat yang cukup penting dalam mendukung jalannya roda

pemerintahan di suatu wilayah. Adapun sarana prasaranan pembangunan

yang ada di wilayah Kelurahan Tingkir Lor di bagi dalam beberapa bidang

sebagai berikut :

Kedua adalah sarana pendidikan, di Kelurahan Tingkir Lor mempunyai

sarana pendidikan sebagai berikut :

SD /Sederajat : 3 Buah

SLTP / Sederajat : 1 Buah

SLTA / Sederajat : -

Pendidikan Tinggi / Akademi : 1 Buah

Ketiga adalah sarana kesehatan. Prasarana kesehatan yang ada di Kelurahan

Tingkir Lor hanya ada satu orang bidan praktik.

Keempat adalah sarana prasarana olah raga. Prasarana olah raga yang ada di

Kelurahan tingkir Lor yaitu lapangan sepak bola yang berada di wilayah RT

05 RW VIII. Lapangan ini setipa hari dipakai oleh masyaarakat untuk

bermain sepak bola dan juga jenis olah raga yang lainnya.

Dalam rangka mendukung kelancaran tugas kepemerintahan, di

Kelurahan Tingkir Lor telah terbentuk berbagai lembaga tingkat kelurahan

yang berfungsi untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugas kelurahan.

Berikut ini lembaga-lembaga yang ada di Kelurahan Tingkir Lor:

Page 64: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

64

Pertama, Lembaga pemberdayaan masyarakat Kelurahan

(LPMK). Sesuai dengan Keputusan Walikota Salatiga Nomor 12 tahun

2004, LPMK mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Menyusun rencana pembangunan yang partisipatif

b. Menggerakan swadaya gotong royong masyarakat

c. Melaksanakan serta mengendalikan pembangunan.

Sedangkan fungsi dari LPMK sebagaimana pasal 5 Keputusan

Walikota Salatiga Nomor 12 tahun 2004 adalah :

a. Penanaman dan pemupukan rasa persatuan dan kesatuan masyarakat

kelurahan

b. Pengkoordinasian perencanaan pembangunan

c. Pengkoordinasian perencanaan lembaga kemasyarakatan

d. Perencanaan kegiatan pembangunan secara partisipasif dan terpadu

e. Pengendalian dan pemenfaatan sumberdaya kelembagaan untuk

pembangunan di Kelurahan.

Adapaun susunan pengurus LPMK periode tahun 2015-2018 bisa

dilihat dalam tabel di bawah ini:

TABEL 8.

NO JABATAN NAMA

Page 65: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

65

1. Ketua Drs. Akhsin

2. Wakil Ketua Edy Sugijono

3. Sekretaris Lagiyem

4. Bendahara Muamir Marzuqi

Bidang – Bidang

1. Pembangunan Afifudin

Zumroni

2. Pemuda dan Pariwisata Tri Mashudi

3. Kesehatan dan

Kependudukan

Ari Herayati

4. Perekonomian dan Koperasi Haryono

5. Keagamaan Tuba Rubai

6. Keamanan dan Ketertiban Muh Rifai

Ahmad Sholikun

Kedua, Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT). Di

Kelurahan Tingkir Lor terdiri dari 8 RW dan 24 RT, dengan data

kepengurusan sebagai berikut :

TABEL 9.

NO RW RT NAMA KETUA RW / RT

1. I Nuryanto

Page 66: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

66

01 Armedi

02 Khoerun

03 Jarmanto

2. II Nurchan

01 Sofyan Fuadi

02 M. Fauzan Thoironi

3. III M. Fanani

01 Sofyan Sauri

02 Aris Heri Wibowo

03 Faisol Faruq

4. IV Hardiyo

01 Ja‟farin

02 Sunaryo

03 Suali

5. V Muslim

01 Ma‟ani Azis

02 Munir

6. VI Lantip

01 Arif Budianto

02 Mujiyono

7. VII Sudarmono

01 Sapari

Page 67: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

67

02 Sudarto

03 Haryanto

04 Sunar Suryadi

05 Supriyanto

8. VIII Edi Sugijono

01 Sahadad

02 Eko Sudianto

03 Purwanto

04 Muh Toha

Ketiga, Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga.

Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) adalah

organisasi yang berbasis masyarakat, dipelopori dan didukung penuh oleh

Pemerintah dan merupakan salah satu wahana untuk menampung aspirasi

dan menggerakkan peran sera masyarakat khususnya perempuan dalam

pembangunan.

PKK merupakan mitra Pemerintah Kelurahan dalam melaksanakan

tugas pemerintahan umum dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat

melalui program-program kerjanya.Berikut ini Kami sampaikan Susunan

Pengurus Tim Penggerak PKK Kelurahan Tingkir Lor Masa Bakti Tahun

2013 – 2016.

TABEL 10.

Page 68: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

68

NO NAMA JABATAN KET

1 2 3 4

1. Ny. Udiyani Sumadi Ketua SK Lurah

Tingkir

2. Ny. Purwanto Wakil Ketua Lor No : 421.1/

3. Ny. Suyati Sekretaris I 01/302.02/2013

4. Ny. Ruminah Sekretaris II

5. Ny. Sri Karyanti Bendahara I

6. Ny. Suali Bendahara II

7. Ny. Sukaesi Akhla Pokja I

8. Ny. Suherman Pokja I

9. Ny. Nasiroh Pokja I

10. Ny. Siti Munawaroh Pokja II

11. Ny. Nur Hidayati Pokja II

12. Ny. Sri Mulyani Pokja II

13. Ny. Himatul Aliyah Pokja II

14. Ny. Rohmiyati Pokja III

15. Ny. Anis Hudaya Pokja III

16. Ny. Yuli Parnawati Pokja III

17. Ny. Ari Herayati Pokja IV

18. Ny. Kholila Hidayati Pokja IV

19. Ny. Nur Hasanah Pokja IV

Page 69: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

69

PKK merupakan sebuah organisasi perempuan secara nasional

yang bergerak dalam bidang urusan rumah tangga.

Keempat, Lembaga Komunikasi Masyarakat (LKM).

LKM adalah Lembaga Komunikasi Masyarakat yang dibentuk

guna meningkatkan partisipasi masyarakat di bidang penyelenggaraan

pemerintah dan pembangunan khususnya di kota salatiga dengan

menciptakan ruang publik yang dapat digunakan sebagai media

penyebarluasan informasi dan penyaluran aspirasi masyarakat. Maksud

dibentuknya LKM adalah :

a. Mewujudkan masyarakat yang mengerti, mengetahui, peduli dan paham

informasi.

b. Memberdayakan masyarakat agar mampu memilih dan memilah

informasi.

c. Mewujudkan jaringan komunikasi dua arah antara masyarakat dengan

Pemerintah.

d. Menghubungkan berbagai kelompok dalam masyarakat sehingga

terwujud persatuan dan kesatuan.

Tujuan dibentuknya LKM adalah :

a. Media penyatuan persepsi antara pemerintah daerah dengan masyarakat

dan antara anggota masyarakat sendiri.

Page 70: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

70

b. Media penyebarluasan informasi dan penyaluran aspirasi.

c. Media peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Kegiatan yang dilakukan LKM antara lain menyebarluaskan

informasi kebijakan pemerintah dan hasil pembangunan dengan masyarakat

sehingga masyarakat memperoleh pemahaman dan pencerahan,

menyelenggarakan dialog interaktif, menjadi fasilitator, melakukan kegiatan

sebagai public relations / hubungan masyarakat, membentuk jaringan

komunikasi dan membentuk pusat informasi dengan memanfaatkan

teknologi informasi.

3. Struktir Sosial Ekonomi Kemasyarakatan

Untuk mengetahui tingkat ekonomi masyarakat kelurahan Tingkir

Lor bisa dilihat dari jenis pekerjaan atauapun mata pepncaharian. Mata

pencaharian penduduk Tingkir Lor beraneka ragam. Mulai dari petani,

pedagang, PNS, dan lain-lain. Untuk data lengkapnya bisa dilihat dalam

tabel di bawah ini.

TABEL 4. DATA MATA PENCAHARIAN

NO PEKERJAAN JUMLAH

1. Pelajar / Mahasiswa 1.083

2. Mengurus Rumah

Tangga

597

Page 71: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

71

3. Pensiunan 58

4. Pegawai Negeri Sipil 137

5. TNI – POLRI 21

6. Pedagang/Perdagangan 198

7. Petani/Pekebun 81

8. Karyawan Swasta 565

9. Buruh Harian Lepas 308

10. Buruh Tani 76

11. Guru 78

12. Tukang Jahit 89

13. Wiraswasta 624

14. Lain-lain 188

15. Belum / Tidak Bekerja 771

J U M L A H 4.874

4. Setting Kehidupan Keagamaan

Kelurahan Tingkir Lor merupakan suatu wilayah yang memiliki

potensi keagamaan yang sangat tinggi. Banyak kyai dan juga tokoh agama

Islam yang sejak kecil tinggal di wilayah ini. Hal ini terbukti banyaknya

pondok pesantren dan juga lembaga-lembaga pendidikan Islam. Dalam

satu kelurahan ada empat pondok pesantren yaitu pondok pesantren al-

Page 72: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

72

Islah, pondok pesantren al-Muhajirin, pondok pesantren Asta‟in dan

pondok pesantren Masyitoh.

Selain itu juga banyak majlis-majlis pengajian yang dilaksanakan

di rumah para kyai dengan mengkaji berbagai kitab klasik baik fiqh, tafsir,

hadis ataupun tasawuf. adalah sarana prasarana bidang keagamaan, di

Kelurahan Tingkir Lor mempunyai tempat ibadah baik masjid maupun

mushalla sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini:

TABEL 7. DAFTAR NAMA MASJID DAN MUSHOLA

NO NAMA ALAMAT

1. Masjid Jami‟ Sabilal Muttaqien Sanggrahan RT 02 / RW 01

2. Masjid Al Maslahah Dukuh RT 01 / RW 02

3. Masjid Luhur Al Qhofuru Dukuh RT 02 / RW 02

4. Masjid Al Fudlola Krajan RT 02 / RW 05

5. Masjid Misykatul Atsar Kradenan RT 02 / RW 06

6. Masjid Darul Amanah Cinderejo RT 01 / RW 07

7. Masjid An Nur Cinderejo RT 02 / RW 07

8. Masjid Al Hidayah Tingkir Indah RT 02 / RW 08

9. Mushola Baitus Surur Sanggrahan RT 01 / RW 01

10. Mushola Baitus Su‟ada Wonosaren RT 03 / RW 01

11. Mushola Darusssalam Dukuh RT 01 / RW 02

12. Mushola Nurul Burhan Dukuh RT 02 / RW 02

13. Mushola As Salam Dukuh RT 02 / RW 02

14. Mushola Al Amin Ngentak RT 01 / RW 03

Page 73: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

73

15. Mushola Al Hikmah Ngentak RT 02 / RW 03

16. Mushola Ma‟wan Na‟asik (H.

Cholid Trenggono)

Ngentak RT 03 / RW 03

17. Mushola Al Fallah (H.

Hardiyo)

Kriyan RT 01 / RW 04

18. Mushola Al Huda Kriyan RT 01 / RW 04

19. Mushola Awabin (Komp

Ponpes Darul Muhajirin)

Kriyan RT 02 / RW 04

20. Mushola Yatama (Komp PA

Yatama)

Kriyan RT 03 / RW 04

21. Mushola Al Hikmah Kriyan RT 03 / RW 04

22. Mushola Darul Fallah Krajan RT 01 / RW 05

23. Mushola Darussalam Krajan RT 01 / RW 05

24. Mushola Nurul Huda Timur Kradenan RT 01 / RW 06

25. Mushola Nurul Huda Barat Kradenan RT 01 / RW 06

26. Mushola Al Muttaqien Timur Kradenan RT 02 / RW 06

27. Mushola Al Muttaqien Barat Kradenan RT 02 / RW 0628.

28. Mushola Assalam (Titik Istiati) Cinderejo RT 02 / RW 07

29. Mushola Darul Fallah Cinderejo RT 02 / RW 07

30. Mushola Baitul Maghfiroh Cinderejo RT 05 / RW 07

31. Mushola Rahmad Salam Al

Salam

Perum Tingkir Indah RT 03 / RW 08

Page 74: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

74

Selain tersedia masjid dan mushalla ada juga lembaga pendidikan

yang khusus mempelajari materi agama, yaitu madrasah diniyah, mulai

dari tingkat ula, wustha, dan ulya. Masyarakat juga memiliki antusias

yang sangat tinggi dalam mendorong anak-anaknhya untuk mempelajari

materi agama. Hal ini bisa dibuktikan banyak santri yang belajar di

madrasah diniyah tersebut.

Dari data tersebut bisa disimpulkan bahwa warga masyarakat

kelurahan Tingkir Lor memiliki tradisi keagamaan yang tinggi. Hal ini

mempengaruhi pola ketaatan istri kepada suami. Bahkan kitab Uqudulijain

karya Imam Nawawi al Bantani merupakan kajian wajib bagi perempuan

baik mereka yang mengenyam pembelajaran di pondok pesantren atau[un

hanya belajar ngaji ke rumah kyai yang ada lingkungan tempat tinggalnya.

5. Gambaran Umum Kegiatan Ibu-Ibu (istri)

Kegiatan ibu-ibu zaman dulu sangat berbeda dengan kegiatan ibu-

ibu zaman sekarang. Jika dulu seorang ibu (istri) banyak tinggal di rumah

menunggu dan melayani suami sambil menyelesaikan tugas rumah tangga

seperti masak, mencuci, bersih-bersih, sekarang banyak seklai ibu-ibu

(istri) yang memiliki kegiatan di luar urusan rumah tangga. Kegiatan

tersebut ada yang produktif ada yang tidak produktif. Kegiatan ibu-ibu

yang produktif (menghasilkan upah) misalnya menjadi guru baik di

madrasah maupun di sekolah-sekolah umum, menjadi buruh, kerja di

perusahaan, dan juga menjahit dan membuat makanan kemudian dijual.

Banyak juga ibu (istri) yang memiliki usaha konveksi, membuat roti,

Page 75: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

75

membuat tempe, membuat makanan ringan, mengolah kain perca menjadi

alat-alat rumah tangga dan lain-lain. Hasil dari kegiatan tersebut bisa untuk

kebutuhan sehari-hari tanpa harus tergantung dengan pemberian dari

suami. Bahkan bisa dikatakan bahwa pengahsilan ibu-ibu di kelurahan

Tingkir Lor ini bisa untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga.Selain itu

juga bisa menambah lapangan pekerjaan khususnya untuk wilayah sekitar

keluarahan Tingkir Lor. Misalnya konveksi ”abel”.memiliki lebih dari

lima tenaga kerja.

Sedangkan terkait dengan kegiatan ibu tiap RT memiliki

kelompok. setiap kelompok mengadakan pertemuan dengan kajian

keagamaan dan informasi-informasi yang terkait dengan kepemerintahan.

Dengan berbagai kegiatan yang difokuskan hanya kepada para istri ini

maka wawasan keilmuan ibu-ibu (istri) secara otomatis meningkat.

Dengan meningkatnya wawasan kelimuan bagi ibu-ibu ini

meningkat pula wawasan kehidupan dalam berumahtangga. Misalnya saja

bagi para istri yang selama ini keilmuannya sebatas tentang pekerjaan

rumah tangga, saat ini para istri juga mengenal wawasan kebangsaan. Hal

ini juga mendorong semakin tertatanya kehidupan dalam rumah tangga.

Sehingga para istri saat ini merasa memiliki tanggungjawab juga dalam

mendidik dan bahkan mengatur juga ikut mencari nafkah dalam kehidupan

keluarga.

Tidak sedikit ibu-ibu yang rela mengorbankan waktunya disiang

hari untuk mencarai nafkah walaupun baru sebatas nafkah tambahan,

Page 76: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

76

sementara di rumah mereka rela mengerjakan berbagai pekerjaan rumah

tangga mulai dari membersihkan rumah, mencuci, memasak dan lain-lain.

Sampai sejauh ini istri masih sadar sepenuhnya bahwa posisi mereka

adalah sebagai istri dari seorang suami yang memiliki berbagai kewajiban

terhadap suami. Terutama kataatannya dalam menjalankan perintah suami

sebatas tidak dalam maksiat.

B. Gambaran Umum Kelurahan Kutowinangun

1. Letak Geografis Keluarahan Kutowinangun

Kelurahan Kutowinangun merupakan salah satu kelurahan yang

terletak di wilayah kecamatan Tingkir Kota Salatiga dan berada pada

ketinggian 620 M daru permukaan air laut dengan curah hujan rata-rata

2.583 mm/th. Kelurahan Kutowinangun mempunyai luas wilayah 281.105

Ha yang terbagi dalam 14 RW yakni Kalioso meliputi RW. 1, 2, 3,

Pancuran RW. 4, Ngentak RW. 5, Karang Pete RW. 6, Canden RW. 7.

Butuh RW.8, Nanggulan RW.9, Blondo Celong RW. 10, Karang Duwet

RW.11, Perum Wahid RW.12, Nanggulan RW. 13 dan 14. Dari 14 RW

terbagi lagi menjadi 151 RT.

Kelurahan Kutowinangun berada dalam wilayah yang sangat

strategis karena berada di wilayah perkotaan dan tidak terlalu jauh dari

Pusat Pemerintahan. Hal ini juga didukung dengan adanya sarana prasaran

transportasi yang mudah untuk menunjang kelancaran kegiatan

perekonomian di seputar Kota Salatiga. Sedangkan akses menuju ke

Page 77: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

77

kantor KUA yang terletak di komplek kantor kecamatan tidak ada satu km.

Sehingga sangat mudah untuk mendapatkan informasi dari KUA.

2. Potensi Wilayah

Untuk menegtahui peotensi wilayah beserta sumber daya manusia

yang tinggal di Kelurahan Kutowinangun bisa dilihat dari jumlah

penduduk berdasarkan usia dan tingkat pendidikan sebagaimana bisa

dilihat dalam tabel 1dan 2 di bawah ini:

Tabel I

Penduduk dalam kelompok umur dan jenis kelamin

No Kelompok Umur Laki-Laki Perempuan Jumlah

01 0-4 608 606 1.214

02 5-9 861 785 1.646

03 10-14 823 772 1.595

04 15-19 818 783 1.601

05 20-24 884 827 1.711

06 25-29 978 936 1.914

07 30-39 1.962 2.022 3.984

08 40-49 1.610 1.732 3.342

09 50-59 1.230 1.398 2.628

10 60+ 1.094 1.445 2.539

Jumlah 10.792 11.224 22.174

Page 78: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

78

Sumber data dari sistem informasi kependudukan Kota Salatiga

untuk kelurahan Kutowinangun yang dicetak pada tanggal 04 September

2012 jam 11:20:51.

Dari tabel satu di atas bisa dilihat bahwa penduduk yang memiliki potensi

belajar cukup tinggi karena lebih dari 3000 penduduk, jika ditinjau dari

wajib belajar 9 tahun.

Tabel II

Penduduk Menurut tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah

01 Strata III 13 2 15

02 Strata II 49 42 91

03 Diploma IV/Strata I 722 704 1426

04 Diploma

III/Akademi/Sarjana

Muda

319 347 666

05 Diploma I/II 105 177 282

06 SLTA/SEDERAJAT 3543 3076 6619

07 SLTP/SEDERAJAT 1765 1834 3599

08 Tamat SD/Sederajat 1766 2276 4042

09 Belum Tamat SD 1276 1374 2650

10 Unkown 0 1 1

Page 79: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

79

Sumber data dari sistem informasi kependudukan Kota Salatiga untuk

kelurahan Kutowinangun yang dicetak pada tanggal 04 September 2012

jam 11:22:03.

Dari tabel 2 di atas bisa dilihat bahwa sumber daya manusia yang

ada di Kelurahan Kutowinangun sangat berkualitas. Hampir semua

penduduk merasakan sekolah formal bahkan sampai tingkat Doktor. Hal

ini menunjukkan bahwa kesadaran penduduk akan pentingnya pendidikan

sangat tinggi. Hal ini juga didukung bahwa secara geografis kelurahan

Kurowingun ini sangat dekat dengan pusat lembaga pendidikan mulai dari

tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Sehingga jika ada penduduk yang

ingin menyekolahkan anak-anaknya tidak harus memerlukan perjalanan

yang jauh dan memakan waktu yang lama.

Selain berada dekat dengan pusal pendidikan kelurahan

Kutpowinangun juga berada dekat pusat perbelanjaan. Hal ini juga

mendorong para orang tua untuk bisa menyekolahkan anak-anak mereka

sampai tingkat perguruan tinggi.

3. Struktur sosial ekonomi kemasyarakatan

Tabel III

Mata Pencaharian Penduduk

No Mata Pencaharian Jumlah Penduduk

01 Petani Sendiri 46 Orang

02 Buruh Tani 46 Orang

03 Nelayan 0 Orang

Page 80: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

80

04 Pengusaha 218 Orang

05 Buruh Industri 2.587 Orang

06 Pedagang 1.183 Orang

07 Buruh Bangunan 89 Orang

09 Pengangkutan 254 Orang

10 PNS/ABRI 393 Orang

11 Pensiunan 445 Orang

12 Lain-lain 14.760 Orang

Jumlah 21.985 Orang

Sumber data dari monografi Kelurahan Kutowinangun Agustus 2012

Dari tabel tersebut bisa dilihat bahwa mata pencaharian

penduduk wilayah Kutowinangun sudah tidak hanya bertani atau buruh

saja. Akan tetapi banyak yang menjadi pedagang dan juga pensiunan

bahkan juga PNS. Hal ini menunjukkan bahwa kelurahan Kutowinangun

representatif jika oleh peneliti dikelompokkan wilayah yang menurut

Clilfort Geart dimasukkan ke dalam kelompok priyayi. Selain menjadi

pegawai negeri mereka juga banyak yang memiliki usaha pertokoan

ataupun warung-warung. Hal ini didukung oleh letak geografis kelurahan

Kutowinagun yang dekat denga pasar tardisional maupun pasar modern

(mall).

4. Setting kehidupan social keagamaan dulu dan sekarang.

a. Setting kehidupan social keagamaan dulu

Page 81: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

81

Berdasarkan wawancara dari tokoh masyarakat serta tokoh

agama yang ada dikelurahan Kutowinangun bisa dipaparkan bahwa

kehidupan sosial keagamaan pada tahun 1950an sampai tahun 1970an

bisa dikatakan tidak ada kegiatan ataupun bahkan kehidupan yang

bercorak agama. Masyarakat kebanyakan tidak memiliki agama

(wawancara dengan Bapak Margono, Karangpete). Hal ini terjadi

karena memang ajaran-ajaran agama tidak pernah sampai atau kalau

sampai, tidak pernah mereka hiaraukan. Bagi mereka yang beragama

(Islam misalnya) menjalankan ibadah agamanya di rumah masing-

masing. Merekapun tidak pernah mengajak atau mempengaruhi

masyarakat bahkan anak-anaknya untuk menjalankan ibadah. jika

melakukan ibadah jum‟at bagi orang laki-laki mereka tetap ke masjid

akan tetapi sarung dan pecis sebagai alat ibadah mereka

disembunyikan dibalik celana atau dimasukkan di kantong celana.

Bangunan masjid baru ada dua yang bertempat di Canden dan

Butuh apalagi mushalla. Semua orang Islam yang akan menjalankan

ibadah jum‟at akan pergi ke Masjid yang ada di Butuh dan juga

Canden tersebut. (wawancara dengan bapak Maksum, Karangduwet).

Baru kemudian datanglah seorang Kyai yang bernama Bapak Zayin

dari Kalibening yang berusaha mengajarkan Islam di lingkungan

Karangpete, Karang Duwet dan juga Butuh. Bapak Zayin dengan

berani mengadakan pengajian di masjid Butuh walupun harus

menemui bayak hambatan. Hambatan-hambatan tersebut antara lain

Page 82: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

82

adanya duri yang sengaja dipasang oleh masyarakat yang tidak suka,

adanya cemoohan, dikucilkan oleh masyarakat dan lain-lain.

(wawancara dengan bapak Khusen, Canden)

Walaupun begitu masyarakat yang tidak memiliki agama atau

kalau memiliki agama tapi tidak pernah menjalankan agamanya

tersebut, sebagian kecil memiliki semangat keagamaan yang tinggi.

Hal ini bisa dilihat dari semangat mereka ketika diajak gotong royong

mendirikan mushalla Jabal Nur di Karangpete yang disponsori oleh

Bapak Dimyati almarhum dan juga Bapak Margono. (wawancara

dengan Bapak Toro dan mertuanya di Karangpete)

b. Setting kehidupan social agama dan budaya sekarang

Keadaan sosial budaya masyarakat kelurahan Kutowinangun

dapat ditinjau dari berbagai kegaiatan yang berlangsung saat ini.

Sangat berbeda dengan tahun sebelum 80an, saat ini kegiatan sosial

budaya dapat dilihat dari banyaknya kegiatan masyarakat baik yang

terkait dengan keagamaan, pendidikan maupun adat istiadatnya. Dari

segi agama saat ini sudah banyak kegiatan dalam rangka meningkatkan

kemampuan pengetahuan dalam bidang agama. Mulai dari anak-anak

sampai dengan orang tua. Kegiatan yang melibatkan anak-anak ada

TPA (Taman Pendidikan al Qur‟an) yang bertujuan untuk

meningkatkan baca tulis al Qur‟an dan pengetahuan agama yang lain.

Kegiatan serupa juga diadakan oleh agama-agama lain (terutama

Kristen). (observasi dan wawancara).

Page 83: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

83

Khusus terkait dengan kegiatan pengetahuan agama Islam

kelurahan Kutowinangun memiliki lembaga rsemi Madrasah

Ibitaidaiyyah dan Taman Pendidikan Al Qur‟an yang tersedia di setiap

dusun. Bahkan ada dusun yang memiliki 2 sampai tiga TPA, seperti

dusun Karang Duwet. Selain TPA kelurahan Kutowinangun memiliki

banyak musholla dan masjid sebagai pusat pembinaan umat Islam

dengan berbagai kegiatan yang meliputi: shalat jama‟ah, pengajian ibu-

ibu dan bapak-bapak juga remaja.

Kegiatan keagamaan tidak hanya berpusat di masjid, akan

tetapi juga di rumah-rumah anggota pengajian yang bersifat

anjangsana. Pengajian anjangsana ini banyak sekali, hampir setiap

dusun ada kegiatan ini. Misalnya di Karang Pete ada pengajian setiap

malam Selasa, malam Minggu, malam Jum‟at dan juga malam Sabtu.

Di dusun Canden ada kegiatan setiap malam Senin, Jum‟at siang dan

juga malam minggu. Rata-rata kegiatan pengajian terdiri dari tahlilan,

baca al Barjanji, yasinan, baca shalawat nariyah, dan juga membaca Al

Qur‟an dan mauidlah hasanah.

Untuk kegiatan hari-hari besar Islam biasanya juga diadakan

peringatan seperti maulidun nabi, peringatan isra‟ mi‟raj, santunan

yatim piatu dan lain-lain. Untuk menambah semaraknya pengajian

dalam rangka paringatan hari besar Islam tidak jarang di lengkapi

dengan penampilan musik rebana dari kelurahan Kutowinangun yang

terdiri dari ibu-ibu dan juga bapak-bapak.

Page 84: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

84

Jika dibandingkan dengan zaman Tahun 1970an kondisi umat

Islam sudah sangat berbeda. Selain jumlahnya sudah sangat banyak,

bangunan masjid dan mushalla juga sudah ada disetiap dusun di

kelurahan Kutowinangun. Untuk melihat jumlah penduduj berdasarkan

agama bisa dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel IV

Banyaknya Pemeluk Agama

No Agama Laki-laki Perempuan Jumlah

01 Islam 7827 7979 15.806

02 Kristen

Protestan

2302 2477 4.779

03 Kristen Katholik 645 731 1376

04 Budha 79 100 179

05 Hindu 3 1 4

06 Kong Hu Chu 0 0 0

07 Lainnya 0 0 0

Sumber data dari sistem informasi kependudukan Kota Salatiga

untuk kelurahan Kutowinangun yang dicetak pada tanggal 04 September

2012 jam 11:21:40.

Dari tabel di atas bisa diketahui bahwa pemeluk agama Islam di

Kelurahan Kutowinangun menduduki peringkat tertinggi serta tidak

sebanding dengan agama-agama lain. Hanya saja jika dibandingkan

dengan warga keluarahan Tingkir Lor dalam pengetahuna keagamaan

Page 85: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

85

sangat berbeda. Tokoh agama dan kyai yang tinggla di Keluarah

Kutowinangun tidak sebanyak yang ada di Tingkir Lor. Hal ini otomatis

mempengaruhi nuansa religius dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan

berdasarkan penelitian tentang kemampuan baca tulis al- Qur‟an, warga

kelurahan Kutowinagun masih sangat banyak yang tidak bisa membaca

dan menulis huruf Arab (al Qur‟an).

C. Bentuk Ketaatan Istri kepada Suami di Kelurahan Tingkir Lor

Kata keluarga santri dalam penelitian ini memiliki makna

masyarakat Muslim yang taat menjalankan perintah agama (Islam).

Batasannya adalah pengakuan terhadap eksistensi Allah, mengakui Nabi

Muhammad sebagai utusan Allah, menjalankan semua syari‟at Allah serta

menjauhi segala larangan Allah.

Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan bentuk kegiatan

ataupun aktifitas istri dalam keluarga santri yang ada di kelurahan Tingkir Lor

adalah sebagai berikut:

1. Guru ngaji (ustadzah)

Aktifitas sebagai guru mengaji al Qur‟an khususnya bagi anak-

anak kecil seusia sekolah dasar di kelurahan Tingkir Lor banyak dilakukan

oleh kelompok ibu-ibu (istri). Kegiatan ini dilakukan di rumah masing-

masing ataupun di madrasah dan juga di lembaga Taman Pendidikan Al

Qur‟an. Ketiga tempat kegiatan tersebut hampir dilakukan oleh ibu-ibu.

Perbedaannya terletak pada materi dan juga santri yang mengaji atau

belajar membaca al Qur‟an. Jika dilakukan di rumah mayoritas santri

Page 86: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

86

berasal dari anak-anak sekitar rumah mereka tinggal. Sedangkan jika

dilakukan dan Lembaga TPA ataupun madrasah, santri terdiri dari anak-

anak sekitar kelurahan Tingkir Lor juga berasal dari daerah lain. Misalnya

dari Kelurahan tingkir Tengah, Desa Barukan, Salatiga Kota dan lain

sebagainya. Sedangkan materi pembelajran juga berbeda-beda. Jika yang

di rumah kebanyakan hanya belajar membaca al Qur‟an sampai bisa dan

benar, sedangkan jika di TPA ataupun madrasah ada materi lain seperti

fiqh, tarikh, bahasa arab akhlaq dan lain-lain.

Aktifitas sebagai guru mengaji ini banyak dilakukan oleh ibu-ibu

yang note bene juga sebagai istri. Misalnya dilakukan oleh Ibu Arfiatun,

Ibu Tasmiah, Ibu Jumi‟ah, Ibu Siti Munawiroh, Ibu Anifah. Selain itu

masih banyak ibu-ibu yang melakukan aktifitas tersebut hanya saja peneliti

tidak sempat mengadakan wawancara. Menurut pengakuan mereka tugas

utama sebagai seorang perempuan adalah taat kepada suaminya. Karena

tugas seorang istri yang utama adalah melayani suami. Apalagi jika

berpegang teguh dengan ajaran Islam, bahwa istri hanya memiliki tugas

sebagai pelayan suami khususnya ditempat tidur. Sedangkan kewajiban-

kewajiban yang lain menjadi tanggung jawab suami. Istri sedkitpun tidak

dituntut untuk mencari nafkah. Istri juga tidak berkewajiban untuk

mengerjakan kegiatan rumah tangga yang lainnya seperti mencuci,

memasak, membersihkan rumah dan lain-lain. Namun tidak demikian

realitas yang terjadi pada praktik kehidupan sehari-hari. Misalnya Ibu

Arfiatun mengaku bahwa semua kegiatan baik yang berurusan dengan

Page 87: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

87

kegiatan domestik bahkan juga publik dikerjakan bersama-sama dengan

suaminya. Ibu Arfiatun dengan suaminya selalu mengerjakan pekerjaan

rumah tangga dengan tidak membedakan jenis kelamin ataupun status istri

dan suami. Akan tetapi mereka mengerjakan pekerjaan sesuai dengan

kelonggaran waktu yang mereka miliki. Jika Istri sedang memasak maka

suaminya yang bersih-bersih. Begitu juga kegiatan yang lainnya. Apalagi

saat ini Ibu Arfiatun memiliki santri kecil yang tinggal di rumahnya.

Mereka dititipkan oleh orangtuanya karena ditinggal bekerja agar bisa

mengaji dan mempelajari agama dengan baik. Santri-santri tersebut juga

menjadi tanggung jawab mereka berdua. Jika suaminya sudah mengajari

membaca al Qur‟an maka Ibu Arfiatun mengajarkan materi fiqh mulai dari

thaharah dan juga shalat. Selain mengajarkan agama di rumah Ibu Arfiatun

bersama suaminya juga menjadi ustadz dan ustadzah di TPA Al Banin

yang berada persis di samping rumahnya.

Tanggung jawab rumah tangga yang lainnya seperti kebutuhan

nafkah juga menjadi tanggung jawab antara suami dan juga istri. Sehingga

selain mengajar ngaji Ibu Arfitaun juga menjahit bersama suaminya di

rumah. Hasil ataupun upah dari menjahit tersebut bisa untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari selain dari sumber yang lainnya.

Selain Ibu Arfiatun ini juga terjadi pada Ibu Jumi‟ah. Ibu Jumi‟ah

selain sebagai istri yang harus taat dengan suaminya juga sebagai guru

ngaji di TPA satu lembaga dengan Ibu Arfiatun. Hanya bedanya Ibu

Jumi‟ah tidak memiliki santri di rumahnya. Walaupun begitu Ibu Jumi‟ah

Page 88: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

88

juga mengajarkan ngaji setiap ba‟da magrib bergabung dengan kakak laki-

lakinya di Mushalla yang berada di belakang rumahnya.

Sebagaimana ibu-ibu yang lainnya di samping sebagai ustadzah

Ibu Jumi‟ah juga mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mulai dari

memasak, mencuci, bersih-bersih rumah, mengawasi dan juga mendidik

anak-anak, bahkan pergi ke sawah menunggui padi yang sedang

menguning. Selain itu Ibu Jumi‟ah masih harus menerima jahitan baju-

baju seragam sekolah dan juga baju-baju yang lain untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari. Semua itu dilakukan dengan ikhlas mengingat

suaminya hanya bekerja sebagai buruh srabutan, yang berangkat pagi

pulang sore. Sehingga tidak bisa mengerjakan sepenuhnya kegiatan rumah

tangga yang seharusnya juga menjadi kewajiban suami.

2. Wirausaha

Kelurahan Tingkir Lor dikenal dengan kampung mujahid dan

kampung mufassir. Laqab atau julukan ini menggambarkan bahwa

Kelurahan Tingkir Lor banyak ulama yang ahli dalam berjihad juga ahli

dalm bidang tafsir al Qur‟an. Realitasnya memang banyak kyai dan ulama

yang tinggal di sini, hal ini bisa dibuktikan dari jumlah pondok pesantren

juga lembaga-lembaga pendidikan Islam yang lain. Bahkan banyak juga

majlis-majlis ta‟lim yang mengkaji kitab-kitab turats, mulai dari pendalam

kitab fiqh, tafsir, tasawuf dan lain-lain.

Namun ternyata laqab tersebut tidak ditujukan pada banyak

ulama tersebut, akan tetapi karena banyak masyarakat yang berprofesi

Page 89: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

89

sebagai penjahit dan ke pasar. Realitas yang terjadi di lapangan jika kita

masuk jantung Kelurahan Tingkir Lor hampir tak ada satu rumah-pun

yang sepi dari aktifitas. Mulai dari menjahit dengan berbagai bentuk

jahitan, membuat makanan ringan, membuat tempe, sambel kacang dan

lain-lain yang tidka bisa kami sebut satu pesatu.

Usaha-usaha tersebut mayoritas dijalankan oleh para istri atau

ibu-ibu. Misalnya Ibu Ainaul Mardliyyah. Sejak usia muda (belum

menikah) sudah dididik oleh ibunya untuk bekerja di rumah, dengan

ibunya dalam menjahit dan merawat adik-adiknya. Pendidikan dari ibunya

tersebut ternyata mampu membawa kesuksesan ibu Ainaul dalam

menjalankan usahanya dalam bidang konveksi. Mulai dari usah rukuh

kecil-kecilan sampai pada usaha pembuatan sekaligus penjualan bed cover.

Usaha ini ia tekuni dalam rangka meringankan kebutuhan keluarga. Suami

bekerja sebagai pegawai di sebuah pabrik di Salatiga. Dengan

mendapatkan tambahan penghasilan dari usahanya ini kehidupan

keluarganya menjadi lebih dari cukup.

Karena kesibukannya ibu Ainaul dalam menjalankan usahanya

ini, ia tidak pernah sempat melakukan kegiatan terkait dengan urusan

rumah tangga. Pekerjaan rumah tangga mulai dari memasak, mencuci,

bersih-bersih diserahkan kepada orang lain (pembantu rumah tangga).

Terkecuali jika anak-anaknya di rumah. Baru ia mau memasak, karena

anak-anaknya tidak mau dimasakkan oleh orang lain. Namun begitu Ibu

Ainaul merasa bahwa sesungguhnya pekerjaan rumah tangga merupakan

Page 90: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

90

tanggungjawab seorang istri. Maka jika ada waktu dan bisa mengerjakan

sebaiknya istri tetap juga harus mengerjakan semua pekerjaan rumah

tangga.

3. Penjahit

Profesi sebagai penjahit atau tukang jahit sudah merupakan

profesi yang melekat pada masyarakat di kelurahan Tingkir Lor. Tidak

hanya dilakukan oleh ibu-ibu tapi juga bapak-bapak. Hampir setiap rumah

memiliki mesin jahit. kebanyakan dari mereka adalah menjahit kain-kain

kualitas dua dari berbagai pabrik yang ada di Salatiga maupun Kabupaten

Semarang. Salah satu penjahit baju yang dilakukan oleh istri adalah ibu

Milla. Bahkan tidak hanya menjahit, dia juga berjualan kecil-kecilan

dengan membuka warung sekaligus menjadi ruang menjahit. Suaminya

yang hanya bekerja srabutan ini harus menyekolahkan anaknya sampai

tingkat perguruan tinggi. Hal itu dilakukan dalam rangka membantu dan

meringankan beban suami.

Selain harus menjahit dia juga masih harus melakukan pekerjaan

sehari-hari mulai dari memasak, mencuci, bersih-bersih rumah. Sehingga

kadang-kadang pekerjaan menjahitnya menjadi dinomorduakan.

4. Penjual Hasil Jahitan

5. Pengrajin Makanan Kecil

D. Bentuk ketaatan Istri Kepada Suami di Kelurahan Kutowinangun.

1. Berjualan di Rumah

Page 91: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

91

Istri dalam tradisi Jawa memiliki tugas yag dikenal dengan tiga

M, manak, masak dan macak. Namun realitas yang terjadi ternyata tidak

demikian. Walaupun hanya tinggal di rumah dengan mengerjakan

pekerjaan rutin sehari-hari, akan tetapi seorang istri juga bisa membantu

mengerjakan pekerjaan yang lainnya yaitu dengan berjualan di rumah.

Realitas istri yang seperti ini terjadi pada Maesaroh (bukan nama

sebenarnya). Dengan modal yang diperoleh dari suami ibu ini membuka

warung dengan berjualan kebutuhan sehari-hari. Hasil dari berjualan bisa

untuk menambah kebutuhan dalam rumah tangganya.

Selain itu Ibu Maesaroh juga ikut kegiatan-kegiatan terutama

yang terkait dengan ibu-ibu. Selain untuk menambah wawasan tentang

agama juga menambah ilmu. Juga dalam rangka mengurangi kepenatan

atau kecapekan setelah mengerjakan pekerjaan rutin di rumah.

Semua kegiatan rumah tangga dikerjakan dengan sabar dan

ikhlas, hal ini dilakukan selain karena memang sudah tugasnya sebagai

istri dan ibu rumah tangga, juga dikarenakan ajaran agama. Menurutnya

seorang istri memiliki kewajiban mengerjakan semua pekerjaan rumah

tangga sebagai bentuk ketaatannya kepada suami. Sehingga jika pekerjaan-

pekerjaan tersebut tidak dilakukan dengan baik akan mendapatkan dosa.

2. Buruh Pabrik (Sugiyanti)

Jika ada yang mengatakan bahwa wanita itu lemah maka

sebetulnya pernyataan tersebut kurang bisa dipertanggungjawabkan. Jika

kita mengamati daya tahan tubuh dan juga kesabaran wanita bisa lebih

Page 92: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

92

tinggi dan lebih baik jika dibandingkan laki-laki. Banyak kasus suami

(laki-laki) meninggal dunia lebih dulu dibandingkan istri. Sementara istri

kuat dan mampu hidup tanpa suami bertahun-tahun dalam rangka

memperjuangkan kehidupan rumah tangga bersama anak-anaknya. Bahkan

istri tidak mau tinggal diam di rumah jika melihat penghasilan suami tidak

bisa mencukupi kebutuhan rumah tangganya. Istri rela membanting tulang

tiap pagi sampai petang dalam rangka mencari nafkah untuk membantu

suami dalam membesarkan anak-anaknya.

Contoh istri yang memiliki jiwa yang kuat seperti ini adalah Ibu

Sugiyanti. Ia hidup berkeluarga dengan enam anak, sedangkan suaminya

hanya sebagai pegawai PJKA yang gajinya hanya cukup untuk kebutuhan

sehari-hari. Itupun tidak sepenuhnya diberikan kepada istri. Dalam kondisi

yang demikian Ibu Sugiyarti rela bekerja disebuah pabrik sambil

berjaualan makanan kecil. Selain itu juga masih harus mengerjakan

pekerjaan rumah tangga mulai dari memasak, mencuci, bersih-bersih

rumah dan juga merawat ke enam anaknya yang masih kecil-kecil. Hal itu

semua dilakukan karena merasa bahwa itu sudah menjadi kewajiban

sebagai istri. Keyakinannya ini didasarkan pada ajaran agama Islam dari

para ustad yang ia dapatkan ketika mengikuti pengajian-pengajian di

majlis ta‟lim ataupun di mushalla.

Upah ataupun penghasilan dari bekerja dan juga berjualan ini

digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Bahkan Ibu Sugiyanti ini

mampu menyisihkan sebagian uangnya untuk memperbaiki rumah tempat

Page 93: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

93

tinggalnya. Menurut pengakuannya rumahnya dulu hanya terbuat dari

kayu dan bambu, tapi sekarang sudah lumayan kuat lantainya juga sudah

di semen.

Ibu Sugiyanti sekarang sudah tua, keenam anaknya sudah

menikah dan hidup bersama keluarganya. Sehingga ia hanya hidup dengan

suami dan seorang cucu. Ia mengaku sudah tidak bisa melayani suaminya

lagi baik di tempat tidur maupun bentuk pelayanan yang lainnya. Ia hanya

mau memasakkan suami jika suami minta dan juga memberikan uang

untuk belanja.

3. Aktifis Organisasi Perempuan (Eny)

Tiada hari tanpa beraktifitas dalam beroganisasi, ucapan tersebut

mungkin tepat diucapkan untuk Ibu Eny Muryanto. Walau berbekal

pendidikan yang tidak sampai sarjana karena kondisi ekonomi

keluarganya, namun ia mampu menggerakkan organisasi perempuan

khususnya di Kelurahan Kutowinangun. Bahkan mendirikan sekolah TK

dan juga TPA di samping rumahnya, dengan dibantu oleh ibu-ibu yang

lain. Selain itu ia juga sebagai istri yang harus tetap melayani suaminya.

Bahkan ia juga harus mengerjakan pekerjaan rumah mulai dari memasak,

mencuci dan juga bersih-bersih dan merawat anak-anaknya. Namun

suaminya tetap mau membantu dan bekerjasama dalam mengerjakan

pekerjaan rumah tangga. Waktu anak-anaknya masih kecil, jika ia

mengerjakan pekerjaan rumah maka suami yang merawat (momong) anak-

Page 94: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

94

anaknya. Bahkan ia juga membantu memenuhi kebutuhan nafkah dengan

menjual makanan kecil yang ia buat sendiri.

Suaminya kini sudah pensiun, sedangkan anak-anaknya sudah

menikah semua. Namun semangatnya tidak kenal lelah dalam mengikuti

berbagai aktifitas organisasi terutama yang terkait dengan perempuan.

Dengan menikmati uang pensiun kini ibu Eny mengisi waktu sepenuhnya

untuk kegiatan organisasi. Tidak hanya satu organisasi yang ia ikuti.

Untuk menambah keilmuannya ia mengikuti program sekolah setingkat

SMA, dan kini ia juga mengikuti kuliah yang diprogramkan oleh

pemerintah dalam hal pengelolaan PAUD.

Tidak bisa menyetir atau naik sepeda motor sendiri ternyata

bukan kendala bagi ibu Eny. Suaminya dengan setia mengantarkan istrinya

ke mana-pun ibu Eny ini pertemuan ataupun mengikuti kegiatan. Semua

itu dilakukan dengan senang serta ikhlas. Akan tetapi kadang-kadang

kecapekan juga. Namun walau begitu ia tetap harus melayani suami

walaupun capek. Karena khawatir nanti suami bisa marah jika ia

menolaknya untuk melayani.

4. Ibu Rumah Tangga (Sugiyem)

Posisi perempuan yang tidak bisa ditawar adalah menjadi ibu

dalam rumah tangga. Kebanyakan perempuan pada zaman sekarang tetap

masih sama bahwa dirinya mesti harus jadi ibu rumah tangga walaupun

bekerja mencari nafkah dalam rangka membantu memenuhi kebutuhan

keluarga. Biasanya pekerjaan yang dilakukan oleh para istri adalah yang

Page 95: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

95

sesuai dengan bakat dan juga minat yang dimilikinya. Misalnya yang

dikukan oleh Ibu Sugiyem. Dulu waktu anak-anaknya masih butuh biaya

untuk sekolah dia membantu suaminya mencari nafkah dengan berjualan

makanan di pabrik. Kadang-kadang juga hanya membantu orang lain di

kantin sebuah pabrik. Hal itu dilakukan setelah semua pekerjaan rumah

telah selesai. Mulai dari mencuci, bersih-bersih rumah, memasak,

menyiapkan suami jika mau berangkat kerja dan lain-lain. Semua itu dia

kerjakan sendiri. Setelah pekerjaan tersebut selesai baru dia pergi bekerja.

Setelah memiliki cucu ibu Sugiyem ini tidak bekerja lagi. Karena

cucunya tidak ada yang merawat. Ibu dan ayahnya pergi bekerja berangkat

pagi pulang sore. Akhirnya pekerjaan ibu Sugiyanti bertambah selain

sebagai istri yang harus mengerjakan semua tugas rumah tangga, masih

harus menjadi nenek yang merawat cucunya.

5. Wiraswasta

Kerja keras tiap hari tanpa kenal lelah dalam rangka menghidupi

kelima anaknya. Itulah yang dilakukan oleh ibu Yeni seorang janda muda

yang ditinggal mati oleh suaminya. Dalam usia yang sangat muda (27

Tahun) ibu ini harus merawat, mendidik, melindungi, dan menafkahi anak-

anaknya. Dia bekerja keras memilih barang-barang sortiran dari pabrik

yang berupa kain, benang, plastik dan lain-lain. Setelah dipilih dan juga

dibersihkan kemudian diambil oleh pengepul dari pekalongan juga dari

solo.

Page 96: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

96

Dengan usahanya itu juga kemudian bertemu dengan seorang

laki-laki yang masih perjaka dan kemudian menikahinya. Pernikahannya

dengan bapak Untung yang juga kebetulan memiliki usaha yang sama,

dikaruniai dua anak perempuan. Setelah menikah pekerjaan ibu Yeni ini

menjadi bertambah. Selain harus melayani suami yang sudah menjadi

kewajiban setiap istri dia juga harus menjadi ibu dan bapak dari kelima

anaknya. Sehingga kegiatan usahanya tetap saja dilanjutkan. Dia merasa

bertanggungjawab penuh atas kelima anaknya sampai anak-anak itu

menikah. Dia juga harus mengajari bahkan juga memberikan modal untuk

kelima anak-anaknya dalam berusaha dan mengikuti jejeka orangtuanya.

Sedangkan dia juga harus merawat dan mengasuh kedua putrinya hasil

pernikahan kedua. Kini anak-anaknya sudah besar dan sudah memiliki

cucu. Namun ibu Yeni tetap harus bekerja keras demi anak-anak dan cucu-

cucunya.

Walaupun merasa sudah tua namun pelayanan terhadap suami

masih terus dia lakukan. Untuk menjaga keharmonisan hubungan dengan

suaminya dia rela melakukan apa saja. Dia juga cenderung diam dan

mengalah jika suaminya tidak memberikan sebagian uang hasil usahanya.

Bahkan dia berusaha untuk selalu menyenangkan hati suaminya. Hal ini

dia lakukan selain memang sudah kewajiban sebagai seorang istri juga

dalam rangka menjaga agar suaminya tidak mencari perempuan lain.

Page 97: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

97

BAB IV

ANALISIS

A. Bentuk ketaatan istri terhadap suami di Kelurahan Tingkir Lor dan

Kutowinangun.

Setelah dilakukan penelitian tentang ketaatan istri terhadap suami di

Kelurahan Tingkir Lor dan juga Kelurahan Kutowinangun, bisa dianalisis

bahwa semua istri berusaha semaksimal mungkin untuk bisa berbuat baik dan

taat kepada suaminya. Para istri rela melakukan pekerjaan apa saja baik di

lingkungan rumah tangga (ranah domestic) maupun ranah public (pengabdian

kepada masyarakat). Adapun berbagai bentuk ketaatan istri terhadap suami

adalah sebagai berikut:

1. Tidak berani menolak ajakan suami

Semua istri meyakini bahwa dalam keadaan apapun melayani

suami terkait hubungannya dengan kebutuhan biologis merupakan

kewajiban yang tidak bisa ditinggalkan. Sehingga walau dalam keadaan

kecapekan istri selalu berusaha untuk melayani suami di tempat tidur.

Bahkan menurut pengakuan salah satu istri di Kutowinangun, karena

sudah lumayan berumur, sementara suami juga masih menginginkan

padahal istri tersebut sudah berkurang semangatnya, maka ia rela membeli

obat-obat hanya agar bisa melayani dengan baik di tempat tidur. Istri

berusaha untuk tidak kecapekan agar bisa melayani suami, karena ada

suami yang tidak mau tahu keadaan istri jika dia menginginkan. Bahkan

Page 98: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

98

ada juga suami yang marah jika istrinya tidak mau melayani hanya karena

kecapekan.

Ketaatan istri terhadap suami dalam bentuk ini mereka yakini

memang sudah kewajiban berdasarkan syari‟ah Islam. Mereka mengaku

bahwa pengetahuan tentang kewajiban istri terhadap suami ini diperoleh

dari para kyai yang sering mengisi pengajian.

Bentuk ketaatan istri terhadap suami dalam bentuk ini, jika

direlvansikan dengan budaya Jawa yang biasa dikenal dengan istilah tiga

M, masuk pada kategori manak. Isltilah manak dalam bahasa Jawa

memiliki pengertian tidak hanya sekedar mengandung, melahirkan, dan

menyusui saja tetapi juga menjaga, memelihara, dan mendidik anak.

Kemampuan berhias diri tampaknya bermuara kepada perempuan yang

kedua ini karena dengan menjaga kecantikannya seorang perempuan akan

memiliki daya tarik bagi suami. Istri wajib selalu kelihatan menarik,

sehingga suami timbul nafsu biologisnya. Keyakinan seperti juga

diperkuat dengan konsep ketaatan istriu dalam Islam.

2. Mengerjakan semua pekerjaan rumah

Menyelesaikan semua pekerjaan rumah tangga, yang meliputi

menyediakan kebutuhan makan, minum untuk dirinya, anak-anaknya,

suaminya baik pagi, siang, sore maupun malam hari. Selain itu istri masih

membersihkan rumah, halaman, mencuci piring, mencuci baju dan lain-

lain. Mereka juga meyakini bahwa itu juga sudah menjadi kewajibannya

sebagai seorang istri. Sehingga jika pekerjaan-pekerjaan tersebut tidak

Page 99: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

99

dilakukan para istri merasa berdosa. Walaupun sebagian istri (terutama

mereka yang tinggal di Tingkir Lor) mengetahui bahwa sebetulnya tugas

memasak, mencuci dan juga bersih-bersih rumah dan lain-lain sebenarnya

merupakan kewajiban suami. Sementara kewajiban istri hanya melayani

suami di tempat tidur, sebagaimana pendapat para fuqaha, sebagaiman

diungkapkan oleh Ibu Arfiatun dan Ibu Jumi‟ah, akan tetapi mereka tidak

bisa mempraktikkannnya dalam kehidupan rumah tangga. Hal ini selain

didorong oleh adat-istiadat yang sudah turun temurun juga pemahaman

agama yang kuat. Menurut pemahaman para istri khususnya di kelurahan

Tingkir Lor pekerjaan rumah tangga yang selama ini dilakukan termasuk

ibadah.

Para istri beranggapan jika ada seorang istri yang tidak

mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga selain berdosa juga tidak

pantas, dan biasa menjadi buah bibir bagi ibu-ibu di lingkungannya.

Karena suami sudah capai mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan

rumah tannga. maka istri mestinya siap mengerjakan pekerjaan rumah.

Tapi sebaliknya jika istri yang mencari nafkah sementara suami tidak mau

mengerjakan pekerjaan rumah tidak pernah ada yang menganggap suami

tidak bertanggungjawab atau ataupun tidak pantas jadi suami, juga tidak

menjadi pembicaraan masyarakat di lingkungannya.

Image masyarakat sebagaimana tersebut di atas mendorong para

istri untuk terus mengerjakan pekerjaan rumah tangga sebagai salah satu

bentuk ketaatannya sebagai suami. Jika ada istri yang tidak bisa atau tidak

Page 100: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

100

sempat mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena kesibukan bekerja,

maka istri tersebut menyerahkannya kepada pembantu rumah tangga.

Kasus ini misalnya terjadi pada Ibu Ainaul di Tingkir Lor dan Ibu Yeni di

Kutowinangun. Kedua sosok perempuan ini sukses dalam usaha rumahan.

Bahkan mereka mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi ibu-ibu yang

lain di lingkungannya.

3. Membantu mencari nafkah

Dalam syari‟at Islam diyakini bahwa suami memiliki kewajiban

penuh dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Pemenuhan nafkah bagi

suami ini meliputi makanan, pakaian, juga rumah. Istilah di Jawa suami

wajib nyandangi, mangani lan ngomahi. Istilah dalam tradisi Jawa ini

tergabung dalam istilah angayani.

Kelima tugas atau kewajiban suami tersebut di atas mencerminkan

bahwa laki-laki memiliki otoritas dalam rumah tangga. Laki-laki Jawa

dianggap lebih terhormat, terpuji, selalu berada di depan, menjadi

penguasa rumah tangga, memiliki tanggung jawab yang lebih dibanding

perempuan, dan sebagai pribadi yang aktif. Sebaliknya perempuan selalu

berada pada posisi di bawah, hanya mengurusi masalah domestik. Hanya

menjadi pendamping laki-laki, serta pribadi yang pasif.

Realitas yang terjadi di masyarakat baik di Kelurahan Tingkir Lor

maupun Kelurahan Kutowinangun tidak demikian. Para istri terpanggil

nuraninya untuk ikut mencari nafkah dalam rangka membantu kebutuhan

rumah tangga. hal ini dilakukan oleh setiap perempuan (istri) dalam semua

Page 101: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

101

lapisan masyarakat. Baik istri itu berpendidikan tinggi maupun hanya

beroendidilan tingkat dasar.

Dari semua istri yang peneliti wawancarai, mereka memiliki

penghasilan tetap sebagian tidak tetap. Semua hasil jerih payah kerjanya

mulai dari berjualan, usaha pakaian (konveksi), mengelola sampah pabrik

sampai pada guru-guru ngaji, mereka mengaku jika ada hasilnya

seluruhnya untuk kepentingan keluarga. Hal ini mereka lakukan karena

kondisi ekonomi keluarga memang memang menuntut mereka untuk

melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Para suami juga memberi izin,

bahkan mendukungnya.

Sehingga teori atau konsep kuasa laki atas perempuan dalam tradisi

Jawa sebagaimana diterangkan dalam bab II saat ini sudah bergeser

maknanya. Karena saat ini banyak perempuan (istri) yang bisa mencari

nafkah, duduk sederajat dengan para laki-laki. Para istri di Jawa untuk saat

ini juga merasa terpanggil hatinya untuk bersama-sama suami mencari

nafkah dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Dengan demikian,

peran suami dalam rumah tangga lebih menunjukkan ditegakkannya

keseimbangan peran melalui pembagian peran, tugas dan tanggung jawab

dalam rumah tangga. Peran pembagian tugas ini diakui secara langsung

oleh ibu Arfiatun dan Bapak Muhyidin. Pasangan yang mengaku

berpendidikan pesantren ini memahami betul bahwa sebetulnya tugas-

tugas rumah tangga mulai dari memasak, mencuci, bersih-bersih rumah,

serta merawat anak-anak dan lain-lain merupakan tugasnya suami. Namun

Page 102: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

102

hal tersebut tidak bisa mereka lakukan, selain memang sudah menjadi

tradisi di masyarakat juga keadaan saat ini suami dan istri dituntut untuk

bekerjasama.

4. Mendidik anak-anak

Pendidikan terhadap anak merupakan tanggungjawab kedua

orangtua baik ayah maupun ibu. Tradisi yang sudah membudaya di Jawa

bahwa seorang istri (ibu) lebih dominan dalam hal ini. Apalagi jika anak-

anak tersebut masih kecil. Seorang ibu rela berbuat apa saja demi anak-

anaknya. Oleh karena itu para istri yang peneliti wawancarai mengaku

bahwa sebelum mereka malakukan aktifitas bekerja apapun yang

menghasilkan upah, mereka tetap lebih mendahulukan pekerjaan rumah.

Mereka rela bangun lebih awal dari suami untuk menyiapakan segala

sesuatu terkait dengan kebutuhan anak-anak yang akan berangkat sekolah.

Apalagi jika suaminya bekerja jauh sehingga tidak bisa pulang setiap hari.

Sebagaimana pengankuan Ibu Sugiyanti, dia sejak menikah sudah terbiasa

hidup prihatin membanting tulang merawat, mendidik bahkan membiayai

sekolah keenam anaknya yang masih kecil. Suaminya bekerja menjadi

pegawai PJKA yang selalu berpindah-pindah dan jarang pulang. Kiriman

uangpun tidak lancar. Sementara keenam anak-anaknya masih kecil. Tidak

hanya mendidik anak-anak yang menjadi tenggungjawabnya tetapi juga

merawatnya dengan penuh kasih sayang.

Ibu Jumi‟ah dengan sabar mendidik anaknya sambil bekerja

menjadi tukang jahit kecil-kecilan di rumah. Sementara suaminya menjadi

buruh yang berangkat pagi pulang sore. Sehingga perhatian pendidikan

Page 103: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

103

teradap anak-anaknya sepenuhnya menjadi tugas Ibu Jumi‟ah. Ia mengaku

dengan ekonomi yang hanya cukup, tapi putrinya yang sekarang akan

masuk sekolah tingkat atas berkeinginan menerukan ke sekolah yang

lumayan terkenal. Dengan bekal kemampuan ilmu di bidang agama Ibu ini

selalu mengajari anak-anaknya membaca al Qur‟an yang baik dan benar,

Bahkan dia juga sempatkan mengajarkan baca tulis al Qur‟an kepada

anak-anak yang lainnya.

5. Menjadi bagian dari masyarakat

Bentuk lain ketaatan istri terhadap suami adalah aktif dalam

kegiatan masyarakat. Selain menjadi istri yang memiliki tugas melayani

suami, merawat juga mendidik anak-anaknya, para istri di kelurahan

Tingkir Lor maupun di kelurahan Kutowinangun masih aktif mengikuti

berbagai kegiatan terkait dengan urusan publik, sesuai dengan bidang

ilmunya. Sudah menjadi tuntutan bagi setiap istri untuk ikut aktif dalam

kegiatan di masyarakat. Tentu saja kegiatan yang dilakukan oleh istri-istri

ini tetap mengacu pada syari‟ah Islam dan mendapat ridlo dari suami.

Berbagai bentuk kegiatan yang dilakukan oleh istri dalam rangka

taat kepada suami antara lain: mewakili suami dalam pertemuan-

pertemuan terkait dengan penyampaian informasi kesejahteraan keluarga.

Pertemuan wali murid, pengajian ibu-ibu. Kegiatan-kegiatan para ibu yang

lainnya seperti pertemuan PKK, Dasa wisma, juga kegiatan masyarakat

lain. Semua itu dilakukan selain atas izin suami juga dilakukan setelah

pekerjaan rumah terselesainkan. Bahkan dengan ikut aktif dalam kegiatan

masyarakat seorang istri bertambah pengetahuan tentang keluarga. Hal ini

Page 104: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

104

akan menambah keharmonisan dalam hubungannya dengan suami juga

anak-anak.

B. Perbedaan persepsi tentang ketaatan istri terhadap suami di Kelurahan

Tingkir Lor dan Kelurahan Kutowinangun.

Kelurahan Tingkir Lor dan Kelurahan Kutowinangun merupakan dua

kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Tingkir Kota Salatiga. Walau

ada dalam satu kecamatan namun secara geografis sangat berbeda. Kelurahan

Kutowinangun sangat dekat dengan pemerintahan kota sehingga akses

informasi lebih cepat sedangkan kelurahan Tingkir Lor berada di pinggir kota

berbatasan dengan wilayah kabupatan Semarang. Sedangkan karakter

masyarakatnya juga berbeda. Perbedaan yang mencolok terdapat pada suasana

religiusitasnya. Hal ini bisa dilihat dari aktifitas masyarakatnya ataupun juga

jumlah pondok pesantren serta tokoh-tokoh agama yang tinggal dikedua

kelurahan tersebut. Kelurahan Tingkir Lor bisa peneliti katakan sebagai

rujukan belajar agam Islam karena banyak kyai dan pondok pesantren.

Sedangkan kelurahan Kutowinagun bisa peneliti katakan bahwa pengetahuan

agama tentang syari‟ah Islam masih belum mendalam. Untuk mencari guru

ngaji yang mengajarkan baca tulis al Qur‟an kepada anak-anak terasa sulit

karena masih banyaknya masyarakat yang masih belum bisa membaca al

Qur‟an. Keadaan seperti inilah yang membedakan pengetahuan para istri

terhadap kewajiban juga ketaatan istri terhadap suami. Namun uniknya

dangkalnya pengetahuan agama khususnya terkait dengan ketaatan sitri

kepada suami ini tidak mempengaruhi realitas istri dalam taat kepada

Page 105: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

105

suaminya. Adapun perbedaan-perbedaan persepsi istri terhadap ketaatan

kepada suami antara lain:

1. Melayani suami di tempat tidur. Persepsi para istri di Kutowinngun dan

Tingkir Lor sama, bahwa semua istri memiliki kewajiban melayani suami

dalam keadaan apapun. Istri pada umumnya tidak berani menolak ajakan

suami dalam hubungannya dengan maslah seksual. Hal ini bukan hanya

karena merupakan kewajiban akan tetapi karena khawatir jika suami

marah. Karena menurut pengakuan sitri (Ibu Eny) suaminya akan marah

jika ia menolak ajakan suaminya untuk melakukan hubungan sek. Selain

itu istri juga khawatir jika menolak nanti suami malah selingkuh. Namun

demikian ada seoarang istri yang tinggal di Kutowinangun yang tidak mau

sama sekali diajak suaminya berhubungan sek. Selain memang sudah tua

(mereka sudah nenak dan kakek) istrinya takut kalau suaminya memiliki

penyakit kelamin karena sering berganti ganti pasangan, bahkan sudah tua

dan menjadi kakek-kakek suaminyan ternyata masih saja selingkuh.

Mereka tetap hidup serumah tapi tidak pernah berbuat layaknya suami

istri. Suaminya juga tidak pernah memberi nafkah, istri juga tidak pernah

melayani suami dalam bentuk apapun. Ada juga pasangan suami istri yang

selalu nampak hidup rukun harmonis saling bekerjasama, akan tetapi

mereka tidak pernah melakukan hubungan seks sebagaimana layaknya

suami istri. Menurut pengakuanya karena mereka sudah tua, takut kalau

malah menimbulkan penyakit, juga tidak ada rasa yang mendorong untuk

melakukan hal tersebut karena sejak kecil mereka hidup layaknya saudara

Page 106: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

106

atau kakak beradik. Kedua kasus tentang kengganan istri melayani suami

ditempat tidur ini tidak terjadi di kelurahan Tingkir Lor.

2. Tugas melaksanakan pekerjaan rumah seperti mencuci, bersih-bersih,

memasak dan lain-lain. Terhadap masalah ini persepsi para istri sangat

berbeda. Para istri yang tinggal di kelurahan Kutowinagun berpendapat

bahwa istri memiliki kewajiban mengerjakan semua pekerjaan rumah

tangga mulai dari memasak, menyajikan makanan, bersih-bersih rumah,

mencuci dan lain-lain. Jika seorang istri tidak bisa melaksanakan

pekerjaan-pekerjaan tersebut maka istri tersebut berdosa, karena sudah

melanggar serta tidak taat pada suami. Pengetahuan seperti ini menurut

pengakuan para istri didapatkan dari majlis-majlis pengajian yang sering

mereka ikuti. Sedangakn istri-istri yang tinggal di kelurahan Tingkir Lor

memiliki pengetahuan agama yang lebih mendalam. Para istri di sini

mengetahui bahwa dalam Islam, semua pekerjaan rumah tangga

sebagaimana tersebut di atas merupakan tugas dan kewajiban suami

sepenuhnya. Karena tugas istri hanyalah melayani suami di tempat tidur

dan selalu menyenangkan hati suami. Namun demikian para istri yang

berada atau tinggal di kelurahan Tingkir Lor tetap melaksanakan

pekerjaan-pekerjaan rumah tangga tersebut. Selain memang sudah menjadi

adat dan kepatutan bagi setiap istri di Jawa khususnya, mereka

berkeyakinan bahwa dalam mengerjakan kegiatan tersebut selain

membantu meringankan beban suami juga diniati ibadah.

Page 107: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

107

3. Tugas mencari nafkah. Persepsi istri baik di Kutowinangun maupun di

Tingkir Lor sama. Bahwa yang berkewajiban mencari nafkah keluarga

adalah suami. Namun realitas yang terjadi baik di Kutowinangun maupun

di Tingkir Lor masing-masing istri rela membantu suaminya dalam

mencari nafkah dalam rangka meringankan tugas suami. Hal ini dilakukan

selain diniati ibadah juga karena kondisi saat ini menuntut istri ikut serta

mencari nafkah.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi serta bentuk-bentuk

ketaatan para istri terhadap suami di Kelurahan Tingkir Lor dan

Kelurahan Kutowinangun.

Berdasarkan penelitian yang sudah peneliti lakukan dan juga setelah

dianalisis tentang bentuk juga persepsi istri dalam hubungannya dengan

ketaatannya kepada suami di Kelurahan Kutowinangun dan kelurahan Tingkir

Lor, baik persamaan maupun perbedaannya, maka bisa kita analisis faktor-

faktor yang melatarbelakangi bentuk dan persepsi ketaatan istri pada suami.

Adapun beberapa faktor tersebut antara lain:

1. Pendidikan. Faktor pendidikan ini dibagi menjadi dua yaitu pendidikan

formal dan pendidikan non formal. Baik di Kutowinagun maupun di

Tingkir Lor istri-istri yang sempat peneliti wawancarai tidak ada yang

berpendidikan sarjana. Rata-rata mereka berpendidikan SMP, hanya atau

istri yang berpendidikan SMA (waktu itu PGA). Pendidikan formal ini

tidak begitu signifikan dalam mempengaruhi ketaatan sitri terhadap suami,

jika dibandingkan dengan pendidikan non formal. Pendidikan non formal

Page 108: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

108

yang peneliti maksudkan adalah pondok pesantren. Istri yang tinggal di

kelurahan Kutowinagun tidak satupun yang memiliki latarbelakang

pendidikan pesantrean sehingga mereka tidak bisa membedakan hak dan

kewajiban istri yang berdasarkan tradisi atau adat dan ketaatan yang

didasarkan pada ajaran agama. Sedangkan istri yang tinggal di Tingkir Lor

lebih banyak yang berpendidikan pesantren sehingga mereka tahu bahwa

kataatan istri terhadap suami yang didasarkan apada ajaran agama

hanyalah melayani suami dalam hubungannya dengan kebutuhan seks saja.

Selainnya dilakukan atas dasar tradisi yang diniati dengan ibadah.

2. Lingkungan masyarakat. Bahwa yang menjadi latar belakang peneliti

memilih dua tempat di Kutowinangun dan Tingkir Lor ini ternyata cukup

beralasan. Ternyata lingkungan dan tradisi masyarakat akan

mempengaruhi bentuk dan pola pikir masyarakatnya. Sebagaimana di

latarbelakang masalah sudah peneliti terangkan bahwa kelurahan

Kutowningun masyarakat cenderung abangan. Mereka muslim akan tetapi

kedalaman ilmu kesyariahannya masih kurang sehingga mereka tidak

paham bahwa sebetulnya Islam sangat menjunjung tinggi derajat istri

dengan mencukupkan kewajibannya hanya cukup melayani suami di

tempat tidur. Mereka masih lebih menjujung tinggi adat istiadat.

Walaupun tetap ada masyarakat yang memegangi syari‟at tapi hanya

sedikit. Sedangkan lingkungan masyarakat di kelurahan Tingkir Lor

tergolong pada kategori santri. Hampir semua penduduk asli yang tinggal

di sini bisa membaca dan mengerti syariat Islam. Sehingga para istri

Page 109: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

109

ataupun para perempuan memiliki akses yang mudah untuk bisa

mengetahui tentang hak dan kewajiban istri terhadap suami. Selain itu juga

kehidupan masyarkat di Tinkir Lor lebih mencerminkan kehidupan santri.

Implikasi dari sejumlah pola ketaatan istri terhadap suami baik di

Kelurahan Tingkir Lor maupun Kutowinangun, dalam perkembangan

selanjutnya menyebabkan terjadinya pergeseran peran perempuan di

lingkungan keluarga. Ruang lingkung aktifitas perempuan tidak lagi terbatas

pada tempat dinding rumah tangga. Tiga dasawarsa terakhir, baik seiring

proses perubahan sosial dalam bentuk modernisasi, keterbukaan informasi,

pendidikan dan kebijakan politik Indonesia, menunjukkan, eskalasi partisipasi

perempuan dalam ekonomi keluarga yang cukup signifikan. Perempuan

bekerja (wanita karir) telah mendapatkan tempat dan imbalan sebagaimana

profesinya. Perempuan semakin sadar bahwa dalam lingkup rumah tangga,

peran ekonomi sangat besar untuk tercapainya tingkat kesejahteraan ekonomi

keluarga. Tingkat pendidikan perempuan yang semakin setara dengan laki-laki

menyebabkan angkatan kerja nasional saat ini cukup besar ditopang oleh

angkatan kerja perempuan. Perempuan semakin sadar bahwa posisi mereka

tidak sekedar sebagai figur pelengkap yang menguatkan sistem patriarkhi

dimana berpusat pada figur suami sebagai penopang ekonomi keluarga.

Melihat realita yang ada, kini sudah banyak perempuan yang mandiri secara

ekonomi dan bahkan menjadi tulang punggung keluarga, meskipun masih ada

pandangan sebagian masyarakat dan bahkan pengakuan yuridis kerja atau

penghasilan wanita dianggap sebagai penghasilan tambahan belaka.

Page 110: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

110

Jika kita melihat bentuk ataupun persepsi para istri dalam kaitannya

dengan ketaatannya kepada suami menunjukkan bahwa sesungguhnya mereka

sudah tahu bahwa ketika seorang muslim telah mengucapkan akad dalam

prosesi pernikahan, berarti nahkoda pernikahan sudah mulai dijalankan. Suami

dan istri harus merapat untuk bekerjasama, melakukan kewajibannya masing-

masing dan memperoleh hak-hak mereka seperti yang sudah dijanjikan dan

dijelaskan dalam agama Islam. Baik UU ataupun KHI sudah merumuskan

secara jelas tentang tujuan perkawinan yaitu untuk membina keluarga yang

bahagia, kekal dan abadi berdasarkan tuntunan syari‟at dari Tuhan Yang Maha

Esa. Jika tujuan perkawinan tersebut ingin terwujud, sudah barang tentu

tergantung pada kesungguhan dari kedua pihak, baik itu dari suami maupun

istri. Oleh karena itu perkawinan tidak hanya dipandang sebagai media untuk

merealisasikan syari‟at Allah agar mendapatkan kebaikan di dunia dan di

akhirat. Dari sisi hak dan kewajiban seorang istri terhadap suaminya menurut

syariat Islam, ternyata masih ada muslimah yang telah menjadi seorang istri

dari suaminya belum mengetahui secara benar apa saja kewajiban pokok bagi

seorang istri. Dalam agama Islam, kewajiban seorang istri terhadap suaminya

hanya ada dua, yaitu: (1) kewajiban melayani suami secara biologis dan (2)

kewajiban taat pada suaminya dalam segala hal selain maksiat. Dalam suatu

hadits, diriwayatkan Abdurrahman bin Auf menjelaskan bahwa Rasulullah

Saw. bersabda: artinya : “Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya ke

ranjangnya, lalu sang istri tidak mendatanginya, hingga dia (suaminya –ed)

bermalam dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya

Page 111: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

111

hingga pagi tiba.” (HR. Bukhari dan Muslim) Hak dan Kewajiban Istri

terhadap Suami menurut Islam Kewajiban istri untuk taat pada suami

bermacam-macam bentuknya. Misalnya menjaga harta suaminya saat

ditinggal pergi, tidak memasukan laki-laki lain kedalam rumah tanpa izin

suaminya, tidak meninggalkan rumah kecuali dengan izin suaminya, menjaga

kehormatannya, dan lain-lain. Di Indonesia, sudah menjadi kebiasaan adat

bahwa para istri wajib untuk memasak, mencuci baju, membersihkan rumah

dan yang lainnya? Apakah hal itu sesuai dengan syariat Islam? Allah Ta‟ala

berfirman: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena

Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain

(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta

mereka. (QS. AnNisa‟ : 34) Makanan, pakaian dan tempat tinggal merupakan

sesuatu yang secara umum dipandang terlebih dahulu dalam persoalan nafkah

suami. Masih banyak orang yang berfikir bahwa nafkah makanan tersebut

berupa bahan mentah, akan tetapi sebenarnya nafkah yang berupa makanan

tersebut adalah makanan yang sudah siap dikonsumsi. Adapun proses dalam

menjadikannya siap untuk dikonsumsi adalah tugas suami. Maka pekerjaan-

pekerjaan seperti memasak, menyapu, dan membersihkan rumah adalah

kewajiban seorang suami ! Jika melihat sirah para shahabiyah, pernah

diceritakan bahwa Fatimah radhiyallohu anha, putri Rasulullah Saw. mengadu

pada baginda Nabi, karena tangannya yang sakit dan lecet saat menggiling

gandum. Ia meminta pembantu pada Rasulullah Saw., namun Rasul tidak

memberinya. Hal ini menunjukan bahwa Fatimah r.a. bersusah-payah

Page 112: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

112

membantu suaminya dalam hal nafkah makanan. Dalam riwayat lain, Said bin

Amir, seorang gubernur hims, sahabat yang mulia selalu melaksanakan

tugasnya dalam mengurus rumah, sehingga banyak penduduk yang komplain

akibat keterlambatannya dalam berkhidmat pada masyarakat. Empat imam

madzhab utama dan ulama lainnya, secara umum juga berpendapat bahwa

tugas memasak, mencuci dan membereskan rumah bukanlah tugas istri, akan

tetapi tugas suami. Di dalam kitab Al-Majmu‟ Syarah Al-Muhadzdzab karya

Abu Ishaq Asy-Syirazi rahimahullah, disebutkan: Tidak wajib atas istri

berkhidmat untuk membuat roti, memasak, mencuci dan bentuk khidmat

lainnya, karena yang ditetapkan (dalam pernikahan) adalah kewajiban untuk

memberi pelayanan seksual (istimta‟), sedangkan pelayanan lainnya tidak

termasuk kewajiban. Jika melihat pada fikih kontemporer, Syekh Dr. Yusuf

Qardhawi berpendapat bahwa tugas suami membereskan rumah tersebut

diserahkan pada istri, sebagai timbal balik atas nafkah yang diberikan suami.

Tapi suami hendaknya memberi gaji atau upah pada istrinya atas kelelahan

istrinya diluar nafkah kebutuhan keluarga. Lalu bagaimana seharusnya sikap

perempuan Indonesia yang berbudaya timur yang mempunyai adat mengurus

rumah dalam masyarakat? Adat merupakan kebudayaan yang mencerminkan

kepribadian masyarakatnya. Jika adat tersebut memberi manfaat dan tidak

bertentangan dengan syariat islam, serta lazim dilakukan oleh seorang istri

dalam masyarakat. maka tidak ada masalah bagi sang istri melakukannya

apabila mampu dan tentunya tanpa dipaksa. Hal itu merupakan nilai tambahan

sebagai wujud dari kecintaannya kepada sang suami yang kelelahan mencari

Page 113: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

113

nafkah di siang hari dan insyaa Allah pahala yang melimpah akan mengalir

kepadanya jika keridhaan Allah ta‟ala dan suami menjadi puncak niatnya. Hak

dan Kewajiban Bersama bagi Suami Istri Telah dihalalkan pasangan suami

istri untuk bergaul dan bersenang-senang di antara mereka. Kecuali saat istri

sedang haid, nifas, ihram, dan dzihar. Seorang suami yang mendzihar istrinya

(menyamakan punggung istrinya seperti punggung ibunya hingga tidak ada

keinginan untuk menggaulinya) harus membayar kafarat (denda) dengan cara

membebaskan 1 budak atau puasa selama 2 bulan berturut-turut, setelah itu

baru ia dapat kembali pada istrinya. Adapun hak bersama suami istri adalah :

(1) hak untuk saling mendapatkan warisan, (2) hak untuk mendapatkan

perwalian nasab anak. Sedangkan kewajiban yang harus dilakukan bersama-

sama bagi suami istri dalam rumah tangga adalah memelihara dan mendidik

anak keturunan yang lahir dari pernikahan mereka dan memelihara kehidupan

pernikahan yang sakinah, mawaddah, warohmah

Page 114: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

114

BAB V

KESIMPULAN DAN PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang ketaatan istri terhadap suami

antara budaya dan ajaran agama: studi kasus di Kalurahan Kutowinangun dan

Keluarahan Tingkir Lor dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain:

1. Bentuk-bentuk ketataatan istri terhadap suami antara lain: pertama, tidak

berani menolak ajakan suami dalam hubungannya dengan kebutuhan

biologis. para istri dalam keadaan apapun selalu berusaha untuk bisa

melayani suami. Kedua, mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga

muali dari masak, mencuci, bersih-bersih rumah, merawat anak dan lain-

lain. Ketiga, membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga

karena keterbatasan nafkah yang diperoleh suami. Keempat, merawat dan

mendidik, serta membimbing anak sejak lahir hingga mereka dewasa.

Kelima, aktif dalam kegiatan di masyarakat dalam rangka menambah

wawasan tentang kehidupan rumah tangga.

2. Perbedaan persepsi tentang ketaatan istri terhadap suami di Kelurahan

Tingkir Lor dan Kelurahan Kutowinangun. Sesuai dengan tingkat

pemahaman agama serta pendidikan mereka masing-masing, bahwa para

istri di kelurahan Kutowinangun belum bisa membedakan tentang dasar

ketaatan istri terhadap suami. Menurut mereka semua bentuk kegiatan atau

pekerjaan rumah tangga yang dilakukan dalam rangka mewujudkan

ketaatannya pada suami semuanya berdasarkan ajaran agama Islam.

Page 115: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

115

Sehingga para istri yang tidak mau memasak, mencuci, membersihakan

rumah dan lain-lain berdosa karena melanggar aturan syari‟at Islam.

Sedangkan para istri yang tinggal di kelurahan Tingkir Lor paham bahwa

pekerjaan rumah tangga tersebut bukan kewajiban istri sebagai bentuk taat

kepada suami akan tetapi lebih mengacu pada tradisi yang sudah turun

temurun, Sehingga jika ada istri yang tidak mau mengerjakan pekerjaan

rumah tangga tidaklah berdosa. Karena kewajiban istri taat kepada suami

dalam Islam hanyalah melayani dan menyenangkan suami. Jika istri mau

mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga itu dilakukan dalam

rangka membantu tugas suami.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan bentuk-bentuk taat serta

persepsi istri terhadap ketaatannnya kepada suami adalah pertama

pendidikan. Pendidikan yang bisa membedakan di sini terutama

pendidikan non formal (pesantren). Istri-istri yang sempat peneliti jadikan

subjek penelitian di kelurahan Kutowinangun kebetulan tidak satupun

yang memiliki latarbelakang pesantren. Mereka awam terhadap ajaran

syari‟at Islam. Namun mereka termasuk muslimah yang taat. Sedangkan

istri-istri yang tinggal di kelurahan Tingkir Lor banyak yang

berlatarbelakang pesantren. Sehingga mereka paham betul bahwa tugas

perempuan sebagai istri bukan mengerjakan semua pekerjaan rumah

tangga, akan tetapi hanya melayani suami dan taat kepada suami selama

tidak dalam maksiat. Faktor yang kedua, lingkungan masyarakat.

Kelurahan Kutowinangun masyarakat cenderung abangan. Mereka muslim

Page 116: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

116

akan tetapi kedalaman ilmu kesyariahannya masih kurang sehingga

mereka tidak paham bahwa sebetulnya Islam sangat menjunjung tinggi

derajat istri dengan mencukupkan kewajibannya hanya melayani suami di

tempat tidur. Mereka masih lebih menjujung tinggi adat istiadat.

Walaupun tetap ada masyarakat yang memegangi syari‟at tapi hanya

sedikit. Sedangkan lingkungan masyarakat di kelurahan Tingkir Lor

tergolong pada kategori santri. Hampir semua penduduk asli yang tinggal

di sini bisa membaca dan mengerti syariat Islam. Sehingga para istri

ataupun para perempuan memiliki akses yang mudah untuk bisa

mengetahui tentang hak dan kewajiban istri terhadap suami. Selain itu juga

kehidupan masyarkat di Tinkir Lor lebih mencerminkan kehidupan santri.

B. Penutup

Demikian penelitian tentang ketaatan istri terhadap suami antara

budaya Jawa dan ajaran agama. Ternyata masih banyak pemahaman

masyarakat yang belum bisa membedakan antara tradisi dan ajaran agama.

Sehingga kadang terjadi kekeliruan terhadap realitas yang terjadi. Sesuatu

yang mestinya tidak berdosa menjadi dianggap berdosa. Namun hal tersebut

justru menambah lahan ibadah atau amal bagi seorang istri jika dilakukan

dengan iklas. Dan ternyata persepsi yang keterbatasan pemahaman agama

tersebut karena lebih dipengaruhi oleh budaya Jawa, tidak membawa dampak

buruk pada kehidupan keluarga tetapi justru sebaliknya. Oleh karena itu

peneliti hanya mengharap semoga ajaran-ajaran Islam terutama tentang

ketaatan istri terhadap suami akan tersampakan dengan baik dan benar dalam

Page 117: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

117

rangka menambah wawasan para istri juga suami terutama dalam kehidupan

rumah tangga. Wawasan tersebut akhirnya mampu mengantarkan keluarga

yang sakinah mawaddah wa rahmah, saling bekerjasama dan saling

menghargai antara suami dan istri.

Page 118: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

118

Daftar Pustaka

Basuki, Agus Rinto. 2005. Perempuan (di mata Budaya Jawa). Bende Media

Informasi Seni dan Budaya. Surabaya: Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Jawa Timur.

Clifford Geertz,. 1983. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarkat Jawa.

Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya

Dian, Seri, Yogyakarta; Kisah dari Kampung Halaman, Pustaka Pelajar,

1996

Handayani, Christina S. 2004. Kuasa Wanita Jawa. Yogyakarta: LKIS.

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Perkawinan, 2004, Yogyakarta,

Lintang Pustaka

Ilyas, Hamim, dkk, 2010, Perempuan Tertindas Kajian Hadis-hadis Misoginis,

Yogyakarta: ElSaq Press

Muchtarom, Zaini. 1988. Santri dan Abangan di Jawa. Jakarta: Inis.

Musbikin, Imam. 2001. Qawa‟id Al-Fiqhiyah, Jakarata: RajaGrafindo Perseda,

2001.

Nuruddin, Amiur, 2004, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta, Prenada

Media

Pals, Daniel L, 2001, Seven Theoriies of Reigion, terjInyiak Ridwan Muzir,

Yogyakarta, IRCISoD.

Shalih bin Fauzan, 2005, Tanbihat „Ala Ahkamin Takhtash Shu BilMukminat,

Terj. Rahmat Arifin Muhammad bin Ma‟ruf, Yogyakarta, Wihdah Press

Sugiyono, 2010, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung.

Alfabeta.

Page 119: BAB I - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/4000/3/A... · 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... merelevansikan dengan dalil-dalil

119

Suharso, 2005,Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang, Widya Karya.

Thalib Sayuthi, 1982, Hukum Kekeluargaan Indonesia, Jakarta:: UI Press

Sukri, Sri Suhandjati dan Ridin Sofwan, Yogyakarta; Perempuan dan

Seksualitas dalam Tradisi Jawa, Gama Media, 2001

Jurnal/makalah dan lain-lain

Pamator, Volume 3, Nomor 1, April 2010

http://kisahimuslim.blogspot.co.id/2014/12/hak-dan-kewajiban-istri-terhadap-

suami.html

http://sriyadi.dosen.isi-ska.ac.id/2010/03/31/karya-ilmiah

http://baguspsi.blog.unair.ac.id/2008/06/05/pengaruh-budaya-dalam-marital-

sexual/