BAB I
-
Upload
ana-abadi-al-ind -
Category
Documents
-
view
15 -
download
4
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone
dari sel plasma yang abnormal berkembang biak, membentuk tumor di sumsum
tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul
di dalam darah. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma, Kahler's
disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian
sumsum tulang, kerusakan tulang, dan formasi paraprotein. Myeloma
menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang
bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah.
Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan
traktus digestivus. Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi,
benzena, dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki
peran. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma
seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q.8
Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari
100.000 populasi. Usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan
35% kasus terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya
ada 32.000 kasus baru yang dilaporkan dan 20.000 kematian setiap tahunnya.5,6
Gambaran klinis di temukan pucat yang disebabkan oleh anemia,
ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni, gambaran neurologis
seperti perubahan tingkat sensori, lemah, atau carpal tunnel syndrome dan
amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma
Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang
terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti
bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan.1,2,3,4 Diagnosis multiple myeloma
dapat ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomi.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone
dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum
tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul
di dalam darah atau air kemih. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell
myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai
dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi paraprotein.
Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui
mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi
cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf,
jantung, otot dan traktus digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati,
perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-
obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan.1,2,3,4
II.2 Insiden dan Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari
100.000 populasi. Pada tahun 2004, diperkirakan ada 15.000 kasus baru multiple
myelosis di Amerika Serikat. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro
Amerika dan pada pria. Meskipun penyakit ini biasanya ditemukan pada lanjut
usia, usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan 35% kasus
terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya ada 32.000
kasus baru yang dilaporkan dan 20.000 kematian setiap tahunnya.5,6
II.3 Etiologi
Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan
pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran.
Multiple myeloma telah dilaporkan pada anggota keluarga dari dua atau lebih
2
keluarga inti dan pada kembar identik.7 Beragam perubahan kromosom telah
ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan
predominan kelainan pada 11q.8
ANATOMI
Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti
vertebra, tulang iga, tengkorak, pelvis, dan femur. 9
Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang.
Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu
atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder. 10
Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut:
1. Diafisis
Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat
penulangan primer, dan merup akan korpus dari tulang.
2. Metafisis
Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir
batang (diafisis).
3. Lempeng epifisis
Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-
anak, yang akan menghilang pada tulang dewasa.
4. Epifisis
Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder.
3
Gambar 1. Bagian dari tulang panjang matur.10
Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa
(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).
Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan
ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang
kompak.
II. 4 PatofisiologiTahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah
munculnya sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS
(monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan
MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1%
resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan.6
4
Patogenesis dan gambaran klinis pada multiple myeloma8
Temuan Penyebab yang mendasari Patomekanisme
Hipercalsemia, fraktur
patologi, kompresi
saraf, lesi litik tulang,
osteoporosis, nyeri
tulang
Destruksi tulang Ekspansi tumor; produksi
osteoclast activating
factors OAF) oleh sel-sel
tumor
Gagal ginjal Light chain proteinuria,
hiperkalsemia, urate
nephropathy,
glomerulopati amiolodi
(jarang)
Pielonefritis
Efek toksik produk tumor,
light chain, OAF, akibat
kerusakan DNA
hipogammaglobulinemia
Infeksi Hipogammaglobulinemia,
penurunan migrasi
neutrofil
Penurunan produksi yang
berkaitan dengan tumor
induced suppression,
peningkatan katabolisme
IgG
Gejala neurologic Hiperviskositas,
krioglobulin, deposit
amiloid, hiperkalsemia,
kompresi saraf
Produk tumor ; sifat
protein M ; light chain
OAF
Perdarahan Berhubungan dengan
factor pembekuan,
kerusakan amiloid
endothelium, disfungsi
platelet
Produk tumor ; antibody
terhadap factor
pembekuan ; light chain,
lapisan antibody platelet
Massa lesi Ekspansi tumor
Tabel 1. patomekanisme dan gambaran klinis pada multiple myeloma8.
5
II.5 DIAGNOSIS
Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis,
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi
anatomi.
a. Gejala klinis
Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada
tulang, dan infeksi yang berulang. Anemia terjadi pada sekitar 70% pasien yang
terdiagnosis. Nyeri pada tulang merupakan gambaran paling sering pada multiple
myeloma dengan persentasi sekitar 70%. Lokasi yang paling sering terjadi pada
tulang vertebra lumbalis. 13
Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma. Kompresi
tulang belakang terjadi pada 10- 20% pasien. Gejala-gejala yang dapat
dipertimbangkan kompresi tulang belakang berupa nyeri punggung, kelemahan,
mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas.
Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang
diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen,
nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus dapat ditemukan pada 30% pasien.
Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi
yang melibatkan infeksi pneumococcus, shingles dan Haemophilus11
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :14
Pucat yang disebabkan oleh anemia
Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni
Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori , lemah, atau
carpal tunnel syndrome.
Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma.
b. Laboratorium
Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70%
kasus.Jumlah leukosit umumnya normal . Thrombositopenia ditemukan pada
sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi
jarang ; proporsi plasma sel jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan
leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien.
6
Hiperkalsemia ditemukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat
hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan
80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang
dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.6,8
c. Gambaran radiologi
1) Foto polos x-ray
Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi multiple, berbatas
tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi
terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di
rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan
tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit
pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan
gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.6,8,11,15,16
Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan
tulang. Film polos memperlihatkan :
Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama
tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan
myeloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda
radiologis satu-satunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering
dijumpai.11
Fraktur kompresi pada badan vertebra , tidak dapat dibedakan dengan
osteoprosis senilis.
Lesi-lesi litik “punch ou:” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi
yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.
Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa
jaringan lunak.
Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu
penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%,
tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.15
7
Gambar 2. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang khas
pada myeloma.9
Gambar 3. Foto lumbal lateral menggambarkan deformitas pada CV lumbal 4
akibat plasmacytoma.9
8
Gambar 4. Gambaran radiologi pada os femur dekstra. Tampak gambaran khas
suatu lesi myeloma tunggal berupa gambaran lusen berbatas tegas pada regio
interocanter. Lesi-lesi lebih kecil tampak pada trocanter mayor.9
Gambar 5. Foto skull lateral dan frontal yang menggambarkan sejumlah
lesi litik yang khas pada myeloma.
9
Gambar 6. Foto skull frontal yang menggambarkan sejumlah lesi litik
yang khas pada myeloma.
Gambar 7. Foto Os humerus dextra, tampak lesi litik yang khas pada
myeloma.
10
Gambar 8. Foto Os femur-proximal, tampak lesi litik yang khas pada
myeloma.
Gambar 9. Foto Panoramic. Tampak klasik litik litik yang khas pada
myeloma.
11
Gambar 10. Foto Os pelvis, tampak lesi litik pada regio iliac yang khas
pada myeloma.
Gambar 11. Foto Os femur, tampak lesi litik yang khas pada myeloma.
12
Gambar 11. Foto Os Humerus sinistra. tampak lesi litik yang khas pada
myeloma.
Gambar 12. Foto Os Humerus sinistra. tampak lesi litik yang khas pada
myeloma.
13
Gambar 13. Foto Os Humerus sinistra, tampak plasmacytoma yang khas
pada myeloma.
.
Gambar 14. Foto Os occipital, tampak lesi litik yang khas pada myeloma.
14
Gambar 15. Foto Os pelvis, tampak lesi litik regio iliaka sinistra yang
khas pada myeloma.
Gambar 16. Foto Os humerus dextra dan sinistra, tampak lesi litik regio
yang khas pada myeloma.
15
Gambar 17. Foto Os fibula, proximal dan distal femur tampak
plasmacytoma yang khas pada myeloma.
2) CT-Scan
CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma. Namun,
kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak
dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan
kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.9
Gambar 18. CT Scan axial pada plenoid yang menggambarkan lesi berbatas
tegas , gambaran khas myeloma pada CT scan. Korteks tampak intak.9
16
Gambar 19. CT Scan sagital pada vertebrae yang menggambarkan lesi berbatas
tegas , gambaran khas myeloma pada CT scan.
Gambar 20. CT Scan kepala axial yang menggambarkan lesi berbatas tegas ,
gambaran khas myeloma pada CT scan.
17
3) MRI
MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini
baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit
myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1,
yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.8,9,15
Sayangnya, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan
pola menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit
namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma
seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang
untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat
berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi
tulang.9
Gambar 21. Foto potongan koronal T1 weighted-MRI pada suatu lesi myeloma di
humerus. Gambaran ini menunjukkan lesi dengan intensitas rendah. Batas korteks
luar terkikis tetapi intak ; namun, lesi telah melewati korteks bagian dalam.9
18
Gambar 22. Foto spine, tampak myeloma pada T1 weighted-MRI . tampak
hypointense to marrow on T1, hyperintense.
Gambar 23. T1 weighted-MRI dari humerus. Gambaran ini memperlihatkan lesi
myelomatosa yang predominan hipointens hingga isointens pada medulla dari
diafisis. Lesi tampak pada aspek anterior korteks. 9
19
Gambar 24. T2 weighted-MRI dari humerus. Gambaran ini memperlihatkan
lesi myelomatosa yang predominan hiperintens.
Gambar 25. T1 weighted-MRI dari proximal humerus. Gambaran ini
memperlihatkan lesi myelomatosa yang predominan hipointens hingga isointens
pada medulla dari diafisis.
20
Gambar 26. T1 weighted-MRI dari shoulder. Myelomatous dari proses glenoid
dan coracoid.
Gambar 27. T2 weighted-MRI dari shoulder. Gambaran ini memperlihatkan
lesi myelomatosa yang predominan hiperintens.
21
4) Radiologi Nuklir9
Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada
osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik
(formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif
skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif
pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.
Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada pasien
yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan konektif,
metastasis kanker, limfoma, leukemia, dan infeksi kronis telah dieksklusi adalah
sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma dengan salah satu
dari kriteria berikut :6
- Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL)
- Protein monoclonal urine
- Lesi litik pada tulang.
Sistem derajat multiple myeloma6-8,14
Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon Durie
system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System
yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan
diperkenalkan pada tahun 2005.
Salmon Durie staging :
a) Stadium I
Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL
Level kalsium kurang dari 12 mg/dL
Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter
Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dL, IgA < 3 g/dL, urine < 4g/24
jam)
b) Stadium II
Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III
c) Stadium III
Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dL
Level kalsium lebih dari 12 g/dL
22
Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang
Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dL, IgA > 5 g/dL, urine > 12
g/24 jam)
d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL
e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl
International Staging System untuk multiple myeloma
a) Stadium I
β2 mikroglobulin ≤ 3,5 g/dL dan albumin ≥ 3,5 g/dL
CRP ≥ 4,0 mg/dL
Plasma cell labeling index < 1%
Tidak ditemukan delesi kromosom 13
Serum Il-6 reseptor rendah
durasi yang panjang dari awal fase plateau
b) Stadium II
Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dL, atau
Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dL
c) Stadium III
Beta-2 microglobulin >5.5 g/dL
II. 6 PENGOBATAN
Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada
tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal
yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan
dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan
lenalidomide sedang diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk
intravena merupakan inhibitor proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna
pada myeloma. Lenalidomide , dengan pemberian oral merupakan turunan dari
thalidomide.4,6,8
Setelah pemberian terapi awal (terapi induksi) terapi konsolidasi yang
optimal untuk pasien berusia kurang dari 70 tahun adalah transplantasi stem sel
autolog. Transplantasi ini secara potensial menyembuhkan myeloma, namun
peranannya terbatas karena tingkat mortalitas yang tinggi sekitar 30 – 50%.6,9
23
Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada
tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia
dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. bifosfonat
mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang. 6
Meskipun rerata pasien multiple myeloma bertahan kira-kira 3 tahun,
beberapa pasien yang mengidap multiple myeloma dapat bertahan hingga 10
tahun tergantung pada tingkatan penyakit.13
Berdasarkan derajat stadium menurut Salmon Durie System , angka rerata
pasien bertahan hidup sebagai berikut :6
Stadium I > 60 bulan
Stadium II , 41 bulan
Stadium III , 23 bulan
Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk.
Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut the International staging
system maka rerata angka bertahan hidup pasien dengan multiple myeloma
sebagai berikut :6
stadium I , 62 bulan - Stadium III, 29 bulan.
stadium II, 44 bulan
24
BAB III
KESIMPULAN
Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone
dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum
tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul
di dalam darah atau air kemih. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan
tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat
sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan
masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus.
Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan pelarut
organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran. Beragam
perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14,
delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q.
Gejala yang sering timbul pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri
pada tulang, dan infeksi yang berulang, %. Lokasi yang paling sering terjadi pada
tulang vertebra lumbalis. Diagnosis Multiple didasarkan pada pemeriksaan fisik
dan dilakukan pemeriksaan tambahan salah satunya pemeriksaan radiologi berupa
foto sinar-x sebagai penunjang diagnosis. Gambaran yang ditemukan pada foto
sinar-x dengan multiple myeloma adalah lesi multiple, berbatas tegas, litik, punch
out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis serta lesi lokal ini
umumnya berawal di rongga medulla, mengikis tulang cancellous, dan secara
progresif menghancurkan tulang kortikal. Gambaran MRI potensial digunakan
pada multiple myeloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak.
Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma berupa suatu intensitas
bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal
tinggi pada sekuensi T2.
Terapi yang sudah ada bertujuan untuk mengurangi lemah, nyeri pada
tulang, dan infeksi yang berulang serta meminimalisasi fraktur patologis. Hal ini
bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara membantu pasien agar
bisa melakukan aktivitas sehari-hari.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Mieloma Multipel (multiple myeloma)[online]. Available from
http://medicastore.com/penyakit_subkategori/12/index.html. Diakses
tanggal 4 Maret 2014
2. McPhee ,Stephen J., Maxine A. Papadakis, Lawrence M. Tierney,Jr.2008.
Multiple Myeloma in 2008 Current Medical and Treatment. San Fransisco :
Mc Graw Hill-Lange
3. Dugdale ,David C. Yi-Bin Chen, David Zieve. 2009. Multiple Myeloma
[online]. Available from
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000583.htm. Diakses
tanggal 4 Maret 2014
4. Kyle ,Robert A., S. Vincent Rajkumar. 2004. Drug Therapy : Multiple
Myeloma [online]. Available from http://www.nejm.com .Diakses tanggal 3
Maret 2014
5. Glass,Jonathan , Reinhold Munker. Multiple Myeloma and Other
Paraproteinemias in : Modern Hematology Biology and Clinical
Management 2nd ed. New Jersey : Humana Press. Hlm 271-294
6. Richardson,Paul, Teru Hideshima, Kenneth C. Anderson. Multiple
Myeloma and Related Disorders in : Clinical Oncology 3rd ed. Philadelpia :
Elsevier Churcill Livingstone. Hlm. 2955-2970
7. Kyle, Robert K. 2000. Plasma Cell Disorders in Cecil Textbook of Medicine
21th ed. New York : Elsevier Churcill Livingstone. Hlm 977-982.
8. Longo, Dan L., Kenneth C. Anderson,Dennis L. Kasper,dkk.2005. Plasma
Cell Discrasia in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th ed. New
York : McGraw Hill Medical Publishing Division
9. Sorenson, Steven M., Amilcare Gentili, Sulabha Masih. Multiple Myeloma
[online]. available from http://emedicine.medscape.com/article/391742-
overview. Diakses tanggal 3 Maret 2014
10. Waugh,Anne, Allison Grant. 2001. Anatomi and Physiology in Health and
Illness. New York : Churcill Livingstone. p. 388-392
26
11. Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
p. 205-206
12. Herring, William. 2007. Learning Radiology : recognizing the basic /
William Harring 1th ed [online]. Available from
http://www.learningradiology.com. Diakses tanggal 4 Maret 2014
13. Rajkumar, S. Vincent, Robert A. Kyle. 2005. Multiple Myeloma : Diagnosis
and Treatment [online]. Mayo Clin Proc. 2005;80(10):1371-1382
14. Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma [online].
Available from http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview.
Diakses tanggal 3 Maret 2014
15. Kumar,Vinay, Ramzi S. Cotran, Stanley R. Robbin. 2008. Robbins Buku
Ajar Patologi edisi 7. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hlm. 481-484
16. Eisenberg, Ronal L., Nancy M. Johnson. 2000. Comprehensive
Radiographic Pathology. New York : Mosby Elsevier. Hlm135-136
27