BAB I

9
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi pada era globalisasi sangat berdampak pada bidang teknik, salah satunya pada bidang pengelasan. Pengelasan memegang peranan yang penting dalam dunia industri, khususnya dunia industri yang berkaitan dengan logam. Selain itu, pengaplikasian pengelasan juga banyak dijumpai dalam jasa konstruksi, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran, kendaraan, rel dan lain sebagainya. Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas.(Wiryosumarto, 1996: 1) Pengelasan MIG/MAG merupakan sebuah pengembangan dari penge- lasan GMAW (Gas Metal Arc Welding). Las GMAW mempunyai dua tipe gas pelindung yaitu inert gas dan aktif gas yang kemudian sering dikenal dengan sebutan las MIG (Metal Inert Gas) dan MAG (Metal Actif Gas). Perbedaan pada pengelasan MIG dan MAG adalah pada gas pelindung. Gas pelindung yang digunakan pada MIG adalah Argon (Ar) atau Helium (He) atau kombinasi keduanya, sedangkan pada pengelasan dengan proses MAG gas pelindung yang digunakan seperti Ar + CO2, Ar + O2 atau CO2. Keunggulannya adalah penggu- naan elektroda yang berdiameter lebih kecil dan sumber daya tegangan konstan.

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi pada era globalisasi sangat berdampak pada bidang

teknik, salah satunya pada bidang pengelasan. Pengelasan memegang peranan

yang penting dalam dunia industri, khususnya dunia industri yang berkaitan

dengan logam. Selain itu, pengaplikasian pengelasan juga banyak dijumpai dalam

jasa konstruksi, meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, pipa

pesat, pipa saluran, kendaraan, rel dan lain sebagainya.

Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah

ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan

dalam keadaan lumer atau cair. Definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut

bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan

menggunakan energi panas.(Wiryosumarto, 1996: 1)

Pengelasan MIG/MAG merupakan sebuah pengembangan dari penge-

lasan GMAW (Gas Metal Arc Welding). Las GMAW mempunyai dua tipe gas

pelindung yaitu inert gas dan aktif gas yang kemudian sering dikenal dengan

sebutan las MIG (Metal Inert Gas) dan MAG (Metal Actif Gas). Perbedaan pada

pengelasan MIG dan MAG adalah pada gas pelindung. Gas pelindung yang

digunakan pada MIG adalah Argon (Ar) atau Helium (He) atau kombinasi

keduanya, sedangkan pada pengelasan dengan proses MAG gas pelindung yang

digunakan seperti Ar + CO2, Ar + O2 atau CO2. Keunggulannya adalah penggu-

naan elektroda yang berdiameter lebih kecil dan sumber daya tegangan konstan.

Page 2: BAB I

2

Pengelasan MIG/MAG dipilih karena memiliki beberapa keunggulan

seperti yang disebutkan oleh Wiryosumarto (1996: 20) yaitu karena memiliki

konsentrasi busur yang tinggi, maka busurnya sangat mantap dan percikannya

sedikit sehingga memudahkan operasi pengelasan. Selain itu, Ketangguhan dan

elastisitas, kekedapan udara, ketidak pekaan terhadap retak dan sifat-sifat lainnya

lebih baik dari pada yang dihasilkan dengan cara pengelasan yang lain. Karena

alasan tersebut, maka pengelasan ini banyak sekali digunakan dalam praktek

terutama untuk pengelasan baja berkualitas tinggi seperti baja tahan karat, baja

kuat dan logam-logam bukan baja yang tidak dapat dilas dengan cara yang lain.

Pada perkembangannya berbagai model dan teknik pengelasan telah

banyak diaplikasikan baik di dunia pendidikan, industri, jasa konstruksi dan lain

sebagainya. Untuk mendapatkan hasil pengelasan yang baik perlu diperhatikan

teknik pengelasan yang benar. Prosedur pengelasan kelihatannya sangat seder-

hana, tetapi sebenarnya di dalamnya terdapat banyak aspek yang memer-lukan

prasyarat kompetensi serta bermacam-macam pengetahuan untuk bisa mengua-

sainya. Secara lebih terperinci dapat dikatakan bahwa dalam perancangan

konstruksi bangunan dan mesin dengan sambungan las, harus direncanakan pula

tentang tata cara pengelasan, bahan las, jenis las yang akan dipergunakan, serta

cara pemeriksaan dan perlakuan benda kerja setelah pengelasan (pendinginan).

Selain itu, agar menghasilkan hasil sambungan las yang baik, perlu

diperhatikan juga faktor-faktor yang dapat menurunkan ketangguhan logam las.

Salah satu faktor yang dapat menurunkan ketangguhan sambungan logam las

adalah adanya keretakan pada daerah las.

Page 3: BAB I

3

Berdasarkan pengertian dan pengelompokan retak las menurut

Wiryosumarto (1996: 77) mengklasifikasikan retak las dapat dibagi dalam dua

kelompok yaitu kelompok retak dingin dan kelompok retak panas. Retak dingin

adalah retak yang terjadi di daerah las pada suhu di bawah suhu transformasi

martensit (Ms) yang tingginya kira-kira 300°C, sedangkan retak panas adalah retak

yang terjadi pada suhu di atas 500°C. Retak dingin dapat terjadi tidak hanya pada

daerah HAZ (Heat Affected Zone), tetapi pada logam las.

Selanjutnya dijelaskan oleh Wiryosumarto (1996:80) retak dingin

disebabkan oleh tiga hal yaitu; (1) Struktur dari daerah pengaruh panas,

(2)Hidrogen difusi di daerah las dan (3) Tegangan sisa. Pada retak yang dipeng-

aruhi oleh adanya difusi hidrogen dari logam las ke dalam daerah pengaruh panas

terjadi ketika logam las masih cair, logam ini menyerap hidrogen dengan jumlah

yang besar yang dilepaskan dengan cara difusi pada suhu rendah.

Sumber dari hidrogen yang diserap adalah air dan zat organik yang

terkandung di dalam fluks atau kelembaban udara atsmosfir. Disamping itu

minyak, zat organik dan air yang melekat pada rongga-rongga dan permukaan

pelat atau kawat las juga juga merupakan sumber hidrogen.

Dari sumber referensi yang lain, Amanto H & Daryanto (2003:23)

menyebutkan bahwa apabila baja dipanaskan kemudian didinginkan secara cepat

maka keseimbangannya akan rusak dan unsur karbon akan larut dalam bentuk

yang lain.

Dalam paper online-nya Subeki N. dan Mubin A. memaparkan penelitian

yang berjudul “Perbaikan Proses Pengelasan Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan

Kekuatan Dan Kekerasan Hasil Sambungan Las Pada Bengkel Konstruksi dan

Page 4: BAB I

4

Otomotif di Kecamatan Lowokwaru kota Malang”, Teknologi Proses pengelasan

yang digunakan oleh para ahli las pada bengkel konstruksi selama ini masih

konvensional secara turun temurun, demikian pula desain konstruksinya belum

berorientasi pada kebutuhan masyarakat luas, sehinga kualitas sambungan dan

bentuk konstrusi yang dihasilkan kurang memberikan jaminan kekuatan dan

kekerasan permukaan konstruksi sambungan, banyak juga dijumpai proses

pengelasan pendinginan pada logam yang telah dilas guna mempercepat proses

selanjutnya, proses ini terjadi ketika logam masih dalam keadaan suhu tinggi,

sehingga terjadi laju pendinginan yang cepat dan megakibatkan struktur mikro

baja kurang bertransformasi dengan baik yang pada akhirnya akan merubah sifat-

sifat mekanik yang dimiliki oleh baja tersebut. Selain itu, media pendingin bisa

masuk pada rongga-rongga yang terdapat pada sambungan las (difusi hidrogen)

yang pada akhirnya akan berpengaruh pada struktur sambungan las, sehingga

menurunkan ketangguhan dan kekuatan logam.

Pada penelitian sebelumnya Yulianto (2008:31) yaitu pengaruh media

pendingin terhadap kekerasan logam di daerah HAZ pada pengelasan TIG. Dalam

penelitiannya disebutkan bahwa Media pendingin adalah media yang digunakan

untuk mendinginkan hasil laku panas (pengelasan) yang digunakan untuk tujuan

tertentu (dalam hal ini digunakan untuk meningkatkan kekerasan). Kecepatan

pendinginan sangat berpengaruh terhadap hasil las, kecepatan pendingin harus

lebih tinggi dari kecepatan pendingin kritis pada logam tersebut agar diperoleh

struktur martensit yang semuanya homogen, sehingga kekerasan maksimum

dapat tercapai. Apabila laju pendinginan kurang dari pendinginan kritis (Critical

Colling Rate) akan mengakibatkan adanya sebagian struktur logam yang tidak

Page 5: BAB I

5

bertransformasi, ini mengakibatkan kekerasan maksimum logam tidak akan

tercapai.

Baja yang digunakan pada penelitian ini adalah baja St60. Baja ini

merupakan baja karbon menengah dengan kadar karbon 0,45 %. Baja ini banyak

digunakan dalam pembuatan alat-alat perkakas, alat pertanian, komponen

otomotif , rangka-rangka baja dalam konstruksi kapal dan konstruksi lainnya

namun terbatas pada pemakaian bagian-bagian yang mendapatkan beban yang

tidak terlalu berat dan tidak menerima gesekan yang terlalu tinggi karena kurang

keras. Sehingga perlu untuk diketahui bagaimana ketangguhan dan keuletan baja

St 60 dan mengetahui kelemahan salah satunya adalah difusi hirogen, defleksi,

dan cacat las jika diaplikasikan pada pengelasan

Kondisi logam yang memiliki sifat kekerasan yang tinggi akibat media

pendingin akan mengakibatkan keuletan dan ketangguhan logam menurun.

Sehingga perlu diketahui pengaruh perlakuan pendinginan terhadap baja St 60

melalui uji tarik kekuatan sambungan las, karena kekuatan tarik merupakan sifat

mekanik logam yang penting, terutama untuk perencanaan konstruksi maupun

pengerjaan logam tersebut. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat dijadikan

sebagai bahan masukan untuk menghasilkan hasil pengelasan yang kuat dan baik.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dituliskan rumusan masalah

dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Berapakah kekuatan tarik maksimum sambungan logam las plat baja St 60

pada pengelasan MIG/MAG dengan menggunakan media pendingin air,

pelumas (oli) dan udara ?

Page 6: BAB I

6

2. Berapakah kekuatan luluh (yield point) sambungan logam las plat baja St 60

pada pengelasan MIG/MAG dengan menggunakan media pendingin air,

Pelumas (oli) dan udara?

3. Berapakah perpanjangan sambungan logam las plat baja St 60 pada

pengelasan MIG/MAG dengan menggunakan media pendingin air, pelumas

(oli) dan udara?

4. Bagaimanakah posisi patah, pola dan bentuk retak masing-masing sambungan

logam las plat baja St 60 pada pengelasan MIG/MAG dengan menggunakan

media pendingin air, pelumas (oli) dan udara?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kekuatan tarik maksimum sambungan logam las plat baja

St 60 pada pengelasan MIG/MAG dengan menggunakan media pendingin air,

pelumas (oli) dan udara.

2. Untuk mengetahui besar perpanjangan pada sambungan logam las plat baja St

60 pada pengelasan MIG/MAG dengan menggunakan media pendingin air,

pelumas (oli) dan udara.

3. Untuk mengetahui kekuatan luluh (yield point) sambungan logam las plat

baja St 60 pada pengelasan MIG/MAG dengan menggunakan media

pendingin air, pelumas (oli) dan udara.

4. Untuk mengetahui posisi patah, pola dan bentuk retak masing-masing

sambungan logam las plat baja St 60 pada pengelasan MIG/MAG dengan

menggunakan media pendingin air, pelumas (oli) dan udara.

Page 7: BAB I

7

1.4 Definisi Operasional dan Ruang Lingkup

1.4.1 Definisi Operasional

1. Kekuatan tarik adalah kekuatan material untuk menerima beban aksial.

Bahan yang diuji tarik akan bisa diketahui kekuatan maksimumnya.

kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength) adalah beban mak-

simum dibagi luas penampang lintang awal benda uji.(Qolik A, 1992:2).

2. Las MIG/MAG merupakan proses penyambungan dua material logam atau

lebih menjadi satu melalui proses pencairan setempat yang menggunakan

busur api listrik sebagai sumber panas untuk peleburan logam, dengan

menggunakan elektroda terumpan atau elektroda gulungan (filler metal)

dan menggunakan gas pelindung ( inert gas ).

3. Media pendingin adalah media yang digunakan untuk mendinginkan hasil

sambungan las (pengelasan) yang digunakan untuk tujuan tertentu (dalam

hal ini digunakan untuk meningkatkan kekerasan)

4. Kampuh X simetri

Pemilihan tipe sambungan las sangat penting dalam pengelasan. Hal ini

disebabkan pemilihan kampuh berpengaruh terhadap kekuatan,

pengaplikasian dan nilai ekonominya. Kampuh X merupakan bagian dari

jenis sambungan tumpul (butt joint) yang menggabungkan plat logam

secara aksial. Hanya saja, bedanya dengan kampuh yang lain terletak pada

bentuk ujung dari masing plat. Bila ujung kedua plat yang telah dibentuk

disambungkan dengan menggunakan kampuh ini, maka menyerupai akan

huruf X yang membentuk sudut 70o.

Page 8: BAB I

8

5. Baja St 60

Baja St 60 yang digunakan pada penelitian ini adalah baja karbon

menengah yang mempunyai kadar karbon sebesar 0,45 % dan mempunyai

kekuatan tarik sebesar 60 kg/mm2 atau 600 N/mm

2.

1.4.2 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Pada penelitian ini ruang lingkup dan batasan masalah terangkum dalam

tabel di bawah ini:

Tabel 1.1 Rangkuman Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Penelitian

No Konsep Variabel Sub Variabel Indikator

1. Media pendingin Jenis media

pendingin

- Air - Temperatur kamar

- Volume = 3 Liter

- Oli atau pelumas

Prima XP SAE 20W-

50

- Viscosity index = 126

-Volume = 1 Liter

- Udara - Temperatur = suhu kamar

± 200 C.

2. Pengujian bahan Kekuatan

sambungan las

Kekuatan tarik - Kekuatan tarik

maksimum

- Kekuatan luluh (yied

point)

- Kekuatan patah

3. Pengelasan Jenis las Pengelasan

MIG/MAG

- Besar arus = 80 A

- Tegangan = 20 volt

4. Model sambungan Jenis kampuh pad

alas MIG

Kampuh X - Tidak diberi celah antar 2

spesimen yang dilas

- Sudut 70o

5. Logam las Baja karbon

sedang

Plat baja ST 60 - Ukuran spesimen

150mmx50mmx15mm.

Page 9: BAB I

9

1.5 Asumsi Penelitian

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Pengelasan hanya dilakukan dengan pengelasan MIG/MAG dengan

menggunakan gas lindung CO2.

2. Parameter pengelasan seperti kecepatan pengelasan, tegangan elektroda,

polaritas listrik, besarnya penembusan atau penetrasi serta kondisi standar

dalam pengelasan dianggap konstan

3. Pengaruh panas pada proses permesinan dan pemotongan benda kerja tidak

diperhitungkan.

4. Sertivikasi juru las pada penelitian ini dianggap masih berlaku.

1.6 Manfaat Penelitian

1. Bagi akademisi, penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan perbandingan atau

acuan untuk penelitian-penelitian sejenis demi kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

2. Bagi praktisi teknik khususnya bidang konstruksi, penelitian ini bisa digunakan

sebagai bahan pertimbangan dalam membuat konstruksi-konstruksi yang

menggunakan pelat baja ST 60.

3. Bagi Industri, hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam memilih dan

memperlakukan bahan logam yang akan dilakukan proses pengelasan agar

memperoleh hasil pengelasan yang baik.