BAB I

36
BAB I PENDAHULUAN Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone dari sel plasma yang abnormal berkembang biak, membentuk tumor di sumsum tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul di dalam darah. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang, dan formasi paraprotein. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus. Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q. 8 Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari 100.000 populasi. Usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan 35% kasus terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, 1

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone

dari sel plasma yang abnormal berkembang biak, membentuk tumor di sumsum

tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul

di dalam darah. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell myeloma, Kahler's

disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai dengan penggantian

sumsum tulang, kerusakan tulang, dan formasi paraprotein. Myeloma

menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang

bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi cukup sel darah.

Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan

traktus digestivus. Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi,

benzena, dan pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki

peran. Beragam perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma

seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q.8

Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari

100.000 populasi. Usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan

35% kasus terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya

ada 32.000 kasus baru yang dilaporkan dan 20.000 kematian setiap tahunnya.5,6

Gambaran klinis di temukan pucat yang disebabkan oleh anemia,

ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni, gambaran neurologis

seperti perubahan tingkat sensori, lemah, atau carpal tunnel syndrome dan

amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma

Meskipun myeloma masih belum bisa diobati, perkembangan terapi yang

terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-obatan lain seperti

bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan.1,2,3,4 Diagnosis multiple myeloma

dapat ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan

radiologi, dan pemeriksaan patologi anatomi.

1

Page 2: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone

dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum

tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul

di dalam darah atau air kemih. Multiple myeloma (myelomatosis, plasma cell

myeloma, Kahler's disease) merupakan keganasan sel plasma yang ditandai

dengan penggantian sumsum tulang, kerusakan tulang , dan formasi paraprotein.

Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan tanda-tanda klinis melalui

mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat sumsum tulang memproduksi

cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan pada ginjal, saraf,

jantung, otot dan traktus digestivus. Meskipun myeloma masih belum bisa diobati,

perkembangan terapi yang terbaru, termasuk penggunaan thalidomide dan obat-

obatan lain seperti bortezomib dan CC-5013 cukup menjanjikan.1,2,3,4

II.2 Insiden dan Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insiden multiple myeloma sekitar 4 kasus dari

100.000 populasi. Pada tahun 2004, diperkirakan ada 15.000 kasus baru multiple

myelosis di Amerika Serikat. Insidennya ditemukan dua kali lipat pada orang Afro

Amerika dan pada pria. Meskipun penyakit ini biasanya ditemukan pada lanjut

usia, usia rata-rata orang yang didiagnosis adalah 62 tahun, dengan 35% kasus

terjadi di bawah usia 60 tahun. Secara global, diperkirakan setidaknya ada 32.000

kasus baru yang dilaporkan dan 20.000 kematian setiap tahunnya.5,6

II.3 Etiologi

Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan

pelarut organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran.

Multiple myeloma telah dilaporkan pada anggota keluarga dari dua atau lebih

2

Page 3: BAB I

keluarga inti dan pada kembar identik.7 Beragam perubahan kromosom telah

ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14, delesi 17q13, dan

predominan kelainan pada 11q.8

ANATOMI

Lokasi predominan multiple myeloma mencakup tulang-tulang seperti

vertebra, tulang iga, tengkorak, pelvis, dan femur. 9

Awal dari pembentukan tulang terjadi di bagian tengah dari suatu tulang.

Bagian ini disebut pusat-pusat penulangan primer. Sesudah itu tampak pada satu

atau kedua ujung-ujungnya yang disebut pusat-pusat penulangan sekunder. 10

Bagian-bagian dari perkembangan tulang panjang adalah sebagai berikut:

1. Diafisis

Diafisis merupakan bagian dari tulang panjang yang dibentuk oleh pusat

penulangan primer, dan merup akan korpus dari tulang.

2. Metafisis

Metafisis merupakan bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir

batang (diafisis).

3. Lempeng epifisis

Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-

anak, yang akan menghilang pada tulang dewasa.

4. Epifisis

Epifisis dibentuk oleh pusat-pusat penulangan sekunder.

3

Page 4: BAB I

Gambar 1. Bagian dari tulang panjang matur.10

Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa

(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).

Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan

ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang

kompak.

II. 4 PatofisiologiTahap patogenesis pertama pada perkembangan myeloma adalah

munculnya sejumlah sel plasma clonal yang secara klinis dikenal MGUS

(monoclonal gammanopathy of undetermined significance). Pasien dengan

MGUS tidak memiliki gejala atau bukti dari kerusakan organ, tetapi memiliki 1%

resiko progresi menjadi myeloma atau penyakit keganasan yang berkaitan.6

4

Page 5: BAB I

Patogenesis dan gambaran klinis pada multiple myeloma8

Temuan Penyebab yang mendasari Patomekanisme

Hipercalsemia, fraktur

patologi, kompresi

saraf, lesi litik tulang,

osteoporosis, nyeri

tulang

Destruksi tulang Ekspansi tumor; produksi

osteoclast activating

factors OAF) oleh sel-sel

tumor

Gagal ginjal Light chain proteinuria,

hiperkalsemia, urate

nephropathy,

glomerulopati amiolodi

(jarang)

Pielonefritis

Efek toksik produk tumor,

light chain, OAF, akibat

kerusakan DNA

hipogammaglobulinemia

Infeksi Hipogammaglobulinemia,

penurunan migrasi

neutrofil

Penurunan produksi yang

berkaitan dengan tumor

induced suppression,

peningkatan katabolisme

IgG

Gejala neurologic Hiperviskositas,

krioglobulin, deposit

amiloid, hiperkalsemia,

kompresi saraf

Produk tumor ; sifat

protein M ; light chain

OAF

Perdarahan Berhubungan dengan

factor pembekuan,

kerusakan amiloid

endothelium, disfungsi

platelet

Produk tumor ; antibody

terhadap factor

pembekuan ; light chain,

lapisan antibody platelet

Massa lesi Ekspansi tumor

Tabel 1. patomekanisme dan gambaran klinis pada multiple myeloma8.

5

Page 6: BAB I

II.5 DIAGNOSIS

Diagnosis multiple myeloma dapat ditegakkan melalui gejala klinis,

pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan pemeriksaan patologi

anatomi.

a. Gejala klinis

Gejala yang umum pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri pada

tulang, dan infeksi yang berulang. Anemia terjadi pada sekitar 70% pasien yang

terdiagnosis. Nyeri pada tulang merupakan gambaran paling sering pada multiple

myeloma dengan persentasi sekitar 70%. Lokasi yang paling sering terjadi pada

tulang vertebra lumbalis. 13

Fraktur patologis sering ditemukan pada multiple myeloma. Kompresi

tulang belakang terjadi pada 10- 20% pasien. Gejala-gejala yang dapat

dipertimbangkan kompresi tulang belakang berupa nyeri punggung, kelemahan,

mati rasa, atau disestesia pada ekstremitas.

Kadang ditemukan pasien datang dengan keluhan perdarahan yang

diakibatkan oleh trombositopenia. Gejala-gejala hiperkalsemia berupa somnolen,

nyeri tulang, konstipasi, nausea, dan rasa haus dapat ditemukan pada 30% pasien.

Imunitas humoral yang abnormal dan leukopenia dapat berdampak pada infeksi

yang melibatkan infeksi pneumococcus, shingles dan Haemophilus11

Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan :14

Pucat yang disebabkan oleh anemia

Ekimosis atau purpura sebagai tanda dari thrombositopeni

Gambaran neurologis seperti perubahan tingkat sensori , lemah, atau

carpal tunnel syndrome.

Amiloidosis dapat ditemukan pada pasien multiple myeloma.

b. Laboratorium

Anemia normositik normokrom ditemukan pada hampir 70%

kasus.Jumlah leukosit umumnya normal . Thrombositopenia ditemukan pada

sekitar 15% pasien yang terdiagnosis. Adanya sel plasma pada apusan darah tepi

jarang ; proporsi plasma sel jarang mencapai 5%, kecuali pada pasien dengan

leukemia sel plasma. Formasi Rouleaux ditemukan pada 60% pasien.

6

Page 7: BAB I

Hiperkalsemia ditemukan pada 30% pasien saat didiagnosis. Sekitar seperempat

hingga setengah yang didiagnosis akan mengalami gangguan fungsi ginjal dan

80% pasien menunjukkan proteinuria, sekitar 50% proteinuria Bence Jones yang

dikonfirmasi dengan imunoelektroforesis atau imunofiksasi.6,8

c. Gambaran radiologi

1) Foto polos x-ray

Gambaran foto x-ray dari multiple myeloma berupa lesi multiple, berbatas

tegas, litik, punch out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis. Lesi

terdapat dalam ukuran yang hampir sama. Lesi lokal ini umumnya berawal di

rongga medulla , mengikis tulang cancellous, dan secara progresif menghancurkan

tulang kortikal. Sebagai tambahan, tulang pada pasien myeloma, dengan sedikit

pengecualian, mengalami demineralisasi difus. Pada beberapa pasien, ditemukan

gambaran osteopenia difus pada pemeriksaan radiologi.6,8,11,15,16

Saat timbul gejala sekitar 80-90% di antaranya telah mengalami kelainan

tulang. Film polos memperlihatkan :

Osteoporosis umum dengan penonjolan pada trabekular tulang, terutama

tulang belakang yang disebabkan oleh keterlibatan sumsum pada jaringan

myeloma. Hilangnya densitas tulang belakang mungkin merupakan tanda

radiologis satu-satunya pada myeloma multiple. Fraktur patologis sering

dijumpai.11

Fraktur kompresi pada badan vertebra , tidak dapat dibedakan dengan

osteoprosis senilis.

Lesi-lesi litik “punch ou:” yang menyebar dengan batas yang jelas, lesi

yang berada di dekat korteks menghasilkan internal scalloping.

Ekspansi tulang dengan perluasan melewati korteks , menghasilkan massa

jaringan lunak.

Walaupun semua tulang dapat terkena, distribusi berikut ditemukan pada suatu

penelitian yang melibatkan banyak kasus : kolumna vertebra 66%, iga 44%,

tengkorak 41%, panggul 28%, femur 24%, klavicula 10% dan scapula 10%.15

7

Page 8: BAB I

Gambar 2. Foto skull lateral yang menggambarkan sejumlah lesi litik yang khas

pada myeloma.9

Gambar 3. Foto lumbal lateral menggambarkan deformitas pada CV lumbal 4

akibat plasmacytoma.9

8

Page 9: BAB I

Gambar 4. Gambaran radiologi pada os femur dekstra. Tampak gambaran khas

suatu lesi myeloma tunggal berupa gambaran lusen berbatas tegas pada regio

interocanter. Lesi-lesi lebih kecil tampak pada trocanter mayor.9

Gambar 5. Foto skull lateral dan frontal yang menggambarkan sejumlah

lesi litik yang khas pada myeloma.

9

Page 10: BAB I

Gambar 6. Foto skull frontal yang menggambarkan sejumlah lesi litik

yang khas pada myeloma.

Gambar 7. Foto Os humerus dextra, tampak lesi litik yang khas pada

myeloma.

10

Page 11: BAB I

Gambar 8. Foto Os femur-proximal, tampak lesi litik yang khas pada

myeloma.

Gambar 9. Foto Panoramic. Tampak klasik litik litik yang khas pada

myeloma.

11

Page 12: BAB I

Gambar 10. Foto Os pelvis, tampak lesi litik pada regio iliac yang khas

pada myeloma.

Gambar 11. Foto Os femur, tampak lesi litik yang khas pada myeloma.

12

Page 13: BAB I

Gambar 11. Foto Os Humerus sinistra. tampak lesi litik yang khas pada

myeloma.

Gambar 12. Foto Os Humerus sinistra. tampak lesi litik yang khas pada

myeloma.

13

Page 14: BAB I

Gambar 13. Foto Os Humerus sinistra, tampak plasmacytoma yang khas

pada myeloma.

.

Gambar 14. Foto Os occipital, tampak lesi litik yang khas pada myeloma.

14

Page 15: BAB I

Gambar 15. Foto Os pelvis, tampak lesi litik regio iliaka sinistra yang

khas pada myeloma.

Gambar 16. Foto Os humerus dextra dan sinistra, tampak lesi litik regio

yang khas pada myeloma.

15

Page 16: BAB I

Gambar 17. Foto Os fibula, proximal dan distal femur tampak

plasmacytoma yang khas pada myeloma.

2) CT-Scan

CT Scan menggambarkan keterlibatan tulang pada myeloma. Namun,

kegunaan modalitas ini belum banyak diteliti, dan umumnya CT Scan tidak

dibutuhkan lagi karena gambaran pada foto tulang konvensional menggambarkan

kebanyakan lesi yang CT scan dapat deteksi.9

Gambar 18. CT Scan axial pada plenoid yang menggambarkan lesi berbatas

tegas , gambaran khas myeloma pada CT scan. Korteks tampak intak.9

16

Page 17: BAB I

Gambar 19. CT Scan sagital pada vertebrae yang menggambarkan lesi berbatas

tegas , gambaran khas myeloma pada CT scan.

Gambar 20. CT Scan kepala axial yang menggambarkan lesi berbatas tegas ,

gambaran khas myeloma pada CT scan.

17

Page 18: BAB I

3) MRI

MRI potensial digunakan pada multiple myeloma karena modalitas ini

baik untuk resolusi jaringan lunak. Secara khusus, gambaran MRI pada deposit

myeloma berupa suatu intensitas bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1,

yang menjadi intensitas sinyal tinggi pada sekuensi T2.8,9,15

Sayangnya, hampir setiap tumor muskuloskeletal memiliki intensitas dan

pola menyerupai myeloma. MRI meskipun sensitif terhadap adanya penyakit

namun tidak spesifik. Pemeriksaan tambahan untuk diagnosis multiple myeloma

seperti pengukuran nilai gamma globulin dan aspirasi langsung sumsum tulang

untuk menilai plasmasitosis. Pada pasien dengan lesi ekstraosseus, MRI dapat

berguna untuk menentukan tingkat keterlibatan dan untuk mengevaluasi kompresi

tulang.9

Gambar 21. Foto potongan koronal T1 weighted-MRI pada suatu lesi myeloma di

humerus. Gambaran ini menunjukkan lesi dengan intensitas rendah. Batas korteks

luar terkikis tetapi intak ; namun, lesi telah melewati korteks bagian dalam.9

18

Page 19: BAB I

Gambar 22. Foto spine, tampak myeloma pada T1 weighted-MRI . tampak

hypointense to marrow on T1, hyperintense.

Gambar 23. T1 weighted-MRI dari humerus. Gambaran ini memperlihatkan lesi

myelomatosa yang predominan hipointens hingga isointens pada medulla dari

diafisis. Lesi tampak pada aspek anterior korteks. 9

19

Page 20: BAB I

Gambar 24. T2 weighted-MRI dari humerus. Gambaran ini memperlihatkan

lesi myelomatosa yang predominan hiperintens.

Gambar 25. T1 weighted-MRI dari proximal humerus. Gambaran ini

memperlihatkan lesi myelomatosa yang predominan hipointens hingga isointens

pada medulla dari diafisis.

20

Page 21: BAB I

Gambar 26. T1 weighted-MRI dari shoulder. Myelomatous dari proses glenoid

dan coracoid.

Gambar 27. T2 weighted-MRI dari shoulder. Gambaran ini memperlihatkan

lesi myelomatosa yang predominan hiperintens.

21

Page 22: BAB I

4) Radiologi Nuklir9

Myeloma merupakan penyakit yang menyebabkan overaktifitas pada

osteoklas. Scan tulang radiologi nuklir mengandalkan aktifitas osteoblastik

(formasi tulang) pada penyakit dan belum digunakan rutin. Tingkat false negatif

skintigrafi tulang untuk mendiagnosis multiple myeloma tinggi. Scan dapat positif

pada radiograf normal, membutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi.

Kriteria minimal untuk menegakkan diagnosis multiple myeloma pada pasien

yang memiliki gambaran klinis multiple myeloma dan penyakit jaringan konektif,

metastasis kanker, limfoma, leukemia, dan infeksi kronis telah dieksklusi adalah

sumsum tulang dengan >10% sel plasma atau plasmasitoma dengan salah satu

dari kriteria berikut :6

- Protein monoclonal serum (biasanya >3g/dL)

- Protein monoclonal urine

- Lesi litik pada tulang.

Sistem derajat multiple myeloma6-8,14

Saat ini ada dua derajat multiple myeloma yang digunakan yaitu Salmon Durie

system yang telah digunakan sejak 1975 dan the International Staging System

yang dikembangkan oleh the International Myeloma Working Group dan

diperkenalkan pada tahun 2005.

Salmon Durie staging :

a) Stadium I

Level hemoglobin lebih dari 10 g/dL

Level kalsium kurang dari 12 mg/dL

Gambaran radiograf tulang normal atau plasmositoma soliter

Protein M rendah (mis. IgG < 5 g/dL, IgA < 3 g/dL, urine < 4g/24

jam)

b) Stadium II

Gambaran yang sesuai tidak untuk stadium I maupun stadium III

c) Stadium III

Level hemoglobin kurang dari 8,5 g/dL

Level kalsium lebih dari 12 g/dL

22

Page 23: BAB I

Gambaran radiologi penyakit litik pada tulang

Nilai protein M tinggi (mis. IgG >7 g/dL, IgA > 5 g/dL, urine > 12

g/24 jam)

d) Subklasifikasi A meliputi nilai kreatinin kurang dari 2 g/dL

e) Subklasifikasi B meliputi nilai kreatinin lebih dari 2 g/dl

International Staging System untuk multiple myeloma

a) Stadium I

β2 mikroglobulin ≤ 3,5 g/dL dan albumin ≥ 3,5 g/dL

CRP ≥ 4,0 mg/dL

Plasma cell labeling index < 1%

Tidak ditemukan delesi kromosom 13

Serum Il-6 reseptor rendah

durasi yang panjang dari awal fase plateau

b) Stadium II

Beta-2 microglobulin level >3.5 hingga <5.5 g/dL, atau

Beta-2 microglobulin <3.5g/dL dan albumin <3.5 g/dL

c) Stadium III

Beta-2 microglobulin >5.5 g/dL

II. 6 PENGOBATAN

Pada umumnya, pasien membutuhkan penatalaksanaan karena nyeri pada

tulang atau gejala lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Regimen awal

yang paling sering digunakan adalah kombinasi antara thalidomide dan

dexamethasone. Kombinasi lain berupa agen nonkemoterapeutik bartezomib dan

lenalidomide sedang diteliti. Bartezomib yang tersedia hanya dalam bentuk

intravena merupakan inhibitor proteosom dan memiliki aktivitas yang bermakna

pada myeloma. Lenalidomide , dengan pemberian oral merupakan turunan dari

thalidomide.4,6,8

Setelah pemberian terapi awal (terapi induksi) terapi konsolidasi yang

optimal untuk pasien berusia kurang dari 70 tahun adalah transplantasi stem sel

autolog. Transplantasi ini secara potensial menyembuhkan myeloma, namun

peranannya terbatas karena tingkat mortalitas yang tinggi sekitar 30 – 50%.6,9

23

Page 24: BAB I

Radioterapi terlokalisasi dapat berguna sebagai terapi paliatif nyeri pada

tulang atau untuk mengeradikasi tumor pada fraktur patologis. Hiperkalsemia

dapat diterapi secara agresif, imobilisasi dan pencegahan dehidrasi. bifosfonat

mengurangi fraktur patologis pada pasien dengan penyakit pada tulang. 6

Meskipun rerata pasien multiple myeloma bertahan kira-kira 3 tahun,

beberapa pasien yang mengidap multiple myeloma dapat bertahan hingga 10

tahun tergantung pada tingkatan penyakit.13

Berdasarkan derajat stadium menurut Salmon Durie System , angka rerata

pasien bertahan hidup sebagai berikut :6

Stadium I > 60 bulan

Stadium II , 41 bulan

Stadium III , 23 bulan

Stadium B memiliki dampak yang lebih buruk.

Berdasarkan klasifikasi derajat penyakit menurut the International staging

system maka rerata angka bertahan hidup pasien dengan multiple myeloma

sebagai berikut :6

stadium I , 62 bulan - Stadium III, 29 bulan.

stadium II, 44 bulan

24

Page 25: BAB I

BAB III

KESIMPULAN

Multiple myeloma adalah suatu kanker sel plasma dimana sebuah clone

dari sel plasma yang abnormal berkembangbiak, membentuk tumor di sumsum

tulang dan menghasilkan sejumlah besar antibodi yang abnormal, yang terkumpul

di dalam darah atau air kemih. Myeloma menyebabkan gejala-gejala klinik dan

tanda-tanda klinis melalui mekanisme yang bervariasi. Tumor menghambat

sumsum tulang memproduksi cukup sel darah. Hal ini dapat menyebabkan

masalah kesehatan pada ginjal, saraf, jantung, otot dan traktus digestivus.

Penyebab multiple myeloma belum jelas. Paparan radiasi, benzena, dan pelarut

organik lainnya, herbisida, dan insektisida mungkin memiliki peran. Beragam

perubahan kromosom telah ditemukan pada pasien myeloma seperti delesi 13q14,

delesi 17q13, dan predominan kelainan pada 11q.

Gejala yang sering timbul pada multiple myeloma adalah lemah, nyeri

pada tulang, dan infeksi yang berulang, %. Lokasi yang paling sering terjadi pada

tulang vertebra lumbalis. Diagnosis Multiple didasarkan pada pemeriksaan fisik

dan dilakukan pemeriksaan tambahan salah satunya pemeriksaan radiologi berupa

foto sinar-x sebagai penunjang diagnosis. Gambaran yang ditemukan pada foto

sinar-x dengan multiple myeloma adalah lesi multiple, berbatas tegas, litik, punch

out, dan bulat pada tengkorak, tulang belakang, dan pelvis serta lesi lokal ini

umumnya berawal di rongga medulla, mengikis tulang cancellous, dan secara

progresif menghancurkan tulang kortikal. Gambaran MRI potensial digunakan

pada multiple myeloma karena modalitas ini baik untuk resolusi jaringan lunak.

Secara khusus, gambaran MRI pada deposit myeloma berupa suatu intensitas

bulat , sinyal rendah yang fokus di gambaran T1, yang menjadi intensitas sinyal

tinggi pada sekuensi T2.

Terapi yang sudah ada bertujuan untuk mengurangi lemah, nyeri pada

tulang, dan infeksi yang berulang serta meminimalisasi fraktur patologis. Hal ini

bertujuan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara membantu pasien agar

bisa melakukan aktivitas sehari-hari.

25

Page 26: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Mieloma Multipel (multiple myeloma)[online]. Available from

http://medicastore.com/penyakit_subkategori/12/index.html. Diakses

tanggal 4 Maret 2014

2. McPhee ,Stephen J., Maxine A. Papadakis, Lawrence M. Tierney,Jr.2008.

Multiple Myeloma in 2008 Current Medical and Treatment. San Fransisco :

Mc Graw Hill-Lange

3. Dugdale ,David C. Yi-Bin Chen, David Zieve. 2009. Multiple Myeloma

[online]. Available from

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000583.htm. Diakses

tanggal 4 Maret 2014

4. Kyle ,Robert A., S. Vincent Rajkumar. 2004. Drug Therapy : Multiple

Myeloma [online]. Available from http://www.nejm.com .Diakses tanggal 3

Maret 2014

5. Glass,Jonathan , Reinhold Munker. Multiple Myeloma and Other

Paraproteinemias in : Modern Hematology Biology and Clinical

Management 2nd ed. New Jersey : Humana Press. Hlm 271-294

6. Richardson,Paul, Teru Hideshima, Kenneth C. Anderson. Multiple

Myeloma and Related Disorders in : Clinical Oncology 3rd ed. Philadelpia :

Elsevier Churcill Livingstone. Hlm. 2955-2970

7. Kyle, Robert K. 2000. Plasma Cell Disorders in Cecil Textbook of Medicine

21th ed. New York : Elsevier Churcill Livingstone. Hlm 977-982.

8. Longo, Dan L., Kenneth C. Anderson,Dennis L. Kasper,dkk.2005. Plasma

Cell Discrasia in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th ed. New

York : McGraw Hill Medical Publishing Division

9. Sorenson, Steven M., Amilcare Gentili, Sulabha Masih. Multiple Myeloma

[online]. available from http://emedicine.medscape.com/article/391742-

overview. Diakses tanggal 3 Maret 2014

10. Waugh,Anne, Allison Grant. 2001. Anatomi and Physiology in Health and

Illness. New York : Churcill Livingstone. p. 388-392

26

Page 27: BAB I

11. Patel, Pradip R. 2005. Lecture Notes Radiologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.

p. 205-206

12. Herring, William. 2007. Learning Radiology : recognizing the basic /

William Harring 1th ed [online]. Available from

http://www.learningradiology.com. Diakses tanggal 4 Maret 2014

13. Rajkumar, S. Vincent, Robert A. Kyle. 2005. Multiple Myeloma : Diagnosis

and Treatment [online]. Mayo Clin Proc. 2005;80(10):1371-1382

14. Grethlein, Sara J., Lilian M Thomas. 2009. Multiple Myeloma [online].

Available from http://emedicine.medscape.com/article/204369-overview.

Diakses tanggal 3 Maret 2014

15. Kumar,Vinay, Ramzi S. Cotran, Stanley R. Robbin. 2008. Robbins Buku

Ajar Patologi edisi 7. Jakarta : Penerbit Erlangga. Hlm. 481-484

16. Eisenberg, Ronal L., Nancy M. Johnson. 2000. Comprehensive

Radiographic Pathology. New York : Mosby Elsevier. Hlm135-136

27