BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع...

12
1 BAB I A. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Kita ketahui bersama bahwa problematika dalam kehidupan manusia selalu bertambah seiring berjalannya waktu dan berubahnya keadaaan. Apalagi jaman sekarang, permasalahan hidup dari setiap lini semakin kompleks, tentu masalah- masalah ini menuntut adanya solusi dan ketentuan hukum. Upaya untuk mencari solusi dan ketentuan hukum tersebut dalam agama Islam disebut Ijtihad, salah satu syarat mutlak dalam berijtihad adalah menguasai ilmu Ushul fiqh. Di antara permasalah atau topik yang dibahas dalam Ushul fiqh adalah apa yang disebut ‘Urf. Apakah ‘Urf terhitung dalil atau tidak, apabila termasuk dalil, apa pengaruhnya dan bagaimana implementasinya terhadap persoalan-persoalan atau masalah-masalah kontemporer? Dari titik itulah penulis mencoba membahasnya dalam makalah ini. b. Rumusan Masalah Rumusan masalah didalam makalah ini adalah: 1. Apa definisi ‘Urf? 2. Apa landasan kehujjahan ‘Urf? 3. Apa sajakah macam-macam ‘Urf? 4. Apa contoh implementasi ‘Urf dalam muamalah kontemporer?

Transcript of BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع...

Page 1: BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع ضْرِْعَأوَ فِرُْعْلباِ رُْمْأوَ وَفَْعْلا ِذخُ “Jadilah

1

BAB I

A. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Kita ketahui bersama bahwa problematika dalam kehidupan manusia selalu

bertambah seiring berjalannya waktu dan berubahnya keadaaan. Apalagi jaman

sekarang, permasalahan hidup dari setiap lini semakin kompleks, tentu masalah-

masalah ini menuntut adanya solusi dan ketentuan hukum.

Upaya untuk mencari solusi dan ketentuan hukum tersebut dalam agama

Islam disebut Ijtihad, salah satu syarat mutlak dalam berijtihad adalah menguasai

ilmu Ushul fiqh.

Di antara permasalah atau topik yang dibahas dalam Ushul fiqh adalah apa

yang disebut ‘Urf. Apakah ‘Urf terhitung dalil atau tidak, apabila termasuk dalil,

apa pengaruhnya dan bagaimana implementasinya terhadap persoalan-persoalan

atau masalah-masalah kontemporer? Dari titik itulah penulis mencoba

membahasnya dalam makalah ini.

b. Rumusan Masalah

Rumusan masalah didalam makalah ini adalah:

1. Apa definisi ‘Urf?

2. Apa landasan kehujjahan ‘Urf?

3. Apa sajakah macam-macam ‘Urf?

4. Apa contoh implementasi ‘Urf dalam muamalah kontemporer?

Page 2: BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع ضْرِْعَأوَ فِرُْعْلباِ رُْمْأوَ وَفَْعْلا ِذخُ “Jadilah

2

BAB II

B. PEMBAHASAN

a. Definisi ‘Urf

‘Urf secara bahasa sebagaiman dikatakan Ibnu Faris (w 395 H) ialah:

العين والراء والفاء أصلان صحيحان، يدل أحدهما على تتابع الشيء متصلا بعضه ببعض، والآخر انا ومعرفة. والأصل الآخر المعرفة والعرفان. تقول: عرف فلان فلانا عرف، على السكون والطمأنينة

1وهذا أمر معروف. وهذا يدل على ما قلناه من سكونه إليه، لأن من أنكر شيئا توحش منه

“Kata ‘Urf berasal memiliki dua makna, yang pertama sesuatu yang

berkesinambunganan yang kedua bermakna tenang dan tumaninah, asal makna

yang lain bisa juga berkmakna pengetahuan/pengenalan, contohnya fulan

mengenal fulan, ini hal yang sudah diketahui. Ini menunjukan kepada apa yang

kami katakan di awal yaitu ‘Urf yang bermakna tenang, orang apabila sudah saling

mengenal akan merasa tenang, begitu juga sebaliknya, orang yang belum kenal

akan ada rasa cemas”

Atau sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Mandzur (w 711 H):

والعرف والعارفة والمعروف واحد: ضد النكر، وهو كل ما تعرفه النفس من الخير وتبسأ به وتطمئن 2إليه

“‘Urf adalah lawan kata dari mengingkari, yaitu setiap apa yang dikenal oleh jiwa

kemudian merasa tenang terhadapnya”

Sedangkan menurut istilah ulama ushul fikih, ‘Urf memiliki banyak redaksi

dalam definisinya, tetapi memiliki kemiripan makna dalam substansinya. Di antara

redaksi yang cukup bagus ialah apa yang dikatakan oleh al-Jurjani (w 816 H):

3ما استقرت النفوس عليه بشهادة العقول، وتلقته الطبائع بالقبول

“‘Urf adalah apa yang jiwa merasa tenang kepadanya atas persaksian akal, dan

tabiat sudah menerima itu”

Atau seperti redaksi ulama mu’ashir, seperti yang dikatakan oleh Abdul

Wahab kholaf (w 1375 H):

1 Ahmad bin Faris, Mu’jam Maqayis al-lughah, (Beirut, Dar al-Fikri, 1979), juz. 4, hal. 281

2 Jamaludin Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, (Beirut, Dar Shadir, 1414 H), juz. 9, hal. 239 3 Ali bin Muhamad al-Jurjani, at-Ta’rifat, (Beirut, Dar al-Fikr, 1983), hal. 149

Page 3: BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع ضْرِْعَأوَ فِرُْعْلباِ رُْمْأوَ وَفَْعْلا ِذخُ “Jadilah

3

4العرف هو ما تعارفه الناس وساروا عليه، من قول، أو فعل، أو ترك، ويسمى العادة

“‘Urf adalah apa yang sudah dikenal oleh masyarakat dan terbiasa dengannya,

baik itu dalam ucapan, perbuatan atau apa yang ditinggalkan, ‘Urf ini dinamakan

juga adat”

b. Landasan penatapan ‘Urf sebagai hujah

‘Urf sebagai hujah harus berlandaskan dalil, oleh sebab itu ulama-ulama yang

mengatakan kehujiahan ‘Urf membawakan beberapa dalil, yaitu;

1. Dalil dari al-Qur’an

5﴾خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن الاهلين ﴿

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf serta jangan

pedulikan orang-orang yang bodoh”

Dalam ayat ini Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk melakukan sesuatu

yang ma’ruf, yaitu sesuatu yang sudah dikenal dan berlaku dalam masyarakat, baik

itu dalam muamalah atau dalam perilaku.

6﴾وعلى المولود له رزق هن وكسوتن بالمعروف ﴿

“Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang

ma’ruf”

Dalam ayat ini Allah mengembalikan batas kewajiban nafkah dan pakaian

kepada yang ma’ruf, yaitu apa yang yang dikenal dan berlaku layak dalam

pandangan masyarakat.

ارته إطعام عشرة مساكين من أو ﴿ 7﴾سط ما تطعمون أهليكم فكف

“maka kafarat (melanggar sumpah) adalah memberi makan sepuluh orang miskin

dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu”

Dalam ayat ini Allah tidak menyebutkan secara eksplisit makanan apa yang

biasa diberikan kepada keluarga, tetapi Allah memberikan penilaian itu kepada urf

yang berlaku di masyarakat.

4 Abdul Wahab Kholaf, ilm ushul al-Fiqh, (Mesir, dar al-Qalam), cet. 8, hal. 89 5 QS. Al-‘Araf ayat 199 6 QS. Al-Baqarah dari ayat 233 7 QS. Al-Maidah dari ayat 89

Page 4: BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع ضْرِْعَأوَ فِرُْعْلباِ رُْمْأوَ وَفَْعْلا ِذخُ “Jadilah

4

2. Dalil dari as-Sunah

Sabda Rosulullah صلى الله عليه وسلم kepada Hindun binti Utbah:

خذي ما يكفيك وولدك بالمعروف

“Ambillah harta suamimu sekadar apa yang cukup bagimu dan anakmu”

Dalam hadits ini Rosulullah صلى الله عليه وسلم menyerahkan batas jumlah uang yang boleh

diambil kepada ‘Urf. Apa yang menurut Urf cukup berarti itulah batasnya.

3. Ijma’ ulama

Para ulama telah berijma bahwa ‘Urf yang dilakukan oleh masyarakat bisa

menjadi dalil8, di antara contohnya adalah jual beli istishna’, hal ini sudah menjadi

‘Urf lintas masa dan tak ada seorang ulama pun yang mengingkari hal ini.

c. Jenis-jenis ‘Urf

‘Urf bisa diklasifikasikan kepada beberapa kelompok, yaitu;

4. ‘Urf Qouli dan ‘Urf Amali

‘Urf Qouli yaitu saat masyarakat mengenal sesuatu makna saat diucapkan

suatu lafadz, misalnya saat dikatakan “Uang” maka dengan cepat masyarakat akan

mengetahui bahwa yang dimaksud uang adalah alat sah untuk bertransaksi.9

Maksud ‘Urf disini adalah ketika lafadz diungkapkan secara mutlak akan

memberi makna tertentu bagi masyarakat, misalnya, saya mau ke belakang, semua

orang mengerti maksudnya pergi ke toilet, meskipun makna ke belakang secara

bahasa bisa ke mana saja, yang penting arah belakang.

Sementara ‘Urf ‘Amali adalah apa yang sudah berlaku pada masyarakat dan

terbiasa dengan itu, baik dalam muamalah atau perilaku. Seperti apa yang dikatakan

oleh Ibnu Abidin:

اشتر لي طعاما أو العرف عملي وقولي، فالأول: كتعارف قوم على أكل البر ولحم الضأن، فإذا قال: 8 Dr. Abdullah bin Abdul Muhsin at-turki, Ushul Madzhab al-Imam Ahmad, (Muasasah ar-Risalah, 1990), cet. 3, hal. 603 9 Abu Abdillah Ibnu Amir, at-taqrir wa at-tahbir, (Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1983), cet. 2, juz 1, hal. 282

Page 5: BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع ضْرِْعَأوَ فِرُْعْلباِ رُْمْأوَ وَفَْعْلا ِذخُ “Jadilah

5

10لحما انصرف إلى البر ولحم الضأن عملا بالعرف العملي‘Urf ada yang jenisnya amali (perbuatan) ada yang jenisnya qouli (ucapan).

Adapun ‘Urf amali yaitu apa yang sudah dikenal oleh suatu masyarakat, seperti

makan gandum dan daging kambing. Apabila seseorang berkata: belikan aku

makanan” maka secara otomatis akan dibelikan gandum, atau saat seseorang

berkata: belikan alku daging, maka otomatis akan dibelikan dagiing kambing,

karena itu adalah ‘Urf yang berlaku pada masyarakat tersebut.”

Kalau di Indonesia mungkin, saat orang berkata: “saya sudah makan” maka

yang dimaksud adalah makan nasi.

5. ‘Urf ‘Am dan ‘Urf Khas

‘Urf ‘Am adalah apa yang sudah dikenal dan berlaku pada masyarakat luas,

seperti saat orang mengatakan, saya tidak akan menginjakan kaki di rumah fulan

lagi, maksudnya adalah saya tidak akan lagi masuk ke rumah fulan tersebut.

Sedangkan ‘Urf khas adalah apa yang dikenal dan berlaku hanya pada

golongan tertentu saja, sementara masyarakat luas secara umum belum tentu

mengetahuinya, seperti kata “Rafa’” yang dikenal oleh ulama nahwu.11

6. ‘Urf Shahih dan ‘Urf Fasid

Yang dimaksud dengan ‘Urf Shahih yaitu apa yang sudah dikenal dan berlaku

di masyarakat (tradisi) dan didalamnya tidak ada yang bertentangan dengan

syari’at, tidak mengganggu kemaslahatan juga tidak mengundang kemadharatan.

Seperti tradisi seorang saat orang akan bertunangan, kemudian pihak laki-laki

selaku peminang memberi hadiah kepada perempuan sebagai yang dipinang.

Adapun ‘Urf Fasid yaitu tradisi yang didalamnya ada pelanggaran terhadap

syariat Islam, seperti praktek sesajen yang masih dilakukan sebagian masyarakat

dalam upaya memohon keberkahan bumi atau dalam rangka mensyukuri hasil

panen.

10 Ibnu Abidin, Majmu’ah Rasail Ibn Abidin, (Dar Sa’adat, 1321 H), juz. 2, hal. 114 11 Ibnu Abidin, Majmu’ah Rasail Ibn Abidin, (Dar Sa’adat, 1321 H), juz. 1, hal. 186, juz. 2, hal. 114

Page 6: BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع ضْرِْعَأوَ فِرُْعْلباِ رُْمْأوَ وَفَْعْلا ِذخُ “Jadilah

6

7. ‘Urf Tsabit dan ‘Urf Mutabadil

‘Urf Tsabit adalah ‘Urf (tradisi) yang tidak berubah seiring dengan

berubahnya tempat, waktu dan keadaan, karena ‘Urf jenis ini berasal atau sesuai

dengan tabiat dan fitrah manusia, seperti nafsu makan, sedih, gembira, termasuk di

antara ‘Urf tsabit adalah ‘Urf syar’i, yaitu apa yang dibebankan oleh Allah kepada

manusia, seperti kewajiban shalat lima waktu.

Adapun ‘Urf Mutabadil, adalah ‘Urf yang berubah seiring dengan berubahnya

waktu, tempat dan keadaan. Terkadang ‘Urf di suatu negeri dianggap baik, namun

ternyata di negeri lain ‘Urf tersebut dianggap tidak baik12, misalnya, di Indonesia

tradisi memberi senyuman kepada orang saat bertemu itu sesuatu yang baik, namun

di Rusia, hal itu justru dianggap hal bodoh.

d. Syarat diterimanya ‘Urf sebagai dalil

Agar ‘Urf bisa digunakan untuk berhujjah ada syarat-syarat tertentu yang

harus dipenuhi, yaitu;

1. ‘Urf itu harus bersifat berkesinambungan

Imam Suyuthi mengatakan:

13إنما تعتبر العادة إذا اطردت، فإن اضطربت فلا

“Sesungguhnya ‘Urf itu dianggap (sebagai hujah) apabila berkesinambungan,

tetapi apabila itu hanya bersifat pragmatis maka tidak bisa (dijadikan hujah).

Hal ini disyaratkan karena apabila ‘Urf berkesinambungan itu menandakan

memang ‘Urf itu pasti keberadaannya, bukan musiman.

2. ‘Urf tersebut harus bersifat umum (‘Urf ‘am)

Syarat ini memang masih diperselisihkan para ulama, namun mayoritas ulama

hanafiyah dan syafi’iyah menganggap bahwa syarat ini harus dipenuhi untuk

kehujjahan sutau ‘Urf.14

12 Jalaludin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nazhair, (Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), hal. 90 13 Jalaludin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nazhair, (Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), hal. 92 14 Jalaludin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nazhair, (Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), hal. 96

Page 7: BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع ضْرِْعَأوَ فِرُْعْلباِ رُْمْأوَ وَفَْعْلا ِذخُ “Jadilah

7

3. ‘Urf tidak boleh bertentangan dengan syari’at Islam

Maksudnya adalah bahwa ‘Urf atau tradisi yang dijadikan hujjah tidaklah

boleh bertentangan dengan nash-nash syar’i atau hukum-hukum syar’i yang

manshus. Apabila ternyata dalam praktek ‘Urf tersebut ada sesuatu yang

bertentangan dengan syari’at Islam, maka ‘Urf tersebut tidak bisa dianggap sebagai

hujah.

4. ‘Urf tidak bertentangan dengan pernyataan eksplisit

Maksudnya adalah memang pada awalnya uang dianggap atau dikenal di

masyarakat adalah ‘Urf, tetapi apabila ternyata ‘Urf itu di berlawanan dengan

pernyataan eksplisit, maka ‘Urf menjadi tidak berlaku15.

Misalnya, menurut tradisi, saat orang menyewa rumah, dia membayar

harganya di awal atau di akhir bulan, namun bila ternyata pemilik rumah dengan

eksplisit mengatakan harus membayar harga sewa di pertengahan bulan, maka ‘Urf

menjadi tidak berlaku.

5. ‘Urf tersebut sudah ada dan masih berlaku saat hukum ditetapkan

Jika ‘Urf belum berlaku saat penetapan hukum, atau sudah tidak berlaku lagi,

maka ‘Urf itu tidak bisa diperhitungkan dalam penetapan suatu hukum, karena

memang intinya dibangun hukum atas dasar ‘Urf yang berlaku, bagaimana mungkin

menetapkan hukum atas dasar ‘Urf tetapi ‘Urfnya belum ada?

Imam Suyuthi berkata:

16العرف الذي تحمل عليه الألفاظ، إنما هو المقارن السابق دون المتأخر

“Urf yang mengandung lafadz-lafadz itu harus ada (sebelum penetapan hukum)

dan tidak boleh datang belakangan”

15 Izzudin bin Abdi Salam, Qawaid al-Ahkam fii Mashalih al-Anam, (Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1991), juz. 2, hal. 175 16 Jalaludin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nazhair, (Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990), hal. 96

Page 8: BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع ضْرِْعَأوَ فِرُْعْلباِ رُْمْأوَ وَفَْعْلا ِذخُ “Jadilah

8

e. Implementasi Urf pada Pembuatan Fiat Money

Apabila Bank central ingin mencetak uang sebesar 10 miliyar misalnya,

kemudain Bank central ini memerintahkan salah satu perusahaan untuk

mencetaknya dengan akad istishna’.

Akad ini (yaitu istishna’) untuk mencetak uang senilai 10 miliyar, sama

hukumnya seperti istishna’ mencetak 10 miliyar kartu, keduanya boleh dan tidak

ada riba.

Kenapa demikian, karena menurut ‘Urf, uang kertas yang masih dalam proses

pencetakan tidak memiliki legalitas untuk dijadikan alat transaksi, hukumnya sama

seperti kertas-kertas lainnya yang tidak berharga alias tidak punya legalitas sebagai

alat tukar.

Uang kertas yang dicetak baru memiliki kekuatan nilai tukar saat didaftarkan

dan dilegalkan oleh Bank central. Maka sejak dilegalkannya kertas tersebut sebagai

uang, otomatis memiliki nilai sebagai alat tukar, adapun sebelum dilegalkan maka

seperti kertas lainnya.

Majma’ al-Fiqh al-Islami telah mengeluarkan putusan tentang akad Istishna

seperti di atas sebagai berikut17:

1. Bahwa akad istishna’ adalah akad yang dilakukan untuk suatu pekerjaan

(yang akan dilakukan) atau suatu barang (yang akan dibuat) dengan

spesifikasi (sifat) yang sudah ditentukan. Maka kedua belah pihak harus

melaksanakan kewajibannya masing-masing apabila telah terpenuhi syarat

dan rukunnya.

2. Disyaratkan pada akad istishna sebagai berikut;

a. Penjelasan tentang barang/pekerjaan yang akan dibuat/dilakukan,

jenisnya, ukurannya dan sifat-sifatnya.

b. Ditentukan batas waktuntnya

17 http://www.iifa-aifi.org/1852.html, diakses pada tanggal 17 November 2017.

Page 9: BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع ضْرِْعَأوَ فِرُْعْلباِ رُْمْأوَ وَفَْعْلا ِذخُ “Jadilah

9

3. Dalam akad istishna’ boleh mengakhirkan/menunda harga sepenuhnya, atau

dicicil dengan waktu yang ditentukan.

4. Dalam akad istishna’ boleh diberlakukan syarat tertentu yang disepakati

kedua belah pihak, selama syarat tersebut tidak memaksa (salah satu pihak)

Page 10: BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع ضْرِْعَأوَ فِرُْعْلباِ رُْمْأوَ وَفَْعْلا ِذخُ “Jadilah

10

BAB III

C. PENUTUP

a. Kesimpulan

Dari pembahasan yang telah penulis uraikan di atas, dapat ditarik beberapa

kesimpulan, yaitu;

Definisi ‘Urf secara bahasa adalah apa yang dikenal oleh jiwa kemudian

merasa tenang terhadapnya, adapun menurut istilah ulama ushul, ‘Urf bermakna

apa yang sudah dikenal oleh masyarakat dan terbiasa dengannya, baik itu dalam

ucapan, perbuatan atau apa yang ditinggalkan.

‘Urf sebagai dalil juga memiliki landasan-landasan yang dapat

dipertanggungjawabkan, baik itu dari al-Qur’an, as-Sunah maupun Ijma’ ulama.

‘Urf juga terbagi atau bisa diklasifikasikan kepada beberapa kelompok, yiatu;

1. ‘Urf Qouli dan ‘Urf Amali

2. ‘Urf ‘Am dan ‘Urf Khas

3. ‘Urf Shahih dan ‘Urf Fasid

4. ‘Urf Tsabit dan ‘Urf Mutabadil

Untuk bisa mengaplikasikan ‘Urf sebagai hujjah ada beberapa ketentuan yang

harus dipenuhi, ketententuan tersebut adalah sebagai berikut;

1. ‘Urf itu harus bersifat berkesinambungan

2. ‘Urf tersebut harus bersifat umum (‘Urf ‘am)

3. ‘Urf tidak boleh bertentangan dengan syari’at Islam

4. ‘Urf tidak bertentangan dengan pernyataan eksplisit

5. ‘Urf tersebut sudah ada dan masih berlaku saat hukum ditetapkan

Di antara contoh aplikasi dan implementasi ‘Urf pada permasalahan

muamalah kontemporer adalah pada kasus pembuatan atau pencetakan uang

fiat/uang kertas. Ketika Bank Central meminta suatu perusahaan untuk mencetak

uang kertas dengan akad istishna’, maka dalam akad ini tidak ada riba, karena uang

Page 11: BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع ضْرِْعَأوَ فِرُْعْلباِ رُْمْأوَ وَفَْعْلا ِذخُ “Jadilah

11

yang masih dalam proses pencetakan secara ‘Urf bukanlah uang yang sah sebagai

alat tukar/transaksi.

Page 12: BAB I A. PENDAHULUAN · 1. Dalil dari al-Qur’an 5 ينَِلهِاَلْْا نَِع ضْرِْعَأوَ فِرُْعْلباِ رُْمْأوَ وَفَْعْلا ِذخُ “Jadilah

12

b. Daftar Pustaka

Abdul Wahab Kholaf, Ilm ushul al-Fiqh, (Mesir, dar al-Qalam)

Ahmad bin Faris, Mu’jam Maqayis al-lughah, (Beirut, Dar al-Fikri, 1979)

Ibn Mandzur, Jamaludin, Lisan al-Arab, (Beirut, Dar Shadir, 1414 H)

Ibnu Abidin, Majmu’ah Rasail Ibn Abidin, (Dar Sa’adat, 1321 H)

Ibnu Amir, Abu Abdillah, at-Taqrir wa at-Tahbir, (Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1983)

Izzudin bin Abdi Salam, Qawaid al-Ahkam fii Mashalih al-Anam, (Beirut, Dar al-

Kutub al-Ilmiyah, 1991)

Jurjani, Ali bin Muhamad, at-Ta’rifat, (Beirut, Dar al-Fikr, 1983)

Muhsin at-Turki, Abdullah bin Abdul, Ushul Madzhab al-Imam Ahmad, (Muasasah

ar-Risalah, 1990)

Suyuthi, Jalaludin, al-Asybah wa an-Nazhair, (Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990)

www.iifa-aifi.org/