BAB I
description
Transcript of BAB I
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu kedokteran dewasa ini telah memberikan dampak yang besar bagi
dunia kesehatan di dunia. Kemajuan tersebut dapat meningkatkan tingkat harapan hidup para
pasien. Salah satu kemajuan tersebut adalah dalan bidang transplantasi organ tubuh manusia.
Teknik ini memungkinkan seseorang dapat mengganti bagian tubuhnya yang rusak atau sudah
tidak dapat berfungsi lagi dengan bagian tubuh orang lain supaya dia dapat hidup normal. Tentu
saja kemajuan di bidang transplantasi ini membantu banyak orang, akan tetapi adanya teknik
transplantasi ini juga mendatangkan beberapa masalah yang berdampak atas moralitas.
Kemajuan dalam ilmu pengetahuan medis telah memungkinkan dilakukannya transplantasi organ
dengan namun demikian beberapa prosedur yang ditawarkan mungkin dapat dilakukan tetapi
secara moral tidak dapat diterima. Apa yang secara teknologis mungkin, tidak selalu baik secara
moral. Dalam menilai moralitas suatu prosedur, orang wajib mempertahankan martabat pribadi
manusia, yang sekaligus tubuh dan jiwa. Masalah moral tersebut antara lain meliputi
perdagangan organ tubuh manusia.
Perdagangan organ manusia di dunia semakin marak, terutama di pasar gelap. Hal ini
merupakan perpaduan antara kemiskinan dan kejahatan terorganisasi berskala global. Badan
Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, setiap tahun terjadi 21.000 pencangkokan hati. Padahal,
berdasarkan pakar medis, jumlah permintaan sebenarnya paling sedikit 90.000. Selain itu,
permintaan akan ginjal juga melebihi persediaan yang ada. Hasilnya, harga organ tubuh
melonjak tajam. Ini menjadi salah satu faktor pendukung maraknya perdagangan organ tubuh
manusia di pasar gelap. Di Mesir, sebuah ginjal berharga USD5.300, sementara di
Istanbul,Turki, harganya bisa mencapai USD30.700. Di China, harga liver bahkan menembus
USD34.380. Bagaimana dengan di Indonesia? Walaupun perdagangan organ tubuh di Indonesia
belum seperti di China, potensi untuk menuju kesana terbuka lebar. Oleh sebab itu, kami akan
mengkaji tentang bagaimana etika dan hukum kesehatan di Indonesia mengatur transplantasi
organ tubuh.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan utama pembuatan makalah ini adalah untuk pemenuhan tugas mata kuliah etika
dan hukum kesehatan. Selanjutnya pembahasan masalah transplantasi organ tubuh manusia ini
bertujuan untuk mendalami bagaimana etika dan hukun kesehatan di Indonesia mengatur
masalah transplantasi organ tubuh. Selain itu, makalah ini juga di harapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat luas bagaimana prosedur transplantasi organ baik kepada pendonor
maupun kepada pihak yang menerima.
C. Rumusan Masalah
1. Sejarah dan pengertian transplantasi organ tubuh ?
2. Metode dan bagaimanan transplantasi organ tubuh ?
3. Bagaimana etika dan moral mengenai transplantasi organ tubuh ?
4. Bagaimana hukum di Indonesia mengatur proses transplantasi organ?
4. Dan bagaimana pandangan Agama terhadap transplantasi organ tubuh manusia ?
E. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam pembahasan kaitan etika dan hukum kesehatan dengan
transpalantasi organ adalah metode tinjauan pustaka.
F. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu pertama pendahuluan yang
berisi latar belakang, tujuan, rumusan masalah, metode penelitian serta sistematika penulisan,
tahap kedua yang berisi tentang pembahasan etika dan hukum kesehatan di Indonesia yang
terkait dengan transplantasi organ dan yang terakhir adalah penutup yang berisi kesimpulan dan
saran.BAB II
ISI
A. Sejarah Transplantasi Organ Tubuh
Tahun 600 SM di India, susruta telah melakukan transplantasi kulit. Sementara jaman
Renaissance, seorang ahli bedah dari Italia bernama Gaspare Tagliacozzi juga telah melakukan
hal yang sama. Diduga John Hunter (1728-1793) adalah pioneer bedah eksperimental,
termasuk bedah transplantasi. Dia mampu membuat kriteria teknik bedah untuk menghasilkan
suatu jaringan transpalntasi yang tumbuh di tempat baru. Akan tetapi sistem golongan darah dan
sistem histokompatibilitas yang erat hubungannya dengan reaksi terhadap transplantasi belum
ditemukan. Pada abad ke-20 wiener dan landsteiner menyokong perkembangan transplantasi
dengan menemukan golongan darah sistem ABO dan system Rhesus. Saat ini perkembangan
ilmu kekebalan tubuh makin berperan dalam keberhasilan tindakan transplantasi.
Perkembangan teknologi kedokteran terus meningkat searah dengan perkembangan teknik
transplantasi. Ilmu transplantasi modern makin berkembang dengan ditemukannnya metode-
metode pencangkokan, seperti :
1) Pencangkokkan arteria mammaria interna didalam operasi lintas koroner oleh Dr. George
E.Green.
2) Pencangkokkan jantung, dari jantung kera kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard,
walaupun resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
3) Pencangkokkan sel-sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita parkinson
oleh Dr. Andreas Bjornklund.
B. Pengertian Transplantasi Organ Tubuh
Transplantasi organ adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari
suatu tempat ketempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan
kondisi tertentu. Tujuan utama transplantasi organ adalah mengurangi penderitaan dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Transplantasi ditinjau dari sudut si penerima dapat
dibedakan menjadi :
1) Autotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang
itu sendiri.
2) Homotransplantasi, yaitu pemindahan suatau jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke
tubuh orang lain.
3) Heterotransplantasi, yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh
spesies lainnya.
C. Jenis-jenis transplantasi
Hingga waktu ini telah dikenal beberapa jenis transplantasi atau pencangkokan, baik
berupa sel, jaringan maupun organ tubuh yaitu sebagai berikut:
1) Autograft, yaitu pemindahan dari satu tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri.
2) Allograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang sama spesiesnya.
3) Isograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang identik, misalnya pada kembar
identik.
4) Xenograft, yaitu pemindahan dari satu tubuh ke tubuh yang lain yang tidak sama ke spesiesnya.
Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat diambil dari donor yang hidup
atau dari jenazah orang yang baru meninggal (untuk keperluan ini, definisi meninggal adalah
mati batang otak). Organ atau jaringan yang dapat diambil dari donor hidup adalah kulit, ginjal,
sumsum tulang dan darah (transfusi darah). Organ/ jaringan yang diambil dari jenazah adalah
jantung, hati, ginjal, kornea, pankreas, paru-paru dan sel otak. Dalam dua dasawarsa terakhir ini
telah pula dikembangkan teknik transplantasi seperti transplantasi arteria mamaria interna dalam
operasi lintas koroner oleh George E. Green, dan transplantasi sel-sel substansi nigra dari bayi
yang meninggal kepada pasien penyakit Pakinson. Semua upaya dalam bidang transplantasi
tubuh, jaringan dan sel manusia itu tentu memerlukan dari sudut hukum dan etik kedokteran.
D. Komponen-Komponen Transplantasi
Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi, yaitu :
1) Eksplantasi, yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia yang hidup atau yang sudah
meninggal.
2) Implantasi, yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh tersebut kepada bagian tubuh
sendiri atau tubuh orang lain.
Disamping itu, ada dua komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan
traplantasi, yaitu :
a) Adaptasi donasi, yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan diri orang hidup yang diambil
jaringan atau organ tubuhnya, secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan kekurangan
jaringan atau organ.
b) Adaptasi resepien, yaitu usaha dan kemampuan diri dari penerima atau organ tubuh baru
sehingga tubuhnya dapat menerima atau menolak jaringan atau organ tersebut, untuk berfungsi
baik, mengganti yang sudah tidak dapat berfungsi lagi.
E. Metode Transplantasi
Semakin berkembangnya ilmu tranplantasi modern, ditemukan metode-metode
pencangkokan, seperti :
1. Pencangkokan arteria mammaria interna di dalam operasi lintas koroner oleh Dr. George E.
Green.
2. Pencangkokan jantung, dari jantung ke kepada manusia oleh Dr. Cristian Bernhard, walaupun
resepiennya kemudian meninggal dalam waktu 18 hari.
3. Pencangkokan sel-sel substansia nigra dari bayi yang meninggal ke penderita Parkinson oleh Dr.
Andreas Bjornklund.
F. Kategori Transplantasi Organ Tubuh
Transplantasi dapat dikategori kepada tiga tipe, yaitu :
1) Donor dalam keadaan hidup sehat. Dalam tipe ini diperlakukan seleksi yang cermat dan harus
diadakan general check up (pemeriksaan kesehatan yang lengkap dan menyeluruh) baik
terhadap donor, maupun terhadap resipien. Hal ini dilakukan demi untuk menghindari kegagalan
transplantasi.
2) Donor dalam keadaan koma. Apabila donor dalam keadaan koma,atau di d uga kuat akan
meninggal segera, maka dalam pengambilan organ tubuh donor memerlukan alat kontrol dan
penunjang kehidupan, misalnya bantuan alat pernafasan khusus.
3) Donor dalam keadaan meninggal. Dalam tipe ini, organ tubuh yang akan dicangkokkan diambil
ketika donor sudah meninggal berdasarkan ketentuan medis dan yuridis.
G. Masalah Etik dan Moral dalam Tranplantasi Organ
Beberapa pihak yang ikut terlibat dalam usaha transplantasi adalah donor hidup, jenazah
dan donor mati, keluarga dan ahli waris, resepien, dokter dan pelaksana lain, dan masyarakat.
Hubungan pihak-pihak itu dengan masalah etik dan moral dalam transplantasi akan dibicarakan
dalam uraian dibawah ini,
1. Donor Hidup.
Adalah orang yang memberikan jaringan atau organnya kepada orang lain (resepien).
Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti resiko
yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko untuk kehidupannya
lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan atau organ yang telah dipindahkan. Disamping itu,
untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami tekanan psikologis. Hubungan psikis dan
emosi harus sudah dipikirkan oleh donor hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
2. Jenazah dan donor mati.
Adalah orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh-
sungguh untuk memberikan jaringan atau organ tubuhnya kepada yang memerlukan apabila ia
telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal secara wajar, dan apabila
sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana pertolongan dari dokter yang
merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain
bahwa tim pelaksana transplantasi telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang
hanya untuk mengejar organ yang akan ditransplantasikan.
3. Keluarga donor dan ahli waris.
Kesepakatan keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling
pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis dan emosi di
kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut suatu penghargaan kepada
donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya apabila dibuat suatu ketentuan untuk
mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua belah pihak.
4. Resipien.
Adalah orang yang menerima jaringan atau organ orang lain. Pada dasarnya, seorang
penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau
meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar-benar mengerti semua hal yang
dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat
memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa
hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia
menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan
orang banyak di masa yang akan datang.
5. Dokter dan tenaga pelaksana lain.
Untuk melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari
donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal-hal yang
mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan psikologis dan emosi di
kemudian hari dapat dihindarkan. Tanggung jawab tim pelaksana adalah menolong pasien dan
mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat manusia. Dengan demikian, dalam
melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya tidak dipengaruhi oleh pertimbangan-
pertimbangan kepentingan pribadi.
6. Masyarakat.
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi.
Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama
diperlukan untuk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha
transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera
diperlukan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.
H. Aspek Etik Transplantasi
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong seorang pasien dengan
kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya. Dari segi etik kedokteran, tindakan ini wajib
dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan beberapa pasal dalam KODEKI, yaitu:
1) Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
2) Pasal 10
Setiap dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
3) Pasal 11
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya
untuk kepentingan penderita.
I. Aspek Hukum Transplantasi
Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang sebagai suatu
usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia, walaupun ini adalah suatu
perbuatan yang melawan hukum pidana, yaitu tindak pidana penganiayaan. Tetapi karena adanya
alasan pengecualian hukuman, atau paham melawan hukum secara material, maka perbuatan
tersebut tidak lagi diancam pidana dan dibenarkan. Dalam PP no. 18 tahun 1981 tentang bedah
mayat klinis, bedah mayat anatomis dan transplantasi alat kerja serta jaringan tubuh manusia,
tercantum pasal-pasal tentang transplantasi sebagai berikut:
1) Pasal 1
a) Alat tubuh manusia adalah kumpulan jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa
jenis sel dan mempunyai bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
b) Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan
tertentu.
c) Transplantasi adalah rangkaian tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan
tubuh manusia yang berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan
alat dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
d) Donor adalah orang yang menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain
untuk keperluan kesehatan.
e) Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang
bahwa fungsi otak, pernapasa, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat yang di atas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, karena itu IDI dalam seminar
nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang dituangkan dalam SK PB IDI
No. 336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK PB IDI No.
231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seseorang dikatakan mati, bila fungsi
spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti (irreversibel), atau terbukti telah
terjadi kematian batang otak. Selanjutnya dalam PP di atas terdapat pasal-pasal berikut:
2) Pasal 10
Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan
ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a dan huruf b, yaitu harus
dengan persetujuan tertulis penderita dan/ atau keluarganya yang terdekat setelah penderita
meninggal dunia.
3) Pasal 11
a. Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia hanya boleh dilakukan oleh dokter yang
ditunjuk oleh menteri kesehatan.
b. Transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia tidak boleh dilakukan oleh dokter yang
merawat atau mengobati donor yang bersangkutan.
4) Pasal 12
Dalam rangka transplantasi, penentuan saat mati ditentukan oleh dua orang dokter yang
tidak ada sangkut paut medik dengan dokter yang melakukan transplantasi.
5) Pasal 13
Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf a, pasal 14 dan pasal 15
dibuat di atas kertas bermaterai dengan 2 orang saksi.
6) Pasal 14
Pengambilan alat dan atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau
Bank Mata dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan persetujuan tertulis
keluarga yang terdekat.
7) Pasal 15
a. Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat dan atau jaringan tubuh manusia diberikan oleh
donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang
merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan-
kemungkinan yang dapat terjadi.
b. Dokter sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 harus yakin benar, bahwa calon donor yang
bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
8) Pasal 16
Donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas kompensasi material apapun
sebagai imbalan transplantasi.
9) Pasal 17
Dilarang memperjualbelikan alat atau jaringan tubuh manusia.
10) Pasal 18
Dilarang mengirim dan menerima alat dan atau jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk ke
dan dari luar negeri. Sebagai penjelasan pasal 17 dan 18, disebutkan bahwa alat dan atau jaringan
tubuh manusia sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap insan tidaklah sepantasnya
dijadikan objek untuk mencari keuntungan. Pengiriman alat dan atau jaringan tubuh manusia ke
dan dari luar negeri haruslah dibatasi dalam rangka penelitian ilmiah, kerjasama dan saling
menolong dalam keadaan tertentu.
Selanjutnya dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, dicantumkan beberapa pasal
tentang transplantasi sebagai berikut:
11) Pasal 33
1. Dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dapat dilakukan transplantasi organ
dan atau jaringan tubuh, transfusi darah, implant obat dan atau alat kesehatan, serta bedah plastik
dan rekonstruksi.
2. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh serta transfusi darah sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat 1 dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk tujuan komersial.
12) Pasal 34
1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
2. Pengambilan organ dan atau jaringan tubuh dari seorang donor harus memperhatikan
kesehatan donor yang bersangkutan dan ada persetujuan ahli waris atau keluarganya.
3. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penyelenggaraan transplantasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Apabila diperhatikan kedua pasal di atas, isi dan tujuannya hampir sama dengan yang diatur
dalam PP Nomor 18 Tahun 1981 tentang bedah mayat klinis, bedah mayat anatomis dan
transplantasi alat serta jaringan tubuh manusia. Dalam Undang-Undang Kesehatan kembali
ditegaskan bahwa transplantasi organ atau jaringan tubuh dan transfusi darah hanya dapat
dilakukan untuk tujuan kemanusiaan, dilarang untuk dijadikan objek untuk mencari keuntungan,
jual beli dan komersialisasi bentuk lain.
J. Transplantasi Organ dari Segi Agama:
1. Tansplantasi Organ dari Segi Agama Islam
a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup, mendonorkan organ tunggal yang dapat
mengakibatkan kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan
otaknya. Hukumnya tidak diperbolehkan, Berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an :
1) surat Al – Baqorah ayat 195
” dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ”
2) An – Nisa ayat 29
” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ”
3) Al – Maidah ayat 2
” dan jangan tolong – menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. “
b.Transplantasi Organ dari Donor yang Sudah meninggal
Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat sebagaimana
pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula bahwa menganiaya
mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup. Diriwayatkan dari A’isyah Ummul
Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda : “Memecahkan tulang mayat itu sama dengan
memecahkan tulang orang hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia
berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka beliau lalu
bersabda : “Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !” Hadits-hadits di atas secara jelas
menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan sebagaimana orang hidup. Begitu pula
melanggar kehormatan dan menganiaya mayat adalah sama dengan melanggar kehormatan dan
menganiaya orang hidup.
2. Transplantasi Organ dari Segi Agama Kristen
Di alkitab tidak dituliskan mengenai mendonorkan organ tubuh, selama niatnya tulus dan
tujuannya kebaikan itu boleh-boleh saja terutama untuk membantu kelangsungan hidup suatu
nyawa (nyawa orang yang membutuhkan donor organ) bukan karena mendonorkan untuk
mendapatkan imbalan berupa materi, uang untuk si pendonor organ. Akan lebih baik lagi bila si
pendonor sudah mati dari pada saat si pendonor belum mati karena saat kita masih hidup organ
tubuh itu bagaimanapun penting, sedangkan saat kita sudah mati kita tidak membutuhkan organ
tubuh jasmani kita.
3. Transplantasi Organ dari Segi Agama Katolik
Gereja menganjurkan kita untuk mendonorkan organ tubuh sekalipun jantung kita, asal
saja sewaktu menjadi donor kita sudah benar-benar mati artinya bukan mati secara medis yaitu
otak kita yang mati, seperti koma, vegetative state atau kematian medis lainnya. Tentu kalau kita
dalam keadaan hidup dan sehat kita dianjurkan untuk menolong hidup orang lain dengan menjadi
donor.
Kesimpulannya bila donor tidak menuntut kita harus mati, seperti donor darah, sum-sum,
ginjal, kulit, mata, rambut, lengan, jari, kaki atau urat nadi, tulang maka kita dianjurkan untuk
melakukannya. Sedangkan menjadi donor mati seperti jantung atau bagian tubuh lainnya dimana
donor tidak bisa hidup tanpa adanya organ tersebut, maka kita sebagai umat Katolik wajib untuk
dinyatakan mati oleh ajaran GK. Ingat, kematian klinis atau medis bukan mati sepenuhnya, jadi
kita harus menunggu sampai si donor benar-benar mati untuk dipanen organ, dan ini terbukti
tidak ada halangan bagi kebutuhan medis dalam pengambilan organ.
4. Transplantasi Organ dari Segi Agama Budha
Dalam pengertian Budhis, seorang terlahir kembali dengan badan yang baru. Oleh karena
itu, pastilah organ tubuh yang telah didonorkan pada kehidupan yang lampau tidak lagi
berhubungan dengan tubuh dalam kehidupan yang sekarang. Artinya, orang yang telah
mendanakan anggota tubuh tertentu tetap akan terlahir kembali dengan organ tubuh yang
lengkap dan normal. Ia yang telah berdonor kornea mata misalnya, tetap akan terlahir dengan
mata normal, tidak buta. Malahan, karena donor adalah salah satu bentuk kamma baik, ketika
seseorang berdana kornea mata, dipercaya dalam kelahiran yang berikutnya, ia akan mempunyai
mata lebih indah dan sehat dari pada mata yang ia miliki dalam kehidupan saat ini.
5. Transplantasi Organ dari Segi Agama Hindu
Menurut ajaran Hindu transplantasi organ tubuh dapat dibenarkan dengan alasan, bahwa
pengorbanan (yajna) kepada orang yang menderita, agar dia bebas dari penderitaan dan dapat
menikmati kesehatan dan kebahagiaan, jauh lebih penting, utama, mulia dan luhur, dari keutuhan
organ tubuh manusia yang telah meninggal. Perbuatan ini harus dilakukan diatas
prinsip yajna yaitu pengorbanan tulus iklas tanpa pamrih dan bukan dilakukan untuk maksud
mendapatkan keuntungan material. Alasan yang lebih bersifat logis dijumpai dalam kitab
Bhagawadgita II.22 sebagai berikut: “Wasamsi jirnani yatha wihaya nawani grihnati
naro’parani, tatha sarirani wihaya jirnany anyani samyati nawani dehi” Artinya: seperti halnya
seseorang mengenakan pakaian baru dan membuka pakaian lama, begitu pula Sang Roh
menerima badan-badan jasmani yang baru, dengan meninggalkan badan-badan lama yang tiada
berguna. Ajaran Hindu tidak melarang bahkan menganjurkan umatnya unutk melaksanakan
transplantasi organ tubuh dengan dasar yajna (pengirbanan tulus ikhlas dan tanpa pamrih) untuk
kesejahteraan dan kebahagiaan sesama umat manusia. Demikian pandangan agama hindu
terhadap transplantasi organ tubuh sebagai salah satu bentuk pelaksanaan ajaran Panca Yajna
terutama Manusa Yajna.
BAB IV
PENUTUPA. Kesimpulan
Kemajuan teknologi dibidang kedokteran memungkinkan terjadinya transplantasi organ
tubuh manusia. Hal ini saat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia karena dengan
transplantasi organ-organ tubuh manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi lagi dengan
normal dapat digantikan dengan organ yang masih berfungsi dengan baik. Akan tetapi tidak
dapat dipungkiri banyaknya masalah yang muncul akibat kemajuan teknologi ini seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Transplantasi boleh saja dilakukan dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan berupa
hukum kesehatan dan etika kedokteran yang berlaku di Indonesia. Dengan memperhatikan
hukum kesehatan dan etika yang berlaku maka usaha mulia untuk menolong pasien yang
memiliki masalah dengan salah satu organ tubuhnya dapat terlaksana.
B. Saran
Upaya yang dilakukan oleh manusia untuk dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya dapat dilakukan dengan semaksimal mungkin. Oleh sebab itu, sebaikny para dokter
tidak menyalahgunakan keahliannya dalam transplantasi untuk tujun-tujuan kemersial semata
seperti jual-beli organ. Karena jika dokter tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
hukum maka tidak akan bisa terjadi jual-beli organ karena yang mampu mengambil dan
memindahkan organ-organ tersebut hanya dokter. Selain itu para penjual organ juga haraus
menyadari kalau menjual organ tubuh kita sendiri dapat membahayakan kesehatan bahkan dapat
menyebabkan kematian.
Oleh sebab itu, Pemerintah hendaknya melarang keras dengan hukum yang berlaku bagi
mereka yang menjual organ tubuh dengan tujuan komersil. Dengan menjual organ tubuh
tersebut, secara tidak langsung mereka menjual pemberian Allah SWT yang paling berharga dan
tak ternilai harganya yaitu hidup sebagai makhluk yang sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
http://ilmukita-imam.blogspot.com/2012/04/transplantasi-organ-dalam-perspektif.html
http://kolektor-makalah.blogspot.com/2011/01/realita-permasalahan-transplantasi.htmlhttp://nanny-lintangamma.blogspot.com/2011/11/transplantasi-organ-di-pandang-dari.html
http://nursing-transplan.blogspot.com/