BAB I
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hipermetropi, sinar dari kejauhan difokuskan di belakang retina baik
karena bola mata terlalu pendek maupun karena daya konvergesi kornea atau
lensa yang terlalu lemah. Berbeda dengan miopia, pada penderita hipermetropia
yang masih muda penglihatannya masih jelas karena mata berakomodasi.
Penglihatan jauh bisa sangat jelas dengan cara “fine tuning” ini, misalnya visus
nya 6/4 pada karta snellen dan ini memberikan konotasi istilah “mata pandang
jauh” (“longsighted).
Untuk melihat objek dekat harus lebih berakomodasi. Ini hanya mungkin
terjadi jika umurnya masih terjadi 20 atau 30 tahunan, tetapi untuk membaca
diperlukan kacamata baca lebih awal daripada orang normal. Yang khas pada
penderita hipermetropi sudah memerlukan kacamata baca pada usia kira-kira 30
tahun. Jika derajat hipermetropisnya tinggi, akomodasinya mungkin tidak
mencukupi sehingga penderita sudah memrlukan kacamata bifokal (untuk jauh
dan untuk membaca) pada usia yang lebih dini.
Karena kemampuan berakomodasi semakin berkurang sesuai dengan
tambahnya usia (sedangkan akomodasi ini diperlukan untuk mengimbangi
hipermetropinya), maka penderita hipermetropia mungkin telah memerlukan
kacamata tersebut. Keadaan ini menimbulkan keluhan-keluhan penglihatannya
yang mundur karena penderita bersama-sama memerlukan kacamata jauh dan
dekat.
Pada penderita hipermetropia ada kecenderungan menderita glukoma sudut-
tertutup, karena bola matanya yang lebih kecil lebih memungkinkan terjadinya
pendangkalan bilik mata depan dan penyempitan sudut bilik mata depan.
Berdasarkan penjelasan di atas, kami tertarik untuk membahas lebih lanjut
tentang hipermetropia yang akan dijelaskan dalam makalah ini.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hipermetropia?
2. Bagaimana etiologi dari hipermetropia?
3. Bagaimana patofisiologi dari hipermetropia?
4. Bagaimana manifestasi klinis dari hipermetropia?
5. Bagaimana pengobatan pada hipermetropia?
6. Bagaimana komplikasi dari hipermetropia?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada hipermetropia?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari hipermetropia
2. Memahami etiologi dari hipermetropia
3. Memahami patofisiologi dari hipermetropia
4. Memahami manifestasi klinis dari hipermetropia
5. Memahami pengobatan pada hipermetropia
6. Memahami komplikasi dari hipermetropia
7. Memahami asuhan keperawatan pada hipermetropia
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Rabun dekat atau dikenal dengan hipermetropi merupakan keadaan gangguan
kekuatan pembiasan mata, yang mana pada keadaan ini sinar sejajar jauh tidak
cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Hipermetropi
terjadi apabila berkas sinar sejajar difokuskan di belakang retina.
Hipermetropi adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu
lemah yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi
difokuskan dibelakang retina. Gangguan ini terjadi pada diameter anteroposterior
bola mata yang pendek sehingga jarak antara lensa dan retina juga pendek dan
sinar difokuskan dibelakang retina. Hal ini menyebabkan kesulitan melihat objek
dekat dan disebut farsightedness/hyperopia.
B. Etiologi
Keadaan dimana kekuatan pembiasan sinar pada mata tidak cukup kuat untuk
memfokuskan sinar pada bintik kuning (makula lutea), sehingga mata
memfokuskan sinar di belakang bintik kuning atau makula lutea retina.
Penyebab utama hipermetropia adalah panjangnya bola mata yang lebih pendek.
Akibat bola mata yang lebih pendek bayangan benda akan difokuskan di belakang
retina atau selaput jala.
Penyebab timbulnya hipermetropi ini diakibatkan oleh empat hal yaitu:
1. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek.
Hipermetropia jenis ini disebut juga Hipermetropi Axial. hipermetropia aksial
merupakan kelainan refraksi akibat bola mata pendek atau sumbu
anteroposterior yang pendek. Hipermetropi Axial ini dapat disebabkan oleh
Mikropthalmia, Retinitis Sentralis, ataupun Ablasio Retina (lapisan retina
lepas lari ke depan sehingga titik fokus cahaya tidak tepat dibiaskan).
2. Daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah
Hipermetopia jenis ini disebut juga Hipermetropi Refraksi. Hipermetropia
indeks refraktif, dimana terdapat indeks bias yang kurang pada sistem optik
3
mata, misalnya pada usia lanjut lensa mempunyai indeks refraksi lensa yang
berkurang. Dimana dapat terjadi gangguan-gangguan refraksi pada kornea,
aqueus humor, lensa, dan vitreus humor. Gangguan yang dapat menyebabkan
hipermetropia refraksi ini adalah perubahan pada komposisi kornea dan lensa
sehingga kekuatan refraksinya menurun dan perubahan pada komposisi
aqueus humor dan vitreus humor (mis. Pada penderita Diabetes Mellitus,
hipermetropia dapat terjadi bila kadar gula darah di bawah normal, yang juga
dapat mempengaruhi komposisi aueus dan vitreus humor tersebut)
3. Kelengkungan Kornea dan Lensa tidak Adekuat
Hipermetropia jenis ini disebut juga hipermetropi kurvatura. Dimana
kelengkungan dari kornea ataupun lensa berkurang sehingga bayangan
difokuskan di belakang retina.
4. Perubahan posisi lensa.
Dalam hal ini didapati pergeseran posisi lensa menjadi lebih posterior.tidak
ada lagi (afakia).
C. Bentuk Hiprmetropia
Hipermetropia dikenal dalam bentuk:
1. Hipermetropia manifes, ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan
kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal.
Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolut ditambah dengan
hipermetropia fakultatif.
Bila seseorang hipermetropia dilakukan pemeriksaan maka permulaannya ia
mulai dapat melihat jelas 6/6 atau 100% dengan S+3.00 akan tetapi dapat
menjadi lebih jelas dengan S+3.50 maka dikatakan hipermetropia
manifestnya S+3.50. hipermetropia yang didapatkan tanpa sikloplegik dan
hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kaca mata.
2. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan
akomodasi dan memerlukan kaca mata positif untuk melihat jauh. Pada
contoh di atas hipermetropia absoulutnya bernilai S+3.00 karena pada mata
ini belum terjadi akomodasi.
4
3. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat diimbangi
dengan akomodasi ataupun dengan Kaca mata positif. Pasien yang hanya
mempunyai hipermetropia fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata.
Bila diberikan kaca mata positif yang memberikan penglihatan normal maka
otot akomodasinya akan mendapatkan isitirahat Hipermetropia manifes yang
masih memakai tenaga akomodasi disebut sebagai hipermetropia fakultatif.
Pada contoh diatas maka hipermetropia fakultatifnya adalah S+3.50 dikurangi
S+3.00 atau 0.50.
4. Biasanya hipermetropia laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolut
ini. Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama
sekali disebut sebagai hipermetropia absolut, sehingga jumlah
hipermetropiafakultatif dengan hipermetropia absolut adalah hipemetropia
manifes
5. Hipermetropia laten, dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau
dengan obat yang melemahkan akomodasi) diimabngi seluruhnya dengan
akomodasi. Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan
sikloplegia. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten
seseorang. Makin tua seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga
hipermetropia laten menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan
menjadi hipermetropia absolut. Hipermetropia laten sehari hari diatasi pasien
dengan akomodasi akmodasi terus menerus, terutama bila pasien masih muda
dan daya akomodasinya masih kuat.
6. Hipermetropia total, hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia.
Dalam bentuk bagan dapat dilihat bentuk bagan hipermetropia sebagai berikut.
Hipermetropia total
Didapatkan dengan sikloplegia
manifes Laten
Absolute, tidak diimbangi
dengan akomodasi dan
melihat jauh kaca mata
positif
Fakultatif, dapat
diimbangi dengan
akomodasi ataupun
dengan kaca mata positif
Hipermetropia laten,
tanpa sikloplegia
diimbangi seluruhnya
5
dengan akomodasi
Hipermetropia laten
hanya dapat diukur bila
diberikan sikloplegia
Hilang dengan kaca mata
Hilang dengan akomodasi
D. Gejala Hipermetropi
penderita hipermetropia biasanya seseorang dengan hipermetropia tidak
menyukai keramaian dan lebih senag menyendiri.
Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar melihat jauh. Melihat
dekat akan lebih kabur dibanding dengan melihat sedikit lebih dijauhkan.
Biasanya pad usia muda tidak banyak menimbulkan masalah karena dapat
diimbangi dengan melakukan akomodasi.
Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 dioptri maka penglihatan jauh akan
terganggu. Sesungguhnya sewaktu kecil atau baru lahir mata lebih kecil dan
hipermetropi. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan berakomodasi untuk
mengatasi hipermetropia ringan berkurang. Pasien hipermetropia hingga + 2.00
dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa
kacamata dengan tidak mendapatkan kesukaran. Keadaan ini tidak demikian bila
sudah 60.ut
Pada usia lanjut dengan hipermetropia. Terjadi pengurangan kemampuan
untuk berakomodasi pada saat melihat dekat ataupun jauh.
Pada hipermetropia dirasakan sakit kepala terutama didaerah dahi atau
frontal, silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya
lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau
memfokuskan bayangan yang terletak dibelakang makula agar terletak didaerah
makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus
akomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergensi dan mata akan
sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling kedalam.
6
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena
matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan
jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama
pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah
membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa pedas, dan tertekan.
Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat melihat jelas
adalah :
1. Mata lelah
2. Sakit kepala
3. Penglihatan kabur melihat dekat
Pada usia lanjut seluruh titik fokus akan berada dibelakang retina karena
berkurangnya daya akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang.
E. Patofisiologi
Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang
terlalu lemah, kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi
lensa dapat menyebapkan sinar yang masuk dalam mata jatuh di belakang retina
sehingga penglihatan dekat jadi terganggu.
F. Manifestasi Klinis
Sakit kepala frontal, memburuk pada waktu mulai timbul gejala hipermetropi
dan makin memburuk sepanjang penggunaan mata dekat. Penglihatan tidak
nyaman (asthenopia) ketika pasien harus focus pada suatu jarak tertentu untuk
waktu yang lama, misalnya menonton pertandingan bola. Akomodasi akan lebih
cepat lelah ketika terpaku pada suatu level tertentu dari ketegangan.
7
G. Penyimpangan KDM
H. Pengobatan
Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan merubah sistem
pembiasan dalam mata. Pada hipermetropia mata tidak mampu mematahkan sinar
terutama untuk melihat dekat. Mata dengan hipermetropia memerlukan lensa
cembung atau konveks untuk mematahkan sinar lebih kuat kedalam mata.
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia manifes dimana
tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan
tajam penglihatan normal (6/6).
8
Bila terdapat juling kedalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi
hipermetropia total. Bila tedapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka
diberikan kacamata koreksi positif kurang.
Bila terlihat tanda ambliopia diberikan koreksi hipermetropia total. Mata
ambliopia tidak terdapat daya akomodasi.
Koreksi lensa positif kurang berguna untuk mengurangkan berat kacamata
dan penyesuaian kacamata. Biasanya resep kacamata dikurangkan 1-2 dioptri
kurang dari pada ukuran yang didapatkan dengan pemberian sikloplegik.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis positif
terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan
maksimal. Bila pasien dengan +3.0 ataupun dengan +3.25 memberikan ketajaman
penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata +3.25. hal ini untuk memberikan
istirahat pada mata akibat hipermetropia fakultatifnya diistirahatkan dengan
kacamata (+).
Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka
sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegi atau
melumpuhkan otot akomodasi. Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka
pasien akan mendapatkan koreksi kacamatanya dengan mata yang istirahat.
Pada pasien diberikan kacamata sferis positif terkuat yang memberikan
penglihatan maksimal.
Hipermetropia bisa diatasi dengan pemberian lensa koreksi (kacamata atau
lensa kontak) berkekuatan positif di depan sistem optis bola mata, atau bisa juga
dengan tindakan operatif (Keratektomi & LASIK).
Pada hipermetropia fakultatif, pemberian lensa koreksi akan memberikan
kenyamanan penglihatan, meskipun tanpa lensa koreksi ia masih memiliki
ketajaman penglihatan yang normal.
Pada hipermetropia absolut, pemberian lensa koreksi (atau dengan tindakan
operatif) adalah hal yang sudah sangat diperlukan.
I. Penyulit hipermetropia
Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat
mata tanpa akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik dan jelas. Bila
9
terdapat perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi
ambliopia pada salah satu mata. Mata ambliopia sering menggulir ke arah
temporal. Penyulit lain yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia
adalah esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat
pasien selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat
hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.
J. Komplikasi
Dapat terjadi kebutaan.
K. Afakia
Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga
mata tersebut menjadi hipermetropia tinggi. Karena pasien memerlukan
pemakaian lensa yang tebal, maka akan memberikan keluhan pada mata tersebut
sebagai berikut: benda yang dilihat menjadi lebih besar dibanding normal sebesar
25%.
Terdapat efek prisma lensa tebal, sehingga benda terlihat seperti melengkung.
Pada penglihatan terdapat keluhan seperti badut didalam kotak atau fenomena
Jack in the box, dimana bagian yang jelas terlihat hanya pada bagian sentral,
sedang penglihatan tepi kabur.
Dengan adanya keluhan diatas maka pada pasien hipermetropia dengan afakia
diperhatikan beberapa sebagai berikut:
1. Pusat lensa yang dipakai letaknya tepat pada tempatnya.
2. Jarak lensa dengan mata cocok untuk pemakaian lensa afakia.
3. Bagian tepi lensa tidak mengganggu lapang pandangan kacamata tidak
terlalu berat.
4. Melihat benda lebih besar sebesar 25%.
5. Melihat seperti Jack in the box, boneka dalam kotak.
Koreksi mata dengan hipermetropia
Hipermetropia diatasi dengan :
Memasang lensa positif atau plus untuk menggeser fokus sinar didalam mata
kedepan kedaerah bintik kuning atau makula lutea.
10
Pada hipermetropia akibat bola mata yang relatif pendek dibanding
pembiasan yang tidak kuat yang dilakukan oleh kornea dan lensa sehingga
bayangan sinar difokuskan dibelakang bintik kuning maka diperlukan
penambahan kekuatan untuk menggeser sinar terletak pada bintik kuning.
Penderita hipermetropia selamanya memerlukan lensa positif pada melihat
dekat ataupun melihat jauh.
Kacamata yang diperlukan seseorang dengan hipermetropia adalah lensa
positif atau konveks yang merupakan lensa yang tebal ditengah.
Pada setiap kekuatan lensa positif 1 dioptri akan terjadi pembesaran benda
yang dilihat 2%. Penderita yang memakai kacamata positif akan memperlihatkan
seakan-akan matanya besar. Semua kesukaran melihat dengan kacamata positif
tebal akan diperlihatkan seperti aberasi sferis dan gangguan penglihatan tepi.
Lensa kontak
Lensa kontak mengurangkan masalah akan tetapi perlu diperhatikan
kebersihan dan ketelitian pemakaiannya. Selain daripada masalah pemakaiannya
denga lensa kontak perlu diperhatikan masalah lama pemakaian, infeksi, dan
alergi terhadap bahan yang dipakai.
Pembedahan untuk memperbaiki hipermetropi
Tidak ada pembedahan yang dapat bertahan untuk mengatasi hipermetropia.
RK dan PRK dicoba untuk merubah permukaan kornea dengan hipermetropia.
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. data demografi
Umur, miopia dan hiperopia dapat terjadi dapat terjadi pada semua
umur. Pekerjaan, perlu dikaji terutama pada pekerjaan yang
memerlukan penglihatan ekstra dan pada pekerjaan yang
membutuhkan kontak dengan cahaya Yang terlalu lama, seperti
operator komputer
b. Keluhan yang dirasakan
Pandangan atau penglihatan kabur, kesulitan memfokuskan
pandangan, epifora, pusing, sering lelah dan mengantuk, pada pasien
miopi terdapat astenopia astenovergen dan pada hiperopia terjadi
astenopia akomodasi yang menyebabkan klien lebih sering
beristirahat
c. Riwayat penyakit keluarga
Umumnya didapatkan riwayat penyakit diabetes melitus dan pada
miopia aksialis didapat faktor herediter.
d. Riwayat penyakit lalu
kaji adanya vitamin A yang dapat mempengaruhi sel batang dan
kerucut serta produksi akueus humor dan kejernia kornea.
2. Pemeriksaan
Refaksi subjektif, metode”trial and error dengan mengunakan kartu
snellen, mata diperiksa satu per satu, ditentukan visus masing-masing
mata, pada dewasa dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis
positif. Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan
antenopia akomodatif dikoreksi sikloplegik.refaksi objektif,
retinoskopdengan lensa kerja S+2.00 pemeriksaan mengawasi reaksi
dundus yang bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop kemudian
12
dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai
netralisasi,autorefraktometer (komputer)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan perubahan
kemampuan memfokuskan sinar pada retina.
2. Gangguan rasa nyaman (pusing) yang berhubungan dengan usaha
pemfokuskan mata.
3. Resiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
C. Intervensi Keperawatan
1. Perubahan sensori-persepsi (visual) yang berhubungan dengan perubahan
kemampuan memfokuskan sinar pada retina.
Tujuan :
1. Ketajaman penglihatan kien meningkat dengan bantuan alat.
2. Klien mengenal gangguan sensori yang terjadi dan melakukan kompensasi
terhadap perubahan.
Intervensi:
1. Jelaskan penyebab terjadinya gangguan penglihatan. Rasional :
pengetahuan tentang penyebab mengurangi kecemasan dan meningkatkan
pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2. Lakukan uji ketajaman penglihatan. Rasional : mengetahui visus dasar
klien dan perkembangannya setelah diberi tindakan.
3. Kolaborasi tim medis dalam pemberian lensa kontak/ kacamata bantu atau
operasi (keratotomi radikal), epikerato fakia atau foto refraktif keratektomi
(FRK) untuk miopia. Pada FR, laser digunakan untukmengangkat lapisan
tipis dari korneasehingga dapat mengoreksi lengkungan kornea yang
berlebihan yang mengganggu pemfokusan cahaya yang tepat melalui
lensa. Prosedur ini dilakukan kurang dari 1 menit. Perbaikan visual tampak
dalam 3-5 hari.
13
2. Gangguan rasa nyaman (pusing) yang berhubungan dengan usaha
pemfokusan mata.
Tujuan:
Rasa nyaman klien terpenuhi.
Kriteria hasil:
1. Keluhan klien (pusing, mata lelah, berair, fotofobia) berkurang/hilang
2. Klien mengenal gejala gangguan sensori dan dapat berkompensasi
terhadap berubahan yang terjadi.
Intervensi:
1. Jelaskan penyebab pusing, mata lelah, berair, fotofobia.
Rasional: mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan klien
sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2. Anjurkan agar klien cukup istirahat dan tidak melakukan aktifitas
membaca terus menerus.
Rasional: mengurangi kelelahan mata sehingga pusing berkuran.
3. Gunkan lampu/penerangan yang cukup (dari atas dan belakang) saat
membaca.
Rasional: mengurangi silau dan akomodasi yang berlebihan.
4. Kolaborasi: pemberian kacamata untuk meningkatkan tajam penglihatan
klien.
3. Resiko cedera yang berhubungan dengan keterbatasan penglihatan.
Tujuan:
Tidak terjadi cedera
Kriteria hasil:
1. Klien dapat melakukan aktifitas tanpa mengalami cedera.
2. Klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi:
1. Jelaskan tentang kemungkinan yang terjadi akibat penurunan tajam
penglihatan
Rasional: perubahan ketajaman penglihatan dan kedalaman persepsi dapat
meningkatkan resiko cedera sampai klien belajar untuk mengompensasi.
14
2. Beritahu klien agar lebih berhati-hati dalam melakukan aktifitas.
3. Batasi aktifitas eperti mengendarai kendaraan pada malam hari
Rasional: mengurangi potensibahaya karena penglihatan kabur
4. Gunakan kacamata koreksi/pertakankan perlindungan mata sesuai indikasi
untuk menghindari cedera
C. Implementasi
No Tanggal Diagnosa Implementasi
1 1. Perubahan sensori-
persepsi (visual)
yang berhubungan
dengan perubahan
kemampuan
memfokuskan sinar
pada retina.
1. Mengkaji kemampuan
pengelihatan dan jarak
pandang klien
Hasil: klien tidak bisa
membaca pada jarak dekat
2. Menganjurkan klien untuk
tidak membaca terlalu lama
Hasil: klien mengerti
3. Memberikan penerangan yang
cukup
Hasil: menyediakan lampu
khusus untuk klien membaca
4. Berkolaborasi untuk
penggunaan alat bantu
pengelihatan seperti kacamata
Hasil: kacamata lensa positif
2. Gangguan rasa
nyaman (pusing)
yang berhubungan
dengan usaha
pemfokuskan mata.
1. Menganjurkan pasien untuk
tidak membaca terlalu dekat
yang dapat menyebabkan
kelelahan mata.
2. Mengajarkan klien untuk
mengalihkan suasana dengan
15
melakukan metode relaksasi
saat pusing yang teramat
sangat muncul, relaksasi yang
seperti menarik nafas panjang.
Hasil: klien mau melakukan
saat pusing datang.
3. Mengkaji kegiatan yang
memperberat keluhan pusing
4. Menciptakan lingkungan yang
tenang.
3. Resiko cedera yang
berhubungan dengan
keterbatasan
penglihatan.
1. Mengobservasi tingkat
keterbatasan klien dalam
beraktifitas.
2. Mengkaji hal-hal yang dapat
menimbulkan resiko cedera
pada pasien.
3. Memberikan penyuluhan
tentang penyakit klien dan
anjurkan klien untuk berhati-
hati dalam melakukan
aktifitas
Hasil: klien mengerti dengan
keadaanya dan mau menerima
16
D. Evaluasi
No
.
Diagnosa Evaluasi
1 Perubahan sensori-
persepsi (visual) yang
berhubungan dengan
perubahan kemampuan
memfokuskan sinar pada
retina.
S = klien mengatakan bisa membaca
dari jarak dekat saat memakai kacamata
O = bisa membaca pada jarak dekat
setelah memakai kacamata
A = masalah teratasi
P = hentikan intervensi
2 Gangguan rasa nyaman
(pusing) yang
berhubungan dengan
usaha pemfokuskan mata
S = klien mengatakan pusing agak
berkurang
O = ekspresi wajah tenang
A = masalah belum teratasi tetapi ada
kemajuan
P = lanjutkan semua intervensi
3 Resiko cedera yang
berhubungan dengan
keterbatasan penglihatan.
S = klien mengatakan sudah mengerti
tentang penyakit yang dideritanya dan
mengetahui upaya mencegah resiko
cedera
O = tidak gelisah, ekspresi wajah tenang
A = masalah teratasi
P = hentikan intervensi
17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada hipermetropi, sinar dari kejauhan difokuskan di belakang retina baik
karena bola mata terlalu pendek maupun karena daya konvergesi kornea atau
lensa yang terlalu lemah. Berbeda dengan miopia, pada penderita
hipermetropia yang masih muda penglihatannya masih jelas karena mata
berakomodasi. Penglihatan jauh bisa sangat jelas dengan cara “fine tuning”
ini, misalnya visus nya 6/4 pada karta snellen dan ini memberikan konotasi
istilah “mata pandang jauh” (“longsighted).
Rabun dekat atau dikenal dengan hipermetropi merupakan keadaan gangguan
kekuatan pembiasan mata, yang mana pada keadaan ini sinar sejajar jauh
tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina.
Hipermetrop terjadi apabila berkas sinar sejajar difokuskan di belakang
retina.
B. Saran
Sebaiknya perawat mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan hipermetropi dengan benar.
18