BAB I

29
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata, berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Kerusakan jaringan yang nyata misalnya terjadi pada nyeri akibat luka operasi. Berpotensi rusak misalnya pada nyeri dada karena penyakit jantung (Angina Pectoris) dimana timbul nyeri sebagai pertanda akan terjadi kerusakan atau berpotensi rusak pada otot- otot jantung bila tidak ditangani secara benar. Bila nyeri tidak ditangani secara benar maka dapat menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut, contohnya nyeri setelah operasi, nyeri setelah sembuh dari penyakit herpes, bila tidak ditangani secara benar maka akan menjadi nyeri kronis yang merupakan permasalahan besar dan sulit ditangani karena terjadi perubahan ekspresi dari saraf- saraf. Nyeri seperti inilah yang diklasifikasikan sebagai nyeri kronis yang ditandai dengan adanya persepsi nyeri tanpa kerusakan jaringan (Dharmayana, 2009).

description

referat nyeri

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain

(IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan

emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan

jaringan yang nyata, berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi

terjadinya kerusakan. Kerusakan jaringan yang nyata misalnya terjadi pada

nyeri akibat luka operasi. Berpotensi rusak misalnya pada nyeri dada karena

penyakit jantung (Angina Pectoris) dimana timbul nyeri sebagai pertanda

akan terjadi kerusakan atau berpotensi rusak pada otot- otot jantung bila tidak

ditangani secara benar. Bila nyeri tidak ditangani secara benar maka dapat

menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut, contohnya nyeri setelah

operasi, nyeri setelah sembuh dari penyakit herpes, bila tidak ditangani secara

benar maka akan menjadi nyeri kronis yang merupakan permasalahan besar

dan sulit ditangani karena terjadi perubahan ekspresi dari saraf- saraf. Nyeri

seperti inilah yang diklasifikasikan sebagai nyeri kronis yang ditandai dengan

adanya persepsi nyeri tanpa kerusakan jaringan (Dharmayana, 2009).

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, pertama nyeri akut

yang umumnya disebabkan oleh trauma atau perlukaan yang disebabkan

gangguan fisik. Sementara nyeri kronis dapat disebabkan oleh gangguan

dalam sistem persarafan itu sendiri. Sehingga meski pesan telah diteruskan ke

otak, namun penyebab gangguan pada persarafan tak mudah untuk diketahui

sebagai sumber nyeri. Nyeri kronis ini dapat pula berasal sebagai tambahan

nyeri yang dipicu oleh keberadaaan penyakit utama seperti pada diabetes

(Dharmayana, 2009).

Mekanisme nyeri, nyeri timbul setelah menjalani proses transduksi,

transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi adalah rangsang nyeri diubah

menjadi depolarisasi membran reseptor yang kemudian menjadi impuls saraf.

Transmisi, saraf sensoris perifir yang melanjutkan rangsang ke terminal di

Page 2: BAB I

2

medula spinalis disebut sebagai neuron aferen primer, jaringan saraf yang

naik dari medula spinalis ke batang otak dan talamus disebut neuron penerima

kedua, neuron yang menghubungkan dari talamus ke kortek serebri disebut

neuron penerima ketiga. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer,

medula spinalis atau supraspinal. Modulasi ini dapat menghambat atau

memberi fasilitasi. Persepsi, nyeri sangat dipengaruhi oleh faktor subyektif,

walaupun mekanismenya belum jelas (Dharmayana, 2009).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui definisi, fisiologi, klasifikasi dan mekanisme,

intensitas, faktor yang mempengaruhi respons nyeri.

2. Tujuan Khusus

a. Sebagai syarat untuk mengikuti ujian akhir blok.

b. Memberi wawasan atas referat yang saya buat kepada mahasiswa

lain.

c. Penyusun dan pembaca mengerti tentang pembahasan ini.

C. Manfaat

Manfaat dari pembuatan referat ini secara khusus ialah penyusun

mengerti tentang apa yang telah dibuat, secara umum sebagai kontribusi

untuk mahasiswa dan pembaca lainnya.

Page 3: BAB I

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan.

Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang

dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat

menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Secara umum

nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri

didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya. Berikut ini

merupakan pendapat beberapa ahli mengenai pengertian nyeri:

1. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang

mempengaruhi seseorang, yang keberadaan nyeri dapat diketahui hanya

jika orang tersebut pernah mengalaminya.

2. Wolf weifsel (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan

menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan

ketegangan.

3. Artur C. Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu

mekanisme bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak sehingga

individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.

4. Secara umum, nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak

menyenangkan akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut

saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, maupun

emosional (Alimul, 2008).

B. Fisiologi Nyeri

Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nosiseptor, merupakan

ujung-ujung saraf sangat bebas yang memiliki sedikit mielin yang tersebar

pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri,

hati, dan kantong empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat

Page 4: BAB I

4

adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi,

termal, listrik, atau mekanis. Stimulasi oleh zat kimiawi diantaranya seperti

histamin, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam seperti adanya

asam lambung yang meningkat pada gastritis atau stimulasi yang dilepas

apabila terdapat kerusakan pada jaringan (Alimul, 2008).

Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan

berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis

serabut, yaitu serabut A (delta) yang bermielin rapat dan serabut lambat

(serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut A mempunyai

sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen

masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal

horn. Dorsal horn tersebut terdiri atas beberapa lapisan atau lamina yang

saling bertautan. Di antara lapisan dua dan tiga membentuk substantia

gelatenosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri

menyeberangi susmsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke

jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (SST)

atau jalur spinothalamus dan spinoreticular (SRT) yang membawa informasi

mengenai sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur

mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur

opiate ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur

spinal desendens dari talamus, yang melalui otak tengah dan medula, ke

tanduk dorsal sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nosiseptor

impuls supresif. Serotonin merupakan neurotransmiter dalam impuls supresif.

Sistem supresif lebih mengaktifkan stimulasi nosiseptor yang ditransmisikan

oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur desendens yang tidak

memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui

mekanismenya (Alimul, 2008).

Page 5: BAB I

5

C. Klasifikasi Nyeri

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain:

1. Klasifikasi nyeri berdasarkan waktu, dibagi menjadi nyeri akut dan nyeri

kronis.

a. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat

menghilang, tidak melebihi enam bulan, serta ditandai dengan adanya

peningkatan tegangan otot (Alimul, 2008).

b. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan,

biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari

enam bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri

terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri psikosomatis (Alimul, 2008).

Tabel 1. Perbedaan nyeri akut dan nyeri kronis

Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronisSumber Sebab eksternal atau

penykit dari dalam.Tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama.

Serangan Mendadak. Bisa mendadak, berkembang, dan terselubung.

Waktu Sampai enem bulan. Lebih dari enam bulan, sampai bertahuun-tahun.

Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak diketahui dengan pasti.

Daerah nyeri sulit dibedakan intesitasnya, sehingga sulit dievaluasi.

Perjalanan Biasanya berkurang setelah beberapa saat.

Penderitaan meningkat setelah beberapa saat.

(Alimul, 2008).

2. Klasifikasi nyeri berdasarkan tempat terjadinya nyeri, dibagi menjadi nyeri

somatik dan nyeri visera.

a. Nyeri somatik, terdapat dua bagian :

1) Nyeri somatik superfisialis (kulit)

Nyeri kulit berasal dari struktur-struktur superfisial kulit dan

jaringan subkutis. Stimulasi yang efektif untuk menimbulkan nyeri

Page 6: BAB I

6

di kulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau

listrik. Apabila hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan

sebagai menyengat, tajam, mengiris, atau seperti terbakar; tetapi

apabila pembuluh darah ikut berperan menimbulkan nyeri, sifat

nyeri manjadi berdenyut. Kulit memiliki banyak saraf sensorik

sehingga kerusakan di kulit menimbulkan sensasi yang lokasinya

lebih akurat dan presisi yang lebih luas dibandingkan di bagian

tubuh lain.daerah nyeri mungkin terbatas di sepanjang suatu

dermatom (segmen kulit) tertentu yang dipersarafi oleh satu akar

dorsal (sensorik). Namun, dermatom-dermatom bukanlah segmen

tersendiri dan terpisah. Di antara dua dermatom yang berdekatan

banyak tumpang-tindih, dan tumpang-tindih tersebut meningkat

apabila yang terlibat adalah sensasi nyeri dan suhu dibandingkan

dengan sensasi sentuh. Karena itu, apabila satu saraf spinal

kehilangan sama sekali fungsinya, di kulit tidak ditemukan darah

yang mengalami anestesia total, karena saraf-saraf dari dua

dermatom di dekatnya akan menyerap rangsangan sensorik. Di

pihak lain, apabila akar dorsal dari satu saraf spinal mengalami

iritasi, seperti pada herpes zoster (dompo, shingles, suatu infeksi

virus pada ganglion spinal), rangsangan yang mengganggu akan

dirasakan secara subjektif dari seluruh dermatom, termasuk bagian

yang tumpang-tindih (Price, 2006).

2) Nyeri somatik dalam

Nyeri somatik dalam mengacu kepada nyeri yang berasal dari otot,

tendon, ligamentum, tulang, sendi, dan arteri. Struktur-struktur ini

memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalosasi nyeri

sering tidak jelas. Nyeri dirasakan lebih difus daripada nyeri kulit

dan cenderung menyebar ke daerah disekiternya. Nyeri dari

berbagai struktur dalam berbeda. Nyeri akibat dari suatu cedera

akut pada sendi memiliki lokalisasi yang jelas dan biasanya

dirasakan sebagai rasa tertusuk, terbakar, atau berdenyut. Pada

peradangan kronik sendi (artritis), yang dirasakan adalah nyeri

Page 7: BAB I

7

pegel-tumpul yang disertai seperti tertusuk apabila sendi bergerak.

Nyeri tulang berasal dari stimulasi reseptor nyeri di periosteum dan

lokalisalinya relatif kurang jelas; nyeri ini sering dirasakan sebagai

pegel-tumpul atau linu. Nyeri otot rangka juga memiliki lokalisasi

yang kurang jelas dan dirasakan sebagai rasa pegel-tumpul atau

kram. Nyeri otot rangka akan terasa menghebat saat otot

berkontraksi dalam keadaan iskemia (Price, 2006).

b. Nyeri visera

Nyeri visera mengacu kepada nyeri yang berasal dari organ-organ

tubuh. Reseptor nyeri visera lebih jarang dibandingkan dengan reseptor

nyeri somatik dan terletak di dinding otot polos organ-organ berongga

(lambung, kandung empedu, saluran empedu, ureter, kandung kemih)

dan di kapsul organ-organ padat (hati, pankreas, ginjal). Parenkim

visera relatif tidak sensitif terhadap sayatan, panas, atau cubitan.

Mekanisme utama yang menimbulkan nyeri visera adalah peregangan

atau distensi abnormal dinding atau kapsul organ, iskemia, atau

peradangan. Usus adalah sumber dari nyeri kram atau perih atau nyeri

intermiten yang dikenal sebagai kolik saat mengalami iritasi oleh zat-

zat kimia yang dihasilkan oleh peradangan atau apabila teregang.

Struktur-struktur lain yang dapat diregangkan, misalnya kandung

empedu, saluran empedu, atau ureter, dapat menimbulkan nyeri kolik,

sering akibat spasme otot polos. Obstruksi aliran keluar dan

peregangan berlebihan juga menyebabkan iskemia dan dibebaskannya

zat-zat kimia yang merangsang reseptor nyeri (Price, 2006).

Visera dipersarafi ooleh dua rute: melalui saraf-saraf yang

memiliki fungsi autonom (jalur visera sejati), seperti saraf splenikus,

dan melalui saraf-saraf spinal yang mempersarafi struktur somatik

(jalur parietal). Pleura parietalis, peritoneum, dan bagian bawah

perikardium peka terhadap nyeri tetapi dipersarafi oleh saraf-saraf

spinal dan bukan sistem saraf otonom (SSO). Nyeri yang disalurkan

melalui jalur visera sejati kurang jelas lokalisasinya dan sering di rujuk

ke suatu daerah permukaan kulit (dermatom) yang jauh dari asalnya.

Page 8: BAB I

8

Di pihak lain, nyeri yang disalurkan melalui jalur parietal dirasakan

tepat di atas daerah yang nyeri. Semua neuron yang dirangsang oleh

masukan afaren visera juga dibuktikan menerima masukan somatik.

Persarafan ganda ini mungkin merupakan salah satu alasan bagi

kurangnya lokalisasi rangsangan visera dan adanya fenomena nyeri

rujukan (Price, 2006).

Nyeri visera disalurkan melalui serat simpatis dan parasimpatis

SSO. Aferen visera biasanya adalah serat tipe C, dan sensasi nyeri

yang dihasilkan biasanyya memiliki kualitas tumpul ataua pegal.

Impuls nyeri dari visera toraks dan abdomen hampir secara eksklusif

dihantarkkan melalui sistem saraf simpatis; impuls berjalan di saraf

simpatis melalui ganglion simpatis tanpa bersinaps, dan kemudian

mencapai saraf spinal melalui ramus komunikans alba dan kemudian

ke ganglion akar dorsal. Namun, impuls nyeri dari faring, trakea, dan

esofagus diperantarai oleh aferen vagus, dan nyeri dari struktur-

struktur dalam panggul disalurkan melalui saraf parasimpatis sakrum.

Di jalur sentral, impuls nyeri visera, serta sensai visera lannya, berjalan

dengan rute yang sama dengan impuls dari struktur somatik. Faktor ini

penting dalam pengalihan nyeri somatik yang sering dari visera (Price,

2006).

Nyeri visera sangatlah tidak menyenangkan tidak saja karena

adanya komponen afektif, yang juga dimiliki oleh nyeri lain tetapi juga

karena banyak aferen visera yang dirangsang oleh proses yang sama

yang menimbulkan nyeri memiliki koneksi refleks yang memicu mual,

muntah, berkeringat, perubahan tekanan darah, dan efek autonom

lainnya. Nyeri visera, seperti nyeri somatik dalam, memicu kontraksi

refleks di otot rangka di sekitar. Spasme refleks ini biasanya terjadi di

dinding abdomen dan paling nyata apabila proses peradangan visera

melibatkan peritoneum. Rincian anatomik jalur-jalur refleks ynag

digunakan oleh impuls dari visera yang sakit untuk memicu spasme

otot rangka masih belum jelas. Spasme ini melindungi struktur di

bawahnya yang meradang dari trauma yang tidak disengaja. Spasme

Page 9: BAB I

9

refleks ini kadang-kadang disebut sebagai defans muskulorum

(muscule guarding) (Price, 2006).

3. Klasifikasi nyeri berdasarkan persepsi nyeri, dibagi menjadi nyeri

nosiseptis dan nyeri neuropatik.

a. Nyeri nosiseptis

Nyeri nosiseptif merupakan suatu nyeri yang ditimbulkan oleh

suatu rangsangan pada nosiseptor. Nosiseptor ini merupakan suatu

ujung saraf bebas yang berakhir pada kulit untuk mendeteksi suatu

nyeri kulit. Nosiseptor juga terdapat pada tendon dan sendi, untuk

mendeteksi nyeri somatik dan pada organ tubuh untuk mendeteksi

nyeri visceral. Reseptor nyeri ini sangat banyak pada kulit, sehingga

suatu stimulus yang menyebabkan nyeri sangat mudah dideteksi dan

dilokalisasi tempat rangsangan tersebut terjadi pada kulit. Input

noksius ditransmisikan ke korda spinalis dari berbagai ujung saraf

bebas pada kulit, otot, sendi, dan viscera (Price, 2006).

b. Nyeri neuropatik

Definisi nyeri neuropatik berdasarkan NeuPSIG (Neuropathic Pain

Special Interest Group) adalah nyeri yang timbul sebagai konsekuensi

langsung terhadap adanya lesi atau penyakit yang mengenai sistem

somatosensorik. Nyeri neuropatik juga diklasifikasikan berdasarkan

lokasi kerusakan neuralnya menjadi perifer dan sentral. Nyeri

neuropatik diawali dengan adanya kerusakan pada bagian sistem saraf

yang normalnya bertugas menghantarkan sensasi nyeri, yaitu sistem

nosiseptif. Kerusakan-kerusakan tersebut akan menimbulkan

kehilangan fungsi (tanda-tanda defisit sensorik), namun jika oleh

beberapa mekanisme kompensasi neurobiologik, neuron-neuron yang

tersisa menghasilkan aktivitas ektopik (dapat perifer atau sentral), yang

melewati konduksi impuls normal dan proses di sinaps, maka

dihasilkanlah sensasi nyeri. Sensasi nyeri ini dirasakan pada daerah

inevarsi distal dari saraf perifer yang rusak atau pada daerah

penerimaan dari struktur SSP yang mengalami kerusakan (nyeri

proyeksi) (Price, 2006).

Page 10: BAB I

10

4. Corwin J.E (1997) mengklasifikasi nyeri berdasarkan sumbernya meliputi:

a. Nyeri kulit, adalah nyeri yang dirasakan dikulit atau jaringan sukkutis,

misalnya nyeri ketika tertusuk jarum atau lutut lecet, lokalisasi nyeri

jelas disuatu tempat dermatom.

b. Nyeri somatik, adalah nyeri dalam yang berasal dari tulang dan sendi,

tendon, otot rangka, pembuluh darah dan tekanan syaraf dalam, sifat

nyeri lambat.

c. Nyeri viseral, adalah nyeri dirongga abdomen atau torak terlokalisasi

jelas disuatu titik tapi bisa dirujuk kebagian-bagian tubuh lain dan

biasanya parah.

d. Nyeri psikogenik, adalah nyeri yang timbul dari pikiran pasien tanpa

diketahui adanya temuan pada fisik (Long, 1996).

e. Nyeri phantom, adalah nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah

satu ekstremitas yang telah diamputasi (Long, 1996).

D. Mekanisme Nyeri

Ada empat tahapan terjadinya nyeri :

1. Transduksi

Transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri (noxious stimuli)

dirubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung

saraf. Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau

kimia (substansi nyeri). Terjadi perubahan patofisiologis karena mediator-

mediator nyeri mempengaruhi juga nosiseptor diluar daerah trauma

sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi proses sensitisasi

perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena

pengaruh mediator-mediator tersebut di atas dan penurunan pH jaringan.

Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak

menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi perifer ini mengakibatkan

pula terjadinya sensitisasi sentral yaitu hipereksitabilitas neuron pada

spinalis, terpengaruhnya neuron simpatis dan perubahan intraseluler yang

menyebabkan nyeri dirasakan lebih lama. Rangsangan nyeri diubah

menjadi depolarisasi membrane reseptor yang kemudian menjadi impuls

syaraf.

Page 11: BAB I

11

2. Transmisi

Transmisi merupakan proses penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor

saraf perifer melewati kornu dorsalis, dari spinalis menuju korteks serebri.

Transmisi sepanjang akson berlangsung karena proses polarisasi,

sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps melewati

neurotransmitter.

3. Modulasi

Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf, dapat

meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri. Hambatan terjadi

melalui sistem analgesia endogen yang melibatkan bermacam-macam

neurotansmiter antara lain endorphin yang dikeluarkan oleh sel otak dan

neuron di spinalis. Impuls ini bermula dari area periaquaductuagrey

(PAG) dan menghambat transmisi impuls pre maupun pasca sinaps di

tingkat spinalis. Modulasi nyeri dapat timbul di nosiseptor perifer medula

spinalis atau supraspinalis.

4. Persepsi

Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang impuls nyeri

yang diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf

sensoris, informasi kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional

(hipokampus dan amigdala). Persepsi menentukan berat ringannya nyeri

yang dirasakan (Asmadi, 2008).

E. Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh

dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang

paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri

itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat

memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Page 12: BAB I

12

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

1. Skala intensitas nyeri deskritif

2. Skala intensitas nyeri numerik

3. Skala analog visual

4. Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :

a. 0 : Tidak nyeri

b. 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan

baik.

c. 4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat

mengikuti perintah dengan baik.

d. 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak

dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

Page 13: BAB I

13

e. 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi (Tamsuri,

2007).

F. Faktor yang Mempengaruhi Respons Nyeri

Respons nyeri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :

1. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji

respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika

sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung

memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri

adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami

penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

2. Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara

signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya

(ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh

nyeri).

3. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon

terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa

nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan

kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.

4. Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan

dan bagaimana mengatasinya.

5. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang

meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya

distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik

relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.

Page 14: BAB I

14

6. Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan

seseorang cemas.

7. Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat

ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.

Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di

masa lalu dalam mengatasi nyeri.

8. Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan

sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang

mengatasi nyeri.

9. Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan

(Tamsuri, 2007).

G. Sumber Nyeri

Nyeri dapat dianggap sebagai ungkapan suatu proses patologik di tubuh

kita. Oleh karena itu, setiap pasien dengan nyeri harus diselidiki secara

sistematik menurut jalur pemikiran anatomik dan patofisiologik. Pengetahuan

tentang adanya jaringan yang peka-nyeri dan yang tak-peka-nyeri

memberikan pegangan untuk berfikir secara relevan (Sidharta, 2009).

Setiap jenis nyeri dicoraki oleh modalitasnya, yang berarti bahwa nyerinya

dapat bersifat tajam, difus, atau menjemukan. Dengan menggunakan semantik

lain, nyeri dapat dinyatakan sebagai kemeng, ngilu, linu, sengal atau pegel.

Nyeri yang bersumber pada visera bersifat difus, yang berasal dari otot

skeletal dapat dinyatakan pegal, yang osteogenik dituturkannya sebagai

kemeng, linu, atau ngilu dan yang bersumber pada saraf perifer bersifat tajam

(Sidharta, 2009).

H. Nyeri Neuromuskuloskeletal Non-neurogenik

Nyeri yang dirasakan pada anggota gerak dapat disebut nyeri

neuromuskuloskeletal. Sebagian dari nyeri itu adalah nyeri yang bangkit

Page 15: BAB I

15

akibat proses patologik di jaringan yang dilengkapi dengan serabut nyeri.

Contoh-contohnya: artralgia (akibat proses patologik di persendian), mialgia

(akibat proses patologik di otot), dan entesialgia (akibat proses patologik di

tendon, fasia, jaringan moifasial dan periosteum). Dalam pada itu didapati

proses patologik setempat. Sebagian besar proses itu berupa peradangan

bakterial, imunologik, non-infeksi, atau perdarahan dan sekali-sekali proses

maligne. Ini berarti bahwa pada lokasi nyeri didapati tanda-tanda peradangan

atau kelainan. Apabila proses lokalnya tidak langsung dapat dilihat, dengan

menekan pada lokasi nyeri dapat diungkapkan adanya nyeri tekan, dengan

menggerakan anggota secara isotonik atau isometrik aktif atau pasif dapat

terungkap adanya nyeri gerak pasif dan aktif, atau nyeri gerak isometrik

(Sidharta, 2009).

Nyeri tekan dapat terungkap dengan penekanan pada daerah keluhan,

terutama pada bagian miofasial, tuberositas, kapsul persendian, tulang,

epikondilus, tempat fraktur tulang, otot dan berkas saraf. Nyeri gerak pasif

dan aktif akan timbul apabila persendian yang terkena proses patologik. Dan

nyeri itu terasa pada gerakan ke seluruh penjuru. Tetapi jika hanya pada satu

tendon saja atau hanya pada satu berkas otot saja yang dilanda proses

patologik, maka pada gerakan pasif dalam lingkup gerakan otot itu tidak akan

bangkit nyeri. Sebaliknya, jika otot itu harus bergerak secara aktif, maka

nyeri akan dihasilkan. Apa yang baru saja dibahas ialah diferensiasi antara

nyeri kapsulogenik dan nyeri miotendinogenik (Sidharta, 2009).

I. Nyeri Neuromuskuloskeletal Neurogenik

Jenis nyeri neuromuskuloskeletal lainnya ialah akibat iritasi langsung

terhadap serabut sensorik perifer. Nyeri itu dikenal sebagai nyeri neurogenik,

yang memiliki dua ciri khas:

1. Nyerinya menjalar sepanjang kawasan distal saraf yang bersangkutan.

2. Penjalaran nyeri itu berpangkal pada bagian saraf yang mengalami iritasi

(Sidharta, 2009).

Serabut sensorik perifer menyusun raduk posterior, saraf spinal, pleksus,

fasikel dan segenap saraf perifer. Nyeri neurogenik yang timbul akibat iritasi

di radiks posterior dinamakan nyeri radikular. Secara teoritik nyeri

Page 16: BAB I

16

neurogenik lainnya dapat disebut secara berturut-turut nyeri pleksikular, nyeri

fasikular dan nyeri neuritik. Akan tetapi di dalam klinik dibedakan hanya

nyeri radikular dan nyeri neuritik (Sidharta, 2009).

J. Nyeri Radikular

Radiks anterior dan posterior bergabung menjadi satu berkas di foramen

intervertebrale. Berkas itu dinamakan saraf spinal. Baik iritasi pada serabut-

serabut sensorik di bagian radiks posterior maupun di bagian saraf spinal itu

menbangkitkan nyeri radikular. Kawasan sensorik setiap radiks posterior

adalah dermatoma. Pada permukaan toraks dan abdomen dermatoma itu

selapiis demi selapis, sesuai dengan urutan radiks posterior pada segmen-

segmen medula spinalis C.3 – C.4 dan T.3 sampai dengan T.12. Tetapi pada

permukaan lengan dan tungkai kawasan dermatomal tumpang tindih oleh

karena saraf spinal tidak langsung menuju ke ekstremitas, melainkan

menyusun pleksus dan fasikulus terlebih dahulu kemudian menuju ke lengan

dan tungkai. Karena itulah, maka penataan lamelar dermatoma C.5 – T.2 dan

L.2 – S.3 menjadi agak kabur (Sidharta, 2009).

Segala sesuatu yang merangsang serabut sensorik di tingkat radiks dan

foramen intervertebrale dapat menimbulkan nyeri radikular, yaitu nyeri yang

terasa berpangkal pada tingkat tulang belakang tertentu dan menjalar

sepanjang kawasan dermatomal radiks posterior yang bersangkutan. Pada

adanya herpes zoster di T.5 misalnya kawasan dermatoma T.5 itu dapat

diungkapkan oleh gelembung-gelembung herpes yang tersebar pada

permukaan kulit. Dalam pada itu, yang dilanda virus herpes zoster ialah

ganglion spinale T.5. Osteofit, penonjolan tulang karena fraktur, nukleus

pulposus atau serpihannya, tumor dan sebagainya dapat merangsang satu atau

lebih radiks posterior. Pada tingkat kauda equina radiks posterior letaknya

dekat satu dengan yang lain, sehingga nukleus pulposus diskus intervertebrale

antara L.5 dan S.1 dapat mengganggu 3 radiks posterior. Dalam hal itu nyeri

radikular dapat dirasakan pada permukaan kulit yang tercakup oleh 3

dermatoma. Pada umumnya hanya satu radiks saja yang pada permulaan

mengalami iritasi terberat. Kemudian yang kedua lainnya akan mengalami

nasib yang sama. Karena adanya perbedaan derajat iritasi, selisih waktu

Page 17: BAB I

17

dalam penekanan, penjepitan dan sebagainya, maka nyeri radikular akibat

iritasi terhadap 3 radiks posterior itu dapat juga dirasakan oleh pasien sebagai

nyeri neurogenik yang terdiri atas nyeri yang tajam, nyeri yang menjemukan

dan parestesia (Sidharta, 2009).

Page 18: BAB I

18

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan.

Sifatnya sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang

dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang

dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

2. Nyeri dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu

berdasarkan waktu, tempat terjadinya nyeri, dan persepsi nyeri.

3. Mekanisme nyeri ada empat tahap yaitu transduksi, transmisi, modulasi,

persepsi.

4. Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual

dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat

berbeda oleh dua orang yang berbeda.

5. Respons nyeri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya usia,

jenis kelamin, kultur, makna nyeri, perhatian, ansietas, pengalaman masa

lalu, pola koping, support keluarga dan sosial.

B. SARAN

Pelajarilah literatur-literatur lainnya yang mengenai klasifikasi dan

mekanisme nyeri supaya pemahaman kita lebih luas. Refrat ini hanya sebagai

tambahan saja, dan mungkin masih belum lengkap tentang materinya.