SUMBER DALIL

download SUMBER DALIL

of 48

Transcript of SUMBER DALIL

SUMBER DALIL : di ambil dari kitab THIBUNNABAWI Ibnu qoyim al- jauziayah halaman 388-394 Perenungan "Hakeki" dari Buah hasil "perkataan" para ahli kesehatan islam dari ulama-ulama salaf terdahulu:

Siapa orang yang memakan bawang merah selama 40 hari maka akan keriput kulit wajahnya. Siapa orang berbekam kemudian memakan garam maka ia akan tertimpa penyakit panu, kurap, dan kudis. Siapa orang memakan ikan dan telur secara bersamaan sehingga terkumpul dalam satu lambungnya maka ia akan tertimpa penyakit Stroke, dan ia akan menderita penyakit wasir. Siapa orang yang terus menerus memakan telur maka akan keriput kulit wajahnya. Siapa orang yang sering makan makanan diasinkan, ikan asin, maka ia kan tertimpa penyakit panu kadas, kurap, serta kerusakan Jaringan otak Siapa orang yang memakan ginjal kambing maka akan lemahlah fungsi kantong kencingnya Siapa orang yang masuk ke WC dalam keadaan perut kenyang maka ia akan tertimpah penyakit lumpuh (Stroke), dan liver. Siapa orang yang bermimpi senggama, kemudian ia tidak mandi junub dan ia langsung menyetubihi isterinya maka lahir seorang anak gila dan anak tukang berhayal dari rahim isterinya. Siapa orang yang meminum susu lalu memakan ikan secara bersamaan, sehingga berkumpul dalam satu lambung, maka ia akan tertimpa penyakit radang persendian (rematik) dan penyakit belang Siapa orang yang bercermin dimalam hari maka tertariklah urat bibirnya dan akan mengundang penyakit lain. Siapa orang yang memakan telur rebus dalam keadaan dingin maka ia akan tertimpa penyakit sesak napas (asma), dan plek paru-paru. Siapa orang yang tidak sabar didalam bersenggama maka ia akan tertimpa penyakit kelamin . Siapa orang yang mandi setelah makan ikan segar, maka ia akan tertimpa stroke (lumpuh)

Mutiara kata orang-orang bijak : menyedikitkan yang mudharat, masih lebih baik dari memperbanyak yang bermanfaat perkata orang-orang shalih : "Siapa orang yang menginginkan kesehatan, maka perbaguslah apa yang dimakan, dan makanlah makanan yang bersih,serta minumlah pada waktu haus. Dan hendaknya jangan masuk WC pada waktu perut kenyang. perkataan AL-HARAST(Tauladan Dokter-Dokter Arab) tentang kesehatan :Empat hal yang menghacurkan badan

Bersetubuh pada wakitu perut kenyang

Masuk WC ketika perut kenyang Memakan daging binyawak Bersetubuh dengan istri mandul

Beberapa larangan & anjuran para ahli kesehatan islam

Janganlah memakan daging kecuali kondisi segar Jangan meminum obat kecuali kondisi sakit Janganlan memakan buah buahan kecuali yang masak Apabila engkau makan pada waktu siang maka tidak usah hawatir engkau tidur. Akan tetapi apabila engkau makan pada waktu malam, janganlah kau tidur sehingga kau berjalan 50 langkah Janganlah engkau makan sehingga terasa lapar Janganlah menahan kencing pada waktu menginginkannya Janganlah engkau makan sedangkan di lambungmu masih ada makanan Janganlah engkau memakan makanan dimana gigimu susah untuk mengunyah, dan lambungmu silit untuk mencernanya Jangan banyak memakan daging pada musim dingin. Akan tetapi, Minumlah air hangat pada musim dingin, pasti engkau akan terhindar dari penyakit Jauhkan dirimu dari debu, asap, dan sesuatu yang berbau busuk. karena yang demikian bisa mendatangkan penyakit.

EMPAT perkaRA yg mengembirakan hatimu :

Melihat sesuatu yang berwarna hijau.. Melihat air yang mengalir .. Melihat sesuatu yang disukai .. Melihat buah-buahan yg masak..

EMPAT perkaRA yang mengundang kebencian & murka orang di sekitarmu :

Sifat Sombong dari dirimu. Sifat Dengki dari hatimu .. Suka Dusta dari lisanmu.. Dan Mengadu domba orang yang ada di sekitarmu ..

Empat perkara yang menolak datangnya rizqimu dari Allah SWT

Tidur diwaktu subuh. Menyedikitkan shalat. Bersikap Malas.. Dan berperilaku khianat..

EMPAT PERKARA yg mendatangkan rizqimu

Rutinitas Shalat malam. memperbanyak istighfar di sepertiga malam memperbanyak sodaqoh.. berzikir pada awal permulaan siang dan akhirnya.

SYEKH IBNU QOIM pengarang ATHIBUNNABAWI berkata : EMPAT PERKARA yang membuat sakitnya badanmu :

Terlalu Banyak bicara Terlalu Banyak tidur Terlalu Banyak makan Terlalu Banyak bersenggama

Kenapa demikian ? Beliau memberikan menjelaskan : BANYAK BICARA, cendrung menurunkan kemampuan akal dan melemahkanya, serta mempercepat datangnya uban rambutmu BANYAK TIDUR, cendrung memudarkan kulit wajah, dapat membutakan mata hati, mengundang penyakit mata, timbul malas bekerja, menambah timbunan lemak-tubuh. BANYAK MAKAN, cendrung merusak mulut lambung, melemahkan tubuh, memperbanyak kandunga gas tubuh. BANYAK BERSENGGAMA, cendrung menghacurkan badan, melemahkan kekuatan, menghilangkan cairan tubuh, merenggangkan jaringan saraf, mewariskan penyumbatan arteri darah, mengembang-biakan kerusakan anggota badan.

Sholat Sunnah Qabliyah dan Ba'diyah Jum'at

Ditulis oleh Dewan Asatidz Assalamu 'alaikum wr. wb Saya mohon penjelasan tentang shalat sunnah sebelum (Qobliyah) dan sesudah (Ba' diyah) Shalat jum'at, karena memang selama ini sering saya lakukan akan tetapi Saya belum tahu apa haditsnya (riwayatnya). Pertanyaan ini timbul setelah ada yang mengatakan kepada Saya bahwa Qobliyah / Ba'diyah jum' at itu tidak ada, sedangkan saya sering lakukan karena mengikuti para guru dan belum terpikirkan apa hadits dan riwayatnya, karena ibadah tanpa ilmu akan percuma. Yth, Bpk. Kyai, Assalamu 'alaikum wr. wb Saya mohon penjelasan tentang shalat sunnah sebelum (Qobliyah) dan sesudah (Ba' diyah) Shalat jum'at, karena memang selama ini sering saya lakukan akan tetapi Saya belum tahu apa haditsnya (riwayatnya). Pertanyaan ini timbul setelah ada yang mengatakan kepada Saya bahwa Qobliyah / Ba'diyah jum' at itu tidak ada, sedangkan saya sering lakukan karena mengikuti para guru dan belum terpikirkan apa hadits dan riwayatnya, karena ibadah tanpa ilmu akan percuma. Demikian permohonan Saya, sambil menunggu kabar Saya Sampaikan terima kasih. Wassalamu 'alaikum wr. wb Trisno Hardiyanto Yang terhormat saudara penanya: Para ulama sepakat bahwa sholat sunnat yang di lakukan setelah sholat Jum'at adalah sunnah dan termasuk rawatib ba'diyah Jum'at. seperti yang di riwayatkan oleh Imam muslim dan Imam Bukhori. Sedangkan sholat sunnah sebelum sholat Jum'at terdapat dua kemungkinan: 1. Sholat sunnat mutlaq, hukumnya sunnat. Waktu pelaksanannya berakhir pada saat imam memulai khutbah. 2. Sholat sunnat Qobliyah Jum'at. Para ulama berbeda pendapat seputar masalah ini, yaitu sbb. : a. Dianjurkan melaksanakannya. Pendapat ini di kemukakan oleh Imam abu Hanifah, pengikut Imam Syafi'i (menurut pendapat yang dalilnya lebih jelas) dan pendapat Pengikut Imam Ahmad bin Hanbal dalam riwayatnya yang tidak masyhur. b. Tidak di anjurkan untuk melaksanakannya.yaitu pendapat imam Malik, pengikut Imam Ahmad bin Hanbal dalam riwayatnya yang masyhur. Dalil yang menyatakan dianjurkannya sholat sunnat qobliyah Jum'at: 1.Hadist Rosul yang artinya "Semua sholat fardlu itu pasti diikuti oleh sholat sunnat qobliyah dua rakaat". (HR.Ibnu Hibban yang telah dianggap shohih dari hadist Abdullah Bin Zubair). Hadist ini secara umum menerangkan adanya sholat sunnat qobliyah tanpa terkecuali sholat Jum'at. 2.Hadist Rosul yang artinya "Di antara dua adzan dan iqomat terdapat sholat sunnat,diantara dua adzan dan iqomat terdapat sholat sunnat, di antara dua adzan dan iqomat terdapat sholat sunnat bagi

yang ingin melakukannya"(HR.Bukhori dan Muslim dari riwayat Abdullah Ibnu Mughoffal). 3.Perbuatan Nabi yang disaksikan oleh Ali Bin Abi Tholib yang berkata "Nabi telah melakukan sholat sunnah empat rakaat sebelum dan setelah sholat jumu'at dengan salam di akhir rakaat ke empat" (HR.Thabrani dalam kitab Al-Ausath dari riwayat Imam Ali Bin Abi Tholib). Tetapi dalam dalam kitab yang sama lewat riwayat Abi Hurairoh berkata"nabi telah melakukan sholat sunnat dua rakaat qobliyah dan ba'diyah Jum'at" Dalil yang menerangkan tidak dianjurkannya sholat sunnat qobliyah Jum'at adalah sbb. : Hadist dari Saib Bin Yazid: "pada awalnya, adzan Jum'at dilakukan pada saat imam berada di atas mimbar yaitu pada masa Nabi, Abu bakar dan Umar, tetapi setelah zaman Ustman dan manusia semakin banyak maka Sahabat Ustman menambah adzan menjadi tiga kali (memasukkan iqomat), menurut riwayat Imam Bukhori menambah adzan menjadi dua kali (tanpa memasukkan iqomat). (H.R. riwayat Jama'ah kecuali Imam Muslim). Dengan hadist di atas Ibnu al-Qoyyim berpendapat "ketika Nabi keluar dari rumahnya langsung naik mimbar kemudian Bilal mengumandangkan adzan. Setelah adzan selesai Nabi langsung berkhotbah tanpa adanya pemisah antara adzan dan khotbah, lantas kapan mereka itu melaksanakan sholat sunnat qobliyah Jum'at? Catatan : Permasalahan ini adalah khilafiyah furu'iyyah.(perbedaan dalam cabang hukum agama) maka tidak boleh fanatik di antara dua pendapat di atas. Dalam kaidah fiqh mengatakan la yunkaru al-mukhtalaf fih wa innama yunkaru al- mujma' alaih.(Seseorang boleh mengikuti salah satu pendapat yang diperselisihkan ulama dan kita tidak boleh mencegahnya untuk melakukan hal itu, kecuali permasalahan yang telah disepakati ulama.) Sekian semoga membantu.

Tentang Puasa Rajab Ditulis oleh Dewan Asatidz Bapak Ustad, saya mendapatkan informasi kalau puasa Rajab tanggal 1 akan menghapus dosa

selama 3 tahun, tanggal 2 akan menghapus dosa 2 tahun, tanggal 3 akan menghapus dosa 1 tahun, tanggal 4 akan menghapus dosa selama 1 bulan, dan amal di bulan rajab akan diberi pahala 70 kali lipat. Tanya: Bapak Ustad, saya mendapatkan informasi kalau puasa Rajab tanggal 1 akan menghapus dosa selama 3 tahun, tanggal 2 akan menghapus dosa 2 tahun, tanggal 3 akan menghapus dosa 1 tahun, tanggal 4 akan menghapus dosa selama 1 bulan, dan amal di bulan rajab akan diberi pahala 70 kali lipat. Saya tidak tahu dasar hukumnya puasa Rajab dan kebenaran informasi tsb. Saya sudah mencoba mencari di buku Fiqh Islam karangan H. Sulaiman Rasjid dan buku Riadhus Shalihin karangan Ust. Al Hafidh. Mungkin karena keterbatasan pengetahuan saya sehingga tidak mengetahuinya. Atas bantuannya saya ucapkan banyak terimakasih. Budi Fachrudin - Depok Jawab: Bulan Rajab merupakan salah satu bulan Muharram yang artinya dimulyakan (Ada 4 bulan: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab). Puasa dalam bulan Rajab, sebagaimana dalam bulan-bulan mulya lainnya, hukumnya sunnah. Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram(mulya)." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah Riwayatnya al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi saw, 'Wahai Rasulullah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunat) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban.' Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'" Menurut al-Syaukani (Naylul Authar, dalam bahasan puasa sunat) ungkapan Nabi "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya. Adapun hadis yang Anda sebut itu, kami juga tak menemukannya. Ada beberapa hadis lain yang menerangkan keutamaan bulan Rajab. Seperti berikut ini:

"Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu sorga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan." Riwayat al-Thabrani dari Sa'id bin Rasyid: Barangsiapa puasa sehari di bulan Rajab maka laksana ia puasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka Jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu sorga, bila puasa 10 hari Allah akan mengabulkan semua permintaannya....." "Sesugguhnya di sorga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka

ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut". Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi saw berkata: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."

Hadis-hadis tersebut dha'if (kurang kuat) sebagaimana ditegaskan oleh Imam Suyuthi dalam kitab al-Haawi lil Fataawi. Ibnu Hajar, dalam kitabnya "Tabyinun Ujb", menegaskan bahwa tidak ada hadis (baik sahih, hasan, maupun dha'if) yang menerangkan keutamaan puasa di bulan Rajab. Bahkan beliau meriwayatkan tindakan Sahabat Umar yang melarang menghususkan bulan Rajab dengan puasa. Ditulis oleh al-Syaukani, dlm Nailul Authar, bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhamad bin Manshur al-Sam'ani yang mengatakan bahwa tak ada hadis yang kuat yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus. Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat. Namun demikian, sesuai pendapat al-Syaukani, bila semua hadis yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat dijadikan landasan, maka hadis-hadis yang umum (spt yang disebut pertamakali di atas) itu cukup menjadi hujah atau landasan. Di samping itu, karena juga tak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab.

Memotong Rambut atau Kuku Pada Waktu Haid Ditulis oleh Dewan Asatidz Assalamu`alaikum wr. wb. Saya merupakan seorang rakyat Malaysia. Masalah saya ialah saya

ingin ketahui hukum memandikan atau membasuh rambut yang sengaja dipotong sewaktu haid atau kuku yang sengaja dipotong ketika haid. Perlukah kita membasuhnya tatkala mandi wajib atau membiarkan begitu sahaja tanpa membasuhnya?Tolong berikan dalail yang rajih pada masaalah ini. Sekian Terima kasih Isabelloufar Malaysia Assalamu`alaikum wr. wb. Saya merupakan seorang rakyat Malaysia. Masalah saya ialah saya ingin ketahui hukum memandikan atau membasuh rambut yang sengaja dipotong sewaktu haid atau kuku yang sengaja dipotong ketika haid. Perlukah kita membasuhnya tatkala mandi wajib atau membiarkan begitu sahaja tanpa membasuhnya? Tolong berikan dalail yang rajih pada masaalah ini. Sekian Terima kasih Isabelloufar Malaysia Jawaban: Assalamu`alaikum wr. wb. Kewajiban dalam mandi adalah membasuh seluruh anggota badan, termasuk rambut dan kuku. Akan tetapi, rambut atau kuku yang talah terpotong tidak lagi termasuk anggota badan, maka tidak wajib membasuhnya. Artinya, tanpa membasuhnya, mandi seseorang telah dianggap cukup. Imam 'Atha' sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, mengatakan: seorang yang junub diperbolehkan mencukur rambut dan memotong kuku. Hanya saja, menurut Imam al-Ghazaly [dalam Ihya' Ulumuddin], seorang yang junub sebaiknya tidak memotong rambut dan kuku, bahkan dimohon untuk tidak mengeluarkan darah. Demikian ini, karena setiap anggota tubuh akan dikembalikan seperti semula pada hari kiamat nanti. Dikatakan, setiap rambut akan menuntut atas janabatnya. Pendapat Imam Ghazaly ini banyak dilansir oleh kitab-kitab Madzhab, dan banyak diajarkan di kalangan penganut Madzhab Syafiiyah di Indonesia. Walau sebenarnya terdapat catatan kritis dalam mengutip pendapat al-Ghazaly ini, pengaruhnya masih sangat kuat. Di beberapa kalangan masyarakat, wanita yang haidh biasanya menyimpan rambut atau kuku yang terpotong untuk dibasuh saat mandi nanti. Catatan kritis tsb adalah bahwa tidak semua anggota badan akan dikembalikan seperti asalnya pada hari kiamat nanti. Darah, rambut dan kuku adalah diantaranya. Kalau rambut dan kuku yang terpotong akan dikembalikan lagi seperti semula, maka pada hari kiamat nanti manusia akan berambut sangat panjang. Kesimpulannya: Seorang yang junub atau haid atau lainnya TIDAK diwajibkan membasuh rambut atau kuku yang terpotong. karena tidak lagi termasuk anggota badan. Bahkan di saat belum mandi, ia diperbolehkan mencukur atau memotongnya. Wallahu a`lam. Semoga membantu. Wassalamu'alaikum wr. wb. Abdul Ghofur Maimoen

Qadla SholatDitulis oleh Dewan Asatidz Assalamualaikum Wr. Wb Ustadz, ada yang ingin ana tanyakan sehubungan dengan bulan Ramadhan. Apakah ada hukum

yang mewajibkan kita untuk mengqodo sholat fardlu yang telah kita tinggalkan? Bila ada, nash apa yang bisa dijadikan hujjah? Adapula yang mengatakan bahwasanya sholat sunnah sebanyak 70 kali baru akan mengganti sholat fardlu 1 kali. Benarkah itu? (Beserta nashnya). Bila benar, untuk bulan Ramadhan ini, manakah yang hrs diutamakan, sholat qiyamul lail (yang didalamnya ada tarawih) atau sholat mengganti sholat fardlu? Amalan2 sunnah apa saja yang sebaiknya dlakukan di bulan Syawal? Untuk mengikuti puasa syawal, apakah diharuskan mengganti puasa Ramadhan dulu,sedang puasa syawal yang utama adalah di awal bulan, yaitu 7 hari bada Sholat Idul Fitri? Demikian pertanyaan ana. Jazakumullahu Khairan Katsiran Wassalamualaikum Wr. Wb. Assalamu'alaikum wr. wb. Sholat yang ditinggalkan karena Haid tidak wajib diqadla. Definisi Ada' adalah menjalankan ibadah di dalam waktunya. Sedangkan Qadla adalah menjalankan ibadah setelah lewat waktunya. Apabila seseorang mengakhirkan Sholat hingga lewat waktunya, kerana uzur seperti tidur atau lupa, maka wajiblah baginya untuk men-qadla Sholat yang ditinggalkan tesebut. Dan apabila ia meninggalkan Sholat dengan sengaja dan tanpa uzur, maka itu termasuk perbuatan ma'siat, dan wajib baginya meng-qadla Sholat tersebut dan bertaubat. Dalam sebuah hadist riwayat Muslim, dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda :"Barang siapa tertidur dan meninggalkan Sholat, maka hendaklah ia bergegas Sholat ketika ingat".

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra.: Bahwasanya Rasulullah SAW ketika kembali dari peperangan Khaibar, berjalan pada malam hari bersama para sahabat, dan ketika beliau merasakan kantuk, memerintahkan para sahabat untuk berhenti dan beristirahat dan berkata pada Bilal "Berjaga-jagalah malam ini", kemudian Bilal shalat beberapa rekaat dan berjagajaga. Rasulullah SAW tertidur bersama para sahabat, dan ketika mendekati waktu fajar, Bilal bersandar pada kuda tunggangannya sambil menghadap pada arah fajar, Bilal merasakan kantuk dan akhirnya tertidur, tak satupun dari para sahabat terbangun hingga panas matahari mengenai mereka, yang pertama kali bangun adalah Rasulullah SAW, terkejut dan berkata pada Bilal, "Hai Bilal", kemudian Bilal menjawab "telah menimpa padaku seperti yang menimpa padamu ya Rasul"(kantuk). Kemudian Rasulullah SAW berkata pada para sahabat "Tambatkan tunggangan kalian", kemudian para sahabat melakukannya. Rasulullah SAW berwudlu dan memerintahkan pada Bilal untuk beriqomat, kemudian Rasulullah bersama para sahabat shalat (qadla) berjamaah

dan ketika selesai shalat Rasulullah SAW bersabda "Barangsiapa lupa mengerjakan shalat, maka kerjakanlah shalat ketika Ia mengingatnya, dan sesungguhnya Allah SWT telah berfirman "Dirikanlah shalat untukmengingat-Ku". Wajib qadla shalat yang ditinggalkan, merupakan pendapat empat mazhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali dan berdasarkan perintah dan tindakan yang dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. Pandangan yang mengatakan tidak wajib qadha' adalah pendapat Imam Ibn Taymiyah, Ibn Hazmin, ia juga diamalkan oleh Umar alKhattab, Ibn Umar, Umar abd Aziz, Ibn Sirin, dan lain-lain. Hujah mereka: Islam telah mewajibkan solat dan tidak boleh menangguhkannya walaupun sakit, musafir dalam peperangan; ditegaskan oleh Imam Ibn Taymiyah tidak boleh mengqadha' solat yang tertinggal, cukup dengan taubat dan solat sunat yang banyak untuk menggantikannya. Puasa Sunnah, apa saja, harus dibelakangkan terlebih dahulu jika puasa Ramadhan belum sempurna, atau belum lengkap. Sebab, Ramadhan adalah wajib, maka menyempurnakannya adalah wajib juga, dan ini harus diutamakan dari pada yang sunnat. Jika seorang perempuan ingin berpuasa sunnat bulan Ramadhan,pertama dia harus menyempurnakan Ramadhan terlebih dahulu, baru puasa sunnat. Muhammad Niam NB. : Bisa mengqodlo sholat fardlu di bulan Ramadhan pada malam hari, insya Allah mendapatkan pahala qiyamullail juga, karena yang disebut qiyamullailadalah mendirikan sholat di malam hari, menqodlo sholat fardlu tentu termasuk di dalamnya.

Wajibkah Meng-Qashar Sholat? Ditulis oleh Dewan Asatidz Pendapat Ulama dalam masalah Qashar ada tiga, yaitu : wajib, sunnah dan rukhsah (keringanan) boleh dilakukan dan boleh tidak. Tanya Jawan (417) : Wajibkah Meng-Qashar Sholat? ----- Tanya

----- Assalamu'alaikum wr. wb. Dengan hormat, Apakah meng-qosor sholat hukumnya wajib, kalau wajib apakah ada hadistnya? ... Arif junaidi -------- Jawab -------- Pendapat Ulama dalam masalah Qashar ada tiga, yaitu : wajib, sunnah dan rukhsah (keringanan) boleh dilakukan dan boleh tidak. 1. Hanafi mengatakan mengqashar sholat hukumnya wajib, dengan dalil riwayat Aisyah r.a. "Sholat diwajibkan dalam dua rakaat, kemudian ketentuan ditetapkan dalam shalat di perjalanan dan ditambah (menjadi 4 rakaat) dalam sholat fardlu" (Bukhari Muslim). Hadist serupa diriwayatkan Ibnu Abbas r.a. riwayat Muslism. 2. Maliki mengatakan qashar sunnah, karena tindakan Rasulullah s.a.w. yang selalu men-qashar sholat dalam perjalanan. 3. Syafi'iyah dan Hanbali : hukumnya rukhshoh (keringanan agama) dengan landasan sbb. : 1. Ayat An-Nisa : 101: "Apabila kalian bepergian, amka diperbolehkan kepadamu untuk men-qashar sholat" 2. Hadits Umar RA yang suatu ketika bertanya kepada Rasulullah SAW ttg hal ini kemudian Nabi menjawab: Itu (qashar sholat) merupakan sedekah dari Allah maka terimalah" (HR Muslim). Secara ushul fiqh pernyataan ini menjelaskan bolehnya seutu pekerjaan, pernyataan bolehnya melakukan suatu pekerjaan (ibahah) bukan merupakan kewajiban atas pekerjaan tersebut. Ini diperkuat dengan hadits yang lain yang kurang lebih artinya: Sesungguhnya Allah menyukai jika kalian mengerjakan keringanan ibadah (rukhshoh, seperti qashar) yang diberikan, sebagaimana Allah juga menyukai jika kalian mengerjakan ibadah secara normal/tidak memakai fasilitas keringanan itu. (AHmad dan Baihaqi). Menurut Syafi'i dan Hanbali, meskipun qashar merupakan keringanan, tetapi tetap lebih afdhal dibandingkan dengan itmam (menyempurnakan 4 rakaat). Semoga membentu. Wassalam Ahmad Nadhif

Haul ke-7, 40, 100, dll Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Assalamualaikum Wr. Wb. Sebelumnya saya biasa ikut memenuhi undangan tahlilan untuk peringatan meninggalnya seseorang. Seminggu yang lalu saya memperoleh undangan dari seorang guru agama untuk menghadiri haul almarhumah orang tuanya, tetapi sebelum memenuhi undangan tersebut saya

memperoleh keterangan dari beberapa guru agama yang lain bahwa hal tersebut dilarang karena termasuk bid"ah. Pertanyaan: Karena khawatir dan takut menyimpang dari ketentuan Allah swt., saya mohon kiranya dapat diberikan jawaban mengenai hal tersebut diatas secara lengkap berikut dalil2 dan rujukan2 yang mendasarinya baik dari Al Qur'an, Sunnah Rasul, pendapat 4 mazhab dan juga para ahli agama termasuk juga pengasuh PV. Wassalam, Daya Setiawan Jawab: Kebiasaan mengadakan haul --yang intinya hendak mengirim hadiah bacaan-bacaan al-Qur'an, tahlil, dan doa-doa kepada si mayit-- dengan disesuaikan pada hitungan hari-hari tertentu mengandung dua substansi permasalahan. Pertama, sampai tidaknya ganjaran yang dihadiahkan kepada almarhum. Dan kedua, menepatkan acara pada hitungan hari-hari tertentu, misal ke-7, ke40, ke-100, ke-1000, dan mengulang tiap tahunnya, apakah seperti ini bid'ah? Yang pertama, sampai tidaknya ganjaran yang dikirim kepada si mayit, sebagian besar ulama keempat mazhab (Malikiyah, Hanafiyah, Syafi'iyah, dan Hanbaliyah) berpendapat sampainya ganjaran bacaan-bacaan baik al-Qur'an, tahlil, dan doa-doa lainnya. Bahkan amal apa saja yang baik dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt, seperti bersedekah, infaq, dll, bila diniati ganjarannya untuk orang yang telah meninggal, ganjaran itu akan sampai dan bermanfaat buat si mayit. Pendapat-pendapat itu didasarkan pada ayat-ayat dan hadis: 1. Ayat ke 10 surat al-Hasyr. 2. Ayat ke 19 surat Muhammad. 3. Hadis "idzaa maata al-insaan inqatha'a 'amaluhu illa min tsalaatsin, shadaqatin jaariyatin au 'ilmin untafa'u bihii au waladin shaalihin yad'uu lahu" (Kematian seseorang menyebabkan terputusnya segala amal perbuatannya [tidak ada pengaruhnya pada dia] kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh yang mendoakannya) [HR. Muslim]. 4. Hadis "man zaara qabra waalidaihi faqara'a 'indahu --au 'indahumaa-- yaasiin ghufira lahu" (Barang siapa menziarahi qubur kedua orang tuanya, lantas membacakan untuk keduanya surat Yasin, maka terampuni kedua orang tuanya" [HR. Ibnu 'Addiy]. 5. Hadis kisah seseorang yang tanya kepada Nabi : "kaana lii abawaani ubirruhumaa haala hayaatihimaa, fakaifa lii ubirruhumaa ba'da mautihimaa?" (Saat kedua orang tuaku masih hidup saya selalu memuliakannya, lantas bagaimana saya bisa berbuat baik/memulyakannya setelah wafatnya?). Dijawab oleh Nabi: "inna al-birr ba'da al-maut an tushalliya lahumaa ma'a shalaatika wa tashuuma lahumaa ma'a shiyaamika." ([Kamu bisa] memulyakannya dengan menghadiahkan pahala salat-salatmu dan pahala puasa-puasamu) [HR. al-Daaruquthniy]. 6. Hadis "iqra'uu 'alaa mautaakum yaasiin" (Bacakanlah untuk ahli qubur kalian surat Yasin" [HR. Abu Dawud]. Mengenai persoalan yang kedua, soal waktu, yakni kenapa ditepatkan pada hari ke-7, ke-40, dst, itu

begini: Mula-mula harus kita bahas dulu "apa itu bid'ah" secara istilah (terminologi). Definisi bid'ah yang paling terkenal di kalangan ulama adalah yang diberikan oleh Imam al-Syatibiy, yaitu "suatu tata cara di dalam agama yang diciptakan untuk menandingi (tata cara beribadah yang sesuai) syari'ah. Untuk menguji apakah tahlilan pada hari-hari ke-7, ke-40, dst itu termasuk bid'ah atau tidak bisa melalui daftar pertanyaan-pertanyaan berikut: "apakah perbuatan menyesuaikan acara pengiriman bacaan Qur'an, tahlil, doa, dan lain-lain dengan hitungan hari tertentu itu termasuk rangkaian ibadah?" Ataukah itu hanya sekedar kebiasaan saja, jadi tidak termasuk rangkaian ritual 'tahlilan' itu sendiri? Atau lebih tepatnya: saat melaksanakan acara tahlilan itu adakah keyakinan "bahwa acara itu harus dilakukan pada hari-hari ke-7, ke-40, ke-100, dst, sehingga seandainya dilakukan di luar hari-hari itu menjadi tidak sah? Menurut saya, penentuan pelaksanaan tahlilan pada hitungan hari-hari tertentu itu tidak termasuk bagian tak terpisahkan dari ritual tahlilan itu sendiri. Itu hanya berdasar kebiasaan saja, tidak bagian inhern dari ibadah pengiriman ganjaran bacaan dan doa, sehingga seandainya dilaksanakan di luar hari-hari itu tetap saja sah. Orang-orang yang tahu, tetap berpendirian bahwa tindakan menyesuaikan acara tahlilan pada harihari tertentu itu tidak merupakan bagian atau suatu bentuk ibadah. Karena ibadahnya hanyalah tahlilannya itu sendiri. Jika demikian, maka tindakan menyesuaikan itu tentu tidak bisa dianggap sebagai bid'ah. Wallahua'lam.

Doa Sesudah Salat Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Assalamu'alaikum Saya mau menanyakan doa apa yang sebaiknya saya lakukan sesudah sholat fardhu maupun sholat sunat, karena selama ini kalau berdoa sesudah sholat saya berdoa dalam bahasa Indonesia itu pun kadang tidak beraturan. Mohon kepada penjawab menyertakan contoh doa sesudah sholat itu.

Terima kasih Assalamu'alaikum Jawab: Berdoa itu pekerjaannya hati, bukan mulut. Walaupun dengan mengucapkan doa, biasanya, akan lebih khusu' dan ni'mat. Namun yang paling menentukan adalah apa kata hati. Hati kita akan bisa memohon sesuatu, tentu, jika kita paham apa yang terkandung dalam doa-doa yang kita panjatkan. Makanya, tidak jadi soal Anda berdoa pakai bahasa Indonesia. Allah Maha Tahu apa yang terlintas dalam hati kita. Kami sendiri sering melakukan doa dengan bahasa Indonesia, juga tak jarang pakai bahasa daerah. Karena dengan bahasa 'ibu' biasanya benak kita lebih mudah tersentuh dan terenyuh. Ketersentuhan dan keterenyuhan ini justru yang diutamakan dalam setiap doa-doa kita. Sehingga, tentu, lebih baik pakai bahasa ibu sendiri daripada pakai bahasa Arab namun tak tahu artinya, hanya sekedar hafalan. Kata Rasul: "Ud'ullaaha wa antum muuqinuuna bil ijaabah, wa'lamuu annallaaha 'azza wajall laa yastajiibu du'aa'an min qalbin ghaafilin" (Berdoalah kepada Allah seraya mantap apa yang kamu panjatkan itu terkabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah Yang Maha Agung tidak akan mengabulkan doa dari HATI YANG LUPA). Maksudnya "hati yang lupa" tiada lain adalah doa yang tidak disertai dengan rintihan hati; doa sambil melamun; doa sekedar hafalan tidak tahu makna kalimat-kalimat yang ia panjatkan; dan semacamnya. Maka, intinya, dalam berdoa itu harus disertai dengan kesadaran yang penuh, hati yang khusyu', bahwa kita memang benar-benar membutuhkan apa yang kita pinta itu. Makanya ada sebuah doa "Allaahummaa innii a'uudzu bika min qalbin laa yakhsya', wa min 'ilmin laa yanfa', wa min 'ainin laa tadma', wa min du'aa'in laa yusma', wa min dzaalikal arba'" (Ya Allah, saya berlindung kepadamu dari hati yang tidak khusyu', ilmu yang tidak bermanfa'at, mata yang tidak bisa meneteskan air mata/menangis, doa yang tidak dikabulkan, [sungguh kami berlindung dari] ke empat hal itu.) Berikut ini, kami sertakan beberapa doa yang baik sekali dibaca setiap habis salat (salat apa saja). 1. "Allahumma a'inna 'alaa dzikrika wa syukrika wa husni 'ibaadatika" (Ya Allah, tolonglah kami agar mampu senantiasa mengingatMU, mensyukuri segala nikmat karuniamu, senantiasa meningkatkan intensitas ibadah kami kepadaMU). 2. "Waj'alnaa minalladziina yasma'uuna al-qaula fayattabi'uuna ahsanah" (Ya Allah, jadikanlah kami orang yang mampu mendengarkan ide/pandangan/gagasan/ceramah [dan semacamnya], lantas mengikuti apa yang terbaik darinya.) 3. "Allaahummarzuqna al-ikhlaas wa al-istiqaamah wa hubballaah wa hubba man ahabbah wa hubba al-rasuul wa hubba man ahabbah" (Ya Allah, karunialiah kami hati yang ikhlas, istiqamah (ajek, tidak bosanan dalam melakukan suatu kebaikan), cinta Allah dan orang yang mencintaiNYA, cinta Rasulullah dan orang yang mencintai Rasul) 4. "Rabbanaa aatinaa fi al-dunyaa hasanah wa fi al-aakhirati hasanah wa qinaa 'adzaaba al-naar" (Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan akhirat, dan jagalah kami dari siksa neraka). 5. "Allaahummaj'al usratanaa min ahli al-'ilmi wa ahli al-khair." (Ya Allah, jadikanlah keluarga kami orang-orang yang berilmu dan beramal kebajikan). 6. "Balligh maqaashidanaa, Yaa Allah." (Kabulkan segala maksud [baik] kami, Ya Allah).

Dan masih banyak doa-doa lainnya yang sangat baik. Anda tentu juga bebas memanjatkan apa saja yang menajdi kebutuhan anda, dan tentu itu suatu kebaikan.

Mandi Basah Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Assalamualaikum Wr.Wb Ustadz, saya ada beberapa pertanyaan, begini : Apa yang di maksud dengan mandi basah? Bagaimana caranya mandi basah, apa seperti orang mandi biasa? Apakah mandi basah itu sama dengan mandi junub? Kalau kita sehabis melakukan hubungan suami istri pada malam hari, terus pada saat akan menjelang subuh kita mandi basah nya hanya mengusapkan air ke kepala/rambut , apakah itu boleh? (mengingat air di rumah kami dinginnya luar biasa sedangkan mau masak air waktunya sudah tidak cukup) Apakah masturbasi itu sama dengan hubungan badan? Apakah sehabis masturbasi kita juga harus mandi basah?

Apakah hukum dari mandi basah itu??? Demikianlah pertanyaan saya, kiranya ustadz tidak keberatan untuk menjawab pertanyaan saya yang banyak ini. Atas perhatian ustadz saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum Wr.Wb Novi Jawab: Mbak Novi, mandi basah dalam istilah kita, betul, sama dengan mandi junub. Perlu Mbak Novi ketahui, junub adalah orang yang berhadas besar karena telah melakukan hubungan badan (jima') atau mengeluarkan mani, baik keluarnya mani itu karena masturbasi, mimpi, atau melamun. Mandi junub sama dengan mandi biasa, hanya saja disyaratkan air membasahi seluruh tubuh, tidak boleh ada yang kelewatan, semua rambut sampai ke pangkal-pangkalnya, juga semua lekuk kulit tubuh harus tersiram air). Saat pertamakali menyiramkan air ke tubuh diharuskan berniat:: saya mandi ini bertujuan menghilangkan hadas besar demi memenuhi kewajiban Allah SWT. Karena, air yang membasahi tubuh tidak terhitung bagian rangkaian mandi junub, jika tidak disertai niat saat pertama kali menyiramkan air. Hukumnya mandi basah wajib bagi orang yang berhadas besar (junub) berdasar firman Allah: "....jika kamu junub maka bersucilah (mandilah)..." [al-Maidah: 6]. Juga berdasar hadis Nabi: "Saat seseorang melakukan persetubuhan, lantas ketemu dua kelamin maka wajib hukumnya mandi".[HR. Ahmad, Muslim, dan al-Turmudzi]. Air yang digunakan harus suci dan tidak musta'mal (habis dipakai bersuci). Jadi setelah habis berhubungan suami istri tidak cukup sekedar mengusapkan air ke kepala atau rambut, sebagai gantinya mandi junub. Saya kira anda bisa memperkirakan kapan saat yang tepat untuk menghangatkan air untuk mandi sehingga tidak terlambat waktu salatnya. *** Adapun masturbasi, ia sama dengan hubungan badan: tidak boleh salat, membaca Qur'an, menyentuh mushaf sampai ia selesai mandi basah. Itu, jika orang yang melakukan masturbasi sampai mengeluarkan mani. Jika tidak, tidak. Karena yang menjadi pedoman adalah keluarnya mani, bukan tindakan masturbasinya itu. Wallahua'lam. ==================== Doa setelah mandi: Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah satu-satunya. Tiada sekutu bagiNYA. Saya bersaksi bahwa

sesungguhnya Muhammad adalah hamba dan utusanNYA. Ya Allah, jadikanlah saya bagian dari orang-orang yang bertaubat, orang-orang yang suci, dan hamba-hambaMU yang saleh.

Salat Witir, Mandi Junub & Wudhu Ditulis oleh Dewan Asatidz Assalamu'alaikum Wr. Wb. Saya ingin menanyakan masalah sholat tahajud, bolehkan kita melakukan sholat tahajud setelah sebelumnya kita melaksanakan sholat witir. Apakah perlu kita sholat 1 rokaat utk membatalkan witir tsb sebelum melaksanakan tahajud dan kemudian setelah tahajud ditutup lagi dgn sholat witir ? Yang kedua apakah kita perlu wudlu lagi apabila kita telah melaksanakan mandi besar/junub, sedangkan mandi itu sendiri sudah mengangkat hadats kecil dan besar. Demikian pertanyaan dari saya mohon jawabannya. Sekian terima kasih.

Wassalam, Budi Tuban Jatim Jawab: Yang saudara pertanyakan persis dengan apa yang terkandung dalam sebuah riwayat: bahwasanya Ibnu Umar ditanya mengenai salat witir, beliau menjawab demikian: "Jika saya sudah melaksanakan salat witir sebelum tidur, kemudian hendak melakukan salat malam (ketika bangun), maka saya melakukan (menggenapkan dengan menambah) satu rakaat dari witir yang telah saya lakukan sebelum tidur. Lalu saya salat dua rakaat-dua rakaat. Setelah selesai salat, saya akhiri dengan salat witir satu rakaat. Karena Rasulullah saw. menyuruh kita untuk mengakhiriri salat malam dengan witir." [HR. Ahmad] Jadi, tujuan melakukan satu rekaat lagi setelah bangun (sebelum melakukan salat tahajud) adalah untuk menggenapkan (untuk membatalkan) satu rekaat yang telah dilakukan sebelum tidur. Namun ada juga pendapat lain, yang mengatakan bahwa barang siapa yang telah melakukan witir, lantas ingin melakukan salat sunat setelah itu, maka ia tak perlu lagi membatalkan salat witir yang telah dilakukannya. Karena Nabi sendiri suatu kali pernah melakukan witir lantas melakukan salat sunat setelahnya, tanpa mengerjakan witir sekali lagi. "Laa witraani fii lailatin", kata Nabi. Bahkan Sayidah 'Aisyah pernah menjawab pertanyaan "bagaimana mengenai orang yang membatalkan witirnya yang pertama karena ia ingin mengerjakan salat sunat lagi", demikian: "Itulah orang yang mempermainkan witirnya". Yang terakhir ini yang lebih kuat menurut saya. *** Mengenai mandi junub, apakah ia secara otomatis juga menghilangkan hadas kecil sehingga kita tak perlu berwudhu'. Memang ada pendapat yang mengatakan demikian (Malikiyah dan Syafi'iyah). Selama tidak ada sesuatu yang membatalkan wudhu' mandinya sudah mencukupi dari wudhu'. Baik saat niat mandi itu dibarengi dengan niat wudhu atau tidak. Lain lagi dengan madzhab Hanbaliyah, yang berpendapat bahwa mandi junub bisa juga menggantikan kedudukan wudhu', jika memang bersamaan dengan niat mandi ia juga berniat wudhu'.

Menyampaikan Selamat Natal Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Assalamu'alaikum wr.wb Tanya: Dilingkungan tempat kerja saya banyak non Muslim. Bagaimana hukumnya jika saya mengirim kartu atau memberikan ucapan selamat Natal/hari besar agama lain. Hal itu semata-mata saya lakukan untuk menghormati mereka sebagai teman, dan saya anggap sebagai bagian toleransi beragama. Mohon penjelasannya. Wassalamu'alaikum wr.wb Best regards,

SISULIS Jawab: Tidak apa-apa untuk sekedar kirim ucapan selamat pada orang Kristen, seperti yang Anda niatkan tersebut. Yang penting kita tetap menjaga akidah kita sebagai muslim. Bahkan dalam menerangkan latar belakang turunnya ayat "Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yan gditurunkan kepada mereka yang, sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhannya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungannya." (Ali Imran: 199), seorang ahli hadis, Qatadah, mengatakan: "Ayat ini diturunkan pada seorang Najasyi (yang saleh), beragama Nasrani. Ketika dia meninggal, Rasul saw. mengajak sahabat-sahabatnya untuk menyalatinya. "Berangkatlah kalian menyalatkan kawan kalian yang barusan meninggal." Para sahabat bertanya: "Siapa dia ya Rasul?" Jawab Rasul : "Al-Najasyi. Mintakanlah dia ampunan." Orang-orang munafiq yang mengetahui kemauan Rasul tsb pada mencemooh : 'Lihat orang ini.. yang menyalatkan seorang Nasrani yang belum dikenalnya, dan tidak seagama dengannya. Maka Allah lantas menurunkan ayat tersebut di atas. Mendekati pemahaman tersebut adalah apa yang terdapat pada ayat 62 dari surah al-Baqarah: "Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati." Begitu juga sama dengan surah al-Maidah: 69. Singkatnya, dari keterangan di atas, kita bisa mengambil kesimpulan: Kalau sampau urusan menyalati saja diperbolehkan, demikian juga mengawini Ahli Kitab menjadi perselisihan (ada yang membolehkan, ada yang tidak), kenapa sekedar menyampaikan selamat natal saja tidak? Tentu semua itu kita lakukan dalam batas-batas toleransi, hormat-menghormati, tidak mencampuraduk akidah. Sehingga, saat menyampaikan selamat natal itu, hati dan akidah kita tetap beriman sebagai muslim sejati. Wallahua'lam bisshawaab.

Bersilaturrahmi ke Keluarga yang Sedang Merayakan Natal Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Assalamu'alaikum wr.wb Pak Ustad, Saya mempunyai orang tua beragama Kristen, tetapi setelah saya menikah saya memeluk Islam pada saat Natal biasanya kami sekeluarga berkumpul bersama untuk merayakannya, tetapi sekarang sejak saya masuk Islam tidak pernah lagi saya ikut berkumpul, saya tahu betapa kecewanya mereka walau saya tahu mereka selalu mendoakan saya agar menjadi orang yang baik dan beriman. Yang saya tanyakan bagaimana sikap saya terhadap situasi seperti ini dan bagaimana hukumnya dalam agama Islam, selain itu saya khan harus tetap silahturahmi ke keluarga dan saudara. Jawabannya akan sangat membuat saya mempunyai landasan sikap dan menentukan apa yang harus saya lakukan. Terimakasi sekali Pak Ustad. Wassalamu'alaikum wr.wb

Jawab: Untuk menjawab pertanyaan Anda, hampir sama dengan "Tanya Jawab(68) Menyampaikan selamat Natal", tak apa-apa Anda mendatangi acara keluarga Anda itu. Setidaknya, ada tiga alasan utama yang mendasarinya: 1. Acara keluarga untuk merayakan natal di rumah itu, tidak sepenuhnya bisa dianggap sebagai kagiatan ritual umat Kristiani. Acara tersebut, tak ubahnya acara keluarga saat Hari Raya Idul Fitri bagi umat Islam. Sudah tak penuh lagi nilai ritusnya. Yang ada hanyalah acara ketemu keluarga, saling mengucapkan selamat. Itu saja. Ritusnya berlangsung di gereja atau masjid. Dengan demikian, Anda bisa saja berniat dalam hati untuk bersilaturrahmi dalam acara tersebut. Karena saat itu adalah saat yang paling tepat untuk ketemu dengan segenap anggota keluarga. 2. Di antara keluarga Anda itu ada orang tua Anda. Ta'at dan menghormati orang tua adalah kewajiban bagi anak, selama keduanya tidak menyuruh kita melakukan kemunkaran/kemaksiatan (al-Qur'an Surat Luqman, ayat 12-19 mengenai interaksi terhadap orang-tua). Apalagi seperti pengakuan Anda sendiri, mereka senantiasa mendoakan Anda. 3. Kedatangan Anda ke acara mereka tidak akan melunturkan keimanan Anda. Karena keimanan itu bersangkar dan tertancap di dada. Tidak akan luntur hanya dengan mendatangi acara keluarga seperti itu. Akan lebih bagus lagi, kalau Anda mau menegaskan bahwa kedatangan Anda di tengah-tengah mereka itu dalam rangka silaturahmi (hanya saja waktunya dibarengkan dengan perayaan Natal), bukan untuk mengikuti perayaan Natal yang mereka adakan. Dan katakan juga bahwa Anda tetap menghormati dan mencintai segenap keluarga. Walaupun antara Anda dan sebagian besar keluarga Anda telah berbeda agama, hal itu jangan sampai menimbulkan terputusnya hubungan persaudaraan. Apalagi saling timbul kebencian. Yang sering terjadi di antara kita selama ini adalah tumbuhnya kebencian, hanya semata-mata berlainan agama. Ini jangan sampai terjadi. Jangan sampai kita mengeruhkan kejernihan keimanan kita dengan bibt kebencian. Wallahua'lam bisshawaab.

Pelaksanaan Salat Taubat Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Assalamualaikum Wr. Wb. Saya ingin sekali menjadi muslim yang baik, baik untuk saya pribadi atau untuk keluarga saya. Saya ingin memulai semuanya dari awal, saya ingin salat taubat. Mudah-mudahan saya masih diberikan kesempatan untuk menjadi orang baik. Tetapi berhubung saya tinggal di australia, sulit sekali bagi saya untuk mencari buku mengenai bermacam tata cara pelaksanaan salat, terutama salat taubat ini. Seandainya ada dari saudara-saudara yang bisa membantu saya, dimohonkan bantuannya untuk memberitahukannya. Sebelumnya terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Jawab: Salat taubat itu pelaksanaannya seperti salat-salat biasa. 2 reka'at dg niat salat taubat. Hukumnya sunat. Sesuai penuturan hadis, begitu seseorang merasa telah melakukan dosa, lantas ia berangkat wudhu', melakukan salat 2 reka'at, lalu meminta ampunan Allah, maka Allah pasti mengampuni. Salat 2 reka'at itulah yang disebut salat taubat. Namun, membaca email Anda, yang ingin menjadi muslim yang baik dengan bertaubat, perlu saya tandaskan bahwa kebaikan tingkah-laku seseorang itu sangat tergantung pada hatinya. Jika hatinya baik maka seluruh tingkah-lakunya juga baik. Sebenarnya taubat itu adalah pekerjaannya hati. Sejauh mana tekad hati kita berkehendak utk meninggalkan kemaksiatan. Maka taubat itu adalah penyesalan atas suatu tindakan maksiat, dan kita berjanji utk tidak mengulanginya lagi. Bukan semata pada tindakan lahir salat taubat. Salat-salat lain pun demikian. Harus diikuti dengan kesadaran batin yang mendalam. Secara lahir, memang salat itu berupa gerakan-gerakan badan, sejak takbirratulihram sampai salam. Begitu seseorang menyelesaikan tugas salat yang berupa gerakan-gerakan itu, maka ia telah bebas dari tanggungan. Namun coba perhatikan, ternyata ada orang yang masih suka berbohong, tidak suka menepati janji, suka membuang-buang waktu, padahal ia rajin salat. Orang spt ini, tandanya salatnya tidak diterima. Tidak pernah khusyuk dalam salatnya. Hingga salatnya berlalu begitu saja tanpa meninggalkan pengaruh pada tindak-tanduknya sehari-hari. Hatinya tetap keras. Sulit menerima kritik, mudah marah dan emosi terhadap orang yang berbeda pandangan, dll. Kesadaran mendalam yang kita perlukan adalah bahwa salat merupakan sarana untuk mengingat Allah (dzikrullah). Dengan mengingat Allah, otomatis kita menginstropeksi diri kita, apa saja yang telah kita lakukan dan apa yang harus kita lakukan. Dengan mengingat Allah, dimana Allah kita imani sebagai sumber kebaikan yang tersembunyi, maka kita akan terus berupaya setiap saat untuk berlaku baik. Beginilah fungsinya salat. Wallahua'lam bisshawaab. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ragu-ragu 3 atau 4 raka'at Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Assalamualaikum Wr. Wb. Pak Ustadz, saya punya beberapa pertanyaan : 1. Bagaimanakah prakteknya, misalnya kita salat jama' ta'khir-qashar Maghrib dengan Isya' apakah harus berurutan: Maghrib dulu baru Isya', atau sebaliknya? 2. Air dua kulah itu menurut ukuran kita di Indonesia berapa, apa betul 60x60x60 cm2? 3. Bagaimanakah menghilangkan perasaan ragu dalam diri, soalnya saya saat ini sedang mengalami penyakit ini. Misal pada waktu takbiratulihram dalam awal salat Isya' munfarid (sendirian) saya niat 4 reka'at, tapi seolah-olah saya niat 2 atau 3 reka'at berjama'ah.Dan masih banyak lagi hal lainnya. 4. Misalnya kita tinggal di luar negri yang mayoritas penduduknya non muslim, bagaimana kita meyakinkan diri kita bahwa makanan yang kita konsumsi itu halal?

Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Fahmi Rosyad - Semarang Jawab: 1. Praktek salat jama' taqdiim dan tak-khiir bisa Anda lihat dalam Fiqih Keseharian(31). Hanya yang perlu kami tandaskan di sini, untuk jamak tak-khiir, kita tidak diharuskan melakukannya secara tertib. Misalnya kita mau melakukan jama' tak-khiir Maghrib dan Isyak, maka bisa saja kita melakukan Isyak lebih dulu sebelum Maghrib. Tapi perlu diingat, Maghrib tidak bisa di-qasar. Jadi kalau ingin jama' qasar, maka Isyak saja yang diqasar. Maghribnya tetap lengkap 3 reka'at. Lain dengan jama' taqdiim, kita diharuskan melakukan secara tertib (berurutan). Misalnya antara menjama' taqdiim Dzuhur dan Ashar, maka Dzuhurnya dikerjakan lebih dulu sebelum Ashar. 2. Air 2 kulah kalau dihitung dengan satuan liter, ada tiga pendapat: (a) menurut al-Nawawi, 2 kulah itu sama dengan 174,580 liter (55,9 cm kubik = 55,9 cm x 55,9 cm x 55,9 cm). (b) menurut al-Rafi'i, sama dengan 176,245 liter (56,1 cm kubik = 56,1 cm x 56,1 cm x 56,1 cm). (c) menurut al-Bagdadi, sama dengan 245,325 liter (62,4 cm kubik = 62,4 cm x 62,4 cm x 62,4 cm). Selengkapnya bisa dilihat di "Tanya Jawab(18) Ukuran air minimal untuk bersci dalam liter" di website PV. 3. Menghilangkan rasa ragu, selain dengan doa (senantiasa mengharap agar rasa was-was kita dihilangkan Allah), kita bisa memakai terapi begini: a. Kita mengupayakan agar setiap langkah kita adalah hasil pemikiran, hingga kita meyakini apa yang kita perbuat dalam langkah-langkah tsb adalah benar. Yang dimaksud langkah di sini bukan hanya langkah-langkah lahir yang tampak oleh mata, tapi juga langkah batin/pikiran/renungan. Setiap gerakan batin/pikiran/renungan juga haru kita yakini benar adanya. Singkatnya, semua gerakan/langkah baik batin dan lahir adalah bertujuan dan bermanfaat. Biasanya, kalau kita sudah merasa benar maka kita akan selalu mantap dan percaya diri. b. Untuk itu kita harus berlatih terus-menerus utk mengaktifkan pikiran kita. Jangan biarkan pikiran kita menganggur, kosong tanpa kegiatan apa-apa. Pikiran kosong akan mudah terisi oleh kesedihan dan sesuatu yang negatif. Jika keadaan seperti ini mengisi sebagian besar perjalanan hidup kita maka kita akan tumbuh menjadi generasi yang tak cerdas, peragu, kurang percaya diri, dan semacamnya. Termasuk efek sampingnya adalah refleksi gerakan yang penuh dengan was-was tsb.

Jadi, misalnya saja kita mau salat, saat hendak takbiratul ihram, maka kita setidaknya beberapa menit sebelumnya sampai detik-detik kita hendak mengangkat tangan, kita harus memikirkan (merenungkan) apa yang akan kita perbuat, yakni salat. Kita harus sesadar-sadarnya bahwa salat adalah bentuk komunikasi aktif kita dengan Tuhan, Dzat yang menciptakan kita. Tuhan bersama kita di mana saja kita berada, khususnya saat-saat salat spt itu. Jika keadaan ragu-ragu muncul juga dalam salat, misalnya kita sedang salat Ashar, pada rekaat yang kita ragukan apakah ia rekaat terakhir atau ke-3, maka kita harus menambah satu rekaat lagi untuk memantapkan bahwa salat Ashar tersebut genap 4 rekaat, dan sebelum salam kita bersujud sahwi (sujud karena lupa) 2 sujudan (seperti sujud-sujud biasa). Dalam sujud tersebut kita membaca "subhaanalladzii laa yanuumu wa laa yashu" (Maha Suci Dzat yang tak pernah tidur dan tak pernah lupa). 4. Pertanyaan Anda yang terakhir, kami kira sudah terjawab pada "Tanya Jawab(26) Makan Makanannya Ahli Kitab"[27 di web site, Red..] dan "Tanya Jawab(40) Daging Tak Berlebel Halal, Haramkah?" di website. Demikian, Wallahua'lam bisshawaab. Wassalamualaikum Wr. Wb. Tahiyatul Masjid saat khutbah Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Assalamualaikum Wr. Wb. Bapak Uztadz Yth., Adakalanya kita datang terlambat ke mesjid untuk melaksanakan salat Jum'at. Artinya kita datang sewaktu khatib sedang berkhutbah. Sementara itu kita dianjurkan untuk salat dua rakaat setiap masuk ke tempat ibadah (mesjid, langgar, mushalla) sebelum duduk guna menghormati rumah ibadah tersebut. Juga kita disunatkan untuk salat dua rakaat sebelum dan sesudah salat Jumat. Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana sebaiknya yang kita lakukan, apakah langsung saja duduk mendengarkan khotbah atau bolehkah kita mengerjakan shalat-shalat sunat tersebut terlebih dahulu sebelum duduk mendengarkan khotbah. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Zulkarnain - Armidale (Australia)

Jawab: Yang menjadi perdebatan di antara ulama adalah khusus salat Tahiyatul Masjid. Adapun Qabliyah Jum'at sudah dianggap gugur begitu khutbah dimulai. Ada dua pendapat menanggapi masalah ini: 1. Tetap menganjurkan salat Tahiyyatul Masjid, namun hendaknya dilakukan secara ringkas saja. Dalam melakukan salat 2 rekaat itu jangan diperpanjang. Diriwayatkan dari Abi Sa'id ra. "Ada seseorang masuk masjid pada hari Jum'at, dan Rasulullah saw. sedang khutbah di atas minbar. Maka lantas Rasul memerintahkannya untuk melakukan salat dua rekaat." 2. Tahiyyatul Masjid dianggap sudah gugur begitu khutbah dimulai. Diriwayatkan dari Ibnu 'Umar, "Jika salah satu di antara kalian masuk masjid, sementara imam telah di atas minbar (khutbah) maka jangan lagi salat dan bercakap-cakap". Pendapat pertama diikuti oleh Syafi'iyah dan Hanbaliyah, dan kedua diikuti oleh Hanafiyah dan Malikiyah. Silahkan, tinggal pilih yang mana. Demikian, Wallahua'lam bisshawaab. Wassalamualaikum Wr. Wb. Doa dalam sujud Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Assalamualaikum Wr. Wb. Pengelola Tanya-Jawab yang dimuliakan oleh Allah, ada sedikit tingkah laku beribadah segelintir ummat Islam yang membuat saya terpacu untuk mencari kejelasannya, yaitu : Dalam melaksanakan salat fardhu ada segelintir ummat yang melaksanakan sujud pada rekaat terakhir di sujud terakhir yang waktunya lebih lama daripada sujud-sujud sebelumnya. Konon katanya pada saat itu yang bersangkutan memanjatkan do'a, sehingga sujudnya lama. Pertanyaan saya, adakah hadis atau ayat al-Qur'an yang mendasari hal itu? Seandainya ada dan saya tidak berbuat seperti itu alangkah meruginya saya. Dan kalau tak ada, perbuatan tersebut bagaimana? Agar saya dapat suatu pegangan dalam beribadah dan mudah-mudahan dapat pula saya sampaikan kepada yang lain. Demikian saja untuk kesempatan kali ini, semoga Allah meridhoi amal baik kita semua. Amin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Ridwan Sabar - Cimahi Jawab: Mas Ridwan, tidak ada hadis yang secara khusus menganjurkan agar kita memperpanjang sujud yang paling akhir untuk memanjatkan doa. Tapi, doa apa saja yang baik-baik boleh dibaca pada setiap sujud. Nabi memerintahkan kita untuk mengagungkan Allah saat ruku', dan agar bersungguhsungguh berdoa saat sujud. "Adapun saat ruku' agungkanlah Allah, dan saat sujud bersungguhsungguhlah berdoa hingga kalian berhak dikabulkan." [Riwayat Hakim, Muslim, al-Nasa'i, dan Abu Dawud]. Jadi tak ada ketentuan hanya sujud yang terakhir saja kita boleh berpanjang-panjang membaca doa. Di antara doa-doa yang diajarkan Nabi pada saat sujud : 1. Riwayat Muslim dan Abu Daud : Allahummaghfir lii dzambii kullahu (Ya Allah... Ampunilah semua dosaku) diqqahu wa jillahu (baik yang kecil dan besar) wa awwalahu wa aakhirahu (yang awal dan akhir) wa 'alaaniyyatahu wa sirrahu (yang jelas dan samar)." 2. Riwayat Imam Ahmad : Rabbii a'thi nafsii taqwaahaa (Wahai tuhanku, anugrahilah ketakwaan pada jiwaku) zakkihaa anta khairu man zakkaahaa (bersihkanlah ia karena Engkau sebaik-baiknya yang Dzat yang membersihkan) anta waliyyuhaa wa maulaahaa (Engkau pembimbingnya dan pemiliknya). 3. Riwayat Muslim : Allahummaj'al fii qalbii nuuran (Yaa Allah... pancarkanlah cahaya[MU] dalam kalbuku) wa fii sam'ii nuuran (pancarkanlah cahaya[MU] dalam pendengaranku) wa fii basharii nuuran (pancarkanlah cahaya[MU] dalam penglihatanku) wa 'an yamiinii nuuran (pancarkanlah cahaya[MU] di sebelah kananku) wa 'an syimaalii nuuran (pancarkanlah cahaya[MU] di sebelah kiriku) wa amaamii nuuran (pancarkanlah cahaya[MU] di depanku) wa khalfii nuuran (pancarkanlah cahaya[MU] di belakangku) wa fauqii nuuran (pancarkanlah cahaya[MU] di atasku) wa tahtii nuuran (pancarkanlah cahaya[MU] di bawahku) waj'allnii nuuran (pancarkanlah cahaya[MU] atas diriku). 4. Diriwayatkan dari Abu Bakar al-Shiddiiq ra, ia berkata kepada Nabi saw: "Ajarilah saya doa untuk saya baca dalam salat saya". Nabi berkata, panjatkanlah " Demikian, Wallahua'lam bisshawaab.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Hukum Musik dan Lagu Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Langsung saja ustadz, Ana pernah membaca sebuah artikel pada sebuah koran terbitan ibu kota tentang musik sebagai upaya untuk merangsang kecerdasan bayi dalam kandungan, yang katanya memang demikian dari beberapa survey. Ana memahami bahwa soal musik masih kontroversial, tapi jelas untuk musik yang mengundang sahwat, menimbuklkan lamunan ataupun dijadikan sebagai sarana ibadah (supaya bisa fly kaya orang mabuk) itu sih tidak diperkenankan. Adapun yang untuk memberi semangat berislam, untuk pernikahan itu boleh. Tapi dalam kasus ini, saya pernah mendengar bahwa yang islami itu yang sering-sering diperdengarkan bacaan al-quran. Yang ana tanyakan:

Bagaimana menurut islam yang benar tentang musik Bagaiman menyikapi musik untuk merangsang kecerdasan bayi dalam kandungan. (apa tidak bertentangan)

Semoga allah memberi hidayah kepada kita semua.

Muhammad Anas Jawab: Musik termasuk sesuatu yang dibolehkan karena tidak ada nas (Qur'an-Hadis) yang secara tegas mengharamkannya. Ada kaidah fikh "al-ashlu fil asyya' al-ibahah" (asal sesuatu itu boleh-boleh saja). Adapun silang pendapat di antara ulama, dalam hal ini bermuara pada perbedaan penafsiran nas-nas yang mendasari masing-masing pendapat. Para Ulama yang mengharamkan musik, mendasarkan pendapatnya pada firman Allah swt: "Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olokolokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. [QS. Luqmaan:6] Musik/lagu dikategorikan sebagai "perkataan yang tidak berguna" pada ayat tersebut. Namun penafsiran ini oleh sebagian ulama tidak dibenarkan, karena ayat tersebut masih bermuatan umum, ketegasan maknanya (hingga bisa mengharamkan musik) membutuhkan nas lain untuk menopangnya. Nabi saw sendiri tidak melarang mendengarkan lagu/musik, demikian juga para sahabat. Kontek ayat di atas, lebih menegaskan beratnya hukuman, bahkan sampai kekafiran bagi yang mengolok-olok agama Allah. Ayat lain yang juga dijadikan dasar pengharaman ini adalah al-Qashash ayat 55. "Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: 'Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu. Kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil'." (QS. 28:55) Para ulama menafsirkan "laghw" (perkataan yang tidak manfaat) pada ayat itu sebagai perkataan yang jelek, olokan, makian dan semacamnya. Makna ini lebih mendekati kontek ayat sebelumnya. Ayat lain yang sepadan adalah ayat 63 surat al-Furqan : "Dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan." [QS. 25:63] Jika musik/lagu dikategorikan sebagai "laghw", ayat tsb tidak berarti mengharamkan musik/lagu, bahkan boleh-boleh saja mendengarkannya. Dengan demikian ayat ini tidak cukup kuat dijadikan dasar pengharaman musik/lagu. *** Aisyah ra mengisahkan seorang perempuan bernyanyi di samping seorang sahabat dari Anshar, kemudian Nabi saw berkata. "Hai Aisyah, itu bukanlah main-main, karena orang-orang Anshar memang mengagumi hal itu." [HR. Bukhari dan Ahmad] Demikian juga Sahabat Amir bin Sa'ad mengisahkan. "Aku mendatangi Qardzah bin Ka'ab dan Abi Mas'ud al-Anshari pada suatu pesta perkawinan, kulihat beberapa hamba sedang bernyanyi.

Kemudian aku menegurnya. "Adakah sahabat Nabi saw, ahli perang badar melakukan hal ini di antara kalian?" Mereka menjawab: "Duduklah, kalau suka, dengarkan bersama kami. Kalau tidak pergilah. Kita telah diberi keringanan dalam pesta pernikahan." [HR. Nasa'i dan Hakim] Imam As-Syaukani dalam Naylul Authar menyebutkan, masyarakat Madinah dan para ulama yang sependapat dengan mereka, serta ahli sufi, memberikan keringanan dalam hal lagu, meski menggunakan alat musik. Demikian juga Abu Mansour al-Baghdadi al-Syafi'i dalam bukunya AsSimaa' menyebutkan, Sahabat Abdullah bin Ja'far berpendapat tidak ada masalah dengan lagu, ia mendengarkan lagu-lagu yang dipetik hambanya. Hal itu Ia lakukan pada masa kekhalifahan Ali ra. Begitu juga sahabat lainnya, Kadhi Syureih, Sa'id bin al-Musayyab, Atha' bin Abi Rabah, Az-Zuhri dan al-Sya'bi. *** Berdasar pemaparan di atas, saya kira sikap kita terhadap musik yang digunakan utk merangsang kecerdasan bayi ya tak apa-apa. Namun yang patut diiangat, meski musik/lagu dibolehkan, bahwa kita perlu mendudukkan segala sesuatu itu pada batas-batas normalnya. Sehingga tidak cendrung berlebihan dan bahkan menjerumuskan. Tidak semua musik/lagu dibenarkan dalam timbangan etika agama, terutama musik/lagu yang lebih mengesankan nuansa maksiatnya, kata-kata kotor dan purno, dari pada musik/lagu sebagai seni. Dalam hal ini kita perlu terus merawat hati-nurani dari hal-hal yang menyebabkan kemerosotan moral. Semua itu kembali pada niat. Demikian, Wallahua'lam bisshawaab. Wassalamualaikum Wr. Wb.

Menghadiri Upacara Pemakaman Mertua nonMuslim Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Enam bulan lalu ayah mertua saya meninggal dunia, dan upacara pemakaman dilakukan dengan pembakaran/diperabukan kemudian abunya disebar di tengah laut. Tiga bulan kemudian ibu mertua saya meninggal dunia dan dilakukan upacara yang sama. Bagaimanakah hukumnya menghadiri/menyaksikan dan ikut mengurusi proses upacara pemakaman mertua saya tsb menurut agama Islam? Mohon penjelasannya. Bomaputra - Tangerang Jawab: Kewajiban seorang anak terhadap orang tua (termasuk orang tua adalah mertua) adalah berbakti dan mentaati perintah mereka. Selama mereka tidak memerintahkan kejahatan dan berbuat dosa kepada Allah, seorang anak wajib mentaatinya. Baru jika mereka memerintahkan kemungkaran dan dosa, seorang anak tidak boleh mentaatinya. Tetapi meskipun orang tua tidak seiman atau melakukan kemungkaran, seorang anak harus tetap menghormati dan mempergauli mereka dengan pergaulan yang baik, tidak memusuhi. Menghadiri dan ikut mengurus jenazah orang tua adalah termasuk bakti dan penghormatan anak kepada orang tua. Untuk itu, sudah sewajarnya dan seharusnya Anda ikut menghadiri dan mengurus jenazah mereka. Selama apa yang Anda lakukan tidak dimaksudkan untuk melakukan kemungkaran

kepada Allah, melainkan hanya merupakan bentuk penghormatan dan pergaulan yang baik kepada orang tua, insyaallah Anda tidak berdosa, tapi malah mendapatkan pahala. Pahala memperlakukan baik orang tua. Wallahua'lam.

Memegang kemaluan Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Bagaimana hukumnya memegang kemaluan sendiri. Ada yang mengatakan (ada haditsnya) bahwa kita (laki-laki) kalau mau buang air kecil seharusnya memegang kemaluan dengan tangan kiri, dilarang dengan tangan kanan. Dalam banyak hal kadang-kadang kita sulit melakukan ini. Kalau kita memegang dengan tangan kiri bagaimana membasuhnya, apa dengan tangan kanan? E. Sutisna Jawab: Saudara Sutisna, Memegang kemaluan sendiri hukumnya boleh. Sama seperti memegang anggota tubuh yang lain. Yang tidak boleh adalah memegang kemaluan orang lain. Memegang kemaluan dengan tangan kiri ketika sedang hajat bukan suatu keharusan, begitu pula memegang dengan tangan kanan bukanlah suatu larangan. Hal semacam ini menyangkut kenyamanan seseorang ketika melepas hajatnya. Silakan gunakan tangan yang paling nyaman untuk memegang atau membasuhnya. Yang penting jagalah selalu kebersihan kemaluan dan lingkungan Anda. Memang dianjurkan ketika melakukan suatu kebajikan seperti sedekah, makan, minum, berwudlu,

memakai pakaian, dst...untuk dilakukan dengan tangan kanan, atau tangan kanan yang didahulukan. Sementara untuk hal-hal yang berurusan dengan bersih-bersih dilakukan oleh tangan kiri seperti cebok, membersihkan kotoran dll. Namun sekali lagi, hal ini bukan suatu keharusan. Anda tetap boleh memilih mana yang paling nyaman untuk dilakukan. Wa 'l-Lah-u a'lam. Demikian semoga membantu.

Doa Qunut Ditulis oleh Dewan Asatidz Tanya: Saya punya pertanyaan yg hingga kini menggangu pikiran saya ttg doa qunut. Banyak penceramah bilang bahwa doa qunut adalah sunnah hukumnya, namun mengapa sebagian besar masyarakat kita selalu membaca qunut waktu sholat subuh, atau melakukan sujud sahwi bila lupa, bahkan ada yg beranggapan bahwa tidak syah sholat subuh bila tanpa qunut. Yg jadi pertanyaan saya: 1. Apakah Rasulullah selalu membaca doa qunut pada setiap shalat subuh? 2. Bagaimana Riwayat Doa Qunut ini? Demikian pertanyaan kami, dan mohon dijelaskan sehingga tidak lagi gundah hati saya. Pramono - Semarang Jawab: Saudara Pramono, Sebagian besar muslimin di Indonesia melakukan doa Qunut pada salat Subuh itu karena mayoritas mereka bermadzhab Syafi'iyah yang mensunatkan Qunut pada salat Subuh. Padahal ada madzhabmadzhab lain yang menyatakan Qunut tak disunahkan pada salat Subuh.

Perbedaan pendapat seputar pelaksanaan qunut ini bermula dari penggunaan sumber/dalil yang berbeda. Madzhab-madzhab yang menyatakan bahwa qunut hanya dilakukan pada salat Witir (Hanafiyah dan Hanbaliyah) mendasarkannya pada riwayat Ibnu Mas'ud ra., "Bahwasanya Nabi SAW pernah melakukan qunut salat Subuh selama sebulan, tetapi kemudian ditinggalkannya." Sedangkan Syafi'iyah dan Malikiyah menggunakan dalil dari Sahabat Anas bin Malik: "Rasulullah selalu melakukan qunut, sampai beliau meninggal dunia." Kesimpulannya, keputusan terserah masing-masing. Untuk memakai qunut atau tidak tinggal kemantapannya, dan siapa yang diikutinya (bagi yang masih taklid). Tidak perlu menyalahnyalahkan orang lain. Karena sebenarnyalah qunut itu hukumnya sunah. Mau memakai qunut boleh, meninggalkannya pun boleh. Apalagi pelaksanaannya pun tidak sama, ada yang mengatakan khusus untuk salat Subuh, ada pula yang Witir. Ada yang sebelum ruku' ada pula yang setelah ruku'. Semuanya mempunya dalil tersendiri. Air Kencing Bayi dan Masa Menyusui Anak Ditulis oleh Dewan Asatidz Pertanyaan: Assalamualaikum wr. wb. Saya memiliki anak balita yang sekarang sudah berusia + 4 bln dan sudah saya kenalkan makanan tambahan. Seperti halnya anak kecil yang lain, dia suka ngompol di kasur (tempat tidur). Yang ingin saya tanyakan : 1. Jika menurut saya kasur tsb sudah kering, bolehkah saya sholat menggunakan pakaian sholat saya yang sebelumnya saya pakai duduk atau berbaring di kasur tsb? Apa alasan dan dasarnya? Jika saya tidak menggunakan pakaian (jawa: ote-ote) dan berbaring di kasur tsb, apakah boleh saya langsung wudhu aja saat akan melakukan sholat? 2. Berapa lama menurut islam sebaiknya seorang ibu menyusui anaknya? Demikian, Terima kasih atas bantuannya dan mohon maaf jika ada kesalahan. Wassalamualiikum Wr. Wb. Sunaryadi Jawaban:

Assalamu'alaikum wr. wb. Kencing bayi, baik yang sudah diberi makanan tambahan atau belum adalah najis. Hanya masalah cara mencucinya yang menjadi pembahasan fuqoha. Bila bayi lelaki belum diberi makanan tambahan, maka cukup dengan percikan air, namun untuk bayi perempuan atau bayi lelaki yang sudah diberi makanan tambahan harus dengan dicuci, sesuai hadist Ali r.a. Rasulullah bersabda "Kencing anak perempuan harus dicuci, kencing anak lelaki cukup diperciki air"(H.R. Ashab Sunan, diperkuat dengan beberapa riwayat Bukhari dan Muslim). Bila tempat yang tekena kencing sudah kering, pakaian yang menyentuh tempat tersebut bila samasama kering, tentu tidak menjadi najis, karena sesuatu menjadi najis bila ada esensi najis menempel padanya, dimana ini terjadi pada saat basah. Berbaring pada kasur yang terkena najis dengan tanpa pakaian, ini perlu diperhatikan apakah badan saudara berkeringat atau tidak, bila berkeringat tentu karena kondisi basah akan menyebabkan najis menempel di badan saudara, maka seharusnya membersihkan badan saudara dengan manyiram air. Menurut Islam, seorang ibu menyusui sebaiknya dua tahun, sebagaimana dijelaskan dalam surah alBaqarah ayat 233 :"Para ibu hendaknya menyusui anaknya selama dua tahun penuh, itu bagi mereka yang ingin menyempurnakan penyusuan". Wassalam

Tata Cara Sujud Syahwi Ditulis oleh Dewan Asatidz Pertanyaan: Assalamu'alaikum wr. wb. Langsung saja saya ingin bertanya tentang sujud syahwi, bagaimana cara melaksanakan sujud syahwi(gerakan apa saja, dan kapan waktunya), serta bagaimana bacaannya? Atas jawabannya saya ucapkan terima kasih. Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Rio Anggoro Jawaban: Assalamu'alaikum wr. wb. Sujud syahwi adalah sujud yang dilakukan karena lalai dalam menjalankan salah satu tindakan shalat, misalnya lupa melakukan tasyahud awal, atau ragu-ragu dalam jumlah rakaat shalat, atau . Dalam sebuah hadist Rasulullah s.a.w. bersabda "Kalau kalian ragu dalam salat, maka ambil yang engkau yakini, dan sempurnakanlah, kemudian lanjutkan sampai salam lalu bersujudlah dua kali" (riwayat Ibnu Mas'ud H.R. Ashab Sunan). Dalam hadist lain dikatakan "Kalau kalian lupa, maka bersujudlah". Riwayat Muslim mengatakan "Kalau seseorang menambahkan sesuatu atau mengurangi sesuatu dalam shalatnya, maka hendaknya ia bersujud dua kali". Sujud syahwi dilakukan baik dalam salat berjamaah maupun sendiri, namun dalam berjamaah

ma'mum tidak boleh melakukan sujud sahwi bila imam tidak melakukannya, karena berjamaah harus mengikuti imam. Cara melakukan sujud syahwi adalah seperti sujud biasa, dua kali. Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat sujud syahwi. Hanafi mengatakan setelah salam pertama kemudian dilanjutkan dengan membaca tasyahud lagi baru setelah itu melakukan salam dua kali. Syafi'ie mengatakan sujud syahwi dilakukan sebelum (menjelang) salam setelah membaca tasyahud. Maliki mengatakan sujud syahwi dilakukan sebelum salam bila disebabkan karena kekurangan dalam melaksanakan amalan shalat, dan setelah salam bila disebabkan oleh kelebihan dalam menjalankan amalan salat. Hanbali mengatakan boleh memilih mana yang disukai antara sebelum dan sesudah salam, namun yang lebih utama adalah sebelum salam. Semua pendapat mempunyai landasan hadist yang kuat. Bacaan sujud syahwi adalah "subhaana man laa yanaamu walaa yashuu". Hukum sujud syahwi sunat menurut mayoritas ulama dan wajib menurut pendapat Hanafi. Wassalam

Mengubur Ari-ari Bayi Ditulis oleh Dewan Asatidz Pertanyaan: Assalamu'alaikum wr. wb. Pak Ustad, saya ingin bertanya mengenai ari-ari setelah bayi lahir, apakah ari-ari tersebut harus kita kubur sendiri (jika dikubur sendiri apakah harus dihalaman rumah kita sendiri) atau setelah bayi lahir apakah ari-ari tersebut boleh diurus oleh Rumah Sakit yang bersangkutan? Mohon penjelasan dari Pak Ustad dan atas bantuannya saya ucapkan terima kasih Wassalamu'alaikum wr. wb. Santri Virtual Jawaban: Assalamu'alaikum wr. wb. Qurthubi dalam tafsirnya (2/102) menukil pernyataan Tirmidzi dalam kitab "Nawadirul Usul" bahwa Rasulullah s.a.w. mengatakan "Bersihkan kuku kalian, pendamlah potongan kuku kalian, bersihkan sela-sela tangan, bersihkan gusi dan gosoklah gigi, jangan kalian datang kepadaku dengan gigi yang kuning dan bau". Mengapa kita disuruh memendam/mengubur potongan kuku? Ini menunjukkan bahwa jasad bani adam mempunyai kemuliaan, meskipun ia telah terpotong atau terlepas, kemuliaan tersebut masih tetap ada, maka selayaknya ia dikubur seperti pada saat bani adam meninggal dunia.

Dalam riwayat Aisyah lain, Rasulullah s.a.w. memerintahkan agar mengubur bekas darah "ihtijam" (pengobatan tradisional dengan mengambil darah kotor dari tubuh) supaya tidak dimangsa anjing. Riwayat Aisyah lain mengatakan Rasulullah s.a.w. memerintahkan mengubur tujuh jenis anggota tubuh manusia, yaitu rambut, kuku, darah, bekas darah haid, gigi yang terlepas, potongan khitan dan ari-ari. Qurthubi tidak memberikan keterangan tentang kekuatan riwayat ini. Dalam kitab "Ghadaa'ul Albab" karangan Safarini (1/382) disebutkan bahwa binti Bashrah mengatakan "Aku melihat ayahku memotong kuku lalu memendam potongannya, lalu ia berkata 'Aku melihat Rasulullah melakukannya'". Ahmad bin Hanbal pernah ditanyai tentang rambut dan kuku, apakah menguburnya atau membuangnya? Ia menjawab "agar menguburnya. Ibnu Umar melakukan demikian". Mengubur anggota yang terpotong atau terlepas dari tubuh manusia merupakan salah satu cara memuliakan bani Adam. Ibnu Hajar mengatakan bahwa ini hanya sunnah dan tidak wajib, barangsiapa melakukannya tentu merupakan tindakan terpuji. Memanfaatkan Ari-ari Dengan perkembangan ilmu pengetahuan saat ini, ari-ari bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan medis tertentu. Bila di sana terdapat manfaat dan maslahah, memanfaatkan ari-ari untuk tujuan tersebut tidak ada salahnya dari tinjauan agama, karena dalam tinjuan syariah mewujudkan manfaat lebih utama dari menyia-nyiakannya. Fatawa Azhariyah, Mei 1997, Syeh Athiyah Muhammad Shaqr. Melihat keterangan di atas, sebenarnya yang dianjurkan dalam masalah ari-ari adalah menguburnya. Dimana dikuburkan dan bagaimana? Tidak ada ketentuan khusus yang diberikan agama tentang ini. Dalam tradisi masyarakat kita terkadang kita temukan beberapa kepercayaan tentang masalah penguburan ari-ari, namun hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan ajaran agama kita. Wallahu a'lam Wassalamu'alaikum wr. wb.

Adzan di Depan Jenasah Ditulis oleh Dewan Asatidz Pertanyaan: Assalamu`alaikum wr. wb. Selama ini saya melihat ada satu kegiatan adzan di depan jenasah (waktu masuk liang lahat). Bukankah fungsi utama adzan itu panggilan untuk menunaikan shalat, terus manfaatnya bagi si jenasah sendiri itu apa? Apakah benar jenasah itu memang harus di adzani? Riyadi Jawaban: Assalamu`alaikum wr. wb. Selain fungsinya sebagai panggilan shalat, adzan juga mempunyai fungsi lain. Ketika Husain putri Fathimah lahir, Baginda Rasul mengumandangkan adzan pada telinga kanannya. [Abu Daud, Attirmidzy dan lainnya]. Diriwayatkan dari Husain bin 'Aly ra. ia mengatakan: Berkata Rasulull h: Barang siapa mempunyai anak, kemudian ia mengumandangkan adzan pada telinga kanannya dan mengumandangkan iq mah pada telinga kirinya, maka ia tidak akan tertimpa bahaya "ummu as-shiby n" [jenis penyakit angin yang menimpa anak balita]. [HR. Ibnu As-Sunny dan Ibnu 'Addy]. Dari hadits ini, sebagian ulama' Syafi'iyah mengkiaskan orang mati yang hendak dikebumikan dengan bayi yang baru lahir. Pendapat ini banyak ditentang dikalangan Syafi'iyah sendiri, dan dianggap sebagai pendapat yang tidak mu'tamad [tidak dapat dipegang]. Ibnu Hajar dalam "Syarh al-'Ub b", menolak ritual ini, akan tetapi ia mengatakan, apabila mengebumikan mayit bertepatan dengan adzan, maka ia akan mendapatkan keringanan dalam pertanyaan malaikat. Wallahu a`lam. Semoga membantu.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Suami Isteri Bersentuhan Membatalkan Wudlu? Ditulis oleh Dewan Asatidz Pertanyaan: Assalamu`alaikum wr. wb. Saya ingin penjelasan mengenai hukumnya air wudhu bagi suami dan istri, apakah jika bersentuhan keduanya batal? Bagaimana dengan orang tua mertua apakah batal jika bersentuhan? Wassalamu'alaikum wr. wb. Saifudin Jawaban: Assalamu`alaikum wr. wb. Menurut madzhab Syafi'iyah, yang luas diikuti oleh rakyat Indonesia, persentuhan kulit tubuh [rambut dan kuku tidak termasuk kulit tubuh] antara dua jenis yang bukan mahram dapat membatalkan wudhu. Menurut Madzhab Hanafi bersentuhan yang tidak menjurus kepada hubungan suami isteri tidak membatalkan wudlu. Menurut Madzhab Maliki dan Hanbali, bersentuhan yang disertai dengan syahwat membatalkan wudlu. Menanggapi pertanyaan di atas, kadang ada yang menyangka, bahwa suami-istri telah menjadi mahram setelah pernikahan. Persepsi ini tidak benar, karena jika keduanya telah menjadi mahram, maka pernikahan itu sendiri tidak sah, karena di antara syarat sahnya nikah, tidak terjadi antar sesama mahram. Begitu pula, antara bapak atau ibu kandung dan bapak atau ibu mertua tidak terjalin ikatan mahram,

sehingga persentuhan kulit antara mereka juga dapat membatalkan wudhu. Dalam perbesanan [al-mush harah], ikatan mahram hanya terjalin antara person-person berikut: 1. Istri-istri para orang tua [bapak dan kakek dari bapak atau dari ibu]. Seorang anak dapat bersentuhan dengan istri-istri bapak [ibu tiri] tanpa batal wudhunya. [QS. An-Nis 4:22 ']

2. Istri-istri anak keturunan [anak, cucu dan cicit]. Bapak mertua dapat bersentuhan dengan menantunya tanpa batal wudhunya. [QS. An-Nis 4:23 '.]

3. Para orang tua istri [ibu mertua atau nenek mertua]. Seorang suami dapat bersentuhan dengan ibu mertua atau nenek mertua, baik nenek dari bapak atau dari ibu, tanpa batal wudhunya. [QS. An-Nis 4:23 '.]

4. Keturunan istri [anak tiri atau cucu tiri]. Seorang suami dapat bersentuhan dengan anak istrinya dari suami yang lain. [QS. An-Nis 4:23 '] Kutipan surat An-Nis 23-4:22 ': "Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburukburuknya jalan (yang ditempuh)". (QS. 4:22) "Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudarasaudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);,dan menghimpunkan (dalam perkawinan)dua perempuan yang bersaudara,kecuali yang telah terjadi pada masa lampau sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS. 4:23) Wallahu a`lam. Semoga membantu. Wassalamu'alaikum wr. wb.

Tidak Hafal Bacaan Shalat Ditulis oleh Dewan Asatidz ------- Tanya ------- Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Saya mempunyai seorang kakak berumur 41 tahun. Dia akhir-akhir ini baru kembali menjalankan ibadah sholat lima waktu setelah vakum beberapa tahun. Saya baru mengetahui bahwa kakak saya tidak hafal bacaanbacaan/doa dalam sholat termasuk juga surat-surat pendek yang biasa dibaca dalam sholat. Surat Al Fatihah hanyalah satu-satunya surat yang dapat dia baca. Yang menjadi pertanyaan saya adalah bagaimana hukumnya seseorang yang tidak dapat menghafal bacaan sholat, mengingat usia dia yang sudah sulit untuk menghafal tetapi dia punya niat untuk beribadah. Mohon penjelasannya. Terima kasih, Vanda -------- Jawab: -------- Wassalamu'alaikum Wr. Wb. Vanda yang baik, Saya berpraduga besar, bahwa selain surat al-Fatihah, Kakak saudari juga bisa melafadzkan Takbir, "All hu Akbar", untuk memulai salat. Kalau tidak bisa, sebaiknya segera berusaha menghafalnya. Toh ini tidak susah, hanya All hu Akbar, kalimat yang pendek sekali. Kalau tidak mampu juga, dan ini kayaknya tidak mungkin, maka dalam memulai salat, kakak Saudari melafadzkan terjemahannya: "Allah Maha Besar". Demikian sebagaimana dijelaskan oleh beberapa buku fikih tuntunan salat, yakni jika tidak mampu mengucapakan takbir, seseorang dapat menterjemahkannya ke dalam bahasa yang ia fahami. Setelah itu, baru membaca Fatihah. Sebagaimana penuturan Saudari, Kakak Saudari telah mampu menghafal surat Fatihah. Jadi tidak ada kendala, Al-HamdulilLah. Akan tetapi jika ternyata ia tidak atau belum mampu menghafalnya, maka ia harus membaca dzikir apa saja, sekira sama dengan jumlah kalimat-kalimat Fatihah. Ia misalnya dapat menggantinya dengan "L il ha illalL h, Muhammadur RasululL h, SubhanalL h wal-HamdulilL h, L il ha illalL hu Akbar", atau dzikir-dzikir lainnya. Pendekanya, jika seseorang tidak mampu membaca Fatihah, ia harus menggantinya dengan bacaan-bacaan dzikir yang ia bisa. Dan selama mampu menggantinya dengan dzikir-dzikir yang berbeda, maka ini harus dilakukan, dan kalau tidak mampu, maka ia cukup mengulang-ulang dzikir yang ia bisa, sekira menyamai kalimat-kalimat Fatihah. Dan kalau tidak mampu membaca Fatihah dan juga tak mampu membaca dzikir lainnya, ia cukup diam sambil berdoa dengan kadar panjangnya bacaan Fatihah. Khusus untuk Fatihah, ia tidak dapat menerjemahkannya, karena ia adalah ayat-ayat al-Quran. Untuk ruku', i'tidal, sujud, duduk antara dua sujud, dan tahiyat pertama, Kakak Saudari dapat membaca apa saja, atau diam saja sebentar atau agak panjang -sesuai dengan kebiasaan rukun2 tsb.- sambil berdoa dalam hati. Tak perlu menterjemah doa-doa yang ada, karena doa-doa atau dzikir-dzikir dalam rukun-rukun ini adalah sunnah, bukan wajib. Dan pada tahiyat terakhir, jika Kakak Saudari tidak hafal doa tahiyat dan doa shalawat sesudah doa tahiyat, maka ia harus membaca terjemahannya. Tak perlu menghafalnya, bisa dicatat kemudian dibaca pada waktu tahiyat. Kalau tak bisa membaca

terjemahannya, karena ada halangan tertentu, maka cukup diam saja sambil berdoa dengan kadar seperti membaca tahiyat. Setelah selesai tahiyat, Kakak Saudari lalu mengucapkan salam, atau kalau tidak mampu dapat mengganti dengan terjemahannya: "Semoga salam, rahmat dan barakah Allah menyertai kalian semua". Berikut terjemahan Tahiyat: Segala kehormatan, keberkahan, shalawat, dan kebaikan adalah milik Allah. Semoga keselamatan menyertai engakau wahai Nabi, dan juga rahmat Allah dan barakahnya. Semoga keselamatan menyertai kami dan sekalian hambahamba Allah yang saleh. Saya bersaksi sesungguhnya tiada tuhan selain Allah, dan saya bersaksi sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Wahai Allah, limpahkanlah solawat kepada junjungan kita, Muhammad, dan juga kepada keluarga Muhammad. Cukup membaca terjemahan sampai di sini, karena kalimat-kalimat tahiyat sesudahnya hanya merupakan penyempurna saja, sehingga tak perlu diterjemahkan. Demikian, semoga membantu. Semoga Allah menyertai keluarga Saudari, dan memberi hidayahnya kepada semua. Abdul Ghofur Maimoen.