BAB I
-
Upload
onix-radempthus-obinayonk -
Category
Documents
-
view
58 -
download
0
Transcript of BAB I
ANALISIS NILAI PSIKOLOGIS DAN NILAI MORAL DALAM NOVEL
TERJEMAHAN TENDER REBEL CINTA MENAKLUKKAN SEGALANYA KARYA
JOHANNA LINDSEY
(sebagai upaya mendapatkan bahan ajar membaca novel di SMA)
A. Latar Belakang
Keterampilan berbahasa terbagi menjadi empat aspek, diantaranya (1) keterampilan
menyimak/mendengarkan (listening skill), (2) keterampilan berbicara (speaking skills), (3)
keterampilan membaca (reading skills), dan (4) keterampilan menulis (writing skills).
Keterampilan tersebut sangat erat kaitannya satu sama lain, dalam memperoleh suatu
keterampilan berbahasa biasanya memperoleh urutan yang teratur. Dari mulai
menyimak/mendengarkan, kemudian berbicara, lalu membaca dan menulis.
Menurut Tarigan (2008: 7) membaca adalah suatu proses yang dilakukan pembaca dalam
memperoleh pesan/informasi yang disampaikan oleh penulis dalam bahasa tulis. Sesuai
pernyataan tersebut tujuan membaca adalah sebagai salah satu cara berkomunikasi untuk
mendapatkan informasi dan memahami makna bacaan dari sebuah tulisan. Dengan membaca
akan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta mengetahui berbagai informasi yang
bermanfaat.
Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari hasil cipta manusia, melalui karya seni manusia
mampu mencurahkan pengalaman, pemikiran, perasaan, pandangan, harapan, dan dihasilkan
dalam bentuk tulisan. Banyak orang yang menyukai dan hidup dari karya seni, namun tak jarang
pula orang yang meremehkan atau memandang karya seni hanya dengan sebelah mata.
Sebenarnya karya seni sangat bermanfaat bagi kehidupan, karena karya seni dapat memberikan
keasadaran kepada pembaca tentang kehidupan, walaupun dilukiskan dalam bentuk fiksi.
Salah satu fungsi bahasa menunjuk atau mengungkapkan pengalaman orang
memakainya, tidak berlebihan jika kita menganggap sastra sebagai pernyataan atau
pengungkapan dunia pengarang dan pembacanya yang kompleks dan menyeluruh. (Rahmanto,
2005: 12)
Karya sastra termasuk ke dalam karya seni, yang membedakan karya sastra dengan
karya-karya lainnnya adalah media yang digunakan. Karya sastra dapat memberikan kepuasan
bathin. Karya sastra juga dapat dijadikan sebagai pengalaman untuk berkarya, karena siapa pun
bisa menuangkan isi hati dan pikiran dalam sebuah tulisan yang bernilai seni.
Karya sastra memiliki tiga bentuk yaitu puisi, prosa fiksi, dan drama. Puisi adalah karya
sastra yang terikat oleh bait dan larik, kata-katanya singkat tetapi kaya makna. Prosa fiksi adalah
karya sastra yang bersifat cerita yang menceritakan suatu kejadian, sedangkan drama ialah karya
yang terdiri dari aspek sastra dan aspek pementasan.
Novel tercipta dari realita kehidupan, tokoh, dan perwatakan serta alur cerita di dalamnya
mungkin tak jauh berbeda dengan keadaan yang dialami seseorang atau sekelompok orang.
Karena itu, pentingnya memahami tokoh dari segi psikologis dan moral dalam novel mungkin
akan mampu memberikan sebuah pelajaran, pengetahuan, pemahaman,atau bahkan pengalaman
yang mungkin tidak perlu kita alami langsung cukup kita ketahui berdasarkan cerita orang lain.
Untuk memahami sebuah novel kita tentunya harus mengetahui dan memahami terlebih
dahulu nilai psikologis dan nilai moral tersebut. Setelah kita mampu menganalisis sebuah novel,
selanjutnya dengan sendirinya kita pun pasti bisa menemukan pemahaman tentang isi novel
tersebut.
Salah satu standar kompetensi pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA adalah
memahami pembacaan novel. Namun dalam kenyataannnya, novel-novel yang digunakan
sebagai bahan ajar kurang diperhatikan kesesuaian isi dengan psikologis dan moral siswa SMA.
Berikut adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran sastra di SMA yang
berkaitan dengan novel.
Kelas X, Semester 1
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Membaca
7. Memahami berbagai hikayat, novel
Indonesia/novel terjemahan.
7.1 Menemukan unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik hikayat.
7.2 Menganalisis unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik novel Indonesia/novel terjemahan.
Kelas XI, Semester 2
STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR
Membaca
15. Memahami buku biografi, novel, dan
hikayat.
15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik
dan dapat diteladani dari tokoh.
15.2 Membandingkan unsur intrinsik dan
ekstrinsik novel Indonesia/novel terjemahan
dengan hikayat.
Pemilihan novel harus mengacu pada psikologis dan moral siswa SMA, karena pada usia
tersebut siswa cenderung menyukai novel yang bertemakan cinta ( cinta berkaitan dengan
kehidupan pada saat itu ), atau novel yang bercerita tentang penyimpangan-penyimpangan yang
berkaitan dengan upaya pencarian jati diri. Dalam novel terjemahan “ Tender Rebel” begitu
banyak watak atau karakter moral yang menyimpang. Karena itu untuk memahami watak-watak
tersebut penulis merasa harus meneliti struktur isi yang terdapat dalam novel, sehingga lahirlah
pemahaman sebuah novel dengan menggunakan sudut pandang psikologis dan moral.
Berdasarkan pemahaman tersebut penulis bermaksud meneliti novel terjemahan “ Tender
Rebel “ dilihat dari sudut pandang psikologi dan moral sebagai sebuah upaya pemilihan bahan
ajar Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Karena penulis beranggapan jika telah tumbuh
apresiasi yang baik pada saat SMA, maka apresiasinya terhadap karya sastra pada fase
berikutnya akan semakin baik, karena pada usia SMA kemampuan siswa sedang berada pada
puncaknya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis uraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Bagaimanakah nilai-nilai psikologis novel terjemahan “ Tender Rebel ” karya Johanna
Lindsey?
2) Bagaimanakah nilai-nilai moral novel terjemahan “ Tender Rebel ” karya Johanna
Lindsey?
3) Bagaimanakah kesesuaian isi novel terjemahan “ Tender Rebel ” dikaitkan dengan
kompetensi-kompetensi dasar pembelajaran sastra di SMA?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mengetahui nilai psikologis novel terjemahan “ Tender Rebel ” karya Johanna
Lindsey.
2) Untuk mengetahui nilai moral novel terjemahan “ Tender Rebel ” karya Johanna
Lindsey.
3) Untuk mengetahui kesesuaian isi novel terjemahan“ Tender Rebel ” karya Johanna
Lindsey dikaitkan dengan kompetensi-kompetensi dasar pada pembelajaran karya sastra
di SMA.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan penulis lakukan diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang
dirumuskan, sehingga dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Manfaat tersebut antara lain :
1. Manfaat Teoretis
Manfaat teoretis dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan ilmu
pengetahuan khususnya di bidang ilmu sastra, dan juga dapat dijadikan alternatif sebagai
bahan pembelajaran sastra novel di SMA.
2. Manfaat praktis
a. Bagi siswa, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya teori sastra, khususnya
bentuk karya sastra prosa fiksi.
b. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk upaya pemilihan
bahan ajar sastra.
c. Bagi peneliti, penelitan ini memberikan pengalaman langsung dalam mengapresiasi
karya sastra, khususnya novel terjemahan “Tender Rebel”.
E. Kerangka pemikiran
Salah satu tujuan penyalenggaraan pendidikan adalah untuk membentuk sikap, moral,
dan watak murid yang berbudi luhur, dengan menyajikan pembelajaran sastra yang sesuai
dengan kriteria psikologis siswa.
“Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis ini hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan anak didk dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap: daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi atau pemecahan problem yang dihadapi” (Rahmanto, 2005: 30).
Sedangkan menurut Tarigan (2011:118) apresiasi siswa terhadap sastra harus lebih
ditingkatkan, supaya minat baca merupakan bagian dari hidupnya. Karena kemajuan dari suatu
bangsa dapat diukur dari jenis bacaan yang dibaca oleh para siswa.
Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, minat baca siswa terhadap sastra
khususnya fiksi harus ditingkatkan. Karena akan menambah pengetahuan dan peristiwa
pembelajaran hidup. Dengan bacaan sastra yang sesuai dengan psikologi siswa agar mudah
untuk dipahami dan dikaitkan dengan pembelajaran.
Dengan membaca novel ini, diharapkan siswa mampu menyimpulkan bacaan yang baik
dan buruk yang sesuai dengan kriteria psikologisnya. Sehingga secara tidak langsung siswa dapat
mengetahui pengalaman dari luar kehidupannya.
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Bagan 1
Kerangka pemikiran
Novel
Terjemahan
Tender Rebel
Cinta
Menaklukan
Segalanya
karya Johanna
Lindsey
Alat kaji 1:
1.Teori Tentang Nilai
Psikologis Dalam
Novel Terjemahan
Tender Rebel Cinta
Menaklukan
Segalanyakarya
Johanna Lindsey
(Sarlito W. Sarwono)
2. Teori Tentang Nilai
Moral Dalam Novel
Terjemahan Tender
Rebel Cinta
Menaklukan
SeganyaKarya
Johanna Lindsey
Temuan 1:
1. Psikologis
umum
2. Psikologis
khusus
3. Unsur
Moral
dalam Fiksi
Alat kaji 2:
Kriteria Bahan
Ajar Membaca
Novel di SMA
B. Rahmanto
Temuan 2:
Pemilihan
Bahan
Pengajaran
Sastra
1. Bahasa
2. Psikologi
3. Latar
Belakang
Budaya
4. Standar Isi
Kesesuaian
Novel Tender
Rebel Cinta
Menaklukan
Segalanya
Karya
Johanna
Lindsey
bebagai Bahan
ajar membaca
novel di SMA
E. Kajian Teori
1. Membaca
Membaca adalah salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa, ke empat aspek
tersebut sangat erat kaitannya. Membaca dengan menulis sangat erat kaitannya, karena dengan
tulisan seseorang akan bertukar informasi, bertukar pendapat, dan bertukar pengalaman dengan
pembacanya.
“Membaca pun dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk
berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan kadang dengan orang lain – yaitu mengomunikasikan
makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertentu” (Tarigan, 2008: 8).
Dengan membaca seseorang dapat menambah pengalaman yang luar biasa, karena tidak
mungkin kita mengalaminya sendiri. Mengingat kepuasan manusia yang tidak ada batasnya.
Terkadang apa yang kita alami tidak sesuai dengan apa yang kita kehendaki, dan dengan
membaca sebuah karya sastra kita bebas berekspresi. Kita bisa terhanyut dengan dengan bacaan
sastra yang kita baca, kita bisa tersenyum, tertawa, menangis,bersedih, berdecak kagum,dan
sebagainya.
Jadi membaca adalah suatu proses kegiatan yang mendapatkan sebuah informasi dari sebuah
bacaan. Dengan informasi tersebut seseorang akan mendapatkan sebuah pengetahuan dan
pengalaman.
2. Sastra
Secara etimologi kata sastra berasal dari bahasa Sansakerta, berasal dari kata akar kata as dan tra. Sas mempunyai arti mengarahkan, mengajar, member petunjuk; sedangkan –tra mempunyai arti ‘alat atau sarana’. Kata sastra dapat berarti ‘alat untuk mengajarkan atau buku
petunjuk’. Dengan arti ini, dalam bahasa Sansakerta dapat dijumpai istilah Silpasastra yang berarti ‘buku arsitektur’ dan Kamasastra yang berarti buku seni buku bercinta’ Sugianto Mas dalam Suryaman (2011: 7).
Menurut Sumardjo (1988: 1) “sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa
pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran
konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa”
Sedangkan menurut Wellek Warren (1993: 3) menyatakan bahwa sastra adalah suatu
kegiatan kreatif sebuah karya seni.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sastra adalah karya seni yang di
ungkapkan oleh seseorang yang memiliki nilai keindahan dari daya imajinasi.
Menurut Sumardjo jenis (genre) sastra terbagi menjadi dua, yaitu sastra non imajinatif
dan sastra imajinatif.
1) Sastra Non-imajinatif
a) Esei
b) Kritik
c) Biografi
d) Otobiografi
e) Sejarah
f) Memoar
g) Catatan harian
h) Surat-surat
2) Sastra Imajinatif
a) Puisi
b) Fiksi atau Prosa Naratif
c) Drama
3. Novel
Novel merupakan salah satu genre fiksi atau prosa naratif, dalam novel cerita yang
disuguhkan bersifat khayal dengan karakter yang banyak dan dengan suasana yang beragam.
Abrams dalam Nurgiyantoro (2010: 4) “Novel sebagai sebuah karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti plot, tokoh (dan penokohan), latar, sudut pandang, dan lain-lain yang kesemuanya, tentu saja juga bersifat imajinatif”.
Menurut Sumardjo (1988: 29) “Novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas.
Ukuran yang luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang
banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam, dan setting cerita yang beragam
pula.
Dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan novel adalah sebuah cerita rekaan (imajinatif)
yang dibangun dengan unsur intrinsik dan ekstrinsik yang menceritakan tentang suatu peristiwa
dan berbagai konflik di dalamnya.
4. Pengertian Unsur Intrinsik dalam Novel
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah karya itu sendiri yang membentuk
sebuah cerita. Unsur itu meliputi tema, alur atau plot, setting atau latar, tokoh dan penokohan,
sudut pandang, dan amanat.
a) Tema
“Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang
terkanndung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-
persamaan atau perbedaan-perbedaan” Hartoko dalam Nurgiyantoro (2010: 68).
Untuk menentukan sebuah tema dalam novel kita harus menyimpulkan dari keseluruhan
cerita, karena tidak terdapat dalam bagian-bagian tertentu saja.
b) Alur/Plot
Stanton dalam Nurgiyantoro (2010: 113) “plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian,
namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau
menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain”.
Sugianto Mas dalam Suryaman (2011: 12) “peristiwa-peristiwa yang tersusun menjadi
sebuah cerita dari awal hingga akhir yang bersambung berdasarkan hukum sebab akibat”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan plot adalah serangkaian peristiwa
yang diceritakan dari awal sampai akhir cerita.
Sumardjo membagi plot dalam lima bagian, yaitu (1) pengenalan, (2) timbulnya konflik,
(3) konfliks memuncak, (4) klimaks, dan (5) pemecahan soal. Dengan adanya konfliks di tengah-
tengah cerita, maka pembaca akan lebih tertarik untuk membacanya sampai akhir.
c) Setting/Latar
Abrams dalam Nurgiayantoro (2010: 216) Latar atau setting disebut juga sebagai landas
tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan social tempat
terjadinya peristiwa yang diceritakan.
Menurut Sumardjo (1988: 75) Dalam novel memang harus ada tempat dan ruang
kejadian.
Menurut Tarigan (2011: 137) Latar dipergunakan untuk beberapa maksud atau tujuan,
antara lain:
Pertama,suatu latar yang dapat dengan mudah dikenal kembali, dan juga yang dilukiskan dengan
terang dan jelas serta mudah diingat, biasanya cenderung untuk memperbesar keyakinan
terhadap tokoh dan geraknya serta tindakannya.
Kedua, latar suatu cerita mempunnyai relasi yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dan arti
yang umum dari suatu cerita.
Ketiga, kadang-kadang mungkin juga terjadi bahwa latar itu dapat bekerja bagi maksud-maksud
yang lebih tertentu dan terarah daripada menciptakan suatu atmosfer yang bermanfaat.
Latar tempat adalah gambaran ‘dimana’ seluruh peristiwa dalam cerita itu terjadi. Latar
waktu adalah ‘kapa’ peristiwa cerita itu terjadi, dan latar social adalah gambaran lingkungan
social ‘apa saja’ yang ada dalam cerita.
d) Tokoh dan Penokohan
Tokoh dalam sebuah novel memiliki peranan yang sangat penting, karena seorang tokoh
merupakan bagian yang hidup dari sebuah cerita.
Menurut Aan Sugianto Mas ada beberapa jenis tokoh yang terdapat dalam sebuah cerita
yaitu tokoh sentral dan tokoh bawahan.
(1) Tokoh Sentral
Tokoh sentral adalah tokoh yang hampir dalam keseluruhan cerita menjelajahi persoalan.
Mereka menjadi manusia yang konfliknya menonjol. Tokoh sentral ini terbagi pada tokoh utama
atau protagonis dan tokoh penentang tokoh utama atau antagonis.
(a) Tokoh utama atau protagonis
Tokoh ini adalah tokoh yang memegang peran yang mernjadi pusat cerita, tempat
bertumpunya plot dan tema cerita. Kriteria yang digunakan untuk menentukan tokoh utama
bukan kemunculannya, melainkan intensitas keterlibatannya dengan peristiwa-peristiwa yang
membangun cerita.
(b) Tokoh penentang atau protagonis
Tokoh ini yang menjadi lawan tokoh utama. Sebagai npenentang kehadiran tokohy ini akan
menjelaskan konflik yang ada pada tokoh utama.
(2) Tokoh Bawahan
Adapun yang dimaksud tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya
dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh
utama.
Tokoh-tokoh tersebut menampilkan watak dan karakternya, yaitu sifat batin manusia
yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah lakunya. Pengarang yang berpengalaman
tentu akan mampu menggambarkan watak tokohnya sedemikian rupa sehingga
memungkinkan cerita menjadi menarik.
Ada tiga cara pengarang dalam melukiskan watak tokoh, yaitu dengan cara langsung atau
analitik dan dramatik.
Cara langsung atau analitik
Pengarang menggambarkan watak para tokohnya secara langsung. Dia sebagai juru
cerita langsung menganalisis dan memberitahu watak kepada pembaca tanpa ragu-
ragu.
Cara tak langsung atau dramatik
Sebaliknya pengarang sering pula menggambarkan watak para tokoh dengan cara tidak langsung.
Caranya sebagai berikut:
Dengan menggambarkan fisik tokoh
Ada pengarang yang menjelaskan watak tokohnya dengan menggambarkan fisiknya. Hal ini
biasanya muncul pada cerita stereotif yang menerangkan bahwa seorang yang berwatak jahat
berarti pula berwajah garang. Sebaliknya seorang yang berwatak baik biasanya ganteng, bersih,
dan rapi. Cara ini mulai banyak ditinggalkan pengarang masa kini.
Dengan menggambarkan tempat dan lingkungannya
Ada juga pengarang yang menjelaskan tempat atau lingkungan tokohnya untuk menggambarkan
watak tokoh tersebut. Misalnya lingkungan yang kotor berarti menggambarkan bahwa tokoh
yang menempatinya berwatak pemalas dan jorok.
Dengan menggambarkan perbuatan atau tingkah laku atau reaksi tokoh terhadap suatu
kejadian.
Perbuatan atau tingkah laku atau reaksi terhadap suatu kejadian pun sering dipakai pengarang
untuk menggambarkan watak para tokoh. Biasanya reaksi tokoh akan nampak situasi kritis, yang
menuntut tokoh yang bersangkutan mengambil pilihan keputusan penting.
Dengan menggambarkan pikiran-pikiran tokoh
Melukiskan suasana hati tokoh dalam mengahadapi suatu kejadian adalah salah satu cara
pengarang untuk menggambarkan watak. Cara ini mendukung penjelasan mengenai alasan
mengapa tokoh tersebut mengambil tindakan tertentu
Dengan menggambarkan melalui dialog tokoh
Pengarang sering pula menggambarkan watak tokohnya melalui dialog yang diucapkan tokoh
tersebut.
e) Amanat
Dalam sebuah cerita fiksi dapat dipastikan berisi pikiran pengarangnya. Pikiran-
pikiran itu tersembunyi dan merupakan renungan tentang kehidupan manusia, pikiran
yang tesembunyi itu yang disebut dengan amanat.
Amanat dalam sebuah novel merupakan cara pengarang dalam menyampaikan pesan
kepada pembacanya mengenai tulisannya. Berbobot tidaknya amanat yang ada dalam
cerita tergantung pada mutu cerita, artinya sangat terikat proses pencairan ide,
perenungan tentang kehidupan, tanggapan-tanggapan tentang persoalan manusia, sikap
emosional dan intelektual dalam melihat lingkungan.
Amanat yang terdapat dalam novel dapat dilihat dari keseluruhan isi cerita, artinya
dalam cara-cara pengarang melontarkan konflik bagi tokoh-tokohnya,
mengembangkannya, dan menyelesaikannya. Dari pesan, pembaca dapat mengetahui
bagaimana sikap hidup pengarang dalam menjalani hidup ini.
f) Sudut Pandang
Menurut Nurgiyantoro (2010: 246) “sudut pandang mempersoalkan siapa yang
menceritakan, atau dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan ini dilihat.”
Abrams dalam Nurgiyantoro (2010: 248) mnyimpulkan bahwa “cara dan atau
pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh,
tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi
kepada pembaca.”
Jadi dalam sudut pandang pengarang tidak menceritakan kehidupan pribadinya
melainkan menceritakan cerita imajinatif, dan di sini posisi pengarang sebagai juru cerita.
Suryaman (2011: 18) Secara garis besar titik pengisahan atau juru cerita terdiri dari
titik pengisahan sebagai pengamat dan titik pengisahan sebagai tokoh.
(1) Titik pengisahan pengarang
Pengarang sebagai pengamat dalam cerita biasanya menyebut nama masing-masing para
tokoh. Pengarang benar-benar berada diluar cerita dan bertindak sebagai dalang. Titik
pengisahan sebagai pengamat bervariasi sebagai berikut:
(a) Titik Pengisahan Maha Tahu
Pengarang mampu menceritakan segala hal yang tertuang dalam cerita. Dia dapat
menceritakan semua tingkah laku, apa yang dikerjakan, bahkan perasaan dalam diri tokoh
ciptaannya.
(b) Titik Pengisahan Objektif
Pengarang bertindak sebagai orang yang menceritakan para tokohnya sebagai yang
dilakukan pengarang maha tahu, tetapi berusaha objektif. Artinya pengarang hanya
menceritakan sesuatu yang nampak saja, sedangkan yang abstrak dari tokoh tersebut
seperti suasana hati diceritakan.
(c) Titik Pengisahan Peninjau
Pengarang memilih salah satu tokoh dan penjelasan secara detail mengenai tindakannya,
dan perasaannya. Titik pengisahan seperti ini cukup terbatas, sebab cerita terpaksa harus
mengikuti peristiwa yang dialami tokoh yang ditinjau, sedangkan tokoh lain yang berada
jauh dari tokoh tersebut luput dari jangkauan.
(2) Titik Pengisahan Sebagai Tokoh
Pengarang bias menempatkan dirinya sebagai ‘aku’ dalam cerita dan mengalami seluruh
peristiwa yang ada. Pengarang bias bertindak sebagai tokoh protagonis atau bawahan.
(a) Pengarang Sebagai Tokoh Protagonis
Pengarang bertindak sebagai tokoh utama atau protagonis. Di ber ‘aku’ dan menceritakan
dirinya sendiri. Semua cerita berpusat pada ‘aku’ yang dengan bebas menceritakan segala
tindakannya, pikiran-pikirannya, dan perasaannya, tetapi tokoh tersebut tidak bias
menceritakan lebih jauh tentang tokoh lain.
(b) Pengarang Sebagai Tokoh Bawahan
Pengarang bertindak sebagai tokoh bawahan. Bia ber ‘aku’ dan menceritakan tokoh lain,
yaitutokoh protagonist yang pasti selalu diketahuinya. Fokus cerita ada pada tokoh
protagonis yang selalu diikuti oleh tokoh ‘aku’ tersebut. Dalam hal ini tokoh ‘aku’ tidak
bisa menjelaskan perasaan tokoh protagonis, ia hanya menjelaskan tindakannya.
5. Psikologi
“Terbentuknya karya sastra hampir seluruhnya melalui proses kreatif yang panjang. Namun, panjang dan pendeknya proses ini amat relatif, tergantung kesiapan psikologis sastrawan. Tiap karya memerlukan proses yang berbeda satu dengan yang lain. Belum tentu puisi dua baris itu proses kreatifnya lebih singkat dibanding novel yang beratus-ratus halaman” Endraswara (2008: 212)
Freud dalam Yusuf (2011: 50) “tingkah laku manusia merupakan hasil dari rentetan konflik
internal yang terus menerus. Konflik (peperangan) antara id, ego, superego adalah hal yang
baiasa (rutin).”
Dalam sebuah karya sastra tentunya mempunyai nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,
salah satunya yaitu nilai psikologis.
1) Sejarah dan Definisi Psikologi
“Psikologi berasal dari kata-kata Yunani: psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun, “ilmu jiwa” masih kabur sekali. Apa yang dimaksud dengan “jiwa”, tidak ada seorang pun yang tahu dengan sesungguhnya” Sarwono (2013: 1)
Begitulah untuk rentan waktu yang relatif lama, karena definisi psikologi masih belum
jelas, timbul berbagai pendapat . Maka banyak sarjana yang memberikan definisi sendiri yang
disesuaikan dengan arah minat dan aliran masing-masing.
Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang.
Konsep psikologidapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno. Thales merupakan filsuf Yunani
kuno (624-548 SM) yang dianggap sebagai Bapak Filasafat. Menurut beliau jiwa adalah sesuatu
yang supernatural, jadi semua yang ada di alam ini adalah gejala alam (natural phenomena) dan
semua gejala alam berasal dari air.
Dari sekian banyak tokoh yang kemudaian berperan paling penting terhadap
perkembangan psikologi ratusan tahun ke depan adalah tiga serangkai Sokrates (469-399), Plato
(427-347), dan Aristoteles (384-322), yang sering disebut dengan trio SPA. Plato adalah murid
Sokrates dan Aristoteles adalah murid Plato.
Plato kemudian berteori bahwa jiwa manusia mulai masuk ke tubuhnya sejak manusia
ada dalam kandungan dan mempunyai tiga fungsi, yaitu Logisticon (akal) yang berpusat di
kepala, Thumeticon (rasa) yang berpusat pada dada, dan Abdomen (kehendak) yang berpusat di
perut.
Aristoteles menyumbangkan pikiran yang sangat penting dalam tulisannya yang berjudul
“The Anima”. Dia mengatakan bahwa makhluk hidup terbagi dalam tiga golongan, yaitu Anima
Vegetativa (tumbuh-tumbuhan), Anima Sensitiva (hewan), dan Anima Intelektiva (manusia).
Berbeda dengan Plato, Descartes (1596-1650), seorangh filsuf Prancis mencetuskan
definisi bahwa ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu tentang kesadaran. Ia mengemukakan mottonya
yang terkenal “cogito ergo sum” (saya berpikir maka saya ada), karena menurut beliau segala
sesuatu di dunia ini tidak ada yang dapat dipastikannya, kecuali pikirannya sendiri.
Gardner Murphy dalam Sarwono (2013: 6) “psikologi adalah ilmu yang mempelajari
respons yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.”
T. Morgan dalam Sarwono (2013: 6) “psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah
laku manusia dan hewan.”
Sedangkan menurut Sarwono sendiri (2013: 6) “yang dimaksud dengan psikologi adalah
ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.
Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia beserta kejiwaannya.
Ibnu Sina adalah seorang filsuf Islam yang dalam bahasa Eropa disebut dengan Avicenna
dan Imam Ghazali atau yang dikenal dengan nama Abu Hamid al-Ghazali, dua pemikir Islam
Persia/Iran, namun menganut pemikiran Aristoteles dan Neo-Platonian. Sarwono (2013: 7).
Namun, hal itu tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai pikiran-pikiran sebelumnya, baik
dalam segi pembahasan fisika maupun segi metafisika.
Pengaruh Ibnu Sina dalam soal penjiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia piker
Arab sejak abad ke-10 Masehi sampai akhir abad ke-19 Masehi, maupun pada filsafat skolastik
Yahudi dan Masehi, terutama pada Gundissalinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger
Bacon, dan Dun Scot.
Segi-segi kejiwaan Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagi dua segi, yaitu:
1) Segi fisika, yang membicarakan macam-macam jiwa, pembagian kebaikan, jiwa manusia,
indra, pembahasan lain yang biasa termasuk dalam ilmu jiwa yang sebenarnya.
2) Segi metafisika, yang membicarakan wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan
dan keabadian jiwa.
Karena keterbatasan ilmu manusia beberapa pendapat tentang psikologi pun bermunculan
dan saling berbeda tetapi mempunyai inti yang sama.
2) Ruang Lingkup Psikologi
Secara garis besar dibedakan menjadi tiga kategori bidang psikologi, yaitu psikologi umum,
psikologi khusus, dan psikologi terapan.
a) Psikologi Umum
Psikologi umum sering juga disebut sebagai pengantar psikologi merupakan studi tentang
perilaku atau kegiatan individu secara umum. Studi ini, memberikan pengantar kepada studi
tentang perilaku individu yang lebih lanjut, lebih khusus dan mendalam.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan atau perbuatan individu baik faktor yang berasal
dari dalam diri maupun individu; baik faktor fisik maupun psikis. Faktor-faktor yang berasal
dari individu adalah kebutuhan dan motif, minat, sikap, perasaan, tujuan-tujuan yang ingin
dicapainya. Faktor-faktor yang berasal dariluar diri individu bersumber dari lingkungan, seperti
lingkungan alam, sosial, politik, budaya, pengetahuan, teknologi, dll.
b) Psikologi Khusus
Kelompok psikologi ini mempelajari perilaku atau kegiatan individu secara khusus, baik
terhadap perkembangannya, posisinya, aspek yang mendapatkan sorotan utamanya atau karena
kondisinya.
(1) Psikologi Perkembangan
Masa sebelum lahir, masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak kecil, masa sekolah dasar,
masa remaja awal, remaja tengah dan adolesen, masa dewasa muda, dewasa dan dewasa tu,
sertamasa usia lanjut. Tiap masa perkembangan tersebut menjadi objek studi dari psikologi sebab
setiap masa memiliki cirri-ciri karakteristik perkembangan yang berbeda. Karena adanya
perkembangan dominasi perkembangan-perkembangan aspek tertentu maka seringkali individu
memperlihatkan perilaku yang tidak sama.
(2) Psikologi Pria dan Wanita
Perbedaan jenis kelamin kiranya tidak hanya membawa perbedaan dalam segi fisik, tetapi
juga segi-segi kerohanian. Psikologi ini mempelajari kondisi dan cirri-ciri yang khas dari kedua
jenis kelamin. Wanita dituntut berpenampilan dan berperilaku sebagai wanita, istri, dan ibu,
sedangkan pria diharapkan berpenampilan sebagai suami dan ayah dari anak-anaknya. Peranan-
peranan tersebut secara normal tidak dapat dipertukarkan. Perkembangan kebudayaan, terutama
perkembangan-perkembangan teknologi memberikan peluang-peluang yang cukup besar untuk
mengubah status suatu pekerjaan. Suatu pekerjaan yang pada masa-masa yang selalu dikerjakan
oleh kaum pria, karena adanya fasilitas baru hasil dari perkembangan teknologi dapat dikerjakan
jugta oleh wanita. Hal ini bukan hanya memberikan pengaruh positif, tapi juga dapat
memberikan beberapa tantangan dan persoalan.
(3) Psikologi Kepribadian
Manusia mungkin satu-satunya makhluk di dunia ini yang memiliki kepribadian. Karena
adanya cirri-ciri kepribadian inilah sebenarnya yang membuat organisme manusia ini sebagai
individu. Dalam studi tentang kepribadian dibicarakan beberapa tipologi yang bertolak dari
karakteristik fisik, sosial, moral maupun aspek lainnya.
Tipe kepribadian menurut Gerart Heymans dalam Suryaman (2011: 31) berdasarkan kuat
lemahnya dalam diri setiap orang menjadi tujuh tipe, seperti berikut:
(a) Gapasioneerden (orang hebat): orang yang aktif dan emosional serta fungsi sekundernya
kuat. Orang ini selalu bersikap keras, emosional, gila kuasa, egois, suka mengecam.
Mereka adalah patriot yang baik, memiliki rasa kekeluargaan yang kuat, dan suka
menolong orang yang lemah.
(b) Cheolerici (orang garang): orang yang aktif dan emosional, tetapi fungsi sekundernya
lemah. Orang ini lincah, rajin bekerja, periang, pemberani, optimis, suka pada hal-hal
yang faktual. Mereka suka kemewahan, pemboros, dan sering bertindak ceroboh tanpa
piker panjang.
(c) Sentimentil (orang perayu): orang yang tidak aktif, emosional, dan fungsi sekundernya
kuat. Orang ini suka bersikap emosional, sering implusif (menurutkan hati), pintar bicara
sehingga mudah mempengaruhi orang lain, senang terhadap kehidupan alam, dan
menjauhkan diri dari kebisingan dan keramaian.
(d) Nerveuzen (orang penggugup): orang yang tidak aktif dan fungsi sekundernya lemah,
tetapi emosinya lemah. Orang-orang tipe ini sifatnya emosional (mudah naik darah tetapi
cepat dingin), suka memprotes/mengecam orang lain, tidak sabar, tidak mau berpikir
panjang, agresif tetapi tidak pendendam.
(e) Flegmaciti (orang tenang): orang yang tidak aktif dan fungsi sekundernya kuat. Orang-
orang yang tipe seperti ini selalu bersikap tenang, sabar, tekun bekerja secara teratur,
tidak lekas putus asa, berbicara singkat, tetapi mantap. Mereka berpandangan luas,
berbakat matematika, senang membaca, dan memiliki ingatan yang baik. Orang tipe ini
rajin dan cekatan serta mampu berdiri sendiri tanpa memerlukan bantuan orang lain.
(f) Sanguinici (orang kekanak-kanakan): orang yang tidak aktif, tidak emosional, tetapi
fungsi sekundernya kuat. Orang ini antara lain, sukar mengambil keputusan, kurang
berani/ragu-ragu bertindak, pemurung, pendiam, suka menyendiri, berpegang teguh pada
pendiiriannya, pendendam, tidak gila hormat dan kuasa, dan dalam bidang politik selalu
berpandangan konservatif.
(g) Amorfem (orang tak berbentuk): orang-orang yang tidak aktif, tidak emosional, danfungsi
sekundernya lemah. Sifat-sifat tipe orang ini, antara lain intelektualnya kurang, picik,
tidak praktis, selalu membeo, canggung, dan ingatannya buruk. Mereka termasuk orang
yang perisau, peminum, pemboros, dan cnderung membiarkan dirinya dibimbing dan
dikuasai orang lain.
(4) Psikologi Diferensial
Sebagian besar individu memilki inteligensi yang tergolong normal, tetapi sebagian memilki
inteligensi tinggi dan sebagian lainnya rendah. Bakat individu berbeda-beda, seseorang berbakat
dalam bidang musik, yang lain lebih berbakat dalam bidang olahraga, memasak, dll. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya perbedaan kemampuan dalam bidang-bidang tersebut. Perbedaan
kemampuan seseorang tidak hanya dalam bidang yang bersifat intelektual tetapi juga dalam
bidang sosial.
c) Psikologi Terapan
Merupakan penerapan atau penggunaan pengetahuan, prinsip-prinsip, kaidah-kaidah,
pendekatan, metode, dan teknik-teknik psikologis untuk memahami dan memecahkan masalah-
masalah pada bidang lain. Orang-orang yang bergerak dalam bidang psikologi pendidikan,
psikologi industri dan perusahaan, dan sebagainya membutuhkan pengetahuan psikologi terapan
di bidang tersebut.
3) Psikologi Perkembangan Remaja
Pada usia remaja, mereka telah memasuki pencarian jati diri, memilki rasa kebebasan untuk
menentukan nasib sendiri. Kalau terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang individu
yang memiliki rasa tanggung jawab, tetapi kalau tidak terbimbing maka bisa menjadi seseorang
yang memilki masa depan yang tidak baik. Pada masa-masa ini, adanya aspek perubahan pada
aspek fisik, psikis, dan psikososial.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan remaja yaitu:
a) Faktor endrogen (nature) yaitu faktor perubahan fisik maupun psikis yang oleh faktor
internal yang bersifat herediter seperti tinggi badan, bakat, minat, kecerdasan,
kepribadian, dan sebagainya.
b) Faktor exogen yaitu faktor yang berasal dari luar individu. Faktor ini diantaranya faktor
lingkungan seperti fasilitas, cuaca iklim, dan sebagainya.
c) Interaksi antara endogen dan exogen yaitu faktor yang berasal dari dalam dan luar
individu. Faktor ini merupakan perpaduan antara herediter (bawaan) dengan lingkungan.
6. Moral
Indonesia merupakan negara yang multikultural dengan memiliki keanekaragaman
kebudayaan yang tersebar di wilayah kepulauan Indonesia. Perbedaan suku bangsa, agama, ras,
bahasa, serta adat istiadatlantas mengharuskan bangsa Indonesia memiliki rasa saling
menghormati, menghargai perbedaan, bertoleransi tinggi, serta ramah terhadap sesama warga
negara Indonesia.namun, seiring dengan berjalannya waktu dan semakin banyaknya interaksi
serta pengaruh dari negara luar membuat nilai-nilai luhur yang dimilki oleh bangsa Indonesia
mulai terkikis terutama dikalangan pelajar. Pada dasarnya, nilai-nilai luhur tersebut haruslah
dimiliki oleh setiap anak bangsa yang memiliki peran sebagai penyokong atau tulang punggung
dari kemajuan bangsa Indonesia di masa depan. Lunturnya nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia tersebut kini mulai terlihat dikalangan pelajar yang kurang dibekali dengan
pendidikan moral.
1) Pengertian Nilai Moral
Seperti diketahui kata moral berasal dari kata Latin “mos” yang berarti kebiasaan, kata mos
jika akan dijadikan kata keterangan atau kata nama sifat lalu mendapat perubahan pada
belakangnya, sehingga kebiasaan jadi moris, dan moral adalah kata nama sifat dari kebiasaan
itu, yang semula berbunyi moralis.
Adapun moral secara umum mengarah pada pengertian ajaran tentang baik buruk yang
diterima mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, dan sebagainya. Remaja dikatakan
bermoral jika mereka memiliki kesadaran moral yaitu dapat menilai hal-hal yang baik dan buruk,
hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta hal-hal yang etis dan tidak etis.
Kata moral selalu mengacu kepada baik buruk manusia. Sikap moral disebut juga moralitas yaitu
sikap hati seseorang yang terungkap dalam tindakan lahiriah. Moralitas adalah sikap dan
perbuatan baik yang betul-betul tanpa pamrih dan hanya moralitaslah yang dapat bernilai secara
moral.
Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan nilai moral adalah nilai yang terkandung
dalam perilaku manusia, dari segi baik buruknya tingkah laku yang sesuai dengan norma, adat,
kebiasaan, dan aturan yang berlaku.
2) Unsur Moral dalam Fiksi
a) Pengertian dan Hakikat Moral
Menurut Kenny dalam Nurgiyantoro (2010: 321) “ moral dalam cerita biasanya
dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat
praktis, yang dapat diambil (dan ditafsirkan) lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca”.
Pengarang dengan sengaja menggambarkan moral para tokoh dengan masalah kehidupan
seperti tingkah laku, sopan santun pergaulan. Standar moral manusia banyak ditentukan oleh
tingkat perkembangan sosialnya dan ilmu pengetahuan yang berkembang. Moralitas tumbuh
dan berkembang dalam kehidupan manusia sebagai pembuka bagi kehidupan yang lebih maju
kea rah kehidupan yang bermakna.
Sifat perilaku yang baik jujur, adil, santun, dermawan, dan sebagainya atau sebaliknya
merupakian indikator untuk menetapkan seseorang berperilaku baik atau tidak baik.
“Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Bahkan unsur
amanat itu sebenarnya merupakan gagasan yang mendasari diciptakannya karya sastra sebagai
pendukung pesan” Nurgiyantoro (2010: 321).
Dalam sebuah karya sastra biasanya selalu menyimpulkan sebuah pesan moral meskipun
tidak secara langsung disampaikan.
b) Wujud Pesan Moral
Pesan moral yang disampaikan pengarang kepada pembaca memang tidak secara langsung
disampaikan. Biasanya pesan moral tersebut disampaikan dengan tingkah laku dan percakapan
dalam dialog.
“Secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan ke dalam
persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam
lingkup sosial termasuk hubungannya dengan lingkungan alam dan hubungan manusia dengan
Tuhan.” Nurgiyantoro (2010: 323)
Pembaca sering mempertanyakan tentang sesuatu yang diungkapkan pengarang itu
mempunyai hubungan dengan kebenaran. Nilai-nilai moral atau lainnya dalam kehidupan
sehari-hari, sikap dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model-model atau sosok yang
sengaja ditampilkan pengarang sebagai sikap dan tingkah laku yang baik atau diikuti minimal
dicenderungi oleh pembaca.
3) Pesan Religius dan Kritik Sosial
a) Pesan Religius dan Keagamaan
Mangunwijaya dalam Nurgiyantoro (2010: 331) “kehadiran unsur religius dan keagamaan
dalam sastra adalah setua keberadaan sastra itu sendiri. Bahkan sastra tumbuh dari sesuatu yang
bersifat religius. Pada awal mula segala sastra adalah religius. “
Pesan yang bersifat keagamaan biasanya lebih menonjolkan kebaktian kepada Tuhan,
karena dengan hukum-hukum yang resmi. Oleh karenanya, apabila amal dan pikiran seseorang
sholeh (baik) maka sholeh pula diri dan akhlaknya, dan sebaliknya apabila amal dan pikirannya
rusak maka rusak pula dirinya dan akhlaknya. Akhlak dapat dirumuskan sebagai suatu sifat atau
sikap kepribadian yang melahirkan tingkah laku perbuatan manusia, dalam usaha membentuk
kehidupan yang sempurna berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang telah ditetapkan oleh Allah.
b) Pesan Kritik Sosial
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup seorang diri, dan dalam kehidupan
sehari-harinya manusia selalu membutuhkan orang lain. Karena setiap orang memilki karakter
yang berbeda-beda, jadi kita harus bisa mengontrol perilaku kita.
“Sastra yang mengandung pesan kritik- dapat juga disebut sebagai sastra kritik- biasanya
akan lahir di tengah masyarakat jika terjadi hal-hal yang kurang beres dalam kehidupan sosial
dan masyarakat” Nurgiyantoro (2010: 331).
4) Bentuk Penyampaian Pesan Moral
Bentuk penyampaian pesan moral terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
a) Bentuk Penyampaian Langsung
Menurut Nurgiyantoro (2010: 335) “Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat
langsung, boleh dikatakan identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian,
telling, atau penjelasan, expository”.
Dengan mendeskripsikan watak para tokoh maka akan mempermudah pembaca untuk
memahami pesan yang disampaikan. Karena dengan penyampaian secara langsung, pesan yang
disampaikan oleh pengarang terasa sangat komunikatif.
b) Bentuk Penyampaian Tidak Langsung
Berbeda dengan bentuk penyampaian langsung, pesan yang disampaikan dengan
mendeskripsikan watak tokoh secara jelas. Bentuk penyampaian tidak langsung disampaikan
lewat dialog, sikap dalam menghadapi konflik, pikiran atau pun perasaan.
Nurgiyantoro (2010: 339) “yang ditampilkan dalam cerita adalah peristiwa-peristiwa,
konflik, sikap dan tingkah laku itu, baik yang terlihat dalam tingkah laku verbal, maupun yang
hanya terjadi dalam pikiran dan perasaan”.
Endraswara (2008: 179) memperjelas bahwa “membaca sikap dan perilaku dalam sastra,
peneliti akan mampu memahami gejolak jiwa manusia. Peristiwa kejiwaan ketika menggerutu,
meratap, melamun, menangis, menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan, berteriak
histeris, membanting pintu……”
Sesuai dengan pendapat di atas, maka pesan yang disampaikan dengan berbagai hal tersebut
dapat diketahui oleh pembaca dengan penghyatan.
7. Apresiasi Sastra
Dalam apresiasi terhadap karya sastra, proses tersebut mencakup kepada proses menikmati
keindahan, mengerti, memahami, dan menghayati serta akhirnya dapat menghargai mutu dan
nilai yang terkandung dalam karya sastra.
Squire dan Taba dalam Aminudin (2013: 34) berkesimpulan bahwa sebagai suatu proses,
apresiasi, melibatkan tiga unsur inti yaitu:
1) Aspek kognitif, yang berkaitan dengan intelek pembaca dalam upaya memahami unsur-
unsur kesastraan yang bersifat objektif.
2) Aspek emotif, yang berkaitan dengan keterlibatan unsure emosi pembaca dalam upaya
mengahayati unsur-unsur keindahan dalam teks sstra yang dibaca.
3) Aspek evaluative, yang berhubungan dengan kegiatan memberikan penialaian terhadap
baik buruk, indah tak indah, sesuai tidak sesuai, serta sejumlah ragam penilaian yang
tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tapi secara personal cukup dimiliki oleh
pembaca.
8. Kriteria Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra
Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Rahmanto (1988: 27), bahwa ada tiga aspek penting
jika memilih bahan ajar.
1) Bahasa
Penguasaan suatu bahasa sebenarnya tumbuh dan berkembang melalui tahapan yang jelas
pada setiap individu, maka setiap bahan pengajaran harus menggunakan bahasa yang sesuai
dengan tingkat penguasaan bahasa siswa.
2) Psikologi
Perkembangan psikologi menuju dewasa melalui tahapan-tahapan tertentu yang cukup jelas.
Dalam pemilihan bahan pengajaran hendaknya tahapan perkembangan psikologis itu
diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap daya ingat, kemampuan, pengerjaan tugas,
kesiapan bekerja, pemahaman situasi, atau pemecahan problem yang dihadapi.
3) Latar Belakang Budaya
Bahan pengajaran sastra hendakanya dapat memberikan peluang kepada siswa untuk
menambah pengetahuan dan kebudayaan. Apabila siswa telah memiliki rasa percaya diri untuk
memahami karya sastra latar belakang budaya lain yang ia kenal, barulah ia siap memahami
budaya asing sebagai bahan banding.
Dalam pemilihan bahan ajar guru harus lebih kreatif, sesuai dengan kurikulum yang berlaku,
dan menyesuaikan dengan psikologis siswa. Banyak buku dan karya sastra yang tersedia sebagai
acuan dalam pembelajaran.
F. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah strategi untuk menemukan atau memperoleh data yang
diperlukan. Dengan menggunakan metode kualitatif data yang terkumpul berupa konsep,
kategori, sikap yang memang tidak perlu di angkakan dan tujuan penelitiannyabukan untuk
memperoleh gambaran angka-angka. (Satoto, 2012: 15). Metode kualitatif juga mengutamakan
kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif yang bertujuan
memecahkan masalah dan melukiskan realitas sosial yang kompleks dengan cara
mengumpulkan, menyusun, menjelaskan, kemudian menganalisis data yang ada.
Teknik deskriptif antara lain penelitian yang bersifat menuturkan, memaparkan, menganalisis, dan mengklasifikasikan; penelitian dengan teknik survai, teknik wawancara, angket observasi, atau dengan teknik tes; studi kasus, studi komparasi, studi waktu dan gerak, analisis kuantitatif atau kualitatif, studi kooperatif atau operasional. (Satoto, 2012: 11)
Oleh karena itu, penulis dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatankualitatif.
Metode ini merupakan cara untuk memperoleh gambaran yang sistematis mengenai novel yang
kemudian diteliti isinya dan dideskripsikan menurut criteria atau pola tertentu.
G. Fokus Kajian
Dalam fokus kajian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai informasi yang
terdapat dalam novel yang diteliti, juga sebagai bahan pengumpulan data untuk dianalisis.
Peneliti bermaksud untuk menganalisis dan mengidentifikasi nilai-nilai psikologis dan nilai-nilai
moral pada novel Tender Rebel Cinta Menaklukan Segalanya karya Johanna Lindsey.
Penelitian didasarkan atas beberapa pertimbangan sebagai berikut.
1) Fokus penelitian ini adalah nilai psikologis dan nilai moral yang terkandung dalam novel
Tender Rebel Cinta Menaklukan Segalanya karya Johanna Lindsey.
2) Kajian nilai psikologis tersebut dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan menarik
kesimpulan makna yang terkanndung dalam novel Tender Rebel Cinta Menaklukan
Segalanya karya Johanna Lindsey.
3) Kajian nilai moral dimaksudkan untuk mengidentifikasi dan menarik kesimpulan makna
yang terkandung dalam novel Tender Rebel Cinta Menaklukan Segalanya karya Johanna
Lindsey.
Aspek-aspek yang dikaji adalah sebagai berikut.
Tabel 1
Fokus Kajian
Fokus kajian Aspek yang dikaji indikator Alat ukur
1. Struktur yang
membangun novel
terjemahan Tender
Rebel Cinta
Menaklukan
Segalanya karya
Johanna Lindsey.
Tema
Setting
Tokoh dan
Penokohan
Amanat
Sudut pandang
Kriteria struktur yang
membangun novel
terjemahan Tender
Rebel Cinta Menaklukan
Segalanya karya
Johanna Lindsey.
Nilai psikologis
dan nilai moral
dalam novel
terjemahan
Tender Rebel
Cinta
Menaklukan
Segalanya karya
Johanna Lindsey.
2. Nilai psikologis yang
terkandung dalam
novel terjemahan
Tender Rebel Cinta
Menaklukan Segalanya
karya Johanna Lindsey.
Psikologi umum
Psikologi khusus
Psikologi terapan
Kriteria nilai psikologi
pada novel terjemahan
Tender Rebel Cinata
Menaklukan Segalanya
karya Johanna Lindsey
3. Nilai moral yang
terkandung dalam
Unsur Moral Dalam Kriteria nilai moral pada
novel Tender Rebel
novel terjemahan
Tender Rebel Cinta
Menaklukan
Segalanya karya
Johanna Lindsey
Fiksi
Pengertian dan
ahkikat moral
Wujud pesan moral
Pesan religius dan
kritik sosial
Bentuk
penyampaian pesan
moral
Cinta Menaklikan
Segalanya karya
Johanna Lindsey
4. Kesesuaian novel
terjemahan Tender
Rebel Cinta
Menaklukan
Segalanya karya
Johanna Lindsey
sebagai upaya
memperoleh bahan
pembelajaran
membeca novel di
SMA
Pemilihan bahan
pengajaran sastra
Bahasa
Psikologi
Latar belakang
budaya
Kriteria bahan
pengajaran sastra
H. Sumber Data
Sumber data adalah sumber untuk memperoleh data yang diperlukan dalam suatu
penelitian. Adapun sumber data dalam penelitian ini adalah novel terjemahan Tender Rebel
Cinta Menaklukan Segalanya karya Johanna Lindsey. Hasil data analisis dalam penelitian ini
adalah data yang berbentuk deskripsi.
I. Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan objek yang dijadikan bahan penelitian dalam hal ini adalah sebuah novel
terjemahan yang berjudul Tender Rebel karya Johanna Lindsey, maka teknik yang digunakan
adalah sebagai berikut.
1) Studi pustaka, yaitu kegiatan pengkaji sumber-sumber yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti.
2) Teknik analisis, yaitu kegiatan menganalisis novel dari struktur isi, nilai psikologis, nilai
moral, serta mengatikannya dengan kompetensi dasar yang terdapat kurikulum Bahasa
dan Sastra Indonesia.
J. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan kegiatan menganalisis novel, dalam hal ini alat atau cara
yang dipakai untuk mencapai tujuan penelitian sebagai berikut:
1) Membaca Novel terjemahan“Tender Rebel” karya Johanna Lindsey.
2) Menganalisis struktur isi novel terjemahan “Tender Rebel” karya Johanna Lindsey.
a) Menganalisis nilai psikologi yang terkandung dalam novel terjemahan “Tender
Rebel” karya Johanna Lindsey.
b) Menganalisis nilai moral yang terkandung dalam novel terjemahan “Tender Rebel”
karya Johanna Lindsey.
c) Mengaitkannya dengan kompetensi dasar pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
K. Prosedur Kegiatan Penelitian
1) Tahap persiapan
a) Menentukan novel yang akan diteliti.
b) Menyiapkan buku-buku penunjang penelitian.
2) Tahap pelaksanaan
a) Membaca novel dengan teliti.
b) Mengumpulkan data.
c) Menganalisis struktur isi novel terjemahan Tender Rebel karya Johanna Lindsey.
d) Menganalisis nilai psikologis dalam novel terjemahan Tender Rebel karya Johanna
Lindsey.
e) Menganalisis nilai moral dalam novel terjemahan Tender Rebel karya Johanna Lindsey.
3) Tahap Pelaporan
a) Penyusunan laporan penelitian
b) Merevisi laporan penelitian
c) Menyususn skripsi
Tabel 2
Jadwal Kegiatan
Tahun
No. Tahap Penelitian 2013 2014
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1. Pengajuan judul V
2. Pembuatan proposal V V
3. Seminar proposal V
4. Tahap penelitian V V
5. Penyusunan dan
bimbingan skripsi
V V V
6. Penyelesaian
administrasi untuk
siding skripsi
V
7. Sidang skripsi V
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2013. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Azis, Siti Aida. 2011. Analisis Nilai Moral dalam Novel.
http://kajiansastra.blogspot.com/2011/08/analisis-nilai-moral-dalam-novel.html. (diakses pada
tanggal 22 Januari 2014).
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Psikologi Sastra. Yogyakarta: Medpress.
Lindsey, Johanna. 2010. Tender Rebel Cinta Menaklukan Segalanya. Jakarta: Dastan.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: gajah Mada University press.
Rahmanto, B. 1988. Metode Pengajaran Sastra. Yoyakarta: Kanisius.
Sarwono,Sarlito. W. 2013. Pengantar Psikologi Umum. Depok: Raja Grapindo Persada.
Satoto, Soediro. 2012. Metode Penelitian Sastra. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sumardo, Jakob. Saini, K. M. 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Tarigan, H. G. 2008. Membaca Sebagai Suatu Keterampilan Membaca. Bandung: Angkasa.
Tarigan, H. G. 2011. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
Yusuf, Syamsu. A. juntika Nurihsan.2011. Teori Kepribadian. Bandung: remaja Rosdakarya.
Zuldafrial. Muhamad Lahir. 2012. Penelitian Kualitatif. Surakarta: Yuma Pustaka.