BAB I

51
BAB I PENDAHULUAN I.1 Skenario Dokter B adalah dokter umum yang berpraktek di lingkungan terpencil. Prakteknya selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat, saat berpraktek DokterB sering melakukan tindakan operasi dengan alasan darurat-kemanusiaan yaitu menolong jiwa pasiennya itu. Hal ini berlangsung lama dan nama Dokter B semakin terkenal sehingga terendus oleh aparat kepolisian setempat. Suatu saat dilakukan operasi persalinan dan berdampak kematian pada ibu dan janin, peristiwa ini berlanjut ke jalur hukum. Dokter B ditahan oleh aparat kepolisian dengan tuduhal malpraktek dan prakteknya ditutup. Peristiwa ini tersampaikan pada almamaternya, serta merta pihak almamater mengirimkan Tim Bantuan Hukum ke wilayah kejadian perkara tersebut. Terjadilah perlawanan hukum terhadap kasus dokter B oleh pembelaan tim Bantuan Hukum, diperoleh penangguhan penahanan kepolisian, sehingga Dokter B dilepas dan dapat berpraktek kembali, sementara proses hokum berlanjut terus. Apakah arti malpraktek? Apakah langkah Dokter B beretika? Apakah langkah Dokter B melanggar Hukum Kedokteran Republik Indonesia? 1

description

etika kedokteran

Transcript of BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Skenario

Dokter B adalah dokter umum yang berpraktek di lingkungan terpencil. Prakteknya selalu

ramai dikunjungi oleh masyarakat, saat berpraktek DokterB sering melakukan tindakan

operasi dengan alasan darurat-kemanusiaan yaitu menolong jiwa pasiennya itu. Hal ini

berlangsung lama dan nama Dokter B semakin terkenal sehingga terendus oleh aparat

kepolisian setempat. Suatu saat dilakukan operasi persalinan dan berdampak kematian pada

ibu dan janin, peristiwa ini berlanjut ke jalur hukum. Dokter B ditahan oleh aparat kepolisian

dengan tuduhal malpraktek dan prakteknya ditutup.

Peristiwa ini tersampaikan pada almamaternya, serta merta pihak almamater

mengirimkan Tim Bantuan Hukum ke wilayah kejadian perkara tersebut. Terjadilah

perlawanan hukum terhadap kasus dokter B oleh pembelaan tim Bantuan Hukum, diperoleh

penangguhan penahanan kepolisian, sehingga Dokter B dilepas dan dapat berpraktek

kembali, sementara proses hokum berlanjut terus.

Apakah arti malpraktek?

Apakah langkah Dokter B beretika?

Apakah langkah Dokter B melanggar Hukum Kedokteran Republik Indonesia?

Apakah langkah perlawanan hukum itu?

Apakah arti pembelaan?

Apakah artu tim Bantuan Hukum Almamater?

I.2 Latar Belakang

Hukum pada umumnya diartikan sebagai keseluruhan kumpulan-kumpulan peraturan-

peraturan tertulis atau kaidah-kaidah dalam suatu masyarakat sebagai susunan sosial,

keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama yang dapat

dipaksakan pelaksanaannya dengan memberikan sanksi bila dilanggar. Tujuan pokok dari

hukum ialah menciptakan suatu tatanan hidup dalam masyarakat yang tertib dan sejahtera

didalam keseimbangan-keseimbangan. Dengan terciptanya ketertiban didalam masyarakat

1

diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi.Oleh karena itu, setiap kesalahan yang

diperbuat oleh seseorang, tentunya harus ada sanksi yang layak untuk diterima si pembuat

kesalahan, agar terjadi keseimbangan dan keserasian didalam kehidupan sosial. Untuk

mengatur kehidupan masyarakat diperlukan kaidah-kaidah yang mengikat setiap anggota

masyarakat agar tidak terjadi kejahatan dan pelanggaran terhadap ketertiban umum agar

masyarakat dapat hidup damai, tenteram dan aman.

Demikian pula bagi pasien, sebagai anggota masyarakat tentunya juga memerlukan

kaidah-kaidah yang dapat menjaganya dari perbuatan tenaga kesehatan yang melanggar

aturan ketertiban tenaga kesehatan itu sendiri. Disinilah hukum diperlukan untuk mengatur

agar tenaga kesehatan menaati peraturan yang telah ditentukan oleh profesinya. Tanpa

sanksi yang jelas terhadap pelanggaran yang dilakukannya, sebagai manusia biasa tentunya

tenaga kesehatan pun dapat bersikap ceroboh. Oleh karena itu, bila memang seorang tenaga

kesehatan terbukti melakukan malpraktek yang berakibat fatal terhadap pasien, tentunya

perlu dikaji pula apakah ada pidana yang dapat diberlakukan kepada profesi ini.

Tindak pidana merupakan salah satu istilah untuk menggambarkan suatu perbuatan

yang dapat dipidana. Wirjono Prodjodikoro memberikan definisi tindak pidana sebagai

“suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana”. Malpraktek atau malpraktek

medik adalah istilah yang sering digunakan orang untuk tindak pidana yang dilakukan oleh

orang-orang yang berprofesi didalam dunia kesehatan atau biasa disebut tenaga kesehatan.

Menurut Jusuf Hanafiah, malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk

mempergunakan tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan

dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran dilingkungan yang

sama.Sedangkan menurut Veronica, malpraktek medik adalah kesalahan dalam menjalankan

profesi medis yang tidak sesuai dengan standar profesi medis dalam menjalankan

profesinya.

Banyak persoalan malpraktek, atas kesadaran hukum pasien diangkat menjadi

masalah pidana. Menurut Maryanti, hal tersebut memberi kesan adanya kesadaran hukum

masyarakat terhadap hak-hak kesehatannya. Dokter sebagai salah satu profesi yang termasuk

dalam tenaga kesehatan seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah No.32 Tahun

1996 tentang Tenaga Kesehatan, tentu tidak lepas dari permasalahan ini.

2

Profesi dokter, seperti juga profesi-profesi lain yang merupakan tenaga kesehatan

adalah salah satu profesi yang sangat dibutuhkan masyarakat. Peranan dokter dalam

masyarakat cukup besar, terutama bagi ibu atau wanita hamil untuk dapat memberikan

bimbingan, nasehat dan bantuan baik selama masa kehamilan, melahirkan hingga pasca

melahirkan. Dokter juga dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum

atau dengan kata lain tidak terbatas pada ibu atau wanita hamil saja, apabila tidak terdapat

dokter atau tenaga kesehatan lain yang berwenang untuk melakukan pengobatan pada

wilayah tersebut. Seperti yang tercantum dalam Pasal 17 Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 900/MENKES/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Dokter,

yang berbunyi: “Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah

tersebut dokter dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan

anak sesuai dengan kemampuannya.”

Pasien yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang dokter tentu saja

mengharapkan dengan kemampuan dan pengetahuannya di dokterg kesehatan, dokter

tersebut dapat membantunya untuk memperbaiki kesehatannya. Bagi ibu atau wanita hamil

yang datang untuk mendapatkan perawatan dari seorang dokter tentu saja mengharapkan

agar dokter tersebut dapat membantunya melahirkan tanpa ada suatu hal yang tidak

diharapkan untuk terjadi yang dapat membahayakan kesehatan dari sang ibu atau bayinya.

Namun seringkali terjadi dalam prakteknya, perawatan atau tindakan yang dilakukan oleh

dokter terhadap pasiennya justru menimbulkan akibat atau dampak yang negatif bahkan

membahayakan kesehatan sang pasien. Misalnya perawatan atau tindakan yang dilakukan

oleh dokter untuk membantu seorang ibu atau wanita yang hamil justru mengakibatkan sang

ibu atau sang bayi menjadi cacat. Pasien yang mengalami hal ini, tentu saja merasa

dirugikan akibat perbuatan yang dilakukan oleh dokter tersebut. Hal inilah yang seringkali

dijadikan dasar untuk menuntut dokter dengan alasan malpraktek.

3

I.3 Tujuan

a. Mengetahuai arti malpraktek dan cara menghindarinya.

b. Mengetahui tentang Etika kedokteran di Indonesia.

c. Mengetahui Hukum Kedokteran, dan Hukum Peradilan Umum yang berlaku di

Indonesia.

d. Mengetahui berbagai bentuk pelanggaran praktek yang terjadi di Indonesia.

e. Dapat membedakan suatu tindakan dokter yang melanggar Etika atau Hukum

kedokteran, atau melanggar keduanya.

4

BAB II

KATA KUNCI

II.1 Malpraktik Medis

Pokok Bahasan : Malpraktik Medis

II.2 Etika Dokter

Pokok Bahasan : Etika Kedokteran

II.3 Perlawanan dan Pembelaan Hukum

Pokok Bahasan : Perlawanan dan Pembelaan Hukum (Advokasi)

II.4 Bantuan Hukum Almamater

Pokok Bahasan : Bantuan Hukum Almamater

5

BAB III

PROBLEM

NO. KATA KUNCI PERMASALAHAN

1. Malpraktik Apakah arti malpraktik ?

2. Etika Kedokteran Apakah etika kedokteran ?

3. Perlawanan dan Pembelaan

Hukum

1. Apakah langkah perlawanan hukum itu ?

2. Apakah arti pembelaan ?

4. Bantuan Hukum Almamater Apa arti tim Bantuan Hukum Almamater ?

6

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

A. Malpraktik Medis

1. Pengertian Malpraktek

Ada berbagai istilah yang sering digunakan di Indonesia antara lain, malpraktek,

malapraktek, malapraktik, malpraktik dan sebagainya. Akan tetapi, istilah yang benar

menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan Nasional yang

diterbitkan Balai Pustaka adalah “malapraktik”, sedangkan menurut kamus kedokteran

adalah “malapraktek” (Y.A Triana Ohoiwutun, 2007).

Secara harfiah istilah “malpraktik” artinya praktek yang buruk (bad practice),

praktek yang jelek. Malapraktek adalah praktik kedokteran yang dilakukan salah, tak

tepat, menyalahi Undang-Undang, kode etik (Kamus Kedokteran Indonesia, 2008).

Malpraktek adalah pengobatan suatu penyakit atau perlukaan yang salah kerena

ketidaktahuan, kesembronoan atau kesengajaan criminal (Agus Irianto, 2006).

Istilah malapraktek di dalam hukum kedokteran mengandung arti praktek dokter

yang buruk. (Danny Wiradharma, 2006).

Malpraktek medis menurut WMA (World Medical Association) Tahun 1992

adalah kegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan perawatan yang

menimbulkan cedera pada pasien atau adanya kekurangan ketrampilan atau kelalaian

dalam pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera pada pasien (Kayus

Koyowuan Lewloba, 2008).

Malpraktek medis adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat

keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien

atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. (M. Yusuf Hanafiah,

2000).

Malpraktik kedokteran adalah dokter atau tenaga medis yang ada di bawah

perintahnya dengan sengaja atau kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam

praktik kedokteran pada pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar

profesi, standar prosedur, prinsip-prinsip profesional kedokteran atau dengan melanggar

7

hukum (tanpa wewenang) karena tanpa informend consent atau di luar informed consent,

tanpa Surat Izin Praktik atau tanpa Surat Tanda Registrasi, tidak sesuai dengan kebutuhan

medis pasien dengan menimbulkan (casual verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik,

mental atau nyawa pasien sehingga membentuk pertanggungjawaban dokter (Adami

Chazawi, 2007).

2. Unsur-Unsur Malpraktek

Dikemukakan adanya "Three elements of liability" antara lain :

a. Adanya kelalaian yang dapat dipermasalahkan ("culpability");

b. Adanya kerugian ("damages").

c. Adanya hubungan kausal ("causal relationship"). (Van der Mijn, dalam Y.A Triana

Ohoiwutun, 2007).

Perlu diketahui bahwa unsur-unsur tersebut berlaku kumulatif, artinya harus

terpenuhi seluruhnya. Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika :

a. Dokter kurang menguasai IPTEK kedokteran yang umum berlaku di kalangan profesi

kedokteran.

b. Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi.

c. Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan yang tidak hati-hati.

d. Melakukan tindak medis yang bertentangan dengan hukum. (M. Jusuf Hanafiah,

2008).

Suatu tindakan medis tidak bertentangan dengan hukum apabila dipenuhi ketiga

syarat berikut :

a. Mempunyai indikasi medis ke arah suatu tujuan perawatan yang kongkrit.

b. Dilakukan menurut ketentuan yang berlaku di dalam ilmu kedokteran.

c. Telah mendapat persetujuan pasien. (Danny Wiradharma, 2006).

Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran,

maka penggugat harus membuktikan 4 (empat) unsur sebagai berikut :

a. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien.

b. Dokter telah melanggar standar pelayanan medis yang lazim dipergunakan.

c. Pengugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.

d. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan di bawah standar (M.Jusuf

8

Hanafiah, 2000).

Dalam bidang kedokteran suatu kesalahan kecil dapat menimbulkan akibat berupa

kerugian besar. Pada umumnya masyarakat tidak dapat membedakan mana yang

merupakan kasus pelanggaran etik dan mana yang dikategorikan melanggar hukum.

Tidak semua pelanggaran etik merupakan malpraktek, sedangkan malpraktek sudah pasti

merupakan pelanggaran etik profesi medis. Muncul konsep 4D bertujuan untuk

menjembatani adanya kerugian akibat munculnya kejadian tidak diinginkan tersebut

apakah benar-benar sebagai kejadian tidak dinginkan yang termasuk malpraktek atau

bukan. Konsep 4D terdiri dari duty, derilection of duty, damage, dan direct causation.

a. Duty artinya tugas atau kewajiban yang dimiliki oleh dokter. Artinya dokter memiliki

kewajiban-kewajiban yang muncul asli karena kedokterannya dan juga dokter

memiliki kewajiban akibat dari adanya hubungan dokter dan pasien yaitu kontrak

terapeutik.

b. Derilection of duty artinya dokter menelantarkan tugas yang dibebankan pada

pundaknya. Kewajiban atau tugas tersebut tidak dilaksanakan oleh dokter, padahal

dokter harus menyerahkan prestasinya kepada pasien.

c. Damage artinya kerusakan yang terjadi pada pasien. Kerusakan pada pasien diartikan

sebagai adanya kejadian tidak diinginkan. Kejadian tidak diinginkan tersebut ada

menimbulkan kecurigaan adanya malapraktek.

d. Direct causation, artinya hubungan langsung antara Derilection of duty dan Damage

yaitu adanya penelantaran kewajiban yang dilakukan oleh dokter secara langsung

mengakibatkan adanya kerusakan (Wujoso, 2008).

3. Aspek Hukum Malpraktek

Aspek hukum malpraktek terdiri dari 3 hal, yaitu sebagai berikut :

a. Penyimpangan dari Standar Profesi Medis.

b. Kesalahan yang dilakukan dokter, baik berupa kesengajaan ataupun kelalaian.

c. Akibat yang terjadi disebabkan oleh tindakan medis yang menimbulkan kerugian

materiil atau non materiil maupun fisik atau mental. (Danny Wiradharma, 2006).

9

4. Kategori Malpraktek Medis

Menurut Kasimin (2010), kategori malpraktek medis secara hukum dibagi dalam

3 kategori sesuai bidang hukum yang dilanggar, yakni Criminal malpractice, Civil

malpractice dan Administrative malpractice.

a. Criminal malpractice, manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana

yakni :

1) Perbuatan tersebut (positive act maupun negative act) merupakan perbuatan

tercela.

2) Dilakukan dengan sikap batin yang salah (mens rea) yang berupa kesengajaan

(intensional), kecerobohan (re klessness) atau kealpaan (negligence).

Criminal malpractice yang bersifat sengaja (intensional) misalnya melakukan

euthanasia (pasal 344 KUHP), membuka rahasia jabatan (Pasal 332 KUHP), membuat

surat keterangan palsu (Pasal 263 KUHP), melakukan aborsi tanpa indikasi medis

(Pasal 299) KUHP.

Criminal malpractice yang bersifat ceroboh (recklessness) misalnya melakukan

tindakan medis tanpa persetujuan pasien. Criminal malpractice yang bersifat

negligence (lalai) misalnya kurang hati-hati mengakibatkan luka, cacat atau

meninggalnya pasien, ketinggalan klem dalam perut pasien saat melakukan operasi.

Pertanggung jawaban didepan hukum pada criminal malpractice adalah bersifat

individual/personal dan oleh sebab itu tidak dapat dialihkan kepada orang lain atau

kepada rumah sakit/sarana kesehatan.

b. Civil malpractice, apabila tenaga kesehatan tidak melaksanakan kewajiban atau tidak

memberikan prestasinya sebagaimana yang telah disepakati (ingkar janji). Tindakan

yang dapat dikategorikan civil malpractice antara lain :

1) Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan.

2) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi terlambat

melakukannya.

3) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi tidak

sempurna.

4) Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

10

Pertanggung jawaban civil malpractice dapat bersifat individual atau korporasi dan

dapat pula dialihkan pihak lain berdasarkan principle of vicarius liability. Dengan

prinsip ini maka rumah sakit/sarana kesehatan dapat bertanggung jawab atas kesalahan

yang dilakukan karyawannya (tenaga kesehatan) selama tenaga kesehatan tersebut

dalam rangka melaksanakan tugas kewajibannya.

c. Administrative malpractice, manakala tenaga kesehatan tersebut telah melanggar

hukum administrasi. Perlu diketahui bahwa dalam melakukan police power,

pemerintah mempunyai kewenangan menerbitkan berbagai ketentuan di bidang

kesehatan, misalnya tentang persyaratan bagi tenaga kesehatan untuk menjalankan

profesinya (Surat Ijin Praktek), batas kewenangan serta kewajiban tenaga medis.

Apabila aturan tersebut dilanggar maka tenaga kesehatan yang bersangkutan dapat

dipersalahkan melanggar hukum administrasi.

B. Etika Kedokteran

1. Pengertian Etika

Etika kedokteran merupakan seperangkat perilaku anggota profesi kedokteran

dalam hubungannya dengan klien / pasien, teman sejawat dan masyarakat umumnya serta

merupakan bagian dari keseluruhan proses pengambilan keputusan dan tindakan medic

ditinjau dari segi norma-norma / nilai-nilai moral (Yuwono, 2006).

Menurut PSK-FK Muhamadyah Yogyakarta (2006), secara sederhana etika

merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral secara sistematik dan

hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan perilaku baik pada masa lampau,

sekarang atau masa mendatang. Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan dan

tindakan yang dilakukan manusia. Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti ’hak’,

’tanggung jawab’, dan ’kebaikan’ dan sifat seperti ’baik’ dan ’buruk’ (atau ’jahat’),

’benar’ dan ’salah’, ’sesuai’ dan ’tidak sesuai’. Menurut dimensi ini, etika terutama

adalah bagaimana mengetahuinya (knowing), sedangkan moralitas adalah bagaimana

melakukannya (doing). Hubungan keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan

kriteria rasional bagi orang untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu

cara diantara pilihan cara yang lain.

11

2. Aspek Etik Dokter

Pada kode etik kedokteran dan kedokteran gigi secara tersirat tidak tercantum

etika berkomunikasi. Secara tersurat dikatakan setiap dokter dan dokter gigi dituntut

melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi atau

menjalankannya secara optimal. Pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang

Praktik Kedokteran Pasal 35 disebutkan kompetensi dalam praktik kedokteran antara lain

dalam hal kemampuan mewawancarai pasien.

Peraturan yang mengatur tentang tanggung jawab etik dari seorang dokter adalah

Kode Etik Kedokteran Indonesia. Kode Etik adalah pedoman perilaku dokter. Kode Etik

harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut :

a. Kode etik harus rasional, tetapi tidak kering dari emosi.

b. Kode etik harus konsisten, tetapi tidak kaku.

c. Kode etik harus bersifat universal.

Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 434/Menkes/SK/X/1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun

dengan mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan landasan idiil

Pancasila dan landasan strukturil Undang Undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran

Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang mencakup kewajiban umum

seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap

sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri. Pelanggaran terhadap butir-butir

Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan

ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum.

Selama ini wawancara terhadap pasien ditekankan pada pengumpulan informasi

dari sisi penyakit (disease) untuk menegakkan diagnosis dan tindakan lebih lanjut.

Informasi sakit dari pasien (illness) kurang diperhatikan. Secara empirik, komunikasi

yang baik dan efektif antara dokter dan pasien sangat membantu kepuasan pasien

terhadap pelayanan medik dan meningkatkan penyembuhan serta kepatuhan pasien

terhadap terapi.

Berdasarkan hal tersebut maka dalam buku yang diterbitkan oleh Konsil

Kedokteran Indonesia pada tahun 2006 yang berjudul Penyelenggaraan Praktik

Kedokteran yang Baik di Indonesia dan buku berjudul Kemitraan dalam Hubungan

12

Dokter-Pasien, diuraikan pentingnya kemampuan berkomunikasi dengan pasien.

Ketidakmampuan dokter untuk melakukan komunikasi yang baik dengan pasien,

sedikitnya melanggar etika profesi kedokteran dan kedokteran gigi serta lebih lanjut dapat

melanggar disiplin kedokteran, apabila ketidakmampuan berkomunikasinya berdampak

pada ketidakmampuan dokter dalam membuat persetujuan tindakan kedokteran dan

rekam medis.

Karena etika berhubungan dengan semua aspek dari tindakan dan keputusan yang

diambil oleh manusia maka etika merupakan bidang kajian yang sangat luas dan

kompleks dengan berbagai cabang dan subdevisi. Fokus dari Buku Panduan ini adalah

etika kedokteran, salah satu cabang dari etika yang berhubungan dengan masalah-

masalah moral yang timbul dalam praktek pengobatan. Etika kedokteran sangat terkait

namun tidak sama dengan bioetika (etika biomedis). Etika kedokteran berfokus terutama

dengan masalah yang muncul dalam praktik pengobatan sedangkan bioetika merupakan

subjek yang sangat luas yang berhubungan dengan masalah-maslah moral yang muncul

karena perkembangan dalam ilmu pengetahuan biologis yang lebih umum. Bioetika juga

berbeda dengan etika kedokteran karena tidak memerlukan penerimaan dari nilai

tradisional tertentu dimana hal tersebut merupakan hal yang mendasar dalam etika

kedokteran.

3. Pengertian Profesional

Menurut Siagian (2009) profesionalisme adalah, “Keandalan dan keahlian dalam

pelaksanaan tugas sehingga terlaksana dengan mutu tinggi, waktu yang tepat, cermat, dan

dengan prosedur yang mudah dipahami dan diikuti oleh pelanggan.”

Sedarmayanti (2004) mengungkapkan bahwa, “Profesionalisme adalah suatu

sikap atau keadaan dalam melaksanakan pekerjaan dengan memerlukan keahlian melalui

pendidikan dan pelatihan tertentu dan dilakukan sebagai suatu pekerjaan yang menjadi

sumber penghasilan.”

Atmosoeprapto dalam Kurniawan (2005), menyatakan bahwa, “Profesionalisme

merupakan cermin dari kemampuan (competensi), yaitu memiliki pengetahuan

(knowledge), keterampilan (skill), bisa melakukan (ability) ditunjang dengan pengalaman

(experience) yang tidak mungkin muncul tiba-tiba tanpa melalui perjalanan waktu.”

13

Profesionalisme menurut Dwiyanto (2011) adalah, “Paham atau keyakinan bahwa

sikap dan tindakan aparatur dalam menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan

pelayanan selalu didasarkan pada ilmu pengetahuan dan nilai-nilai profesi aparatur yang

mengutamakan kepentingan publik.”

4. Sikap Profesional Dokter

Sikap profesional seorang dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan

tugasnya (dealing with task), yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai

peran dan fungsinya; mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian

tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one-self); dan mampu

menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi

kesehatan yang lain (dealing with others). Di dalam proses komunikasi dokter-pasien,

sikap profesional ini penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya pada

dokter, yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi secara efektif

(Silverman, 1998). Sikap profesional ini hendaknya dijalin terus-menerus sejak awal

konsultasi, selama proses konsultasi berlangsung, dan di akhir konsultasi. Contoh sikap

dokter ketika menerima pasien:

a. Menyilakan masuk dan mengucapkan salam.

b. Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.

c. Menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya cukup waktu, menganggap

penting informasi yang akan diberikan, menghindari tampak lelah).

d. Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum, spesialis,

dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh kembang, dan lain-

lain).

e. Menilai suasana hati lawan bicara

f. Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimik, gerak/bahasa tubuh) pasien

g. Menatap mata pasien secara profesional yang lebih terkait dengan makna

menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.

h. Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak

perlu.

14

i. Apabila pasien marah, menangis, takut, dan sebagainya maka dokter tetap

menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.

j. Melibatkan pasien dalam rencana tindakan medis selanjutnya atau pengambilan

keputusan.

k. Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.

l. Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah pihak.

m. Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

C. Perlawanan dan Pembelaan Hukum

1. Pengertian Perlawanan

Secara umum istilah verzet diartikan perlawanan. Perlawanan merupakan upaya

hukum terhadap putusan. Verzet tergolong upaya hukum biasa yang sifatnya

menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Selain verzet yang termasuk upaya

hukum biasa adalah banding dan kasasi.

Lebih khusus lagi, istilah verzet dalam Hukum Acara Perdata merupakan suatu

upaya hukum terhadap putusan verstek (putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya

Tergugat). Untuk menjatuhkan putusan verstek, Hakim harus memperhatikan ketentuan

pasal 125 HIR terlebih dahulu.

Sedangkan yang dimaksud derden verzet adalah perlawanan (dari) pihak ketiga.

Memang pada azasnya putusan pengadilan hanya mengikat para pihak yang berperkara

dan tidak mengikat pihak ketiga. Namun tidak tertutup kemungkinan ada pihak ketiga

yang dirugikan oleh suatu putusan pengadilan. Terhadap putusan tersebut, pihak yang

dirugikan dapat mengajukan perlawanan (derden verzet) ke Hakim Pengadilan Negeri

yang memutus perkara tersebut.

Caranya, pihak ketiga yang dirugikan menggugat para pihak yang berperkara

(pasal 379 Rv). Apabila perlawanan tersebut dikabulkan maka terhadap putusan yang

merugikan pihak ketiga tersebut haruslah diperbaiki (pasal 382 Rv). Terhadap putusan

perlawanan yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri, dapat diajukan upaya hukum

banding, kasasi, dan peninjauan kembali.

15

2. Pengetian Advokat

Banyak orang masih menganggap bahwa advokasi merupakan kerja-kerja

pembelaan hukum (litigasi) yang dilakukan oleh pengacara dan hanya merupakan

pekerjaan yang berkaitan dengan praktek beracara di pengadilan. Pandangan ini

kemudian melahirkan pengertian yang sempit terhadap apa yang disebut sebagai

advokasi. Seolah-olah, advokasi merupakan urusan sekaligus monopoli dari organisasi

yang berkaitan dengan ilmu dan praktek hukum semata.

Pandangan semacam itu bukan selamanya keliru, tapi juga tidak sepenuhnya

benar. Mungkin pengertian advokasi menjadi sempit karena pengaruh yang cukup kuat

dari padanan kata advokasi itu dalam bahasa Belanda, yakni advocaat yang tak lain

memang berarti pengacara hukum atau pembela. Namun kalau kita mau mengacu pada

kata advocate dalam pengertian bahasa Inggris, maka pengertian advokasi akan menjadi

lebih luas.

Istilah advokasi merujuk kepada dua pengertian, yaitu, pertama, pekerjaan atau

profesi dari seorang advokat, dan kedua, perbuatan atau tindakan pembelaan untuk atau

secara aktif mendukung suatu maksud. Pengertian pertama berkaitan dengan pekerjaan

seorang advokat dalam membela seorang kliennya dalam proses peradilan untuk

mendapatkan keadilan. Pengertian advokasi yang pertama ini lebih bersifat khusus

sedangkan pengertian kedua lebih bersifat umum karena berhubungan dengan pembelaan

secara umum, memperjuangkan tujuan atau maksud tertentu. Dalam konteks advokasi

untuk memengaruhi kebijakan publik, pengertian advokasi yang kedua mungkin yang

lebih tepat karena obyek yang di advokasi adalah sebuah kebijakan yang berkaitan

dengan kepentingan publik atau kepentingan anggota masyarakat. Berbicara advokasi,

sebenarnya tidak ada definisi yang baku. Pengertian advokasi selalu berubah-ubah

sepanjang waktu tergantung pada keadaan, kekuasaan, dan politik pada suatu kawasan

tertentu. Advokasi sendiri dari segi bahasa adalah pembelaan. Setidaknya ada beberapa

pengertian dan penjelasan terkait dengan definisi advokasi, yaitu: Usaha-usaha

terorganisir untuk membawa perubahan-perubahan secara sistematis dalam menyikapi

suatu kebijakan, regulasi, atau pelaksanaannya (Meuthia Ganier, 2008).

16

Advokasi adalah membangun organisasi-organisasi demokratis yang kuat untuk

membuat para penguasa bertanggung jawab menyangkut peningkatan keterampilan serta

pengertian rakyat tentang bagaimana kekuasaan itu bekerja.

D. Bantuan Hukum Almamater

1. Pengertian Bantuan Hukum

Istilah bantuan hukum merupakan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Masyarakat baru

mengenal dan mendengarnya pada sekitar tahun 1970-an. Aliran lembaga bantuan hukum

yang berkembang di negara Indonesia pada hakikatnya tidak luput dari arus

perkembangan bantuan hukum yang terdapat pada negara-negara yang sudah maju.

Sebelum membahas pengertian bantuan hukum, harus diketahui terlebih dahulu apa yang

dimaksud dengan hukum. Berbicara tentang batasan pengertian hukum, hingga saat ini

para ahli bantuan hukum belum menemukan batasan yang baku dan memuaskan banyak

pihak. Berbagai batasan pengertian hukum tersebut antara lain :

a. J. Van Kan

Mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang

bersifat memaksa yang melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.

b. Prof. Dr. Borst

Hukum adalah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan manusia dalam

bermasyarakat yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan untuk

mendapatkan tata tertib keadilan.

c. Prof. Paul Scholten

Pengertian hukum tidak mungkin dibuat dalam satu kalimat dan tergantung kedudukan

manusia dalam masyarakat.

d. Mr. T. Kirch

Hukum menyangkut unsur penguasa, unsur kewajiban, unsur kelakuan dan perbuatan

manusia.

e. Dr. E. Utrecht

Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup tata tertib dalam suatu masyarakat

dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat. Selain itu, menurut Punardi

Purbacaraka dan Soerjono Soekanto hokum mempunyai arti antara lain :

17

1) Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara

sistematis atas kekuatan pemikiran.

2) Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-

gejala yang dihadapi.

3) Hukum sebagai kaedah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau

keperilakuan yang pantas atau diharapkan.

4) Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat dan kaedah-

kaedah hukum yang berlaku pada suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk

tertulis.

5) Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang

berhubungan erat dengan penegkan hukum (law-enforment officer).

6) Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni proses diskreasi.

7) Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara

unsur-unsur pokok dalam sistem kenegaran.

8) Hukum sebagai sikap tindak atau keperikelakuan yang teratur, yaitu keperilakuan

yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai

kedamaian.

9) Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak

tentang apa yang baik dan buruk.

Memberikan definisi atau pengertian dari bentukan hukum dan system hukum Indonesia

bukanlah hal yang mudah. Hal ini dikarenakan tidak ada suatu undang-undang atau

peraturan yang secara spesifik memberikan definisi atau pengertian mengenai bantuan

hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyinggung sedikit

tentang bantuan hukum, namun hal mengenai bantuan hukum yang diatur dalam KUHAP

tersebut hanya mengenai kondisi untuk mendapatkan bantuan hukum dan tidak

memaparkan secara jelas apa yang dimaksud dengan bantuan hukum itu sendiri. Tidak

terdapatnya rumusan pengertian bantuan hukum secara jelas, maka perlu dirumuskan

konsep tentang pengertian bantuan hukum. Pada dasarnya, baik Eropa maupun di

Amerika, terdapat dua model (sistem) bantuan hukum, yaitu :

a. Ajuridicial Right (model yuridis-individual)

18

Model A Juridicial Right menekankan pada sifat individualistis. Sifat individualistis

ini maksudnya adalah setiap orang akan selalu mendapat hak untuk memperoleh

bantuan hukum. Pada model yuridis individual masih terdapat ciri-ciri pola klasik dari

bantuan hukum, artinya permintaan akan bantuan hukum atau perlindungan hukum

tergantung pada warga masyarakat yang memerlukannya. Warga masyarakat yang

memerlukan bantuan hokum menemui pengacara, dan pengacara akan memperoleh

imbalan atas jasa-jasa yang diberikan kepada negara. Jadi, bilamana seseorang tidak

mampu, maka seseorang itu akan mendapatkan bantuan hukum secara cuma-cuma

(prodeo).

b. A Welfare Right (model kesejahteraan)

Sistem hukum di Amerika Serikat agak berbeda. Bantuan hukum di Amerika Serikat

berada dibawah pengaturan criminal justice act dan economic opportunity act. Kedua

peraturan tersebut mengarahkan bantuan hukum sebagai alat untuk mendapatkan

keadilan bagi seluruh rakyat, terutama bagi mereka yang tidak mampu. Bila melihat

kedua model bantuan hukum tersebut, dapat diambil kesimpulan, dimana di satu

pihak bantuan hukum dapat dilihat sebagai suatu hak yang diberikan kepada warga

masyarakat untuk melindungi kepentingankepentingan individual dan di lain pihak

sebagai suatu hak akan kesejahteraan yang menjadi bagian dari kerangka

perlindungan sosial yang diberikan suatu negara kesejahteraan. Kedua model bantuan

hukum tersebut kemudian menjadi model dasar beberapa pengertian tentang bantuan

hukum yang berkembang di dunia barat pada umumnya. Pengertian bantuan hukum

mempunyai ciri dalam istilah yang berbeda, yaitu :

1) Legal aid. Bantuan hukum, sistem nasional yang diatur secara lokal dimana

bantuan hukum ditunjukan bagi mereka yang kurang keuangannya dan tidak

mampu membayar penasehat hukum pribadi. Dari pengertian ini jelas bahwa

bantuan hukum yang dapat membantu mereka yang tidak mampu menyewa jasa

penasehat hukum. Jadi Legal aid berarti pemberian jasa di bidang hukum kepada

seseorang yang terlibat dalam suatu kasus atau perkara dimana dalam hal ini :

a) Pemberian jasa bantuan hukum dilakukan dengan cuma-cuma;

b) Bantuan jasa hukum dalam legal aid lebih dikhususkan bagi yang tidak

mampu dalam lapisan masyarakat miskin;

19

c) Degan demikian motivasi utama dalam konsep legal aid adalah menegakkan

hukum dengan jalan berbeda kepentingan dan hak asasi rakyat kecil yang

tidak punya dan buta hukum.

2) Legal assistance. Pengertian legal assistance menjelaskan makna dan tujuan dari

bantuan hukum lebih luas dari legal aid. Legal assistance lebih memaparkan

profesi dari penasehat hukum sebagai ahli hukum, sehingga dalam pengertian itu

sebagai ahli hukum, legal assistance dapat menyediakan jasa bantuan hukum

untuk siapa saja tanpa terkecuali. Artinya, keahlian seorang ahli hukum dalam

memberikan bantuan hukum tersebut tidak terbatas pada masyarakat miskin saja,

tetapi juga bagi yang mampu membayar prestasi. Bagi sementara orang kata legal

aid selalu harus dihubungkan dengan orang miskin yang tidak mampu membayar

advokat, tetapi bagi sementara orang kata legal aid ini ditafsirkan sama dengan

legal assistance yang biasanya punya konotasi pelayanan hukum atau jasa hukum

dari masyarakat advokat kepada masyarakat mampu dan tidak mampu. Tafsiran

umum yang dianut belakangan ini adalah legal aid sebagai bantuan hukum

kepada masyarakat tidak mampu.

3) Legal Service. Clarence J. Diaz memperkenalkan pula istilah “legal service”4.

Pada umumnya kebanyakan lebih cendrung memberi pengertian yang lebih luas

kepada konsep dan makna legal service dibandingkan dengan konsep dan tujuan

legal aid atau legal assistance. Bila diterjemahkan secara bebas, arti dari legal

service adalah pelayanan hukum, sehingga dalam pengertian legal service,

bantuan hukum yang dimaksud sebagai gejala bentuk pemberian pelayanan oleh

kaum profesi hukum kepada khalayak di dalam masyarakat dengan maksud untuk

menjamin agar tidak ada seorang pun di dalam masyarakat yang terampas haknya

untuk memperoleh nasehat-nasehat hukum yang diperlukannya hanya oleh karena

sebab tidak dimilikinya sumber daya finansial yang cukup. Istilah legal service ini

merupakan langkah-langkah yang diambil untuk menjamin agar operasi sistem

hukum di dalam kenyataan tidak akan menajdi diskriminatif sebagai adanya

perbedaan tingkat penghasilan, kekayaan dan sumber-sumber lainnya yang

dikuasai individu-individu di dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat pada konsep

dan ide legal service yang terkandung makna dan tujuan sebagai berikut :

20

a) Memberi bantuan kepada anggota masyarakat yang operasionalnya bertujuan

menghapuskan kenyataan-kenyataan diskriminatif dalam penegakan dan

pemberian jasa bantuan antara rakyat miskin yang berpenghasilan kecil

dengan masyarakat kaya yang menguasai sumber dana dan posisi kekuasaan.

b) Dengan pelayanan hukum yang diberikan kepada anggota masyarakat yang

memerlukan, dapat diwujudkan kebenaran hokum itu sendiri oleh aparat

penegak hukum dengan jalan menghormati setiap hak yang dibenarkan hukum

bagi setiap anggota masyarakat tanpa membedakan yang kaya dan miskin.

c) Di samping untuk menegakkan hukum dan penghormatan kepada yang di

berikan hukum kepada setiap orang, legal service di dalam operasionalnya,

lebih cendrung untuk menyelesaikan setiap persengketaan dengan jalan

menempuh cara perdamaian.

Pelaksanaan di Indonesia, dalam kenyataan sehari-hari jarang sekali membedakan

ketiga istilah tersebut, dan memang tampak sangat sulit memilih istilah bahasa

hukum Indonesia bagi bentuk bantuan hukum di atas, baik di kalangan profesi

hukum dan praktisi hukum, dan apalagi masyarakat yang awam hanya

mempergunakan istilah “bantuan hukum”. Tidak adanya definisi yang jelas

mengenai bantuan hukum, membuat kalangan profesi hukum mencoba membuat

dasar dari pengertian bantuan hukum.

2. Fungsi dan Tujuan dari Pemberian Bantuan Hukum

Arti dan tujuan program bantuan hukum berbeda-beda dan berubah-ubah, bukan saja dari

suatu negara ke negara lainnya, melainkan juga dari satu zaman ke zaman lainnya, suatu

penelitian yang mendalam tentang sejarah pertumbuhan program bantuan hukum telah

dilakukan oleh Dr. Mauro Cappeleti, dari penelitian tersebut ternyata program bantuan

hukum kepada masyarakat miskin telah dimulai sejak zaman Romawi. Dari penelitian

tersebut, dinyatakan bahwa tiap zaman arti dan tujuan pemberian bantuan hukum kepada

masyarakat yang tidak mampu erat hubungannya dengan nilai-nilai moral, pandangan

politik dan falsafah hukum yang berlaku.

Berdasarkan penelitian tersebut, dapat diketahui bahwa banyak faktor yang turut berperan

dalam menentukan apa yang sebenarnya menjadi tujuan dari pada suatu program bantuan

21

hukum itu sehingga untuk mengetahui secara jelas apa sebenarnya yang menjadi tujuan

daripada suatu program bantuan hukum perlu diketahui bagaimana cita-cita moral yang

menguasai suatu masyarakat, bagaimana kemauan politik yang dianut, serta falsafah

hukum yang melandasinya. Misalnya saja pada zaman Romawi pemberian bantuan

hukum oleh patron hanyalah didorong motivasi mendapatkan pengaruh dari rakyat. Pada

zaman abad pertengahan masalah bantuan hukum ini mendapat motivasi baru sebagai

akibat pengaruh agama Kristen, yaitu keinginan untuk berlomba-lomba memberikan

derma (charity) dalam bentuk membantu masyarakat miskin. Sejak revolusi Perancis dan

Amerika sampai zaman modern sekarang ini, motivasi pemberian bantuan hukum bukan

hanya charity atau rasa prikemanusiaan kepada orangorang yang tidak mampu,

melainkan telah menimbulkan aspek “hak-hak politik” atau hak warga negara yang

berlandaskan kepada konsitusi modern.

Perkembangan mutakhir, konsep bantuan hukum kini dihubungkan dengan cita-cita

negara kesejahteraan (welfare state) sehingga hampir setiap pemerintah dewasa ini

membantu program bantuan hukum di negara-negara berkembang khususnya Asia. Arti

dan tujuan program bantuan hukum di Indonesia adalah sebagimana tercantum dalam

anggaran dasar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) karena Lembaga Bantuan Hukum

(LBH) mempunyai tujuan dan ruang lingkup kegiatan yang lebih luas dan lebih jelas

arahannya sebagai berikut:

a. Memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya.

b. Membidik masyarakat dengan tujuan membutuhkan dan membina kesadaran akan

hak-hak sebagai subjek hukum.

c. Mengadakan pembaharuan hukum dan perbaikan pelaksanaan hokum disegala

bidang.

Melihat tujuan dari suatu bantuan hukum sebagaimana yang terdapat dalam Anggaran

Desar Lembaga Bantuan Hukum (LBH) tersebut diketahui kalau tujuan dari bantuan

hukum tidak lagi didasarkan semata-mata pada perasaan amal dan prikemanusiaan untuk

memberikan pelayanan hukum. Sebaliknya pengertian lebih luas, yaitu meningkatkan

kesadaran hukum daripada masyarakat sehingga mereka akan menyadari hak-hak mereka

sebagai manusia dan warga Negara Indonesia. Bantuan hukum juga berarti berusaha

melaksanakan perbaikan-perbaikan hukum agar hukum dapat memenuhi kebutuhan

22

rakyat dan mengikuti perubahan keadaan meskipun motivasi atau rasional daripada

pemberian bantuan hukum kepada masyarakat tidak mampu berbeda-beda dari zaman ke

zaman, namun ada satu hal yang kiranya tidak berubah sehingga menrupakan satu tujuan

yang sama, yaitu dasar kemanusiaan (humanity).

Adapun tujuan Program Bantuan Hukum yaitu berkaitan dengan aspek-aspek seperti

berikut :

a. Aspek Kemanusiaan

Tujuan dari program bantuan hukum ini adalah untuk meringankan beban (biaya)

hukum yang harus ditanggung oleh masyarakat tidak mampu di depan pengadilan,

dengan demikian, ketika masyarakat golongan tidak mampu berhadapan dengan

proses hukum di pengadilan, mereka tetap memperoleh kesempatan untuk

memperoleh pembelaan dan perlindungan hukum.

b. Peningkatan Kesadaran Hukum

Tujuan aspek kesadaran hukum, diharapkan bahwa program bantuan hukum ini akan

memacu tingkat kesadaran hukum masyarakat ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

Dengan demikian, apresiasi masyarakat terdapat hukum akan tampil melalui sikap

dan perbuatan yang mencerminkan hak dan kewajiban secara hukum.

3. Dasar Pemberian Bantuan Hukum

Hak memperoleh bantuan hukum bagi setiap orang yang tersangkut suatu perkara

merupakan salah satu hak asasi manusia. Hak dalam memperoleh bantuan hukum itu

sendiri perlu mendapat jaminan dalam pelaksanaannya. Program pemberian bantuan

hukum kepada masyarakat tidak mampu dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan

tersebut di bawah ini:

a. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) :

1) Pasal 56 ayat (1) yang menyatakan bahwa: Dalam hal tersangka atau terdakwa

disangka atau didakwa melakukan tindak pidana mati atau ancaman pidana lima

belas (15) tahun atau lebih bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan

pidana lima (5) tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasehat hukum sendiri,

23

pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses

peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi mereka.

2) Pasal 56 ayat (2) yang menyatakan bahwa: Setiap penasehat hukum yang

ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan

bantuan dengan cuma-cuma.

b. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) Pasal 237 HIR/273 RBG

yang menyatakan bahwa : Barang siapa yang hendak berpekara baik sebagai

penggugat maupun sebagai tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya,

dapat memperoleh izin untuk berpekara dengan Cuma-Cuma.

c. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

d. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara

Pemberian Bantuan Hukum Secara cuma-cuma.

e. Intruksi Menteri Kehakiman RI No. M 01-UM.08.10 Tahun 2006, tentang Petunjuk

Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu

Melalui Lembaga Bantuan Hukum.

f. Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 03-UM.06.02 Tahun 1999 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang Mampu

Melalui Pengadilan Negeri dan Peradilan Tata Usaha Negara.

g. Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha

Negara No. D.Um.08.10.10 tanggal 12 Mei 1998 tentang JUKLAK Pelaksanaan

Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Yang Kurang Mampu melalui Lembaga

Bantuan Hukum (LBH).

24

BAB V

PEMBAHASAN

A. Malpraktik Medis

1. Apakah Arti Malpraktik?

Malpraktek medis menurut WMA (World Medical Association) Tahun 1992

adalah kegagalan dokter untuk memenuhi standar pengobatan dan perawatan yang

menimbulkan cedera pada pasien atau adanya kekurangan ketrampilan atau kelalaian

dalam pengobatan dan perawatan yang menimbulkan cedera pada pasien (Kayus

Koyowuan Lewloba, 2008).

Malpraktek medis adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat

keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien

atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama. (M. Yusuf Hanafiah,

2000).

Malpraktik kedokteran adalah dokter atau tenaga medis yang ada di bawah

perintahnya dengan sengaja atau kelalaian melakukan perbuatan (aktif atau pasif) dalam

praktik kedokteran pada pasiennya dalam segala tingkatan yang melanggar standar

profesi, standar prosedur, prinsip-prinsip profesional kedokteran atau dengan melanggar

hukum (tanpa wewenang) karena tanpa informend consent atau di luar informed consent,

tanpa Surat Izin Praktik atau tanpa Surat Tanda Registrasi, tidak sesuai dengan kebutuhan

medis pasien dengan menimbulkan (casual verband) kerugian bagi tubuh, kesehatan fisik,

mental atau nyawa pasien sehingga membentuk pertanggungjawaban dokter (Adami

Chazawi, 2007).

a. Permasalahan di scenario sesuai dengan kata kunci.

Apakah tindakan Dokter B termasuk kedalam malpraktik?

b. Pemecahan Masalah

Dengan masalah yang dihadapi dokter B maka Dokter B seharusnya mengikuti kode

etik kedokteran. Karena tindakan operasi hendaknya dilakukan di tempat yang standar

sesuai prosedur pelaksanaan. Hendaknya dokter B harus:

25

1) Melakukan praktik sesuai dengan kode etik.

2) Tidak melanggar standar pelayanan medis yang lazim dipergunakan.

3) Klien menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya.

4) Tidak melakukan tindakan di bawah standar profesi.

c. Tujuan Pembahasan

Dokter B merupakan seorang dokter umum yang seharusnya dapat melakukan

tindakan sesuai dengan standar profesinya.

d. Hipotesa

Dari cuplikan scenario maka dapat disimpulkan bahwa tidak selamanya sesuatu hal

yang kita jalani selalu mudah jika kita tidak selalu mentaati aturan-aturan yang

berlaku. Sehingga sikap dokter B termasuk menyalahi kode etik profesi kedokteran.

B. Etika Kedokteran

1. Apakah Etika Kedokteran?

Secara sederhana etika merupakankajian mengenai moralitas - refleksi terhadap

moral secara sistematik dan hati-hati dananalisis terhadap keputusan moral dan perilaku

baik pada masa lampau, sekarang atau masamendatang. Etika lebih ditekankan kepada

sisi tata krama dan memandang aspek hak dan kewajiban dari interaksi antara dokter

dengan pasien.

Seorang dokter hendaknya dapat melaksanakan tindakan secara professional dan

sesuai dengan etika kedokteran. Untuk menjadi tenaga kesehatan yang professional dan

sesuai dengan etika profesi.

a. Permasalahan di skenario sesuai dengan kata kunci.

Apakah Langkah Dokter B Beretika?

b. Pemecahan Masalah

Langkah yang dilakukan Dokter B termasuk menyalahi kode etik kedokteran karena

melakukan tugas dibawah standar profesi. Dokter B sebagai seorang yang

professional menjalankan tugas seharusnya tidak melakukan tindakan snediri dengan

alasan kemanusian, karena tindakan yang dilakukan dapat merugikan pasien.

26

c. Tujuan Pembahasan

Dari kesalahan yang dilakukan Dokter B maka ia perlu membenahi diri dan

memerlukan waktu untuk memikirkan tindakan yang telah dilakukannya selama ini.

Karena jika pasien dalam kondisi gawat maka seharusnya dapat dirujuk ke pusat

pelayanan kesehatan seperti rumah sakit setempat.

d. Hipotesa

Dari skenario diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hidup merupakan suatu

pilihan, yaitu memilih hal yang positif dan negative. Dokter B harusnya memikirkan

keselamatan profesinya dan pasiennya.

2. Apakah langkah Dokter B Menyalahi Hukum Kedokteran Republik Indonesia?

Langkah yang dilakukan Dokter B jelas menyalahi hokum kedokteran karena

tindakananya termasuk malpraktik. Tindakan yang dilakukan dibawah standar prosedur

dan dibawah standar profesi dapat digolongkan malpraktik.

Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 434/Menkes/SK/X/1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun

dengan mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan landasan idiil

Pancasila dan landasan strukturil Undang Undang Dasar 1945. Kode Etik Kedokteran

Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang mencakup kewajiban umum

seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban dokter terhadap

sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri. Pelanggaran terhadap butir-butir

Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan

ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum.

a. Permasalahan di skenario sesuai dengan kata kunci.

Mengapa Tindakan Dokter B Menyalahi Hukum Kedokteran Indonesia?

b. Pemecahan Masalah

Dokter B hendaknya melakukan tindakan sesuai Dengan:

1) Standar Profesi Medis.

2) Tidak melakukan Kesalahan yang dilakukan dokter, baik berupa kesengajaan

ataupun kelalaian.

27

3) Tidak mengakibatkan tindakan medis yang menimbulkan kerugian materiil atau

non materiil maupun fisik atau mental

c. Tujuan Pembahasan

Dari kesalahan yang dilakukan Dokter B maka ia perlu membenahi diri dan

memperhatikan aspek legal jasa pelayanan sesuai standar profesi.

d. Hipotesa

Dari skenario diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan praktik

dokter tidak sepenuhnya dapat melaksanakan tindakan medis yang diluar

kewenangan dokter umum untuk melakukan tindakan medis.

C. Perlawanan dan Pembelaan Hukum

Apakah Langkah perlawanan hukum itu?

Secara umum istilah verzet diartikan perlawanan. Perlawanan merupakan upaya

hukum terhadap putusan. Verzet tergolong upaya hukum biasa yang sifatnya

menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Selain verzet yang termasuk upaya

hukum biasa adalah banding dan kasasi.

Apakah arti pembelaan?

Istilah advokasi merujuk kepada dua pengertian, yaitu, pertama, pekerjaan atau

profesi dari seorang advokat, dan kedua, perbuatan atau tindakan pembelaan untuk atau

secara aktif mendukung suatu maksud. Pengertian pertama berkaitan dengan pekerjaan

seorang advokat dalam membela seorang kliennya dalam proses peradilan untuk

mendapatkan keadilan. Pengertian advokasi yang pertama ini lebih bersifat khusus

sedangkan pengertian kedua lebih bersifat umum karena berhubungan dengan pembelaan

secara umum, memperjuangkan tujuan atau maksud tertentu. Dalam konteks advokasi

untuk memengaruhi kebijakan publik, pengertian advokasi yang kedua mungkin yang

lebih tepat karena obyek yang di advokasi adalah sebuah kebijakan yang berkaitan

dengan kepentingan publik atau kepentingan anggota masyarakat. Berbicara advokasi,

sebenarnya tidak ada definisi yang baku. Pengertian advokasi selalu berubah-ubah

sepanjang waktu tergantung pada keadaan, kekuasaan, dan politik pada suatu kawasan

tertentu. Advokasi sendiri dari segi bahasa adalah pembelaan. Setidaknya ada beberapa

28

pengertian dan penjelasan terkait dengan definisi advokasi, yaitu: Usaha-usaha

terorganisir untuk membawa perubahan-perubahan secara sistematis dalam menyikapi

suatu kebijakan, regulasi, atau pelaksanaannya (Meuthia Ganier, 2008).

a. Permasalahan di skenario sesuai dengan kata kunci.

Bagaimanakah langkah perlawanan hukum yang dilakukan Dokter B?

b. Pemecahan Masalah

Dokter B memiliki hak suntuk melakukan perlawanan hukum dengan ketentuan:

1) Mengenai hak untuk memperoleh bantuan hukum terdapat dalam Pasal- Pasal

54,55, 56, 57, 58, 59, 60 dan 114 KUHAP. Di dalam pasal-pasal tersebut secara

tegas memberikan jaminan tentang hak bantuan hukum, oleh karena itu ketentuan

tersebut harus dapat dilaksanakan oleh aparat penegak hukum yang bersangkutan

pada setiap tingkat pemeriksaan.

2) Waktu pemberian bantuan hukum terdapat dalam Pasal 69 dan 70 (ayat 1).

Menurut ketentuan pasal tersebut bahwa bantuan hukum kepada seseorang yang

tersangkut suatu perkara pidana sudah dapat diberikan bantuan hukum seak saat

ditangkap dan ditahan, penasehat hukum dapat berhubungan dan berbicara

dengan tersangka atau terdakwa pada setiap waktu dan setiap tingkat

pemeriksaan.

3) Pengawasan pelaksanaan bantuan hukum diatur dalam Pasal 70 ayat (2), ayat (3),

ayat (4), dan pasal 71, dalam ketentuan ini dimaksudkan agar penasehat hukum

benar-benar memanfaatkan hubungan dengan tersangka untuk kepentingan

daripada pemeriksaan, bukan untuk menyalahgunakan haknya, sehingga dapat

menimbulkan kesulitan dalam pemeriksaan.

c. Tujuan Pembahasan

Dari kesalahan yang dilakukan Dokter B maka ia perlu mengetahui pelawanan

hukum yang dapat dilakukannya dan bagaimana proses hukum kedokteran agar

dokter B memahami tindakan yang bertentangan dengan hukum kedokteran dan kode

etik.

29

d. Hipotesa

Dari skenario diatas maka dapat ditarik kesimpulan tindakan diluar kode etik dan

berterntangan dengan hukum kedokteran mengakibatkan hukum pidana.

D. Bantuan Hukum Almamater

1. Apakah Arti Bantuan Hukum Almamater?

Istilah bantuan hukum merupakan hal yang baru bagi bangsa Indonesia.

Masyarakat baru mengenal dan mendengarnya pada sekitar tahun 1970-an. Aliran

lembaga bantuan hukum yang berkembang di negara Indonesia pada hakikatnya tidak

luput dari arus perkembangan bantuan hukum yang terdapat pada negara-negara yang

sudah maju. Sebelum membahas pengertian bantuan hukum, harus diketahui terlebih

dahulu apa yang dimaksud dengan hukum. Berbicara tentang batasan pengertian hukum,

hingga saat ini para ahli bantuan hukum belum menemukan batasan yang baku dan

memuaskan banyak pihak.

a. Permasalahan di skenario sesuai dengan kata kunci.

Bagaimanakan Bantuan Hukum Yang Diperoleh Dokter B Dari Almamaternya?

b. Pemecahan Masalah

Dokter B mendapat bantuan hukum dengan ketentuan:

1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) :

a) Pasal 56 ayat (1) yang menyatakan bahwa: Dalam hal tersangka atau

terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana mati atau ancaman

pidana lima belas (15) tahun atau lebih bagi mereka yang tidak mampu yang

diancam dengan pidana lima (5) tahun atau lebih yang tidak mempunyai

penasehat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat

pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi

mereka.

b) Pasal 56 ayat (2) yang menyatakan bahwa : Setiap penasehat hukum yang

ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), memberikan

bantuan dengan cuma-cuma.

30

2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR/RBG) Pasal 237 HIR/273

RBG yang menyatakan bahwa: Barang siapa yang hendak berpekara baik sebagai

penggugat maupun sebagai tergugat, tetapi tidak mampu menanggung biayanya,

dapat memperoleh izin untuk berpekara dengan Cuma-Cuma.

3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara

Pemberian Bantuan Hukum Secara cuma-cuma.

5) Intruksi Menteri Kehakiman RI No. M 01-UM.08.10 Tahun 2006, tentang

Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang

Mampu Melalui Lembaga Bantuan Hukum.

6) Instruksi Menteri Kehakiman RI No. M 03-UM.06.02 Tahun 1999 Tentang

Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Yang Kurang

Mampu Melalui Pengadilan Negeri dan Peradilan Tata Usaha Negara.

7) Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha

Negara No. D.Um.08.10.10 tanggal 12 Mei 1998 tentang JUKLAK Pelaksanaan

Bantuan Hukum Bagi Golongan Masyarakat Yang Kurang Mampu melalui

Lembaga Bantuan Hukum (LBH).

c) Tujuan Pembahasan

Hendaknya dokter B memahami prosedur hukum yang dilewatinya dan hak serta

kewajibannya selama menjalani proses hukum.

d) Hipotesa

Dari skenario diatas maka dapat ditarik kesimpulan setiap orang berhak mendapat

bantuan hukum dan termasuk dokter B.

31

BAB VI

PENUTUP

Jadi, melalui simpulan-simpulan sementara atau hipotesis diatas, kami menyimpulkan

secara keseluruhan. Bahwa, Etika dan Hukum Kedokteran Republik Indonesia itu haruslah

dilandasi dengan kata kunci-kata kunci yang terdapat pada skenario 4. Yang setiap kata kuncinya

saling menyatu satu sama lain. Yakni; malpraktik medis dengan Etika Kedokteran merupakan

bagian dari pembahasan dan pembelajaran Etika dan Hukum Kedokteran Republik Indonesia.

Dari adanya malpraktik medis dan etika kedokteran yang buruk, maka timbulah kegiatan yang

disebut perlawanan dan pembelaan hukum dari pasien maupun dokter dan bantuan hukum

almamater.

32

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Sunggono dan Aries Harianto.(2004).Bantuan Hukum dan Hak Asasi

Manusia. Bandung : CV. Mandar Maju,

Buyung Nasution,Adnan.(2000). Bantuan Hukum di Indonesia.Jakarta :LP3ES.

Harahap,M. Yahya.(2006). Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

Peyidikan dan Penuntutan. Jakarta : Sinar Grafika.

Harahap,M. Yahya.(2008).Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, DanPeninjauan Kembali. Jakarta :

Sinar Grafika.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien. Jakarta: KKI.

Koontz & Weihrich. 1988. Management, 9th ed, Mc Graw Hill Inc, Singapore, pp.461 - 465

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto.(2003).Sendi-Sendi Ilmu Hukumdan Tata

Hukum.Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Soerjono Soekanto.(1983). Bantuan Hukum Suatu Jaminan Tinjauan Sosio Yuridis.Jakarta :

Ghalia Indonesia.

Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

Yuwono , Ismantoro Dwi,S.H. (2006). Memahami Berbagai Etika Profesi & Pekerjaan.

Yogyakarta : Pustaka Yustisia.

33