BAB I
-
Upload
putri-harmen -
Category
Documents
-
view
216 -
download
3
description
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Demensia merupakan salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada
lanjut usia. Di negara-negara barat, demensia vaskular (DVa) menduduki urutan
kedua terbanyak setelah penyakit Alzheimer. Tetapi karena DVa merupakan tipe
demensia yang terbanyak pada beberapa negara Asia dengan J Kedokter Trisakti
Januari-Maret 2004, Vol.23 No.129 populasi penduduk yang besar maka
kemungkinan DVa ini merupakan tipe demensia yang terbanyak di dunia.1
DVa juga merupakan bentuk demensia yang dapat dicegah sehingga
mempunyai peranan yang besar dalam menurunkan angka kejadian demensia dan
perbaikan kualitas hidup usia lanjut. Dalam arti kata luas, semua demensia yang
diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah serebral dapat disebut sebagai DVa.
Istilah Dva menggantikan istilah demensia multi infark karena infark multipel
bukan satu-satunya penyebab demensia tipe ini. Infark tunggal di lokasi tertentu,
episode hipotensi, leukoaraiosis, infark inkomplit dan perdarahan juga dapat
menyebabkan kelainan kognitif.
Saat ini istilah Dva digunakan untuk sindrom demensia yang terjadi
sebagai konsekuensi dari lesi hipoksia, iskemia atau perdarahan di otak.
Prevalensi DVa bervariasi antar negara, tetapi prevalensi terbesar ditemukan di
negara maju. Di Kanada insiden rate pada usia ≥ 65 tahun besarnya 2,52 per 1000
sedangkan di Jepang prevalensi Dva besarnya 4,8%.(1,5) Prevalensi DVa akan
semakin meningkat dengan meningkatnya usia seseorang, dan lebih sering
dijumpai pada laki-laki. Sebuah penelitian di Swedia menunjukkan risiko
terjadinya DVa pada laki-laki besarnya 34,5% dan perempuan 19,4%. The
European Community Concerted Action on Epidemiology and Prevention of
Dementia mendapatkan prevalensi berkisar dari 1,5/100 wanita usia 75-79 tahun
di Inggris hingga 16,3/100 laki-laki usia di atas 80 tahun di Itali.1,2
1.2. Tujuan Penulisan
Melengkapi syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) Solok.
1.3. Manfaat Penulisan
Menambah wawasan ilmu kedokteran pada umumnya dan ilmu sistem
saraf khususnya mengenai Demensia Vaskular
Sebagai proses pembelajaran bagi mahasiswa yang mempelajari tentang
Demensia Vaskular
BAB II
DEMENSIA VASKULAR
I. DEFINISI
Dimensia vaskuler merupakan dimensia yang terjadi akibat penyakit
ateroskleros pada pembuluh darah sehingga resiko dimensia sama dengan
penyakit aterosklerose lainnya, seperti hipertensi, Diabetes Mellitus dan
hiperlipidemia. Dimensia vaskuler yaitu dimensia yang timbul akibat keadaan
atau penyakit lain seperti stroke, hipertensi kronik, gangguan metabolik, toksik,
trauma otak, infeksi, tumor dan lain-lain. Dimana demensia vaskuler dapat terjadi
apabila lansia memiliki penyakit diatas, sehingga kejadian demensia dapat terjadi
dengan cepat.1,2
II. EPIDEMIOLOGI
Demensia vaskular merupakan penyebab paling umum kedua dari
demensia di Amerika Serikat dan Eropa. Tingkat prevalensi demensia vaskular
adalah 1,5% di negara-negara Barat dan sekitar 2,2% di Jepang. Di Jepang,
demensia vaskular menyumbang 50% dari semua demensia yang terjadi pada
individu yang lebih tua dari 65 tahun.
Di Eropa, demensia vaskular dan akun demensia campuran sekitar 20% dan 40%
dari kasus, masing-masing.
Dalam studi berbasis masyarakat di Australia, tingkat prevalensi untuk
pembuluh darah dan campuran demensia adalah 13% dan 28%. Tingkat prevalensi
demensia pada pasien stroke adalah 9 kali lebih tinggi. Satu tahun setelah stroke,
25% dari pasien mengembangkan baru-onset demensia. Dalam waktu 4 tahun
setelah stroke, risiko relatif kejadian demensia adalah 5,5%.
Pada demensia vaskuler, yang secara kausatif dikaitkan dengan penyakit
serebrovaskuler. Hipertensi merupakan faktor predisposisi bagi seseorang untuk
menderita demensia. Demensia vaskuler meliputi 15 hingga 30 persen dari seluruh
kasus demensia. Demensia vaskuler paling sering ditemui pada seseorang yang
berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih sering pada laki-laki daripada wanita.
2,3
III. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah penyakit vaskuler serebral yang multipel yang
menimbulkan gejala berpola demensia. Ditemukan umumnya pada laki-laki,
khususnya dengan riwayat hipertensi dan faktor resiko kardiovaskuler lainnya.
Gangguan terutama mengenai pembuluh darah serebral berukuran kecil dan
sedang yang mengalami infark dan menghasilkan lesi parenkhim multipel yang
menyebar luas pada otak. Penyebab infark berupa oklusi pembuluh darah oleh
plaq arteriosklerotik atau tromboemboli dari tempat lain( misalnya katup jantung).
Kondisi umum yang dapat menyebabkan demensia vaskular meliputi:
Stroke (infark) yang memblokir arteri otak. Stroke yang memblokir arteri
otak biasanya menyebabkan berbagai gejala yang mungkin termasuk
demensia vaskular. Tetapi beberapa stroke tidak menimbulkan gejala
nyata. Infark otak diam ini masih bisa meningkatkan risiko demensia. Baik
dengan stroke diam maupun jelas, risiko demensia vaskular meningkat
seiring bertambahnya jumlah infark yang terjadi dari waktu ke waktu.
Salah satu jenis demensia vaskular yang disebabkan banyak stroke disebut
demensia multi-infark.
Menyempitnya atau rusaknya pembuluh darah otak. Kondisi penyempitan
atah kerusakan jangka panjang pada pembuluh darah otak juga dapat
menyebabkan demensia vaskular. Kondisi ini termasuk wear and tear
(kerusakan pada tubuh yang terjadi secara alamiah dan tidak dapat
dielakkan sebagai akibat dari penuaan); tekanan darah tinggi; pengerasan
arteri; diabetes; eritematosus lupus; pendarahan otak; dan arteritis
temporal.3
Gambar.2.1. Makroskopis korteks serebral pada potongan koronal dari suatu
kasus demensia vascular. Infark lakunar bilateral multipel mengenai thalamus,
kapsula interna dan globus palidus.
Gambar 2.2. Pasien dengan demensia kronik biasanya memerlukan perawatan
custodial. Pasien biasanya mengalami kemunduran perilaku, seperti menghisap
jari,khas pada jenis ini.
Gambar 2.3. Gambaran Demensia Vaskular
IV. KLASIFIKASI
Secara garis besar VaD terdiri dari tiga subtipe yaitu :3,4
1. VaD pasca stroke yang mencakup demensia infark strategis, dimensi
multi infark, dan stroke perdarahan. Biasanya mempunyai korelasi
waktu yang jelas antara stroke dengan terjadinya demensia.
2. VaD subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit
Binswanger dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak
terdeteksi namun memiliki faktor resiko vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler
dalam kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD).
Kriteria derajat demensia
1. Ringan : Walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan
aktivitas sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene
personal cukup dan penilaian umum yang baik.
2. Sedang : Hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai
tingkat suportivitas.
3. Berat : Aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu
sehingga tidak berkesinambungan, inkoheren.
Demensia terbagi atas 2 dimensi yaitu :
1. Menurut umur; terbagi atas:
Demensia senilis onset > 65 tahun
Demensia presenilis < 65 tahun
2. Menurut level kortikal:
Demensia kortikal
Demensia subkortikal
Klasifikasi lain yang berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi-
anatomisnya, yaitu :
1. Anterior : Frontal premotor cortex
Perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi lambat.
2. Posterior: lobus parietal dan temporal
Gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif
baik.
3. Subkortikal: apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak.
4. Kortikal: gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.
Tabel 2.1. Skor VaD
Penderita dengan DVa atau demensia multi infark mempunyai skor
lebih dari 7.
Tabel 2.2. Skor VaD
Penderita dengan DVa skor 5-10 DVa.
V. PATOFISIOLOGI
Infark multipel
Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multipel dan bilateral.
Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala fokal
seperti hemiparesis/hemiplegi, afasia,hemianopsia. Pseudobulbar palsy sering
disertai disartria, gangguan berjalan (small step gait), forced laughing/crying,
refleks Babinski dan inkontinensia. Computed tomography imaging (CT scan)
otak menunjukkan hipodensitas bilateral disertai atrofi kortikal, kadang-kadang
disertai dilatasi ventrikel.(6,7)
Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan pada
small penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan sub kortikal
akibat dari hipertensi. Pada sepertiga kasus, infark lakunar bersifat asimptomatik.
Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan sensorik, transient ischaemic
attack, hemiparesis atau ataksia. Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul
sindrom demensia, sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat
terjadi lacunar state. CT scan otak menunjukkan hipodensitas multipel dengan
ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada CT scan otak karena ukurannya yang
kecil atau terletak di daerah batang otak. Magnetic resonance imaging (MRI) otak
merupakan pemeriksaan penunjang yang lebih akurat untuk menunjukkan adanya
lakunar terutama di daerah batang otak (pons).(6,7,13)
Infark tunggal di daerah strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada
daerah kortikal atau sub kortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark girus
angularis menimbulkan gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia, gangguan memori,
disorientasi spasial dan gangguan konstruksi. Infark daerah distribusi arteri serebri
posterior menimbulkan gejala amnesia disertai agitasi, halusinasi visual, gangguan
visual dan kebingungan. Infark daerah distribusi arteri serebri anterior
menimbulkan abulia, afasia motorik dan apraksia. Infark lobus parietalis
menimbulkan gangguan kognitif.
Sindrom Binswanger
Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukkan demensia progresif
dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadang-kadang diabetes melitus. Sering
disertai gejala pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan (gait)
dan inkontinensia. Terdapat atrofi white matter, pembesaran ventrikel dengan
korteks serebral yang normal. Faktor risikonya adalah small artery diseases
(hipertensi, angiopati amiloid), kegagalan autoregulasi aliran darah di otak pada
usia lanjut, hipoperfusi periventrikel karena kegagalan jantung, aritmia dan
hipotensi.
Angiopati amiloid serebral
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia arteriola
serebral. Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Kadang-kadang
terjadi demensia dengan onset mendadak.
Hipoperfusi
Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung,
hipotensi berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis, kegagalan
autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi pernafasan. Kondisi-kondisi tersebut
menyebabkan lesi vaskular di otak yang multipel terutama di daerah white matter.
Perdarahan
Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma subdural
kronik, gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan hematoma serebral.
Hematoma multipel berhubungan dengan angiopati amiloid serebral idiopatik atau
herediter.
Mekanisme lain
Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk kelainan
pembuluh darah inflamasi atau non inflamasi (poliartritis nodosa, limfomatoid
granulomatosis, giant-cell arteritis, dan sebagainya).1,4,6
VI. GEJALA KLINIS
Gejala Klinis pada pasien demensia yaitu :4,5,7
1. Kepribadian
Perubahan kepribadian pada seseorang yang menderita demensia
biasanya akan mengganggu bagi keluarganya. Ciri kepribadiaan
sebelum sakit mungkin dapat menonjol selama perkembangan
demensia. Pasien dengan demensia juga menjadi tertutup serta
menjadi kurang perhatian dibandingkan sebelumnya. Seseorang
dengan demensia yang memiliki waham paranoid umumnya lebih
cenderung memusuhi anggota keluarganya dan pengasuhnya. Pasien
yang mengalami kelainan pada lobus fraontalis dan temporalis
biasanya mengalami perubahan kepribadian dan mungkin lebih
iritabel dan eksplosif.
2. Halusinasi dan Waham
Diperkirakan sekitar 20 hingga 30 persen dengan demensia (terutama
pasien dengan demensia tipe Alzheimer) memiliki halusinasi, dan 30
hingga 40 persen memiliki waham, terutama waham paranoid yang
bersifat tidak sistematis, meskipun waham yang sistematis juga
dilaporkan pada pasien tersebut. Agresi fisik dan bentuk-bentuk
kekerasan lainnya lazim ditemukan pada pasien dengan demensia
yang juga memiliki gejala-gejala psikotik.
3. Mood
Pada pasien dengan gejala psikosis dan perubahan kepribadian,
depresi dan kecemasan merupakan gejala utama yang ditemukan pada
40 hingga 50 persen pasien dengan demensia, meskipun sindrom
depresif secara utuh hanya tampak pada 10 hingga 20 persen pasien.
Pasien dengan demensia juga dapat menujukkan perubahan emosi
yang ekstrem tanpa provokasi yang nyata (misalnya tertawa dan
menangis yang patologis).
4. Perubahan Kognitif
Pada pasien demensia yang disertai afasia lazim ditemukan adanya
apraksia dan agnosia dimana gejala-gejala tersebut masuk dalam
kriteria DSM IV. Tanda-tanda neurologis lainnya yang dikaitkan
dengan demensia adalah bangkitan yaitu ditemukan kira-kira pada 10
persen pasien dengan demensia tipe Alzheimer serta 20 persen pada
pasien dengan demensia vaskuler. Refleks primitif seperti refleks
menggenggam, refleks moncong (snout), refleks mengisap, refleks
tonus kaki serta refleks palmomental dapat ditemukan melalui
pemeriksaan neurologis pada 5 hingga 10 persen pasien. Untuk
menilai fugsi kognitif pada pasien demensia dapat digunakan The
Mini Mental State Exam (MMSE).
Pasien dengan demensia vaskuler mungkin mempunyai gejala-gejala
neurologis tambahan seperti sakit kepala, pusing, kepala terasa ringan,
kelemahan, tanda defisit neurologis fokal terutama yang terkait
dengan penyakit serebro-vaskuler, pseudobulber palsy, disartria, dan
disfagia yang lebih menonjol dibandingkan dengan gejala-gejala
diatas pada jenis-jenis demensia lainnya.
5. Reaksi Katastrofik
Pasien dengan demensia juga menunjukkan penurunan kemampuan
yang oleh Kurt Goldstein disebut “perilaku abstrak”. Pasien
mengalami kesulitan untuk memahami suatu konsep dan menjelaskan
perbedaan konsep-konsep tersebut. Lebih jauh lagi, kemampuan untuk
menyelesaikan masalah-masalah, berpikir logis, dan kemampuan
menilai suara juga terganggu. Goldstein juga menggambarkan reaksi
katastrofik berupa agitasi terhadap kesadaran subyektif dari defisit
intelektual dalam kondisi yang penuh tekanan. Pasien biasanya
mengkompensasi defek yang dialami dengan cara menghindari
kegagalan dalam kemampuan intelektualnya, misalnya dengan cara
bercanda atau dengan mengalihkan pembicaraannya dengan
pemeriksa. Buruknya penilaian dan kemampuan mengendalikan
impuls adalah lazim, biasanya ditemukan pada demensia yang secara
primer mengenai daerah lobus frontalis. Contoh dari kelainan ini
adalah penggunaan kata-kata yang kasar, bercanda dengan tidak
wajar, ketidakpedulian terhadap penampilan dan kebersihan diri, serta
sikap acuh tak acuh dalam hubungan sosialnya.
6. Sindrom Sundowner
Ditandai dengan keadaan mengantuk, bingung, ataksia dan terjatuh
secara tiba-tiba. Gejala-gejala tersebut muncul pada pasien yang
berumur lebih tua yang mengalami sedasi yang berlebihan dan
penderita demensia yang bereaksi secara berlebihan terhadap obat-obat
psikoaktif bahkan dengan dosis yang kecli sekalipun. Sindrom tersebut
juga muncul pada pasien demensia saat sitmulus eksternal seperti
cahaya dan isyarat interpersonal dihilangkan.