BAB I

39
BAB I PENDAHULUAN Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Mata merah merupakan salah satu keluhan pada mata yang sering kita temukan sehari-hari. Bila terjadi perlebaran pembuluh darah pada konjungtiva atau sklera, ataupun saat terjadi perdarahan antara konjungtiva dan sklera, maka akan terlihat warna merah pada mata yang sebelumnya berwarna putih. 1 Konjungtivitis merupakan salah satu penyakit mata yang sering ditemukan di negara-negara berkembang. Penyakit ini bervariasi dari hiperemia ringan dengan produksi air mata yang berlebih sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Konjungtivitis bisa disebabkan oleh berbagai agen infeksi (bakteri, virus, atau jamur) dan non-infeksi (alergi, kimia, atau mekanis). 1,2,3 Bakteri merupakan salah satu penyebab konjungtivitis yang umum. 1,3 Konjungtivitis bakteri terjadi akibat pertumbuhan dan infiltrasi bakteri pada permukaan epitel konjungtiva. Bakteri tersebut bisa berjenis bakteri gram positif maupun gram negatif, namun bakteri gram positif lebih predominan. 1,2 1

description

new

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian

putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan

timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Mata merah

merupakan salah satu keluhan pada mata yang sering kita temukan sehari-hari.

Bila terjadi perlebaran pembuluh darah pada konjungtiva atau sklera, ataupun saat

terjadi perdarahan antara konjungtiva dan sklera, maka akan terlihat warna merah

pada mata yang sebelumnya berwarna putih.1

Konjungtivitis merupakan salah satu penyakit mata yang sering ditemukan

di negara-negara berkembang. Penyakit ini bervariasi dari hiperemia ringan

dengan produksi air mata yang berlebih sampai konjungtivitis berat dengan

banyak sekret purulen kental. Konjungtivitis bisa disebabkan oleh berbagai agen

infeksi (bakteri, virus, atau jamur) dan non-infeksi (alergi, kimia, atau

mekanis).1,2,3

Bakteri merupakan salah satu penyebab konjungtivitis yang umum.1,3

Konjungtivitis bakteri terjadi akibat pertumbuhan dan infiltrasi bakteri pada

permukaan epitel konjungtiva. Bakteri tersebut bisa berjenis bakteri gram positif

maupun gram negatif, namun bakteri gram positif lebih predominan.1,2 Perjalanan

penyakit ini bervariasi dari hiperakut, akut, subakut hingga kronis tergantung pada

penyebabnya. Walaupun konjungtivitis bakteri dapat sembuh dengan sendirinya,

namun konjungtivitis ini dapat mengancam penglihatan apabila disebabkan oleh

bakteri yang bersifat sangat virulen seperti Staphylococcus pyogenes dan

Neisseria gonorrhoeae.3 Konjungtivitis ini dapat menyerang siapa saja dan umum

terjadi di seluruh dunia, terutama di daerah beriklim panas.1

Biasanya keluhan konjungtivitis yang disebabkan bakteri adalah iritasi dan

kemerahan kedua mata, kelopak mata menempel sehingga mengakibatkan sulit

dibuka di pagi hari, keluar kotoran pus kekuningan, dan kadang-kadang kelopak

mata bengkak.1 Tanda klinis yang ditemukan seperti inflamasi konjungtiva

bilateral, injeksi konjungtiva, sekret purulen, kemosis dan edema palpebra.

Diagnosis banding untuk keluhan mata merah karena konjungtivitis antara lain

1

Page 2: BAB I

uveitis akut, glaukoma akut dan keratitis/trauma kornea. Untuk penyebabnya

dapat dibedakan antara konjungtivitis bakteri dengan konjungtivitis yang

disebabkan selain bakteri yaitu virus, konjungtivitis alergi, dan konjungtivitis

chlamidia. 1,2,3

Penatalaksanaan konjungtivits bakteri yaitu tindakan medikamentosa dan

operasi bila sudah ada komplikasi ulkus kornea yang mengancam perforasi. Jenis

medikamentosa yang diberikan yaitu antibiotik tergantung pada jenis bakteri yang

teridentifikasi.1

Konjungtivitis bakteri dapat menimbulkan komplikasi blefaritis marginal,

sikatrik konjungtiva, keratitis, ulkus kornea, perforasi kornea, sampai

endoftalmitis.1,2 Prognosis pasien dengan konjungtivitis bakteri tergantung pada

penyebab dan derajat penyakitnya. Konjungtivitis bakteri akut pada umumnya

sembuh sendiri. Tanpa pengobatan akan sembuh dalam 10-14 hari, dan bila

diobati dengan baik akan sembuh dalam 1-3 hari kecuali pada konjungtivitis

stafilokokus (bisa berkembang menjadi bleparokonjungtivitis dan masuk fase

kronis) dan konjungtivitis gonokokus (bila tidak diobati dapat menyebabkan

perforasi kornea dan endoftalmitis).1,2

Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada

beberapa kasus dapat berlanjut menjadi penyakit yang serius. Untuk itu tidak ada

salahnya berkonsultasi dengan dokter mata jika terkena konjungtivitis. 3

2

Page 3: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Struktur Konjungtiva

2.1.1 Anatomi konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang

membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan

permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan

dengan kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel

kornea di limbus.1

Konjungtiva terdiri dari tiga bagian yaitu:1

1. Konjungtiva palpebralis atau konjungtiva tarsalis yang melapisi permukaan

posterior kelopak mata dan melekat erat pada tarsus. Di tepi superior dan

inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices superior dan

inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva

bulbaris.

2. Konjungtiva bulbaris yang melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan

melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan

memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Kecuali di limbus (tempat

kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris

melekat longgar ke kapsul Tenon dan struktur di bawahnya.

3. Konjungtiva forniks yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal

dengan konjungtiva bulbi. Duktus-duktus kelenjar lakrimalis bermuara ke

forniks temporal superior.

2.1.2 Histologi konjungtiva

Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel

silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat

limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi

kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial

mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus

diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea.1

3

Page 4: BAB I

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan

satu lapisan fibrosa (profunda). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid

dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa

sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi

berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan kenapa konjungtivitis inklusi pada

neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi

folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada

lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang

konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata. Kelenjar air mata

asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip

kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma konjungtiva. Sebagian besar kelenjar

terletak di tepi atas tarsus atas.1

2.1.3 Vaskularisasi, aliran limfe, dan persarafan

Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri

palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak

vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring-

jaring vaskuler konjungtiva yang sangat banyak.1

Pembuluh limfe konjungtiva tersusun dalam lapisan superfisial dan lapisan

profunda dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga

membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari

percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit

mempunyai serat nyeri.1

2.2 Definisi Konjungtivitis

Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI)

konjungtivitis adalah suatu inflamasi atau peradangan pada konjungtiva yang

dapat disebabkan oleh infeksi (virus atau bakteri), iritasi, atau reaksi alergi

(hipersensitivitas).4 Konjungtivitis bakteri adalah suatu proses inflamasi pada

konjungtiva yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Konjungtivitis bakteri terjadi

akibat pertumbuhan dan infiltrasi bakteri pada permukaan epitelial konjungtiva.1,4

4

Page 5: BAB I

2.3 Etiologi dan Klasifikasi

Konjungtivitis bakteri merupakan infeksi yang sering terjadi sebagai

wabah musiman. Faktor predisposisinya berhubungan dengan iklim yang lembab,

higienitas serta sanitasi yang kurang, atau kebiasaan individu sendiri yang kurang

bersih sehingga memudahkan penyebaran infeksi.

Konjungtivitis bakteri dapat diklasifikasikan berdasarkan onset terjadinya

penyakit, yaitu hiperakut (< 24 jam), akut atau subakut (jam-hari), dan lambat

atau kronis (hari-minggu).5 Untuk lebih lengkapnya klasifikasi klinis serta etiologi

konjungtivitis bakteri dapat dlihat pada tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Klinis Konjungtivitis Bakteri5

Onset penyakit Keparahan Organisme penyebab

Lambat/Kronik

(hari-minggu)

Mild-moderete Staphylococcus aureus

Moraxella lacunata

Proteus spp

Enterobacteriaceae

Pseudomonas

Akut atau subakut

(jam-hari)

Moderete-severe Haemophilus influenzae biotype III

Haemophilus influenzae

Streptococcus pneumoniae

Staphylococcus aureus

Hiperakut (< 24 jam) Severe Neisseria gonorrhoeae

Neisseria meningitides

Konjungtivitis purulen (disebabkan N Gonorrhoeae, N Kochii, dan N

Meningitidis) ditandai banyak eksudat purulen. Konjungtivitis meningokokus

kadang-kadang terjadi pada anak-anak. Setiap konjungtivitis berat dengan banyak

eksudat perlu segera diperiksa secara laboratories dan segera diobati. Jika ditunda,

mungkin terjadi kerusakan kornea atau gangguan penglihatan, atau kongjungtiva

dapat menjadi gerbang masuk N Gonorrhoeae dan N Meningitidis, yang

menimbulkan sepsis atau meningitis.

5

Page 6: BAB I

Konjungtivitis mukopurulen (catarrhal) akut sering terdapat dalam bentuk

epidemic dan disebut “mata merah” oleh orang awam. Penyakit ini ditandai

dengan timbulnya hiperemi konjungtiva secara akut, dan jumlah eksudat

mukopurulen sedang. Penyebab paling umum adalah Streptococcus pneumoniae

pada iklim sedang dan Haemophilus aegyptius pada iklim panas. Penyebab yang

kurang umum adalah stafilokokus dan streptokokus lain. Konjungtivitis yang

disebabkan oleh S pneumoniae dan H aegyptius mungkin disertai perdarahan

subkonjungtiva. Konjungtivitis H aegyptius di Brazil diikuti demam purpura fatal

yang ditimbulkan oleh toksin bakteri terkait, plasmid dari bakteri.

Konjungtivitis subakut paling sering disebabkan oleh H influenzae dan

kadang-kadang oleh Escherichia Coli dan spp Proteus. Infeksi H influenzae

ditandai eksudat berair tipis atau berawan.

Konjungtivitis bacterial menahun terjadi pada pasien dengan obstruksi

duktus nasolakrimal dan dakriosistitis menahun, yang biasanya unilateral. Infeksi

ini juga dapat menyertai blefaritis bacterial menahun atau disfungsi kelenjar

meibom. Pasien dengan sindrom palpebra lemas dan ektropion dapat

menimbulkan konjungtivitis bacterial sekunder.

Konjungtivitis bacterial jarang dapat disebabkan oleh Corynebacterium

diphteriae dan Streptococcus pyogenes. Pseudomembran atau membrane yang

dihasilkan oleh organism ini dapat terbentuk pada kongjungtiva palpebra. Kasus

konjungtivitis menahun jarang disebabkan oleh Moraxella catarrhalis, bacillus

coliform, Proteus, dll., secara klinis tidak dapat dibedakan.

2.4 Patogenesis

Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus,bakteri, alergi, atau

kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa. Kerusakan jaringan akibat

masuknya benda asing ke dalam konjungtiva akan memicu suatu respon radang

atau inflamasi. Tanda-tanda terjadinya inflamasi pada umumnya adalah kalor

(panas), dolor (nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak) dan fungsiolesa. Masuknya

benda asing ke dalam konjungtiva tersebut pertama kali akan di respon oleh tubuh

dengan mengeluarkan air mata. Air mata diproduksi oleh Apartus Lakrimalis,

berfungsi melapisi permukaan konjungtiva dan kornea sebagai film air mata.

6

Page 7: BAB I

Fungsi air mata adalah menghaluskan permukaan air kornea, memberi nutrisi

pada kornea, antibakteri, perlindungan mekanik terhadap benda asing, dan lapisan

akuos (berada di tengah).6,7

Pada air mata terdapat lapisan tebal kelenjar Lakrimal aksesorius sebagai

nutrisi dan antibakteri yang terdiri dari air, elektrolit, glaukosa, albumin,

globulin, lisosim. Lisosim inilah yang akan merusak dinding sel bakteri pertama

kali dan berusaha mengeluarkan bakteri dengan mengeluarkan air mata yang

berlebih. Jika bakteri tersebut tidak bisa dihancurkan maka tubuh akan

mengaktifkan sistem komplemen yang merupakan mekanisme pertahanan non

spesifik humoral utama tubuh yaitu :6,7

1. Sistem terdiri atas > 20 protein, yang dapat diaktifkan untuk merusak

bakteri.

2. Sekali komplemen diaktifkan maka dapat memicu peningkatan

permeabilitas vaskuler, rekrutmen fagosit serta lisis dan opsonisasi

bakteri.

3. Menyelubungi mikroba dengan molekul-molekul yang membuatnya lebih

mudah ditelan oleh fagosit.

4. Mediator permeabilitas vaskuler meningkatkan permeabilitas kapiler

sehingga dapat menambah aliran plasma dan komplemen ke lokasi

infeksi.

5. Ekstravasasi : pembuluh darah membawa darah membanjiri jaringan

kapiler, jaringan memerah (rubor) dan memanas (kalor), peningkatan

permeabilitas kapiler, masuknya cairan dan sel dari kapiler ke jaringan

terjadi akumulasi cairan (eksudat) dan bengkak (edema), peningkatan

permeabilitas kapiler, penurunan velocitas darah dan peningkatan

adhesi,dan migrasi lekosit (terutama fagosit) dari kapiler ke jaringan.

Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi mediator-mediator kimiawi yakni :6,8

1. Histamin : dilepaskan oleh sel merangsang vasodilatasi dan peningkatan

permeabilitas kapiler.

2. Lekotrin : dihasilkan dari membran sel meningkatkan kontraksi otot polos

mendorong kemotaksis untuk netrofil.

7

Page 8: BAB I

3. Prostaglandin : dihasilkan dari membran sel meningkatkan vasodilatasi,

permeabilitas vaskuler mendorong kemotaksis untuk netrofil.

4. Platelet aggregating factors : menyebabkan agregasi platelet m endorong

kemotaksis untuk netrofil.

5. Kemokin : dihasilkan oleh sel pengatur lalu lintas lekosit di lokasi

inflamasi) beberapa macam kemokin: IL-8 (interleukin-8), RANTES

(regulated upon activation normal T-cell expressed and secreted), MCP

(monocyte chemoattractant protein).

6. Sitokin : dihasilkan oleh sel-sel fagosit di lokasi inflamasi pirogen

endogen yang memicu demam melalui hipotalamus, memicu produksi

protein fase akut oleh hati,memicupeningkatan hematopoiesis oleh

sumsum t ulang lekositosis beberapa macam sitokin yaitu: IL-1

(interleukin-1), IL-6 (interleukin-6), TNF-a (tumor necrosis factor alpha).

7. Mediator lain (dihasilkan akibat proses fagositosis)

8. Beberapa mediator lain: nitrat oksida, peroksida dan oksigen radikal.

Oksigen dan nitrogen merupakan intermediat yang sangat toksik untuk

mikroorganisme.

Biasanya penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya (self limiting

disease), hal ini disebabkan oleh faktor-faktor :8

1. Konjungtiva selalu dilapisi oleh tears film yang mengandung zat-zat anti

microbial.

2. Stroma konjungtiva pada lapisan adenoid mengandung banyak kelenjar

limfoid

3. Epitel konjungtiva terus menerus diganti.

4. Temperatur yang relatif rendah karena penguapan air mata, sehingga

perkembangbiakan mikroorganisme terhambat.

5. Penggelontoran mikroorganisme oleh aliran air mata.

6. Mikroorganisme tertangkap oleh mukus konjungtiva hasil sekresi sel-sel

goblet kemudian akan digelontor oleh aliran airmata.

Pada permukaan jaringan mata dan adnexa mata di hinggapi oleh koloni

yang disebut flora normal seperti streptokokus, stafilokokus, dan rantai coryne

bacterium. Perubahan pada pertahanan host atau pada spesies bakteri, dapat

8

Page 9: BAB I

menyebabkan terjadinya infeksi klinis. Perubahan pada flora dapat terjadi

dikarenakan kontaminasi dari luar, penyebaran dari lingkungan sekitar, atau

melalui blood-borne pathway.6,8

Pertahanan primer tubuh terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang

membungkus konjungtiva. Gangguan pada barier ini akan menyebabkan

terjadinya infeksi. Pertahanan sekunder meliputi mekanisme hematologic-immune

yang dibawa oleh vaskularisasi konjungtiva; tear film immunoglobulins dan

lisosom; dan peningkatan lakrimasi dan kedipan mata.6,7

2.5 Manifestasi Klinis

Konjungtivitis bakteri bisa dicurigai pada setiap pasien dengan inflamasi

konjungtiva bilateral dan sekret purulen.5 Biasanya keluhan konjungtivitis yang

disebabkan bakteri adalah iritasi dan kemerahan kedua mata, kelopak mata

menempel sehingga mengakibatkan sulit dibuka di pagi hari, keluar kotoran pus

kekuningan, kadang-kadang kelopak mata bengkak.1,9 Tanda klinis yang

ditemukan seperti inflamasi konjungtiva bilateral, injeksi konjungtiva, sekret

purulen, dan edema palpebra. Onset dan keparahan inflamasi konjungtiva serta

sekret yang keluar dapat digunakan untuk memprediksi kemungkinan bakteri

penyebab konjungtivitis.5

Pada konjungtivitis bakteri hiperakut gejala klinisnya yaitu onset injeksi

konjungtiva yang cepat, edema palpebra, sekret purulen banyak, kemosis, dan rasa

tidak nyaman atau nyeri.2 Agen penyebab biasanya N gonorrhoeae atau N

meningitidis.1 Konjungtivitis gonokokus dapat juga terjadi pada neonatus dengan

tanda khas munculnya sekret konjungtiva purulen pada kedua mata 3 – 5 hari

setelah persalinan per vaginam.5

Konjungtivitis bakteri akut sering terdapat dalam bentuk epidemik dan

disebut “mata merah” oleh orang awam.1 Penyakit ini ditandai dengan dengan

hiperemia konjungtiva secara akut dan biasanya sembuh sendiri.1,2 Penyebab

tersering adalah S pneumoniae, S aureus, dan H influenzae. S pneumoniae

merupakan penyebab tersering konjungtivitis bakteri akut dengan manifestasi

klinis sekret purulen, edema palpebra, kemosis, perdarahan konjungtiva, dan

adanya membran konjungtiva pada konjungtiva palpebralis.1,5 Konjungtivitis

9

Page 10: BAB I

karena H influenzae dapat terjadi pada anak yang terkadang berhubungan dengan

otitis media, sedangkan pada dewasa sering berhubungan dengan kolonisasi

kronis dari H influenzae (misalnya pada perokok) Gejala klinis yang ditimbulkan

hampir sama dengan konjungtivitis karena S pneumoniae, tapi tidak terbentuk

membran konjungtiva serta sering muncul ulkus epitel kornea perifer dan infiltrat

stroma. S aureus dapat menyebabkan blefarokonjungtivitis akut, sekret kurang

purulen dibandingkan dengan konjungtivitis pneumococcal dan secara umum

tingkat keparahannya relatif rendah.5

Gambar 5. Injeksi Konjungtiva pada Konjungtivitis Bakteri9

Gambar 6. Sekret Mukopurulen pada Konjungtivitis Bakteri9

Konjungtivitis bakteri kronis terjadi pada pasien dengan riwayat obstruksi

duktus nasolakrimalis, dakriosistitis menahun yang biasanya unilateral. Infeksi ini

juga dapat menyertai bleparitis bakterial menahun, atau disfungsi kelenjar

10

Page 11: BAB I

meibom. Pasien dengan sindrom palpebra lemas atau ektropion dapat berkembang

menjadi konjungtivitis bakteri sekunder.1

2.6 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosa konjungtivitis bakteri didasarakan pada

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat. Pada pasien

dengan konjungtivis bakteri memeiliki keluhan berupa mata merah, keluar

kotoran pus kekuningan yang terjadi dalam 1 atau 2 hari, kelopak mata bengkak,

dan menempel susah dibuka saat pagi hari, gatal dan terasa seperti ada sensasi

benda asing pada mata.1,10,11

Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan tanda sesuai manifestasi klini

konjungtivitis bakteri dapat berupa edema palpebra, palpebra saling melekat saat

baru bangun, hiperemi konjungtiva sering pada ke dua mata dan secret purulen

adanya papil pada kelopak mata.1,10,11

Dari pemeriksaan penunjang dilakukan swab pada konjungtiva kemudian

dilakukan pengecatan gram untuk menemukan organism penyebab konjungtivitis.

Dapat ditemukan adanya diplokocus extra maupun intrasesular apabila

etiologinya Neisseria gonorrhoe dan giemsa ditemukan inclusion bodies apabila

penyebabnya Clamidya. Disamping itu juga ditemukan adanya neutrofil

polimorfonuklear pada pemeriksaan giemsa.1,10,11

Berdasarakan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

diatas dapat kita buat diagnosa konjungtivitis bakteri. Sehingga pemberian terapi

sesuai dan prognosis pasien baik.

2.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk keluhan mata merah karena konjungtivitis antara lain

uveitis akut, glaukoma akut dan keratitis/trauma kornea. Untuk penyebabnya

dapat dibedakan antara konjungtivitis bakteri dengan konjungtivitis yang

disebabkan selain bakteri yaitu virus, konjungtivitis alergi, dan konjungtivitis

chlamidia.

11

Page 12: BAB I

Tabel 2. Diagnosis Banding Mata Merah11

Perbedaan Konjungtivitis

Akut

Uveitis Akut Glaukoma

Akut

Keratiotis /

Truma Okuli

Insiden Sangat Umum Umum Tidak umum Umum

Sekret Sedang- banyak Tidak ada Tidak ada Serous/ nanah

Visus Normal Agak kabur Sangat kabut Biasanya kabur

Rasa Sakit Tidak ada Sedang Sangat sakit Sedang- berat

Injeksi

konjungtiva

Difuse

konjungtiva

Perikorneal Perikornea Perikornea

Kornea Jernih Ada bercak KP Berawan/

keruh

Bercak/ keruh

Ukuran pupil Normal Miosis Midriasis Norma/kecill

Reflek pupil

pada cahaya

Normal Kurang Tidak ada Normal

Tekanan bola

mata

Normal Normal Tinggi Normal

Tes Fouresin Normal Negatip Negatip Positip pada

lesi

Smear Ada kuman

penyebab

Tidak ada

kuman

Tidak ada

kuman

Positif pada

infeksi/ ulkus

Terapi dasar

mata

antibiotika Atropine ,

Steroid

Carpin 2 % Antibotika

Tabel 3. Diagnosis Banding Konjungtivitis Berdasarkan Tanda Klinis9

Tanda Klinis Bakteri Viral Alergi Chlamydial

Injeksi

Konjungtiva

Jelas Sedan

g

Ringan sampai

sedang

Sedang

Kemosis ++ ± ++ ±

Perdarahan

Subkojungtiva

± ± - -

12

Page 13: BAB I

Sekret Purulen,

mukopurul

en

Berair Ropy/berair Mukopurulen

Papil ± - ++ ±

Folikel - + - ++

Pseudomembran ± ± - -

Pannus - - - ( kecuali vernal) +

Preauricular

lymp node

+ ++ - ±

Tabel 4. Diagnosis Banding Konjungtivitis Berdasarkan Gambaran Sitologi9

Gambaran Sitologi Bakteri Virus Alergi Chlamydial

Netrofil + + (fase awal) - +

Eosinofil - - + -

Limposit - + - +

Sel Plasma - - - +

Sel Multinuklear - + - -

Inclusion body

cytoplasmic nuclear

- +(Pox),

+ (herpes)

- +

Mikroorganisme + - - -

2.8 Penatalaksanaan

Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakteri tergantung pada agen

mikrobiologinya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memberikan

terapi awal dengan antimikrobial topikal.

13

Page 14: BAB I

2.8.1 Terapi konjungtivitis bakteri hiperakut

Pada kasus konjungtivitis bakteri hiperakut dengan tanda klinis sekret

yang profuse purulen harus dilakukan pemeriksaan gram. Jika didapatkan hasil

diplokakus gram negatif dicurigai agen penyebab adalah Neisseria. United State

The Center for Disease Control and Prevention merekomendasikan terapi

konjungtivitis bakteri hiperakut dengan antiobiotik sistemik ceftriaxone 1 gram

dosis tunggal injeksi intramuskular dikombinasikan dengan eye lavage

menggunakan saline 4 kali sehari sampai sekretnya habis terbuang.2 Sedangkan di

RSUP Sanglah penanganan untuk kasus konjungtivitis purulenta karena Neisseria

gonorrhoeae11 meliputi:

1. Bilas akuades sesering mungkin (secrete toilet).

2. Tetes mata Penicilin Prokain 15.000 IU (International Unite) setiap menit satu

jam pertama, tiap 5 menit satu jam berikutnya dan setiap 15 menit sampai bisa

membuka mata, selanjutnya tiap jam sampai hasil pemeriksaan gram negatif 3

kali.

3. Tetes mata pengganti: Ofloxasin, Levofloxasin.

4. Injeksi Penisilin Prokain 100.000 IU/KgBB atau Ceftriaxon 25-50 mg/kgBB

(intravena).

2.8.2 Terapi konjungtivitis bakteri akut atau subakut, dan kronis

Konjugtivitis bakteri akut atau subakut biasanya sembuh spontan. Early

placebo-controlled studies menemukan lebih dari 70% kasus konjungtivitis

bakteri sembuh sendiri dalam 8 hari. Pengobatan dengan antibiotik mempercepat

penyembuhan, mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mengurangi

penyebaran. Dalam pemilihan antibiotik yang digunakan harus

mempertimbangkan biaya, daya resistansi, dan efek samping.2 Terapi yang

dianjurkan adalah:11

1. Tetes mata antibiotik spektrum luas: neomisin, polimiksin, ciprofloxasin,

ofloxasin, atau levofloxasin selama kurang lebih 4-5 hari.

2. Vitamin C 500 mg 1 x sehari.

3. Antiinflamasi 2x1 sehari bila disertai dengan edema palpebra.

4. Tidak perlu antibiotika sistemik dan analgesik.

14

Page 15: BAB I

Konjungtivitis bakteri kronis dapat diterapi seperti diatas, namun harus juga

dihilangkan fokal infeksi yang menjadi sumber infeksi.

2.8.3 Indikasi Rujuk

Reds Flags seperti adanya nyeri hebat pada mata atau sakit kepala,

fotofobia, penurunan visus, atau penggunaan lensa kontak menunjukkan pasien

dalam kondisi yang mengancam penglihatan sehingga merupakan indikasi rujukan

segera ke dokter spesialis mata. Pasien dengan konjungtivitis bakteri hiperakut

harus juga dirujuk untuk menilai apakah terjadi kerusakan pada kornea. Pada

pasien konjungtivitis bakteri yang tidak membaik dalam 24 jam setelah pemberian

antibiotik dipertimbangkan juga untuk di rujuk ke dokter spesialis mata.2

2.9 Komplikasi

Konjungtivitis bisa juga menimbulkan komplikasi lain seperti Keratitis

punctata superfisialis dan Dakriosistitis akut.7 Blefaritis marginal menahun sering

menyertai konjungtivitis stafilokokus kecuali pada pasien sangat muda yang

bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat terjadi pada konjungtivitis

pseudomembranosa dan membranosa dan pada kasus tertentu yang dikuti ulserasi

kornea dan perforasi sampai endoftalmos.1,11

Ulserasi kornea marginal dapat terjadi pada infeksi N gonorrhoeae, N

kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M catarrhalis. Jika produk

toksik dari N gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk camera anterior, dapat

timbul iritis toksik.1

2.10 Prognosis

Prognosis konjungtivitis bakterial akut umumnya baik dan hampir selalu

sembuh sendiri. Tanpa diobati, infeksi dapat berlangsung selama 10 - 14 hari, jika

diobati dengan memadai sembuh dalam 1-3 hari, kecuali konjungtivitis bakteri

karena stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan

memasuki tahap menahun) dan konjungtivitis bakteri hiperakut (yang bila tidak

dapat diobati dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena

konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah

dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septikemia dan

meningitis.1

15

Page 16: BAB I

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita

Nama : SF

Umur : 25 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Persil nyeroan Kaliboto lor jamroto, Lumajang

Pekerjaan : Pegawai swasta

Agama : Islam

Suku Bangsa : Jawa

3.2 Anamnesis

Keluhan utama : Mata kiri merah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan mata kiri merah sejak 6 hari yang lalu sebelum ke

Poliklinik Mata RSUP Sanglah. Mata merah dikatakan terjadi secara mendadak.

Merah pada mata kiri didahului oleh keluarnya banyak kotoran dari mata kiri.

Kotoran dikatakan keluar secara terus menerus tetapi lebih banyak pada pagi hari

saat baru bangun dari tidur, sehingga pasien sulit untuk membuka mata. Pasien

juga mengeluhkan mata kiri terasa ngeres seperti kemasukan pasir dan

penglihatan mata kiri dikatakan agak kabur sejak 3 hari yang lalu. Pasien

menyangkal adanya keluhan mata terasa gatal, silau dan nyeri pada mata kiri.

Riwayat penggunaan kacamata disangkal oleh pasien

Riwayat Penyakit Dahulu dan Pengobatan

Riwayat trauma maupun kemasukan benda asing sebelumnya disangkal oleh

pasien. Pasien mengatakan tidak pernah sakit mata seperti ini sebelumnya. Pasien

sempat berobat ke dokter umum dan diberi tetes mata alletrol, keluhan dikatakan

agak berkurang.

16

Page 17: BAB I

Riwayat Sosial

Penderita bekerja sebagai pegawai proyek, dikatakan teman kerjanya ada yang

mengalami keluhan yang sama dengan penderita.

3.3 Pemeriksaan Fisik

3.3.1 Pemeriksaan fisik umum

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 84 kali / menit

Temperatur aksila : 36,5 °C

3.3.2 Pemeriksaan Fisik Khusus (Lokal pada Mata)

Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra (OS)

Visus

Refraksi/Pin Hole

6/6

Tidak dilakukan

6/15

Tidak dilakukan

Supra cilia

Madarosis

Sikatriks

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Palpebra superior

Edema

Hiperemi

Enteropion

Ekteropion

Benjolan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Palpebra inferior

Edema

Hiperemi

Enteropion

Ekteropion

Benjolan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

17

Page 18: BAB I

Pungtum lakrimalis

Pungsi

Benjolan

Tidak dilakukan

Tidak ada

Tidak dilakukan

Tidak ada

Konjungtiva palpebra superior

Sekret mata

Hiperemi

Folikel

Papil

Sikatriks

Benjolan

Lain-lain

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada (Mukopurulen)

Ada

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva palpebra inferior

Sekret mata

Hipermi

Folikel

Papil

Sikatriks

Benjolan

Lain-lain

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada (Mukopurulen)

Ada

Ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Konjungtiva bulbi

Kemosis

Hiperemi

1. Konjungtiva

2. Silier

Perdarahan di bawah konjungtiva

Pterigium

Pingueculae

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Sklera

Warna

Pigmentasi

Putih

Tidak ada

Putih

Tidak ada

18

Page 19: BAB I

Limbus

Arkus senilis Tidak ada Tidak ada

Kornea

Odem

Infiltrat

Ulkus

Sikatriks

Keratik presifitat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Kamera okuli anterior

Kejernihan

Kedalaman

Jernih

Dalam

Jernih

Dalam

Iris

Warna

Koloboma

Sinekia anterior

Sinekia posterior

Coklat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Coklat

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Pupil

Bentuk

Regularitas

Refleks cahaya langsung

Refleks cahaya konsensuil

Bulat

Reguler

Ada

Ada

Bulat

Reguler

Ada

Ada

Lensa

Kejernihan

Dislokasi/subluksasi

Jernih

Tidak ada

Jernih

Tidak ada

Pemeriksaan Lain

OD Pemeriksaan OS

Tidak dilakukan Tensi Okuli Tidak dilakukan

Negative Tes Fluoresin Negative

Tidak dilakukan Tes Anel Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Lain-lain Tidak dilakukan

19

Page 20: BAB I

3.4 Resume

Pasien laki-laki, 25 tahun dikeluhkan mata kiri merah sejak 6 hari sebelum ke

Poli Mata. Keluar kotoran (+) pada mata kiri, lebih banyak pada pagi hari.

Kelopak mata kanan menempel dan sulit dibuka terutama di pagi hari saat bangun

tidur. Mata kiri terasa ngeres seperti kemasukan pasir dan agak kabur.

Pemeriksaan fisik umum ditemukan dalam batas normal.

Pemeriksaan lokal

OD Pemeriksaan OS

6/6 Visus 6/15

Normal Palpebra Edema

Normal Konjungtiva palpebra Sekret, hiperemi, folikel,

papil

Normal Konjungtiva bulbi CVI (+)

Jernih Kornea Jernih

Normal Kamera okuli anterior Normal

Bulat, reguler, RP (+) Iris/Pupil Bulat reguler, RP (+)

Jernih Lensa Jernih

Negatif Tes Fluoresin Negatif

3.5 Diagnosis Banding

1. OS Konjungtivitis Akut

2. OS Keratitis akut

3. OS Uveitis akut

4. OS Glaucoma akut

3.6 Diagnosis Kerja

OS Konjungtivitis akut ec suspek bakteri

3.7 Usulan Pemeriksaan

- Pengecatan gram

- KOH

20

Page 21: BAB I

- Giemsa

3.8 Terapi

- OS Eye toilet

- Antibiotika tetes mata (C.Polygran) 6 x 1 tetes/hari

- Artificial tears eye drops 6x1 tetes/hari

- Vitamin C 500 mg, 1 x 1

- KIE Higiene

3.9 Prognosis

Ad vitam : Dubius et bonam

Ad fungsionam : Dubius et bonam

Ad Sanationam : Dubius et bonam

21

Page 22: BAB I

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil anamnesa didapatkan mata kiri merah sejak 6 hari yang lalu

sebelum ke Poliklinik Mata RSUP Sanglah. Mata merah dikatakan terjadi secara

mendadak. Merah pada mata kiri didahului oleh keluarnya banyak kotoran dari

mata kiri. Kotoran dikatakan keluar secara terus menerus tetapi lebih banyak pada

pagi hari saat baru bangun dai tidur, sehingga pasien sulit untuk membuka mata.

Pasien juga mengeluhkan mata kiri terasa ngeres seperti kemasukan pasir dan

penglihatan mata kiri dikatakan agak kabur sejak 3 hari yang lalu. Pasien

menyangkal adanya keluhan mata terasa gatal, silau dan nyeri pada mata kiri.

Riwayat penggunaan kacamata disangkal oleh pasien

Dari pemeriksaan fisik pada mata kiri pasien didapatkan edema pada

palpebra, hiperemi pada konjungtiva palpebra, conjungtiva vascular injection pada

konjungtiva bulbi. Ini sesuai dengan kepustakaan. Disebutkan bahwa pada

konjungtivitis bakteri tersebut terjadi kemerahan (CVI) dan biasanya mengenai

satu mata terlebih dahulu. Hiperemi pada palpebra dan konjungtiva palpebra

terjadi karena kerusakan jaringan akibat masuknya benda asing ke dalam

konjungtiva akan memicu suatu kompleks kejadian yang dinamakan respon

radang atau inflamasi. Tanda-tanda terjadinya inflamasi pada umumnya adalah

kalor (panas), dolor (nyeri), rubor (merah), tumor (bengkak) dan fungsiolesa.

Inflamasi diawali oleh kompleks interaksi mediator-mediator kimiawi terutama

histamin dan prostaglandin yang dilepaskan oleh sel radang yang merangsang

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler sehingga terjadi hiperemi. CVI

pada konjungtivitis bakteri terjadi karena pada radang konjungtiva pembuluh

darah ini terutama didapatkan di daerah forniks, ukuran pembuluh darah makin

besar ke bagian perifer, karena asalnya dari bagian perifer atau arteri konjungtiva

posterior, berwarna pembuluh darah merah yang segar. Visus, COA, Iris dan pupil

masih dalam batas normal dikarenakan pada konjungtivitis bakteri gangguan ada

pada konjungtiva sehingga struktur mata yang berada dibelakang konjungtiva

seperti kornea, iris lensa masih normal yang merupakan media refraksi yang

22

Page 23: BAB I

mempengaruhi visus . Pada pemeriksaan lokalis mata kanan pasien masih dalam

batas normal.

Disisni dari keluhan dan pemeriksaan fisik yang didapat mengarah kepada

diagnosa konjungtivitis bakteri maka dilakukan usulan pemeriksaan penunjang

berupa pengecatan gram dan giemsa untuk mengetahui jenis dari bakterinya

gonokokus atau non gonokokus.

Pengobatan yang diberikan pada penderita ini adalah C. Poligran 6x1 tetes,

artificial tears eye drop 6x1 tetes, Vitamin C 500 mg 1x1 tablet, kemudian kontrol

kembali. Sesuai teori yang didapat dari referensi yang ada, disebutkan bahwa

terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakteri disesuaikan dengan hasil

pemeriksaan sediaan yang telah didapatkan. Namun demikian, sambil menunggu

hasil laboratorium, dapat dilakukan pemberian antibiotik spektrum luas dengan

dosis tunggal. Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka

diberikan antibiotik spektum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep

mata 4 sampai 5 kali sehari. Apabila dipakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur

diberi salep mata (sulfonamid 10-15% atau kloramfenikol). Apabila tidak sembuh

dalam satu minggu bila mungkin dilakukan pemeriksaan resistensi.

Prognosis pada penderita ini mengarah ke baik, didukung oleh

kepustakaan yang mengatakan bahwa prognosis penderita konjungtivitis bakteri

biasanya baik apabila ditangani dengan segera dan tidak terjadi komplikasi seperti

endopthalmitis, keratitis, uveitis bahkan panopthalmitis.

23

Page 24: BAB I

BAB IV

SIMPULAN

Konjungtivitis bakteri adalah suatu proses inflamasi pada konjungtiva

yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Konjungtivitis bakteri terjadi akibat

pertumbuhan dan infiltrasi bakteri pada permukaan epitelial konjungtiva.

Konjungtivitis bakteri merupakan infeksi yang sering terjadi sebagai

wabah musiman. Faktor predisposisinya berhubungan dengan iklim yang lembab,

higienitas serta sanitasi yang kurang, atau kebiasaan individu sendiri yang kurang

bersih sehingga memudahkan penyebaran infeksi.

Konjungtivitis bakteri dapat diklasifikasikan berdasarkan onset terjadinya

penyakit, yaitu hiperakut (< 24 jam), akut atau subakut (jam-hari), dan lambat

atau kronis (hari-minggu). Biasanya keluhan konjungtivitis yang disebabkan

bakteri adalah iritasi dan kemerahan kedua mata, kelopak mata menempel

sehingga mengakibatkan sulit dibuka di pagi hari, keluar kotoran pus kekuningan,

kadang-kadang kelopak mata bengkak. Tanda klinis yang ditemukan seperti

inflamasi konjungtiva bilateral, injeksi konjungtiva, sekret purulen, dan edema

palpebra. Penyebab tersering adalah S pneumoniae, S aureus, dan H influenzae. S

pneumoniae merupakan penyebab tersering konjungtivitis bakteri akut.

Konjugtivitis bakteri akut atau subakut biasanya sembuh spontan.

Pengobatan dengan antibiotik mempercepat penyembuhan, mengurangi

kemungkinan terjadinya komplikasi dan mengurangi penyebaran.

24

Page 25: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwab IR, Crawford JB. Conjunctiva. In: General Ophthalmology. Vaughan

D, Asbury T, Paul RE, eds. 15 ed. London. Prentice Hall Intetnational, Inc.

2000. p. 92-7.

2. Tarabishy AB, Jeng BH. Bacterial Conjungctivitis: A Review for Internists.

Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2008; 75:507-12.

3. Howard ML. The Red Eye. NEJM. 2000; 343: 345-51.

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). Panduan

Manajemen Klinis Perdami. Gondhowiardjo TD, Simanjuntak GWS, eds.

Jakarta: PP PERDAMI: 2006. p. 27-29.

5. American Academy of Ophthalmology staff. Infectious Diseases of the

External Eye and Cornea. In: External Diseases and Cornea. Basic and

Clinical Science Course. Section 8. San Frascisco: AAO. 2009 -2010; p. 113-

92.

6. Anonim. Acute Bacterial Conjunctivitis. Available at :

http://cms.revoptom.com/handbook/oct02_sec2_4.htm. Accessed : 19th July,

2012.

7. Anonim. Bacterial Conjuncivitis. Available at :

http://clinicalevidence.bmj.com/ceweb/conditions/eyd/0704/0704-get.pdf.

Accessed : 19th July, 2012.

8. Anonim. Conjunctivitis. Available at : . Accessed :

http://clinicalevidence.bmj.com/ceweb/ 19th July , 2012.

9. Khurana, AK. Comprehensive Ophtalmology. 4th ed. New Age Pubishers.

New-Dehli, 2007. p.51-60

10. Douglas J,R and Mark F,F. The Wills Eye Manual Office And Emergency

Room Diagnosis And Treatment Of Eyes Disease. Lippincott Williams and

Wilkins : New York. 1999.

11. Niti Susila NK dan dkk. Standar Pelayanan Medis Ilmu kesehatan Mata FK

UNUD / RSUP Sanglah Denpasar. Bagian/ SMF Ilmu Kesehatan Mata FK

UNUD / RSUP Sanglah : Denpasar. 2009.

25