BAB I

11
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya, tapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi seorang anak yang sedang dalam proses tumbuh. Gizi menggambarkan hubungan antara makanan yang dikonsumsi dengan keadaaan kesehatan atau penampilan seseorang. Gizi seimbang artinya : 1. Ada keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan tubuh. 2. Adanya keseimbangan antara berbagai zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Pemantaun pertumbuhan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara terus – menerus dan teratur.

description

azxcds

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan berat

badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya, tapi lebih dari itu

memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan

zat gizi seorang anak yang sedang dalam proses tumbuh. Gizi

menggambarkan hubungan antara makanan yang dikonsumsi dengan

keadaaan kesehatan atau penampilan seseorang.

Gizi seimbang artinya :

1. Ada keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan tubuh.

2. Adanya keseimbangan antara berbagai zat gizi yang diperlukan oleh

tubuh.

Pemantaun pertumbuhan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara

terus – menerus dan teratur. Dengan pemantauan pertumbuhan, setiap ada

gangguan keseimbangan gizi pada seorang anak akan dapat diketahui secara

dini melalui perubahan pertumbuhan. Dengan diketahuinya gangguan gizi

secara dini maka tindakan penanggulangannyadapat dilakukan dengan segera,

sehingga keadaan gizi yang meburuk dapat dicegah.

Penyebab utama kasus gizi buruk dikota metropolitan tampaknya bukan

semata – mata karena masalah ekonomi atau kurang pengetahuan. Kasus gizi

buruk dikota besar biasanya didominasi oleh malnutrisi sekunder. Malnutrisi

Page 2: BAB I

sekunder adalah gangguan berat badan atau gagal tumbuh ( failure to thrive )

yang disebabkan karena adanya gangguan disitem tubuh anak. Sedangkan

penyebab gizi buruk didaerah pedesaan atau daerah miskin lainnya sering

disebut malnutrisi primer yang disebabkan karena masalah eknomi dan

rendahnya pengetahuan.

Gizi buruk memang merupakan masalah klasik bangsa ini sejak dulu.

Tanpa data daninformasi yang cermatdan lengkap sebaiknya jangan terlalu

cepat menyimpulkan bahwa adanya gizi buruk identik dengan kemiskinan.

Karena gizi buruk bukan saja disebabkan karena masalah ekonomi atau

kurangnya pengetahuan dan pendidikan. Masalah gizi pada hakikatnya adalah

masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dapat

dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja.

Peningkatan status gizi diarahkan pada peningkatan intelektualitas,

produktivitas, dan prestasi kerja serta penurunan angka gizi salah terutama

gizi kurang (Supariasa, DN, Dkk, 2002).

Data terakhir secara nasional menunjukkan jumlah balita dengan gizi

kurang dan gizi buruk mencapai 4.100.000 anak, pada tahun 2004 jumlah

anak balita dengan gizi kurang dan gizi buruk mencapai 5.100.000 balita.

Pada tahun 2006 jumlah balita dengan gizi kurang dan gizi buruk mencapai

4.280.000 balita dan 944.246 beresiko terkena gizi buruk, dan pada tahun

2007 jumlah balita dengan gizi kurang dan gizi buruk mencapai 4.130.000

balita dan 755.397 beresiko terkena gizi buruk (Dep Kes RI, 2008).

Berdasarkan hasil suvey pemantauan status gizi (PSG) tahun 2006 diketahui

Page 3: BAB I

bahwa di jawa timur terdapat 17,5 % balita yang menderita gizi kurang

maupun gizi buruk, terdiri dari 14,96 % balita gizi kurang dan 2,6 % balita

gizi buruk (survey PSG jatim, 2006). Jumlah balita yang ditimbang tahun

2006 sebesar 2.193.958, jumlah berat badan naik1.560.784 (71,14 %), yang

BGM 65,277 (2,98 %) dan balita gizi buruk yang mendapat perawatan 10.227

(78,65 %) dari seluruh jumlah balita gizi buruk 13.066.

Status gizi kurang pada balita biasa disebut dengan istilah Kurang Energi

Protein (KEP). Kurang Energi Protein (KEP) pada balita dapat terjadi sebagai

akibat pemasukan bahan makanan yang tidak tepat dan atau yang tidak

mencukupi atau dapat juga timbul sebagai akibat penyerapan makanan yang

kurang, kebiasaan makan yang buruk, kecenderungan yang salah dalam

mengolah bahan makanan serta factor emisoinal (Behram, RE, 1999).

Penyebab langsung dari status gizi kurang adalah defesiensi kalori maupun

protein dan beberapa toksin yang dihasilkan oleh bahan makanan yang

dikonsumsi oleh balita, sehingga terjadi spectrum gejala dengan berbagai

manifestasi klinik. Sedangkan penyebab tak langsung dari status gizi kurang

sangat banyak sehingga disebut juga penyakit dalam kausa multifaktoral.

Kausa Multifaktoral disini meliputi faktor ekonomi yaitu jenis pekerjaan,

tingkat pendapatan, pengeluaran untuk makan, dan ketersediaaan pangan

dalam keluarga. Faktor lingkungan yaitu lingkungan fisik dan lingkungan

biologic, misalnya infeksi karena baktari, virus, parasit yang umumnya

tumbuh subur pada iklim tropis yang lembab dan kotor. Terbatasnya saluran –

saluran penyediaan air bersih, sarana pembuangan air limbah, kurangnya

Page 4: BAB I

kebersihan lingkungan perumahan dan lain sebagainya merupakan pendorong

timbulnya berbagai penyakit tersebut. Disamping itu perilaku membuang

sampah tidak pada tempatnya, minum air yang tidak dimasak, kebiasaan

makan yang tidak memenuhi persyaratan gizi dapat mempermudah terjadinya

penularan penyakit. Faktor lingkungan memberikan kostribusi yang paling

besar terhadap derajat kesehatan, disamping faktor perilaku, pelayanan

kesehatan dan factor keturunan. Kondisi lingkungan fisik dan biologi

terutama berpengaruh terhadap pola penyakit akibat infeksi dan parasit

(Suhartini, E dan Wirjadmadi, B, 2002).

Gizi kurang menyebabkan penyakit pada anak balita yang sebenarnya

ringan menjadi penyakit yang berat. Anak balita dengan status gizi kurang

akan mengalami gangguan pertumbuhan, fisik, mental, dan intelektual.

Apabila tingkat kosndumsi dan kualitas serta kuantitas dalam susunan

hidangan dan perbandingannya memenuhi kebutuhan tubuh, maka tubuh akan

mendapatkan kosndisi kesehatan gizi yang baik pula. Sebaliknya tingkat

konsumsi yang kurang, baik kualitas maupun kuantitasnya, akan memberikan

kondisi kesehatan gizi yang kurang atau malnutrisi (Kodyat, B, 1998;

Suhartini, E dan Wirjatmadi, B, 2002).

Penyakit akibat Kurang Energi Protein (KEP) banyak terdapat pada

masyarakat dengan tingkat ekonomi social rendah. Kekurangan protein murni

pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak – anak dibawah usia

lima tahun. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan

Page 5: BAB I

kekurangan energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus.

Kombinasi keduanya disebut marasmic kwashiorkor (Almatsier, S, 2002).

Dari data yang didapat penilitidari Puskesmas Sukodono bulan januari

hingga agustus 2012, peneliti mendapatkan bahwa rata - rata 41 balita didesa

jumputrejo kecamatan Sukodono, kabupaten Sidoarjo mengalami penurunan

status gizi. Selain itu, warga didaerah Sukodono memiliki ekonomi diatas rata

– rata dengan penghasilan diatas UMR (Rp 1.200.000). Tetapi angka

penurunan gizi balitanya masih dapat dikatakan besar. Oleh karena itu,

peneliti tertarik untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang

mempengaruhi penurunan status gizi balita. Berdasarkan hal tersebut maka

peneliti mengadakan penelitian yang berjudul “BEBERAPA FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PENURUNAN STATUS GIZI BALITA DI DESA

JUMPUTREJO, KECAMATAN SUKODONO KABUPATEN SIDOARJO”

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian diatas dirumuskan masalah penelitian yaitu : Apa saja

faktor yang mempengaruhi penurunan status gizi balita di desa jumputrejo

kecamatan Sukodono kabupaten Sidoarjo?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Page 6: BAB I

Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi penurunan status

gizi balita di desa jumputrejo kecamatan Sukodono kabupaten Sidoarjo.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

a. Untuk mengidentifikasi konsumsi gizi balita : frekuensi konsumsi

ASI Eksklusif, konsumsi keanekaragaman makanan balita, dan

penggunaan MP-ASI (Makanan Pendamping ASI) pada balita.

b. Untuk mengidentifikasi tentang sejauh mana pendidikan responden

/ ibu balita.

c. Untuk mengidentifikasi pendapatan dari orangtua balita.

d. Untuk mengidentifikasi kelengkapan imunisasi balita.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

1.4.1. Manfaat untuk Puskesmas

Sebagai masukan / informasi tambahan bagi puskesmas sebagai

sarana pelayanan kesehatan tentang terjadinya penurunan berat badan

balita dibawah garis merah KMS sebagai bahan penyuluhan yang

bertujuan dapat memperhatikan program gizi yang diterapkan pada

masyarakat disekitar puskesmas dan dapat digunakan sebagai cara

untuk menekan angka kasus gizi buruk dimasyarakat sekitar

puskesmas.

1.4.2. Manfaat untuk peneliti

Page 7: BAB I

Sebagai wawasan dan masukan bagi peneliti tentang faktor – faktor

yang berpengaruh terhadap terjadinya penurunan status gizi balita dan

agar lebih baik lagi dalam melakukan penelitian yang bisa dijadikan

bekal pengalaman dan keterampilan dalam menjalankan kewajiban

sebagai dokter

1.4.3. Manfaat untuk masyarakat

Memberi masukan kepada masyarakat akan pentingnya gizi pada

anak – anak sehingga diharapkan anak – anak mereka akan

mendapatkan kebutuhan gizi yang cukup.