BAB I abses

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Abses adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak (1,2) . Abses otak pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan. Morgagni (1682–1771) pertama kali melaporkan Abses Otak yang disebabkan oleh peradangan telinga (3). Dalam populasi terdapat dewasa memiliki probabilitas lebih besar daripada anak-anak, dominasi laki-laki dibanding perempuang (rasio 2: 1 sampai 3: 1) dengan usia rata-rata 30 sampai 40 tahun, meskipun distribusi usia bervariasi tergantung pada Kondisi predisposisi yang menyebabkan pembentukan abses otak 3 . Abses terbentuk biasanya terjadi setelah prosedur operasi atau pada trauma kepala. Pada kasus ini, infeksi yang sering terjadi disebabkan karena kolonisasi bakteri, seperti Staphylococcus aureus dan S. epidermidis, atau basil gram negatif. 22 Abses otak yang berdekatan dengan fokus infeksi parameningeal (misalnya, telinga tengah, mastoid, dan sinus) berfrekuensi disebabkan oleh spesies Streptococcus,tapi Stafilokokus dan abses polimikrobial (termasuk yang disebabkan oleh anaerob dan basil gram negatif) juga terjadi. 1

description

abses

Transcript of BAB I abses

Page 1: BAB I abses

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Abses adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan otak(1,2) . Abses

otak pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak dilaporkan.

Morgagni (1682–1771) pertama kali melaporkan Abses Otak yang disebabkan oleh

peradangan telinga(3).

Dalam populasi terdapat dewasa memiliki probabilitas lebih besar daripada anak-

anak, dominasi laki-laki dibanding perempuang (rasio 2: 1 sampai 3: 1) dengan usia rata-

rata 30 sampai 40 tahun, meskipun distribusi usia bervariasi tergantung pada Kondisi

predisposisi yang menyebabkan pembentukan abses otak 3.

Abses terbentuk biasanya terjadi setelah prosedur operasi atau pada trauma

kepala. Pada kasus ini, infeksi yang sering terjadi disebabkan karena kolonisasi bakteri,

seperti Staphylococcus aureus dan S. epidermidis, atau basil gram negatif.22 Abses otak

yang berdekatan dengan fokus infeksi parameningeal (misalnya, telinga tengah, mastoid,

dan sinus) berfrekuensi disebabkan oleh spesies Streptococcus,tapi Stafilokokus dan

abses polimikrobial (termasuk yang disebabkan oleh anaerob dan basil gram negatif) juga

terjadi.

Penyebaran hematogen bakteri dikaitkan dengan adanya penyakit jantung yang

mendasari (misalnya endokarditis atau defek jantung kongenital), penyakit paru (fistula

arteriovenosa),18atau fokus infeksi lain seperti pada kulit, sinus paranasal, infeksi gigi.19

Streptokokus dan Stafilokokus sering teridentifikasi setelah penyebaran secara

hematogen.Penyebab mikroba pada abses otak yang disebabkan oleh sinus paranalis atau

pada infeksi gigi seringkali polimikroba.

Pada beberapa penderita dihubungkan dengan kelainan jantung bawaan

sianotik(4,5,6). Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri, jamur dan parasit

tertentu(2,7,8,9). Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah,

1

Page 2: BAB I abses

perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan kardiopulmoner.

Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya (1,7).

Gejala klinik abses otak berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan

malaise, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai lokalisasi

abses(1,7). Terapi abses otak terdiri dari pemberian antibiotik dan pembedahan(4,7,8,9,10).

Tanpa pengobatan, prognosis abses otak jelek(2,6,7).

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan karya tulis ini ditujukan untuk mempelajari abses otak pada pasien hiv

berlandaskan teori guna memahami angka kejadian, etiologi, patofisiologi, gambaran

klinik, diagnosis, penanganan dan prognosis, sehingga mampu mengoptimalisasi

kemampuan dan pelayanan dalam merawat pasien yang terkena abses otak dengan hiv.

2

Page 3: BAB I abses

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

OTAK2.1 ANATOMI KEPALA

2.1.1 Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit,

connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika,

loose connective tissue atau jaringan penunjang longgar dan pericranium.

2.1.2 Tulang Tengkorak

Tengkorak adalah tulang kerangka dari kepala yang disusun menjadi dua

bagian yaitu kranium (kalvaria) yang terdiri atas delapan tulang dan kerangka wajah

yang terdiri atas empat belas tulang. Rongga tengkorak mempunyai permukaan atas

yang dikenal sebagai kubah tengkorak, licin pada permukaan luar dan pada

permukaan dalam ditandai dengan gili-gili dan lekukan supaya dapat sesuai dengan

otak dan pembuluh darah. Permukaan bawah dari rongga dikenal sebagai dasar

tengkorak atau basis kranii. Dasar tengkorak ditembusi oleh banyak lubang supaya

dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah.

2.1.3 Meningia

Meningia merupakan selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang

belakang. Fungsi meningia yaitu melindungi struktur saraf halus yang membawa

pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan serebrospinal), dan memperkecil benturan

atau getaran terdiri atas 3 lapisan, yaitu :

1. Duramater (Lapisan sebelah luar)

Duramater adalah selaput keras pembungkus otak yang berasal dari

jaringan ikat tebal dan kuat, dibagian tengkorak terdiri dari selaput tulang

tengkorak dan duramater propia di bagian dalam. Di dalam kanalis vertebralis

kedua lapisan ini terpisah. Duramater pada tempat tertentu mengandung rongga

yang mengalirkan darah vena dari otak, rongga ini dinamakan sinus longitudinal

superior yang terletak diantara kedua hemisfer otak.

3

Page 4: BAB I abses

2. Arachnoid (Lapisan tengah)

Arachnoid adalah membran impermeabel halus yang meliputi otak dan

terletak diantara piamater di sebelah dalam dan duramater di sebelah luar. Selaput

ini dipisahkan dari duramater oleh potensial, disebut spatium subdural, dan dari

piamater oleh spatium subarachnoideum, yang terisi oleh cairan serebrospinal.

3. Piamater (Lapisan sebelah dalam)

Piamater adalah membran vaskular yang dengan erat membungkus otak,

meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membran ini

membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri – arteri yang

masuk ke dalam substansi otak juga diliputi oleh piamater.

2.2.1. Otak

Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan

pusat komputer dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak di

dalam rongga tengkorak (kranium) yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.

Otak terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum), dan batang otak

(Trunkus serebri). Besar otak orang dewasa kira-kira 1300 gram, 7/8 bagian berat

terdiri dari otak besar.

Gambar 2.1 Anatomi Otak

1. Otak besar (cerebrum)

Otak besar adalah bagian terbesar dari otak dan terdiri dari dua

hemispherium cerebri yang dihubungkan oleh massa substansia alba yang

disebut corpus callosum. Setiap hemisfer terbentang dari os frontale sampai

ke os occipitale, diatas fossa cranii anterior, media, dan posterior, diatas

4

Page 5: BAB I abses

tentorium cerebelli. Hemisfer dipisahkan oleh sebuah celah dalam, yaitu fossa

longitudinalis cerebri, tempat menonjolnya falx cerebri.

2. Otak kecil (cerebellum)

Otak kecil terletak dibawah otak besar. Terdiri dari dua belahan

yang dihubungkan oleh jembatan varol, yang menyampaikan rangsangan pada

kedua belahan dan menyampaikan rangsangan dari bagian lain.

3. Batang Otak (Trunkus serebri)

a. Diensefalon

b. Mesensefalon

c. Pons varoli

d. Medula oblongata

2.2.3 Cairan Serebrospinal

Cairan serebrospinal adalah hasil sekresi plexus khoroid. Cairan ini

bersifat alkali, bening mirip plasma dengan tekanannya 60-140 mm air. Sirkulasi

cairan serebrospinal yaitu cairan ini disalurkan oleh plexus khoroid ke dalam

ventrikel-ventrikel yang ada di dalam otak.

Cairan itu masuk ke dalam kanalis sentralis sumsum tulang belakang dan

juga ke dalam ruang subaraknoid melalui celah-celah yang terdapat pada ventrikel

keempat. Setelah itu cairan ini dapat melintasi ruangan di atas seluruh permukaan

otak dan sumsum tulang belakang hingga akhirnya kembali ke sirkulasi vena

melalui granulasi araknoid pada sinus sagitalis superior.

2.2 Fisiologi Otak

Secara anatomis, bongkahan otak dibagi menjadi otak besar (cerebrum), otak

kecil (cerebellum), dan batang otak (brain stem). Pembelajaran sangat berhubungan

dengan otak besar, sedangkan otak kecil lebih bertanggung jawab dalam proses

koordinasi dan keseimbangan. Batang otak untuk mengatur fungsi dasar kehidupan,

misalnya denyut jantung, pernapasan, dll.3

5

Page 6: BAB I abses

Otak kiri : cara berpikir linier, sekuensial, mengatur hal-hal yang bersifat rasional,

berurusan dengan kata-kata, bahasa, dan matematika.

Otak kanan : berhubungan dengan kreativitas, seni, musik, gambar, warna.

Gambar 2.1 Anatomi Otak

Serebri (otak besar)

Lobus frontal (di depan dahi) : fungsi penting yaitu pengatur motoric, pusat bicara

motoric, pusat emosi, pusat berpikir, pusat perilaku, pusat inisiatif.

Lobus temporal (di seputaran telinga) : Lobus ini berperan sebagai pusat

pendengaran, pengertian bahasa, pemahaman suara, dan irama music, serta

pengaturan fungsi memori

Lobus parietal (di puncak kepala) : Fungsi lobus ini sebagai pusat pemroses

sensori somato-sensorik yang meliputi nyeri, suhu, taktik, dan penilaian objek

dalam orientasi ruang.

6

Page 7: BAB I abses

Lobus occipital (di belakang) : Perannya adalah sebagai pusat penerima dan

penganalisa penglihatan, dan untuk mengenali penglihatan serta warna.2

Gambar 2.2 : Homunculus Brain

Serebellum (otak kecil)

Serebellum memliki fungsi utama koordinasi gerakan volunteer

terlatih dengan mempengaruhi aktivitas otot, mengontrol keseimbangan, dan

tonus otot melalui hubungan dengan system vestibular dan medulla spinalis.2

Diensefalon

Thalamus juga merupakan bagian dari system pengaktifan reticular.

Hipotalamus membentuk dasar diensefalon, hipotalamus berintergrasi dan

mengarahkan informasi mengenai suhu, rasa lapar, aktifitas susunan saraf

ototnom, dan status emosi.

Batang otak

Terdiri dari medulla oblongata, pons, dan mesensefalon. Pada bagian

dorsal batang otak terdapat formasio retikularis yang mengatur fungsi

kesadaran, sirkulasi darah, pernapasan, dan fungsi vital lainnya.2

7

Page 8: BAB I abses

Medulla spinalis

Fungsi dari medulla spinalis yaitu jalur penjalaran impuls saraf dari

dan ke otak, jalur utama yang memhubungkan otak dan system saraf tepi,

pusat refleks utama. Medulla spinalis dibungkus oleh tulang belakang

(vertebra) yang keras untuk melindungi chorda spinalis dan meninges yang

membungkus otak dan chorda spinalis yang mengandung cairan serebrospinal

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

8

Page 9: BAB I abses

ABSES OTAK pada PASIEN HIV

3.1 Definisi Abses Otak

Abses otak adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan terlokalisasi

pada satu atau lebih area dalam otak11. Penyebab oleh karena adanya inflamasi dan

kumpulan bahan supuratif yang berasal dari lokal ( infeksi telinga, abses gigi, infeksi

sinus paranasal, infeksi mastoid pada os temporal, abses epidural) atau sumber infeksi

yang jauh (paru, jantung, ginjal dll) yang disebabkan oleh bakteri piogenik.5 Abses otak

ini bisa terjadi pada semua umur, tetapi lebih sering terjadi pada dekade ke tiga dari

kehidupan.7 Pria terkena 2 kali lebih sering dibanding wanita.4

3.2 Epidemiologi Abses Otak

Meskipun adanya kemajuan dalam teknik pencitraan, diagnose laboratorium,

intervensi bedah dan pengobatan antimikroba, abses otak tetap menjadi masalah klinis

yang menantang dengan tingkat kasus kematian yang cukup besar. Abses otak dapat

disebabkan oleh bakteri, mikrobakteri, jamur, parasit (cacing dan protozoa) dan

dilaporkan berkisar 0.4-0.9 kasus per 100.000 populasi. 1-2 insiden kebih meningkat

pada pasien imunosupresan.12

Dalam populasi terdapat dewasa usia lanjut memiliki probabilitas lebih besar

daripada anak-anak, dominasi laki-laki dibanding perempuang (rasio 2: 1 sampai 3: 1)

dengan usia rata-rata 30 sampai 40 tahun, meskipun distribusi usia bervariasi tergantung

pada kondisi predisposisi yang menyebabkan pembentukan abses otak 13.

Pasien dengan imunosupresi akut atau kronis, atau orang-orang dengan acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS) telah gangguan otak fokal yang paling umum.

Faktor risiko termasuk CD4 + sel jumlah rendah, infeksi oportunistik sebelumnya,

penggunaan narkoba suntikan, dan kurangnya profilaksis 14.

Kematian pasien abses otak dengan hiv dapat mengalami penurunan dengan

mendekteksi dini melalui pengenalan CT scan yang dapat menengakkan diagnosis awal

dan lokalisasi akurat.15,16 kemajuan lebih lanjut dalam mikroorganisme isolasi dan

identifikasi, antimikroba unggul dengan cairan serebrospinal (CSF) penetrasi dan aspirasi

telah membantu menegakan diagnosa15 Kematian terutama dipengaruhi oleh usia dan

kondisi neurologis saat masuk, keterlambatan rawat inap, defisit neurologis fokal saat

9

Page 10: BAB I abses

masuk, kekebalan gangguan pasien, diabetes mellitus yang tidak terkontrol, kadar CD4

dan Glasgow Coma Scale (GCS) <12 dapat berhubungan dan defisit neurologis

permanen. 17

3.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Penyebab dari berbagai macam mikroba dan apakah pasien immunocompromized

atau tidak. Pada pasien immunocompromized akan memburuk kondisi pasien karena daya

tahan tubuh dari pasien. Streptococcus adalah bakteri yang paling umum (70%) dari

pasien dengan abses otak karena mikroba ini13

Tabel 3.1 Tabel Penyebab Mikroba pada Abses Otak

Meningkatnya penggunaan obat imunosupresan, kortikosteroid, dan lainnya telah

memodifikasi lingkungan bakteri sehingga meningkatkan frekuensi patogen oportunistik

yang menyebabkan abses otak, dan tidak ada hanya karena obat-obatan, pasien alkoholik,

kondisi neurologis parah dan melemahkan (penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, atau

infeksi HIV / AIDS), beresiko tinggi menderita abses otak oportunistik.

Dalam imunosupresi, spesies Nocardia, Toxoplasma dan jamur seperti

Aspergillus atau Scedosporium yang lebih mungkin terjadi. Pada pasien imigran perlu

10

Page 11: BAB I abses

dipertimbangkan parasit lainnya (misalnya cysticercosis, Entamoeba histolytica,

Schistosoma, dan Paragonimus). Pada Negara berkembang, patogen lain seperti Taenia,

E. histolytica, Schistosoma, Echinococcus, dan Paragonimus.9

3.4 Faktor Resiko Abses Otak

Tanpa faktor/sumber yang diketahui (21%)

Didahului infeksi fokal (sinusitis atau mastoiditis) (19%)

Berasal dari jantung (penyakit jantung sianostik congenital) (18%)

Pascabses otakperasi intracranial (17%)

Pascatrauma intracranial (9%)

Bersumber dari paru (7%)

Pada penderita imunosupresi (HIV) (5%) 11

3.5 Patofisiologi Abses Otak

Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di

sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung

seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran

hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia

alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat

permukaan otak pada lobus tertentu(2,7).

Abses otak bersifat soliter atau multipel. Multiple biasanya ditemukan pada

penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah

sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini

memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang

sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap

bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kiri maka bakteremi yang

biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi

sistemik yang kemudian ke daerah infark.

Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun. Dua pertiga abses otak adalah

soliter, hanya sepertiga abses otak adalah multipel(2) Pada tahap awal abses otak terjadi

reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai oedem,

11

Page 12: BAB I abses

perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik perdarahan. Setelah

beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi

sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi

jaringan yang nekroti. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan

fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul

antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.

Beberapa ahli membagi perubahan patologi abses otak dalam 4 stadium yaitu

1. Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)

Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit,

limfosit dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari

pertama dan meningkat pada hari ke 3.dan ditandai dengan penumpukan neutrophil,

jaringan nekrosis dan edema disekeliling white matter sertadijumpai aktivitasi

mikroglia dan astrosit.6,8

2. Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)

Stadium ini berlangsung dari hari 4-9 dan ditandai denganadanya infiltrasi

makrofag dan limfosit8. Inti dari serebritis menjadi nekrosis serta meluas dan

mulaiterbentuk kapsul fibroblast.2 3 6

3. Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)

Berlangsung hari ke 10-13 ditandai dengan penurunan inti nekrosis. Pusat

nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast meningkat

dalam pembentukan kapsul.2,6

4. Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)

Stadium ini berlangsun pada hari ke 14. Kapsul`matang dan tebal mengelilingi

bagian tengah berongga yang mengandung sel debris dan sel – sel polimorfnuklea.

Pada pasien imunokompromise berat, yang menjalani terapi imunosupresan

serta mendapatkan donor organ atau transplantasi stem sel hematopoetik atau pada

infeksi HIV,20 sering dihubungkan dengan tuberkulosis atau infeksi non bakterial,

12

Page 13: BAB I abses

seperti jamur atau parasit. Infeksi HIV yang berkaitan dengan abses otak disebabkan

oleh Toksoplasma gondii,20 tapi infeksi HIV juga merupakan predisposisi infeksi

dengan Mycobacterium tuberculosis.21 Pasien yang menerima transplantasi organ

tidak hanya beresiko terkena nocardial abses otak tetapi juga abses jamur (misalnya

karena adanya infeksi dari aspergillus atau kandida). Jamur bertanggungjawab

sebagai penyebab dari abses otak pada 90% penerima transplantasi organ.22

Patogen lain menjelaskan sisanya. Rhodococcus equi, sebuah intraseluler

gram positif coccobacillus, adalah dikenal tetapi penyebab yang jarang dari abses

otak pada mereka yang AIDS. Mycobacterium tuberculosis diakui sebagai penyebab

otak abses pada pasien AIDS18,19. Penyebab lain dari lesi massa fokal di AIDS

termasuk C. neoformans, H. capsulatum, A. fumigatus, dan lain-lain.

Tahap pertama pada abses otak adalah serebritis awal dimana adanya respon

inflamasi pervaskular mengelilingi pusat nekrotik dengan peningkatan edema di

substansia alba. Kemudian pusat nekrotik mencapai ukuran maksimum dan

terbentuklah kapsul melalui akumulasi fibroblas dan neovaskularisasi. Kapsul

mengental dengan penumpukan kolagen reaktif tetapi peradangan dan edema

melampaui kapsul.18

Secara umum, penampilan klinis dan radiografi abses otak di host

immunocompromised tidak spesifik. Konfirmasi mikrobiologis dari jaringan otak

diperlukan untuk membangun diagnosis penyebab di sebagian besar kasus19

3.6 Gejala Klinis Abses Otak

Trias abses otak klasik, yaitu :

← - Peningkatan tekanan intracranial

- Defisit neurologi fokal

← - Demam

Gejala awal peningkatan tekanan intracranial adalah nyeri kepala, mual, muntah.

Gejala lainnya adalah mengantuk dan binggung; kejang umum atau fokal; dan deficit fokal

13

Page 14: BAB I abses

motorik (hemiparese), sensorik (hemihipestesia) dan kemampuan bicara. Demam dan

leukositosis tidak selalu tampak.

1. Abses lobus frontal : nyeri kepala, mengantuk, inatensi dan gangguan fungsi mental umum.

Hemiparese kontralateral disertai kejang motorik dan kelainan wicara (lesi di hemisfer

dominan) adalah tanda neurologis yang sering dijumpai. Dapat dijumpai anosmia unilateral

dan eksoftalmus ringan

2. Abses lobus frontoparientalis atau lobus frontalis : gangguan fungsi luhur (inatensi atau

disfasi) disertai gangguan lapang pandang

3. Absesb lobus temporalis : nyeri kepala awalnya satu sisi yang sama dengan abses dan

terlokalisasi di regi frontotemporalis. Jika abses terdapat di lobus temporalis dominan, akan

timbul afasi anomik (kesulitan menamai sesuatu). Tanda khas abses lobus temporalis kanan

adalah kuadrantanopia homonym atas.

4. Abses lobus oksipitalis : hemianopia homonym, inatensi, mengantuk, stupor

5. Abses serebelar : sering ditemukan nistagmus dengan arah deviasi konjugat kearah lesi.

Motorik ekstremitas perlahan menjadi hipotoni dan terjadi inkoordinasi ipsilateral disertai

ketidakmampuan melakukan gerakan – gerakan tangkas. Gejala lainnya berupa tengkuk kaku,

nyeri kepala, retraksi kepala kea rah lesi. Tanda defisiti sereberal menandakan keparahan

6. Abses batang otak: menyebabkan kelumpuhan saraf-saraf kranialis 12

Pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) sering muncul dengan

klinis sub akut dengan gejala nonspesifik, seperti keluhan neuropsikiatri, sakit kepala,

disorientasi, kebingungan, dan kelesuan maju lebih dari 2 sampai 8 minggu; terkait

penurunan berat badan demam yang umum 13

3.7 Diagnosis Abses Serebri

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan

laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya. Selain itu penting juga untuk

melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan infeksinya.

Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko yang

mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga dapat

dipastikan diagnosisnya.11,14

14

Page 15: BAB I abses

3.7.1 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan darah lengkap

Laboratorium rutin tidak membantu untuk diagnosis abses otak. Leukositosis

mungkin tidak ada; sekitar 40% dari pasien memiliki jumlah sel darah putih normal. Fase

akut reaktan yang cukup membantu tapi tidak spesifik. Tingkat protein C-reaktif

meningkat pada hampir semua pasien, tetapi tingkat sedimentasi dapat hanya cukup

tinggi dan kadang-kadang normal.

Tes tuberkulin

Pada pasien immunocompromised, beberapa tes mungkin berguna. Tes kulit

tuberkulin adalah tes skrining sering diabaikan yang harus diberikan kepada pasien

imunosupresi dengan lesi otak atau paru-paru. Keterbatasan tes kulit tuberkulin adalah

reaksi negatif palsu yang disebabkan oleh alergi kulit dari steroid, obat lain, dan sering

infeksi primer itu sendiri.

Toxoplasma IgG

Tingkat Toxoplasma IgG adalah beberapa potensi untuk digunakan dalam menilai

pasien AIDS dengan fokal lesi SSP. Tingkat prevalensi dari tingkat Toxoplasma IgG

positif tinggi pada populasi umum. Toxoplasma IgG negatif adalah diagnosis selain

Toxoplasma encephalitis, tetapi tidak mengesampingkan diagnosis ini benar.

Tes pungsi lumbal

Pungsi lumbal sering kontraindikasi pada orang dengan dugaan abses otak. Hasil

dari patogen pemeriksaan CSF yang diduga abses otak rendah, kurang dari 10%. Fungsi

lumbal kadang-kadang untuk mendapatkan CSF untuk sitologi dan aliran cytometry studi

(untuk menyingkirkan metastasis), deteksi antigen kriptokokus, dan polymerase chain

reaction (PCR) assay untuk T. gondii. Namun, ini harus dilakukan dengan hati-hati.

Mengingat risiko herniasi otak dalam pengaturan tekanan intrakranial yang meningkat,

dan hasil yang rendah tes diagnostic.

Aspirasi

15

Page 16: BAB I abses

Pasien dengan abses otak akan menjalani beberapa jenis aspirasi CT-dipandu atau

evakuasi abses terbuka. Cairan purulen biasanya harus ditaruh dalam wadah steril, selain

penggunaan standar penyeka Culturette, karena hasil mikrobiologis dari sampel jaringan

yang lebih besar dan cairan secara signifikan lebih tinggi. Pewarnaan asam-cepat dengan

mikobakteri dan kultur jamur, Nocardia, Rhodococcus equi. Sampel untuk ini digunakan

untuk pasien immunocompromised, tetapi harus dipertimbangkan pada beberapa pasien

imunokompeten juga.

Foto polos kepala

Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat

pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini

tidak dapat diidentifikasi adanya abses.

Pemeriksaan EEG

Pemeriksaan EEG mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG

memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 1–3

siklus/detik pada lokasi abses(2,7,13).

Pnemoensefalografi

Arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer. Saat ini, pemeriksaan

angiografi mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif

seperti CT scan. Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui

lokasi abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak

yang normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns.

CT scan

CT scan memiliki beberapa keterbatasan terutama jika dilakukan tanpa kontras. Ini

mungkin kehilangan cerebritis awal dan otak kecil dan batang otak dapat dilihat buruk.

Secara khusus, itu mungkin kehilangan lesi 1,5 cm atau lebih kecil seperti biasanya

terlihat di endokarditis.

Magnetic Resonance Imaging

16

Page 17: BAB I abses

Pada orang immunocompromised, tidak mungkin untuk membedakan abses otak

bakteri dari infeksi SSP oportunistik atas dasar pencitraan MRI konvensional saja.

Dengan Toxoplasma encephalitis, MRI biasanya menunjukkan beberapa, kecil, lesi

cincin dapat tampak. Sering ada terlihat edema lokal dan defek massa , yang membantu

dalam membedakan Toxoplasma encephalitis dari lesi otak lain di AIDS, yang kurang

efek massanya (misalnya, PML, cytomegalovirus ensefalitis).

Limfoma SSP pada pasien AIDS juga bermanifestasi dengan lesi cincin yang

meningkatkan, tetapi cenderung soliter daripada beberapa diantaranya, meskipun

limfoma SSP multifokal tidak terjadi. Mengingat kesulitan dalam membedakan

toksoplasmosis dari limfoma SSP, sejumlah teknik radiografi tambahan telah dipelajari,

termasuk emisi talium foton tunggal computed tomography (SPECT) dan tomografi emisi

positron. Tes ini dapat studi tambahan yang berguna dalam kasus-kasus sulit.

3.8 Penatalaksaan Abses Otak

3.8.1 Umum

Aspirasi atau biopsi adalah penting untuk memandu terapi antimikroba.

Konsultasi dengan ahli mikrobiologi klinis untuk mengetahui penyebab pasti dari abses

otak

Antimikroba - prinsip umum:

- Antimikroba harus dipandu oleh hasil kultur mikroba, karena keragaman patogen dan

kebutuhan terapi berkepanjangan (butuh waktu 6-8 minggu)

- Pertimbangan farmakologi tambahan termasuk penetrasi SSP dan administrasi

parenteral

- Terapi empiris harus dimulai setelah aspirasi sambil menunggu hasil kultur dan harus

dipandu oleh kemungkinan patogen

- Tes tambahan untuk serologi HIV, crytococcal serum antigen, dan toksoplasmosis titer

- Pada kasus tertentu abses otak dapat diobati dengan antimikroba saja, terutama ketika

agen penyebab diketahui dan lesi adalah <2,5 cm

17

Page 18: BAB I abses

- Intervensi bedah saraf dengan dekompresi dan drainase abses mungkin harus dilakukan

untuk mengatasi gejala klinis dan mendapatkan diagnosis baksterilogis16

- Dalam imunosupresi, spesies Nocardia, Toxoplasma dan jamur seperti Aspergillus atau

Scedosporium yang lebih mungkin terjadi.

- Dalam nonimmunosuppressed, paling abses otak adalah polymicrobial dengan cocci

mikroaerofilik, termasuk Streptococcus anginosus / milleri, dan bakteri anaerob

mendominasi. Namun, di mana situs kemungkinan asal telinga, enterik basil Gram-

negatif biasanya terlibat, sementara setelah trauma atau operasi, staphylococci

mendominasi. antimikroba - pasien non immunocompromised tanpa bedah saraf

sebelum10

Table 3.2 Table Obat Antimikroba

3.8.2 Pengobatan pasien immunocompromised

3.8.2.1 Nocardiosis

18

Page 19: BAB I abses

Abses otak adalah manifestasi umum dari meluasnya mikroba nocardiosis di yang

immunocompromised.

Untuk Nocardia asteroides dan spesies lainnya rentan terhadap sulfonamid, IV

atau trimethoprim lisan + sulfametoksazol adalah pengobatan awal yang biasa:

Trimethoprim sulfamethoxazole + 160 + 800 mg (anak: 4 + 20 mg / kg sampai

dengan 160 + 800 mg) IV atau oral, 6 jam selama 3 sampai 4 minggu dilanjutkan

dengan trimethoprim sulfamethoxazole + 160 + 800 mg (anak: 4 + 20 mg / kg

sampai dengan 160 + 800 mg) secara oral, 12-jam selama 3 sampai 6 bulan.

Terapi kombinasi dengan trimetoprim sulfametoksazol + PLUS amikasin

memiliki hasil yang baik sebagai terapi empiris, dan dalam kasus-kasus sulit yang

lambat untuk merespon trimetoprim sulfametoksazol tunggal.

Terapi menggunakan obat alternatif seperti amoksisilin + klavulanat, meropenem,

ceftriaxone, minocycline, amikasin atau linezolid semuanya telah dilaporkan

sukses dalam jumlah kecil kasus, terutama untuk beberapa spesies yang lebih

tidak biasa. Pengobatan berkelanjutan selama 6 sampai 12 bulan dengan

trimetoprim lisan + sulfametoksazol mungkin diperlukan

3.8.2.2 Toksoplasmosis:

Dalam AIDS, infeksi otak dengan Toxoplasma gondii adalah umum.

Gunakan:

Sulfadiazin 1 sampai 1,5 g (anak: 50 mg / kg sampai dengan 1 sampai

1,5 g) secara lisan atau IV, 6-jam ditambah dengan pirimetamin 50

sampai 100 mg (anak: 2 mg / kg sampai dengan 50 sampai 100 mg)

secara oral, untuk pertama dosis, maka 25 sampai 50 mg (anak: 1 mg /

kg sampai 50 mg) secara lisan, setiap hari.

Durasi terapi adalah selama 3 sampai 6 minggu tergantung respon

klinis. Relapse adalah umum, sehingga terapi pemeliharaan dengan

setengah dosis di atas diperlukan sementara pasien imunosupresi.

19

Page 20: BAB I abses

Kalsium folinate 15 mg secara oral setiap hari biasanya ditambahkan

untuk mengurangi sumsum tulang penindasan, dan sel putih dan

platelet harus diawasi secara ketat.

Untuk pasien alergi terhadap sulfonamid, pengganti sulfadiazin,

klindamisin 600 mg (anak: 15 mg / kg hingga 600 mg) secara oral

atau IV, 6-jam10

3.9 Prognosa Abses Otak

Banyak indikator yang dapat menyebabkan prognosa menjadi buruk, meliputi

tertunda diagnosis, cepat berkembang perubahan patologis, beberapa lesi yang multiple,

pecah intraventrikular, dan etiologi jamur, serta penanganan yang tidak adekuat. Jelas,

kita dapat menemukan semua indikator prognosis yang buruk tersebut pada pasien

immunocompromised. Hasil ini lebih buruk bila didapatkan pada bayi baru lahir dan

orang tua yang usia lanjut.23defisit neurologis fokal dan keterbelakangan mental

merupakan komplikasi yang dapat terjadi, 17 terutama ketika terjadi selama masa kanak-

kanak15

Angka kematian terkait langsung dengan tingkat perkembangan penyakit dan

kondisi neurologis dari pasien pada masuk. Sebelum tahun 1970, angka kematian secara

keseluruhan karena abses otak bisa setinggi hingga 60%; untungnya pendekatan

antibakteri baru dan penggunaan teknologi imaginological baru telah memberikan

kontribusi untuk mengurangi angka kematian, menjadi antara 8% dan 25% dalam kasus

abses serebri tanpa komplikasi dengan immunocompremised. pecah Intraventricular dan

lokasi posterior fossa mana bisa ada obstruksi dalam aliran CSF juga terkait dengan

prognosis buruk, dan dengan tingkat kematian dekat 80%, dan dari 90% jika patogen

penyebab penyakit Aspergillus.2,5,7,8

20

Page 21: BAB I abses

BAB IV

KESIMPULAN

Abses otak adalah infeksi pada otak yang diselubungi kapsul dan terlokalisasi pada satu

atau lebih area dalam otak

Insidens Abses otak tidak diketahui, dengan kemajuan antibiotik dewasa insidens

semakin menurun. Berbagai organisme seperti bakteri, parasit dan jamur dapat menjadi

penyebab.

Pasien dengan imunosupresi akut atau kronis, atau orang-orang dengan acquired

immunodeficiency syndrome (AIDS) telah gangguan otak fokal yang paling umum.

Faktor risiko termasuk CD4 + sel jumlah rendah, infeksi oportunistik sebelumnya,

penggunaan narkoba suntikan, dan kurangnya profilaksis

Penyebaran infeksi ke otak mungkin secara langsung atau tidak langsung melalui

hematogen dan infeksi sekitar otak.

Perubahan patologik terdiri 4 stadium yaitu : serebritis dini, serebritis lanjut,

pembentukan kapsul dini dan pembentukan kapsul lanjut.

Gambaran klinik AO berupa gejala-gejala infeksi, pen inggian tekanan intrakranial serta

gejala nerologik fokal sesuai lokasi abses.

21

Page 22: BAB I abses

Pasien dengan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) sering muncul dengan klinis sub

akut dengan gejala nonspesifik, seperti keluhan neuropsikiatri, sakit kepala, disorientasi,

kebingungan, dan kelesuan maju lebih dari 2 sampai 8 minggu; terkait penurunan berat badan

demam yang umum.

Terapi abses otak dengan pemberian antibiotik dan tindakan pembedahan. Prognosis

abses otak tergantung diagnosis dini, perubahan patologik dan terapi yang dini

DAFTAR PUSTAKA

1. Lesse Al, Scheid WM. Brain abscess. In: Johnson RT. (eds): Current therapy in neurologic disease-2. Toronto, Philadelphia: BC. Decker Inc; 1987: 107-9.

2. Menkes JH. Brain abscess. In: Textbook of child neurology. 2nd ed. Philadelphia: Lea & Febiger, 1975 : 229-33.

3. Troeboes Poerwadi. Abses otak pada anak. Kumpulan Naskah Lengkap Konas IDASI, 1988 :255-61.

4. Berhman RE, Vaughan VC (eds). Brain abscess. In: Nelson's textbook of pediatrics. 13th ed. Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders Co; 1987. hat. 1322-3.

5. Mardjono M, Sidharta P. Abses serebri. Dalam: Neurologi klinik dasar. edisi 4. Jakarta: Pustaka Universitas, PT Dian Rakyit 1981 : 319-29.

6. Saiz Lorens XJ, Umana MA, Odio CM, etal. Brain abscess. Pediatr Infect DisJ 1989; 8: 449-58.

7. Dodge PR. Parameningeal infections (including brain abscess, epidural abscess, subdural empyema). In: Feigin, Cherry (eds): Textbook of Pediatric Infectious Disease. First ed. Philadelphia, London: WB Saunders Co; 1987 : 496-504.

8. Ford FR. Abscess of brain. In: Diseases of nervous system in infancy, childhood and adolescences. 5th ed. Springfield, illinois: Charles C Thomas PubI; 1974 : 417-22.

22

Page 23: BAB I abses

9. Schuster H, Koos W. Brain abscess in children. In: SchieferW, Klinger M, Brock M. (eds). Brain abscess and meningitis. Subsrachnoid hemorrhage : timing problems. Berlin, Heidelberg, New York: Springer-Verlang; 1981 :81-85.

10. Keren G, Tyrrell DLI. Non surgical treatment of brain abscess. Pediatr Infect Dis J. 1984; 3:331-4

11. Dewanto,George,et all. Panduan Praktis Diagnosa dan Tata Laksana Penyakit Saraf.2009.Jakarta:EGC

12. Selby. Brain abscess in solid organ transplant recipients receiving cyclosporin based immunosuppresion. Arch Surg 1997;132:304-310.

13. Kastenbauer S, Pfisher HW, Wisepelwey B, et al. Brain abscess. In: Scheld WM WM, Whitley RJ, Marra CM, eds. Infections of the Central Nervous system. 3 rd ed. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins; 2004: 479-507

14. Antinori A, Larussa D, Cingolani A, et al; Italian Registry Investigative NeuroAIDS: Prevalence, associated factors, and prognostic determinants of AIDS-related toxoplasma encephalitis in the era of advanced highly active antiretroviral therapy. Clin Infect Dis 2004;39:1681-1691.

15. Carpenter J, Stapleton S, Holliman R. Retrospective analysis of 49 cases of brain abscess and review of the literature. Eur J Clin Microbiol Infect Dis 2007;26:1-11.

16. Yang SY. Brain abscess: A review of 400 cases. J Neurosurg 1981;55:794-9

17. Nathoo N, Nadvi SS, Narotam PK, Van Dellen JR. Brain Abscess: Management and Outcome Analysis of a Computed Tomography Era Experience with 973 Patients. World Neurosurg 2011;75:716-26.

18. Tan,IL Smith. HIV Associated Oppprtunistic Infections of the CNS. Lancet neurol 2012;11:605-617.

19. Nelson. Tuberculosis of the CNS in immunocompromised patients: HIV infections and solid organ transplant recipients. Clin Infect Dis 2011;53:915-926.

20. Tan,IL Smith. HIV Associated Oppprtunistic Infections of the CNS. Lancet neurol 2012;11:605-617.

21. Nelson. Tuberculosis of the CNS in immunocompromised patients: HIV infections and solid organ transplant recipients. Clin Infect Dis 2011;53:915-926.

22.Baddley. Fungal brain abscess in transplant recipients. Clin Transplant 2002;16:419-424.

23

Page 24: BAB I abses

23.Hall WA: Hereditary hemorrhagic telangiectasia (Rendu-Osler-Weber disease) presenting with polymicrobial brain abscess. Case report. J Neurosurg 1994;81:294-296.

24.Falcone S, Post MJ: Encephalitis, cerebritis, and brain abscess: Pathophysiology and imaging findings. Neuroimaging Clin North Am 2000;10:333-353.

25.Kielian T: Immunopathogenesis of brain abscess. J Neuroinflammation 2004;1:16.

26.Osenbach RK, Loftus CM: Diagnosis and management of brain abscess. Neurosurg Clin North Am 1992;3:403-420.

27.Sennaroglu L, Sozeri B: Otogenic brain abscess: Review of 41 cases. Otolaryngol Head Neck Surg 2000;123:751-755.

24