BAB I

download BAB I

If you can't read please download the document

description

hhhhh

Transcript of BAB I

BAB IPENDAHULUAN1. Latar BelakangTemulawak, kunyit dan jahe merah telah banyak dikenal sebagai obat untuk berbagai penyakit. Manfaat dari ketiga tanaman asli Indonesia tersebut sudah banyak diteliti baik secara in vitro maupun in vivo. Kandungan temulawak yaitu xanthorrizol (44,5%) dan kurkumin (21,5%) memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi saraf, nefroprotektif dan hepatoprotektif (Ismail et al., 2005). Kurkumin pada kunyit juga memiliki efek yang poten sebagai antiinflamasi, antioksidan dan antikanker (Preetha et al., 2007). Jahe merah memiliki aktivitas antioksidan, antiemetik, spasmolitik, dan antiinflamasi (Singh et al., 2010). Ketiga tanaman tersebut memiliki peran sebagai antiinflamasi, antioksidan dan antikanker.Kombinasi dari ekstrak temulawak, kunyit dan jahe merah pada penelitian sebelumnya telah diuji secara in vitro memiliki potensi sebagai obat antikanker pada berbagai model sel yaitu sel kanker payudara, sel kanker kolon, dan sel kanker serviks (Diliwiyani, 2013; Pancawati, 2013; Novasari, 2013). Ekowati et al. (2013) melaporkan uji secara in vivo pada kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan jahe mempunyai efek proteksi pada jantung, ginjal, hati serta parameter darah pada tikus putih yang diinduksi doksorubisin. Upaya untuk menghambat pertumbuhan sel kanker salah satunya adalah dengan meningkatkan sistem imun tubuh.Imunomodulator adalah bahan (obat) yang berperan dalam menjaga kondisi tubuh dan membantu memperbaiki ketidakseimbangan sistem imun (Nugroho, 2011). Tanaman yang berpotensi sebagai imunomodulator diantaranya temulawak, kunyit dan jahe merah. Kurkumin yang terkandung dalam temulawak dan kunyit memiliki aktivitas sebagai imunomodulator. Aktivitas imunomodulator senyawa kurkumin pada kunyit dilihat dari viabilitas sel PBMC dan dilaporkan secara signifikan merangsang proliferasi sel PBMC (Yue et al., 2010). Kurkumin dilaporkan sebagai agen imunomodulator kuat yang dapat mengaktivasi sel T, sel B, makrofag, neutrofil, sel-sel pembunuh alami, dan sel dendritik. Kurkumin juga dapat menurunkan regulasi berbagai macam ekspresi sitokin proinflamasi termasuk TNF, IL-1, IL-2, IL-6, IL-8, IL-12, dan kemokin melalui inaktivasi dari faktor transkripsi NF-B (Jagetia et al., 2007). 6-gingerol dari jahe memiliki efek sebagai antiinflamasi dihubungkan dengan penghambatan aktivasi dan fungsi makrofag yang diinduksi LPS dan produksi sitokin proinflamasi. Jahe juga memiliki efek imunomodulator pada minyak esensial yang diteliti baik secara in vitro maupun in vivo (Rozewska et al., 2010; Kumar et al., 2011).Skrining imunomodulator dapat dilakukan dengan melihat aktivitas proliferasi sel RAW 264,7 pada waktu 24 dan 48 jam. Sel RAW 264,7 merupakan suatu monocyte-macrophage cell line yang banyak digunakan dalam penelitian tentang sistem imun karena mirip dengan makrofag yang diproduksi sumsum tulang belakang (Bergaus et al., 2009). Makrofag memiliki peranan penting dalam sistem imun tubuh, Makrofag terutama berasal dari sel prekursor dari sumsum tulang, dari promonosit yang akan membelah menghasilkan monosit yang beredar dalam darah. Makrofag juga menelan (fagosit) antigen dan menyajikan kepada sel-sel berdekatan secara imunokompeten (limfosit dan sel plasma). Di dalam jaringan makrofag dapat berproliferasi secara lokal menghasilkan sel sejenis lebih banyak. Aktivitas sel makrofag, uji proliferasi sel limfosit, penetapan kadar antibodi dan penetapan kadar sitokin merupakan parameter yang dapat digunakan untuk menguji suatu bahan alam sebagai imunomodulator (Ediati, 2010). Pengujian proliferasi sel dilakukan untuk melihat efek ekstrak terhadap proliferasi sel RAW 264,7 sehingga dapat dilakukan skrining aktivitas imunomodulator terhadap suatu ekstrak.Temulawak, kunyit dan jahe merah secara tunggal memiliki potensi untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh salah satunya dengan melihat aktivitas sel makrofag. Pada penelitian ini akan dilakukan pengujian ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya terhadap proliferasi sel makrofag dengan model sel RAW 264,7.1. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang penelitian dapat diperoleh rumusan masalah:1. Apakah ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya memiliki proliferasi pada sel RAW 264,7?1. Apakah peningkatan konsentrasi ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya dapat meningkatkan proliferasi pada sel RAW 264,7?1. Pada konsentrasi berapakah ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya memiliki proliferasi yang optimal?1. Tujuan Penelitian1. Mengetahui aktivitas proliferasi sel RAW 264,7 pada ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya.1. Mengetahui konsentrasi optimal ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya dalam meningkatkan proliferasi sel.1. Manfaat PenelitianManfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Memberikan informasi ilmiah mengenai tanaman temulawak, kunyit dan jahe merah yang memiliki aktivitas proliferasi pada sel RAW 264,7.1. Meningkatkan kegunaan ekstrak kombinasi temulawak, kunyit dan jahe merah sebagai bahan obat-obatan alami dalam upaya meningkatkan pendayagunaan kekayaan alam hayati Indonesia.1. Keaslian PenelitianBerikut ini merupakan penelitian terdahulu yang mendukung mengenai aktivitas imunomodulator dari rimpang temulawak, kunyit dan jahe merah: 1. Yue et al. (2010) melaporkan kandungan kurkumin dalam kunyit mempunyai aktivitas imunomodulator dengan mengevaluasi efek fraksi dari ekstrak kunyit pada viabilitas sel PBMC, sel-sel ditambahkan dengan konsentrasi 100-800 g / ml pada fraksi H1 - H4 selama 72 jam dan di uji MTT assay. Fraksi H2 (200 mg / ml) ditemukan secara signifikan merangsang proliferasi PBMC.1. Ben et al. (2011) melaporkan kurkumin dengan konsentrasi 40 M tidak berefek setelah 6 dan 12 jam perlakuan, kurkumin menunjukkan efek sitoksik setelah 24 jam perlakuan. 1. Kim et al. (2007) melaporkan kandungan polisakarida pada temulawak dapat menstimulasi sistem imun pada sel RAW 264,7 secara in vitro dengan cara mengaktivasi jalur NF-kB sehingga dapat berfungsi sebagai agen imunomodulator.1. Widyaningsih (2006) melaporkan bahwa perasan kunyit dengan kadar 0,0625%, 0,125%, 0,25%, 1% dan 2% mampu menurunkan proliferasi sel limfosit yang diinduksi dengan vaksin Haemophilus influenzae pada perasan kunyit kadar 0,5% inkubasi 48 jam yaitu sebesar 36, 19% dengan MTT reduction. Penelitian mengenai efek ekstrak kombinasi temulawak, kunyit dan jahe merah pada aktivitas proliferasi sel RAW 264,7 secara in vitro belum pernah dilakukan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA1. Sistem ImunSistem kekebalan tubuh terdiri dari banyak sel yang bergabung untuk melindungi tubuh dari bakteri, parasit, jamur, infeksi virus dan dari pertumbuhan sel tumor. Sel-sel dari sistem kekebalan tubuh dapat menelan bakteri, membunuh parasit atau sel tumor, dan membunuh sel yang terinfeksi virus. Sel-sel ini bergantung pada subset sel Th untuk aktivasi sinyal dalam bentuk sekresi yang dikenal sebagai sitokin, limfokin, atau lebih spesifik dikenal dengan interleukin (Saroj et al., 2012).Tubuh terus menerus terkena patogen yang menembus permukaan baik eksternal (kulit) atau permukaan internal (epitel) yang melapisi saluran pernafasan dan pencernaan tubuh. Tubuh merespon dengan dua respon. Garis pertahanan pertama disebut kekebalan bawaan, yaitu sebelum tubuh terkena patogen. Ini adalah respon langsung dan cepat yang diaktifkan oleh patogen (nonspesifik) di samping itu juga memainkan peran yang utama dalam aktivasi dari tingkat kedua respon kekebalan tubuh, disebut kekebalan adaptif yaitu respon imun yang spesifik untuk satu patogen tertentu dan juga dapat menciptakan sebuah "immune memory" yang memungkinkan tubuh untuk merespon lebih cepat dan lebih efektif jika infeksi kedua dengan patogen yang sama terjadi. Kedua respon yakni respon bawaan dan kekebalan adaptif bergantung pada banyak sel dan molekul yang berbeda. Dengan demikian, kedua jenis kekebalan ini dimediasi oleh sebagian aktivitas sel imun spesifik (respon cell mediated) dan sebagian molekul yang disekresikan sel-sel kekebalan lainnya (respon humoral) (Molina et al., 2010).Sistem imun manusia terdiri dari 2 yaitu sistem imun spesifik dan sistem imun nonspesifik (alamiah). Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali terpapar dengan tubuh dikenal oleh sistem imun spesifik. Sistem imun spesifik terdiri dari 2 sistem yaitu sistem imun spesifik humoral dan sistem imun spesifik seluler (Baratawidjaja and Rengganis, 2010). Mekanisme sistem imun spesifik adalah bila terjadi suatu paparan benda asing, tubuh akan menimbulkan sensitasi, proses sensitasi ini yang dapat mengenali lebih cepat dan menghancurkan suatu antigen yang sama ketika masuk tubuh untuk kedua kalinya (Anonim, 2008).Sistem imun non spesifik merupakan imunitas bawaan, pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan mikroorganisme secara langsung, walaupuntubuh sebenarnya belum terpapar zat asing tersebut. Sistem tersebut disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroorganisme tertentu, telah ada dan siap berfungsi sejak lahir. Komponen-komponen sistem imun nonspesifik dapat dibagi menjadi pertahanan fisik dan mekanik, serta pertahanan biokimiawi (Baratawidjaja and Rengganis, 2010).1. Makrofag dan sel RAW 264,7Makrofag adalah sel yang berperan penting dalam sistem imun dan salah satu sel efektor yang penting dalam inflamasi untuk fagositis (Xaus et al., 2001). Makrofag memiliki fungsi atau peran utama untuk memakan partikel dan mencernanya bersama-sama dengan lisosom yaitu berkaitan dengan fungsi pertahanan dan perbaikan, fungsi lainnya adalah menghasilkan IL (Interleukin) yang mengatur tugas sel-B dan sel-T dari limfosit dan memobilisasi sistem pertahanan tubuh lainnya, makrofag juga merupakan sel sekretori yang dapat menghasilkan faktor nekrosis tumor (TNF = Tumor Nekrosis Faktor) yang dapat membunuh sel tumor, juga menghasilkan beberapa substansi penting termasuk enzim-enzim (lisozim, elastase).Makrofag diaktifkan oleh berbagai rangsangan, dapat menangkap, memakan dan mencerna antigen eksogen, seluruh mikroorganisme, partikel tidak larut dan bahan endogen. Menurut fungsinya, makrofag dibagi menjadi 2 golongan, pertama sebagai fagosit professional dan kedua sebagai APC (Bratawidjaya and Rengganis, 2010). Makrofag adalah salah satu komponen sel imun alamiah yang berasal dari diferensiasi monosit (Kresno, 2001). Peran utama makrofag adalah fagositosis, pertahanan jaringan, degradasi mikroba dan sel mati (Hume, 2006). Monosit yang diproduksi di sumsum tulang belakang selanjutnya masuk ke aliran darah menuju organ tertentu untuk dimatangkan menjadi makrofag. Makrofag ditemukan pada berbagai organ dan diberi nama sesuai lokasi dan fungsinya (Abbas and Litchman, 2005). Makrofag yang berada di jaringan merupakan makrofag inaktif sehingga untuk bekerja sesuai fungsinya makrofag tersebut harus diaktivasi dulu. Makrofag yang aktif dapat mensekresikan senyawa-senyawa yang juga berperan dalam sistem imun, seperti enzim, sitokin, komplemen dan faktor koagulasi. Sitokin yang dihasilkan makrofag akan mengaktifkan sel-sel imun yang lain serta memicu respon alami (Aderem and Ulevitch, 2000). Pertumbuhan, proliferasi, diferensiasi, dan apoptosis makrofag dalam sistem imun dipengaruhi oleh macrophage colony stimulating factor (CSF-1). CSF-1 akan mengaktifkan jalur protein c-Jun N-terminal kinase (JNK) yang berperan pada berbagai proses fisiologi (Himes et al., 2006).Sel RAW 264,7 merupakan suatumonocyte-macrophage cell lineyang didapat dari mencit (Mus musculus) sel ini banyak digunakan dalam penelitian tentang sistem imun karena sangat mirip dengan makrofag yang dihasilkan dari sumsum tulang belakang, terutama dalam merespon ligan mikroba dan reseptor permukaan sel yang dimiliki (Berghaus et al., 2009). Sel RAW 264,7 sangat sensitif terhadap endotoksin lipopolisakarida (LPS) dari bakteri gram negatif. LPS dapat berefek besar pada fenotip dan fungsi dari makrofag. Maka dari itu, berbagai larutan yang digunakan dalam penelitian sepertibufferdan media yang digunakan harus benar-benar steril (Hsueh and Roach, 2003).Sel makrofag RAW 264,7 memiliki doubling time 15 jam (Hsueh and Roach, 2003). Sel makrofag RAW 264.7 dalam keadaan normal melekat pada plate tempat tumbuh. Media tempat tumbuh sel RAW 264,7 adalah media yang mengandung asam amino non-esensial dan glutamat, serta membutuhkangrowth factordarifoetal calf serum. Suhu inkubator yang digunakan adalah 37 0C dengan kadar CO2 5% (ATCC, 2006). Pengamatan tingkat proliferasi sel makrofag RAW dapat dilakukan dengan MTT assay.

1. Proliferasi selProliferasi merupakan pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang aktif dan bukan disebabkan karena pertambahan ukuran sel. Proliferasi memiliki keterkaitan dengan diferensiasi, yaitu proses pertumbuhan spesialisasi susunan dan fungsi. Proliferasi sel merupakan pengukuran jumlah sel yang tumbuh dan membelah dalam medium kultur sel secara in vitro. Proses ini dapat diketahui dengan adanya viabilitas, konfluenitas dan abnormalitas pada sel kultur. Viabilitas didefinisikan sebagai jumlah sel-sel yang mampu berkembang dalam medium kultur. Konfluen yaitu meratanya sel sebagai sel monolayer sampai menutupi tissue disk. Abnormalitas apabila sel tersebut berukuran melebihi ukuran sel normal dan mengalami perubahan bentuk dari asalnya.Viabilitas sel merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kehidupan sel. Viabilitas pada sel dapat diukur dengan perhitungan langsung dan dilakukan dengan metode secara in vitro sebagai alternatif penggantian pengujian menggunakan hewan uji. Keuntungan dari metode in vitro yaitu:2. Digunakan untuk berbagai tujuan penggunaan kultur sel primer yang dapat memberikan informasi secara langsung tergantung potensi efeknya pada sel target manusia2. Digunakan sebagai langkah awal dalam mengembangkan suatu obat2. Hanya dibutuhkan senyawa uji dalam pengujian2. Secara ilmiah memberikan hasil yang lebih valid (Doyle and Griffiths, 2000).Viabilitas sel dapat dilakukan dengan metode salah satu nya adalah MTT assay. Metode MTT assay merupakan metode kolorimetrik. Pada uji MTT pereaksi yang digunakan merupakan garam tetrazolium yang dapat dipecah menjadi kristal formazan oleh sistem suksinat tetrazolium reduktase yang terdapat dalam jalur respirasi sel pada mitokondria yang aktif pada sel yang masih hidup. Formazan merupakan hasil metabolisme dari sel hidup yang mengalami reduksi atau pemutusan cincin garam tetrazolium oleh enzim suksinat dehidrogenase (Nursid et al., 2006).Bentuk tereduksi elektron perantara

Gambar 2.1. Reaksi MTT menjadi MTT formazanSenyawa MTT mengalami reduksi metabolik berupa pemutusan cincin tetrazolium menjadi kristal formazan oleh enzim suksinat dehidrogenase sehingga menyebabkan warna ungu pada sel yang masih hidup. Kristal formazan ini memberi warna ungu yang dapat dibaca absorbansinya dengan menggunakan ELISA reader. Semakin besar intensitas warna ungu yang terbentuk, absorbansi akan semakin tinggi, hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak MTT yang diabsorbsi ke dalam sel hidup sehingga nilai absorbansi akan semakin tinggi. Absorbansi ini yang akan digunakan untuk menghitung persentase sel hidup sebagai respon (Sieuwerts et al.,1995). 1. TemulawakTemulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) merupakan salah satu tanaman obat yang telah banyak digunakan selama beberapa generasi di Indonesia. Kebanyakan orang menggunakan rimpang tanaman ini karena dipercaya memiliki efek obat. Rimpang Curcuma xanthorrhiza Roxb mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoid dan tanin (Mangunwardoyo et al., 2012).Temulawak mempunyai klasifikasi sebagai berikut (Ravindran dan Babu, 2007):Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb.

Gambar 2.2 Rimpang TemulawakBagian temulawak yang biasa dimanfaatkan di Indonesia adalah bagian rimpang untuk dibuat jamu godog. Rimpang ini mengandung 48 - 59,64% zat tepung, 1,6 - 2,2% kurkumin dan 1,48 - 1,63% minyak asiri. Varalakhsmi et al. (2008) melaporkan bahwa kurkumin memiliki peran penting dalam penyembuhan berbagai gangguan autoimun. Kurkumin dapat menghambat IL-12 yang dimediasi Th1 dengan menargetkan jalus kinase 2, tirosin kinase 2, STAT3 dan STAT4.1. KunyitKunyit merupakan tanaman obat yang dibudidayakan di daerah tropis (Sultan, 2003) berupa semak dan bersifat tahunan (perenial). Kunyit memiliki klasifikasi sebagai berikut (Backer and Bakhuizen,1965):Divisio : Spermatophyta Sub-diviso : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Species : Curcuma domestica Val.

Gambar 2.3 Rimpang KunyitRimpang kunyit mengandung banyak minyak atsiri dengan senyawanya yaitu fellandrene, sabinene, sineol, borneol, zingiberene, curcumene, turmeron, kamfene, kamfor, seskuiterpene, asam kafrilat, asam methoksisinamat, tolilmetil karbinol. Selain itu rimpang kunyit juga mengandung tepung dan zat warna yang mengandung alkaloid kurkumin (Matondang, 2005). Senyawa yang terkandung dalam jumlah besar pada kunyit adalah kurkumin yang memiliki warna kuning. Ekstrak rimpang kunyit telah ditemukan memiliki kemampuan membunuh radikal bebas secara in vitro dan aktivitas proliferasi sel (Sengupta et al., 2011).1. Jahe MerahEkstrak jahe merah digunakan secara tradisional sebagai obat sakit kepala, obat batuk, gangguan pada saluran pencernaan, menghilangkan rasa sakit, bengkak, dan memar (Shukla and Singh, 2007). Klasifikasi tanaman jahe merah menurut Backer and Bakhuizen (1965) adalah sebagai berikut:Genus: Zingiber Divisi: SpermatophytaSubdivisi: AngiospermaeKelas : MonocotyledoneaeOrdo : Zingiberales (Scitamineae)Familia : Zingiberaceaesub familia: ZingiberoideaeSpecies: Zingiber officinale Roxb. cv. Rubrum

Gambar 2.4 Rimpang Jahe MerahJahe merah mengandung minyak atsiri 0,6 - 3% yang terdiri dari -pinen, -phellandren, borneol, comphene, limonene, linalool, citral, nonylaldehyde, methyleptenon, cineol, basabilen 1- curcumen, farsenen, humulen 60% zingeberen, zingerol dan gingerol. Kandungan aktif pada jahe merah yaitu oleoresin yang terdiri dari gingerol, paradol, shogaol, zingerone, resin dan minyak atsiri (Ravindran et al., 2005). Aktivitas dari ekstrak rimpang Z. officinale dapat mensekresi IL-1 dan IL-6 pada rentang waktu tertentu dan dosis tertentu (Tan et al., 2004). 1. Landasan TeoriTemulawak, kunyit dan jahe merupakan tanaman asli Indonesia yang telah banyak digunakan sebagai obat. Ketiga tanaman tersebut memiliki efek dapat meningkatkan aktivitas sistem imun tubuh. Manfaat lainnya adalah sebagai antiinflamasi dan antioksidan. Kurkumin dari temulawak dan kunyit banyak digunakan dalam penyembuhan berbagai gangguan autoimun, dilaporkan juga memiliki efek antioksidan, antimutagenik, antikarsinogenik, antiinflamasi, antimikroba dan sebagai imunomodulator (Taee et al., 2011). Kandungan senyawa kurkumin dalam temulawak dan kunyit dilaporkan dapat merangsang proliferasi sel pada sel PBMC dan kandungan senyawa (6)-shogaol dan (6)-gingerol pada jahe dilaporkan juga dapat meningkatkan ketahanan tubuh tikus dan manusia secara in vivo maupun in vitro dengan cara meningkatkan respons proliferatif sel limfosit B tersebut. Pada penelitian ini digunakan sel RAW 264,7 sebagai model sel imun makrofag. Sel ini dapat melakukan pinositosis dan fagositosis dan merupakan sel yang sangat mirip dengan makrofag yang dihasilkan dari sumsum tulang belakang, terutama dalam merespon ligan mikroba dan reseptor permukaan sel yang dimiliki. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek temulawak, kunyit dan jahe merah terhadap proliferasi sel RAW 264,7.1. HipotesisTemulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya memiliki aktivitas proliferasi pada sel RAW 264,7. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya semakin tinggi proliferasi pada sel RAW 264,7.

BAB IIIMETODE PENELITIAN1. Waktu dan Lokasi PenelitianPenelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Biologi Farmasi dan Laboratorium Terpadu Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 1. Bahan dan Alat Penelitian1. Bahan PenelitianRimpang temulawak, kunyit, jahe merah yang didapat dari CV Merapi Farma (Yogyakarta), etanol 96%, akuabides, NaOH 1 M, HCl 1 M, medium DMEM 1640, dimetil sulfosida (DMSO), Fetal Bovine Serum (FBS) 10%, penisilin-streptomisin 3% (Sigma), Fungizone 1% (Gibco BRL), sel RAW 264,7, phosphate buffer saline (PBS), sodium dodecyl sulfate (SDS) dan pereaksi MTT.1. Alat PenelitianAyakan B40, neraca analitik, toples maserasi, oven, blender, evaporator, water bath, magnetic stirrer, laminary air flow cabinet (LAF), botol kaca steril 250 mL, tangki nitrogen cair, lemari pendingin, tabung sentrifuge, tissue culture flask (TCF) 75 cm2, inkubator, hemositometer, counter, mikrokultur 96 well-plate, tabung eppendrof, beaker glass 500 mL dan 1 L, screw capped, conical tube, blue tips, yellow tips, mikropipet, pipet ukur 10 mL dan 5 mL, sentrifuge, mikroskop cahaya, ELISA reader, gelas pengaduk, rak tabung dan kamera digital.

1. Rancangan Penelitian2. Metode PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Penelitian ini menganalisis kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan jahe merah sebagai senyawa uji terhadap sel RAW 264,7. Uji aktivitas proliferasi sel dilakukan dengan metode MTT assay pada waktu pengamatan 24 dan 48 jam..2. Variabel Penelitian1. Variabel bebas adalah konsentrasi ekstrak temulawak, kunyit, dan jahe merah.1. Variabel terikat adalah proliferasi sel RAW 264,7.1. Variabel terkontrol adalah waktu inkubasi dan suhu.

2. Skema tahapan penelitianTahapan penelitian secara skematis ditunjukkan pada Gambar 3.1Rimpang temulawak, kunyit dan jahe merahDideterminasiDikeringkan DihaluskanSerbuk TemulawakSerbuk KunyitSerbuk Jahe merahMaserasi dengan etanol 96% (324 jam)Penyaringan tiap 24 jamEvaporasiWaterbath

Ekstrak TemulawakEkstrak KunyitEkstrak Jahe merahUji proliferasi sel dengan MTT assay pengamatan pada waktu 24 dan 48 jam.Kombinasi Ekstrak 1:1:1Analisis data Kesimpulan

Gambar 3.1. Skema tahapan penelitian

1. Jalannya PenelitianPenelitian ini dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut:0. Determinasi simplisia rimpang temulawak, kunyit dan jahe merahProses determinasi simplisia rimpang temulawak, kunyit, dan jahe merah dilakukan untuk menentukan kebenaran bahan yang akan digunakan dalam penelitian. Determinasi dilakukan di Laboratorium Taksonomi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.0. Pembuatan serbuk simplisiaProses pembuatan serbuk simplisia dari rimpang temulawak, kunyit dan jahe merah yaitu dengan mencuci rimpang dengan air mengalir, dipotong-potong, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada ruang terbuka tanpa terkena sinar matahari secara langsung. Pengeringan kemudian dilanjutkan di dalam oven dengan suhu maksimal 70C. Setelah kering, simplisia diblender, diayak dengan ayakan ukuran B40.0. Pembuatan EkstrakSerbuk rimpang temulawak, kunyit dan jahe merah ditimbang masing-masing sebanyak 500 gr. Serbuk tersebut diekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol 96% selama 3 x 24 jam dengan metode maserasi. Perbandingan serbuk simplisia temulawak, kunyit dan jahe merah dengan etanol 96% adalah 1:6. Disaring kemudian diuapkan dengan evaporator hingga didapatkan ekstrak bebas residu. Pelarut dihilangkan dari masing-masing ekstrak di atas waterbath hingga diperoleh ekstrak kental bebas pelarut.

0. Uji proliferasi sel kombinasi ekstrak temulawak, kunyit, dan jahe merah pada sel RAW 264.7 dengan MTT assay.3. Pembuatan 5 ml larutan stok bahan uji konsentrasi 1mg/mL (CCRC, 2000a)Ekstrak rimpang temulawak, kunyit dan jahe merah dan ekstrak campuran temulawak, kunyit dan jahe masing-masing ditimbang 5 mg kemudian dimasukkan ke dalam tabung effendrof, kemudian setiap tabung ditambahkan dimetil sulfoksida (DMSO) 50 l lalu di vortex hingga larut. Selanjutnya ditambahkan media kultur DMEM hingga 5 ml sehingga diperoleh larutan stok dengan konsentrasi 1 mg/mL.Untuk pembuatan larutan stok kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan jahe merah pertama-tama masing-masing ekstrak ditimbang 2 mg dan dimasukkan ke dalam tabung effendrof. Kemudian ditambahkan DMSO 60 l dan di vortex. Kemudian ditambahkan media kultur DMEM hingga 6 ml. Uji proliferasi sel pembuatan preparasi bahan uji dilakukan dengan cara pengenceran larutan stok dengan media kultur DMEM.3. Preparasi bahan ujiLarutan stok yang telah dibuat diencerkan dengan medium MEM untuk memperoleh konsentrasi ekstrak yang akan diujikan. Larutan stok ekstrak 1 mg/mL diencerkan menggunakan rumus M1V1 = M2V2 sehingga dapat diperoleh konsentrasi 1000; 500; 250; 125; 62,5; 31,25 dan 15,625 g/ml.3. Pembuatan media DMEM serum (CCRC, 2000b) Media DMEM dalam bentuk serbuk dilarutkan dengan akuabides 800 ml dalam beker glass 1 L, ditambah dengan natrium bikarbonat 2 g dan HEPES 2 g, ditambahkan akuades sampai 1 L, diaduk dengan magnetic stirer. Larutan dibuat dengan pH antara 7,2-7,4 dengan menambahkan 1 M NaOH atau 1 M HCl. Masukkan ke dalam botol tertutup dan steril dengan disaring menggunakan filter 0,2 m dalam laminary airflow. Medium diberi label dan disimpan dalam lemari es suhu 4 oC. Untuk membuat media DMEM serum, sebanyak 100 ml media DMEM ditambah dengan FBS 10%, antibiotika penisilin-streptomisin 1% dan fungison 1%.3. Preparasi kultur sel RAW 264,7 (CCRC, 2000c)Preparasi sel dilakukan dengan mengambil sel di dalam cryo tube dengan penjepit dari tangki nitrogen cair dan didiamkan pada suhu 370C agar sel RAW 264,7 mencair, setelah cair kemudian ampul disemprot dengan etanol 70%. Ampul dibuka dan sel dipindahkan ke dalam conical tube steril yang berisi medium DMEM sebanyak 10 mL. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit, supernatan dibuang, diganti media MEM yang baru, kemudian disuspensi pelan-pelan. Suspensi sel disentrifugasi lagi dengan kecepatan 3259 rpm selama 5 menit, pencucian diulangi sekali lagi, supernatan dibuang, pelet ditambah 1 mL medium penumbuh yang mengandung 10% FBS, antibiotika penisilin-streptomisin 1% dan fungison 1%, disuspensikan perlahan hingga homogen, kemudian sel ditumbuhkan dalam beberapa (3-4) buah tissue culture flask (TCF) kecil, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37 oC dengan aliran 5% CO2. Medium kultur diganti setiap 24 jam. Kondisi sel RAW 264,7 diamati di bawah mikroskop cahaya. Jika sel memenuhi flask, sel didistribusikan ke TCF lain, media lama dibuang dengan pipet pasteur dan sel yang melekat disemprot pelan-pelan dengan media baru, kemudian disimpan dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37oC selama 24 jam dengan tutup flask. Sel ditumbuhkan lagi hingga konfluen (80% memenuhi flask). Semua proses pemindahan atau distribusi dilakukan di ruang LAF (laminary air flow).3. Pemanenan dan Perhitungan SelPanen sel RAW 264,7 dilakukan jika jumlah sel RAW 264,7 sudah cukup (80% konfluen) dilihat dengan mikroskop cahaya, panen sel RAW 264,7 dapat dilakukan dengan membuang semua media dalam tissue culture flask (TCF) dengan mikropipet. Kemudian dicuci dua kali dengan PBS. Sel dipanen menggunakan screw scrapped. Selanjutnya ditambahkan media sebanyak 3 mL dan diresuspensi berulang kemudian dimasukkan ke dalam conical tube. Sel dihitung menggunakan hemositometer dengan mengambil sepuluh mikroliter panenan sel dan dipipetkan ke hemacytometer. Kemudian, sel dihitung di bawah mikroskop dengan counter. Sejumlah sel yang diperlukan dipindahkan ke dalam conical yang lain dan ditambahkan medium sesuai dengan konsentrasi sel yang dikehendaki. Jumlah sel yang dibutuhkan untuk uji imunositokimia adalah 1,5x104 sel/sumuran (1,5x104 sel/1 ml medium).3. Uji proliferasi sel dengan MTT assay (CCRC, 2009)Prosedur uji proliferasi sel ini dilakukan dalam mikrokultur 96 sumuran sebanyak 2 plate dengan waktu inkubasi selama 24 dan 48 jam. Jumlah sumuran dibagi menjadi 8 baris (A, B, C, D, E, F, G, H). Tiap baris terdapat 12 sumuran (nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12). Mikrokultur diisi dengan langkah-langkah sebagai berikut: masing-masing sumuran pada mikroplate diisi dengan 100l media kultur MEM dan suspensi sel RAW 264,7 sebanyak 1,5 x 104 sel yang terlarut pada media kultur. Kemudian diinkubasi selama 24 jam agar sel pulih dan kembali ke keadaan normal setelah panen sel. Inkubasi dilakukan di dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37 C. Setelah diinkubasi masing-masing sumuran ditambah 100 L sampel uji (ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya) dengan berbagai kadar yaitu 1000; 500; 250; 125; 62,5; 31,25 dan 15,625 g/mL dibuat replikasi 3 kali. Mikrokultur lalu diinkubasi selama 24 dan 48 jam dalam inkubator CO2. Buang media sel dan dicuci dengan PBS satu kali. Setelah itu, masing-masing sumuran ditambahkan 100 l MTT 0,5 mg/ml kemudian diinkubasi 4 jam pada inkubator CO2 5% pada suhu 370C. Kemudian tambahkan stopper SDS 10% dalam 0,1 N HCl. Lalu bungkus plate dengan alumunium foil kemudian keesokan harinya mikroplate digerak-gerakan di atas meja selama 5 menit. Setelah itu, mikroplate dibaca absorbansinya dengan ELISA reader pada panjang gelombang 595 nm.Skema pengisian mikrokultur dapat dilihat pada Gambar 3.2. 123456789101112

A T T TKKKJJJTKJTKJTKJ

BTTTKKKJJJTKJTKJTKJ

CTTTKKKJJJTKJTKJTKJ

DTTTKKKJJJTKJTKJTKJ

ETTTKKKJJJTKJTKJTKJ

FTTTKKKJJJTKJTKJTKJ

GTTTKKKJJJTKJTKJTKJ

H KSKS KSMMM

Gambar 3.2. Skema pengisian mikrokultur untuk uji proiferasi selKeterangan : T= Ekstrak temulawakK= Ekstrak kunyitJ = Ekstrak jahe merahTKJ= Kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan jahe merahM= Medium DMEMKS= Kontrol sel (sel RAW 246,7 dan medium DMEM)

1. Analisis DataAnalisis data tingkat proliferasi sel makrofag dilakukan dengan membandingkan persen viabilitas sel setelah perlakuan ekstrak dengan kontrol sel yang dilihat pada waktu 24 dan 48 jam. Perhitungan persen viabilias sel dengan rumus:% sel hidup = x 100%Hasil persen viabilitas kemudian diinterpretasikan dalam bentuk grafik batang sehingga diketahui tingkat proliferasi sel makrofag setelah diberi perlakuan berbagai konsentrasi.

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN1. Determinasi Tanaman

Tanaman temulawak, kunyit, dan jahe merah yang diperoleh dari Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman, Yogyakarta dan determinasi dilakukan di Laboratorium Taksonomi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman. Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan kebenaran identitas dari tanaman yang akan digunakan dalam penelitian dan untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan bahan tanaman. Hasil dari determinasi diperoleh kepastian bahwa spesies tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Curcuma xanthorrhiza, Curcuma longa L. dan Zingiber officinale cv. Rubrum (Lampiran 1, 2, 3 ) yang semuanya berasal dari familia Zingiberaceae.

1. Pembuatan ektrak temulawak, kunyit dan jahe merahEkstraksi merupakan upaya mendapatkan komponen kimia (metabolit sekunder) pada tumbuhan. Pembuatan ekstrak serbuk temulawak, kunyit dan jahe merah dilakukan dengan metode maserasi. Metode maserasi ini dipilih karena kontak antara pelarut dengan serbuk simplisia lebih lama memungkinkan perpindahan senyawa dari simplisia ke pelarut akan lebih optimal, waktu yang lebih singkat, pengerjaannya yang mudah dan peralatan yang digunakan relatif sederhana. Metode maserasi bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terkandung dalam simplisia didasarkan pada prinsip perpindahan masa komponen zat ke dalam pelarut, perpindahan mulai terjadi pada lapisan antarmuka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Depkes RI, 1986).Serbuk temulawak, kunyit, dan jahe merah dimaserasi selama 3x24 jam dengan menggunakan pelarut etanol 96%. Etanol merupakan pelarut yang cocok untuk ekstraksi dan merupakan pelarut universal. Etanol dipilih sebagai pelarut karena tidak beracun, lebih selektif, dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit, serta dapat melarutkan senyawa polar dan non polar (Depkes RI, 2000). Penelitian Mangunwardoyo et al. (2012) diketahui bahwa xanthorrhizol dapat larut dalam etanol 96%. Selain itu, kurkumin bersifat hidrofobik dan dapat larut dalam pelarut organik seperti etanol, aseton, DMSO atau minyak (Rathaur et al., 2012). Gingerol yang larut dalam etanol, metanol, kloroform, dan DMSO (Shinde et al., 2012). Pada penelitian ini temulawak dan kunyit memiliki kandungan kurkumin yang dimana senyawa tersebut bersifat non polar, sedangkan pada jahe merah memiliki kandungan 6-glingerol dimana senyawa tersebut bersifat non polar. Etanol 96% bersifat semi polar yang dapat digunakan untuk menarik senyawa-senyawa polar dan non polar (Harborne, 1996).Tabel 4.1. Ekstrak kental dan rendemennyaNama BahanBobot Serbuk Simplisia (gram)Ekstrak Etanolik (gram)Rendemen Ekstrak (%)

Temulawak50043,298,66

Kunyit50057,1411,43

Jahe Merah50037,927,58

Berdasarkan Tabel 4.1. dapat dilihat bahwa rendemen dari temulawak, kunyit dan jahe merah berturut-turut sebesar 8,66%, 11,43%, dan 7,58%. Berdasarkan Farmakope Herbal Indonesia, rendemen untuk temulawak, kunyit dan jahe merah berturut-turut yaitu tidak kurang dari 18%, tidak kurang dari 11% dan tidak kurang dari 6,6% (Depkes RI, 2009). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, rendemen temulawak memiliki perbedaan dengan rendemen yang disebutkan pada Farmakope Herbal Indonesia. Hal ini dikarenakan, pada saat maserasi serbuk temulawak tidak terendam sempurna. Pada saat maserasi, cairan penyari akan berdifusi masuk ke dalam serbuk ekstrak. Cairan penyari akan menembus ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang paling pekat didesak ke luar. Peristiwa berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi. Semakin banyak perbandingan simplisia terhadap cairan pengektraksi, akan semakin banyak hasil yang diperoleh (Depkes RI, 1986).1. Proliferasi selPenelitian uji proliferasi sel ini dilakukan secara in vitro dengan menggunakan sel makrofag RAW 264,7. Sel makrofag RAW 264,7 merupakan monocyte-macrophage cell lineyang didapat dari mencit (Mus musculus) (ATCC, 2006) dan sering digunakan untuk penelitian terkait sistem imun karena mirip dengan sumsum tulang belakang manusia sehingga cocok untuk penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perlakuan ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah serta kombinasinya yang diharapkan dapat meningkatkan proliferasi sel. Proliferasi diamati dengan MTT assay. Pada metode ini pendekatan yang digunakan untuk mengetahui tingkat proliferasi sel adalah persen viabilitas sel, yaitu banyaknya sel hidup dalam suatu populasi sel. Persen viabilitas sel yang lebih tinggi dari pada kontrol sel setelah perlakuan sampel uji memberikan gambaran bahwa sampel uji mampu meningkatkan proliferasi. Tingkat proliferasi sel makrofag dapat diamati dengan melakukan konversi absorbansi sel yang diperoleh dari MTT assay ke dalam persen viabilitas sel. Pada kontrol sel tanpa pemberian ekstrak diasumsikan viabilitas sel adalah 100%. Uji proliferasi sel ekstrak rimpang temulawak, kunyit, jahe merah serta kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan jahe merah dilakukan terhadap kultur sel RAW 264,7 yang telah diinkubasi dalam inkubator CO2 5%, suhu 37C selama 24 dan 48 jam. Pengujian dilakukan pada dua waktu inkubasi yakni 24 dan 48 jam dikarenakan untuk melihat profil proliferasi dari sel pada penelitian sebelumnya dilakukan pada inkubasi 24, 48 dan 72 jam (Bui-Xuan et al., 2011). Selanjutnya diberikan reagen MTT (3-(4,4-Dimethylthiazol 2,5dipheniltetrazolium bromida) dan diinkubasi kembali selama 4 jam dalam inkubator CO2 5%, suhu 37C. Penyimpanan sel dalam inkubator bertujuan untuk mensuplai kebutuhan aliran CO2 sehingga sel dapat tetap hidup. Morfologi sel RAW 264,7 yang hidup yaitu sel berbentuk bulat dan menempel pada dasar sumuran (Gambar 4.1).

Gambar 4.1 Gambaran sel RAW 264,7 (CCRC, 2010)Setelah dilakukan inkubasi selama 4 jam, MTT mengalami reaksi pemutusan cincin tetrazolium menjadi formazan oleh enzim suksinat dehidrogenase sehingga menyebabkan warna ungu pada sel yang masih hidup. Semakin besar intensitas warna ungu yang terbentuk, nilai absorbansi akan semakin tinggi dan menunjukkan bahwa semakin banyak MTT yang diabsorbansi ke dalam sel hidup. Absorbansi ini yang akan digunakan untuk menghitung persentase sel hidup sebagai respon (Sieuwerts et al., 1995). Hasil persentasi sel hidup dapat dilihat di Tabel 4.2 untuk inkubasi 24 jam dan inkubasi 48 jam.Tabel 4.2 Rerata persentasi sel hidup setelah diberi perlakuan pada waktu inkubasi 24 jam dan 48 jamBahan ujiKonsentrasi (g/mL)Persentase sel hidup (%)

Waktu inkubasi 24 jamWaktu inkubasi 48 jam

Ekstrak rimpang temulawak15,625477,780,00

31,252866,678510,00

62,501800,0012630,00

1252688,8913700,00

2501677,7814000,00

500977,7815770,00

1000122,2218970,00

Ekstrak rimpang kunyit15,625777,784610,00

31,253277,7814280,00

62,502511,1112560,00

1253500,0014680,00

2503366,6713720,00

500488,8914580,00

10000,0015740,00

Ekstrak rimpang jahe merah15,625844,441720,00

31,252466,673760,00

62,502600,0010530,00

1253622,2211510,00

2503066,6712690,00

5002677,7813780,00

1000433,330,00

Ekstrak kombinasi rimpang temulawak, kunyit dan jahe merah (1:1:1)15,6253200,001150,00

31,251933,3310540,00

62,503066,6712990,00

1252933,3317030,00

2504222,2214530,00

5001711,1114910,00

10000,0016580,00

Data Tabel 4.2 menunjukkan efek proliferasi sel dari setiap konsentrasi setelah diberi ekstrak dan diinkubasi selama 24 jam dan 48 jam. Peningkatan konsentrasi tidak sebanding dengan efek proliferasi sel RAW 264,7 (Gambar 4.2). Hal ini dikarenakan pada setiap ekstrak mengandung zat aktif yang berbeda dan dalam penelitian ini tidak dilakukan isolasi terhadap setiap ekstrak sehingga hasil yang didapatkan hasil yang berbeda disetiap konsentrasi.15,62531,25100050012562,5250

Gambar 4.2 Grafik pengaruh perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah serta kombinasinya terhadap persen viabilitas sel makrofag. Sel makrofag dengan konsentrasi 1,5x104 diinkubasi dengan berbagai konsentrasi ekstrak selama 24jam. Tingkat proliferasi sel makrofag diamati dengan MTT assay. perlakuan ekstrak mampu meningkatkan proliferasi sel makrofag raw dibandingkan dengan kontrol sel. :Persentase viabilitas sel ekstrak temulawak:Persentase viabilitas sel ekstrak kunyit:Persentase viabilitas sel ekstrak jahe merah:Persentase viabilitas sel kombinasi ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya dengan perbandingan 1:1:1.

Persentase sel hidup tertinggi setelah inkubasi 24 jam dari ekstrak rimpang temulawak adalah pada konsentrasi 31,25 g/mL yaitu sebesar 2866,67%. Ekstrak rimpang kunyit dan rimpang jahe pada konsentrasi 125 g/mL masing-masing sebesar 3500,00% dan 3622,22% serta kombinasi ekstrak rimpang temulawak, kunyit dan jahe merah pada konsentrasi 250 g/mL yaitu sebesar 4222,22% (Gambar 4.2) sedangkan pada inkubasi 48 jam untuk ekstrak rimpang temulawak dan kunyit, konsentrasi yang menghasilkan persentase sel hidup terbesar adalah pada konsentrasi 1000 g/mL yaitu masing-masing sebesar 18970,00% dan 15740,00%, konsentrasi 500 g/mL untuk ekstrak rimpang jahe merah sebesar 13780,00% dan konsentrasi 125 g/mL sebesar 17030,00% (Gambar 4.3). Rata-rata persentase sel hidup pada inkubasi 48 jam dari setiap ekstrak lebih tinggi dibandingkan dengan inkubasi 24 jam. Hal ini dikarenakan makrofag dapat bertahan hidup dengan membelah diri didalam darah selama 1 hari dan didalam jaringan 4-12 hari sampai dengan berbulan-bulan. Makrofag masih dapat membelah diri membentuk protein (Baratawidjaja and Rengganis, 2010).

100015,62531,2550025012562,5

Gambar 4.3 Grafik pengaruh perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah serta kombinasinya terhadap persen viabilitas sel makrofag. Sel makrofag dengan konsentrasi 1,5x104 diinkubasi dengan berbagai konsentrasi ekstrak selama 48jam. Tingkat proliferasi sel makrofag diamati dengan MTT assay. perlakuan ekstrak mampu meningkatkan proliferasi sel makrofag raw dibandingkan dengan kontrol sel. : Persentase viabilitas sel ekstrak temulawak : Persentase viabilitas sel ekstrak kunyit : Persentase viabilitas sel ekstrak jahe merah : Persentase viabilitas sel kombinasi ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya dengan perbandingan 1:1:1.

Pada perlakuan ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya pada setiap konsentrasi mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kontrol sel. Viabilitas sel hampir 10 kali lipat jika dibandingkan dengan kontrol sel. Hal ini berarti sel makrofag RAW 264,7 mengalami peningkatan proliferasi. Pada konsentrasi ekstrak konsentrasi yang lebih tinggi (500 - 1000 g/mL) inkubasi 24 jam viabilitas sel cenderung menurun, yang berarti tingkat proliferasinya juga menurun. Profil proliferasi sel makrofag RAW 264,7 ketika diberikan suatu ekstrak pada konsentrasi tinggi menurun merupakan hal yang memungkinkan. Pada penelitian sebelumnya memberikan hasil yang sama yakni tinggi pada konsentrasi tengah dan menurun pada konsentrasi tinggi (Bui-Xuan et al., 2011). Menurut Yue et al. (2010) kurkumin memberikan efek sitotoksik ketika konsentrasinya lebih besar dari 200 g/mL dan menurunkan viabilitas sel pada sel, namun pada sel PBMC. Data ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi 125 g/mL ekstrak temulawak, kunyit dan jahe merah paling tinggi meningkatkan proliferasi sel, sedangkan untuk kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan jahe merah terjadi pada konsentrasi 250 g/mL. Konsentrasi tinggi ekstrak menurunkan tingkat proliferasi sel. Inkubasi 48 jam masing - masing ekstrak memberikan hasil yang berbeda, kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan jahe merah memberikan hasil proliferasi sel RAW 264,7 yang paling tinggi terjadi pada konsentrasi 125 g/mL. Sedangkan untuk ekstrak temulawak dan kunyit pada konsentrasi 1000 g/mL, jahe merah pada konsentrasi 500 g/mL. Konsentrasi dari masing masing ekstrak pada perbandingan antara waktu inkubasi dan persentase viabilitas sel ditunjukkkan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Grafik pengaruh perlakuan ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah serta kombinasinya inkubasi 24 dan 48 jam terhadap persen viabilitas sel makrofag. Sel makrofag dengan konsentrasi 1,5x104 diinkubasi dengan berbagai konsentrasi ekstrak selama 24 dan 48 jam. Tingkat proliferasi sel makrofag diamati dengan MTT assay. perlakuan ekstrak mampu meningkatkan proliferasi sel makrofag raw dibandingkan dengan kontrol sel. (A) Perlakuan ekstrak konsentrasi 15,625 g/mL (B) Perlakuan ekstrak konsentrasi 31,25 g/mL (C) Perlakuan ekstrak konsentrasi 62,5 g/mL (D) Perlakuan ekstrak konsentrasi 125 g/mL (E) Perlakuan ekstrak konsentrasi 250 g/mL (F) Perlakuan ekstrak konsentrasi 500 g/mL (G) Perlakuan ekstrak konsentrasi 1000 g/mL.: Ekstrak rimpang temulawak: Ekstrak rimpang kunyit: Ekstrak rimpang jahe merah: Kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan jahe merah

Dari data diatas dapat diketahui bahwa waktu inkubasi dari setiap ekstrak sebagian besar berbanding lurus dengan meningkatnya persen viabilitas sel. Hal ini ditandai dengan semakin tingginya persen viabilitas pada setiap konsentrasi. Profil proliferasi dari ekstrak rimpang temulawak dan kombinasi ekstrak yang paling baik adalah pada konsentrasi 31,25 g/mL dengan nilai R berturut-turut sebesar 0,9625 dan 0,9721; ekstrak rimpang kunyit dengan nilai R sebesar 0,9172 pada konsentrasi 250 g/mL dan ekstrak rimpang jahe merah pada konsentrasi 15,625 g/mL dengan nilai R sebesar 0,9978. Persen viabilitas ekstrak rimpang temulawak dan kunyit yang paling besar adalah pada konsentrai 1000 g/mL inkubasi 48 jam, ekstrak rimpang jahe merah pada konsentrasi 500 g/mL inkubasi 48 jam dan untuk kombinasi ekstrak rimpang temulawak, kunyit, dan jahe merah pada konsentrasi 125 g/mL inkubasi 48 jam (Gambar 4.4). Peningkatan proliferasi makrofag pada setiap konsentrasi menggambarkan jumlah makrofag, namun belum menggambarkan aktivitasnya. Makrofag secara fisiologi adalah makrofag yang aktif. Maka perlu diketahui pula aktivitas makrofag karena perlakuan ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah serta kombinasinya lebih jauh, makrofag berfungsi sebagai antigen presenting cell dan dapat bermanfaat sebagai imunostimulan. Proliferasi makrofag dalam sistem imun dipengaruhi oleh macrophage colony stimulating factor (CSF-1). CSF-1 akan mengaktifkan jalur protein c-Jun N-terminal kinase (JNK) yang berperan pada berbagai proses fisiologi (Himes et al., 2006). Adanya peningkatan proliferasi sel makrofag RAW 264,7 salah satunya dipicu karena adanya senyawa kurkumin. Kurkumin dapat menginduksi jalur c-Jun N-terminal kinase (JNK) (Goel et al., 2008).Kurkumin dilaporkan sebagai agen imunomodulator yang dapat mengaktivasi sel T, sel B, makrofag, neutrofil, sel-sel pembunuh alami, dan sel dendritic (Jagetia et al., 2007). Kurkumin juga diketahui mempunyai efek antiinflamasi. Kurkumin dapat menurunkan regulasi COX-2 dan iNOS dengan menghambat NF-B, ekspresi IFN- dan IL-4, proliferasi sel B (Wilken et al., 2011). Aktivitas imunomodulator dari kurkumin juga dapat menginduksi aktivitas fagositosis sel makrofag (Sabat et al., 2010). Menurut Rozewska et al. (2010) dan Kumar et al. (2011) ekstrak jahe yang mengandung 6-gingerol juga memiliki efek sebagai antiinflamasi dihubungkan dengan penghambatan aktivasi dan fungsi makrofag yang diinduksi LPS dan produksi sitokin proinflamasi. Jahe juga memiliki efek imunomodulator pada minyak esensial yang diteliti baik secara in vitro maupun in vivo.Ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya mempunyai efek pada sel RAW 264,7 dengan meningkatkan proliferasi sel pada waktu inkubasi 24 dan 48 jam. Hasil penelitian ini menarik untuk diteliti lebih lanjut. Peningkatan proliferasi sel makrofag terjadi setelah diberi perlakuan ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah serta kombinasinya sehingga ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah serta kombinasinya memiliki potensi utnuk meningkatkan sistem imun.

BAB VKESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan1. Ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya mempunyai efek proliferasi pada sel RAW 264,7 melalui peningkatan persentase viabilitas sel. 1. Peningkatan konsentrasi ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah dan kombinasinya tidak sebanding dengan peningkatan proliferasi sel RAW 264,7.1. Proliferasi sel RAW 264,7 paling optimal yakni pada ekstrak rimpang temulawak dan kunyit pada konsentrai 1000 g/mL inkubasi 48 jam, ekstrak rimpang jahe merah pada konsentrasi 500 g/mL inkubasi 48 jam dan untuk kombinasi ekstrak rimpang temulawak, kunyit, dan jahe merah pada konsentrasi 125 g/mL inkubasi 48 jam

B. Saran1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait mekanisme modulasi proliferasi makrofag dan aktivitas makrofag karena perlakuan ekstrak temulawak, kunyit, jahe merah serta kombinasinya.

.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, A.K., and Litchman, A.H, 2005, Celluler and Moleculer Immunology, Elsevier Oxford, Philadelphia.Aderem, A. and Ulevitch, R.J.,2000, Toll-like receptors in the induction of the innateimmune response, Nature, 406,782-787.Anonim, 2008, Innate Immune Resource Guide, BioLegend : San Diego. Backer, C.A. and Bakhuizen van den Brink, R.C. 1965, Flora of Java, Vol. 3, 1679-1684, Groningen, Wolters Noordhoff, The Netherlands.Ben, P., Liu, J., Lu, C., Xu, Y., Xin, Y., Fu, J., Huang, H., Zhang, Z., Gao, Y., Luo, L., Yin, Z., 2011, Curcumin promotes degradation of inducible nitric oxide synthase and suppresses its enzyme activity in RAW 264,7 cells, International Immunopharmacology, 11: 179-186.Berghaus, L.J., Moore, J.N., Hurley, D.J., Vandenplas, M.L., Fortes, B.P.,Wolfert, M.A., and Boons, G.J., 2009, Innate Immune Responses of Primary Murine Macrophage-lineage Cells and RAW 264.7 Cells to Ligands of Toll-like Receptors 2, 3, and 4, Comp Immun Microbiol Infect Dis, 716.Bratawidjaja, K. G dan Rengganis I. 2010. Imunologi dasar. Edisi ke 9. Jakarta : FKUI.CCRCa, 2000, Prosedur Tetap Preparasi Sampel, Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1-3.CCRCb, 2000, Prosedur Tetap Pembuatan Media, Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.CCRCc, 2000, Prosedur Tetap Cell Thawing, 2, Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.CCRC, 2009, Uji Pengamatan Proliferasi Sel, Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 3 5.Chairul dan Praptiwi, 2011, Uji Efektivitas Imunomodulator Tiga Jenis Zingiberaceae secara In-Vitro melalui Pengukuran Aktivitas Sel Makrofag dan Kapasitas Fagositosis, Bidang Botani, Puslit Biologi LIPI Cibinong.Depkes RI, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal: 3-5.

Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal: 5.Depkes RI, 2009, Farmakope Herbal Indonesia Edisi I, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal: 24,73 dan 154Diliwiyani, S., 2013, Efek sitotosik kombinasi kombinasi ekstrak temulawak, kunyit, dan jah merah pada sel MCF-7 dan pengaruhnya pada induksi apoptosis, Skripsi, Jurusan Farmasi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Tidak dipublikasikan.Doyle, A. dan Griffiths, J.B., 2000, Cell and Tissue Culture for Medical Research, John Willey and Sons, Ltd., New York, 200-201.Gordon, S., and Martinez, F.O., 2010, Alternative Activation of Macrophages:Mechanism and Functions, Cell Press DOI 10.1016/j.immuni.2010.05.007Ekowati, H., Sarmoko., and Widiastuti, R., 2013, Combination of three species of Zingiberaceae prevents doxorubicin-induced hepatotoxicity, UNIVERSA MEDICINA, 32(1): 11-19.Harborne, J.B., 1996, Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, ITB, Bandung.Himes, S.R., Sester, D.P., Ravasi,T., Cronau,.S.L., Sasmono,T., and Hume,D.A.2006, The JNK are important for development and survival of macrophages, J Immunol, 176(4), 2219-2228.Hume,. D.A., 2006, The mononuclear phagocyte system, Curr Opin Immunol, 18(1), 49-53.Hsueh, R., and Roach, T., 2003, Passage Procedure for RAW 264.7 Cells,http://www.signaling-gateway.org/data/cgibin/ProtocolFile.cgi/afcs_ PP00000159.pdf?pid=PP00000159.Ikawati, Z., Nugroho, A.E., and Werdhinindah, W, 2006, Efek ekstrak etanol daun Erythrina fusca Lour (cangkring) terhadap penekanan ekspresi enzim siklooksigenase2 pada kultur sel raji, Majalah Farmasi Indonesia, 17(2): 85-20.Ismail, Norzila, Azimahtol Hawariah, Lope Pihie, dan Meenakshii Nallapan. 2005, Xanthorrhizol Induces Apoptosis Via the Up-regulation of Bax and p53 in HeLa Cells. Anticancer Research 25: 2221-2228.Jagetia, G.C., and Aggarwal, B.B., 2007, Spicing Up of the Immune System by Curcumin, Journal of Clinical Immunology, 27(1).Kim, A.J., Kim, Y.O., Shim, J.S., and Hwang, J.K., 2007, Immunostimulating activity of crude polyssacharide extract isolated from Curcuma xanthorriza Roxb, Biosel. Biotechnol, Biochem, 71(6): 1428-1438.Kresno, S.B., 2001, IMUNOLOGI: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, Edisi ke-4. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, JakartaKumar, S.V., Sharma, P.D., Dudhe R., and Kumar, N., 2012, Immunomodulatory effects of some traditional medicinal plants, J. Chem. Pharm. Res., 3(1): 675-684.Lee, H.S., Deok-Seon R., Gyeong-Seon L., and Dong-Seok L., 2012, Anti-inflammatory effects of dichloromethane fraction from Orostachys japonicus in RAW 264.7 cells: Suppression of NF-_B activation and MAPK signaling, Journal of Ethnopharmacology, 140: 271 276.Mangunwardoyo, W., Deasywaty, and Tepy U., 2012, Antimicrobial and Identification of Active Compound Curcuma xanthorrhiza Roxb. International Journal of Basic & Applied Sciences IJBAS-IJENS, 12(01): 69.Matondang, I., 2005, Zingiber officinale L., 5-9, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat UNAS.Molina, P.E., Kyle I.H., Ping Z., Jay K.K., and Steve N., 2010, Focus On: Alcohol and The Immune System, Alcohol and Health, 33(1-2): 97.Novasari, R., 2013, Aktivitas Kombinasi Ekstrak Temulawak, Kunyit dan Jahe Merah Sebagai Agen Ko-Kemoterapi Doksorubisin Pada Sel Kanker Payudara T47D, Skripsi, Jurusan Farmasi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Tidak dipublikasikan.

Nugroho, Y.A., 2012, Efek Pemberian Kombinasi Buah Sirih (Piper betle L) Fruit, Daun Miyana (Plectranthus scutellarioides (L.) R. BR.) Leaf, Madu dan Kuning Telur terhadap Peningkatan Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Sel Makrofag, Media Litbang Kesehatan, 22(1).Nursid, M., Wikanta, T., Nurrahmi, DF., and Endar, M., 2006, Aktivitas Sitotoksik, Induksi Apoptosis Dan Ekspresi Gen p53 Fraksi Methanol Spons Petrosia cf. nigricans Terhadah Sel Tumor HeLa, Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan,1(2).Pancawati, R., 2013, Aktivitas Kombinasi Ekstrak Temulawak, Kunyit dan Jahe Merah Sebagai Agen Ko-Kemoterapi Doksorubisin Pada Sel Kanker Serviks HeLa, Skripsi, Jurusan Farmasi, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Tidak dipublikasikan.Preetha A, Ajaikumar BK, Robert AN, dan Aggarwal BB, 2007, Bioavailability of Curcumin: Problems and Promises, Mol Pharmaceutics., 4 (6): 807-818.Ravindran, P.N. dan Babu, K.N. 2007, Ginger The Genus Zingiber. CRC Press. New York.Rozewska, E.S., Makuch K., and Andrzej K. S., 2010, Use of diet supplements, synthetic drugs and herbal remedies with immunotropic activity during pregnancy. II. Zingiber officinale Roscoe (Ginger), Review Paper : Centr Eur J Immunol, 35(4): 259-262.Sabat, R., Grutz, G., Warszawska, K., Kirsch, S., Witte, E., Wolk, K., and Geginat, J., 2010, Biology of interleukin-10, Cytokine and Growth Factor Reviews, 21: 331-334.Saroj, P., Verma, M., Jha, K. K., and Pal, M., 2012, An Overview on Immunomodulation, Journal of Advanced Scientific Research, 3(1): 07-1, American Journal of Immunology, 7 (2): 17-23.Sengupta, M., Gauri D.S., and Biswajit C., 2011, Hepatoprotective and immunomodulatory properties of aqueous extract of Curcuma longa in carbon tetra chloride intoxicated Swiss albino mice, Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 193-199.Shinde, S.K., Grampurohit, N.D., Banerjee, S.K., Jadhav, S.L., and Gaikwad, D.D., 2012, Development and validation of UV spectroscopic method for the quick estimation of gingerol from Zingiber officinale rhizome extract, International Research Journal of Pharmacy, 3 (5), 234-7.Sieuwerts, A.M., Klijn, J.G.M., Peters, H.A., dan Foekens, J.A., 1995, The MTT Tetrazolium Salt Assay Scrutinized : How To Use This Assay Reliability to Measure Metabolic Activity of Cell Culture in vitro for The Assessment of Growth Characteristics, IC50-values and cell survival, European Journal of Clinical Chemistry and Clinical Biochemistry ISSN 0939- 4974, 33(11): 813- 823.Singh, S. dan Aggarwal B.B., 2010, Activation of Transcription Factor NF-Kappa B Suppressed by Curcumin. Journal Biology Chemistry, 270: 2499525000.Soeroso, A., 2007, Sitokin, Jurnal Oftalmologi Indonesia, 5(3): 171 180.Sultan, AL.S. I., 2003, The Effect of Curcuma longa (Tumeric) on Overall Performance of Broiler Chickens, International Journal of Poultry Science 2 (5): 351-353.Taee, M.F., Hazim I. Al-Ahmed, Hadeel W. Abdul Malek, 2011, Studying the Effect of Aqueous Extract from Curcuma Longa on Some Parameters of Cytogenetic, Immunity and Fertility in Female Mice, Baghdad Science Journal, 8(1): 73.Tan, B.K.H., and J. Vanitha, 2004, Immunomodulatory and Antimicrobial Effects of Some Traditional Chinese Medicinal Herbs: A Review, Current Medicinal Chemistry, 11(11): 1423-1430.Varalakshmi, Ch., Mubarak A., Pardhasaradhi B.V.V, Raghvendra M.S., Sarvjeet S., and Ashok K., 2008, Immunomodulatory effects of curcumin: In-vivo, International Immunopharmacology, 8: 688700.Widyaningsih, T., 2006, Uji Imunomodulator Perasan Kunyit (Curcuma domestica, Val.) terhadap Vaksin Haemophilus influenzae secara in vitro, Skripsi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.Wilken, R., Veena, M.S., Wang, M.B., Srivatsan, E.S., 2011, Curcumin: A review of anti-cancer properties and therapeutic activity in head and neck squamous cell carcinoma, Mol Cancer, 10 (12).Xaust, J., Comalada, M.,Vallendor, A.F., Cordo, M., Herrero, C., and Soler.C., 2001, Molecular mechanism involved in macrophage survival, Proliferation, activation or apoptosis, Immunobiology, 204(5), 543-550.Yeap, S.K., Noorjahan B.A., Shuhaimi M., Suraini A.A., Mashitoh A.R. and Abdul Manaf A., 2010, Immunomodulatory Effects of Zerumbone Isolated from Roots of Zingiber Zerumbet, Pak. J. Pharm. Sci., 23(1): 75-82.Yue, G.G.L., Chan B.C.C., Hon P.M., Lee M., Fung K.P., Leung P.C., and Lau, C., 2010, Evaluation of in vitro anti-proliferative and immunomodulatory activities of compounds isolated from Curcuma longa, Food Chem Toxicology, 48(8-9): 20112020.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Determinasi Tanaman Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxburgh).

Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Kunyit (Curcuma longa L.,).

Lampiran 3. Hasil Determinasi Tanaman Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum Theilade).

Lampiran 4. Rerata absorbansi dan persentasi sel hidup setelah diberi perlakuan dan diinkubasi 24 jam

Bahan ujiKonsentrasi (g/mL)Persentasi sel hidup (%)Rerata Persentasi sel hidup (%)

Replikasi 1Replikasi 2Replikasi 3

Ekstrak Rimpang Temulawak15,6250,00500,00933,33477,78

31,253266,672066,673266,672866,67

62,501900,001833,331666,671800,00

1253833,331833,332400,002688,89

250966,671766,672300,001677,78

500266,671900,00766,67977,78

1000200,000,00166,67122,22

Ekstrak rimpang kunyit15,625733,33833,33766,67777,78

31,253233,333400,003200,003277,78

62,502333,332400,002800,002511,11

1253000,004033,333466,673500,00

2503100,004233,332766,673366,67

500400,00233,33833,33488,89

10000,000,000,000,00

Ekstrak rimpang jahe merah15,6251133,331000,00400,00844,44

31,252733,331300,003366,672466,67

62,502933,332066,672800,002600,00

1253366,672466,675033,333622,22

2504566,672566,672066,673066,67

5002733,332666,672633,332677,78

1000366,67466,67466,67433,33

Ekstrak kombinasi rimpang temulawak, kunyit da jahe merah (1:1:1)15,6252000,002966,674633,333200,00

31,252533,332233,331033,331933,33

62,501666,672866,674666,673066,67

1252200,003733,332866,672933,33

25010900,001300,00466,674222,22

5001366,671466,672300,001711,11

10000,000,000,000,00

Lampiran 5. Rerata absorbansi dan persentasi sel hidup setelah diberi perlakuan dan diinkubasi 48 jam

Bahan ujiKonsentrasi (g/mL)Persentasi sel hidup (%)Rerata Persentasi sel hidup (%)

Replikasi 1Replikasi 2Replikasi 3

Ekstrak Rimpang Temulawak15,6250,000,000,000,00

31,2512250,005170,008110,008510,00

62,5012370,0013870,0011650,0012630,00

12513780,0013600,0013720,0013700,00

25012610,0015190,0014200,0014000,00

50017470,0016030,0013810,0015770,00

100016450,0019750,0020710,0018970,00

Ekstrak rimpang kunyit15,6254060,004930,004840,004610,00

31,2514470,0013090,0015280,0014280,00

62,5011560,0013810,0012310,0012560,00

12515730,0014350,0013960,0014680,00

25015850,0012190,0013120,0013720,00

50015880,0013810,0014050,0014580,00

100015520,0014290,0017410,0015740,00

Ekstrak rimpang jahe merah15,6251390,001720,002050,001720,00

31,253610,004300,003370,003760,00

62,5010090,0010600,0010900,0010530,00

12512280,0010990,0011260,0011510,00

25012100,0013840,0012130,0012690,00

50013540,0012940,0014860,0013780,00

10000,000,000,000,00

Ekstrak kombinasi rimpang temulawak, kunyit da jahe merah (1:1:1)15,6251120,001030,001300,001150,00

31,2510570,008110,0012940,0010540,00

62,5010960,0014650,0013360,0012990,00

12514590,0017560,0018940,0017030,00

25013720,0014980,0014890,0014530,00

50015220,0014260,0015250,0014910,00

100016330,0018040,0015370,0016580,00

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar BelakangInflamasi merupakan proses beberapa tahap yang dimediasi oleh aktivitas mediator inflamasi atau sel imun untuk menghadapi paparan patogen (Kim et al., 2010). Ciri-ciri terjadinya inflamasi adalah timbul kondisi merah (rubor), panas (kalor), bengkak (tumor), nyeri (dolor), dan akhirnya menyebabkan gangguan fungsi (fungtio lasea). Masuknya leukosit ke sisi inflamasi merupakan sebuah aspek yang penting pada kondisi inflamasi (Schottenfeld and Beebe, 2006). Inflamasi telah terbukti terlibat dalam perkembangan penyakit akut dan kronis salah satunya adalah kanker. Berbagai jenis sitokin proinflamasi, prostaglandin, nitrit oksida (NO), dan protein matrik sellular terlibat dalam perubahan sel kanker dalam latar belakang inflamasi kronis (Kundu and Surh, 2012). Enzim yang memiliki peran penting dalam mediasi inflamasi adalah siklooksigenase-2 (COX-2) yang merupakan enzim pengkatalis asam arakidonat menjadi prostaglandin (Yun et al., 2008). Ekspresi COX-2 diregulasi oleh faktor transkripsi Nuclear Factor kappa B (NF-B). Selain berperan dalam proses inflamasi COX-2 juga berperan dalam proliferasi sel kanker. Pada sel kanker tersebut terjadi overekspresi COX-2 sehingga menyebabkan inflamasi (Simmons and Moore, 2000). Temulawak, kunyit, dan jahe merupakan tanaman yang saat ini telah banyak digunakan oleh masyarakat luas sebagai pengobatan karena temulawak, kunyit dan jahe merah memiliki beberapa macam kandungan. Kandungan xanthorrhizol pada temulawak mampu mencegah terjadinya inflamasi melalui penghambatan COX-2 pada sel kanker servik HeLa dan sel kanker payudara MCF-7 (Cheah et al., 2006). Chintana (2008) menunjukkan bahwa kandungan kurkumin pada kunyit efektif menghambat proliferasi sel kanker dengan mempengaruhi ekspresi COX-2. Menurut Lantz et al. (2005) kandungan kurkumin dalam kunyit juga dapat menghambat ekspresi COX-2 pada sel leukimia HL-60. Selain itu kandungan gingerol pada jahe juga dapat menekan ekspresi COX-2 pada sel RAW 264,7 yang diinduksi lipopolisakarida (Mueller et al., 2010). Menurut Han et al. (2013) ekstrak jahe memiliki efek anti-inflamasi dengan cara mencegah pengaktifan NF-B, menghambat ekspresi COX-2, serta menghambat sitokin proinflamasi pada sel RAW 264,7 yang distimulasi lipopolisakarida. Peran COX-2 yang besar dalam proses inflamasi, maka perlu dilakukan pencarian agen yang dapat mempengaruhi regulasi ekspresi COX-2, misalnya melalui penekanan ekspresi COX-2. Pada penelitian ini akan digunakan sel machrophage-like RAW 264,7. Makrofag memiliki peran penting dalam reaksi inflamasi (Carralot et al., 2009), inisiasi spesifik sistem imunitas alami dan penyusunan untuk menghilangkan patogen (Verma et al., 2011). Menurut Tao et al. (2009) aktivasi makrofag memiliki peran penting dalam inisiasi dan perbanyakan dari respon inflamasi oleh produksi sitokin dan mediator inflamasi salah satunya COX-2. Ketika tubuh mengalami cedera, makrofag teraktivasi yang kemudian melepaskan berbagai macam sitokin pro-inflamasi dan mediator inflamasi seperti COX-2 (Li and Xu., 2011). Aktivasi makrofag juga dapat terjadi jika sel makrofag terinduksi lipopolisakarida sehingga sel makrofag akan memproduksi sitokin proinflamasi dan mediator inflamasi seperti prostaglandin E2 (PGE2) yang dihasilkan oleh enzim COX-2 (An et al., 2011). Lipopolisakarida merupakan komponen dinding sel dari bakteri Gram negatif yang dapat mengaktivasi sel makrofag sehingga memproduksi berbagai macam sitokin proinflamasi dan mediator inflamasi salah satunya COX-2 (Saluk and Wachowicz, 2005).Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui potensi antiinflamasi dari kombinasi ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza), kunyit (Curcuma longa L), dan jahe merah (Zingiber officinale Roxb. cv. Rubrum). dengan pengamatan penekanan enzim siklooksigenase-2 pada sel RAW 264,7 yang terinduksi lipopolisakarida.

1. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang penelitian dapat diperoleh rumusan masalah, sebagai berikut:Apakah kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan, jahe merah dapat menekan ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) pada sel RAW 264,7 yang terinduksi lipopolisakarida?

1. Tujuan PenelitianMengetahui pengaruh kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan, jahe merah dalam menekan ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) pada sel RAW 264,7 yang terinduksi lipopolisakarida.

1. Manfaat PenelitianManfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : Memberikan informasi ilmiah mengenai aktivitas penekanan ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) dari kombinasi ekstrak temulawak, kunyit, dan jahe pada sel RAW 264, 7 yang terinduksi lipopolisakarida, sehingga dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan antiinflamasi.

1. Keaslian PenelitianBerikut ini merupakan penelitian terdahulu yang mendukung mengenai aktivitas antiinflamasi rimpang temulawak, kunyit, dan jahe :1. Mueller et al. (2010) menunjukkan bahwa kandungan gingerol pada jahe dapat menekan ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2), menghambat produksi iNOS dan meningkatkan ekspresi IL-10 pada sel RAW 264,7 yang diinduksi lipopolisakarida.1. Chintana (2008) menunjukkan bahwa kandungan kurkumin pada kunyit efektif menghambat proliferasi sel kanker dengan mempengaruhi ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) dan vascular endhothelial growth factor (VEGF) sebagai angiogenic biomarker pada kanker.1. Cheah et al. (2006) melaporkan bahwa kandungan xanthorrhizol pada temulawak mampu mencegah terjadinya inflamasi melalui penghambatan COX-2 juga menginduksi terjadinya sitotoksik dan apoptosis pada sel kanker servik HeLa dan sel kanker payudara MCF-7.1. Lantz et al. (2005) kandungan kurkumin dalam kunyit dengan konsentrasi 0,5 g/ml daan 1,0 g/ml dapat menghambat ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) pada sel leukemia HL-60.Penelitian mengenai aktivitas antiinflamasi kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan jahe terhadap sel RAW 264,7 yang distimulasi lipopolisakarida secara in vitro belum pernah dilakukan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA1. InflamasiInflamasi merupakan salah satu fisiologi normal dan merupakan respon imun yang disebabkan oleh invasi patogen sehingga sel atau jaringan menjadi rusak. Menurut Baratawidjaja and Rengganis (2010) inflamasi didefinisikan sebagai reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respon imun adaptif. Proses inflamasi diperlukan sebagai pertahanan terhadap mikroorganisme yang masuk tubuh serta penyembuhan luka yang membutuhkan komponen selular untuk membersihkan debris lokasi cedera serta meningkatkan perbaikan jaringan. Gambar 2.1 Mekanisme Inflamasi. Sel dan mediator yang terlibat dalam respon inflamasi (Kindt et al., 2007)

Inflamasi terjadi karena adanya aktivasi bermacam-macam sel imun antara lain sel makrofag, neutrofil, dan limfosit (Gambar 2.1). Ciri-ciri terjadinya inflamasi adalah timbul kondisi merah (rubor), panas (kalor), bengkak (tumor), nyeri (dolor), dan akhirnya menyebabkan gangguan fungsi (fungtio lasea) (Kindt et al., 2007).Asam arakidonat merupakan asam lemak tidak jenuh (20-carbon polyunsaturated fatty acid) yang utamanya berasal dari asupan asam linoleat dan berada dalam tubuh dalam bentuk esterifikasi sebagai komponen fosfolipid membran sel. Asam arakidonat dilepaskan dari fosfolipid melalui fosfolipase seluler yang diaktifkan oleh stimulasi mekanik, kimia, atau fisik, atau oleh mediator inflamasi lainnya. Metabolisme asam arakidonat berlangsung melalui salah satu dari dua jalur utama, sesuai dengan enzim yang mencetuskan, yaitu jalur siklooksigenase dan lipooksigenase. Metabolit asam arakidonat (disebut juga eikosanoid) dapat memperantarai setiap langkah inflamasi. (Mitchell and Cotran, 2003). Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin E2 (PGE2), PGD2, PGF2, PGI2 (prostasiklin), dan tromboksan A2 (TXA2) (Gambar 2.1). Setiap produk tersebut berasal dari PGH2 oleh pengaruh kerja enzim yang spesifik. PGH2 sangat tidak stabil, merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur siklooksigenase. Beberapa enzim mempunyai distribusi jaringan tertentu. Misalnya, trombosit mengandung enzim tromboksan sintetase sehingga produk utamanya adalah TXA2. TXA2 merupakan agen agregasi trombosit yang kuat dan vasokonstriktor. Di sisi lain, endotelium kekurangan dalam hal tromboksan sintetase, tetapi banyak memiliki prostasiklin sintetase yang membentuk PGI2. PGI2 merupakan vasodilator dan penghambat kuat agregasi trombosit. PGD2 merupakan metabolit utama dari jalur siklooksigenase pada sel mast. Bersama dengan PGE2 dan PGF2, PGD2 menyebabkan vasodilatasi dan pembentukan edema. Prostaglandin terlibat dalam patogenesis nyeri dan demam pada inflamasi (Mitchell and Cotran, 2003). Adanya cedera jaringan akan membebaskan berbagai jenis mediator inflamasi, seperti prostaglandin, bradikinin, histamin, dan sebagainya. Salah satu mediator inflamasi yaitu prostaglandin merupakan kelompok senyawa turunan asam lemak prostanoat (C20). Inflamasi dikaitkan dengan ekspresi berlebih (overexpression) dari enzim siklooksigenase tipe 2 (COX-2) terutama pada sel kanker (Kundu et al., 2012).

1. Siklooksigenase-2 (COX-2)Siklooksigenase merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukan prostaglandin, suatu mediator inflamasi, produk metabolisme asam arakidonat. Asam arakidonat merupakan salah satu zat penting untuk mensintesis prostaglandin pada manusia (Kartasasmita, 2009). Enzim COX terdiri dari 2 isoenzim yaitu: COX-1 dan COX-2. Enzim COX-1 bersifat konstitutif untuk memelihara fisiologi normal dan homeostasis, sedangkan COX-2 merupakan enzim yang terinduksi pada sel yang mengalami inflamasi (Masferrer et al., 2000). COX-2 juga berperan dalam proliferasi sel kanker. Ekspresi COX-2 diregulasi oleh faktor trankripsi NF-B (Yun et al., 2008). Penemuan dua bentuk enzim konstitutif siklooksigenase-1 (COX-1) dan inducible siklooksigenase-2 (COX-2) dapat menimbulkan berbagai faktor seperti endotoksin bakteril (lipopolisakarida), interleukin-1, phorbol esters dan mitogen lain yang hanya terdapat dalam sel inflamasi yang dirangsang. Siklooksigenase-2 tidak ditemukan di jaringan pada kondisi normal, tetapi diinduksi oleh berbagai stimulus, seperti endotoksin, sitokin, mitogen dan dihubungkan dengan produksi prostaglandin selama proses inflamasi, nyeri, dan respon piretik (Fang et al., 2002; Zhang et al., 2004).Gambar 2.2 Mekanisme produksi enzim COX-2 pada Sel RAW 264,7 yang Terinduksi Lipopolisakarida (Lai et al., 2011)

Produksi COX-2 terjadi jika ada stimulasi, salah satunya akibat stimulasi oleh lipopolisakarida (LPS). Lipopolisakarida akan mengeluarkan sinyal mengakibatkan aktivasi dari Toll Like Reseptor (TLR) dan sejumlah sinyal kinase pada intraselular termasuk inhibitor kB (IB) kinase (iKKs) yang pada akhirnya memfosforilasi IB. Pelepasan IB akan menyebabkan NF-B aktif dan mengalami translokasi ke inti sel. NF-B akan mentranskripsi gen target salah satunya adalah COX-2 (Gambar 2.2) (Lai et al., 2011).

1. TemulawakTemulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) merupakan salah satu tumbuhan obat suku Zingiberaceae yang banyak tumbuh di Indonesia. Temulawak diketahui memiliki banyak manfaat antara lain sebagai antihepatitis, antikarsinogenik, antimikroba, antioksidan antihiperlipidemia, antiviral, antiinflamasi dan detoksifikasi. Temulawak dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut.

Gambar 2.3. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza)Klasifikasi temulawak menurut Backer and Bakhuizen (1965) adalah :Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Keluarga : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. Pemanfaatan rimpang temulawak di Indonesia adalah untuk dibuat jamu godog. Zat yang terkandung pada rimpang temulawak antara lain 1,48-1,63 % minyak asiri, 1,6 -2,2 % kurkumin, 48-59,64 % zat tepung dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta sebagai antiinflamasi (Sidik et al., 1995). Xanthorrhizol merupakan komponen aktif yang diisolasi dari Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Zingiberaceae) yang secara tradisional digunakan di Indonesia untuk tujuan pengobatan. Pemberian xanthorrhizol secara topikal secara signifikan dapat mengurangi edema pada telinga tikus yang diinduksi 12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate (TPA) (Chung et al., 2007). Pada penelitian yang dilakukan oleh Cheah et al. (2006) menunjukkan bahwa kandungan xanthorrhizol pada temulawak mampu mencegah terjadinya inflamasi melalui penghambatan COX-2 dan juga dapat menginduksi terjadinya sitotoksik dan apoptosis pada sel HeLa dan MCF-7 dengan nilai EC50 1,71 g/ml dengan tiga parameter yaitu uji pengikat annexin-V, pewarnaan 33.258 dan akumulasi populasi sub-G1 pada histogram DNA.

1. KunyitSalah satu jenis tumbuhan yang banyak digunakan sebagai obat tradisional adalah kunyit (Curcuma Longa L). Kunyit juga merupakan salah satu tanaman temu-temuan (Zingiberaceae). Kunyit dapat dilihat pada Gambar 2.4 sebagai berikut.

Gambar 2.4. Kunyit (Curcuma longa Linn.)Klasifikasi kunyit menurut Backer and Bakhuizen (1965) sebagai berikut :Divisio : Spermatophyta Sub-diviso : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Species : Curcuma domestica Val.Bagian terpenting dalam pemanfaatan kunyit adalah rimpangnya, meskipun demikian, daun kunyit pun banyak dimanfaatkan untuk berbagai jenis masakan, karena dapat menghilangkan bau anyir serta menambah aroma masakan (Winarto, 2005). Kandungan kimia kunyit menurut Chattopadhyay et al. (2004) terdiri atas karbohidrat (69,4%), moisture (13,1%), protein (6,3%), lemak (5,1%) dan mineral (3,5%). Minyak esensial (5,8%) dihasilkan dengan destilasi uap dari rimpang yaitu sesquiterpines (53%), zingiberene (25%), a-phellandrene (1%), cineol (1%), sabinene (0.6%), borneol (0.5%). Kurkumin (diferuloylmethane) (34%) merupakan komponen aktif dari kunyit yang berperan untuk warna kuning, dan terdiri dari kurkumin I (94%), kurkumin II (6%) and kurkumin III (0.3%). Kurkuminoid yang terkandung dalam kunyit sebagai salah satu senyawa hasil isolasi maupun kurkuminnya mempunyai aktivitas yang sangat luas, antara lain sebagai antioksidan, anti hepatotoksik, antiinflamasi dan antirematik. Kurkumin juga dilaporkan menimbulkan sifat anti inflamasi pada mencit yang diinduksi karagen. Pada dosis tinggi (1000 mg/kg) dapat menekan udem sebesar 78,37% (Rustam et al., 2007). Kandungan kurkumin pada C. domestica dan C. xanthorrhixa juga efektif menghambat proliferasi sel kanker melalui induksi apoptosis dengan mempengaruhi ekspresi COX-2 dan vascular endhothelial growth factor (VEGF) sebagai angiogenic biomarker pada kanker (Chintana, 2008).

1. Jahe MerahJahe merah (Zingiber officinale Roxb. cv. Rubrum), adalah tanaman rimpang yang sangat popular sebagai rempah-rempah dan bahan obat. Jahe merah dapat dilihat pada Gambar 2.6 sebagai berikut.

Gambar 2.5. Jahe merah (Zingiber officinale var. rubrum)Klasifikasi jahe merah menurut Backer and Bakhuizen (1965) sebagai berikut :Genus: Zingiber Divisi: SpermatophytaSubdivisi: AngiospermaeKelas : MonocotyledoneaeOrdo : Zingiberales (Scitamineae)Familia : Zingiberaceaesub familia: ZingiberoideaeSpecies: Zingiber officinale Roxb. cv. RubrumBerbagai manfaat jahe yang telah diketahui selama ini antara lain sebagai obat gangguan pencernaan, analgesik, antipiretik, antiradang, antiemetik, antirematik, meningkatkan ketahanan tubuh, mengobati diare, dan juga memiliki sifat antioksidan yang aktivitasnya lebih tinggi daripada vitamin E (Ramadhan et al., 2010; Winarti and Nurjanah et al., 2005).Menurut Ravindran et al. (2005) jahe merah memiliki kandungan aktif antara lain oleoresin yang terdiri dari minyak atsiri, shogaol, zingerone, paradol, gingerol, dan resin. Kandungan minyak atsiri pada jahe merah sekitar 0,6-3% yang terdiri dari -pinen, -phellandren, borneol, comphene, limonene, linalool, citral, nonylaldehyde, methyleptenon, cineol, basabilen 1- curcumen, farsenen, humulen 60% zingeberen, zingerol dan gingerol. Penelitian yang dilakukan oleh Habib et al. (2008) menunjukkan hasil bahwa ekstrak jahe merah memiliki efek antikanker dan anti-inflamasi dengan cara mencegah pengaktifan NF-B, mencegah translokasi NF-B ke inti serta mencegah pengikatan dimer-dimer DNA dan menghalangi efek TNF- (Tumour Necrosis Factor Alpha) penyebab inflamasi. Ekstrak jahe merah dipilih karena dari semua jenis jahe kandungan oleoresin jahe merah merupakan yang paling banyak. Kandungan oleoresin merupakan kandungan yang berkhasiat sebagai antiinflamasi (Astuti, 2011; Stoilova et al., 2006).

1. Sel RAW 264,7Sel RAW 264,7 merupakan suatu monocyte-macrophage cell line yang didapat dari mencit (Mus musculus). Sel ini tidak memiliki surface immunoglobulin (sIg-), Ia (Ia-) and Thy-1.2 (Thy-1.2-). Sel RAW 264,7 dapat melakukan pinositosis dan fagositosis. Sel RAW 264,7 sangat mirip dengan makrofag yang dihasilkan dari sumsum tulang belakang, terutama dalam merespon ligan mikroba dan reseptor permukaan sel yang dimiliki (Berghaus et al., 2010). Sel RAW 264,7 dapat ditumbuhkan dalam media yang mengandung asam amino non-esensial dan glutamat, serta membutuhkan growth factor dari foetal calf serum. Suhu inkubator yang digunakan adalah 37oC dengan kadar CO2 5%.

Gambar 2.6. Penampakan sel RAW 264,7 (ATCC, 2014)Dalam keadaan normal, sel RAW 264,7 akan bersifat adherent, melekat pada plate tempat tumbuh. Beberapa penelitian immunologi yang menggunakan sel RAW 264,7 sebagai sel model antara lain mengetahui produksi sitokin dan nitric oxide pada sel RAW 264,7 dan human peripheral blood mononuclear cell (hPBMC) yang diinkubasi dengan berbagai flavonoid (Lyu and Park, 2005), membandingkan respon sistem imun alami dari primary murine macrophage-lineage cells dengan sel RAW 264,7 (Berghaus et al., 2010).Makrofag merupakan kunci penting pada sistem imun. Makrofag bersama dengan neutrofil dan sel dendrit merupakan mediator selular pertama dari respon imun yang asli (Carralol et al., 2009). Makrofag memiliki peranan yang penting dalam regulasi inflamasi dan respon imun dan juga dilibatkan dalam proses berbagai macam penyakit termasuk penyakit autoimun dan infeksi (Wadleigh et al., 2000). Di tempat infeksi, makrofag yang menemukan mikroba melepaskan sitokin (TNF dan IL-1) yang mengaktifkan sel endotel sekitar venula untuk memproduksi selektin (ligan integrin dan kemokin) (Baratawidjaja and Rengganis, 2010). Sel ini sangat sensitif terhadap endotoksin lipopolisakarida dari bakteri Gram negatif. Adanya lipopolisakarida dapat berefek besar pada fenotip dan fungsi dari makrofag. Maka dari itu, berbagai larutan yang digunakan dalam penelitian seperti buffer dan media yang digunakan harus benar-benar steril (Hsueh and Roach, 2003). Lipopolisakarida pada makrofag dapat menginduksi sitokin inflamasi antara lain tumor nekrosis factor- (TNF-) dan interleukin-1, dan mediator inflamasi antara lain nitrit oksida (NO) dan prostaglandin E2 (PGE2) yang disintesis oleh iNOS dan siklooksigenase-2 (COX-2) (Jin An et al., 2011).1. Lipopolisakarida Lipopolisakarida merupakan komponen dinding sel dari bakteri gram negatif, merangsang produksi dari berbagai macam sitokin inflamasi antara lain interleukin-1, tumor nekrosis factor- (TNF-), mediator inflamasi. Lipopolisakarida juga dapat menginduksi sehingga meningkatkan aktifitas histidine decarboxylase (HDC) di berbagai jaringan antara lain hati, paru-paru dan limfa (Hirasawa et al., 2006). Menurut Ma et al. (2010) respon terhadap paparan lipopolisakarida sistemik, akan mengakibatkan interaksi antara monosit, makrofag dan neutrofil. Selain itu lipopolisakarida juga menginduksi aktifasi NF-B melalui jalur transduksi sinyal. Setelah aktif, NF-B mengalami heterodimer translokasi secara cepat ke nukleus, di mana akan mengaktifkan transkripsi gen target, termasuk menyandi gen untuk sitokin pro-inflamasi, molekul adhesi, kemokin, dan induksi enzim seperti siklooksigenase-2 (COX-2) dan iNOS (Kim et al., 2010).

1. Landasan teoriTanaman yang dapat digunakan sebagai obat tradisional diantaranya adalah temulawak, kunyit, dan jahe merah. Temulawak, kunyit dan jahe merah memiliki berbagai macam kandungan yang dapat digunakan sebagai agen antiinflamasi. Temulawak memiliki kandungan xanthorrhizol yang mampu mencegah terjadinya inflamasi melalui penghambatan COX-2. Kunyit yang memiliki kandungan kurkumin juga dapat digunakan sebagai agen antiinflamasi pada sel kanker dengan cara menghambat ekspresi COX-2. Selain itu kandungan gingerol yang terdapat pada jahe juga dapat menekan ekspresi COX-2 pada sel RAW 264,7 sehingga dapat mencegah terjadinya inflamasi. Penelitian ini menggunakan sel RAW 264,7 yang merupakan sel makrofag. Sel makrofag sangat penting dalam proses inisiasi dan perbanyakan respon inflamasi oleh produk mediator inflamasi seperti COX-2. Sel RAW 264,7 dapat teraktivasi oleh lipopolisakarida menyebabkan terbentuknya mediator-mediator inflamasi. Salah satu mediator inflamasi adalah prostaglandin yang dihasilkan oleh asam arakidonat dengan bantuan enzim COX-2 sehingga jika ekpresi enzim COX-2 ditekan maka akan mengurangi pembentukan prostaglandin. Kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan jahe merah diharapkan mampu menurunkan jumlah enzim COX-2 pada Sel RAW 264,7 yang terinduksi lipopolisakarida.

1. Hipotesis Kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan jahe merah dapat menekan ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) pada model sel RAW 264,7 yang terinduksi lipopolisakarida.

BAB IIIMETODE PENELITIAN

1. Waktu dan Lokasi PenelitianPenelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan di Laboratorium Biologi Farmasi Jurusan Farmasi Universitas Jenderal Soedirman dan Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.1. Bahan dan Alat yang Digunakan1. Bahan PenelitianRimpang temulawak, kunyit, jahe merah, etanol 96%, dimetil sulfoksida (DMSO), medium DMEM high-glucose, Fetal Bovine Serum (FBS) 10%, penisilin-streptomisin 2%, sel RAW 264,7, etanol 70%, phosphate buffer saline (PBS), lipopolisakarida, antibodi monoklonal primer COX-2, fungison 0,5%, metanol, akuades, larutan hydrogen peroksida, prediluted blocking serum, antibodi sekunder yang dilabel biotin, reagen yang berisi streptavidin-enzim peroksidase, larutan substrat kromogen DAB, larutan mayehaematoxylin, larutan xylol.2. Alat PenelitianOven, blender, neraca analitik, kertas saring, ayakan B40, evaporator, water bath, corong Buchner, water bath, 24 wall plate, mikropipet, autoklaf, inkubator, lemari pendingin, inkubator CO2, screw capped, conical tube, tabung eppendrof, mikroskop cahaya, cover slip, object glass, vortex, rak tabung, kamera digital.1. Rancangan Penelitian0. Metode PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian ekperimental laboratorium. Penelitian ini menganalisis kombinasi ekstrak temulawak, kunyit dan jahe merah sebagai agen antiinflamasi terhadap sel RAW 264,7 yang diinduksi lipopolisakarida. Pengamatan ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2) dilakukan dengan metode imunositokimia.1. Variabel Penelitian1. Variabel bebas adalah konsentrasi kombinasi ekstrak temulawak, kunyit, dan jahe merah dengan konsentrasi 500 g/ml. 1. Variabel terikat adalah ekspresi siklooksigenase-2 (COX-2).1. Variabel terkontrol adalah jumlah kepadatan sel, konsentrasi lipopolisakarida, waktu inkubasi dan suhu inkubasi.1. Skema tahapan penelitianSkema tahapan penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1

Temulawak, kunyit dan jahe merah- Determinasi- Dikeringkan - DihaluskanEkstrak temulawakEkstrak kunyitEkstrak jahe merahSerbuk temulawakSerbuk kunyitSerbuk jahe merah

- Maserasi etanol 96%- Penyaringan- Evaporasi- Maserasi etanol 96%- Penyaringan- Evaporasi- Maserasi etanol 96%- Penyaringan- Evaporasi

Kelompok Kombinasi ekstrak (1:1:1)Uji imunositokimiaKelompok Sel RAW 264,7 tanpa perlakuanKelompok Sel RAW 264,7 dengan Antibodi COX-2Kelompok Sel RAW 264,7 dengan Lipopolisakarida COX-2

Analisis data

Kesimpulan

Gambar 3.1. Skema Tahapan Penelitian

1. Jalannya PenelitianPenelitian ini dilaksanakan melalui tahapan sebagai berikut:0. Pengumpulan bahanTanaman temulawak, kunyit, dan jahe merah yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem Sleman, Yogyakarta.0. Determinasi rimpang temulawak, kunyit dan jahe merahDeterminasi dilakukan di Laboratorium Taksonomi Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto untuk menentukan kebenaran bahan yang akan digunakan dalam penelitian. 0. Pembuatan serbuk simplisiaRimpang temulawak, kunyit dan jahe merah dicuci dengan air mengalir, dipotong-potong, kemudian dalam oven dengan suhu maksimal 70C. Setelah kering, simplisia diblender, diayak dengan ayakan ukuran B40 untuk mendapatkan ukuran serbuk yang homogen.0. Pembuatan ekstrak Etanolik Temulawak, Kunyit dan Jahe merahSerbuk simplisia temulawak, kunyit, jahe merah masing-masing sebanyak 500 g direndam (maserasi) dalam 1,5 L etanol 96% selama 1x24 jam. Filtrat kemudian dikumpulkan dan residu diremaserasi selama 2x24 jam dengan pelarut baru dan sesekali diaduk. Semua filtrat digabung kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 60C dan kecepatan 65 rpm selama 100 menit. Hasilnya dipekatkan di atas waterbath sehingga diperoleh ekstrak kental temulawak, kunyit dan jahe merah yang sudah bebas dari pelarutnya.

0. Uji penekanan ekspresi enzim COX-2 pada sel RAW 264,78. Pembuatan 5 ml larutan stok bahan uji konsentrasi 1 mg/mLKombinasi ekstrak etanolik rimpang temulawak, kunyit dan jahe merah ditimbang sebanyak 5 mg lalu dimasukkan dalam tabung effendrof, kemudian ditambahkan dimetil sulfoksida (DMSO) sampai 5 mL sehingga diperoleh larutan stok dengan konsentrasi 1 mg/mL.1. Kultur sel RAW 264,7 (CCRC, 2000a)Ampul yang berisi sel diambil dari tangki nitrogen cair. Kemudian dicairkan pada suhu kamar (37oC), setelah cair suspensi sel diambil menggunakan pipet 1 ml kemudian dimasukkan ke dalam medium DMEM. Conical tube ditutup dengan rapat kemudian disentrifugasi pada 600 g selama 5 menit, kemudian diambil dan disemprot bagian luar conical tube dengan alkohol 70%. Supernatan dalam conical tube dibuang kemudian diganti dengan 4 ml medium DMEM yang baru. Sel disuspensikan perlahan hingga homogen, kemudian sel ditumbuhkan dalam beberapa (2-3) buah tissue culture flask kecil, diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC dengan aliran 5% CO2. Setelah 24 jam medium diganti dan sel ditumbuhkan hingga konfluen.

1. Pemanenan dan Penghitungan sel (CCRC, 2008)Sel diambil dari inkubator CO2 lalu kondisi sel diamati. Panen sel dilakukan setelah sel 80% konfluen. Media dibuang dengan menggunakan pipet Pasteur steril. Sel dicuci 2 kali dengan PBS. Selanjutnya sel dipanen menggunakan screw capped conical tube lalu ditransfer ke dalam conical steril. Kemudian ditambahkan medium DMEM 2-3 ml lalu sel diresuspensi. Sel kemudian dihitung pada hemacytometer menggunakan mikroskop dengan bantuan counter. Jumlah sel yang dibutuhkan untuk uji imunositokimia adalah 5x104 sel/sumuran (5x104 sel/1000 ml MK).1. Pembuatan media DMEM (CCRC, 2000b) Serbuk media DMEM yang sudah siap dilarutkan dengan akuabides 800 ml dalam beker glass 1 L, ditambah dengan natrium bikarbonat 2 g dan HEPES 2 g, ditambahkan akuades sampai 1 L, diaduk dengan magnetic stirer. Larutan dibuat dengan pH antara 7,2-7,4 dengan menambahkan 1 M NaOH atau 1 M HCl. Larutan dimasukkan ke dalam botol tertutup dan steril dengan disaring menggunakan filter 0,2 m dalam laminary airflow. Untuk membuat media DMEM serum, sebanyak 100 ml media DMEM ditambah dengan FBS 10%, antibiotika penisilin-streptomisin 1% dan fungison 1%.1. Pengecatan enzim COX-2 pada sel RAW 264,7 (CCRC, 2009)Sel diambil dari inkubator CO2 kemudian kondisi sel diamati. Jika sel sudah dalam kondisi 80% konfluen, sel dapat dipanen. Jumlah sel yang dibutuhkan untuk uji imunositokimia adalah 5x104 sel/sumuran (5x104 sel/1000 l MK). Pengenceran suspensi sel dibuat hingga konsentrasi sel akhir 5x104 sel/1000 l MK. Setelah itu disiapkan 24 well plate dan cover slip. Seribu mikroliter suspensi sel ditransfer ke atas cover slip. Keadaan sel diamati di mikroskop untuk melihat distribusi sel lalu sel diinkubasi di dalam inkubator selama semalam. Setelah sel normal perlakuan dapat dilakukan. Adapun perlakuan yang diberikan adalah : 1. Kontrol sel yang tidak terinduksi lipopolisakarida dan tanpa antibodi primer COX-2.1. Kontrol sel yang tidak terinduksi lipopolisakarida dan dengan antibodi primer COX-2.1. Kontrol sel yang terinduksi lipopolisakarida dan dengan antibodi primer COX-2.1. Sel yang terinduksi lipopolisakarida dan dengan antibodi primer COX-2 serta diberi kombinasi ekstrak temulawak, kunyit, dan jahe merah dengan konsentrasi 500 g/ml.

Dua puluh empat well plate yang telah berisi sel diambil dari inkubator CO2. PBS diisikan masing-masing 500 l ke dalam sumuran untuk mencuci sel kemudian dibuang dari sumuran dengan pipet Pasteur. Sampel sebanyak 1000 l dimasukan ke dalam 1 sumuran kemudian pada sumuran sampel tersebut dimasukkan 1g/ml lipopolisakarida. Seribu mikroliter medium DMEM dimasukkan untuk kontrol sel (3 kontrol sel) lalu diinkubasi di dalam inkubator CO2 selama 15 jam. Kondisi sel diamati setelah 14 jam. Pada jam ke-15, inkubasi dengan sampel dihentikan. Semua media dari sumuran dibuang dengan pipet Pasteur.