Bab i Autism

18
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmatNya sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Secara keseluruhan, saya melaporkan hasil yang saya peroleh dari beberapa sumber jurnal dan buku terkait dengan penyakit Autisme dan terapi nutrisi. Dan harapan saya nantinya tugas ini dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman kami mengenai materi pada blok neuropsikiatri ini. Saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan, hingga terselesaikannya tugas ini. Saya menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun, demi penyempurnaan tugas-tugas saya selanjutnya. Mataram, 15 April 2015 Penyusun

description

nbcgfdfgd

Transcript of Bab i Autism

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmatNya sehingga tugas makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Secara keseluruhan, saya melaporkan hasil yang saya peroleh dari beberapa sumber jurnal dan buku terkait dengan penyakit Autisme dan terapi nutrisi. Dan harapan saya nantinya tugas ini dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman kami mengenai materi pada blok neuropsikiatri ini.

Saya menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan, hingga terselesaikannya tugas ini. Saya menyadari sepenuhnya bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun, demi penyempurnaan tugas-tugas saya selanjutnya.

Mataram, 15 April 2015

Penyusun

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Autisme adalah suatu kondisi abnormalitas perkembangan system saraf yang dimulai saat usia kanak-kanak dan dikarakteristikkan sebagai kendala dalam menjalin komunikasi/ interaksi sosial serta ditandai dengan masalah yang menyangkut masalah perilaku, seperti perilaku yang berulang (repetitive) dan kekurangan rasa tertarik dengan lingkungan sekitarnya (Samsam M, et al, 2014). Autisme Istilah menggambarkan perbedaan kualitatif dan gangguan dalam komunikasi sosial, dikombinasikan dengan perilaku yang kaku dan berulang-ulang. Selain itu, anak-anak dan remaja dengan autisme sering mengalami gangguan kognitif dalam belajar bahasa, masalah medis, emosional dan perilaku, termasuk: kebutuhan untuk rutin; kesulitan dalam memahami orang lain, termasuk perasaan dan perspektif; tidur dan gangguan makan; dan masalah kesehatan mental seperti kecemasan, depresi, dan masalah dengan perhatian, perilaku yang merugikan diri sendiri dan menantang, kadang-kadang perilaku agresif lainnya (NICE, 2013)

Autisme didiagnosis pada anak-anak, remaja dan orang dewasa jika perilaku tersebut memenuhi kriteria yang ditetapkan dalam statistik Klasifikasi Internasional Penyakit dan Masalah Kesehatan Terkait (ICD-10) dan Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental Edisi Keempat (DSM-IV ) dan memiliki dampak yang signifikan pada fungsi (NICE, 2013).BAB II

ISIDEFINISI

Autisme adalah suatu kondisi abnormalitas perkembangan system saraf yang dimulai saat usia kanak-kanak dan dikarakteristikkan sebagai kendala dalam menjalin komunikasi/ interaksi sosial serta ditandai dengan masalah yang menyangkut masalah prilaku, seperti perilaku yang berulang dan kekurangan rasa tertarik dengan lingkungan sekitarnya (Samsam M, et al, 2014).

Klasifikasi

Klasifikasi autism berikut adalah berdasarkan dari etiologinya, dibagi menjadi tiga yakni (Lidia et al, 2014) :

Tipe Simptomatik

Autisme yang menyertai kelainan organik atau timbul karena adanya kelainan neurologis. Contohnya: Autisme yang menyertai Sindrom Rett.

Tipe Kriptogenik

Klasifikasi ini ditentukan ketika penyebab yang menyertai telah masuk dalam kategori suspect namun penyebab yang mendasari belum dapat dibuktikan. Contohnya: infeksi yang melibatkan otak, dan kelainan dismorfik.

Tipe Idiopatik

Autisme tanpa bukti adanya gangguan system saraf, terkecuali penyakit yang merupakan komorbid autism, yakni Tourette Syndrome.

EPIDEMIOLOGI

Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC) yang dirilis pada Maret 2012 sampai saat ini prevalensi autism pada anak berumur 8-14 tahun adalah lebih dari 1 %, yakni 11,3 per 1000 anak atau 1 dari 88 anak. Penyekit ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dengan rasio laki-laki dan perempuan sebesar 4:1. Dimana angka kejadiaan autisme diantara laki laki adalah 1 anak dari 54 anak, dan perempuan dengan angka kejadian 1 anak per 252 anak (Samsam M, et al, 2014).

ETIOLOGI

Etiologi pastinya masih belum diketahui, tetapi ada keterkaitan kuat dengan factor genetik. HOXA1, merupakan salah satu dari gen yang terlibat dalam autism dan diturunkan secara resesif autosomal. Faktor genetik lain juga terlibat dalam gangguan autism adalah Gen Fragile X. Ada juga hubungan positif dari gen FMR1 dengan autisme. Mutasi pada gen BETIS 2 synaptic scaffolding juga telah didokumentasikan dalam autism. Masih banyak gen-gen lain yang juga berperan dalam kejadian autism. Beberapa teori lain juga menyebutkan bahwa autism dapat disebabkan karena pengaruh infeksi pathogen. Virus campak, cytomegalovirus, dan herpes simpleks 6, telah ditemukan hidup di dalam monosit pada individu dengan autism (Ratajczak, 2011).

PATOGENESIS

Salah satu teori menekankan bahwa pertumbuhan awal yang berlebihan pada otak dan overkonektivitas saraf, penting dalam patogenesis. Diperkirakan bahwa neuron yang berlebih (menginduksi pertumbuhan berlebih serebral) dapat mempromosikan cacat dalam pola saraf, dengan akibatnya meningkatkan interaksi kortikal jarak pendek, kemudian menghalangi interaksi jarak jauh yang saling berhubungan dengan bagian otak lain yang penting. Anomali neuroanatomical ini memiliki potensi untuk mendasari defisit dalam fungsi sosial-emosional dan komunikasi pada penderita autism (Watts, 2008).

Beberapa studi menunjukkan peran mutasi DNA mitokondria dalam autisme yang mungkin dapat menyebabkan gangguan metabolisme energi di mitokondria, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk jawaban yang pasti. Disfungsi mitokondria telah terlibat di beberapa gangguan neurologis dan mungkin memiliki peran dalam autisme. Mitokondria memiliki kekebalan antibakteri dan akan menjadi penting dalam kasus infeksi terutama pada saluran GI pada anak-anak autism (Samsam et al, 2011; Ratajczak, 2011).

MANIFESTASI KLINIS

Autisme dapat dibedakan oleh beberapa pola gejala bukan satu gejala tunggal. Karakteristik utama adalah gangguan dalam interaksi sosial dan komunikasi, minat terbatas dan perilaku yang berulang. Aspek-aspek lain, seperti kebiasaan makan yang tidak lazim juga umum tetapi tidak penting untuk diagnosis. Anak-anak dengan autisme memiliki gangguan sosial. Hal ini menjadi jelas pada awal masa kanak-kanak dan berlanjut sampai dewasa. Balita autis memiliki penyimpangan sosial yang lebih mencolok; misalnya, mereka memiliki lebih sedikit kontak mata dan postur antisipatif dan lebih mungkin untuk berkomunikasi dengan memanipulasi tangan orang lain. Anak-anak autis berumur tiga sampai lima tahun berusia cenderung menunjukkan pemahaman sosial, pendekatan lain secara spontan, memulai dan menanggapi emosi, dan berkomunikasi nonverbal. Namun, mereka bisa membentuk keterikatan dengan pengasuh utama mereka (Frank-Briggs, 2012).Masalah komunikasi termasuk tertundanya terjadinya celotehan, gerak tubuh yang tidak biasa, respon berkurang. Pada tahun kedua dan ketiga, anak-anak autis memiliki sedikit berbicara dan mungkin berhenti berbicara. Anak-anak ini cenderung untuk membuat permintaan atau berbagi pengalaman, dan lebih mungkin untuk mengulangi kata-kata orang lain. Individu autis menampilkan berbagai bentuk perilaku repetitif atau terbatas. The Repetitive Behaviour Scale-Revised (RBS-R) mengkategorikan mereka sebagai berikut (Frank-Briggs, 2012) :

Perilaku stereotipe: tampaknya gerakan tanpa tujuan, seperti mengepakkan tangan, kepala bergulir, atau badan goyang.

Perilaku kompulsif adalah niat seseorang muncul untuk mengikuti aturan.

Kesamaan resistensi terhadap perubahan atau penolakan karena diganggu; misalnya, bersikeras bahwa obyek tetap di tempat tertentu sepanjang waktu.

Perilaku ritualistik melibatkan kinerja kegiatan sehari-hari dengan cara yang sama setiap kali. Hal ini sangat erat kaitannya dengan kesamaan dan validasi independen telah menunjukkan penggabungan dua faktor.

Perilaku terbatas adalah keterbatasan dalam fokus, minat, atau kegiatan, seperti keasyikan dengan sebuah program televisi.

Cedera diri termasuk gerakan yang melukai atau bisa melukai orang, seperti menggigit diri sendiri.

DIAGNOSIS

kriteria diagnostik gangguan autistik adalah sebagai berikut (DSM V, 2013) :1. Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial timbal balik:

gangguan yang nyata dalam berbagai tingkah laku non verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, dan posisi tubuh; kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat perkembangan; kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat atau prestasi dengan orang lain; dan kurang mampu melakukan hubungan social atau emosional timbal balik.

2. Gangguan kualitatif dalam komunikasi:

keterlambatan perkembangan bahasa atau tidak bicara sama sekali; pada individu yang mampu berbicara, terdapat gangguan pada kemampuan memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain; penggunaan bahasa yang repetitive atau sulit dimengerti; dan kurangnya kemampuan bermain

3. Pola-pola repetitif dan stereotip yang kaku , minat dan aktivitas:

preokupasi pada satu pola minat atau lebih; infleksibilitas pada rutinitas atau ritual yang spesifik dan non fungsional; gerakan motor yang stereotip dan repetitif; dan preokupasi yang menetap pada bagian-bagian obyek. Seorang anak dapat didiagnosis memiliki gangguan autistik bila simtom-simtom di atas telah tampak sebelum anak mencapai usia 36 bulan.

TATALAKSANA

Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan ASD atau mengobati gejala inti. Namun, ada obat yang dapat membantu beberapa orang dengan ASD berasa lebih baik. Obat mungkin tidak mempengaruhi semua anak dengan cara yang sama. Hal ini penting untuk bekerjasama dengan tenaga kesehatan yang memiliki pengalaman dalam merawat anak-anak dengan ASD. Orang tua dan tenaga kesehatan harus terus memantau kemajuan dan reaksi anak ketika dia sedang minum obat untuk memastikan bahwa efek samping negatif dari pengobatan tidak lebih besar daripada manfaatnya (CDC, 2015).

Beberapa terapi yang dilakukan seperti latihan pendengaran, pelatihan percobaan diskrit, terapi vitamin, terapi anti-jamur, komunikasi difasilitasi, terapi musik, terapi okupasi, terapi fisik, dan integrasi sensorik. Berbagai jenis perawatan secara umum dapat dibagi ke dalam kategori beriku (CDC,2015) :

pendekatan Perilaku dan Komunikasi

pendekatan perilaku dan komunikasi membantu anak-anak dengan ASD. Pendekatan pengobatan penting untuk orang dengan ASD disebut analisis perilaku terapan (ABA). ABA telah diterima secara luas di kalangan tenaga kesehatan dan digunakan di banyak sekolah dan klinik pengobatan. ABA mendorong perilaku positif dan menghambat perilaku negatif dalam rangka meningkatkan berbagai keterampilan. Kemajuan anak dilacak dan diukur.

Ada berbagai jenis ABA. Berikut adalah beberapa contoh:

Pelatihan Percobaan Terpisah (DTT)

Awal Intervensi Perilaku Intensif (EIBI)

Pelatihan Respon Penting (PRT)

Verbal Behavior Intervensi (VBI)

Terapi lain yang dapat menjadi bagian dari program perawatan lengkap untuk anak dengan ASD meliputi: Perkembangan, Individual Differences, Pendekatan Hubungan Berbasis (DIR, juga disebut "Floortime"). Hal ini juga berfokus pada bagaimana anak berhubungan dengan pemandangan, suara, dan bau (CDC, 2015)

Terapi okupasi

Terapi okupasi mengajarkan keterampilan yang membantu orang hidup sebagai mandiri termasuk berpakaian, makan, mandi, dan berhubungan dengan orang-orang (CDC, 2015).

Terapi Integrasi Sensory

Terapi integrasi sensorik membantu orang kesepakatan dengan informasi sensorik, seperti pemandangan, suara, dan bau (CDC, 2015)

Terapi Bicara

Terapi wicara membantu meningkatkan kemampuan komunikasi seseorang. Beberapa orang dapat belajar keterampilan komunikasi verbal. (CDC, 2015).

Sistem Komunikasi dengan gambar (Pecs)

Pecs menggunakan simbol gambar untuk mengajarkan keterampilan komunikasi. Orang diajarkan untuk menggunakan simbol-simbol gambar untuk bertanya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan (CDC, 2015)

Pendekatan diet

Beberapa pengobatan diet telah dikembangkan oleh terapis yang handal. Tetapi banyak dari perawatan ini tidak memiliki dukungan ilmiah untuk rekomendasi luas.

Diet perawatan didasarkan pada gagasan bahwa alergi makanan atau kurangnya vitamin dan mineral menyebabkan gejala ASD. Beberapa orang tua merasa bahwa perubahan pola makan membuat perbedaan dalam bagaimana anak mereka bertindak atau merasa.

Obat

Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan ASD atau bahkan mengobati gejala utama. Tetapi ada obat yang dapat membantu beberapa orang dengan gejala terkait. Sebagai contoh, obat-obatan dapat membantu ketidakmampuan untuk fokus, depresi, atau kejang. Pelengkap dan Pengobatan Alternatif

Untuk meringankan gejala ASD, beberapa orang tua dan tenaga kesehatan menggunakan perawatan yang berada di luar apa yang biasanya direkomendasikan oleh dokter anak. Jenis perawatan yang dikenal sebagai pengobatan komplementer dan alternatif (CAM). Mereka mungkin termasuk diet khusus, khelasi (pengobatan untuk menghilangkan logam berat seperti timbal dari tubuh), biologi (misalnya, secretin), atau sistem berbasis tubuh.PROGNOSIS

Prognosa untuk penyandang autis tidak selalu buruk. Bagi banyak anak, gejala autisme membaik dengan pengobatan dan tergantung pada umur. Dukungan dan layanan tetap dibutuhkan oleh penderita autis walaupun umur bertambah, tetapi ada pula yang dapat bekerja dengan sukses dan hidup mandiri dalam lingkungan yang juga mendukung (Gitayanti, 2010).

KOMPLIKASI

Beberapa anak autis tumbuh dengan menjalani kehidupan normal atau mendekati normal. Anak anak dengan kemunduran kemampuan bahasa di awal kehidupan, biasanya sebelum usia 3 tahun, mempunyai resiko epilepsi atau aktivitas kejang otak. Selama masa remaja, beberapa anak dengan autisme dapat menjadi depresi atau mengalami masalah perilaku.

Beberapa komplikasi yang dapat muncul pada penderita autis antara lain (Kim, 2015):

1. Masalah sensorik

Pasien dengan autis dapat sangat sensitif terhadap input sensorik. Kadang-kadang, pasien autis tidak berespon terhadap beberapa sensai yang ekstrim, antara lain panas, dingin, atau nyeri.

2. Kejang

Kejang merupakan komplikasi yang sangat umum pada autisme. Kejang sering dimulai pada anak-anak autis muda atau remaja.

3. Masalah kesehatan Mental

Menurut National Autistic Society, orang dengan ASD rentan terhadap depresi, kecemasan, perilaku impulsif, dan perubahan suasana hati.

4. Tuberous sclerosis

Gangguan langka ini menyebabkan tumor jinak tumbuh di organ, termasuk otak. BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Autisme adalah suatu kondisi abnormalitas perkembangan sistem saraf yang dimulai saat usia kanak-kanak dan dikarakteristikkan sebagai kendala dalam menjalin komunikasi/ interaksi sosial serta ditandai dengan masalah yang menyangkut masalah prilaku, seperti perilaku yang berulang (repetitive) dan kekurangan rasa tertarik dengan lingkungan sekitarnya. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada laki-laki. Etiologi pastinya masih belum diketahui, tetapi ada keterkaitan kuat dengan factor genetik. Autisme dapat dibedakan oleh beberapa pola gejala bukan satu gejala tunggal. Dalam DSM V dijabarkan mengenai kriteria diagnostik gangguan autistik. Tidak ada obat yang dapat menyembuhkan ASD atau mengobati gejala inti. Prognosa untuk penyandang autis tidak selalu buruk. Beberapa anak autis tumbuh dengan menjalani kehidupan normal atau mendekati normal.DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association, 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Disorder 5ed. Washington DC, London : American Psychiatric Publishing. CDC. 2015. Autism Spectrum Disorder (ASD). http://www.cdc.gov/ncbddd/autism/treatment.html [Accessed on April 14th 2015]

Frank-Briggs A. 2012. Autism in Children: Clinical Features, Management and Challenges. The Nigerian Health Journal. 12(2): 27-30.Gabis L, Pomeroy J, 2014. Etiologic Classification of Autism Spectrum Disorders. IMAJ vol. 16. Accessed on April 13th 2015, Available at http://www.ima.org.il/FilesUpload/IMAJ/0/79/39892.pdf Gitayanti, H, Sylvia, D. Elvira. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.Kim, S. K. (2015). Recent update of autism spectrum disorders.Korean Journal of Pediatrics,58(1), 814. doi:10.3345/kjp.2015.58.1.8NICE. 2013. Autism : The management and support of children and young people on the autism spectrum. Available from https://www.nice.org.uk/guidance/cg170 [Accessed on April 14th 2015]Ratajczak HV, 2011. Theoretical aspects of autism: CausesA review. Journal of Immunotoxicology. 8(1): 6879. Available from http://www.rescuepost.com/files/theoretical-aspects-of-autism-causes-a-review1.pdf [Accessed on April 14th 2015]Samsam M, Ahangari R, Naser SA, 2014. Pathophysiology of autism spectrum disorders: Revisiting gastrointestinal involvement and immune imbalance. World J Gastroenterol. 20(29): 9942-9951. Available from http://www.wjgnet.com/1007-9327/pdf/v20/i29/9942.pdf [Accessed on April 14th 2015]

Watts JT, 2008. The Pathogenesis of Autism. Clinical Medicine: Pathology. 99103. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3160002/ [Accessed on April 14th 2015]