BAB I
-
Upload
adinda-utary -
Category
Documents
-
view
10 -
download
2
description
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Indonesia mempunyai luas hutan yang menempati urutan ke tiga dunia setelah
Brasil dan Zaire. Luas hutan Indonesia kini diperkirakan mencapai 120,35 juta ha, atau
63 persen luas daratan (Herdiman, 2003). Hutan merupakan suatu pondasi alam dalam
menyediakan dan mengendalikan kebutuhan manusia seperti udara, air dan sebagainya. Hutan
sangat diperlukan dalam keberlangsungan hidup manusia. Hutan dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya itu merupakan salah satu sumber daya alam yang penting bagi
Indonesia. Dengan sumber yang cukup tinggi bagi pendapatan ekspor, lapangan kerja,
serta sumber pendapatan masyarakat lokal, namun demikian saat ini semakin terancam
akibat sering terjadinya kebakaran hutan dari tahun ke tahun.
Kebakaran hutan merupakan salah satu sebab degradasi hutan dan terbukti
menimbulkan dampak merugikan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lainnya, dan pada
berbagai aspek baik ekonomi maupun sosial.
Penyebab kebakaran hutan di Indonesia bersumber pada kebijakan pengelolaan
hutan, lemahnya peraturan perundangan dan penegakan aturan yang ada, dan mekanisme
sistem/kelembagaan yang bertanggungjawab terhadap kebakaran hutan. Bahwa api tidak
bisa sepenuhnya dihilangkan dari ekosistem hutan, beberapa tipe vegetasi hutan
merupakan klimaks api. Pengurangan resiko kebakaran hutan dapat ditempuh dengan
mempertimbanglkan kearifan lokal dari masyarakat tradisional.
Secara umum dampak kebakaran hutan terhadap lingkungan sangat luas, antara
lain kerusakan ekologi, menurunnya keanekaragaman sumber daya hayati dan
ekosistemnya, serta penurunan kualitas udara akibat kabut asap yang disebabkan oleh
kebakaran hutan tersebut. Dampak kebakaran menyangkut berbagai aspek, baik fisik maupun
non fisik, langsung maupun tidak langsung pada berbagai bidang maupun sektor.
1
Kebakaran hutan telah menjadi masalah bukan hanya di Indonesia tetapi juga
berdampak regional di Asia Tenggara yang berpengaruh terhadap berbagai sector kehidupan
seperti gangguan aktivitas kehidupan sehari-hari, hambatan transportasi, kerusakan ekologis,
penurunan pariwisata, dampak politik, ekonomi dan gangguan kesehatan.3,4 World Wildlife
Fund (WWF) menyampaikan kerugian akibat kebakaran hutan pada tahun 1997 di Indonesia
kurang lebih 4,4 milyar dolar Amerika Serikat. World Wildlife Fund (WHO) memperkirakan
sekitar 20 juta orang Indonesia telah terpajan asap kebakaran hutan yang mengakibatkan
berbagai gangguan paru dan sistem pernapasan.
RUMUSAH MASALAH
Apa definisi kabut asap?
Apa penyebab terjadinya kabut asap?
Apa saja dampak negatif kabut asap terhadap kesehataan manusia?
Bagaimana penanggulangannya kabut asap?
TUJUAN
Mengetahui definisi dari kabut asap.
Mengetahui penyebab terjadinya kabut asap.
Mengetahui dampak negatif kabut asap terhadap kesehataan manusia.
Mengetahui penanggulangan kabut asap.
BAB II
2
PEMBAHASAN
A. PENCEMARAN UDARA DAN KABUT ASAP
Lingkungan biasanya diartikan sebagai sesuatu yang ada di sekeliling kehidupan atau
organisme. Lingkungan adalah kumpulan dari segala sesuatu yang membentuk kondisi dan
akan mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung baik kepada kehidupan dalam
bentuk individual maupun kuminitas pada tempat tertentu.
Pencemaran kabut asap atau dengan kata lain pencemaran udara adalah kehadiran satu
atau lebih substansi fisik, kimia, atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat
membahayakan kesehatan mahkluk hidup, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau
merusak properti. Pengertian lain menyebutkan bahwa Pencemaran udara adalah
masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam atmosfir yang dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan, gangguan pada kesehatan manusia secara
umum serta menurunkan kualitas lingkungan.
KOMPOSISI ASAP
Asap merupakan perpaduan atau campuran karbon dioksida, air, zat yang
terdifusi di udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida dan
mineral. Ribuan komponen lainnya dapat ditemukan tersendiri dalam asap. Komposisi
asap tergantung dari banyak faktor, yaitu jenis bahan pembakar, kelembaban,
temperatur api, kondisi angin dan hal lain yang mempengaruhi cuaca, baik asap tersebut
baru atau lama. Jenis kayu dan tumbuhan lain yang terdiri dari selulosa, lignin, tanin,
polifenol, minyak, lemak, resin, lilin dan tepung, akan membentuk campuran yang
berbeda saat terbakar. Materi partikulat atau Particulate Matter (PM) merupakan
bagian penting dalam asap kebakaran untuk pajanan jangka pendek (jam atau
mingguan). Materi partikulat adalah partikel tersuspensi, yang merupakan campuran
partikel solid dan droplet cair. Karakteristik dan pengaruh potensial materi partikulat
terhadap kesehatan tergantung pada sumber, musim, dan keadaan cuaca. Materi
partikulat dibagi menjadi:
3
• Ukuran lebih dari 10 mm biasanya tidak sampai ke paru; dapat mengiritasi mata,
hidung dan tenggorokan.
• Partikel kurang atau sama dengan 10 mm; dapat terinhalasi sampai ke paru.
• Partikel kasar (coarse particles) berukuran 2,5 – 10 mm.
• Partikel halus (fine particles) berdiameter kurang dari 2,5 mm.
Partikel debu atau materi partikulat melayang (suspended particulate matter)
merupakan campuran sangat rumit berbagai senyawa organik dan anorganik di udara
dengan diameter <1 μm sampai maksimal 500 μm. Materi partikulat akan berada di
udara dalam waktu relatif lama dalam keadaan melayang dan masuk ke dalam tubuh
manusia melalui saluran pernapasan. Karena komposisi materi partikulat yang rumit dan
pentingnya ukuran partikulat dalam menentukan pajanan, banyak istilah digunakan
untuk menyatakan materi partikulat di udara. Beberapa istilah mengacu pada metode
pengambilan sampel udara seperti suspended particulate matter (SPM), total suspended
particulate (TSP) atau ballack smoke. Istilah lain lebih mengacu pada tempat di saluran
napas, tempat materi partikulat mengendap yaitu inhalable thoracic particulate yang
terutama mengendap pada saluran napas bagian bawah.Partikel asap cenderung sangat
kecil dengan ukuran hampir sama dengan panjang gelombang cahaya yang terlihat atau
0,4-0,7 mm. Partikel asap tersebut hampir sama dengan fraksi partikel PM2,5 sehingga
dapat menyebar dalam cahaya dan mengganggu jarak pandang. Partikel halus dapat
terinhalasi ke dalam paru sehingga lebih berisiko mengganggu kesehatan dibandingkan
partikel lebih besar. Polutan lain yang berbahaya adalah karbon monoksida yang tidak
berwarna, tidak berbau, yang dihasilkan dari pembakaran kayu atau material organik
yang tidak sempurna. Kadar tertinggi karbon monoksida adalah saat smoldering,
khususnya dekat api. Polutan udara lain yang dapat mengiritasi saluran pernapasan
yaitu akrolein, formaldehid, dan benzena - karsinogen dalam jumlah lebih rendah
dibandingkan materi partikulat dan karbon monoksida. Secara umum, peningkatan
kadar PM 10 μm di udara dihubungkan dengan:
• Peningkatan berbagai keluhan pernapasan
• Peningkatan kunjungan ke instansi gawat darurat
4
• Peningkatan rawat inap dan risiko kematian
• Eksaserbasi akut asma bronkial dan penyakit paru obstruktif kronik.
B. PENYEBAB TERJADINYA KABUT ASAP
Penyebab alami kebakaran hutan ada empat yaitu petir, erupsi vulkanik, percikan api
dari reruntuhan batu dan pembakaran spontan. Kebakaran hutan juga dapat disebabkan ulah
manusia seperti arson, punting rokok yang masih menyala, percikan api dari peralatan. Di
beberapa daerah orang membakar habis suatu lahan perhutanan agar menjadi subur dengan
cara lebih murah. Di Amerika, Kanada, dan Cina Utara, petir menjadi penyebab utama,
sedangkan di negara lain (seperti Meksiko, Amerika Tengah, Afrika, Asia Tenggara, Fiji, dan
Selandia Baru), kesalahan manusia menjadi penyebab utama. Penyebab kebakaran liar, antara
lain:
• Sambaran petir pada hutan kering akibat musim kemarau panjang
• Kelalaian manusia seperti membuang puntung rokok sembarangan atau lupa mematikan api
di perkemahan
• Aktivitas vulkanis seperti terkena aliran lahar atau awan panas dari letusan gunung berapi
• Tindakan disengaja seperti membersihkan lahan pertanian atau membuka lahan pertanian
yang baru atau vandalism
• Kebakaran di bawah tanah gambut dapat menyulut kebakaran di atas tanah saat musim
kemarau
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBAKARAN HUTAN
a. Kedatangan Musim Kemarau
Cuaca yang cukup panas akan menyulut reaksi oksidasi reranting pohon kering yang
saling bergesekan, akibat gesekan inilah yang akan menimbulkan percikan api dan
terjadilah kebakaran tersebut dan terdapat juga perubahan musim kemarau dan musim
hujan yang kadang tidak teratur kadang datang lebih cepat dan berakhir lebih lama, hal
ini berkaitan dengan gejala El Nino-Southern Oscillation atau ENSO.
b. Sumber Api Buatan Manusia
5
Kebakaran hutan semula dianggap terjadi secara alami, tetapi kemungkinan manusia
mempunyai peran dalam memulai kebakaran di milenium terakhir ini, pertama untuk
memudahkan perburuan dan selanjutnya untuk membuka petak-petak pertanian di
dalam hutan. Meskipun kebakaran telah menjadi suatu ciri hutan-hutan di Indonesia
selama beribu-ribu tahun, kebakaran yang terjadi mula-mula pasti lebih kecil dan lebih
tersebar dari segi frekuensi dan waktunya dibandingkan dua dekade belakangan ini.
c. Bahan Bakar
Faktor-faktor terjadinya suatu kebakaran hutan dan lahan adalah karena adanya unsur
panas, bahan bakar dan udara/oksigen. Penyebaran api bergantung kepada bahan bakar
dan cuaca. Bahan bakar berat seperti log, tonggak dan cabang-cabang kayu dalam
keadaan kering bisa terbakar, meski lambat tetapi menghasilkan panas yang tinggi.
Bahan bakar ringan seperti rumput dan resam kering, daun-daun pinus dan serasah,
mudah terbakar dan cepat menyebar, yang selanjutnya dapat menyebabkan kebakaran
hutan.
Pembakaran pada dasarnya merupakan reaksi oksidasi yang cepat dari suatu bahan.
Dibanding dengan proses oksidasi yang lain misalnya penguraian, pemabakaran
berlangsung jauh lebih cepat. Untuk itu setiap proses kebakaran, faktor-faktor bahan
bakar, oksigen (udara) dan panas merupakan prasyarat yang harus ada dalam kondisi
dan perbandingan yang tepat.
Kebakaran hutan pada dasarnya merupakan penyalaan bahan-bahan organik kering
yang ada didalam hutan, namun demikian tipe kebakaran yang terjadi sangat bervariasi.
Jumlah, kondisi dan penyebaran bahan-bahan yang potensial dapat terbakar, kondisi
cuaca, kondisi topografi, sangat menentukan tipe kebakaran dan akibat kerusakan yang
terjadi.
C. DAMPAK KABUT ASAP TERHADAP KESEHATAN MANUSIA
6
Penurunan kualitas udara sampai taraf membahayakan kesehatan dapat menimbulkan
dan meningkatkan penyakit saluran napas seperti infeksi saluran napas akut (ISPA). Penderita
ISPA di daerah bencana asap meningkat 1,8 – 3,8 kali dibandingkan jumlah penderita ISPA pada
periode sama tahun-tahun sebelumnya.Pada saat kebakaran hutan tahun lalu, kualitas udara di
wilayah Kalimantan Barat sudah pada tahap membahayakan kesehatan dengan kadar debu
>1.490 μg/m3 (batas yang diperkenankan 230 μg/m3). Kabut asap akibat kebakaran hutan telah
merambah ke berbagai propinsi seperti Kalimantan Tengah, Sumatera Utara dan Riau bahkan
sudah mencapai Malaysia dan Thailand.Asap menimbulkan iritasi mata, kulit dan gangguan
saluran pernapasan yang lebih berat, fungsi paru berkurang, bronkitis, asma eksaserbasi, dan
kematian dini. Selain itu konsentrasi tinggi partikel-partikel iritasi pernapasan dapat
menyebabkan batuk terus-menerus, batuk berdahak, kesulitan bernapas dan radang paru.
Materi partikulat juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh dan fisiologi melalui
mekanisme terhirupnya benda asing ke paru. Dampak yang ditimbulkan tergantung dari
individu seperti umur, penyakit pernapasan sebelumnya, infeksi dan kardiovaskuler dan ukuran
partikel. Zat asap kebakaran yang mengenai saluran napas:
• Karbon monoksida (CO) beredar melalui aliran darah dan paru, mengurangi pengiriman
oksigen ke jaringan tubuh (anoksia) menimbulkan gejala sesak napas, kebingungan, dan dada
terasa berat. Konsentrasi CO pada penduduk tertentu yang terpajan asap api tidak
menimbulkan bahaya bermakna kecuali pada individu yang sensitif; mereka yang memiliki
penyakit jantung mengalami nyeri dada dan aritmia. Pada tingkat pajanan lebih tinggi CO dapat
menyebabkan sakit kepala, lemah, pusing kebingungan, disorientasi, gangguan penglihatan,
koma dan kematian.
• Sulfurdioksida (SO2), gas pedas yang bisa menimbulkan sesak napas, mengi karena
bronkokonstriksi selanjutnya mengiritasi mukosa pernapasan.
• Nitrogendioksida (NO2) dikeluarkan selama kebakaran suhu tinggi seperti saat kebakaran
badai.
• Ozon (O3) dapat mengiritasi tenggorokan.
7
• Sianida (CN-) dihasilkan oleh pembakaran bahan-bahan alami dan sintetik bila kadar laktat
tinggi; dapat berguna sebagai indikator di rumah sakit. • Hidrokarbon, contohnya gas benzene
hasil pembakaran bahan organik yang tidak sempurna.
• Aldehid (akrolin, formaldehid/HCHO) hasil pembakaran bahan organik yang tidak sempurna.
• Materi Partikulat (PM), bisa padat atau cair, dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna
dengan ukuran dari 0,005 μm sampai 100 μm, dapat menembus saluran napas sampai ke paru.
Inhalasi merupakan satu-satunya jalur pajanan yang menjadi perhatian kesehatan. Pengaruh
materi partikulat bentuk padat maupun cair di udara sangat tergantung pada ukurannya.
Ukuran materi partikulat yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 – 10
μm. Partikulat 5 μm dapat langsung masuk ke dalam paru dan mengendap di alveoli. Partikulat
>5 μm juga berbahaya karena partikulat dapat menganggu saluran pernapasan bagian atas dan
dapat menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergis
dengan gas SO2 di udara.13 Kondisi kronik terpajan polusi udara beracun dengan konsentrasi
tinggi sedikit meningkatkan risiko kanker. berdahak dan 2 orang (3,7%) mengeluh nyeri dada.
D. PENANGGULANGAN KABUT ASAP
Upaya terbaik tentu mencegah kebakaran hutan, ini perlu jadi prioritas utama. Karena
keterbatasan sarana kesehatan dalam mencegah bahaya kebakaran hutan maka usaha
pencegahan paling utama adalah mengatasi sumbernya yaitu memadamkan kebakaran itu
sendiri. Perlu dibina kerjasama lintas sektoral kesehatan, lingkungan hidup dan pihak
meteorologi yang baik untuk memantau polusi akibat kebakaran hutan. Kalau asapnya telah
menyebar, perlu dilakukan berbagai tindakan untuk melindungi masyarakat luas dari pajanan
asap. Masyarakat sedapat mungkin melindungi dirinya sendiri dari pajanan asap dan
pemerintah setempat memberikan penyuluhan tentang bahaya dan cara pencegahan
kebakaran hutan. Saat ini cara pencegahan yang banyak digunakan adalah pemakaian masker
karena relatif murah dan dapat disebarluaskan tetapi efektivitasnya masih dipertanyakan.
National Institute of Occuposional Safety and Health (NIOSH) telah melakukan pengujian di
Amerika Serikat dan menetapkan beberapa jenis masker yang mampu menyaring lebih dari 99%
partikel silika berukuran 0,5 μm. Beberapa badan kesehatan lain merekomendasikan masker
yang baik yaitu mampu menyaring lebih dari 95% partikel > 0,3 μm dan biasanya diberi kode
8
R95, N95, atau P95. Masker ini harus dipasang dengan cukup rapat sehingga udara tidak dapat
masuk di selasela pinggiran masker dan kulit wajah; hal yang tidak mudah dilakukan. Alat bantu
napas bisa digunakan setelah penatalaksanaan lain yang lebih efektif, antara lain dengan
mengurangi pajanan, termasuk tinggal di dalam rumah, dan mengurangi aktivitas, terutama
pada individu yang sensitif
9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Kebakaran hutan merupakan masalah kesehatan yang serius
2. Asap polusi terkandung dalam biomassa yang besar pengaruhnya terhadap kesehatan
paru, terutama yang berukuran <10 mm
3. Dampak asap terhadap kesehatan berupa berbagai gangguan dan keluhan pernapasan,
terutama pada orang yang berisiko tinggi atau sensitif
4. Kebakaran hutan mutlak harus dicegah.
SARAN
Saran penulis lebih mengarah kepada masyarakat, seharusnya masyarakat tidak lagi
membakar hutan sembarangan, karena akan mengakibatkan berbagai macam dampak negatif
selain di bidang kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
10
Achmad Lutfi,2009. Pengertian Pencemaran.http://www.chem-is-try.org/materi kimia/kimia
lingkungan/pencemaran lingkungan/pengertian-pencemaran/ diakses pada tanggal 5 Desember 2011
Putra,”Pencemaran Udara, Dampak dan Solusinya, http://putracenter.net/2009/01/07/pencemaran-udara-
dampak-dan-solusinya/ diakses pada tanggal 5 Desember 2011.
Pramudya Sunu, Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan Iso 14001,(Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Indonesia,2001), hal.41.
Astri Nugroho, Bioindikator Kualitas Udara.Cet 1 (Jakarta : Universitas Trisakti,2005) hal 8.
Wisnu Arya Wardhana,Dampak Pencemaran Lingkungan (Dengan Kata Sambutan Menteri Negara Lingkungan
Hidup/Kepala BAPEDAL),Edisi Revisi.(Yogyakarta: Andi Yogyakarta,2004) hal 28
H.J Mukono,Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan, (Surabaya : Airlangga
University Press,1997). Hal.44.
11