BAB I Agama Hindu

32
20 KREMATORIUM 2011 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian atau meninggalnya seseorang berarti putusnya hubungan dengan dunia nyata atau duniawi yang kemudian akan kembali ke alam baka atau ke akhirat dengan membawa karmanya masing - masing. Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa, sering disebut sebagai sang pencipta kelahiran dan kematian yang berwenang menentukan batas usia seseorang, yang tidak dapat diramalkan oleh manusia, dan kapan waktu yang tepat seseorang berpulang kedunia akhirat. Di dalam perjalanan kematian tersebut tidak ada ketentuan yang pasti terhadap seseorang, tidak ada pilih kasih, tidak ada perbedaan kaya ataupun miskin, juga perbedaan pejabat atau bukan pejabat, ayah atau anak, kakek atau cucu, dan dokter atau pasien, semuanya akan berjalan menuju kearah kematian sesuai dengan kehendak beliau, yang selalu disertakan pula dengan perbuatan serta karmanya semasa masih hidup. Jadi kematian adalah suatu keharusan dari hidup manusia yang kemudian masing-masing bangsa, masing-masing agama, masing-masing suku mempunyai cara-cara tersendiri untuk memberikan penghormatan terakhirnya sebagai manusia yang memiliki peradaban budaya. Khususnya di Bali, umat yang memeluk Agama Hindu menganut kepercayaan adanya upacara pembakaran mayat atau kremasi

Transcript of BAB I Agama Hindu

Page 1: BAB I Agama Hindu

20

KREMATORIUM 2011

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kematian atau meninggalnya seseorang berarti putusnya hubungan dengan dunia

nyata atau duniawi yang kemudian akan kembali ke alam baka atau ke akhirat dengan

membawa karmanya masing - masing. Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang

Maha Esa, sering disebut sebagai sang pencipta kelahiran dan kematian yang berwenang

menentukan batas usia seseorang, yang tidak dapat diramalkan oleh manusia, dan kapan

waktu yang tepat seseorang berpulang kedunia akhirat.

Di dalam perjalanan kematian tersebut tidak ada ketentuan yang pasti terhadap

seseorang, tidak ada pilih kasih, tidak ada perbedaan kaya ataupun miskin, juga perbedaan

pejabat atau bukan pejabat, ayah atau anak, kakek atau cucu, dan dokter atau pasien,

semuanya akan berjalan menuju kearah kematian sesuai dengan kehendak beliau, yang

selalu disertakan pula dengan perbuatan serta karmanya semasa masih hidup.

Jadi kematian adalah suatu keharusan dari hidup manusia yang kemudian masing-

masing bangsa, masing-masing agama, masing-masing suku mempunyai cara-cara

tersendiri untuk memberikan penghormatan terakhirnya sebagai manusia yang memiliki

peradaban budaya.

Khususnya di Bali, umat yang memeluk Agama Hindu menganut kepercayaan adanya

upacara pembakaran mayat atau kremasi yang sering disebut dengan Ngaben. Di dalam

Panca Yadnya, upacara ini termasuk dalam Pitra Yadnya, yaitu upacara yang ditujukan

untuk roh lelulur. Makna upacara Ngaben pada intinya adalah untuk mengembalikan roh

leluhur (orang yang sudah meninggal) ke tempat asalnya. Seorang Pedanda mengatakan

manusia memiliki Bayu, Sabda, Idep, dan setelah meninggal Bayu, Sabda, Idep itu

dikembalikan ke Brahma, Wisnu, Siwa.

Upacara Ngaben biasanya dilaksanakan oleh keluarga, sanak saudara dari orang yang

meninggal, sebagai wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Dalam sekali

upacara ini biasanya menghabiskan dana 15 juta s/d 20 juta rupiah. Tetapi untuk

menanggung beban biaya, tenaga dan lain-lainnya, kini masyarakat sering melakukan

pengabenan secara massal / bersama. Selain itu saat ini ada pula lembaga yang

memfasilitasi upacara pengabenan atau kremasi, seperti Paguyuban MGPSSR (Maha

Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi) yang merupakan salah satu organisasi yang dapat

Page 2: BAB I Agama Hindu

20

KREMATORIUM 2011

membantu beban masayarakat dalam prihal pengabenan. Tetapi saat ini banyak golongan

tua yang tidak setuju dengan adanya krematorium ini karena mereka menganggap hal ini

dapat mengikis adat istiadat Bali. Dimana tradisi ngayah yang ada di setiap desa akan

menjadi berkurang, hal itu disebabkan oleh banyaknya orang yang menggunakan

krematorium ini sebagai tempat untuk pembakaran mayat.

Berdasarkan kesenjangan di atas, hal inilah yang menarik perhatian penulis untuk

membuat makalah mengenai “Eksistensi Krematorium Sebagai Salah Satu Alternatif

Pengabenan di Bali, Antara Solusi dan Kontroversi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1.2.1 Bagaimana eksistensi adanya krematorium sebagai salah satu alternatif

pengabenan di Bali ?

1.2.2 Bagaimana tanggapan mengenai adanya krematorium di tengah adat istiadat bali?

1.3 Tujuan Penulisan

Terkait dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan makalah ini

adalah sebagai berikut:

1.3.1 Untuk mengetahui eksistensi adanya krematorium sebagai salah satu alternative

pengabenan di Bali

1.3.2 Untuk mengetahui tanggapan mengenai adanya krematorium di tengah adat istiadat

bali.

1.4 Manfaat Penulisan

Penulisan makalah ini diharapkan dapat 2ember manfaat sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat akademis, bahwa melalui makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu

upaya untuk menambah wawasan keagamaan khususnya mengenai upacara

pengabenan atau kremasi yang ada di Bali.

1.4.2 Manfaat praktis, yaitu masyarakat dapat mengetahui dampak positif dan dampak

negative adanya krematorium ini jika dilihat dari adat istiadat Bali.

Page 3: BAB I Agama Hindu

20

KREMATORIUM 2011

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan tentang Upacara Ngaben

Ngaben adalah upacara penyucian atma (roh) fase pertama sebagai kewajiban suci

umat Hindu terhadap leluhurnya dengan melakukan prosesi pembakaran jenazah. Dalam

ajaran agama Hindu, badan manusia terdiri dari badan kasar, badan halus dan karma.

Badan kasar manusia dibentuk dari 5 unsur yang disebut Panca Maha Bhuta yaitu pertiwi

(zat padat), apah (zat cair), teja (zat panas) bayu (angin) dan akasa (ruang hampa). Kelima

unsur ini menyatu membentuk fisik manusia dan digerakan oleh atma (roh). Ketika

manusia meninggal, yang mati adalah badan kasar saja, atmanya tidak. Jadi, ngaben

adalah proses penyucian atma atau roh saat meninggalkan badan kasar. Ngaben berasal

dari kata “beya” yang artinya bekal atau “ngabu” yang artinya menjadi abu.

Dalam Hindu diyakini bahwa Dewa Brahma disamping sebagai dewa pencipta juga

adalah dewa api. Jadi ngaben adalah proses penyucian roh dengan menggunakan sarana

api sehingga bisa kembali ke sang pencipta yaitu Brahma. Api yg digunakan adalah api

konkrit untuk membakar jenazah, dan api abstrak berupa mantra pendeta untuk

mempralina yaitu membakar kekotoran yg melekat pada atma/roh.

Upacara Ngaben atau sering pula disebut upacara Pelebon kepada orang yang

meninggal dunia, dianggap sangat penting, ramai dan semarak, karena dengan pengabenan

itu keluarga dapat membebaskan arwah orang yang meninggal dari ikatan-ikatan

duniawinya menuju sorga, atau menjelma kembali ke dunia melalui rienkarnasi.

Hari baik biasanya diberikan oleh para pendeta setelah  melalui konsultasi dan

kalender yang ada. Persiapan biasanya diambil jauh-jauh sebelum hari baik ditetapkan.

Pada saat inilah keluarga mempersiapkan "Bade dan Lembu" yang terbuat dari bambu,

kayu, kertas yang beraneka warna-warni sesuai dengan golongan  atau kedudukan sosial

ekonomi keluarga bersangkutan. “Bade dan Lembu” ini merupakan tempat mayat yang

akan dugunakan dalam melaksanakan Ngaben.

Prosesi ngaben dilakukan dengan berbagai proses upacara dan sarana upakara berupa

sajen dan kelengkapannya sebagai simbol-simbol seperti halnya ritual lain yg sering

dilakukan umat Hindu Bali. Ngaben dilakukan untuk manusia yg meninggal dan masih

ada jenazahnya, juga manusia meninggal yang tidak ada jenazahnya seperti orang tewas

Page 4: BAB I Agama Hindu

20

KREMATORIUM 2011

terseret arus laut dan jenazah tidak diketemukan, kecelakaan pesawat yang jenazahnya

sudah hangus terbakar.

Untuk prosesi ngaben yang jenazahnya tidak ada, dilakukan dengan membuat simbol

dan mengambil sekepal tanah dilokasi meninggalnya kemudian dibakar. Banyak tahap

yang dilakukan dalam ngaben. Dimulai dari memandikan jenazah, ngajum, pembakaran

dan nyekah. Setiap tahap ini memakai sarana banten (sesajen) yg berbeda-beda. Ketika

ada yg meninggal, keluarganya akan menghadap ke pendeta utk menanyakan kapan ada

hari baik utk melaksanakan ngaben. Biasanya akan diberikan waktu yang tidak lebih dari

7 hari sejak hari meninggalnya.

Pagi hari ketika upacara ini dilaksanakan, keluarga dan sanak saudara serta

masyarakat akan berkumpul mempersiapkan upacara. Mayat (layon) akan dibersihkan

atau yang biasa disebut “Nyiramin” oleh masyarakat dan keluarga, “Nyiramin” ini

dipimpin oleh kalangan brahmana sebagai kelompok yang karena status sosialnya

mempunyai kewajiban untuk itu.. Setelah itu mayat akan dipakaikan pakaian adat Bali

seperti layaknya orang yang masih hidup. Sebelum acara puncak dilaksanakan, seluruh

keluarga akan memberikan penghormatan terakhir dan memberikan doa semoga arwah

yang diupacarai memperoleh tempat yang baik. Selanjutnya adalah prosesi ngajum, yaitu

prosesi melepaskan roh dengan membuat symbol-simbol menggunakan kain bergambar

unsur-unsur penyucian roh. Dan setelah semuanya siap, maka mayat akan ditempatkan di

“Bade” untuk diusung beramai-ramai ke kuburan tempat upacara Ngaben, diiringi dengan

gamelan, kidung suci, dan diikuti seluruh keluarga dan masyarakat, di depan “Bade”

terdapat kain putih yang panjang yang bermakna sebagai pembuka jalan sang arwah

menuju tempat asalnya. Di setiap pertigaan atau perempatan maka “Bade” akan diputar

sebanyak 3 kali. Bade biasanya berbentuk padma sebagai simbol rumah Tuhan. Sampai di

kuburan, jenazah dipindahkan dari wadah tadi ke pemalungan, yaitu tempat membakar

jenazah yang terbuat dari batang pohon pisang ditumpuk berbentuk lembu.

Disini kembali dilakukan upacara penyucian roh berupa pralina oleh pendeta atau

orang yg dianggap mampu untuk itu (biasanya dari klan brahmana). Pralina adalah

pembakaran dengan api abstrak berupa mantra peleburan kekotoran atma yg melekat

ditubuh. Kemudian baru dilakukan pembakaran dengan menggunakan api konkrit. Jaman

sekarang sudah tidak menggunakan kayu bakar lagi, tapi memakai api dari kompor

minyak tanah yg menggunakan angin. Umumnya proses pembakaran dari jenazah yang

utuh menjadi abu memerlukan waktu 1 jam. Abu ini kemudian dikumpulkan dalam buah

Page 5: BAB I Agama Hindu

20

KREMATORIUM 2011

kelapa gading untuk dirangkai menjadi sekah. Sekah ini yg dilarung ke laut, karena laut

adalah simbol dari alam semesta dan sekaligus pintu menuju ke rumah Tuhan.

Demikian secara singkat rangkaian prosesi ngaben di Bali. Namun, ada pengecualian

dalam upacara ngaben yaitu untuk bayi yang berumur dibawah 42 hari dan atau belum

tanggal gigi, jenazahnya harus di kubur. Ngabennya dilakukan mengikuti ngaben yang

akan ada jika ada  keluarganya meninggal.

Status kelahiran kembali roh orang yang meninggal dunia berhubungan erat dengan

karma dan perbuatan serta tingkah laku selama hidup sebelumnya.  Secara umum, orang

Bali merasakan bahwa roh yang lahir kembali ke dunia hanya bisa di dalam lingkaran

keluarga yang ada hubungan darah dengannya. Lingkaran hidup mati bagi orang Bali

adalah karena hubungannya dengan leluhurnya.

Karena upacara ini memerlukan tenaga, biaya dan waktu yang panjang dan besar, hal

ini sering dilakukan begitu lama setelah kematian. Jasad orang yang meninggal sering

dikebumikan terlebih dahulu sebelum biaya mencukupi, namun bagi beberapa keluarga

yang mampu upacara ngaben dapat dilakukan secepatnya dengan menyimpan jasad orang

yang telah meninggal di rumah, sambil menunggu waktu yang baik. Upacara Ngaben

biasanya dilaksanakan oleh keluarga sanak saudara dari orang yang meninggal, sebagai

wujud rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya. Dalam sekali upacara ini biasanya

menghabiskan dana 15 juta s/d 20 juta rupiah dan bahkan lebih. Upacara ini biasanya

dilakukan dengan semarak, tidak ada isak tangis, karena di Bali ada suatu keyakinan

bahwa kita tidak boleh menangisi orang yang telah meninggal karena itu dapat

menghambat perjalanan sang arwah menuju tempatnya.

Untuk menanggung beban biaya, tenaga dan lain-lainnya, kini masyarakat sering

melakukan pengabenan secara massal atau bersama. Selain itu ada pula lembaga yang

memfasilitasi upacara pengabenan atau kremasi, seperti Paguyuban MGPSSR (Maha

Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi) yang merupakan salah satu organisasi yang dapat

membantu masayarakat dalam hal ini. Selain itu, Paguyuban MGPSSR juga mengadakan

beberapa acara massal seperti metatah, atma wedana, dan upacara sapuh leger yang akan

diselenggarakan pada bulan Maret nanti.

Page 6: BAB I Agama Hindu

20

KREMATORIUM 2011

2.2 Tinjauan Tentang Paguyuban Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi

Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi adalah salah satu paguyuban yang memberikan

pelayanan kepada masyarakat berupa beberapa pelayanan upacara adat seperti upacara

kremasi yang sering disebut dengan krematorium, atma wedana, metatah, sapuh leger dan

upacara-upacara lainnya.

Paguyuban Mahagotra Pasek Sanak Sapta Rsi ini didirikan pada tanggal 17 April 1952

dan kini diketuai oleh Prof.Dr. I Wayan Wita. Paguyuban ini mulai membangun pusat

krematorium pada tanggal 7 Desember 2008.

Warga Pasek yang tergabung dalam Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR),

meresmikan krematorium ngaben ini dengan tujuan utama yaitu sebagai solusi dari

permasalahan yang diakibatkan oleh seringnya masalah kematian atau ngaben yang

kemudian menjadi masalah atau konflik adat khususnya di daerah-daerah rawan di Bali.

Selain itu pendirian dari paguyuban ini juga didasarkan atas keinginan masyarakat pasek

untuk melaksanakan yadnya. Krematorium ini sudah bisa difungsikan dan terbuka untuk

semua soroh, orang Hindu perantauan,warga yang kena sanksi adat dan lainnya.

Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi adalah nama kelompok bagi warga dengan garis

keturunan pasek, bukan aliran dalam Hindu. Selain warga Pasek yang merupakan

mayoritas, terdapat belasan klan (soroh) lainnya di Bali. Selain itu, keberadaan

krematorium ini diharapkan pula dapat menjadi solusi bagi warga yang kesulitan biaya

dan tenaga untuk upacara ngaben.

Sebuah langkah cemerlang telah dicetuskan oleh komponen Hindu di Bali, betapa

tidak disaat masalah ngaben begitu rentan dengan konflik yang disebabkan berbagai faktor

adat dan individual, keberadaan krematorium ini bisa menjadi salah satu solusi yang dapat

ditawarkan. Selama ini kita dengar dan baca, masalah pengabenan di daerah tertentu di

Bali kerapkali sampai membuat masyarakat bersitegang, umumnya dilatarbelakangi

karena yang si empunya layon yang akan di aben ataupun orang yang akan di aben

tersebut tidak pernah ngayah, ataupun masih belum menunaikan kewajiban adat lainnya.

Dalam setahun kasus-kasus seperti yang terjadi di Klungkung, ataupun di Gianyar, selalu

saja mencuat menghiasi surat kabar lokal dan nasional yang tentu saja memalukan.

Sesungguhnya, masalah-masalah adat ini muncul memerlukan penanganan yang

komprehensif dari lembaga-lembaga adat yang ada. Namun yang paling penting adalah

merevitalisasi cara berpikir masyarakat yang sekiranya masih terbelenggu dengan pola

pikir yang keliru akibat provokasi, rasa dendam, iri hati dan awig-awig yang terasa tidak

Page 7: BAB I Agama Hindu

20

KREMATORIUM 2011

relevan lagi dengan dinamika masyarakat Bali yang semakin melaju deras seiring

perkembangan zaman global.

Paguyuban ini berlokasi di Desa Kedua, Peguyangan, Denpasar Utara, krematorium

direncanakan mulai beroperasi awal tahun 2009. Pembangunan Krematorium di

peguyuban ini yang lebih dikenal dengan nama Krematorium Santhayana telah dimulai

sejak tahun 2008 dan diperkirakan akan menelan biaya total Rp 1 milyar. Saat ini

pembangunan tahap I telah selesai dan di areal itu telah berdiri areal pembakaran jenazah

dan pelinggih (tugu) Prajapati.

Sementara di kantor MGPSSR tempat berlangsungnya Pesamuhan Agung III,

belakang lokasi krematorium ini, Walikota Denpasar IB Dharmawijaya Mantra

meresmikan dengan membuka tabir papan nama Krematorium Santha Yana. Nama Santha

Yana sendiri diberikan oleh sejumlah sulinggih yang artinya jalan damai.

Perihal konflik warga yang memperebutkan hak menggunakan setra (lokasi

pemakaman), hal itu terjadi di antaranya karena sengketa status warga adat atau persoalan

lain. Sayang sekali, jika warga tidak bisa melaksanakan upacara ngaben karena konflik.

Disituasi inilah peranan krematorium ini dirasakan oleh masyarakat. Alasan lainnya

adalah keresahan warga karena mahalnya biaya ngaben. Pembuatan krematorium adalah

jalan realistis untuk mengatasi persoalan ekonomi akibat mahalnya biaya pembakaran

jenazah atau pembuatan bade (wadah jenazah).

Dalam pelaksanaannya Krematorium Santayana ini telah menegaskan bahwa sarana

kremasi ini tidak akan menggantikan desa pekraman sebagai penyelenggara ngaben atau

proses ritual lainnya. Krematorium hanya alternatif  di tengah banyak masalah yang

dihadapi warga ketika melakukan pengabenan. Krematorium ini terbuka untuk  digunakan

oleh umum termasuk warga Hindu perantauan, jenazah tanpa identitas di rumah sakit,

serta warga dari agama lain.

Ketua Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali, I Gusti Ngurah Sudiana pada

pernyataan yang dipublikasikan MGPSSR, menyampaikan  dukungannya pada

krematorium tersebut. Ini merupakan jawaban yang intelektual atas masalah umat saat ini.

Ada sejumlah pilihan yang akan diberikan jasa krematorium ini. Pertama,

menyediakan jasa kremasi saja, yang dibuka untuk semua masyarakat. Kedua,

pelaksanaan ngaben sebelum nyekah, karena nyekah bisa dilakukan di rumah atau tempat

lain. Atau bisa juga ngaben secara penuh di krematorium ini, dengan sarana upacara yang

bisa dibeli atau disiapkan sendiri termasuk sulinggih (pemimpin upacara).

Page 8: BAB I Agama Hindu

20

KREMATORIUM 2011

Hingga saat ini sekitar 3000 warga Hindu dan agama lain telah mendaftar untuk

menggunakan krematorium ini nanti. Menurut Jero Mangku Dalem, saatnya warga Hindu

untuk lebih mengutamakan makna upacara dibanding berfoya-foya mengeluarkan biaya

untuk hal yang bersifat duniawi. Seperti contohnya penggunaan bade (wadah jenazah)

megah yang sebenarnya tidak lumrah digunakan pada masa lalu.

Berikut ini adalah daftar pengurus harian dari Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi yang

bertempat di Peguyangan, Denpasar Utara.

Pengurus Harian:

Ketua umum : Prof. DR. dr. I Wayan Wita, SPJP

Ketua I (Bidang Organisasi dan Hubungan External) : Prof DR.Ir.I Gde Pitana , M.Sc.

Ketua II (Bidang Kepanditaan/Kesulinggihan) : Jro Mangku Drs. I Wayan Sunasdyana, Ak

Ketua III (Bidang Pembangunan) : I Made Jelada , ST

Ketua IV (Bidang Humas, Publikasi dan Advokasi) : I Wayan Wenen, SH.MH

Ketua V (Bidang Usaha dan Dana) : I Gede Sumanasa

Ketua VI (Bidang SDM dan Dharma Wacana) : Prof. DR. I Made Titib, P.Hd

Ketua VII (Bidang Upakara dan Umum) : Jro Mangku Putu Mas Sujana

Sekretaris Umum : I Wayan Winatha

Sekretaris I : I Nyoman Landra, ST

Sekretaris II : I Wayan Gama Tirta, SH,MAg

Sekretaris III : I Wayan Arnata

Bendahara Umum : I Nyoman Tarca Antika

Bendahara I : I Ketut Pasek Winastera, SE

Bendahara I : I Made Hardika Artha

Bidang – Bidang:

1. Bidang Organisasi dan Hubungan

External

1. I Gde Pasek Suardika,SH

2. Drs. Made Adi Djaya, Ak

3. I Ketut Diatmika Yadnya

4. I Ketut Suta, SH.MH

5. I Ketut Tika, S.Ag

6. I Wayan Narka , S.Pd

7. I Ketut Sukania, BA,ST

Page 9: BAB I Agama Hindu

20

KREMATORIUM 2011

2. Bidang Kepanditaan/Kesulinggihan

1. Jro Mangku Made Sudana Yasa

2. Jro Mangku Nyoman Alit

3. Jro Mangku Nyoman Ambara

4. Jro Mangku Wayan Sukadana

5. Jro Mangku I Wayan Candra. (Tegal)

6. Jro Mangku I Wayan Upadana

7. Jro Mangku Ketut Pasek Swastika

3. Bidang Pembangunan

1. I Kadek Sukarma, ST

2. I Wayan Suka Semadi, ST

3. I Wayan Polos

4. I Ketut Jaya

5. I Putu Sandiyasa, ST

6. I Wayan Sukarma

7. I Made Teja.

4. Bidang Humas, Publikasi dan Advokasi

1. I Wayan Budi Arsika, SH

2. I Wayan Ambon Antara,SH

3. I Ketut Gde Waisnawa

4. I Putu Wiswara

5. I Wayan Gede Suardana, SH.MH

6. Jro Mangku Ir. Nyoman Sutadarma

7. I Nyoman Arjana

8. I Nyoman Wirya Suniatmaja

5. Bidang Usaha dan Dana

1. I Wayan Agus Setyawan

2. I Made Budastra

3. I Ketut Santika

4. I Putu Netra

5. I Made Gatra

6. I Made Setia

7. I Wayan Sumita

6. Bidang Sumber Daya Manusia dan

Dharna Wacana

1. Drs. I Wayan Tontra

2. Drs. I Gede Rudia Adiputra,M.Ag

3. Drs. I Made Suwela, M.Pd

4. Drs. I Putu Wilasa

5. Jro Mangku Dalang Drs. Nyoman Sudana

6. I Putu Senter

7. Jro Mangku Ketut Sukarja, M.Pd

Page 10: BAB I Agama Hindu

7. Bidang Upakara dan Umum

1. Jro Mangku Nyoman Alit (Bongkasa)

2. Jro Mangku Ketut Catur

3. Jro Mangku Made Puji

4. Jro Mangku I Wayan Candra ( Braban )

5. Jro Mangku Ketut Edi Asmara

6. Jro Mangku Ketut Dharma

7. Jro Mangku Sukanta

8. Jro Mangku Sri

Team Kesehatan MGPSSR Pusat:

Ketua : Dr. Putu Arya Widiyana Pasek

Anggota : Dr. I Wayan Gunarta

: I Wayan Rusna

: Drs. I Nyoman Cakra, A.Pt

: Dr. Nyoman Sueta

: Dr.Ketut Bajra Nadha

Pengurus Sabha Catur Parhyangan dan Dadya Agung

Ketua : Drs. I Made Suwela, SH,MPd

Wakil Ketua : Putu Senter

Sekretaris : Nyoman Gelgel Waisnawa,SP.SH

Wakil Sekretaris : I Made Oka Adhi Parwatha, M.Si

Anggota : 1. I Ketut Gede Waisnawa. 7. Jro Mangku Nyoman Suarna

2. Putu Gede Kertya, SE 8. I Komang Adria, SE

3. Jro Mangku Drs. Nengah Widiana 9. I Made Pada Yasa

4. I Gede Kusuma Jaya 10. I Ketut Lepik

5. Jro Mangku Sudiartha (Mangku Dalem Sari) 11. I Made Ardika

6. Semua Penglingsir, Dadya dan Dadya Agung

Page 11: BAB I Agama Hindu

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Peguyangan, Denpasar Utara yaitu di gedung secretariat

Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi pada tanggal 29 Januari dan 1 Februari, sedangkan

penulisan dilaksanakan di Jalan Raya Dalung dari tanggal 3-28 Februari 2011.

3.2 Jenis dan Sumber Data

3.2.1 Jenis Data

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Data Primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden. Dalam

hal ini data primer diperoleh langsung dari pengurus Maha Gotra Pasek Sanak

Sapta Rsi.

2. Data sekunder, adalah data yang diperoleh dari pihak lain akan tetapi berkaitan

dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari beberapa

literatur yang berkenaan dengan topik yang dibahas.

3.2.2 Sumber Data

Data yang dipergunakan dalam penelitian ini bersumber dari :

- Wawancara dengan Sekretaris Umum Paguyuban Maha Gotra Pasek Sanak Sapta

Rsi

- Observasi langsung Peguyangan, Denpasar Utara

- Studi Kepustakaan

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan ada 3 yaitu :

- teknik observasi

- kepustakaan

- teknik wawancara (interview)

3.4 Teknik Analisis Data

Berdasarkan pada teknik pengumpulan data, metode yang digunakan untuk mengolah

data adalah metode deskriptif. Dengan metode ini, penulis memaparkan dengan kata –

kata secara jelas dan rinci permasalahan yang dirumuskan berdasarkan kajian kritis sesuai

dengan teori yang melandasinya.

Dengan sistem seperti ini, maka analisis data bersifat verbal sehingga yang muncul

adalah analisis kualitatif berdasarkan data verbal.

Page 12: BAB I Agama Hindu

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Eksistensi Adanya Krematorium Sebagai Salah Satu Alternatif Pengabenan Di Bali

Didirikannya krematorium oleh warga Pasek yang dinamakan Santhayana ternyata

telah menyedot perhatian banyak orang. Krematorium merupakan proses pembakaran

jenazah secara praktis, cepat, dan modern terlepas dari setuju dan tidak setuju, karena

situasi dan kondisi perkembangan zaman.

Di Bali proses pengabenan/pengabuan dilaksanakan sesuai dengan Desa Kala Patra

yang sudah kita warisi secara turun temurun. Secara umum proses pengabenan

merupakan kewajiban dari krama adat membantu proses dan memberikan fasilitas

kepada warganya untuk melaksanakan upacara pengabenan pada kuburan (setra) milik

Desa Adat tersebut. Ketika ada masalah seseorang tidak diberikan menggunakan fasilitas

setra karena tidak ikut mebanjar/ tidak ikut berpartisipasi dalam Desa Adat tersebut

dengan berbagai alasan, maka orang tersebut menggunakan alternatif seperti

krematorium untuk menghindari permasalahan di Desa Adat tersebut. Ini adalah jalan

keluar yang ditempuh pada proses sebuah pengabenan.

Sebuah langkah cemerlang telah dicetuskan oleh komponen Hindu di Bali, betapa

tidak disaat masalah ngaben begitu rentan dengan konflik yang disebabkan berbagai

faktor adat dan individual, keberadaan krematorium ini bisa menjadi salah satu solusi

yang dapat ditawarkan. Selama ini kita dengar dan baca, masalah pengabenan di daerah

tertentu di Bali kerapkali sampai membuat masyarakat bersitegang, umumnya

dilatarbelakangi karena yang si empunya layon yang akan di aben ataupun orang yang

akan di aben tersebut, tidak pernah ngayah, ataupun masih belum menunaikan kewajiban

adat lainnya. Dalam setahun kasus-kasus seperti yang terjadi di Klungkung, ataupun di

Gianyar, selalu saja mencuat menghiasi surat kabar lokal dan nasional yang tentu saja

memalukan. Sesungguhnya, masalah-masalah adat ini muncul memerlukan penanganan

yang komprehensif dari lembaga-lembaga adat yang ada. Namun yang paling penting

adalah merevitalisasi cara berpikir masyarakat yang sekiranya masih terbelenggu dengan

pola pikir yang keliru akibat provokasi, rasa dendam, iri hati dan awig-awig yang terasa

tidak relevan lagi dengan dinamika masyarakat Bali yang semakin melaju deras seiring

perkembangan zaman global.

Menurut Wita, salah satu alasan utama pembangunan krematorium Hindu pertama di

Bali ini adalah karena urusan kematian dan orang meninggal kerap menjadi masalah di

Page 13: BAB I Agama Hindu

daerah-daerah rawan di Bali. Masalah penguburan jenasah dan ngaben yang sudah lama

terjadi membuat banyak orang merasa jengah dan malu. Permasalahan ini pun sering

menyedot perhatian banyak orang termasuk agama lain. Alasan tersebut pun yang

melatarbelakangi didirikannya krematorium di Bali.

Dengan adanya krematorium yang dianggap sebagai solusi untuk melepaskan diri dari

permasalahan adat yang kerap dialami oleh orang-orang yang mempunyai masalah adat

di desanya, seperti mendapatkan angin segar yang menjamin penghidupannya saat

meninggal nanti. Di tengah era globalisasi seperti saat ini, kehadiran krematorium pun

sangat membantu karena pembuatan krematorium adalah jalan realistis untuk mengatasi

persoalan ekonomi akibat mahalnya biaya pembakaran jenasah atau pembuatan bade

(wadah jenasah). Selain itu kemudahan tersebut dapat dilihat dari banyaknya orang yang

dapat dengan mudah bergabung menjadi salah satu anggota krematorium. Selain untuk

warga yang terkena sanksi adat, krematorium ini terbuka untuk digunakan oleh semua

warga Hindu termasuk warga Hindu perantauan, warga Hindu yang non-Bali, jenazah

tanpa identitas di rumah sakit, serta warga dari agama lain.

Hal ini pun disambut baik oleh beberapa orang yang menganggap bahwa dengan

kehadiran krematorium di tengah-tengah masyarakat dapat mengakhiri permasalahan

sengketa adat yang berujung pada larangan bagi warga untuk melakukan penguburan

jenazah dan ngaben di setra (kuburan) milik desa. Hal ini pun yang menjadi salah satu

pendorong bagi warga Pasek yang membangun krematorium. Menurut Wita pun,

masalah ngaben janganlah dijadikan konflik di masyarakat.

Di samping itu, banyak juga warga masyarakat yang meresahkan kehadiran

krematorium ini. Akan tetapi, pihak Pasek sangat percaya diri bahwa tujuan mereka

untuk meringankan beban masyarakat dalam hal biaya dan menyelesaikan masalah

ngaben merupakan jalan keluar yang terbaik untuk menyelesaikan masalah adat kita, dan

tentunya penggunaan krematorium harus disepakati terlebih dahulu oleh semua pihak.

Ada sejumlah pilihan yang akan diberikan jasa krematorium ini. Pertama,

menyediakan jasa kremasi saja, yang dibuka untuk semua masyarakat. Kedua,

pelaksanaan ngaben sebelum nyekah, karena nyekah bisa dilakukan di rumah atau

tempat lain. Atau bisa juga ngaben secara penuh di krematorium ini, dengan sarana

upacara yang bisa dibeli atau disiapkan sendiri termasuk sulinggih (pemimpin upacara).

Hingga saat ini, keberadaan krematorium semakin dikenal oleh masyarakat luas.

Bahkan banyak anggotanya yang berasal dari luar Peguyangan seperti, Tabanan,

Page 14: BAB I Agama Hindu

Gianyar, Buleleng, dll bergabung dalam organisasi ini. Hal ini pun menunjukkan

eksistensi krematorium yang semakin pesat di masyarakat.

4.2 Tanggapan Mengenai Adanya Krematorium Di Tengah Adat Istiadat Bali

Harus di akui keberadaan krematorium ngaben yang digagas oleh Warga Pasek ini

merupakan salah satu terobosan pemecah kebuntuan terhadap begitu seringnya kasus-

kasus adat saat ini. Namun, di lain sisi kontroversi terhadap keberadaan krematorium ini

wajar terjadi dalam dinamika berfikir masyarakat Bali. Kewajaran terhadap kontroversi

inilah yang juga perlu dikhawatirkan menjadi kontroversi yang terjadi terus menerus.

Dikatakan demikian karena di setiap Desa pekraman di Bali sudah ada setra/kuburan

yang setiap pelaksanaan ngabennya disesuaikan dengan Desa Mewacara yang berlaku di

wilayah desa pekraman tersebut. Nah, kalau dalam suatu keluarga yang kesepekang,

setiap ada anggota keluarganya meninggal, mayatnya akan di krematoriumkan. Artinya,

akan terpelihara suatu disharmoni adat dimana pihak yang kesepakang akan merasa

“nyaman” karena sudah ada krematorium. Di sisi lain, hubungan sosial-adat di desa

pekraman terganggu disebabkan ada salah satu warga yang mengambil “jalan lain ini”.

Meskipun banyak pihak yang menyetujui keberadaan krematorium ini, namun banyak

pula yang kontra terhadap hal tersebut. Letak yang kurang strategis, yaitu masih berada

di tengah keramaian masyarakat menyebabkan banyak pendapat yang menyatakan

kurang setuju dengan keberadaan krematorium ini. Ini dikarenakan, banyak penduduk

sekitar yang merasa terganggu jika ada upacara pengabenan yang tidak berhubungan

dengan desa adat tersebut. Hal ini pun mengundang kemarahan karena banyaknya para

pemedek (anggota keluarga yang di kremasi) memenuhi dan menghambat kelancaran

lalu lintas di sekitas daerah tersebut.

Sejalan dengan perkembangan zaman, tentu hal ini sangat menjanjikan. Namun yang

dikhawatirkan adalah perlombaan setiap soroh membuat krematorium. Jika semakin

lama semakin banyak pendirian krematorium di Bali, dikhawatirkan akan berdampak

pada terkikisnya nilai-nilai adat pengabenan yang sudah berlangsung selama ini. Hal ini

dapat terjadi karena warga desa adat telah tergiur dengan kemudahan yang diberikan

oleh pihak krematorium dalam proses pengabenan. Tidak dapat dihindari bahwa

kehadiran krematorium membuat masyarakat berpikir bahwa kegiatan yang berlangsung

di desa adat pekraman tidak penting lagi. Mereka merasa tidak perlu takut untuk terkena

sanksi di desa adat, karena jika mereka meninggal, proses pengabenan jenasah mereka

Page 15: BAB I Agama Hindu

telah terjamin. Hal ini perlu dijelaskan secara rinci oleh pengelola Krematorium agar

kontroversi yang kiranya terjadi bisa diminimalisir.

Kembali kepada Bali, permasalahan adat yang tidak mendukung seharusnya tidak

menyebabkan umat kemudian ngambul (ngambek) dan mengeluarkan ide untuk lepas

dari keterikatan adat dan melakukan Pitra Yadnya dengan jalan Krematorium, sehingga

tidak perlu melibatkan masyarakat desa. Dari beberapa tulisan yang ada, banyak yang

ingin adat Bali tetap eksis karena kekuatan Bali bertujuan untuk mengajegkan Hindu.

Kalau memang sepakat bahwa adat/tradisi Bali perlu tetap di jaga kelestariannya, maka

tentunya kita sepakat juga untuk sama-sama berusaha apakah itu lewat prajuru adat,

Majelis Desa Pakraman, atau lewat LSM Hindu untuk bergerak bersama meluruskan

adat yang keliru. Sehingga upacara Pitra Yadnya atau kematian dapat dilakukan denagn

dua pilihan yaitu upacara pengabenan yang dilakukan dengan sarana krematorium atau

tetap secara tradisi (dibakar). Karena jika ada yang berbeda atau keluar dari keterikatan

adat sesungguhnya adalah sudah terjadi dis-harmonisasi dalam kehidupan masyarakat,

dan sudah pasti menyimpang dengan ajaran agama. Maka dari itu sebelum bertindak

lebih lanjut, maka kembali dulu kepada akar permasalahan dimana kalau adat

penyebabnya, maka satukan langkah untuk mengatasi masalah pengabenan tersebut.

Sebagai akhir kata, mari kembalikan masalah Pitra Yadnya atau Upacara Kematian ini

kepada para Sulinggih kita, baik asal Bali atau luar Bali, karena mereka tentunya lebih

bijaksana melihat sesuatu hal. Karena mereka memiliki dasar Sastra Agama yang bisa

dijadikan pedoman. Para intelektual Hindu atau para tokoh masyarakat yang terlibat

dengan hal ini juga silahkan memberikan masukan, tetapi pada akhirnya yang dijadikan

pedoman adalah ”yang bisa disepakati bersama dengan dasar sastra Hindu” bukan

berjalan sendiri-sendiri yang pada akhirnya Bali akan berbeda-beda dalam pelaksanaan

ritual yadnya bukan karena demokratis tetapi karena para umat dan tokohnya tidak mau

bersatu.

Page 16: BAB I Agama Hindu

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Krematorium merupakan proses pembakaran jenazah secara praktis, cepat, dan

modern terlepas dari setuju dan tidak setuju, karena situasi dan kondisi

perkembangan zaman. Keberadaan krematorium dianggap sebagai solusi untuk

melepaskan diri dari permasalahan adat yang kerap dialami oleh orang-orang yang

mempunyai masalah adat di desanya, seperti mendapatkan angin segar yang

menjamin penghidupannya saat meninggal nanti.

5.1.2 Meskipun banyak pihak yang menyetujui keberadaan krematorium ini, namun

banyak pula yang kontra terhadap hal tersebut. Jika semakin lama semakin banyak

pendirian krematorium di Bali, dikhawatirkan akan berdampak pada terkikisnya

nilai-nilai adat pengabenan yang sudah berlangsung selama ini. Hal ini dapat

terjadi karena warga desa adat telah tergiur dengan kemudahan yang diberikan oleh

pihak krematorium dalam proses pengabenan. Tidak dapat dihindari bahwa

kehadiran krematorium membuat masyarakat berpikir bahwa kegiatan yang

berlangsung di desa adat pekraman tidak penting lagi.

5.2 Saran

5.2.1 Disarankan kepada masyarakat khususnya warga desa adat agar memanfaatkan

krematorium seperlunya saja, dengan tetap mempertahankan nilai-nilai atau adat

istiadat yang berada di desa pekraman.

5.2.2 Disarankan kepada Pemerintah propinsi Bali agar melalui instansi terkait bersikap

aktif dalam menangani keberadaan krematorium, sehingga segala efek negatif dari

kontroversi yang mungkin terjadi dapat diantisipasi sedini mungkin.

Page 17: BAB I Agama Hindu

DAFTAR PERTANYAAN

1. Apa tujuan awal didirikannya krematorium di paguyuban Mahagotra Pasek ini ?

2. Kapan mulai dibangunnya paguyuban mahagotra pasek ?

3. Kapan mulai diadakannya krematorium di paguyuban Maha Gotra Pasek?

4. Bagaimana cara orang-orang luar yang ingin ikut serta menjadi anggota dalam

paguyuban ini?

5. Apa yang biasanya menjadi alasan bagi orang-orang untuk menjadikan paguyuban ini

sebagai pilihan untk melakukan kremasi?

6. Bagaimana proses kremasi yang dlakukan oleh paguyuban Maha Gotra Pasek ?

7. Adakah tujuan umun dan tujuan khusus didirikannya krematorium di paguyuban ini

jika ditinjau dari Agama Hindu ?

8. Selama ini bagaimanakah tanggapan masyarakat mengenai dibentuknya pelayanan

krematorium bagi Umat Hindu ?

9. Selama pelayanan krematorium ini, pernahkah ada konflik yang terjadi antara

paguyuban dengan adat sekitar?

10. Apakah ada perbedaan prosesi kremasi antara yang dilakukan oleh paguyuban ini

dengan yang biasa dilakukan di desa adat?

11. Apa saja pembagian tugas bagi para anggota paguyuban saat proses kremasi

berlangsung?

12. Bagaimana tanggapan pemerintah megenai keberadaan paguyuban dalam

menyediakan pelayanan kremasi bagi Umat Hindu di Bali?

13. Bagaimana tanggapan anda mengenai kontroversi yang ada di televisi mengenai

pendapat golongan tua bahwa proses kremasi ini akan mengikis adat istiadat di Bali ?

14. Selain upacara kremasi, upacara apakah yang juga dilayani oleh Maha Gotra Pasek ?

15. Alat-alat apa saja yang harus disediakan oleh pemilet yang mengikuti upacara kremasi

di paguyuban ini ?

Page 18: BAB I Agama Hindu

DATA NARASUMBER

1. NAMA : I WAYAN WINATA

JABATAN : SEKRETARIS UMUM MAHA GOTRA PASEK SAPTA RSI

2. NAMA : I WAYAN ARNATA

JABATAN : SEKRETARIS III MAHA GOTRA PASEK SAPTA RSI

Page 19: BAB I Agama Hindu

DAFTAR PUSTAKA

file:///G:/AGAMA/krematorium-alternatif-tempat-ngaben-sederhana.html

file:///G:/AGAMA/main.php.htm

file:///G:/AGAMA/msg16423.html

file:///G:/AGAMA/perlukah-krematorium-bagi-umat-hindu.html

file:///G:/AGAMA/Raditya_Cetak.asp.htm

file:///H:/NGABEN%20makalah/235.htm

file:///H:/NGABEN%20makalah/news.html

file:///H:/NGABEN%20makalah/Ngaben.Tak.Sekadar.Bakar.Mayat.htm

file:///H:/NGABEN%20makalah/Upacara%20Adat%20Ngaben%20Umat%20Hindu

%20Bali%20%C2%AB%20dewaputu.co.cc.htm

file:///H:/NGABEN%20makalah/Upacara%20Ngaben%20Bali.htm

file:///H:/NGABEN%20makalah/Upacara-Adat-Ngaben-Umat-Hindu.htm

Page 20: BAB I Agama Hindu

RINCIAN BIAYA KREMASIKREMATORIUM SANTHYA YANA

PAKET URAIAN JUMLAH HARGA

IUpacara Mekinsan Di Geni(Biaya Ambulance, Pembakaran, Banten serta Sesari)

Rp. 5.500.000,-

IIUpacara Ngaben Sampai Ngayut(Biaya Ambulance, Pembakaran, Banten serta Sesari)

Rp. 11.000.000,-

IIIUpacara Ngaben Nganyut Sampai Nyekah (Memukur)(Biaya Ambulance, Pembakaran, Banten serta Sesari)

Rp. 19.000.000,-

IVUpacara Nyekah Atau Memukur(Biaya Banten serta Sesari)

Rp. 9.000.000,-

V Banten Ngelinggihang (Kalau memerlukan) Rp. 1000.000,-

VI Banten Ngerorasin (Kalau memerlukan) Rp. 1.500.000,-

VII

Pemakaian Angklung (Kalau memerlukan)1. Ngaben (1 Kali)2. Ngaben dan Memukur (2 Kali)

NB. Konsumsi Sekaa Angklung ditanggung Pemesan)

VII Banten Penyanggra

1. Banten Bebangkitan Babi Rp. 3.000.000,-

2. Bebangkitan Bebek Rp. 2.000.000,-

3. Suci Per Buah Rp. 20.000,-

Catatan : Harga sewaktu-waktu dapat berubah tanpa pemberitahuan sebelumnya Pemakaian Ambulance tersebut diatas jarak maksimal 50 Km Kremasi diatas pukul 18.00 wita dikenakan biaya tambahan sebesar Rp.500.000 Uang muka 75% dari pemesanan dan dilunasi sebelum pelaksanaan Kremasi Jika batal uang muka kembali Membawa persyaratan administrasi sebagai berikut :

1. Surat keterangan Kematian dan Rumah Sakit / Kelian Banjar2. Surat pernyataan penanggung jawab 3. Fotocopy KTP. dan KK. Yang meninggal atau yang dikremasi4. Fotocopy KTP. Penanggung jawab5. Mengisi Biodata Almarhum