BAB I

download BAB I

of 3

description

jkj

Transcript of BAB I

3

BAB IPENDAHULUAN Atresia ani dalam kepustakaan banyak disebut sebagai malforasi anorektal atau anomali anorectal, adalah suatu kelainan kongenital yang menunjukkan keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna dengan atau tanpa fistula. Keadaan ini disebabkan oleh karena gangguan perkembangan embrional berupa tidak sempurnanya kanalisasi saluran pencernaan bagian bawah, yaitu gangguan pertumbuhan septum urorektal, dimana tidak terjadi perforasi membran yang memisahkan bagian entodermal dengan bagian ektodermal.1,2Faktor resiko yang berperan dalam terbentuknya atresia ani ini selain faktor genetik, juga dicurigai berasal dari lingkungan ibu saat hamil, misalnya pajanan nikotin, alkohol, kafein, obat-obatan, obesitas dan DM.3Atresia ani terjadi pada 1 dari 5000 kelahiran hidup.4,5,6 Secara umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan pada laki-laki dari pada perempuan. Atresia ani diklasifikasikan secara khusus untuk laki laki dan perempuan berdasarkan ada tidaknya fistula, letak fistula, kelainan rektum.2,7 Fistula rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak ditemui pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula perineal. Sedangkan pada bayi perempuan, jenis malformasi anorektal yang paling banyak ditemui adalah anus imperforata diikuti fistula rektovestibular dan fistula perineal.2,7,8Diagnosis atresia ani tidaklah sulit. Lokasi dari fistula yang kadang menjadi kesulitan dokter dalam menangani atresia ani. Menumpuknya mukus atau mekonium di sepanjang raphe median dari perineum dan skrotum mengarahkan kepada atresia ani letak rendah pada laki-laki. Adanya udara pada buli, mekonium, dan uretrogram retrogade dengan kontras mungkin akan menunjukkan adanya fistula urinaria pada atresia ani letak tinggi pada laki-laki. Pada perempuan, kebanyakan kasus adalah atresia ani letak rendah, maka dari itu pemeriksaan perineum, fourchette, dan vestibulum vagina akan mengarahkan adanya fistula pada sebagian besar kasus. Atresia ani letak tinggi pada perempuan dapat berakhir pada vagina dan mungkin lebih sulit untuk ditemukan. Jika terdapat lubang perineum tunggal, mungkin terdapat anomali kloaka dimana uretra, vagina, dan rektum bersatu pada sinus urogenitalis. Kolostomi biasanya ditunda dalam 24 jam bila tidak terlihat adanya fistula. Cross-table lateral x-ray dari perineum mungkin dilakukan untuk menentukan jarak antara ujung rektum dan kulit. Jika terdapat keraguan dalam menentukan letaknya, lebih aman untuk melakukan kolostomi daripada menghabiskan kesempatan yang ada.9Dalam pemeriksaan klinis yang dilakukan, diperlukan deteksi dini pada atresia ani sejak bayi lahir. Pemeriksaan yang penting adalah inspeksi menyeluruh pada regio ani dan perineum. Pemeriksaan ada tidaknya mekonium yang keluar baik dari lubang anus atau dari struktur lainnya diberi batas waktu 24 jam untuk diobservasi karena ekspulsi mekonium memerlukan tekanan intraabdomen yang cukup tinggi untuk bisa melewati fistula.2,7Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa kelainan atau malformasi lain yang terdapat pada bayi lebih sering pada kelompok dengan defek tinggi. Kelompok defek tinggi ini lebih sulit untuk ditangani dan memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan kelompok dengan defek rendah yang lebih mudah ditangani. Malformasi lain yang berhubungan dengan atresia ani termasuk kelainan pada sistem genitourinaria (21-61%), kelainan tulang belakang dan medula spinalis (5-40%), kelainan traktus gastrointestinal (10-25%) dan kelainan jantung (9-20%).3Selama berabad-abad, dokter membuat sebuah orifisium pada perineum anak dengan atresia ani. Anak yang berhasil bertahan hidup sebagian besar akan mengalami defek yang dikenal dengan defek rendah. Sebagian anak yang tidak bertahan selama pengobatan dikategorikan memiliki defek tinggi. Kolostomi pertama dilakukan pada tahun 1783, tetapi kebanyakan bayi meninggal sehingga pada waktu itu kolostomi dilakukan sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan. Amussat, pada tahun 1835 merupakan orang pertama yang melakukan anoplasti. Pada pertengahan tahun 1900-an, prosedur abdominoperineal tahap tunggal menjadi populer dan diikuti dengan reseksi dari kolon rektosigmoid. Operasi ini dan modifikasinya merupakan tatalaksana standar. Selama 60 tahun pertama di abad 20, dokter bedah melakukan operasi perineal tanpa kolostomi pada anak dengan defek rendah. Imperforasi anus letak tinggi biasaanya ditatalaksana dengan kolostomi pada bayi, diikuti dengan pull through abdominoperineal beberapa waktu kemudian, namun masih belum diketahui waktu yang tepat karena kurangnya data objektif.10Tatalaksana untuk atresia ani berubah secara dramatis pada awal tahun 1980 akibat ditemukannya prosedur posterior sagital anorectoplasty, yang diadaptasi secara cepat karena teknik ini memungkinkan visualisasi penuh daro kompleks sfingter dan menunjukkan hubungan rektum dan sistem urologi serta struktur vital disekitarnya yang lebih jelas. Prosedur ini merupakan metode bedah yang banyak dipakai untuk anomai anorektal. Pada kasus dimana rektum letaknya tinggim suatu pendekatan abdominal dibutuhkan dan laparoskopi mungkin dibutuhkan pada kasus tertentu.10,11 Anak yang menjalani operasi akibat kelainan anorektal ini mungkin akan memiliki masalah seperti konstipasi, inkontinensia, dan enkopresis selama hidupnya.12

1