BAB I
description
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Skenario
Dokter B adalah dokter umum yang berpraktek di lingkungan terpencil. Prakteknya selalu
ramai dikunjungi oleh masyarakat, saat berpraktek DokterB sering melakukan tindakan
operasi dengan alasan darurat-kemanusiaan yaitu menolong jiwa pasiennya itu. Hal ini
berlangsung lama dan nama Dokter B semakin terkenal sehingga terendus oleh aparat
kepolisian setempat. Suatu saat dilakukan operasi persalinan dan berdampak kematian pada
ibu dan janin, peristiwa ini berlanjut ke jalur hukum. Dokter B ditahan oleh aparat kepolisian
dengan tuduhal malpraktek dan prakteknya ditutup.
Peristiwa ini tersampaikan pada almamaternya, serta merta pihak almamater
mengirimkan Tim Bantuan Hukum ke wilayah kejadian perkara tersebut. Terjadilah
perlawanan hukum terhadap kasus dokter B oleh pembelaan tim Bantuan Hukum, diperoleh
penangguhan penahanan kepolisian, sehingga Dokter B dilepas dan dapat berpraktek
kembali, sementara proses hokum berlanjut terus.
Apakah arti malpraktek?
Apakah langkah Dokter B beretika?
Apakah langkah Dokter B melanggar Hukum Kedokteran Republik Indonesia?
Apakah langkah perlawanan hukum itu?
Apakah arti pembelaan?
Apakah artu tim Bantuan Hukum Almamater?
I.2 Latar Belakang
Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulan-kumpulan peraturan-
peraturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai susunan sosial,
keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat
dipaksakan pelaksanaannya dengan memberikan sanksi bila dilanggar. Tujuan pokok dari
hukum ialah menciptakan suatu tatanan hidup dalam masyarakat yang tertib dan sejahtera
didalam keseimbangan-keseimbangan. Dengan terciptanya ketertiban didalam masyarakat
1
diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi.Oleh karena itu, setiap kesalahan yang
diperbuat oleh seseorang, tentunya harus ada sanksi yang layak untuk diterima si pembuat
kesalahan, agar terjadi keseimbangan dan keserasian didalam kehidupan sosial. Untuk
mengatur kehidupan masyarakat diperlukan kaidah-kaidah yang mengikat setiap anggota
masyarakat agar tidak terjadi kejahatan dan pelanggaran terhadap ketertiban umum agar
masyarakat dapat hidup damai, tenteram dan aman.
Demikian pula bagi pasien, sebagai anggota masyarakat tentunya juga memerlukan
kaidah-kaidah yang dapat menjaganya dari perbuatan tenaga kesehatan yang melanggar
aturan ketertiban tenaga kesehatan itu sendiri. Disinilah hukum diperlukan untuk mengatur
agar tenaga kesehatan menaati peraturan yang telah ditentukan oleh profesinya. Tanpa
sanksi yang jelas terhadap pelanggaran yang dilakukannya, sebagai manusia biasa tentunya
tenaga kesehatan pun dapat bersikap ceroboh. Oleh karena itu, bila memang seorang tenaga
kesehatan terbukti melakukan malpraktek yang berakibat fatal terhadap pasien, tentunya
perlu dikaji pula apakah ada pidana yang dapat diberlakukan kepada profesi ini.
Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan suatu perbuatan
yang dapat dipidana. Wirjono Prodjodikoro memberikan definisi tindak pidana sebagai
“suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana”. Malpraktek atau malpraktek
medik adalah istilah yang sering digunakan orang untuk tindak pidana yang dilakukan oleh
orang-orang yang berprofesi didalam dunia kesehatan atau biasa disebut tenaga kesehatan.
Menurut Jusuf Hanafiah, malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk
mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan
dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang
sama.Sedangkan menurut Veronica, malpraktek medik adalah kesalahan dalam menjalankan
profesi medis yang tidak sesuai dengan standar profesi medis dalam menjalankan
profesinya.
Banyak persoalan malpraktek, atas kesadaran hukum pasien diangkat menjadi
masalah pidana. Menurut Maryanti, hal tersebut memberi kesan adanya kesadaran hukum
masyarakat terhadap hak-hak kesehatannya. Dokter sebagai salah satu profesi yang termasuk
dalam tenaga kesehatan seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.32 Tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan, tentu tidak lepas dari permasalahan ini.
2
Profesi dokter, seperti juga profesi-profesi lain yang merupakan tenaga kesehatan
adalah salah satu profesi yang sangat dibutuhkan masyarakat. Peranan dokter dalam
masyarakat cukup besar, terutama bagi ibu atau wanita hamil untuk dapat memberikan
bimbingan, nasehat dan bantuan baik selama masa kehamilan, melahirkan hingga pasca
melahirkan. Dokter juga dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum
atau dengan kata lain tidak terbatas pada ibu atau wanita hamil saja, apabila tidak terdapat
dokter atau tenaga kesehatan lain yang berwenang untuk melakukan pengobatan pada
wilayah tersebut. Seperti yang tercantum dalam Pasal 17 Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Dokter,
yang berbunyi: “Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah
tersebut dokter dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan
anak sesuai dengan kemampuannya.”
Pasien yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang dokter tentu saja
mengharapkan dengan kemampuan dan pengetahuannya di dokterg kesehatan, dokter
tersebut dapat membantunya untuk memperbaiki kesehatannya. Bagi ibu atau wanita hamil
yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang dokter tentu saja mengharapkan
agar dokter tersebut dapat membantunya melahirkan tanpa ada suatu hal yang tidak
diharapkan untuk terjadi yang dapat membahayakan kesehatan dari sang ibu atau bayinya.
Namun seringkali terjadi dalam prakteknya, perawatan atau tindakan yang dilakukan oleh
dokter terhadap pasiennya justru menimbulkan akibat atau dampak yang negatif bahkan
membahayakan kesehatan sang pasien. Misalnya perawatan atau tindakan yang dilakukan
oleh dokter untuk membantu seorang ibu atau wanita yang hamil justru mengakibatkan sang
ibu atau sang bayi menjadi cacat. Pasien yang mengalami hal ini, tentu saja merasa
dirugikan akibat perbuatan yang dilakukan oleh dokter tersebut. Hal inilah yang seringkali
dijadikan dasar untuk menuntut dokter dengan alasan malpraktek.
3
I.3 Tujuan
a. Mengetahuai arti malpraktek dan cara menghindarinya.
b. Mengetahui tentang Etika kedokteran di Indonesia.
c. Mengetahui Hukum Kedokteran, dan Hukum Peradilan Umum yang berlaku di
Indonesia.
d. Mengetahui berbagai bentuk pelanggaran praktek yang terjadi di Indonesia.
e. Dapat membedakan suatu tindakan dokter yang melanggar Etika atau Hukum
kedokteran, atau melanggar keduanya.
4
BAB II
KATA KUNCI
II.1 Malpraktik Medis
Pokok Bahasan : Malpraktik Medis
II.2 Etika Dokter
Pokok Bahasan : Etika Kedokteran
II.3 Perlawanan dan Pembelaan Hukum
Pokok Bahasan : Perlawanan dan Pembelaan Hukum (Advokasi)
II.4 Bantuan Hukum Almamater
Pokok Bahasan : Bantuan Hukum Almamater
5
BAB III
PROBLEM
NO. KATA KUNCI PERMASALAHAN
1. Malpraktik Apakah arti malpraktik ?
2. Etika Kedokteran Apakah etika kedokteran ?
3. Perlawanan dan Pembelaan
Hukum
1. Apakah langkah perlawanan hukum itu ?
2. Apakah arti pembelaan ?
4. Bantuan Hukum Almamater Apa arti tim Bantuan Hukum Almamater ?
6
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Malpraktik Medis
1. Pengertian Malpraktek
Ada berbagai istilah yang sering digunakan di Indonesia antara lain, malpraktek,
malapraktek, malapraktik, malpraktik dan sebagainya. Akan tetapi, istilah yang benar
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional yang
diterbitkan Balai Pustaka adalah “malapraktik”, sedangkan menurut kamus kedokteran
adalah “malapraktek” (Y.A Triana Ohoiwutun, 2007).
Secara harfiah istilah “malpraktik” artinya praktek yang buruk (bad practice),
praktek yang jelek. Malapraktek adalah praktik kedokteran yang dilakukan salah, tak
tepat, menyalahi Undang-Undang, kode etik (Kamus Kedokteran Indonesia, 2008).
Malpraktek adalah pengobatan suatu penyakit atau perlukaan yang salah kerena
ketidaktahuan, kesembronoan atau kesengajaan criminal (Agus Irianto, 2006).
Istilah malapraktek di dalam hukum kedokteran mengandung arti praktek dokter
yang buruk. (Danny Wiradharma, 2006).
Malpraktek medis menurut WMA (World Medical Association) Tahun 1992
adalah kegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan perawatan yang
menimbulkan cedera pada pasien atau adanya kekurangan ketrampilan atau kelalaian
dalam pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera pada pasien (Kayus
Koyowuan Lewloba, 2008).
Malpraktek medis adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien
atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. (M. Yusuf Hanafiah,
2000).
Malpraktik kedokteran adalah dokter atau tenaga medis yang ada di bawah
perintahnya dengan sengaja atau kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam
praktik kedokteran pada pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar
profesi, standar prosedur, prinsip-prinsip profesional kedokteran atau dengan melanggar
7
hukum (tanpa wewenang) karena tanpa informend consent atau di luar informed consent,
tanpa Surat Izin Praktik atau tanpa Surat Tanda Registrasi, tidak sesuai dengan kebutuhan
medis pasien dengan menimbulkan (casual verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik,
mental atau nyawa pasien sehingga membentuk pertanggungjawaban dokter (Adami
Chazawi, 2007).
2. Unsur-Unsur Malpraktek
Dikemukakan adanya "Three elements of liability" antara lain :
a. Adanya kelalaian yang dapat dipermasalahkan ("culpability");
b. Adanya kerugian ("damages").
c. Adanya hubungan kausal ("causal relationship"). (Van der Mijn, dalam Y.A Triana
Ohoiwutun, 2007).
Perlu diketahui bahwa unsur-unsur tersebut berlaku kumulatif, artinya harus
terpenuhi seluruhnya. Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika :
a. Dokter kurang menguasai IPTEK kedokteran yang umum berlaku di kalangan profesi
kedokteran.
b. Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi.
c. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan yang tidak hati-hati.
d. Melakukan tindak medis yang bertentangan dengan hukum. (M. Jusuf Hanafiah,
2008).
Suatu tindakan medis tidak bertentangan dengan hukum apabila dipenuhi ketiga
syarat berikut :
a. Mempunyai indikasi medis ke arah suatu tujuan perawatan yang kongkrit.
b. Dilakukan menurut ketentuan yang berlaku di dalam ilmu kedokteran.
c. Telah mendapat persetujuan pasien. (Danny Wiradharma, 2006).
Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran,
maka penggugat harus membuktikan 4 (empat) unsur sebagai berikut :
a. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien.
b. Dokter telah melanggar standar pelayanan medis yang lazim dipergunakan.
c. Pengugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
d. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar (M.Jusuf
8
Hanafiah, 2000).
Dalam bidang kedokteran suatu kesalahan kecil dapat menimbulkan akibat berupa
kerugian besar. Pada umumnya masyarakat tidak dapat membedakan mana yang
merupakan kasus pelanggaran etik dan mana yang dikategorikan melanggar hukum.
Tidak semua pelanggaran etik merupakan malpraktek, sedangkan malpraktek sudah pasti
merupakan pelanggaran etik profesi medis. Muncul konsep 4D bertujuan untuk
menjembatani adanya kerugian akibat munculnya kejadian tidak diinginkan tersebut
apakah benar-benar sebagai kejadian tidak dinginkan yang termasuk malpraktek atau
bukan. Konsep 4D terdiri dari duty, derilection of duty, damage, dan direct causation.
a. Duty artinya tugas atau kewajiban yang dimiliki oleh dokter. Artinya dokter memiliki
kewajiban-kewajiban yang muncul asli karena kedokterannya dan juga dokter
memiliki kewajiban akibat dari adanya hubungan dokter dan pasien yaitu kontrak
terapeutik.
b. Derilection of duty artinya dokter menelantarkan tugas yang dibebankan pada
pundaknya. Kewajiban atau tugas tersebut tidak dilaksanakan oleh dokter, padahal
dokter harus menyerahkan prestasinya kepada pasien.
c. Damage artinya kerusakan yang terjadi pada pasien. Kerusakan pada pasien diartikan
sebagai adanya kejadian tidak diinginkan. Kejadian tidak diinginkan tersebut ada
menimbulkan kecurigaan adanya malapraktek.
d. Direct causation, artinya hubungan langsung antara Derilection of duty dan Damage
yaitu adanya penelantaran kewajiban yang dilakukan oleh dokter secara langsung
mengakibatkan adanya kerusakan (Wujoso, 2008).
3. Aspek Hukum Malpraktek
Aspek hukum malpraktek terdiri dari 3 hal, yaitu sebagai berikut :
a. Penyimpangan dari Standar Profesi Medis.
b. Kesalahan yang dilakukan dokter, baik berupa kesengajaan ataupun kelalaian.
c. Akibat yang terjadi disebabkan oleh tindakan medis yang menimbulkan kerugian
materiil atau non materiil maupun fisik atau mental. (Danny Wiradharma, 2006).
9
4. Kategori Malpraktek Medis
Menurut Kasimin (2010), kategori malpraktek medis secara hukum dibagi dalam
3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil
malpractice dan Administrative malpractice.
a. Criminal malpractice, manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana
yakni :
1) Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan
tercela.
2) Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan
(intensional), kecerobohan (re klessness) atau kealpaan (negligence).
Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya melakukan
euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (Pasal 332 KUHP), membuat
surat keterangan palsu (Pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis
(Pasal 299) KUHP.
Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan
tindakan medis tanpa persetujuan pasien. Criminal malpractice yang bersifat
negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau
meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi.
Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat
individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau
kepada rumah sakit/sarana kesehatan.
b. Civil malpractice, apabila tenaga kesehatan tidak melaksanakan kewajiban atau tidak
memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan
yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :
1) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.
2) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat
melakukannya.
3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak
sempurna.
4) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.
10
Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan
dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan
prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung jawab atas kesalahan
yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut
dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.
c. Administrative malpractice, manakala tenaga kesehatan tersebut telah melanggar
hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power,
pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang
kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga kesehatan untuk menjalankan
profesinya (Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga medis.
Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat
dipersalahkan melanggar hukum administrasi.
B. Etika Kedokteran
1. Pengertian Etika
Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku anggota profesi kedokteran
dalam hubungannya dengan klien / pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta
merupakan bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medic
ditinjau dari segi norma-norma / nilai-nilai moral (Yuwono, 2006).
Menurut PSK-FK Muhamadyah Yogyakarta (2006), secara sederhana etika
merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral secara sistematik dan
hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku baik pada masa lampau,
sekarang atau masa mendatang. Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan dan
tindakan yang dilakukan manusia. Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti ’hak’,
’tanggung jawab’, dan ’kebaikan’ dan sifat seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’),
’benar’ dan ’salah’, ’sesuai’ dan ’tidak sesuai’. Menurut dimensi ini, etika terutama
adalah bagaimana mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana
melakukannya (doing). Hubungan keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan
kriteria rasional bagi orang untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu
cara diantara pilihan cara yang lain.
11
2. Aspek Etik Dokter
Pada kode etik kedokteran dan kedokteran gigi secara tersirat tidak tercantum
etika berkomunikasi. Secara tersurat dikatakan setiap dokter dan dokter gigi dituntut
melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi atau
menjalankannya secara optimal. Pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran Pasal 35 disebutkan kompetensi dalam praktik kedokteran antara lain
dalam hal kemampuan mewawancarai pasien.
Peraturan yang mengatur tentang tanggung jawab etik dari seorang dokter adalah
Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik adalah pedoman perilaku dokter. Kode Etik
harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
a. Kode etik harus rasional, tetapi tidak kering dari emosi.
b. Kode etik harus konsisten, tetapi tidak kaku.
c. Kode etik harus bersifat universal.
Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 434/Menkes/SK/X/1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun
dengan mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan landasan idiil
Pancasila dan landasan strukturil Undang Undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran
Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang mencakup kewajiban umum
seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap
sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri. Pelanggaran terhadap butir-butir
Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan
ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum.
Selama ini wawancara terhadap pasien ditekankan pada pengumpulan informasi
dari sisi penyakit (disease) untuk menegakkan diagnosis dan tindakan lebih lanjut.
Informasi sakit dari pasien (illness) kurang diperhatikan. Secara empirik, komunikasi
yang baik dan efektif antara dokter dan pasien sangat membantu kepuasan pasien
terhadap pelayanan medik dan meningkatkan penyembuhan serta kepatuhan pasien
terhadap terapi.
Berdasarkan hal tersebut maka dalam buku yang diterbitkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia pada tahun 2006 yang berjudul Penyelenggaraan Praktik
Kedokteran yang Baik di Indonesia dan buku berjudul Kemitraan dalam Hubungan
12
Dokter-Pasien, diuraikan pentingnya kemampuan berkomunikasi dengan pasien.
Ketidakmampuan dokter untuk melakukan komunikasi yang baik dengan pasien,
sedikitnya melanggar etika profesi kedokteran dan kedokteran gigi serta lebih lanjut dapat
melanggar disiplin kedokteran, apabila ketidakmampuan berkomunikasinya berdampak
pada ketidakmampuan dokter dalam membuat persetujuan tindakan kedokteran dan
rekam medis.
Karena etika berhubungan dengan semua aspek dari tindakan dan keputusan yang
diambil oleh manusia maka etika merupakan bidang kajian yang sangat luas dan
kompleks dengan berbagai cabang dan subdevisi. Fokus dari Buku Panduan ini adalah
etika kedokteran, salah satu cabang dari etika yang berhubungan dengan masalah-
masalah moral yang timbul dalam praktek pengobatan. Etika kedokteran sangat terkait
namun tidak sama dengan bioetika (etika biomedis). Etika kedokteran berfokus terutama
dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan sedangkan bioetika merupakan
subjek yang sangat luas yang berhubungan dengan masalah-maslah moral yang muncul
karena perkembangan dalam ilmu pengetahuan biologis yang lebih umum. Bioetika juga
berbeda dengan etika kedokteran karena tidak memerlukan penerimaan dari nilai
tradisional tertentu dimana hal tersebut merupakan hal yang mendasar dalam etika
kedokteran.
3. Pengertian Profesional
Menurut Siagian (2009) profesionalisme adalah, “Keandalan dan keahlian dalam
pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan
dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan.”
Sedarmayanti (2004) mengungkapkan bahwa, “Profesionalisme adalah suatu
sikap atau keadaan dalam melaksanakan pekerjaan dengan memerlukan keahlian melalui
pendidikan dan pelatihan tertentu dan dilakukan sebagai suatu pekerjaan yang menjadi
sumber penghasilan.”
Atmosoeprapto dalam Kurniawan (2005), menyatakan bahwa, “Profesionalisme
merupakan cermin dari kemampuan (competensi), yaitu memiliki pengetahuan
(knowledge), keterampilan (skill), bisa melakukan (ability) ditunjang dengan pengalaman
(experience) yang tidak mungkin muncul tiba-tiba tanpa melalui perjalanan waktu.”
13
Profesionalisme menurut Dwiyanto (2011) adalah, “Paham atau keyakinan bahwa
sikap dan tindakan aparatur dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan
pelayanan selalu didasarkan pada ilmu pengetahuan dan nilai-nilai profesi aparatur yang
mengutamakan kepentingan publik.”
4. Sikap Profesional Dokter
Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan
tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai
peran dan fungsinya; mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian
tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-self); dan mampu
menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi
kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam proses komunikasi dokter-pasien,
sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya pada
dokter, yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif
(Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal
konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi. Contoh sikap
dokter ketika menerima pasien:
a. Menyilakan masuk dan mengucapkan salam.
b. Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.
c. Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu, menganggap
penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).
d. Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum, spesialis,
dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh kembang, dan lain-
lain).
e. Menilai suasana hati lawan bicara
f. Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh) pasien
g. Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
h. Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak
perlu.
14
i. Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.
j. Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau pengambilan
keputusan.
k. Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
l. Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah pihak.
m. Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.
C. Perlawanan dan Pembelaan Hukum
1. Pengertian Perlawanan
Secara umum istilah verzet diartikan perlawanan. Perlawanan merupakan upaya
hukum terhadap putusan. Verzet tergolong upaya hukum biasa yang sifatnya
menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Selain verzet yang termasuk upaya
hukum biasa adalah banding dan kasasi.
Lebih khusus lagi, istilah verzet dalam Hukum Acara Perdata merupakan suatu
upaya hukum terhadap putusan verstek (putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya
Tergugat). Untuk menjatuhkan putusan verstek, Hakim harus memperhatikan ketentuan
pasal 125 HIR terlebih dahulu.
Sedangkan yang dimaksud derden verzet adalah perlawanan (dari) pihak ketiga.
Memang pada azasnya putusan pengadilan hanya mengikat para pihak yang berperkara
dan tidak mengikat pihak ketiga. Namun tidak tertutup kemungkinan ada pihak ketiga
yang dirugikan oleh suatu putusan pengadilan. Terhadap putusan tersebut, pihak yang
dirugikan dapat mengajukan perlawanan (derden verzet) ke Hakim Pengadilan Negeri
yang memutus perkara tersebut.
Caranya, pihak ketiga yang dirugikan menggugat para pihak yang berperkara
(pasal 379 Rv). Apabila perlawanan tersebut dikabulkan maka terhadap putusan yang
merugikan pihak ketiga tersebut haruslah diperbaiki (pasal 382 Rv). Terhadap putusan
perlawanan yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri, dapat diajukan upaya hukum
banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
15
2. Pengetian Advokat
Banyak orang masih menganggap bahwa advokasi merupakan kerja-kerja
pembelaan hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan
pekerjaan yang berkaitan dengan praktek beracara di pengadilan. Pandangan ini
kemudian melahirkan pengertian yang sempit terhadap apa yang disebut sebagai
advokasi. Seolah-olah, advokasi merupakan urusan sekaligus monopoli dari organisasi
yang berkaitan dengan ilmu dan praktek hukum semata.
Pandangan semacam itu bukan selamanya keliru, tapi juga tidak sepenuhnya
benar. Mungkin pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat
dari padanan kata advokasi itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat yang tak lain
memang berarti pengacara hukum atau pembela. Namun kalau kita mau mengacu pada
kata advocate dalam pengertian bahasa Inggris, maka pengertian advokasi akan menjadi
lebih luas.
Istilah advokasi merujuk kepada dua pengertian, yaitu, pertama, pekerjaan atau
profesi dari seorang advokat, dan kedua, perbuatan atau tindakan pembelaan untuk atau
secara aktif mendukung suatu maksud. Pengertian pertama berkaitan dengan pekerjaan
seorang advokat dalam membela seorang kliennya dalam proses peradilan untuk
mendapatkan keadilan. Pengertian advokasi yang pertama ini lebih bersifat khusus
sedangkan pengertian kedua lebih bersifat umum karena berhubungan dengan pembelaan
secara umum, memperjuangkan tujuan atau maksud tertentu. Dalam konteks advokasi
untuk memengaruhi kebijakan publik, pengertian advokasi yang kedua mungkin yang
lebih tepat karena obyek yang di advokasi adalah sebuah kebijakan yang berkaitan
dengan kepentingan publik atau kepentingan anggota masyarakat. Berbicara advokasi,
sebenarnya tidak ada definisi yang baku. Pengertian advokasi selalu berubah-ubah
sepanjang waktu tergantung pada keadaan, kekuasaan, dan politik pada suatu kawasan
tertentu. Advokasi sendiri dari segi bahasa adalah pembelaan. Setidaknya ada beberapa
pengertian dan penjelasan terkait dengan definisi advokasi, yaitu: Usaha-usaha
terorganisir untuk membawa perubahan-perubahan secara sistematis dalam menyikapi
suatu kebijakan, regulasi, atau pelaksanaannya (Meuthia Ganier, 2008).
16
Advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk
membuat para penguasa bertanggung jawab menyangkut peningkatan keterampilan serta
pengertian rakyat tentang bagaimana kekuasaan itu bekerja.
D. Bantuan Hukum Almamater
1. Pengertian Bantuan Hukum
Istilah bantuan hukum merupakan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Masyarakat baru
mengenal dan mendengarnya pada sekitar tahun 1970-an. Aliran lembaga bantuan hukum
yang berkembang di negara Indonesia pada hakikatnya tidak luput dari arus
perkembangan bantuan hukum yang terdapat pada negara-negara yang sudah maju.
Sebelum membahas pengertian bantuan hukum, harus diketahui terlebih dahulu apa yang
dimaksud dengan hukum. Berbicara tentang batasan pengertian hukum, hingga saat ini
para ahli bantuan hukum belum menemukan batasan yang baku dan memuaskan banyak
pihak. Berbagai batasan pengertian hukum tersebut antara lain :
a. J. Van Kan
Mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang
bersifat memaksa yang melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
b. Prof. Dr. Borst
Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia dalam
bermasyarakat yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan untuk
mendapatkan tata tertib keadilan.
c. Prof. Paul Scholten
Pengertian hukum tidak mungkin dibuat dalam satu kalimat dan tergantung kedudukan
manusia dalam masyarakat.
d. Mr. T. Kirch
Hukum menyangkut unsur penguasa, unsur kewajiban, unsur kelakuan dan perbuatan
manusia.
e. Dr. E. Utrecht
Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup tata tertib dalam suatu masyarakat
dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat. Selain itu, menurut Punardi
Purbacaraka dan Soerjono Soekanto hokum mempunyai arti antara lain :
17
1) Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara
sistematis atas kekuatan pemikiran.
2) Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-
gejala yang dihadapi.
3) Hukum sebagai kaedah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau
keperilakuan yang pantas atau diharapkan.
4) Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat dan kaedah-
kaedah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk
tertulis.
5) Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang
berhubungan erat dengan penegkan hukum (law-enforment officer).
6) Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni proses diskreasi.
7) Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara
unsur-unsur pokok dalam sistem kenegaran.
8) Hukum sebagai sikap tindak atau keperikelakuan yang teratur, yaitu keperilakuan
yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai
kedamaian.
9) Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak
tentang apa yang baik dan buruk.
Memberikan definisi atau pengertian dari bentukan hukum dan system hukum Indonesia
bukanlah hal yang mudah. Hal ini dikarenakan tidak ada suatu undang-undang atau
peraturan yang secara spesifik memberikan definisi atau pengertian mengenai bantuan
hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyinggung sedikit
tentang bantuan hukum, namun hal mengenai bantuan hukum yang diatur dalam KUHAP
tersebut hanya mengenai kondisi untuk mendapatkan bantuan hukum dan tidak
memaparkan secara jelas apa yang dimaksud dengan bantuan hukum itu sendiri. Tidak
terdapatnya rumusan pengertian bantuan hukum secara jelas, maka perlu dirumuskan
konsep tentang pengertian bantuan hukum. Pada dasarnya, baik Eropa maupun di
Amerika, terdapat dua model (sistem) bantuan hukum, yaitu :
a. Ajuridicial Right (model yuridis-individual)
18
Model A Juridicial Right menekankan pada sifat individualistis. Sifat individualistis
ini maksudnya adalah setiap orang akan selalu mendapat hak untuk memperoleh
bantuan hukum. Pada model yuridis individual masih terdapat ciri-ciri pola klasik dari
bantuan hukum, artinya permintaan akan bantuan hukum atau perlindungan hukum
tergantung pada warga masyarakat yang memerlukannya. Warga masyarakat yang
memerlukan bantuan hokum menemui pengacara, dan pengacara akan memperoleh
imbalan atas jasa-jasa yang diberikan kepada negara. Jadi, bilamana seseorang tidak
mampu, maka seseorang itu akan mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma
(prodeo).
b. A Welfare Right (model kesejahteraan)
Sistem hukum di Amerika Serikat agak berbeda. Bantuan hukum di Amerika Serikat
berada dibawah pengaturan criminal justice act dan economic opportunity act. Kedua
peraturan tersebut mengarahkan bantuan hukum sebagai alat untuk mendapatkan
keadilan bagi seluruh rakyat, terutama bagi mereka yang tidak mampu. Bila melihat
kedua model bantuan hukum tersebut, dapat diambil kesimpulan, dimana di satu
pihak bantuan hukum dapat dilihat sebagai suatu hak yang diberikan kepada warga
masyarakat untuk melindungi kepentingankepentingan individual dan di lain pihak
sebagai suatu hak akan kesejahteraan yang menjadi bagian dari kerangka
perlindungan sosial yang diberikan suatu negara kesejahteraan. Kedua model bantuan
hukum tersebut kemudian menjadi model dasar beberapa pengertian tentang bantuan
hukum yang berkembang di dunia barat pada umumnya. Pengertian bantuan hukum
mempunyai ciri dalam istilah yang berbeda, yaitu :
1) Legal aid. Bantuan hukum, sistem nasional yang diatur secara lokal dimana
bantuan hukum ditunjukan bagi mereka yang kurang keuangannya dan tidak
mampu membayar penasehat hukum pribadi. Dari pengertian ini jelas bahwa
bantuan hukum yang dapat membantu mereka yang tidak mampu menyewa jasa
penasehat hukum. Jadi Legal aid berarti pemberian jasa di bidang hukum kepada
seseorang yang terlibat dalam suatu kasus atau perkara dimana dalam hal ini :
a) Pemberian jasa bantuan hukum dilakukan dengan cuma-cuma;
b) Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak
mampu dalam lapisan masyarakat miskin;
19
c) Degan demikian motivasi utama dalam konsep legal aid adalah menegakkan
hukum dengan jalan berbeda kepentingan dan hak asasi rakyat kecil yang
tidak punya dan buta hukum.
2) Legal assistance. Pengertian legal assistance menjelaskan makna dan tujuan dari
bantuan hukum lebih luas dari legal aid. Legal assistance lebih memaparkan
profesi dari penasehat hukum sebagai ahli hukum, sehingga dalam pengertian itu
sebagai ahli hukum, legal assistance dapat menyediakan jasa bantuan hukum
untuk siapa saja tanpa terkecuali. Artinya, keahlian seorang ahli hukum dalam
memberikan bantuan hukum tersebut tidak terbatas pada masyarakat miskin saja,
tetapi juga bagi yang mampu membayar prestasi. Bagi sementara orang kata legal
aid selalu harus dihubungkan dengan orang miskin yang tidak mampu membayar
advokat, tetapi bagi sementara orang kata legal aid ini ditafsirkan sama dengan
legal assistance yang biasanya punya konotasi pelayanan hukum atau jasa hukum
dari masyarakat advokat kepada masyarakat mampu dan tidak mampu. Tafsiran
umum yang dianut belakangan ini adalah legal aid sebagai bantuan hukum
kepada masyarakat tidak mampu.
3) Legal Service. Clarence J. Diaz memperkenalkan pula istilah “legal service”4.
Pada umumnya kebanyakan lebih cendrung memberi pengertian yang lebih luas
kepada konsep dan makna legal service dibandingkan dengan konsep dan tujuan
legal aid atau legal assistance. Bila diterjemahkan secara bebas, arti dari legal
service adalah pelayanan hukum, sehingga dalam pengertian legal service,
bantuan hukum yang dimaksud sebagai gejala bentuk pemberian pelayanan oleh
kaum profesi hukum kepada khalayak di dalam masyarakat dengan maksud untuk
menjamin agar tidak ada seorang pun di dalam masyarakat yang terampas haknya
untuk memperoleh nasehat-nasehat hukum yang diperlukannya hanya oleh karena
sebab tidak dimilikinya sumber daya finansial yang cukup. Istilah legal service ini
merupakan langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar operasi sistem
hukum di dalam kenyataan tidak akan menajdi diskriminatif sebagai adanya
perbedaan tingkat penghasilan, kekayaan dan sumber-sumber lainnya yang
dikuasai individu-individu di dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada konsep
dan ide legal service yang terkandung makna dan tujuan sebagai berikut :
20
a) Memberi bantuan kepada anggota masyarakat yang operasionalnya bertujuan
menghapuskan kenyataan-kenyataan diskriminatif dalam penegakan dan
pemberian jasa bantuan antara rakyat miskin yang berpenghasilan kecil
dengan masyarakat kaya yang menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan.
b) Dengan pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang
memerlukan, dapat diwujudkan kebenaran hokum itu sendiri oleh aparat
penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang dibenarkan hukum
bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dan miskin.
c) Di samping untuk menegakkan hukum dan penghormatan kepada yang di
berikan hukum kepada setiap orang, legal service di dalam operasionalnya,
lebih cendrung untuk menyelesaikan setiap persengketaan dengan jalan
menempuh cara perdamaian.
Pelaksanaan di Indonesia, dalam kenyataan sehari-hari jarang sekali membedakan
ketiga istilah tersebut, dan memang tampak sangat sulit memilih istilah bahasa
hukum Indonesia bagi bentuk bantuan hukum di atas, baik di kalangan profesi
hukum dan praktisi hukum, dan apalagi masyarakat yang awam hanya
mempergunakan istilah “bantuan hukum”. Tidak adanya definisi yang jelas
mengenai bantuan hukum, membuat kalangan profesi hukum mencoba membuat
dasar dari pengertian bantuan hukum.
2. Fungsi dan Tujuan dari Pemberian Bantuan Hukum
Arti dan tujuan program bantuan hukum berbeda-beda dan berubah-ubah, bukan saja dari
suatu negara ke negara lainnya, melainkan juga dari satu zaman ke zaman lainnya, suatu
penelitian yang mendalam tentang sejarah pertumbuhan program bantuan hukum telah
dilakukan oleh Dr. Mauro Cappeleti, dari penelitian tersebut ternyata program bantuan
hukum kepada masyarakat miskin telah dimulai sejak zaman Romawi. Dari penelitian
tersebut, dinyatakan bahwa tiap zaman arti dan tujuan pemberian bantuan hukum kepada
masyarakat yang tidak mampu erat hubungannya dengan nilai-nilai moral, pandangan
politik dan falsafah hukum yang berlaku.
Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa banyak faktor yang turut berperan
dalam menentukan apa yang sebenarnya menjadi tujuan dari pada suatu program bantuan
21
hukum itu sehingga untuk mengetahui secara jelas apa sebenarnya yang menjadi tujuan
daripada suatu program bantuan hukum perlu diketahui bagaimana cita-cita moral yang
menguasai suatu masyarakat, bagaimana kemauan politik yang dianut, serta falsafah
hukum yang melandasinya. Misalnya saja pada zaman Romawi pemberian bantuan
hukum oleh patron hanyalah didorong motivasi mendapatkan pengaruh dari rakyat. Pada
zaman abad pertengahan masalah bantuan hukum ini mendapat motivasi baru sebagai
akibat pengaruh agama Kristen, yaitu keinginan untuk berlomba-lomba memberikan
derma (charity) dalam bentuk membantu masyarakat miskin. Sejak revolusi Perancis dan
Amerika sampai zaman modern sekarang ini, motivasi pemberian bantuan hukum bukan
hanya charity atau rasa prikemanusiaan kepada orangorang yang tidak mampu,
melainkan telah menimbulkan aspek “hak-hak politik” atau hak warga negara yang
berlandaskan kepada konsitusi modern.
Perkembangan mutakhir, konsep bantuan hukum kini dihubungkan dengan cita-cita
negara kesejahteraan (welfare state) sehingga hampir setiap pemerintah dewasa ini
membantu program bantuan hukum di negara-negara berkembang khususnya Asia. Arti
dan tujuan program bantuan hukum di Indonesia adalah sebagimana tercantum dalam
anggaran dasar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) karena Lembaga Bantuan Hukum
(LBH) mempunyai tujuan dan ruang lingkup kegiatan yang lebih luas dan lebih jelas
arahannya sebagai berikut:
a. Memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya.
b. Membidik masyarakat dengan tujuan membutuhkan dan membina kesadaran akan
hak-hak sebagai subjek hukum.
c. Mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan hokum disegala
bidang.
Melihat tujuan dari suatu bantuan hukum sebagaimana yang terdapat dalam Anggaran
Desar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) tersebut diketahui kalau tujuan dari bantuan
hukum tidak lagi didasarkan semata-mata pada perasaan amal dan prikemanusiaan untuk
memberikan pelayanan hukum. Sebaliknya pengertian lebih luas, yaitu meningkatkan
kesadaran hukum daripada masyarakat sehingga mereka akan menyadari hak-hak mereka
sebagai manusia dan warga Negara Indonesia. Bantuan hukum juga berarti berusaha
melaksanakan perbaikan-perbaikan hukum agar hukum dapat memenuhi kebutuhan
22
rakyat dan mengikuti perubahan keadaan meskipun motivasi atau rasional daripada
pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu berbeda-beda dari zaman ke
zaman, namun ada satu hal yang kiranya tidak berubah sehingga menrupakan satu tujuan
yang sama, yaitu dasar kemanusiaan (humanity).
Adapun tujuan Program Bantuan Hukum yaitu berkaitan dengan aspek-aspek seperti
berikut :
a. Aspek Kemanusiaan
Tujuan dari program bantuan hukum ini adalah untuk meringankan beban (biaya)
hukum yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak mampu di depan pengadilan,
dengan demikian, ketika masyarakat golongan tidak mampu berhadapan dengan
proses hukum di pengadilan, mereka tetap memperoleh kesempatan untuk
memperoleh pembelaan dan perlindungan hukum.
b. Peningkatan Kesadaran Hukum
Tujuan aspek kesadaran hukum, diharapkan bahwa program bantuan hukum ini akan
memacu tingkat kesadaran hukum masyarakat ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
Dengan demikian, apresiasi masyarakat terdapat hukum akan tampil melalui sikap
dan perbuatan yang mencerminkan hak dan kewajiban secara hukum.
3. Dasar Pemberian Bantuan Hukum
Hak memperoleh bantuan hukum bagi setiap orang yang tersangkut suatu perkara
merupakan salah satu hak asasi manusia. Hak dalam memperoleh bantuan hukum itu
sendiri perlu mendapat jaminan dalam pelaksanaannya. Program pemberian bantuan
hukum kepada masyarakat tidak mampu dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan
tersebut di bawah ini:
a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) :
1) Pasal 56 ayat (1) yang menyatakan bahwa: Dalam hal tersangka atau terdakwa
disangka atau didakwa melakukan tindak pidana mati atau ancaman pidana lima
belas (15) tahun atau lebih bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan
pidana lima (5) tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri,
23
pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses
peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka.
2) Pasal 56 ayat (2) yang menyatakan bahwa: Setiap penasehat hukum yang
ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan
bantuan dengan cuma-cuma.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) Pasal 237 HIR/273 RBG
yang menyatakan bahwa : Barang siapa yang hendak berpekara baik sebagai
penggugat maupun sebagai tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya,
dapat memperoleh izin untuk berpekara dengan Cuma-Cuma.
c. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum Secara cuma-cuma.
e. Intruksi Menteri Kehakiman RI No. M 01-UM.08.10 Tahun 2006, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu
Melalui Lembaga Bantuan Hukum.
f. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 03-UM.06.02 Tahun 1999 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu
Melalui Pengadilan Negeri dan Peradilan Tata Usaha Negara.
g. Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha
Negara No. D.Um.08.10.10 tanggal 12 Mei 1998 tentang JUKLAK Pelaksanaan
Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Yang Kurang Mampu melalui Lembaga
Bantuan Hukum (LBH).
24
BAB V
PEMBAHASAN
A. Malpraktik Medis
1. Apakah Arti Malpraktik?
Malpraktek medis menurut WMA (World Medical Association) Tahun 1992
adalah kegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan perawatan yang
menimbulkan cedera pada pasien atau adanya kekurangan ketrampilan atau kelalaian
dalam pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera pada pasien (Kayus
Koyowuan Lewloba, 2008).
Malpraktek medis adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien
atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. (M. Yusuf Hanafiah,
2000).
Malpraktik kedokteran adalah dokter atau tenaga medis yang ada di bawah
perintahnya dengan sengaja atau kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam
praktik kedokteran pada pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar
profesi, standar prosedur, prinsip-prinsip profesional kedokteran atau dengan melanggar
hukum (tanpa wewenang) karena tanpa informend consent atau di luar informed consent,
tanpa Surat Izin Praktik atau tanpa Surat Tanda Registrasi, tidak sesuai dengan kebutuhan
medis pasien dengan menimbulkan (casual verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik,
mental atau nyawa pasien sehingga membentuk pertanggungjawaban dokter (Adami
Chazawi, 2007).
a. Permasalahan di scenario sesuai dengan kata kunci.
Apakah tindakan Dokter B termasuk kedalam malpraktik?
b. Pemecahan Masalah
Dengan masalah yang dihadapi dokter B maka Dokter B seharusnya mengikuti kode
etik kedokteran. Karena tindakan operasi hendaknya dilakukan di tempat yang standar
sesuai prosedur pelaksanaan. Hendaknya dokter B harus:
25
1) Melakukan praktik sesuai dengan kode etik.
2) Tidak melanggar standar pelayanan medis yang lazim dipergunakan.
3) Klien menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.
4) Tidak melakukan tindakan di bawah standar profesi.
c. Tujuan Pembahasan
Dokter B merupakan seorang dokter umum yang seharusnya dapat melakukan
tindakan sesuai dengan standar profesinya.
d. Hipotesa
Dari cuplikan scenario maka dapat disimpulkan bahwa tidak selamanya sesuatu hal
yang kita jalani selalu mudah jika kita tidak selalu mentaati aturan-aturan yang
berlaku. Sehingga sikap dokter B termasuk menyalahi kode etik profesi kedokteran.
B. Etika Kedokteran
1. Apakah Etika Kedokteran?
Secara sederhana etika merupakankajian mengenai moralitas - refleksi terhadap
moral secara sistematik dan hati-hati dananalisis terhadap keputusan moral dan perilaku
baik pada masa lampau, sekarang atau masamendatang. Etika lebih ditekankan kepada
sisi tata krama dan memandang aspek hak dan kewajiban dari interaksi antara dokter
dengan pasien.
Seorang dokter hendaknya dapat melaksanakan tindakan secara professional dan
sesuai dengan etika kedokteran. Untuk menjadi tenaga kesehatan yang professional dan
sesuai dengan etika profesi.
a. Permasalahan di skenario sesuai dengan kata kunci.
Apakah Langkah Dokter B Beretika?
b. Pemecahan Masalah
Langkah yang dilakukan Dokter B termasuk menyalahi kode etik kedokteran karena
melakukan tugas dibawah standar profesi. Dokter B sebagai seorang yang
professional menjalankan tugas seharusnya tidak melakukan tindakan snediri dengan
alasan kemanusian, karena tindakan yang dilakukan dapat merugikan pasien.
26
c. Tujuan Pembahasan
Dari kesalahan yang dilakukan Dokter B maka ia perlu membenahi diri dan
memerlukan waktu untuk memikirkan tindakan yang telah dilakukannya selama ini.
Karena jika pasien dalam kondisi gawat maka seharusnya dapat dirujuk ke pusat
pelayanan kesehatan seperti rumah sakit setempat.
d. Hipotesa
Dari skenario diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hidup merupakan suatu
pilihan, yaitu memilih hal yang positif dan negative. Dokter B harusnya memikirkan
keselamatan profesinya dan pasiennya.
2. Apakah langkah Dokter B Menyalahi Hukum Kedokteran Republik Indonesia?
Langkah yang dilakukan Dokter B jelas menyalahi hokum kedokteran karena
tindakananya termasuk malpraktik. Tindakan yang dilakukan dibawah standar prosedur
dan dibawah standar profesi dapat digolongkan malpraktik.
Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 434/Menkes/SK/X/1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun
dengan mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan landasan idiil
Pancasila dan landasan strukturil Undang Undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran
Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang mencakup kewajiban umum
seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap
sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri. Pelanggaran terhadap butir-butir
Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan
ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum.
a. Permasalahan di skenario sesuai dengan kata kunci.
Mengapa Tindakan Dokter B Menyalahi Hukum Kedokteran Indonesia?
b. Pemecahan Masalah
Dokter B hendaknya melakukan tindakan sesuai Dengan:
1) Standar Profesi Medis.
2) Tidak melakukan Kesalahan yang dilakukan dokter, baik berupa kesengajaan
ataupun kelalaian.
27
3) Tidak mengakibatkan tindakan medis yang menimbulkan kerugian materiil atau
non materiil maupun fisik atau mental
c. Tujuan Pembahasan
Dari kesalahan yang dilakukan Dokter B maka ia perlu membenahi diri dan
memperhatikan aspek legal jasa pelayanan sesuai standar profesi.
d. Hipotesa
Dari skenario diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan praktik
dokter tidak sepenuhnya dapat melaksanakan tindakan medis yang diluar
kewenangan dokter umum untuk melakukan tindakan medis.
C. Perlawanan dan Pembelaan Hukum
Apakah Langkah perlawanan hukum itu?
Secara umum istilah verzet diartikan perlawanan. Perlawanan merupakan upaya
hukum terhadap putusan. Verzet tergolong upaya hukum biasa yang sifatnya
menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Selain verzet yang termasuk upaya
hukum biasa adalah banding dan kasasi.
Apakah arti pembelaan?
Istilah advokasi merujuk kepada dua pengertian, yaitu, pertama, pekerjaan atau
profesi dari seorang advokat, dan kedua, perbuatan atau tindakan pembelaan untuk atau
secara aktif mendukung suatu maksud. Pengertian pertama berkaitan dengan pekerjaan
seorang advokat dalam membela seorang kliennya dalam proses peradilan untuk
mendapatkan keadilan. Pengertian advokasi yang pertama ini lebih bersifat khusus
sedangkan pengertian kedua lebih bersifat umum karena berhubungan dengan pembelaan
secara umum, memperjuangkan tujuan atau maksud tertentu. Dalam konteks advokasi
untuk memengaruhi kebijakan publik, pengertian advokasi yang kedua mungkin yang
lebih tepat karena obyek yang di advokasi adalah sebuah kebijakan yang berkaitan
dengan kepentingan publik atau kepentingan anggota masyarakat. Berbicara advokasi,
sebenarnya tidak ada definisi yang baku. Pengertian advokasi selalu berubah-ubah
sepanjang waktu tergantung pada keadaan, kekuasaan, dan politik pada suatu kawasan
tertentu. Advokasi sendiri dari segi bahasa adalah pembelaan. Setidaknya ada beberapa
28
pengertian dan penjelasan terkait dengan definisi advokasi, yaitu: Usaha-usaha
terorganisir untuk membawa perubahan-perubahan secara sistematis dalam menyikapi
suatu kebijakan, regulasi, atau pelaksanaannya (Meuthia Ganier, 2008).
a. Permasalahan di skenario sesuai dengan kata kunci.
Bagaimanakah langkah perlawanan hukum yang dilakukan Dokter B?
b. Pemecahan Masalah
Dokter B memiliki hak suntuk melakukan perlawanan hukum dengan ketentuan:
1) Mengenai hak untuk memperoleh bantuan hukum terdapat dalam Pasal- Pasal
54,55, 56, 57, 58, 59, 60 dan 114 KUHAP. Di dalam pasal-pasal tersebut secara
tegas memberikan jaminan tentang hak bantuan hukum, oleh karena itu ketentuan
tersebut harus dapat dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang bersangkutan
pada setiap tingkat pemeriksaan.
2) Waktu pemberian bantuan hukum terdapat dalam Pasal 69 dan 70 (ayat 1).
Menurut ketentuan pasal tersebut bahwa bantuan hukum kepada seseorang yang
tersangkut suatu perkara pidana sudah dapat diberikan bantuan hukum seak saat
ditangkap dan ditahan, penasehat hukum dapat berhubungan dan berbicara
dengan tersangka atau terdakwa pada setiap waktu dan setiap tingkat
pemeriksaan.
3) Pengawasan pelaksanaan bantuan hukum diatur dalam Pasal 70 ayat (2), ayat (3),
ayat (4), dan pasal 71, dalam ketentuan ini dimaksudkan agar penasehat hukum
benar-benar memanfaatkan hubungan dengan tersangka untuk kepentingan
daripada pemeriksaan, bukan untuk menyalahgunakan haknya, sehingga dapat
menimbulkan kesulitan dalam pemeriksaan.
c. Tujuan Pembahasan
Dari kesalahan yang dilakukan Dokter B maka ia perlu mengetahui pelawanan
hukum yang dapat dilakukannya dan bagaimana proses hukum kedokteran agar
dokter B memahami tindakan yang bertentangan dengan hukum kedokteran dan kode
etik.
29
d. Hipotesa
Dari skenario diatas maka dapat ditarik kesimpulan tindakan diluar kode etik dan
berterntangan dengan hukum kedokteran mengakibatkan hukum pidana.
D. Bantuan Hukum Almamater
1. Apakah Arti Bantuan Hukum Almamater?
Istilah bantuan hukum merupakan hal yang baru bagi bangsa Indonesia.
Masyarakat baru mengenal dan mendengarnya pada sekitar tahun 1970-an. Aliran
lembaga bantuan hukum yang berkembang di negara Indonesia pada hakikatnya tidak
luput dari arus perkembangan bantuan hukum yang terdapat pada negara-negara yang
sudah maju. Sebelum membahas pengertian bantuan hukum, harus diketahui terlebih
dahulu apa yang dimaksud dengan hukum. Berbicara tentang batasan pengertian hukum,
hingga saat ini para ahli bantuan hukum belum menemukan batasan yang baku dan
memuaskan banyak pihak.
a. Permasalahan di skenario sesuai dengan kata kunci.
Bagaimanakan Bantuan Hukum Yang Diperoleh Dokter B Dari Almamaternya?
b. Pemecahan Masalah
Dokter B mendapat bantuan hukum dengan ketentuan:
1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) :
a) Pasal 56 ayat (1) yang menyatakan bahwa: Dalam hal tersangka atau
terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana mati atau ancaman
pidana lima belas (15) tahun atau lebih bagi mereka yang tidak mampu yang
diancam dengan pidana lima (5) tahun atau lebih yang tidak mempunyai
penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi
mereka.
b) Pasal 56 ayat (2) yang menyatakan bahwa : Setiap penasehat hukum yang
ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan
bantuan dengan cuma-cuma.
30
2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) Pasal 237 HIR/273
RBG yang menyatakan bahwa: Barang siapa yang hendak berpekara baik sebagai
penggugat maupun sebagai tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya,
dapat memperoleh izin untuk berpekara dengan Cuma-Cuma.
3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara
Pemberian Bantuan Hukum Secara cuma-cuma.
5) Intruksi Menteri Kehakiman RI No. M 01-UM.08.10 Tahun 2006, tentang
Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang
Mampu Melalui Lembaga Bantuan Hukum.
6) Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 03-UM.06.02 Tahun 1999 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang
Mampu Melalui Pengadilan Negeri dan Peradilan Tata Usaha Negara.
7) Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha
Negara No. D.Um.08.10.10 tanggal 12 Mei 1998 tentang JUKLAK Pelaksanaan
Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Yang Kurang Mampu melalui
Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
c) Tujuan Pembahasan
Hendaknya dokter B memahami prosedur hukum yang dilewatinya dan hak serta
kewajibannya selama menjalani proses hukum.
d) Hipotesa
Dari skenario diatas maka dapat ditarik kesimpulan setiap orang berhak mendapat
bantuan hukum dan termasuk dokter B.
31
BAB VI
PENUTUP
Jadi, melalui simpulan-simpulan sementara atau hipotesis diatas, kami menyimpulkan
secara keseluruhan. Bahwa, Etika dan Hukum Kedokteran Republik Indonesia itu haruslah
dilandasi dengan kata kunci-kata kunci yang terdapat pada skenario 4. Yang setiap kata kuncinya
saling menyatu satu sama lain. Yakni; malpraktik medis dengan Etika Kedokteran merupakan
bagian dari pembahasan dan pembelajaran Etika dan Hukum Kedokteran Republik Indonesia.
Dari adanya malpraktik medis dan etika kedokteran yang buruk, maka timbulah kegiatan yang
disebut perlawanan dan pembelaan hukum dari pasien maupun dokter dan bantuan hukum
almamater.
32
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Sunggono dan Aries Harianto.(2004).Bantuan Hukum dan Hak Asasi
Manusia. Bandung : CV. Mandar Maju,
Buyung Nasution,Adnan.(2000). Bantuan Hukum di Indonesia.Jakarta :LP3ES.
Harahap,M. Yahya.(2006). Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP
Peyidikan dan Penuntutan. Jakarta : Sinar Grafika.
Harahap,M. Yahya.(2008).Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, DanPeninjauan Kembali. Jakarta :
Sinar Grafika.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien. Jakarta: KKI.
Koontz & Weihrich. 1988. Management, 9th ed, Mc Graw Hill Inc, Singapore, pp.461 - 465
Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto.(2003).Sendi-Sendi Ilmu Hukumdan Tata
Hukum.Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
Soerjono Soekanto.(1983). Bantuan Hukum Suatu Jaminan Tinjauan Sosio Yuridis.Jakarta :
Ghalia Indonesia.
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.
Yuwono , Ismantoro Dwi,S.H. (2006). Memahami Berbagai Etika Profesi & Pekerjaan.
Yogyakarta : Pustaka Yustisia.
33